BAB II LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Center

2.1 Pengertian Mentoring ... makalah ini adalah rangkaian sikap dan perilaku yang dirasakan seseorang . 16...

194 downloads 622 Views 135KB Size
BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Pengertian Mentoring Mentor adalah kata Yunani yang berasal dari nama pelaku dalam karya sastra

Homer yang berjudul Odyssey. Mentor adalah laki-laki lanjut usia yang diminta Odyssey menjaga anak laki-lakinya, Telemachus, ketika Odyssey berangkat ke medan perang. Tidak diketahui banyak interaksi antara Mentor dengan Odyssey. Tetapi pada satu hal dewi Athena mengambil wujud sebagai Mentor dan membimbing Odyssey yang memohon agar dapat menemukan ayahnya. Dengan demikian, konsep Mentoring telah dimulai sejak karya Homer Odyssey. Pasangan mentor-mentee terkenal dapat dijumpai dihampir setiap profesi, yang meliputi sains (misalnya Sigmund Freud memberi mentoring kepada Carl Jung, Henry Harlow kepada Abraham Maslow), sastra (Gertrude Strain mementor Ernest Hemingway), politik (George Wythe mementor Thomas Jefferson) dan lain-lain. Mentoring ada dimana-mana, dan setiap orang mengira bahwa mereka tahu apa itu mentoring, dan mereka memiliki keyakinan bahwa mentoring itu efektif. Tersebarnya penggunaan kata Mentoring merupakan berkah. Sisi positifnya, hal ini telah membangkitkan banyak minat mengenai topik Mentoring. Para sarjana dari aneka disiplin mempelajari fenomena ini dan program-program mentoring melimpah dalam setting pendidikan, komunitas, dan bisnis. Mentoring dikaji sebagai cara untuk mengurangi tingkat dropout sekolah, meningkatkan, prestasi akademik, meningkatkan prestasi akademik, menigkatkan identitas diri dan kepercayaan diri, mengurangi perilaku berisiko, dan memfasilitasi perkembangan karir Orang saat ini mulai menyadari bahwa sebuah perusahaan, institusi, asosiasi, atau apapun namanya adalah sebaik orang-orang yang ada didalamnya. Mereka sangat menekankan ciri-ciri pribadi dalam menyeleksi dan mengembangkan staf. Akan tetapi, hal ini bukan berarti tanpa tantangan, setidak-tidaknya tantangan itu mungkin berupa kesenjangan (yang signifikan) di dalam pengalaman, pengetahuan, sikap, keterampilam, aspirasi, perilaku, atau kepemimpinan yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaan yang semakin menumpuk.

7

8 Kursus pelatihan formal yang diadakan organisasi tidak banyak mentransfer pengetahuan, keterampilan, sikap, atau yang lainnya yang diperoleh karyawan dari pelatihan di tempat kerja, atau mereka cenderung tidak mengembangkan potensi mereka sepenuhnya tanpa bimbingan yang berdedikasi yang memberi inspirasi, memberi energi, dan memfasilitasi. Dalam milinium yang baru ini rencana mentoring yang baik dianggap cara yang sangat efektif membantu orang atau karyawan meningkatkan efektivitas dan kinerjanya melalui percakapan, pengarahan diri dan peningkatan harga diri atau kepercayaan diri. Menurut Crawford (2010) Mentoring merupakan “Hubungan interpersonal dalam bentuk kepedulian dan dukungan antara seseorang yang berpengalaman dan berpengetahuan luas dengan seseorang yang kurang berpengalaman maupun yang pengetahuannya lebih sedikit”. Menurut Zachary (2005) Mentoring merupakan “Hubungan pembelajaran timbal balik dan kolaaboratif antara dua orang atau lebih yang memiliki tanggungjawab dan tanggunggugat/akuntabilitas yang sama untuk membantu mentee bekerja mencapai sasaran pembelajaran yang jelas dan didefinisikan bersama”. Menurut Europe Region (2006) Mentoring merupakan “Mendukung individu sehingga mereka berkembang lebih efektif. Ini merupakan kemitraan antara mentor (yang memberi bimbingan) dan mentee (yang menerima bimbingan) yang dirancang untuk membangun kepercayaan diri mentee”. Menurut Ingrid (2005) Mentoring merupakan “Suatu proses yang hanya diberikan untuk proses penjenjangan karir. Namun seiring berjalannya waktu, mentoring hingga saat ini juga diterapkan dalam dunia pendidikan”. Menurut Santrock (2007) Mentoring merupakan “Bimbingan yang diberikan melalui demonstrasi,instruksi, tantangan dan dorongan secara teratur selama periode waktu tertentu. Mentoring biasanya dilakukan oleh individu yang lebih tua untuk meningkatkan kompetensi serta karakter individu yang lebih muda. Selama proses ini berlangsung, pementor dan mentee mengembangkan suatu ikatan komitmen bersama yang melibatkan karakter emosional dan diwarnai oleh sikap hormat serta kesetiaan”.

9 Menurut David (2002) Mentoring merupakan “Suatu proses yang lebih mengarah kepada keinginan untuk saling berbagi ilmu pengetahuan khususnya kepada seseorang yang belum memiliki pengalaman sehingga meningkatkan hubungan kepercayaan diantara sesama”. Menurut Belle & Rose (2007) Mentoring merupakan “Membangun hubungan interpersonal yang berhubungan dengan konteks pekerjaan tertentu”. Menurut McCreath (2000) Mentoring merupakan “Sebuah pendekatan yang lebih bersifat persahabatan. Dimana dalam proses persahabatan tersebut ada visi untuk meningkatkan kualitas diri antara sesama baik secara pemikiran maupun emosional”. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasannya mentoring adalah suatu proses peningkatan kualitas diri yang dilakukan secara interpersonal baik dalam hal pendidikan dan pekerjaan melalui pendekatan emosional diantara pementor dengan para mentee-nya. Terlepas dari pengertian-pengertian diatas, dapat dilakukan identifikasi beberapa ciri mentoring sebagai kerangka rujukan umum untuk memahami pengertian mentoring sebagai berikut:

1.

Mentoring mencerminkan hubungan yang unik antar individu.

2.

Mentoring merupakan kemitraan pembelajaran. Mesikipun sasaran mentoring mungkin berbeda lintas setting maupun hubungan, namun hampir semua hubungan mentoring melibatkan penguasaan pengetahuan.

3.

Mentoring merupakan proses didefinisikan oleh jenis dukungan yang disediakan mentor kepada mentee atau protege.

4.

Mentoring hubungannya bersifat timbal balik, namun tidak seimbang. Meskipun mentor mungkin mendapat manfaatdari hubungan itu, namun sasaran utamanya adalah pertumbuhan dan perkembangan mentee.

10 5.

Mentoring hubungannya itu dinamis, hubungan itu berubah seiring perjalanan waktu dan dampak mentoring juga bertambah seiring dengan waktu.

2.1.1 Fasilitas

yang

disediakan

perusahaan

untuk

berjalannya

Mentoring Penyediaan fasilitas merupakan salah satu syarat yang harus disediakan oleh perusahaan untuk berjalannya suatu kegiatan mentoring. Berikut merupakan fasilitas yang mendukung mentoring menurut Kaswan (2012) • Menyediakan beberapa para konseling dan mentor karir profesional guna untuk para karyawan bisa mendapatkan saran yang baik atas keluhan mereka. • Menyediakan seminar-seminar dengan berbagai topik menarik, yang sesuai dengan masalah-masalah karyawan yang sedang dihadapi diperusahaan. Dengan melihat data yang didapat dari karyawan bahwa apa saja masalah yang banyak dihadapi oleh mereka, kemudian menyesuaikan topik seminar yang ada. • Perusahaan menyediakan pelatihan-pelatihan khusus guna untuk meningkatkan kinerja para karyawan serta kreativitas yang dimiliki sehingga karyawan dapat menjadi karyawan yang memiliki kredibilitas • Menyediakan layanan-layanan mentoring untuk berjalannya suatu kegiatan mentoring, agar karyawan bias mendapat manfaat dari efek mentoring tersebut.

2.1.2 Manfaat Mentoring Menurut Greenhause dan callanan (2006) ada beberapa manfaat mentoring, yaitu diantaranya: 1.

Mentoring mempercepat pembelajaran

11 2.

Mentoring mentransfer pengetahuan secara terpadu

3.

Mentoring merupakan bonus

4.

Mentoring meningkatkan karir

5.

Kompetensi

6.

Penetapan tujuan

7.

Motivasi dan kepuasan

8.

Kemampuan dipekerjakan (employability)

9.

Dukungan psikososial

10. Kreativitas 11. Peluang jejaring 12. Perubahan organisasi 13. Perubahan personal 14. Efektivitas waktu 15. Meningkatnya kemungkinan sukses 16. Kurva belajar keterampilan teknis lebih singkat 17. Meningkatnya kesadaran terhadap organisasi

2.1.3 Pengaruh Mentoring Greenhouse dan Callanan (2006) memberikan beberapa masukan tentang beberapa pengaruh yang didapat dari sebuah organisasi yang melakukan mentoring, berikut beberapa pengaruh dari mentoring: • Dapat mencapai kesuksesan karir seseorang atau karyawan • Meberi manfaat kepada mentee, mentor dan juga organisasi. • Memiliki kepuasan kerja baik bagi karyawan maupun atasan, karena dengan karyawan memiliki kepuasan kerja yang baik makan mereka akan selalu meningkatkan kualitas kerja mereka dan akan mendapatkan imbalan yang pas atau gaji yang lebih atau jabatan

12 sehingga dapat mengurangi karir yang stuck (Career Plateau), dan atasan menerima hasil kerja mereka secara puas sehingga dapat memajukan organisasi tersebut. • Menurunnya stress kerja yang dihadapi disebuah perusahaan • Menurunkan niat karyawan untuk meninggalkan atau pindah dari organisasi (Turnover Intention) • Meningkatkan produktivitas karyawan

2.1.4 Pentingnya Mentoring Naiknya abad pengetahuan dan transformasi, tempat kerja yang menjadi lingkungan belajar berkelanjutan telah mebuat me``ntoring sebagai alat yang semakin menarik untuk pengembangan karyawan. Perusahaan atau organisasi

di

mana

mentoring

sebagai

strategi

organisasi

untuk

mempromosikan pembelajaran berkelanjutan, dan mempromosikan sejumlah tujuan yang memadai organisasi modern, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: • Perbaikan dalam kinerja karyawan. Mentoring menyediakan komunikasi yang lebih banyak dan lebih baik dengan manajer dan lebih banyak kesempatan bagi manajer untuk mengikuti kemajuan karir karyawan. Hubungan yang demikian itu juga, di antara semua pihak,

menghasilkan

keterkaitan`

yang

lebih

dalam

dan

bertanggung jawab kepada salah satu bagian dalam mencapai sasaran organisasi. • Percepatan Pembelajaran. Dengan mentoring, karyawan cendurung belajar dengan cepat dan akibatnya segera menjadi produtif. Mentor dapat menjadi model perilaku yang sesuai, member umpan balik yang spesifik, dan mengidentifikasi praktik-praktik yang terbaik. • Menurunnya Pergantian Karyawan. Banyak perusahaan telah menemukan bahwa mementor karyawan baru membantu mereka merasa nyaman di pekerjaannya dan lingkungan perusahaan dan berkontribusi terhadap tingkat menurunnya keluar-masuknya

13 karyawan (turnover). Menurut Bell (1999), yang melaporkan bahwa 35 persen dari karyawan yang tidak memperoleh rencana mentoring secara teratur mencari pekerjaan lain dalam waktu 12 bulan. • Pemberdayaan Karyawan. Mentoring secara kuat dikaitkan dengan harga diri dan dengan ekspetasi sukses, karena mentoring diatas segalanya

merupakan

hubungan

sosial,

kekuatannya

untuk

meningkatkan harga atau kepercayaan diri seseorang telah lama dikenal. Menurut Kelly (2007) mengungkapkan bahwa partisipasi aktif dalam mentoring kelompok yang terorganisasir juga terkait kuat dengan harga atau kepercayaan diri dan harapan umum berhasil. • Motivasi karyawan yang meningkat. Orang muda yang ambisius sering mengalami frustasi dan ketidaksabaran ketika menyadari bahwa kemajuannya menuju tangga organisasi berjalan amat lambat daripada yang pada awalnya mereka harapkan. Jika mentee memiliki mentor yang menaruh minat aktif terhadap karirnya dan menjelaskan alasannya untuk dan mencari cara mengatasi kendala yang dihadapi, mereka lebih cenderung bertahan. Mentor membantu mereka memahami dan mengenali rencana jangka panjang yang dimiliki perusahaan ataupun perusahaan untuk mereka, dan membantu mereka memanfaatkan pengalaman belajar yang ada dipekerjaannya. Dengan cara ini, mentoring menurunkan ancaman

yang

mungkin

dilakukan

perusahaan

lain

yang

menjanjikan kemajuan karir. Hubungan mentoring juga memotivasi manajer menengah dan senior yang terlibat dan bisa menjadi sarana yang bernilai menunda “plateau” (puncak kemampuan dalam pekerjaan). Seorang manajer tidak menarik diri secara mental dipekerjaannya jika dihadapkan tantangan-tantangan segar dari hubungan

mentoring.

mengartikulasikan

Mentor

idenya

dipaksa

mengenai

memperjelas

organisasi

dan

dan tujuan

perusahaan agar dapat menjelaskan kepada mentee. Mereka merasa perlu

meningkatkan

kemampuannya

untuk

mendapatkan

14 penghargaan dari mentee. Mengembangkan potensi di dalam perusahaan menjadi kesempatan yang sifnifikan bagi mentor untuk menunjukkan bahwa orang tua masih mampu belajar dan menunjukkan

kiat-kiat

baru.

Akibatnya,

mentor

mungkin

menemukan tujuan dan minat baru dalam pekerjaannya. • Pengelolaan Budaya Perusahaan. Daripada mempertahankan budaya

perusahaan

yang

ada,

perusahaan

berusaha

keras

mengubahnya. Hal ini menimbulkan sejumlah masalah, setidaktidaknya hal itu membuat semakin sulit menemukan mentor dengan nilai-nilai yang tepat. Mentor dan mentee dalam hubungan perkembangan yang efektif mampu mengeksplorasi perbedaan antara budaya perusahaan yang didukung dengan perilaku yang sebenarnya. Pada saat yang bersamaan, mentor membantu mengklarifikasi dalam pikiran mentee aspek-aspek budaya yang mana yang bersifat tetap dan tidak terbuka untuk diperdebatkan, dan aspek yang mana terbuka untuk didialogkan. Menyatukan mentor dan mentee dari waktu ke waktu untuk melanjutkan pengambangan keterampilan dan meninjau kemajuan hubungan (dalam batas-batas kerahasiaan) terbukti berharga dalam mengubah bagaimana organisasi menangani isu-isu penting yang berkaitan dengan budaya. • Mempromosikan Perubahan Organisasi. Mentoring berfokus pada kolaborasi daripada perintah dan kendali (comman and control). Hal itu menambah keseimbangan budaya nilai yang terlalu maskulin

yang telah menguasai banyak perusahaan selama

bertahun-tahun. Bukti yang melimpah menunjukan bahwa nilainilai yang terkait dengan feminisme menerima organisasiorganisasi

dalam

lingkungan

yang

ditandai

oleh

chaos,

keterbukaan, dan fleksibilitas. • Meningkatkan Komunikasi. Dalam hubungan mentoring seniorjunior, posisi unik mentee di dalam organisasi dapat membantu komunikasi informal karena dia berada dibeberapa level. Misalnya, melalui hubungan dengan mentor, mentee manajemen junior

15 memiliki akses terhadap dan diterima oleh manajemen menengah. Pada saat yang sama dia juga diterima di tingkat manajerial yang lebih rendah, karena mentee sudah familiar dengan bahasa dan cara keduanya, dia dapar dengan efisien gagasan dan pendapat masingmasing kelompok kepada yang lain. Jejaring komunikasi informal uang kaya itu meningkatkan produktivitas dan efisiensi di dalam perusahaan atau organisasi karena hal itu membawa kepada lebih banyak tindakan, lebih banyak inovasi, lebih banyak pembelajaran, dan penyesuaian lebih cepat terhadap kebutuhan bisnis yang berubah. • Meningkatkan Lini Dasar. Dalam ekonomi berbasis-pengetahuan di mana permintaan terus-menerus berubah dan komunikasi lebih baik digambarkan sebagai web atau jejaring daripada serangkaian garis lurus yang bergerak dari pimpinan melalui peringkat atau hirarki sampai kepada alur dasar memerlukan partisipasi yang luas untuk menjamin kesuksesan perusahaan. Mentoring dapat meningkatkan lini dasar (bottom-line). Menurut Mike Pegg (2004) yang mengimplementasikan program mentoring di Microsoft yang menempati peringkat ke-2 dalam daftar perusahaan terbaik Times London pada tahun 2011, mentoring menghasilkan perubahan positif terhadap bagaimana orang mengkomunikasikan strategi perusahaan jangka panjang dan membantu membentuk karyawan yang engaged yang memahami `ke mana perusahaan itu menuju dan peranannya di dalam organisasi.

2.2

Career Plateau 2.2.1 Pengertian Career Plateau Karir umumnya sering diartikan sebagai ide untuk terus bergerak ke atas dalam garis pekerjaan yang dipilih seseorang. Bergerak ke atas artinya memperoleh upah / gaji yang lebih besar, tanggung jawab yang semakin berat, status, prestise, dan kekuasaan. Definisi karir yang digunakan penulis dalam makalah ini adalah rangkaian sikap dan perilaku yang dirasakan seseorang

16 yang berhubungan dengan kegiatan dan pengalaman kerja dalam kehidupan seseorang. Definisi ini menekankan bahwa karir berisikan sikap dan perilaku serta rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan. Karir seseorang meliputi sebuah rangkaian pilihan di antara berbagai peluang dalam kehidupan. Tetapi dari sudut pandang organisasi, karir mencakup proses yang digunakan organisasi untuk melakukan pembaruan.

Definisi Karir Para pakar lebih sering mendefinisikan karir sebagai proses suatu konsep yang tidak statis dan final. Mereka cenderung mendefinisikan karir sebagai “perjalanan pekerjaan seorang pegawai di dalam organisasi”. Perjalanan ini dimulai sejak ia diterima sebagai pegawai baru, dan berakhir pada saat ia tidak bekerja lagi dalam organisasi tersebut. Haneman et al. (1983) mengatakan bahwa “Perjalanan karir seorang pegawai dimulai pada saat ia menerima pekerjaan di suatu organisasi. Perjalanan karir ini mungkin akan berlangsung beberapa jam saja atau beberapa hari, atau mungkin berlanjut sampai 30 atau 40 tahun kemudian. Perjalanan karir ini mungkin berlangsung di satu pekerjaan di satu lokasi, atau melibatkan serentetan pekerjaan yang tersebar di seluruh negeri atau bahkan di seluruh dunia”. Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal. Apapun artinya, karir amatlah penting bagi pegawai maupun bagi organisasi. Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting daripada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai

17 mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya. Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Karir (career) memiliki pengertian ”Semua jabatan dan pekerjaan yang dilakukan seseorang selama masa usia kerjanya”. Pertanyaannya sekarang adalah sampai usia berapa Anda ingin berkarir? Seumur hidupkah? Apakah Anda ingin menjadi long life employee atau Anda merencanakan membuka usaha sendiri pada usia tertentu? Karir dapat terbagi dalam 4 tipe (Driver, 1982) : 1. Steady State: Pilihan karir untuk mengabdikan diri dalam satu jenis pekerjaan tertentu. Misalnya terus-menerus bekerja di satu profesi, sebagai programmer saja. 2. Linear : Adanya peningkatan ke atas pada satu jenis pekerjaan. Misalnya saat ini Anda bekerja sebagai programmer, kemudian meningkat menjadi System Analyst. 3. Spiral : Tetap menekuni satu bidang pekerjaan dalam 7-10 tahun, kemudian beralih bidang pekerjaan, dimana tetap menggunakan keterampilan dan pengalaman yang sudah ada. Misalnya setelah bekerja selama 7 tahun di bidang IT, Anda berminat membuka usaha pribadi

”software

house”,

dengan

memanfaatkan

skill

dan

pengalaman Anda sebelumnya. 4. Transitory: Memilih beralih karir dalam jangka waktu yang cepat, dimana keinginan untuk menggeluti aneka ragam profesi menjadi tujuan utamanya. Misalnya setelah bekerja sebagai programmer,

18 Anda ingin beralih menjadi web designer, kemudian Anda memutuskan untuk menjadi instruktur dan sebagainya.

Menurut Umar (2004) karir adalah sebuah pekerjaan-pekerjaan dalam karir yang merupakan reliasasi dari rencana-rencana hidup seseorang atau mungkin sekedar “nasib” Menurut Gomes (2007) ada 2 fokus dalam pengembangan karir yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam karir pada cara pandang seseorang memandang karirnya. Dalam fokus internal ini, seseorang perlu selalu dapat memandang karirnya secara positif. Pandangan yang positif terhadap karir memungkinkan seseorang dapat mengembangkan karirnya dengan sedikit stress dan perasaan negatif lainnya, sehingga pada gilirannya karir seseorang akan lebih mudah mencapai kemajuan yang diharapkan.

2.2.2 Definisi Career Plateau Menurut Greenhaus, Parasuraman & Wormley dalam Siti Djamilah (2005) karir plateau adalah titik dalam suatu karir dimana kemungkinan untuk mendapatkan promosi hirarki sangat kecil. Ukuran plateau dapat secara objektif atau secara subyektif. Secara obyektif yaitu selama lebih dari 7 tahun menduduki posisi/jabatan yang sama. Menurut Bardwick dalam Siti Djamilah (2005) mengemukakan bahwa seseorang mungkin mengalami 2 bentuk karir plateau yaitu struktural hirarkhi dan job content. Karir plateau hirarkhi terjadi ketika seseorang mempunyai kesempatan kecil untu pergerakan vertical ke atas dalam organisasi. Sedangkan job content plateauing terjadi ketika seseorang tidak lagi tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaannya. Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi secara hierarkis sangat rendah Byars dan Rue (1997). Taraf tidak ada kemajuan dalam karir muncul ketika seorang karyawan mencapai suatu posisi dimana dari posisi ini dia tidak mungkin untuk dipromosikan lebih lanjut. Pada

19 dasarnya, semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam karir, hanya saja sementara orang mencapainya lebih awal dari yang lain. Karyawan yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah mereka yang mencapai batas tertinggi dalam kaitan dengan usaha memajukan diri mereka jauh sebelum mereka pensiun.

Menurut James L. Gibson, jalur karir ini ada beberapa macam, di antaranya : •

Puncak datar (plateau) Puncak datar merupakan titik akhir dalam akhir pendakian seseorang. Dewasa ini, para pekerja mencapai puncak datarnya lebih cepat. Sebuah puncak datar merupakan dilema yang menimbulkan rasa putus asa bagi kebanyakan pekerja yang merasa bahwa karir mereka telah berakhir. Selain itu, banyak yang mengalami perasaan kegagalan pribadi.



Jalur karir berliku Sebagian pekerja memberi tanggapan dengan mengambil jalur karir berliku, mereka meninggalkan tempat kerja dan mencoba bergerak ke atas dengan berpindah – pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, bahkan kadangkala dari satu industri ke industri lain. Para pekerja puncak datar yang enggan untuk pindah dapat melakukan mutasi lateral guna memperluas keahlian manajerial mereka dan untuk mengatasi tantangan – tantangan baru. Kadang – kadang, sebuah mutasi lateral dapat membuka jalur ke atas yang baru. Beberapa pekerja menjadi lebih merasa terlibat dalam melatih para manajer yang lebih muda atas bidang keahlian mereka. Sementara yang lain lebih memusatkan perhatian ‘harga’ mereka dengan melanjutkan studi yang lebih tinggi dan selanjutnya mengembangkan kehidupan sosial mereka. Semakin banyak perusahaan yang mengembangkan pelatihan dan seminar karir dengan tujuan meningktkan kepuasan manajer atas jabatannya yang

20 sekarang, selain terus berupaya menyesuaikan aspek – aspek dalam jabatan dengan kegemaran dan bakat manajer dengan memberikan tanggung jawab yang lebih besar.

2.2.3 Hal Yang Mempengaruhi Karir Plateau Nilai dan perspektif karyawan terhadap karir perlu mendapat perhatian. Karyawan memiliki beberapa cara perhitungan nasib sehingga mereka berupaya untuk meraih peluang agar mampu mencapai keberhasilan yang salah satunya berasal dari karir (Ongori & Agolla, J.E, 2009). Kesuksesan dalam karir seringkali dikaitkan dengan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan. Semakin tinggi struktur organisasi, maka semakin banyak posisi-posisi yang dapat dilalui dan berarti adanya ketegasan jalur karir. Dengan demikian karyawan akan mengetahui urutan pekerjaan yang harus dilalui , jabatan yang jelas dan terukur Beberapa penyebab diantaranya ialah : • Content plateauing terjadi ketika seseorang merasa pekerjaan yang dimiliki sudah tidak menantang lagi (Puji, 2002) • life plateauing terjadi karena merasa jenuh atau bosan dalam kehidupan kerja (Puji, 2002) • Menurut

Allen et.

Al

(1999)

ada

tiga

faktor

penyebab

karir plateauing yakni variable demografi seperti usia, lama bekerja, tingkat pendidikan faktor orientasi personal seperti keinginan untuk belajar, eksplorasi karir, perencanaan karir dan keterlibatan kerja; persepsi lingkungan kerja seperti dukungan atasan, dukungan manajemen pucak maupun dukungan rekan kerja. • Kurangnya perhatian atas karir karyawan • Kurangnya peluang yang diberikan • Kurangnya kepercayaan yang diberikan • Masa kejenuhan karyawan

21 • Merasa cocok dengan pekerjaannya sehingga tidak ingin dipindahkan • Faktor demografi yaitu (usia) dan (pendidikan)

2.2.4 Cara Mengatasi Plateau Taraf tidak ada kemajuan dalam karir (career plateau) didefinisikan sebagai suatu titik dalam suatu karir dimana kemungkinan tambahan promosi secara hierarkis sangat rendah (Byars dan Rue, 1977). Pada dasarnya semua orang akan mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam karir, hanya saja sementara orang mencapainya lebig awal dari yang lain. Karyawan yang berada pada taraf tidak ada kemajuan dalam karir adalah mereka yang mencapai batas tertinggi dalam laitan dengan usaha memajukan diri mereka jauh sebelum mereka pensiun. Merehabilitasi Taraf Tidak Ada Kemajuan dalam Karir yang tidak Efektif. Merehabilitasi taraf tidak ada kemajuan dalam karir yang tidak efektif merupakan hal yang cukup sulit, meskipun sangat mungkin untuk dilakukan. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain: 1.

Menyediakan alat pengganti penghargaan.

2.

Mengembangkan cara baru untuk membuat pekerjaan mereka saat ini lebih memuaskan.

3.

Revitalisasi efek melalui penugasan kembali.

4.

Memanfaatkan program pengembangan secara mandiri yang didasarkan pada kenyataan.

5.

Mengubah sikap manajerial kearah peduli terhadap karyawan yang mencapai taraf tidak ada kemajuan dalam karir

6.

Memperhatikan jenjang karir bagi karyawan

7.

Memberi lebih banyak peluang

22 8.

Mendorong

karyawan

untuk

mempelajari

pekerjaan divisi lain

2.3

9.

Mengorganisir pekerjaan yang diberikan

10.

Mentoring

Turnover Intention 2.3.1 Pengertian Turnover Intention Ada beberapa pengertian tentang Turnover Intention menurut beberapa ahli yaitu :

• (Robbins, 2006) mendefinisikan turnover sebagai pemberhentian pegawai yang bersifat permanent dari perusahaan baik yang dilakukan oleh pegawai sendiri (secara sukarela) maupun yang dilakukan oleh perusahaan. • (Glissmeyer, Bishop & Fass, 2008) Turnover intention didefinisikan sebagai sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti dan benarbenar berhenti dari organisasi. • (Bockermann dan Ilmakunnas, 2004) mendefinisikan intention to turnover sebagai sikap perilaku seseorang untuk menarik diri dari organisasi, sedangkan turnover dianggap sebagai pemisahan yang sebenarnya dari organisasi. • (Zeffane, 2011) intensi didefinisikan sebagai niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. • (Fishbein dan Ajzen, 1975) intensi sebagai kemungkinan subjektif seseorang yang melibatkan antara dirinya dan sesuatu perbuatan tertentu.

23 • (Abelson, 1987) turnover intention didefinisikan sebagai suatu keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. • (Ancok, 1985) intensi sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. • (Michaels dan Spector, 1982) (Motowildo ,1983) (Steel dan Ovalle, 1984) intensi merupakan suatu prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang, maka intensi turnover merupakan prediktor terbaik terhadap gejala atau perilaku turnover. Sehingga turnover intention dapat didefinisikan sebagai keinginan seseorang untuk keluar dari perusahaan. turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah pegawai dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. menyatakan turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan. Banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover (Mobley et al ,1986) dalam (Rodly ,2012) menyatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor determinan keinginan berpindah diantaranya adalah :

1.

Kepuasan Kerja Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi yang paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave. Aspke kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise yang diterima,

24 kepuasan dengan rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi kerja. 2.

Komitmen organisasi Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan menginggalkan tempat kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas model proses intention to leave karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional dapat dibedakan dari kepuasan kerja.

Komitmen

emosional (affective) individu

mengacu kepada

pada keseluruhan

respon organisasi,

sedangkan kepuasan mengarah pada respon emosional atas aspekkhusus dari pekerjaan.

(Menurut Griffet 1995 dalam Rodly, 2012) bahwa Hampir semua model intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah, yaitu :

1. Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat denganproses kognisi menarik diri (pre with drawal cognition), intensi untuk pergi, tindakan nyata berupa keputusan untuk keluar dari tempat kerja, dan beralih mencari pekerjaan yang lain. 2. Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.

(Menurut Robbins, 2005) sejauh mana seseorang berkecimpung dalam pekerjaan dan secara aktif berpartisipasi di dalamnya. Keterlibatan atau

25 partisipasi karyawan dalam bekerja penting untuk diperhatikan. Adanya keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan bersedia dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan. Cara ini dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Selain

keterlibatan

kerja

peran

dukungan

organisasi

juga

mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Seperti yang dikemukakan (Burke, 2003) bahwa peran dukungan organisasi sepenuhnya di mediasi oleh hubungan kepuasan kerja. Secara umum, temuan penelitian ini konsisten dengan teori peran dukungan organisasi dalam kaitannya dengan penelitian terdahulu. Komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh dukungan organisasi. Hal ini ditegaskan oleh (Fuller et al., 2003) secara konsisten telah menemukan bahwa dukungan organisasi terkait secara positif dengan komitmen organisasi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover cukup kompleks dan saling berkaitan satu sama lain. Faktor-faktor tersebut antara lain usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, keterikatan terhadap organisasi, kepuasan kerja, dan budaya perusahaan (Novliadi, 2007)

Menurut Zeffane (2003:27-31) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover : -

Faktor eksternal seperti pasar tenaga kerja.

- Faktor institusi seperti ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi. - Karakteristik personal bisa dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya.

26 Menurut Mueller (2003:2-5), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai predictordari turnover. Yakni: Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (External dan alternatives.).

Dikarenakan

adanya

kecenderungan

karyawan

untuk

meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional.

• Alternatif-alternatif

yang

ada

di

dalam

organisasi

(Internal

alternatives). Menurut (Cable dan Turban, 2001) dalam (Mueller, 2003:2-3) bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Salah satu konteks organisasional yang penting tersedianya adalah alternatif di dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa diacapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi jika ia merasa bahwa ia bisa atau mempunyai kesempatan untuk pindah (internal transfer)ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.

• Harga /nilai dari perubahan kerja ( Cost of job change) Individu meninggalkan

organisasi

seringkali

dikarenakan

tersedianya

alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (Embeddedness). Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap pertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadap oleh individu untuk berpindah atau mengubah pekerjaan, meski ia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik di luar. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari

27 turnover adalah asuransi kesehatan dan benefit-benefit yang didapat dari organisasi (misal pensiun dan bonus-bonus). Hubungan finansial

ini

juga

berkaitan

erat

dengan

komitmen

kontinuans(continuance commitment), yaitu kesadaran karyawan bahwa turnover membutuhkanbiaya (Meyer & Allen, 1997 dalam Mueller, 2003).

• Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Menurut (Beachs, 1990) dalam (Muelle, 2003), kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding suatu kebiasaan. Kejadian - kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya adalah perkawinan, perceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadian - kejadian tersebut bisa meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

• (Lee & Mitchel dalam Kalnbach & Griffin, 2002) mengatakan ada empat komponen utama dalam perilaku turnover seorang karyawan;

1.

Shocks. Merupakan kejadian khusus/mengejutkan yang menimbulkan analisa secara psikologis untuk keluar (berhenti) dari

28 perusahaan.

Contoh:

pernikahan

,

transfer

pekerjaan,

Adalah

gambaran/

konflikserius dengan atasan/ rekan kerja 2.

Images Violations (Gambaran

terhadap

Pelanggaran)

bayangan terhadap pelanggaran. Pelanggaran ini merupakan hasil dari beberapa kejadian yang mengarahkan individu untuk menentukan atau memutuskan bahwa dia tidak dapat mengintegrasikan nilai-nilainya ke dalam shocks. Sehingga, ada dua pilihan: memperbaiki image diri atau meninggalkan perusahaan. 3.

Scripts Merupakan rangkaian peta kognitif untuk perilaku yang otomatis (mendadak) dalam situasi yang telah dikenal.

4

Search For and/ or Evalution of Alternatif To The Job Dua alternatif bagi karyawan yang keluar dari perusahaan. Pertama; non-work, dimana individu melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau menjatuhkan pada pilihan bekerja di luar rumah. Kedua; mencari dan mengevaluasi pekerjaan lain.

2.3.3 Penyebab Terjadinya Turnover Pada Karyawan Turnover atau pemberhentian antara suatu perusahaan atau beberapa orang karyawan menurut Susilo (1996:194) bahwa penyebab karyawan keluar dari perusahaan adalah karena alasan:

a.

Ketidaktepatan pemberian tugas Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa kurang cocok dengan tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut. Sehingga menurut pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembangan dimasa depan.

b.

Alasan mendesak

29 -

Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya meskipun karyawan telah bekerja dengan baik.

-

Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban yang sudah disetujui dengan karyawan.

-

Bila pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan ternyata dapat membahayakan keselamatan dirinya maupun moralnya.

-

Karyawan

memperoleh

perlakuan

pimpinannya

secara

tidak

manusiawi atau bersifat sadis atau sebagainya. c.

Menolak pimpinan baru Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang pimpinan baru, dapat saja mengakibatkan timbulnya stress yang tidak menguntungkan dirinya. Sedangkan menurut (Hasibuan, 2008) alasan karyawan keluar dapat digolongkan berdasarkan: 1) Undang-undang Dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentikan dari suatu perusahan. Misalnya: karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibar organisasi terlarang. 2)

Keinginan perusahaan Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan secara terhomat ataupun dipecat. Keinginan suatu perusahaan untuk memberhentikan karyawan menurut (Hasibuan, 2008) disebabkan karena: -

Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.

-

Perilaku dan disiplinnya kurang baik.

-

Melanggar peraturan dan tata tertib.

-

Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain.

-

Melakukan tindakan moral dalam perusahaan

30 3)

4)

Alasan pengunduran diri karena keinginan karyawan antara lain: -

Pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua

-

Kesehatan yang kurang baik

-

Melanjutkan pendidikan

-

Berwiraswasta

Pensiun Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang ataupun keinginan karyawan itu sendiri. Keinginan perusahaan mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan. Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun.

5)

Kontrak kerja berakhir Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak kerjanya berakhir. Pemberhentian berdasarkan berkahirnya kontrak kerja tidak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima.

6)

Kesehatan karyawan Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan. Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan.

7)

Meninggal dunia Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada.

8)

Perusahaan likuidasi

31 Karyawan akan lepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

2.4

Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu sangat penting sebagai tinjauan pustaka dalam rangka penyusunan penelitian ini. Yang mana kegunaannya untuk mengetahui hasil penelitian yang telah digunakan oleh peneliti terdahulu. Berikut ini adalah hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang diambil dari artikel jurnal ilmiah : 1.

Jurnal oleh Shahzad Aziz Choudary, Prof. Dr Muhammad Ramzan, dan Aisha Riaz. (2013) Strategies For Career Plateau: Empirical Investigation Of Organizations In Pakistan. Interdiciplinary Journal Of Contemporary Research In Business. (Lahore). Vol 4 No 9 Penelitian ini merupakan perbandingan antara mentoring, career plateau dan turnover intention yang menjelaskan strategi yang paling signifikan terhadap career plateau dan akan otomatis mengurangi turnover intention karena pada jurnal ini dijelaskan dimana career plateau sangat berhubungan erat dengan turnover intenton. Disini peneliti memasukan beberapa strategi untuk mengurangi career plateau dan akan mengurangi turnover intention yaitu diantaranya mentoring, job rotation, job enlargement, job enrichment. Setelah melakukan penelitian dengan menyebar kuesioner kepada karyawan yang bekerja pada NIPS (National Institute of Population Studies), dengan megambil populasi sebanyak 40 responden. Dan dimana didapatkan dari hasil statistic bahwa startegi yang paling signifikan diantara mentoring, job rotation, job enlargement, job enrichment adalah mentoring. Karena biasanya career plateau bersifat lebih mengacu kepada sikap dari seorang individu karyawan yang kurang memiliki motivasi dalam berkarir, kurangnya kemampuan dengan pekerjaan yang sekarang dimilikinya dikarenakan sikap seseorang individu karyawan tersebut sehingga menyebabkan niat karyawan untuk kelur dari perusahaan (turnover intention). Mentoring merupakan jalan pemecahan masalah yang tepat karena termasuk pengembangan diri jadi apabila seorang karyawan melakukan mentoring akan menghasilkan kemampuan dan juga motivasi dari diri masing-masing individu tersebut.

32 Sedangkan 3 diantara stretegi lainnya tidak berfokus pada pengembangan diri seorang karyawan.

2.

Jurnal oleh Sharon G. Helman, Daniel T. Holt, Christine Y. Rilovick. (2008) Effects of Career Plateauing on Turnover a Test of a Model. Journal of Leadership and Organizational. 15:59-68 Penelitian ini untuk melihat hubungan antara career plateau dengan turnover intention. Pada jurnal menjelaskan beberapa faktor yang beruhubungan dengan career plateau diantaranya job satisfication, organizational commitment, dan disini dijelaskan bahwa career plateau positif memiliki hubungan yang searah dengan turnover intention dan career plateau negatif memiliki hubungan searag melainkan tidak searah dengan job satisfication dan organizational commitment. Hasilnya dibuktikan dengan pernahnya dilakukan penelitian dengan menyebarkan kuesioner sebanyak 625 dan yang kembali sebanyak 326 kepada pegawai sipil di Nigeria. Dan didapatkan bahwa memang career plateau disini dapat menyebabkan turnover intention tanpa mempertimbangkan variable pengontrolnya yaitu job satisfication dan organizational commitment

3.

Jurnal oleh Benjamin P. Foster. (2004) The Impact of Mentoring on Career Plateau and Turnove Intention of Management Accountats. Journal of Applied Business Research. Vol 20, No 4 Penelitian ini berisi tentang dimana mentoring dapat menjadi strategi manajemen dalam mengurangi karyawan yang frustasi dalam karir mereka dan mengalami career plateau sehingga karyawan dapat berniat untuk keluar dari perusahaan atau disebut turnover intention. Penelitian pada jurnal ini dilakukan pada salah satu perusahan di Amerika dengan memberikan kuesioner sebanyak 235 responden yang diberikan kepada karyawan akuntan publik. Dari hasil yang diperoleh dinyatakan bahwa adanya variabel control yang mempengaruhi terjadinya career plateau dan turnover intention yaitu dari kepuasan kerja dan atribut pekerjaan. Dari analisis yang ada mengindikasikan bahwa untuk mengurangi career plateau dan turnover intention yaitu dengan cara melakukan mentoring untuk memajukan karir mereka dan meningkatkan penglaman kepada karyawan. Setelah dilakukan indentifikasi terhadap masalah career plateau dan turnover intention bahwa

33 mentoring hal yang paling berpengaruh besar dan

lebih memiliki fokus

dalam mengurang jumlah career plateau dan turnover intention. 4.

Jurnal oleh Ongori. H dan Agolla. J.E. (2009) Paradigm Shift in Managing Career Plateau in Organization: The Best Strategy to Minimize Employee Intention to Quit. Journal of Leadership and Organizational Studies. Vol 15 (1) pp.59-68 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui untuk mengetahui kontribusikontribusi apa saja yang berpengaruh kepada career plateau sehingga kita dapat mengetahui bagaimana menemukan solusi untuk mengatur career plateau¸sehingga dapat meminimalisir karyawan yang berniat keluar turnover intention dikarenakan manager pada suatu organisasi merasa bingung apa saja yang dapat mempengaruhi turnover dan career plateau. Disini dijelaskan beberapa hal yang dapat menjadi kontribusi pada career plateau yaitu lambatnya pertumbuhan ekonomi, terjadi di organisasi yang masih dalam masa re-structuting, dan kurangnya teknologi yang mendukung. Apabila kita dapat mengatur faktor kontribusi tersebut maka turnover intention yang terjadi akan otamtis berkurang. Dari hasil analisis penelitian dijelaskan bahwa hubungan yang terjadi pada career plateau dan turnover intention ialah positif dan searah, apabila career plateau menurun maka turnover intention akan menurun pula.

5.

Jurnal oleh Samuel O. Salami (2010) Career Plateau and Work Attitudes: Moderating Effects of Mentoring others with Nigerian Employees. Journal Psychology. Vol 6 No 4 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara career plateau, turnover intention, kepuasan kerja dan komitmen organisasi dan mentoring sebagai yang memoderasi. Penelitian ini dilakukan kepada pegawai pemerintahan sebanyak 280 karyawan. Dan disini dijelaskan bahwa career plateau tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi, melainkan career plateau sangat berhubungan secara signifikan terhadap career plateau. Dan dari hasil analisis regresi yang dilakukan, dijelaskan pula bahwa mentoring dapat memoderasinya, indikasi mentoring merupakan sangat signifikan untuk masalah career plateau dan turnover intention.

34

2.5

Kerangka Pemikiran H1 Career Plateau (X)

Turnover Intention (Y)

H2

Mentoring (Z)

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengaruh Career Plateau terhadap Turnover Intention dan Variabel Mentoring yang mempengaruhi dampak antara Career Plateau dan Turnover Intention.

2.6 Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang diajukan, tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama  H0 : Career Plateau (X1) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial terhadap Turnover Intention (Y)  Ha : Career Plateau (X1) memiliki kontribusi yang signifikan secara terhadap Turnover Intention (Y).

35

Hipotesis kedua • H0 : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Mentoring (X2) pada PT. Kastrelindo Karya Putra. • Ha : Career Plateau (X1) dan Turnover Intention (Y) memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Mentoring (X2) pada PT. Kastrelindo Karya Putra.