BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup

lingkungan hidup telah menjadi faktor penentu dalam proses pengambilan ... Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup ... dari dampa...

5 downloads 427 Views 308KB Size
9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang – Undang

No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, masalah

lingkungan hidup telah menjadi faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan dan pengelolaan SDA. Pembangunan tidak lagi menempatkan SDA sebagai modal, tetapi sebagai satu kesatuan ekosistem yang di dalamnya berisi manusia, lingkungan alam dan/atau lingkungan buatan yang membentuk kesatuan fungsional, saling terkait dan saling tergantung dalam keteraturan yang bersifat spesifik, berbeda dari satu tipe ekosistem ke tipe ekosistem yang lain. Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan hidup bersifat spesifik, terpadu, holistik dan berdimensi ruang. Berdasarkan Undang–Undang

No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan kesemua benda, daya, keadaan,

dan

makhluk

hidup,

termasuk

manusia

dan

perilakunya,

yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pada Bab II pasal 4 Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dikemukakan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang mempunyai sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa mendatang.

10

d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. f. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dari sasaran-sasaran pengelolaan lingkungan hidup di atas, terlihat bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan sasaran utama yang dapat diukur. Menurut bab V Undang – Undang No. 23 Tahun 1997 tentang pelestarian fungsi lingkungan hidup, dinyatakan bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat diukur dengan dua parameter utama, yaitu Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Dua parameter ini menjadi ukuran/indikator apakah rencana usaha dan/atau kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting bagi lingkungan hidup.

2.2 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pasal 3 menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi : a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam. b. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui. c. Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya. d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sumberdaya. e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan/atau perlindungan cagar budaya. f.

Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik.

g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati.

11

h. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup. i. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan dapat mempengaruhi pertahanan negara. Menurut Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pada Lampiran II dikemukakan bahwa pada studi AMDAL, terdapat empat kelompok parameter komponen lingkungan hidup, yaitu : 1. Fisik – kimia (iklim, kualitas udara dan kebisingan; kualitas air , fisiografi; hidrooceanografi; ruang; lahan dan tanah; dan hidrologi), 2. Biologi (flora; fauna) 3. Sosial (budaya; ekonomi; pertahanan/keamanan) 4. Kesehatan masyarakat. Evaluasi

parameter

komponen

lingkungan

pada

setiap

kegiatan

(prakonstruksi, konstruksi, pasca konstruksi) terhadap Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup akan dapat ditentukan dampak penting (positif dan negatif) parameter lingkungan hidup. Hasil kajian dampak penting parameter lingkungan hidup dari setiap kegiatan selanjutnya diorganisasikan ke dalam tiga buku laporan yang terpisah, yaitu 1) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), 2) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), 3) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Ketiga dokumen ini (dokumen AMDAL) merupakan hasil kajian kelayakan lingkungan hidup, dan merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari hasil kajian kelayakan teknis dan finansial-ekonomi. Selama ini kedua dokumen kelayakan ini (kelayakan teknis dan kelayakan lingkungan hidup) masih dalam bentuk yang terpisah, baik dokumennya maupun instansi yang menanganinya. Dokumen AMDAL (kelayakan lingkungan hidup) yang merupakan bagian dari kelayakan teknis finansial-ekonomi (pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999) selanjutnya merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang

12

(pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999). Dokumen AMDAL merupakan dokumen publik yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, dan dimungkinkan lintas teritorial administratif. Analisis mengenai dampak lingkungan, yang sering disingkat dengan AMDAL adalah suatu kegiatan (studi) yang dilakukan untuk mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan (proyek) terhadap lingkungan (Silalahi, 1995) atau kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Mukono, 2005). Sebagai dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang didukung oleh paket Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11/2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL. Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup. Pada hakikatnya diharapkan dengan melalui kajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negative, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien. Masyarakat merupakan focus dalam studi AMDAL sehingga AMDAL bersifat terbuka untuk umum. BAPEDAL/BAPEDALDA/Dinas Lingkungan Hidup dan pemrakarsa wajib mengumumkan secara luas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang membutuhkan studi AMDAL agar masyarakat luas dapat memberikan tanggapan yang disalurkan lewat Komisi, terutama bagi masyarakat yang

13

berkepentingan langsung dengan keberadaan rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Kajian

AMDAL itu terbagi dalam beberapa komponen dokumen yang

menjadi satu kesatuan rangkaian studi yang saling terkait dan tidak terpisahkan. Kajian AMDAL terdiri atas : o Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL): o Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL): o Rencana Pengelolaan Lingkunagn (RKL) o Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Dalam implementasi AMDAL yang sangat diperlukan untuk pelaksanaannya adalah Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) .Tujuan pemantauan terhadap implementasi AMDAL adalah : ™ Untuk mengetahui tingkat ketaatan pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan dalam melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan; ™ Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan RKL dan RPL dalam menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan. Menurut Fandeli (2007), dokumen RKL dan RPL merupakan dokumen yang sangat penting dan harus ada pada setiap rencana kegiatan pembangunan. Dokumen ini merupakan pedoman rinci dan pra rancangan (pra design) baik dalam kaitan teknis, ekonomis dan institusional dari pengelolaan lingkungan, maupun

dalam

pemantauan lingkungan untuk mencegah dan menanggulangi dampak negatif setiap proyek pembangunan. Dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan maka dapat diperoleh optimasi proyek dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.3 Minimisasi Limbah Definisi minimisasi limbah adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya yang berasal dari proses produksi dengan jalan reduksi pada sumbernya dan atau pemanfaatan limbah (Rochaeni dan Pradiko, 2004). Dalam minimisasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan, yaitu perubahan bahan baku industri, perubahan proses produksi, dan daur ulang limbah. Perubahan bahan

14

baku dan perubahan proses produksi dimaksudkan untuk menekan jumlah limbah yang dihasilkan, termasuk di dalamnya adalah efisiensi pemakaian bahan-bahan penolong dalam proses produksi. Bila dalam proses produksi ini masih menghasilkan limbah, maka upaya minimisasi dilakukan dengan daur ulang atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang dibuang ke lingkungan hanyalah limbah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan kembali (Masduqi dan Wardhani,2005).

2.4 Pencemaran Air Definisi pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahan-bahan fisika dan kimia, dan jumlah organisme. Perbuatan ini dapat berpengaruhi langsung manusia atau tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Sastrawijaya, 2000). Penetapan standar air yang bersih tidak ditetapkan pada kemurnian air, akan tetapi didasarkan pada keadaan normalnya. Apabila terjadi penyimpangan dari keadaan normal maka hal ini berarti air tersebut telah mengalami pencemaran. Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar ditunjukkan dengan adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui : -

Adanya perubahan suhu air

-

Adanya perubahan pH

-

Adanya perubahan warna, bau dan rasa air

-

Timbulnya endapan, koloidal, bahan pelarut

-

Adanya mikroorganisme

-

Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Wisnu , 2004) Ditinjau dari hasil monitoring PT TIFICO yang telah diuraikaan pada latar

belakang, bahwa masih terdapat beberapa parameter limbah cair yang melebihi baku mutu lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan parameter BOD dan COD pada Sungai Cisadane setelah bercampur dengan limbah cair PT TIFICO. Oleh

15

karena itu kegiatan PT TIFICO diperkirakan menimbulkan dampak terhadap penurunan kualitas air Sungai Cisadane.

2.4.1

Suhu air Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya

panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Agar proses industri dan mesinmesin yang menunjang kegiatan tersebut dapat berjalan baik maka panas yang terjadi harus dihilangkan. Air yang menjadi panas tersebut kemudian dibuang ke lingkungan sehingga akan mengakibatkan air sungai menjadi panas. Air sungai yang menjadi panas akan berdampak terhadap kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen terlarut dalam air akan turun (Wisnu, 2004).

2.4.2

Nilai pH Air normal pada badan permukaan maupun air limbah memiliki pH berkisar

antara 6,5 – 8. Bila pH air tersebut berada dibawah 6,5 maka air tersebut bersifat asam sedangkan di atas 8 maka air tersebut akan bersifat basa, oleh karena itu untuk limbah industri yang akan dibuang ke badan air harus memenuhi standar baku mutu lingkungan air limbah karena kalau melebih standar akan menggangu atau berdampak terhadap biota air atau kehidupan organisme di dalam air (Wisnu, 2004).

2.4.3

Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi adalah

jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan suatu uji yang lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan yang disebut uji COD. Uji COD yaitu suatu uji yang dipergunakan untuk mengetahui jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan seperti kalium dikhromat yang digunakan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai

16

kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD, karena bahanbahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat teroksidasi dalam uji COD (Wisnu, 2004).

2.4.4

Biological Oxygen Demand (BOD) Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis, adalah

jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk mencegah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Pengujian BOD yang dapat diterima ialah pengukuran jumlah oksigen yang akan dihabiskan dalam waktu lima hari oleh organisme pengurai aerobik dalam suatu volume limbah pada suhu 20oC. Pengujian BOD waktunya akan lebih lambat karena berkaitan dengan bakteri (Sastrawijaya, 2000).

2.4.5

Amoniak Amoniak merupakan hasil tambahan penguraian (pembusukan) protein

tanaman atau hewan atau kotoran. Jadi jika terdapatnya amoniak di dalam air, maka kemungkinan terdapat kotoran hewan yang masuk. Hal ini juga dapat terbentuk jika urea atau asam urik di dalam urine terurai. Pupuk buatan juga mengandung amoniak dan senyawanya, sehingga rabuk yang terbawa air dapat terurai dan memberikan peningkatan amoniak pada air. Siklus nitrogen menunjukkan peran penting amoniak. Klor yang ditambahkan ke dalam air akan membunuh bakteri. Akan tetapi amoniak juga dapat bereaksi dengan klor sehingga mengurai keampuhannya. Jadi jika ada amoniak dalam air, maka jumlah klor perlu ditambah atau ditingkatkan (Sastrawijaya, 2000).