BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Download Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul silastik berisi hormon jenis progestin (progestin sintetik) yang dipasang diba...

0 downloads 329 Views 786KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis 1. Keluarga Berencana a. Pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah suatu upaya manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga (Ritonga, 2005:87). Menurut WHO (2004) KB suatu usaha untuk mendapatkan objektif-objektif

tertentu,

menghindari

kelahiran

yang

tidak

diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan mengatur internal diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga (Affandi, 2006:26). KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu

10

11

saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (BKKBN, 2009). KB adalah sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut (Suratun dkk, 2008:19). Dari beberapa pengertian KB diatas maka dapat disimpulkan bahwa KB adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi, untuk mewujudakan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual, material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi, selaras, seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat serta lingkungan.

b. Tujuan Tujuan gerakan KB Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Prawirahardjo, 2007:902).

12

Tujuan keluarga berencana menurut BKKBN (2012) adalah : 1) Meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya. 2) Meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertambahan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan reproduksi. Berdasarkan tujuan BKKBN 2012 dapat disimpulkan bahwa Kerja keras yang dilaksanakan BKKBN secara nasional di tahun 2012 sudah berhasil namun belum maksimal. Karena berdasarkan hasil sementara Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 mengisyaratkan bahwa indikator pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana yang menjadi tanggungjawab BKKBN seperti TFR, ASFR, CPR dan Unmet need belum tercapai. Target indikator TFR (Total Fertility Rate - Rata-rata wanita usia subur yang melahirkan anak) sebesar 2,1 di tahun 2014 baru tercapai 2,6 tahun 2012. Indikator ASFR 15-19 tahun sebesar 30/1000 wanita di tahun 2014, baru tercapai 48/1000 wanita. CPR atau angka pemakaian kontrasepsi sebesar 65 persen di tahun 2014, baru tercapai 57,9 persen. Demikian juga target unmet need (pasangan usia subur ingin KB tetapi belum terlayani) akan ditekan hingga 5 persen tahun 2014 namun kini masih 8,5 persen.

13

Tujuan KB berdasarkan rencana strategis (RENSTRA) 20102014 meliputi: 1) Mewujudkan keserasian 2) Keluarga dengan anak ideal 3) Keluarga sehat 4) Keluarga berpendidikan 5) Keluarga sejahtera 6) Keluarga berketahanan 7) Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya 8) Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

c. Jenis KB Metode KB menurut Handayani (2010:57) terbagi menjadi dua yaitu: 1) Metode Alamiah Metode alamiah terbagi dua yaitu tanpa alat dan dengan alat. Metode alamiah tanpa alat terdiri dari: a) Metode Kalender b) Metode Suhu Basal Badan (THERMAL) c) Metode Lendir Cervic d) Metode Sympto Thermal e) Metode Amenore Laktasi f) Metode Coitus Interruptus (Senggama Terputus)

14

Sedangkan metode alamiah dengan alat antara lain: a) Kondom b) Spermiside c) Diafragma d) Kap Serviks 2) Metode

non

alamiah

terdiri

dari

metode

hormonal

dan

nonhormonal yaitu: a) Metode Hormonal terdiri dari: (1) Pil (2) Suntik (3) Implant b) Metode non hormonal terdiri dari: (1) IUD (2) MOW (3) MOP

2. Implant a. Pengertian Implant adalah salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas (Handayani, 2010:116).

15

Implant adalah Alat kontrasepsi yang berbentuk kapsul kosong silastic (karet silikon) yang di isi dengan hormon dan ujung-ujungnya kapsul yang ditutup dengan silastic adhesive (Hanafi, 2004:179). Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul silastik berisi hormon jenis progestin (progestin sintetik) yang dipasang dibawah kulit (BKKBN, 2003). Kontrasepsi

Implan

adalah

metode

kontrasepsi

yang

diinsersikan pada bagian subdermal, yang hanya mengandung progestin dengan masa kerja panjang, dosis rendah dan reversibel untuk wanita (Speroff & Darney, 2005). Implant adalah salah satu jenis kontrasepsi yang pemakaiannya yaitu dengan cara memasukkan tabung kecil dibawah kulit pada bagian tangan yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan. Tabung kecil berisi hormon tersebut akan terlepas sedikit-sedikit, sehingga mencegah kehamilan (Proverawati, 2009:51). Implant adalah salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas (Handayani, 2010:116). Dari beberapa pengertian KB implant diatas maka dapat disimpulkan bahwa implant adalah salah satu alat kontrasepsi yang dipasang pada lengan atas yang dimasukkan kebawah kulit bersifat hormonal dan bersifat jangka panjang.

16

b. Profil Menurut Sulistyawati (2010:81) profil Implant terdiri dari: 1) Efektif 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena, Indoplant, atau Implanon 2) Nyaman 3) Dapat dipakai oleh semua Ibu dalam usia Reproduksi 4) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan 5) Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut 6) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak dan amenorea 7) Aman dipakai pada masa laktasi

c. Jenis Menurut Prawirahardjo (2006:MK-53) terdapat 3 jenis implant yaitu: 1) Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm, dengan diameter 2,4 mm, yang diisi dengan 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun. 2) Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3Keto-desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun. 3) Jadena dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun.

17

Menurut Handayani (2010:116) terdapat 2 macam implant ada 2 yaitu: 1) Non Biodograndable implant Dengan ciri – ciri sebagai berikut : a) Norplant (6 “kasul”), berisi hormon Levonogrestel, daya kerja 5 tahun. b) Norplant-2 (2 batang), berisi hormon Levonogrestel, daya kerja 3 tahun. c) Satu batang, berisi hormon ST-1435, daya kerja 2 tahun. Rencana siap pakai : tahun 2000 d) Satu batang, berisi hormone 3-keto desogesteri daya kerja 2,5-4 tahun. Sedangkan

Non

Biodograndable

Implant

dibedakan

menjadi 2 macam, yaitu : a) Norplant Dipakai sejak tahun 1987, terdiri dari 6 “ kapsul” kosong silastic (karet silicon) yang diisi dengan hormon Levonogrestel dan ujung – ujung kapsul ditutup dengan silastic adhesive. Tiap “ kapsul” mempunyai panjang 34 mm, diameter 2,4 mm, berisi 36 mg levonorgestrel, serta mempunyai ciri sangat efektif dalam mencegah kehamilan untuk lima tahun. Saat ini Norplant banyak dipakai.

18

b) Norplant -2 Dipakai sejak tahun 1987, terdiri dari dua batang silactic yang padat, dengan panjang tiap batang 44 mm. Dengan masing – masing batang diisi 70 mg Levonorgestrel di dalam matriks batangnya. Ciri norplan- 2 adalah sangat efektif untuk mencegah kehamilan 3 tahun. 2) Biodegrodable Implant Macam implant biodegradable dibagi menjadi 2 macam : a) Carpronor, suatu “ kapsul” polymer yang berisi levonorgestrel, pada awal penelitian dan pengembangannya, carpronor berupa suatu

“kapsul”

biodegradable

yang

mengandung

levonorgestrel yang dilarutkan dalam minyak ethyl-aleate dengan diameter “ kapsul”< 0,24 cm dan panjang “ kapsul” yang teliti terdiri dari 2 ukuran, yaitu : (1)

2,5 cm : berisi 16 mg levonogestrel, melepaskan 20 mcg hormonnya/ hari.

(2)

4 cm : berisi 25 levonorgestrel, melepaskan 30 – 50 mcg hormonal/hari.

b) Narethindrone Pellets (1)

Pellets dibuat dari 10 % kolesterol murni dan 90% norechindrone (NET).

19

(2)

Setiap pellets panjang 8 mm berisi 35 mg NET, yang akan dilepaskan saat pellet dengan perlahan – lahan “melarut”.

(3)

Pellets berukuran kecil, masing – masing sedikit lebih besar dari pada butir besar.

(4)

Uji coba pendahuluan menggunakan n4 dan 5 pellets.

(5)

Dosis harian NET dan efektivitas kontrasepsi bertambah dengan banyaknya jumlah pellets.

(6)

Sediaan

empat

pellets

tampaknya

memberikan

perlindungan yang besar terhadap kehamilan untuk sekurang – kurangnya 12 bulan. (7)

Lebih dari 50% akseptor pellets mengalami pola haid regular. Perdarahan inter menstrual atau perdarahan bercak merupakan problin utama.

(8)

Terjadi rasa sakit payudara pada 4 % akseptor

(9)

Jumlah kecil dari kolesterol dalam masing – masing pellets kurang dari 2% kolesterol dalam satu butir telur ayam tidak mempunyai efek pada kadar kolesterol darah akseptor.

(10) Insersi pellets dilakukan pada bagian dalam lengan atas prosedur insersi seperti pada capronor dan dapat dipakai dengan inserter yang sama.

20

(11) Daerah insersi disuntikkan dengan anestesi lokal lalu dibuat insisi 3 mm. Pellets diletakkan kira – kira 3 cm dibawah kulit. Tidak diperlukam penjahitan luka insisi, cukup ditutup dengan verband saja.

d. Cara Kerja Cara kerja implant menurut Saifuddin (2006:MK:54) adalah sebagai berikut: 1) Mengentalkan lendir serviks. Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata terhadap mucus serviks. Mukus tersebut menebal dan jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma. 2) Menganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi. Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium yang diinduksi estradiol dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi. Meskipun demikian, tidak ada bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi pada pengguna implant. 3) Mengurangi transportasi sprema. Perubahan lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit, sehingga menghambat pergerakan sperma.

21

4) Menekan ovulasi. Menekan

ovulasi

karena

progesteron

menghalangi

pelepasan luteinizing hormone (LH). Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan LH, baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yang penting untuk ovulasi.

e. Efektifitas Menurut Hanafi (2004:182) efektivitas implant yaitu: 1) Efektivitas tinggi, angka kegagalan norplant < 1 per 100 wanita per tahun dalam 5 tahun pertama. 2) Efektivitas norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun, dan pada tahun ke 6 kira – kira 2,5 - 3% akseptor menjadi hamil. 3) Norplant – 2 sama efektifnya seperti Norplant, untuk waktu 3 tahun pertama. Semula diharapkan norplant – 2 juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi ternyata setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumnya, yaitu sebesar 5-6%. Penyebab belum jelas, disangka terjadi penurunan dalam pelepasan hormonnya.

22

f. Keuntungan Keuntungan implant menurut Noviawati (2009:146) antara lain: 1) Keuntungan menurut kontrasepsi a) Daya guna tinggi. b) Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun). c) Pengembalian

tingkat

kesuburan

yang

cepat

setelah

pencabutan. d) Tidak memerlukan pemeriksaan dalam. e) Bebas dari pengaruh estrogen. f) Tidak mengganggu kegiatan senggama. g) Tidak mengganggu ASI. h) Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. i) Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. 2) Keuntungan menurut Non kontrasepsi a) Mengurangi nyeri haid. b) Mengurangi jumlah darah haid. c) Mengurangi/ memperbaiki anemia. d) Melindungi terjadinya kanker endomentrium. e) Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara. f) Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul. g) Menurunkan angka kejadian endometriosis.

23

g. Kerugian Kerugian implant menurut Anggraini (2011:200) antara lain: 1) Tidak memberikan efek protektif terhadap penyakit Menular Seksual, termasuk AIDS. 2) Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan. 3) Akseptor tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan. 4) Dapat mempengaruhi baik penurunan maupun kenaikan berat badan 5) Memiliki semua risiko sebagai layaknya setiap tindak bedah minor (infeksi, hematoma dan perdarahan). 6) Secara kosmetik susuk Norplant dapat terlihat dari luar 7) Pada kebanyakan klien dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola daur haid: a. Perdarahan bercak (spotting) atau ketidakteraturan daur haid. b. Hipermenorea atau meningkatnya jumlah darah haid (lazimnya berkurang dengan sendirinya setelah bulan pertama masa penggunaan). c. Amenorea (20%) untuk beberapa bulan atau tahun.

24

8) Timbulnya keluhan-keluhan yang mungkin berhubungan dengan pemakaian susuk Norplant, seperti: a) Nyeri kepala. b) Peningkatan/penurunan berat badan. c) Nyeri payudara. d) Perasaan mual. e) Pusing/pening kepala. f) Perubahan perasaan ( mood) atau kegelisahan. g) Dermatitis atau jerawat. h) Hirsutismus. 9) Pada wanita yang pernah mengalami terjadinya kista ovarium, maka penggunaan susuk Norplant tidak memberikan jaminan pencegahan terbentuknya kembali kista ovarium dikemudian hari.

h. Indikasi Indikasi Implant menurut Varney (2004:485) adalah sebagai berikut: 1) Wanita yang sedang dalam masa menyusui (setelah enam minggu masa nifas). 2) Wanita pasca keguguran. 3) Wanita usia reproduksi.

25

4) Wanita yang mengalami efek samping yang tidak diinginkan akibat penggunaan pil kontrasepsi oral kombinasi yang mengandung estrogen. 5) Wanita yang sulit mengalami kesulitan mengingat jadwal meminum pil atau enggan melakukan manipulasi yang diperlukan pada metode sawar. 6) Tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit. 7) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi. 8) Tidak

boleh

menggunakan

kontrasepsi

hormonal

yang

mengandung estrogen. 9) Wanita yang menginginkan kontrasepsi jangka panjang (mis. Wanita yang masa usianya suburnya telah berakhir, tetapi tidak menginginkan strelisasi). 10) Wanita yang ingin mengatur jarak kehamilannya.

i.

Kontra Indikasi Kontra indikasi menurut Noviawati Setya (2009:139) antara lain: 1. Hamil atau diduga hamil. 2. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya. 3. Benjolan / kanker payudara atau riwayat kanker payudara atau riwayat kanker payudara.

26

4. Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi. 5. Menderita mioma uterus dan kanker payudara. 6. Penyakit jantung, hipertensi, diabetes militus. 7. Penyakit tromboemboli. 8. Gangguan toleransi glukosa.

j. Efek Samping dan Penanganannya Menurut Handayani (2010:114) efek samping dan penanganan implant adalah sebagai berikut: 1) Amenorea Penangananya : a) Pastikan hamil atau tidak, dan bila tidak hamil, tidak memerlukan penanganan khusus, cukup konseling saja. b) Bila klien tetap saja tidak dapat menerima, angkat implant dan anjurkan menggunakan kontrasepsi lain. c) Bila terjadi kehamilan dan klien ingin melanjutkan kehamilan, cabut implant dan jelaskan, bahwa progestin tidak berbahaya bagi janin. Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, klien dirujuk. Tidak ada gunanya memberikan obat hormonal untuk memancing timbulnya perdarahan.

27

2) Perdarahan bercak (spotting) ringan Penanganan : Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering ditemukan terutama pada tahun pertama. Bila tidak ada masalah dan Klien tidak hamil, tidak diperlukan tindakan apa pun. Bila klien tetap saja mengeluh masalah perdarahan dan ingin melanjutkan pemakaian implant dapat diberikan pil kombinasi satu siklus atau ibu profen 3x800 mg selama 5 hari. Terangkan kepada klien bahwa akan terjadi perdarahan setelah pil kombinasi habis. Bila terjadi perdarahan lebih banyak dari biasa, berikan 2 tablet pil kombinasi untuk 3 – 7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil kombinasi, dapat juga diberikan 50 µg etinilestradiol atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi untuk 14 – 21 hari. 3) Ekspulsi Penanganan : Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih ditempat dan apakah terdapat tanda – tanda infeksi daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul lain masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru 1 buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada lengan yang lain atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain.

28

4) Infeksi pada daerah insersi Penanganan

:

Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air, atau antiseptil. Berikan antibiotik yang sesuai untuk 7 hari. Implant jangan dilepas dan klien diminta kembali satu minggu. Apabila tidak membaik, cabut implant dan pasang yang baru pada sisi lengan yang lain atau cari metode kontrasepsi yang lain. Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptik, insisi dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka dan berikan antibiotik oral 7 hari. 5) Berat badan naik / turun Penanganan

:

Informasikan kepada klien bahwa perubahan berat badan 12 kg adalah normal. Kaji ulang diet klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih. Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, bantu klien mencari metode lain.

k. Efek pada Sistem Reproduksi Efek pada sistem reproduksi menurut Hanafi (2004:183) yaitu sebagai berikut: 1) Tidak dilaporkan adanya efek samping yang serius terhadap sistem reproduksi pada pemakaian norplant.

29

2) Memang pada 10 % akseptor ditemukan adanya kista ovarium yang sementara, ada yang sampai mencapai ukuran 10 cm. Umumnya tidak diperlukan tindakan pembedahan, pengeluaran implant atau pengobatan lainnya, karena kista tersebut akan mengalami regresi spontan dalam waktu 6 jam. 3) Yang menjadi kekhwatiran adalah kemungkinan bertambahnya resiko dari kehamilan ektopik. 4) Efek kontrasepsi implant menghilang dengan cepat setelah implantnya dikeluarkan. Mantan akseptor implant dapat menjadi hamil secepatnya seperti wanita yang sama sekali tidak memakai kontrasepsi apapun. Dari 95 wanita yang menginginkan kehamilan, 50 % sudah hamil setelah 3 bulan menghentikan implantnya dan 86 % setelah 1 tahun. 5) Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa jumlah kecil dari

levonorgestrel

yang

dilepaskan

oleh

Norplant

tidak

mempunyai efek buruk pada bayi yang sedang dikandung maupun pada bayi yang masih menyusu. 6) Pemakaian implant selama laktasi tidak mempengaruhi kadar hormon bayinya. Kadar immunoglobin serum dan kadar Folikel Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) dan testosterone di dalam urine adalah sama pada bayi yang disusui akseptor implant dan yang disusui akseptor metode barier ataupun ibu – ibu yang sama sekali tidak menggunakan kontrasepsi apapun.

30

l.

Waktu Memulai Menggunakan Implan Waktu memulai menggunakan implant menurut Saifudin (2006:MK-56) sebagai berikut: 1) Setiap saat selama siklus haid hari ke -2 sampai hari ke – 7. Tidak diperlukan metode kontrasepsi tambahan. 2) Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan. Bila diinsersi setelah hari ke – 7 siklus haid, klien jangan melakukan hubungan seksual atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. 3) Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi kehamilan, jangan melakukan hubungan seksual atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. 4) Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain. 5) Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. 6) Bila klien menggunakan kontrasepsi hormonal dan ingin menggantinya dengan implant, insersi dapat dilakukan setiap saat,

31

asal saja diyakini klien tersebut tidak hamil, atau klien menggunakan kontrasepsi terdahulu dengan benar. 7) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi suntikam, implant dapat diberikan pada saat jadwal kontrasepsi suntikan tersebut. Tidak diperlukan metode kontrasepsi lain. 8) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontasepsi nonhormonal kecuali Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implant, insersi implant dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak perlu menunggu sampai datangnya haid berikutnya. 9) Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya dengan implant, implant dapat diinsersikan pada saat haid dari hari ke – 7 dan klien jangan melakukan hubungan seksual selam 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut. 10) Pasca keguguran implant dapat segera diinsersikan.

m. Instruksi Untuk Klien Menurut Noviawati Setya (2009:142) Intruksi untuk klien atau akseptor implant antara lain: 1) Daerah insersi harus tetap dibiarkan kering dan bersih selama 48 jam pertama. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi pada luka insisi.

32

2) Perlu dijelaskan bahwa mungkin terjadi sedikit rasa perih, pembengkakan atau lebam pada daerah insisi. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan. 3) Pekerjaan rutin harian tetap dikerjakan. Namun, hindari benturan, gesekan atau penekanan pada daerah insersi. 4) Balutan penekan jangan dibuka selama 48 jam, sedangkan plester dipertahankan hingga luka sembuh (biasanya 5 hari). 5) Setelah luka sembuh, daerah tersebut dapat disentuh dan dicuci dengan tekanan yang wajar. 6) Bila ditemukan adanya tanda – tanda infeksi seperti demam, peradangan atau bila rasa sakit menetap selama beberapa hari segera kembali ke klinik.

n. Informasi Lain Yang Perlu Disampaikan Kepada Klien Informasi lain yang perlu disampaikan kepada klien menurut Saifudin (2006:MK-57) adalah sebagai berikut: 1) Efek kontrasepsi timbul beberapa jam setelah insersi dan berlangsung hingga 5 tahun bagi norplant dan 3 tahun bagian implant implanon dan akan berakhir sesaat setelah pengangkatan. 2) Sering ditemukan gangguan pola haid, terutama pada 6 sampai 12 bulan pertama. Beberapa perempuan mungkin akan mengalami berhenti haid sama sekali.

33

3) Obat – obat tuberculosis atau obat epilepsi dapat menurunkan efektivitas implant. 4) Efek samping yang berhubungan dengan implant dapat berupa sakit kepala, penambahan berat badan dan nyeri payudara. Efek- efek samping ini tidak berbahaya dan biasanya akan hilang dengan sendirinya. 5) Norplan dicabut selama setelah 5 tahun pemakaian, susuk Implanon dicabut setelah 3 tahun dan bila dikehendaki dapat dicabut lebih awal. 6) Sering-sering untuk memeriksa implant yang sudah tertanam pada lengan atas untuk memastikan batang implant masih berada di tempat pemasangan awal. 7) Bila norplant dicabut sebelum 5 tahun dan susuk implanon sebelum 3 tahun, kemungkinan hamil sangat besar dan meningatkan resiko kehamilan etropik. 8) Berikan kepada klien kartu yang ditulis nama, tanggal insersi, tempat insersi dan nama klinik. 9) Implant tidak melindungi klien dari infeksi menular seksual, termasuk AIDS. Bila pasangannya memiliki resiko, perlu menggunakan kondom untuk melakukan hubungan seksual.

34

o. Prosedur Pemasangan Prosedur pemasangan menurut Handayani (2010:122 ) yaitu : 1) Terhadap calon akseptor dilakukan konseling dan KIE yang selengkap mungkin mengenal norplant ini sehingga calon akseptor benar – benar mengerti dan menerimanya sebagai cara kontrasepsi yang akan dipakainya dan diberikan informed consent untuk ditanda tangani oleh suami isteri. 2) Persiapan alat – alat yang diperlukan : a) Sabun antiseptik b) Kasa steril c) Cara aseptik d) Kain steril yang mempunyai lubang e) Obat anestesi lokal f) Semprit dan jarum suntik g) Trokar no. 10 h) Sepasang sarung tangan steril i) Satu set kapsul norplant (2 buah) j) Scapel yang tajam

35

Gambar 2.1 Persiapan Alat 3) Teknik Pemasangan a) Tenaga kesehatan mencuci tangan dengan sabun

Gambar 2.2 Persiapan tenaga kesehatan b) Daerah tempat pemasangan (lengan kiri bagian atas) dicuci dengan sabun antiseptik.

Gambar 2.3 Persiapan calon akseptor

36

c) Calon akseptor dibaringkan terlentang ditempat tidur dan lengan kiri diletakkan pada meja kecil disamping tempat tidur akseptor.

Gambar 2.4 Persiapan tempat pemasangan implant d) Gunakan hand scoon steril dengan benar. e) Lengan kiri pasien yang akan dipasang diolesi dengan cairan antiseptik / betadin.

Gambar 2.5 Pengolesan antiseptik f) Daerah tempat pemasangan norplant ditutup dengan kain steril yang berlubang.

37

Gambar 2.6 Pemasangan duk lubang steril g) Dilakukan injeksi obat anestesi kira – kira 6 – 10 cm diatas lipatan siku.

Gambar 2.7 Injeksi anestesi h) Menguji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit. i) Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5 cm dengan scapel yang tajam.

38

Gambar 2.8 Insersi Implant j) Trokar dimasukkan melalui lubang insisi sehingga sampai pada jaringan bawah kulit.

Gambar 2.9 Insersi Implant k) Kemudian kapsul dimasukan didalam trokar.

Gambar 2.10 Insersi Implant

39

l) Demikian dilakukan berturut – turut dengan kapsul kedua, kapsul dibawah kulit diletakkan demikian rupa sehingga susunannya seperti kipas. m) Setelah semua kapsul berada dibawah kulit, trokar ditarik pelan – pelan keluar.

Gambar 2.11 Insersi Implant n) Kontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak.

Gambar 2.12 Kontrol luka insersi o) Dekatkan luka dan beri plester kemudian dibalut dengan perban untuk mencegah perdarahan dan agar tidak terjadi hematom.

40

Gambar 2.13 Pembalutan Luka p) Nasehat pada aseptor agar luka jangan basah, selama lebih kurang 3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan – keluhan yang menganggu.

p. Jadwal Kunjungan Kembali ke Klinik Jadwal kunjungan kembali ke klinik menurut Anggraini (2011:203) Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan kembali ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal – hal sebagai berikut : 1) Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah. 2) Perdarahan yang banyak dari kemaluan. 3) Rasa nyeri pada lengan. 4) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah. 5) Ekspulsi dari batang implant.

41

6) Sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur. 7) Nyeri dada hebat. 8) Dugaan adanya kehamilan. Jadwal kontrol ulang setelah pemasangan KB Implant yaitu 3 hari, 1 minggu atau sewaktu-waktu bila ada keluhan (Proverawati, 2007:51).

q. Peringatan Khusus Bagi Pengguna Implant Menurut (Anggraini, 2011:203) peringatan khusus bagi pengguna implant terdiri dari: 1) Terjadi keterlambatan haid yang sebelumnya teratur, kemungkinan telah terjadi kehamilan 2) Nyeri perut bagian bawah yang hebat, kemungkinan terjadi kehamilan ektopik 3) Terjadi perdarahan banyak dan lama 4) Adanya nanah atau perdarahan pada bekas inersi implant 5) Ekspulsi batang implant (Norplant) 6) Sakit kepala migran, sakit kepala yang berulang yang berat atau penglihatan menjadi kabur.

42

1. Rencana Kerja Pemasangan KB Implant Tabel 2.1 Rencana Kerja Pemasangan KB Implant No Rencana Kerja

Keterangan

A

Sikap

1

Menyapa Klien dengan ramah dan sopan

2

Menjelaskan

tujuan

dan

prosedur

yang

akan

dilakukan 3

Merespon terhadap reaksi pasien

4

Percaya diri

5

Memberikan rasa empati pada klien

B 6

Content Memastikan klien sudah mencuci lengan kiri atas kanan bila kidal dengan bersih

7

Calon akseptor dibaringkan terlentang ditempat tidur dan lengan kiri diletakkan pada meja kecil disamping tempat tidur akseptor

8

Memakai APD lengkap

9

Melakukan cuci tangan 7 langkah

10

Mendekatkan alat dan memakai sarung tangan steril dengan benar

11

Mengusap

tempat

pemasangan

dengan

larutan

antiseptic 12

Memakai

kain

penutup

steril/DTT

pemasangan pemasangan Implant

ditempat

43

13

Menyuntikkan anestesi lokal secara intrakutan kira – kira 6 – 10 cm diatas lipatan siku

14

Melakukan anestesi lanjutan subdermal ditempat insisi dan alur pemasangan Implant

15

Menguji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit

16

Membuat insisi 2 mm dengan ujung bisturi/scalpel hingga subdermal

17

Memasukkan ujung trokar melalui luka insisi hingga mencapai subdermal kemudian angkat dan dorong sejajar kulit

18

Mengeluarkan pendorong dan memasukkan kapsul ke dalam trokar

No 19

Rencana Kerja

Keterangan

Memasukkan pendorong dan memasukkan kapsul ke dalam trokar

20

Menahan pendorong di tempatnya, kemudian tarik trokar

kearah

pangkal

pendorong

untuk

menempatkan kapsul 1 di subdermal 21

Menahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga tanda-tanda mencapai luka insisi

22

Mengarahkan ujung trokar ke samping kapsul pertama, kemudian dorong trokar (mengikuti alur kaki segitiga terbalik) hingga tanda 1 mencapai luka insisi

44

23

Menarik pendorong keluar masukkan kapsul kedua dan dorong dengan pendorong ke ujung trokar hingga terasa tahanan

24

Menarik trokar kearah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul di subdermal

25

Menarik trokar kearah pangkal pendorong untuk menempatkan kapsul di subdermal

26

Menahan kapsul pada tempatnya, tarik trokar dan pendorong (bersamaan) hingga keluar seluruhnya melalui luka

27

Memeriksa kembali kedua kapsul telah terpasang disubdermal pada posisi yang telah direncanakan

28

Mengontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak

29

Mendekatkan luka dan beri plester kemudian dibalut dengan perban untuk mencegah perdarahan dan agar tidak terjadi hematom

30

Membersihkan

dan

merapikan

klien

serta

mempersilahkan klien untuk istrahat terlebih dahulu 31

Membersihkan tempat pemasangan dengan larutan clorin

32

Membereskan alat, dan memasukkan di larutan klorin

32

Cuci tangan dan melepas APD

C

Teknik

33

Melakukan prosedur secara sistematis

34

Menerapkan teknik pencegahan infeksi

45

No

Rencana Kerja

35

Melaksanakan komunikasi selama tindakan

36

Menjaga privasi klien

37

Mendokumentasikan hasil tindakan dengan baik

Keterangan

Sumber : Ceklist Skill Osca PD.IBI Jawa Tengah B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan 1. Pengertian Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2004:413). Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan tepat, efektif dan efisien (varney, 2004:413).

2. Manajemen Kebidanan

46

Menurut Nur Muslihatun (2009:114) Proses manajemen kebidanan terdiri

dari

tujuh

langkah

yang

berurutan

dan

setiap

langkah

disempurnakan secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: a. Langkah Pertama : Pengkajian Data Pengkajian adalah sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status kesehatan klien. 1) Data Subyektif Data subyektif adalah berisi tentang data dari pasien melalui anamnesa (wawancara) yang merupakan ungkapan langsung tentang keluhan atau masalah KB. a) Identitas Identitas terdiri dari : (1) Nama Nama akseptor dan suami untuk mengetahui identitas akseptor dan suami sebagai orang yang bertanggung jawab. (2) Umur

47

Untuk mengetahui termasuk sebagai pertimbangan dalam menentukan cara KB yang rasional dan untuk mengetahui apakah pasien masih dalam usia reproduksi atau tidak. (3) Agama Untuk mengetahui kepercayaan yang dianut akseptor, karena ada agama yang menganggap tabu cara KB. (4) Suku bangsa Untuk mengetahui suku bangsa yang dianut oleh akseptor. (5) Pendidikan Untuk mengetahui tingkat intelektual yang mempengaruhi perilaku seseorang. (6) Pekerjaan Untuk

mengetahui

tingkat

ekonomi

keluarga

atau

penghasilan. (7) Alamat Untuk menghindari kekeliruan bila ada dua pasien dengan nama yang sama untuk keperluan kunjungan rumah. b) Keluhan Utama Untuk mengetahui keadaan yang dirasakan saat pemeriksaan pada akseptor KB Implant. c) Riwayat perkawinan Untuk mengetahui status perkawinan klien dan lamanya perkawinan.

48

d) Riwayat menstruasi Untuk mengetahui menarche, siklus, lama menstruasi, banyaknya menstruasi, teratur atau tidak, sifat darah dan keluhan-keluhan yang dirasakan pada waktu menstruasi. e) Riwayat kehamian dan nifas yang lalu Untuk mengetahui jumlah kehamilan sebelumnya dan hasil akhirnya (abortus, lahir hidup, apakah anaknya masih hidup dan apakah dalam kesehatan yang baik), apakah terdapat komplikasi intervensi pada kehamilan, persalinan, ataupun nifas sebelumnya dan apakah ibu tersebut mengetahui penyebabya. f) Riwayat keluarga berencana Yang perlu dikaji adalah apakah ibu pernah menjadi akseptor KB. Kalau pernah, kontrasepsi apa yang pernah digunakan, berapa lama, keluhan pada saat ikut KB, alasan berhenti KB. g) Riwayat penyakit (1) Riwayat penyakit sekarang Dikaji penyakit yang berhubungan dengan keluhan atau masalah utama.

49

(2) Riwayat penyakit sistemik Riwayat kesehatan yang lalu ditanyakan untuk mengindentifikasi kondisi kesehatan dan untuk mengetahui penyakit yang diderita dahulu seperti hipertensi, diabetes, PMS, HIV/AIDS. (3) Riwayat penyakit keluarga Dikaji penyakit yang menurun dan menular yang dapat mempengaruhi kesehatan akseptor KB. Sehingga dapat diketahui penyakit keturunan misalnya hipertensi, jantung, asma, demam dan apakah dalam keluarga memiliki keturunan kembar, baik dari pihak istri maupun pihak suami. h) Pola kebiasaan sehari-hari Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan pasien seharihari dalam menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana pola makanan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak. (1) Pola Nutrisi Mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi pada pasien. Dengan mengamati adakah penurunan berat badan atau tidak pada pasien. (2) Pola Eliminasi Untuk mengetahui BAB dan BAK berapa kali sehari warna, konsistensi dan apakah ada keluhan yang dirasakan.

50

(3) Pola istirahat Untuk mengetahui berapa lama ibu tidur siang dan berapa lama ibu tidur pada malam hari. (4) Pola seksual Untuk mengkaji berapa frekuensi yng dilakukan akseptor dalam hubungan seksual dan apakah ada keluhan dalam berhubungan seksual. (5) Personal hygiene Mengkaji frekuensi mandi, gosok gigi, keramas serta ganti pakaian, ganti celana dalam serta ganti pembalut setidaknya dua kali sehari. (6) Aktivitas Aktivitas akan terganggu kerena kondisi tubuh yang lemah atau adanya nyeri penyakit-penyakit yang dialaminya. i) Data Psikologis Data psikologis ini untuk memperkuat data dari pasien terutama secara psikologis, data meliputi dukungan suami dan keluarga kepada ibu mengenai pemakaian alat kontrasepsi. 2) Data Obyektif Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi melalui pemeriksaan fisik sebelum atau selama pemakaian KB. a) Pemeriksaan Umum (1) Keadaan Umum

: Mengetahui keadaan pasien sehat,

51

tampak sakit atau pucat (Manuaba, 2009:80). (2) Kesadaran

: Pemeriksaan ini bertujuan menilai

status kesadaran pasien. Kesadaran terbagi 5 yaitu: compos mentis (yaitu pasien mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang cukup terhadap stimulus yang diberikan, apatis (yaitu pasien mengalami acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya), somnolen (yaitu pasien memiliki kesadaraan yang lebih rendah, ditandai dengan pasien tampak mengantuk, selalu ingin tidur dan responsive terhadap rangsangan ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap rangsangan yang kuat), sopor (yaitu pasien tidak memberikan respons ringan atau sedang, tetapi masih memberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif), koma (yaitu pasien tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun sehingga refleks pupil terhadap cahaya tidak ada) dan disorientasi (yaitu tingkat kesadaran yang paling bawah, ditandai dengan disorientasi yang sangat iritatif, kacau dan salah terhadap persepsi terhadap rangsangan sensorik (Musrifatul Uliyah dkk, 2008:153).

52

(3) Pemeriksaan tanda vital (a) Tekanan darah (vital sign) Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai satuannya mmHg. Keadaan normal antara 120/80 mmHg sampai 130/90 mmHg (Bicley, 2010). (b) Pengukuran suhu Mengetahui suhu badan pasien, suhu badan normal adalah 36 0C sampai 37 0C. Bila suhu lebih dari 38 0C harus dicurigai adanya infeksi (Wiknjosastro, 2006). (c) Nadi Memberi gambaran kardiovaskuler. Denyut ndi normal 70 x/menit sampi 88 x/menit (Perry dan Potter, 2005). (d) Pernafasan Mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu menit. Pernafasan normal 22x/menit sampaai 24 x/menit (Bicley, 2010). (4) Berat Badan Mengetahui berat badan pasien karena merupakan salah satu efek samping KB implant. (5) Tinggi Badan

53

Mengetahui tinggi badan pasien. b) Pemeriksaan Fisik (1) Kepala (a) Rambut

: Untuk menilai warna, kelebatan, dan karakteristik seperti ikal, lurus, keriting.

(b) Muka

: Keadan muka pucat atau tidak adakah kelainan, adakah oedema.

(c) Mata

: Conjungtiva berwarna merah muda atau tidak, sklera berwarna putih atau tidak.

(d) Hidung

: Untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak.

(e) Telinga

: Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga dan ada serumen atau tidak.

(f) Mulut

: Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak ada caries atau tidak dan ada karang gigi atau tidak.

(2) Leher

: Apakah ada pembesaran keenjar gondok atau tyroid, tumor atau pembesaran getah bening.

(3) Dada dan aksila: Apakah ada benjolan pada payudara atau ` (4) Abdomen

tidak dan apakah simetris kanan kiri. : Apakah ada jaringan parut atau bekas

54

operasi, adakah nyeri tekan serta adanya massa. (5) Ekstermitas (a) Atas

: Simetris atau tidak, apakah oedema atau tidak, turgor atau tidak, akral dingin atau tidak.

(b) Bawah

: Apakah terdapat varices, oedema atau tidak, betis merah atau lembek atau keras.

(6) Genetalia

: Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi, varices, pembesaran kelenjar bartholini dan perdarahan.

(7) Anus

: Apakah ada haemoroid atau tidak.

c) Data Penunjang Digunakan utuk mengetahui kondisi klien sebagai data penunjang data penunjang terdiri dari: (1) Pemeriksaan Inspekullo Pemeriksaan

inspekullo

dilakukan

untuk

memastikan dari mana asal perdarahan tersebut apakah ada infeksi atau kelainan pada serviks porsio. (2) Pemeriksaan Dalam Untuk mengetahui apakah ada nyeri sentuh, adakah benjolan atau tidak dan untuk melakukan deteksi terjadi kehamilan atau tidak.

55

(3) Pemeriksaan Lab Untuk mengetahui Hb dan urine apakah dalam batas normal atau tidak. Hb normal 12 – 15 g/dl dan urine normal 600-2500 ml/24 jam. (4) Pemeriksaan Tes Kehamilan Dilakukan untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil dengan menggunakan test pack. b. Langkah kedua : Interprestasi data Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi satu diagnosa atau masalah yang telah diindentifikasi menjadi diagnosa nomenklatur. 1) Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnostik kebidanan. 2) Masalah Masalah adalah yang berkaitan dengan pengalaman pasien dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa sesuai dengan keadaan pasien. 3) Kebutuhan

56

Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien-pasien dan belum terindentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data. c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial Diagnosa potensial adalah suatu pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini mengindentifikasi masalah atau dignosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diindentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. d. Langkah Keempat: Antisipasi Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas maalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah

bidan

merumuskan

tindakan

yang

dilakukan

untuk

mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan segera. Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, segera kolaborasi dan berifat rujukan. e. Langkah Kelima : Perencanaan Tahap ini merupakan tahap penyusunan rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya. f. Langkah Keenam : Implementasi

57

Implementasi merupakan pelaksanaan dari asuhan yang telah direncanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh. g. Langkah Ketujuh : Evaluasi Merupakan langkah terakhir untuk menilai keaktifan dari rencana asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa. 3. Data Perkembangan Pendokumentasian asuhan kebidanan, rencana asuhan kebidanan ditulis dalam data perkembangan SOAP yang merupakan salah satu pendokumentasian yang menurut Varney (2004:54), SOAP merupakan singkatan dari: S

: Subyektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.

O

: Obyektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment.

A

: Assesment

58

Menggambarkan

pendokumentasian

hasil

analisis

dan

implementasi data subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi.

P

: Planning Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan evaluasi berdasarkan assesment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada sebagai upaya untuk membantu proses pengobatan.

C. Teori Hukum Kewenangan Bidan 1. Pengertian Menurut Kamus Bahasa Indonesia hukum adalah peraturan yang dibuat dan disepakati baik secara tertulis maupun tidak tertulis, peraturan, undang-undang yang mengikat perilaku setiap masyarakat tertentu (Suharso dkk, 2008:221). Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa Negara atau

penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum,

dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan – peraturan yang mengikat sebagian atau seluruh masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut (Lubis, 2010:2). Hukum merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan juga mencakupi

59

lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidahkaidah itu dalam kenyataan (Kusumaatmadja, 2007:34). Berdasarkan beberapa pengertian hukum diatas maka dapat disimpulkan bahwa hukum adalah suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengikat sebagian atau seluruh masyarakat yang dikehendaki oleh penguasa.

2. Kewenangan Bidan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Republik Indonesia

Nomor

900/Menkes/SK/VII/2002

tentang

Izin

dan

Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan tertuang pada Pasal 14 yang berbunyi sebagai berikut: a. Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : 1) Pelayanan kebidanan. 2) Pelayanan keluarga berencana. 3) Pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam Pasal 19 kewenangan Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana adalah sebagai berikut: a. Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom. b. Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi. c. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim.

60

d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit. e. Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat. Dalam Pasal 24 kewenangan Bidan adalah dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. Dalam Pasal 25 kewenangan Bidan meliputi: a. Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi. b. Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus : 1) Menghormati hak pasien. 2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani. 3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4) Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan. 5) Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan. 6) Melakukan catatan medik (medical record) dengan baik. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

61

Dalam pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak c. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana Dalam pasal 10 Kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. 2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) Pelayanan konseling pada masa pra hamil. b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal. c) Pelayanan persalinan normal. d) Pelayanan ibu nifas normal. e) Pelayanan ibu menyusui. f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. 3) Bidan dalam memeberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : a) Episiotomi. b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II. c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan.

62

d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil. e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas. f) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif. g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum. h) Penyuluhan dan konseling. i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil. j) Pemberian surat keterangan kematian. k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin. Dalam pasal 11 Kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita dan anak pra sekolah. 2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk: a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (028 hari) dan perawatan tali pusat. b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk. c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah.

63

e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah. f) Pemberian konseling dan penyuluhan. g) Pemberian surat keterangan kelahiran. h) Pemberian surat keterangan kematian. Dalam pasal 12 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c, berwenang untuk: 1) Memberikan penyuluhan dan konseling reproduksi perempuan dan keluarga berencana. 2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Dalam Pasal 13 kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan Program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi: a) Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit. b) Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter). c) Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan.

64

d) Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja serta kesehatan lingkungan. e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah. f) Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas. g) Melaksanakan

deteksi

dini,

merujuk

dan

memberikan

penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom dan penyakit lainnya. h) Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi. i) Pelayanan

kesehatan

lain

yang

merupakan

program

Pemerintah. 2) Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi, anak balita sakit, pelaksanaan deteksi dini, merujuk, memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut. Dalam Pasal 14 kewenangan yang dimiliki Bidan tertuang sebagai berikut:

65

1) Bagi bidan yang menjalankan praktik didaerah yang tidak memiliki dokter dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9. 2) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. 3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku. Berdasarkan Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 dalam Pasal 13 ayat 2 seorang bidan berhak melakukan pemasangan alat kontrasepsi implant dengan syarat sudah mengikuti pelatihan pelayanan tersebut. Adapun pelatihan yang dimaksud adalah Contraceptive Technology Up to date (CTU). Dengan adanya pelatihan CTU ini diharapkan seorang bidan mempunyai kemampuan yang berkompeten, mampu melayani sesuai dengan standar pemasangan Kontrasepsi Bawah Kulit)

AKBK (Alat