BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Download TINJAUAN PUSTAKA. A. Turi (Sesbania grandiflora L). Turi dengan nama latin ... Ciri-ciri umum, merupakan pohon berumur pendek, tinggi 5-12 ...

0 downloads 265 Views 175KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Turi (Sesbania grandiflora L) Turi dengan nama latin Sesbania grandiflora L atau Agati grandiflora Devs. Termasuk ke dalam famili tumbuhan Papilianoceae (Maharani, 2010). Terdapat beberapa nama daerah turi yaitu, turi atau toroy (Jawa); turi (Sumatera); tuli, turi, turing (Sulawesi); tuwi palawu, ghunga (Nusa Tenggara) (Redaksi Agromedia, 2008). Ciri-ciri umum, merupakan pohon berumur pendek, tinggi 5-12 m dan ranting seringkali menggantung. Kulit luar

berwarna kelabu hingga

kecoklatan tidak rata dengan alur membujur dan melintang tidak beraturan dan lapisan gabus mudah terkelupas (Redaksi Agromedia, 2008).

Gambar 1 : Pohon turi dengan bunga merah

3

6

Secara empiris turi merah digunakan sebagai obat karena kandungan kimia seperti tannin, saponin, glikosida, peroksidase, vitamin A dan B, egatin, zantoegatin, basorin, resin, calsium oksalat, sulfur, zat besi dan zat gula lebih banyak daripada Turi putih. Salah satu kegunaannya sebagai analgetik (penurun rasa nyeri) dengan menggunakan kortex batang dan daunnya (Departemen Kesehatan RI., 1985). Kulit batang turi dapat digunakan sebagai obat kumur untuk sariawan karena mempunyai kandungan kimia saponin, flavonoida, polifenol dan tanin yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur penyebab sariawan dan berkhasiat sebagai obat (Hidayati, dkk., 2009). Zat kimia pada kulit batang turi yang digunakan sebagai antijamur adalah tanin. Tanin merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh kulit kayu yang mrupakan snyawa komplek (Pitojo, 2006). Penentuan aktifitas antijamur dilakukan dengan metode infusum. Infusum adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit (Anief, 1994).

B. Candida albicans 1. Morfologi C. albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi

blastospora

dan

menghasilkan

kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini

7

tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ . C. albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Morfologi koloni C. albicans seperti khamir lonjong yang membiak dengan bertunas. Akan tetapi, mungkin juga terlihat pada daerah yang terinfeksi hifa berbentuk benang dan pseudohifa (yang trdiri atas selsel khamir memanjang yang tetap menempel satu sama lain). Khamir ini mudah ditumbuhkan pada suhu 25 sampai 370C pada agar glukosa sabouraud, jika ditumbuhkan pada agar tepung jagung pada suhu 25 0C, organisme ini akan membuat klamidospora berdinding tebal yang khas (Wheeler, 1989). 2. Biakan C. albicans dibiakan pada media Sabourraud Glukosa Agar selama 2-4 hari pada suhu 370 C atau suhu ruang akan tampak koloni berbentuk bulat, warna krem, diameter 1-2 mm, konsistensi smooth, mengkilat, bau seperti ragi. Besar koloni tergantung pada umur biakan, tepi koloni terlihat hifa semu sebagai benang-benang halus yang masuk ke dalam media, pada media cair biasanya tumbuh pada dasar tabung (Dumilah, 1992).

8

Tabel 1 : Uji biokimia pada C. albicans Uji Biokimia

Hasil

Glukosa Laktosa Sukrosa Maltosa

Positif, gas positif Negatif Positif, gas positif Positif, gas positif

Sumber : Jawetz, 2004. 3. Struktur antigen Tes aglutinasi dengan serum yang terabsorpsi menunjukkan bahwa semua strain C. albicans termasuk dalam dua kelompok besar serologik A dan B. Kelompok A mencakup C tropicalis. Ekstrak Candida untuk serologi dan kulit terdiri atas campuran antigen. Antibodi dapat diketahui melalui presipitasi, imunodifusi, aglutinasi lateks dan tes-tes yang lainnya (Simatupang, 2008). 4. Patogenitas Sumber utama infeksi C. albicans adalah flora normal dalam tubuh pada pasien dengan sistem imun yang menurun. Infeksi dapat terjadi apabila

ada

faktor

predisposisi

baik

endogen

maupun

eksogen

(Simatupang, 2008). 5. Gambaran klinik Penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida disebut kandidiasis, dapat bersifat akut dan sub akut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, paru-paru septikemia, endokartidis atau meningitis (Simatupang, 2008).

9

Kandididasis pada mukosa mulut seringkali terjadi karena pengobatan antibakteri yang lama yang menyebabkan berkurangnya flora normal di daerah tersebut (Entjang, 2003). Infeksi pada mulut terutama sariawan terjadi pada selaput lendir dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebagian besar terdiri atas pseudomiselium dan epitel yang terkelupas. Pertumbuhan C. albicans dalam saliva lebih subur karena ada glukosa, antibiotika dan kortikosteroid (Entjang, 2003). 6. Tekanan Osmosa Tekanana osmosa sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila jamur diletakkan pada larutan hipertonis maka selnya akan mengalami plasmolisis yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis maka sel jamur akan mengalami plasmoptisa yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sehingga sel membengkak dan akhirnya pecah (Pratiwi, 2009). 7. Mekanisme Kerja Kulit Batang Turi Menghambat C. albicans Pada kulit batang turi senyawa yang digunakan sebagai anti jamur adalah tanin dan fenol. Tanin merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel. Selain itu, tanin dapat menghambat sintesis kitin yang merupakan komponen penting dinding sel jamur (Najib, 2009).

10

Fenol pada kulit batang turi juga berfungsi sebagai senyawa antijamur. Fenol dapat merusak protein pada membran sel C. albicans sehingga membran sel menjadi lisis, maka fenol mampu masuk menembus inti sel jamur dan jamur C. albicans tidak dapat berkembang biak (Najib, 2009).