BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Download dan memburu/terengah-engah, mulut kering, lutut gemetar, suara menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat, berkeringat banya...

0 downloads 219 Views 161KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gastritis 1. Pengertian Gastritis Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Smaltzer dan Bare, 2002). Sedangkan menurut Hirlan tahun 2005, gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi.

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2001). Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan local. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price & Wilson, 2005).

2. Klasifikasi Gastritis Menurut Muttaqin (2011), gastritis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : a. Gastritis akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. b. Gastritis kronik Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superficial, gastritis atrofik dan gastritis hipertrofik.

8

9

1) Gastritis superficial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan erosi mukosa. 2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada perkembangannya dihubingkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dal sel chief. 3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.

3. Etiologi a. Gastritis akut Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011). 1) Obat-obatan, seperti Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid/OAINS (Indomestasin, Ibuprofen, dan Asam Salisilat), Sulfonamide, Steroid,

Kokain,

agen

kemoterapi

(Mitomisin,

5-fluoro-2-

deoxyuridine), Salisilat, dan Digitalis bersifat mengiritasi mukosa lambung (Gelfand, 1999). 2) Minuman beralkohol; seperti whisky, vodka, dan gin (Kang, 1985). 3) Infeksi bakteri; seperti H. pylori (paling sering), H. heilmanii, Streptococci, Staphylococci, Protecus species, Clostridium species, E.coli, Tuberculosis, dan secondary syphilis (Anderson, 2007) 4) Infeksi virus oleh Sitomegalovirus (Giannkis, 2008). 5) Infeksi

jamur;

seperti

Candidiasis,

Histoplasmosis,

dan

Phycomycosis (Feldman,1999). 6) Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu (komponen

penting

alkali

untuk

aktivasi

enzim-enzim

10

gastrointestinal) dari usus kecil ke mukosa lambung sehingga menimbulkan respons peradangan mukosa (Mukherjee, 2009). 7) Iskemia, akibat penurunan aliran darah ke lambung, trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa, yang dapat menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).

Sedangkan penyebab gastritis akut menurut Price (2006) adalah stres fisik dan makanan, minuman. 1) Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal nafas, gagal ginjal, kersusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-lambung. 2) Makanan dan minuman yang bersifat iritan. Makanan berbumbu dan minuman dengan kandungan kafein dan alcohol merupakan agen-agen penyebab iritasi mukosa lambung.

b. Gastritis kronik Penyebab pasti dari penyakit gastritsi kronik belum diketahui, tetapi ada dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu: infeksi dan non infeksi menurut Wehbi (tahun 2008 dalam Muttaqin, 2011) 1) Gastritis infeksi a) H. pylori.

Beberapa peneliti menyebutkan bakteri

ini

merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007) b) Helycobacter (Wehbi, 2008) c) Infeksi parasit. d) Infeksi virus.

heilmannii,

Mycobacteriosis,

dan

Syphilis

11

2) Gastritis non-infeksi a) Kondisi imunologi (autoimun) didasarkan pada kenyataan, terdapat

kira-kira

60%

serum

pasien

gastritis

kronik

mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya (Genta, 1996). b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluk garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau Aspirin (Mukherjee, 2009) c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan (Wehbi, 2008). d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan dengan

berbagai

penyakit,

meliputi

penyakit

Crohn,

Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain, Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma, Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung (Shapiro, 2006). e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous gastritis dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2004).

4. Patofisiologi Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan swasirna; merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid

12

(NSAID: misalnya indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamida, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price & Wilson, 2002).

Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010) patafisiologi gastritis yaitu mukosa barier lambung umumnya melindungi lambung dari pencernaan terhadap lambung itu sendiri, yang disebut proses autodigesti acid, prostaglandin yang memberikan perlindungan ini. Ketika mukosa barier ini rusak maka timbul gastritis. Setelah barier ini rusak terjadilah perlukaan mukosa dan diperburuk oleh histamin dan stimulasi saraf colinergic. Kemudian HCL dapat berdifusi balik kedalam mucus dan menyebabkan luka pada pembuluh yang kecil, yang mengakibatkan tercadinya bengkak, perdarahan, dan erosi pada lambung. Alkohol, aspirin dan refluk isi duodenal diketahui sebagai penghambat difusi barier.

5. Manifestasi Klinik Menurut Mansjoer (2001), manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis. a. Manifestasi klinik gastritis akut Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obatobatan atau bahan kimia tertentu.

13

b. Manifestasi klinik gastritis kronik Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.

6. Penatalaksanaan a. Gastritis Akut Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksaanaan medis pada pasien gastritis

akut

diatasi

dengan

menginstruksikan

pasien

untuk

menghindari alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan melalui mulut, diet mengandung gizi dianjurkan. Bila gejala menetap, cairan perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk hemoragi saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisir asam digunakan antacid umum dan bila korosi luas atau berat dihindari karena bahaya perforasi.

Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) penatalaksanaanya jika terjadi perdarahan, tindakan pertama adalah tindakan konservatif berupa pembilasan air es disertai pemberian antacid dan antagonis reseptor H2. Pemberian obat yang berlanjut memerlukan tindakan bedah. b. Gastritis kronik Menurut Suzzane & Bare (2002) penatalaksanaan medis pada pasien gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat, mengurangi stres. Sedangkan menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan yang dilakukan pertama kali adalah jika tidak dapat dilakukan endoskopi caranya yitu dengan mengatasi dan menghindari penyebab pada gastritis akut, kemudian diberikan pengobatan empiris

14

berupa antacid. Tetapi jika endoskopi dapat dilakukan berikan terapi eradikasi.

7. Komplikasi Menurut Mansjoer (2001), komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. a. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir syok hemoragik. b. Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia.

8. Diet pada Gastritis Makanan yang disajikan perlu diatur pada penderita gastritis, terutama mengingat bahwa penyakit ini berhunbungan dengan alat pencernaan. Berikut hal-hal yang perlu dilakukan dalam pengaturan makananan menurut Irianto (2007): a. Keadaan akut, lambung diistirahatkan tanpa makanan selama 24-48 jam, hanya diberi minuman agak dingin. Hindarkan minuman dingin atau minuman panas. b. Berikan makanan secara bertahap, misalnya bubur saring, dan berangsur-angsur makanan lunak, makan biasa. c. Berikan makanan yang mudah dicerna, misalnya bubur beras, kentang pure, roti bakar, tepung yang dibuat pudding, sementara untuk lauk pauk, misalnya daging ayam, telur, ikan tanpa duri yang direbus atau dipanggang. d. Makanan atau minuman yang tidak boleh diberikan meliputi: 1) Sayuran dan buah-buahan berserat dan mengandung gas, seperti sawi, kol, nangka, daun singkong. 2) Bumbu-bumbu makanan yang merangsang, seperti cabe, lada dan cuka. 3) Minuman beralkohol, kopi.

15

4) Makanan yang dimasak dengan santan kental atau digoreng. 5) Porsi makanan diberikan sedikit, tetapi frekuensinya sering.

B. Faktor-Faktor Kekambuhan Gastritis 1. Stres a. Pengertian stres Setiap orang pernah mengalami stres, dan orang yang normal dapat beradaptasi dengan stres jangka panjang atau jangka pendek hingga stress itu berlalu. Hartono (2007) mendefinisikan stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat individual, sehingga suatu stress bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir, tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi seseorang terhadap lingkungannya.

Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu, suatu fenpmena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004).

b. Macam-macam stres Apabila ditinjau dari penyebab stres, menurut Kusmiati dan Desminiarti (tahun 1990 dalam Sunaryo, 2004), dapat digolongkan menjadi stres fisik, stres kimiawi, stres mikrobiologik, stres fisiologik, stres proses pertumbuhan dan perkembangan serta stres psikis.

16

1) Stres fisik Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari, atau tersengat arus listrik. 2) Stres kimiawi Stress ini disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun, gas, prinsipnya karena senyawa kimia. 3) Stres mikrobiologik Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasite. 4) Stres fisiologik Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh, diantaranya gangguan struktur tubuh, fungsi organ, jaringan dan lain-lain. 5) Stres proses pertumbuhan dan perkembangan Stres

yang

disebabkan

karena

proses

pertumbuhan

dan

perkembangan seperti pada masa bayi hingga tua. 6) Stres psikis atau emosional Stres yang disebabkan karena gangguan situasi psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, social budaya, atau factor keagamaan.

c. Penyebab stres Adapun menurut Brench Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu penyebab makro dan penyebab mikro. 1) Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.

17

2) Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah yang dimakan, dan antri.

d. Tanda dan gejala stres Menurut Lukaningsih (2011) Stres memiliki dua gejala, yaitu gejala fisik dan psikis. a. Gejala stres secara fisik dapat berupa jantung berdebar, nafas cepat dan memburu/terengah-engah, mulut kering, lutut gemetar, suara menjadi serak, perut melilit, nyeri kepala seperti diikat, berkeringat banyak, tangan lembab, letih yang tak beralasan, merasa gerah, panas, otot tegang. b. Keadaan stres dapat membuat orang-orang yang mengalaminya merasa gejala-gejala psikoneurosa, seperti bingung, salah paham, agresi, labil, jengkel, marah, lekas panic, cermat secara berlebihan.

e. Tingkat stres Menurut Rasmun (2004), stres dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu stres ringan, sedang dan berat. 1) Stres ringan Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus. 2) Stres sedang Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari. Contoh dari stresor yang menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan,

18

mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang lama. 3) Stres berat Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa tahun. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres Menurut Sunaryo (2004), setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada beberapa faktor, yaitu faktor biologis dan faktor psikoedukatif: 1) Faktor biologis: herediter, konstitusi tubuh, kondisi fisik, neurofsiologik, dan neurohormonal. 2) Faktor psikoedukatif/sosiokultural: perkembangan kepribadian, pengalaman dan kondisi lain yang mempengaruhi.

g. Tahapan stres Stress yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Amberg (tahun 1979 dalam Hawari, 2001) bahwa tahapan stress sebagai berikut : 1) Tahap pertama Merupakan tahap yang paling ringan, yang disertai perasaan nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam. 2) Tahap kedua Pada tahap ini seseorang merasa letih sewaktu bangun pagi, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelh menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung

19

berdebar-debar lebih dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bias santai. 3) Tahap ketiga Seseorang mengalami gangguan lambung dan usus seperti keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, gangguan pola tidur seperti sulit untuk tidur kembali, tenaga seperti tidak ada, perasaan tidak tenang, ketegangan otot semakin terasa. 4) Tahap keempat Pada

tahap

ini

seseorang

akan

merasa

pekerjaan

yang

menyenagkan menjadi membosankan, tidak mampu melaksanakan tugas sehari-hari, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya, gangguan pola tidur. 5) Tahap kelima Ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada system pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat. 6) Tahap keenam Tahap ini merupakan puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernafas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

h. Pengukuran tingkat stres Tingkat stres adalah hasil penelitian terhadap berat ringannya stress yang dialami

seseorang. Tingkatan stres

ini

diukur dengan

menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) oleh Lovilbond & Lovilbond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang dibentuk untuk mengukur

20

status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres.

Kategori tingkatan stres menggunakan instrumen DASS 42 yang terdiri dari normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal), 30-59 (ringan), 60-89 (sedang), 90-119 (berat), dan > 120 (sangat berat) (Sriati, 2008)

2. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi lambung a. Kebiasaan makan Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi dan sosial budaya. Kebiasaan makan atau pola makan dapat diartikan suatu sistem, cara kerja atau usaha untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, pola makan yang sehat dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan secara sehat. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat (Baliwati, 2004).

Kebiasaan makan dihihat dari segi gizi terbagi menjadi dua yaitu kebiasaan makan yang baik dan yang buruk. Kebiasaan makan yang

21

baik adalah yang dapat menunjang terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiaaan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya kecukupan gizi, seperti adanya pantangan tang berlawanan dengan konsep gizi.

Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung. Asam lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk kedalam lambung dengan jadwal yang teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kobdisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinsing mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).

b. Frekuensi makan dan minum Frekuensi makan dan minun adalah jumlah makan dan minum dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika dirata-rata, umunya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong,

22

atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001).

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004).

c. Jenis makanan dan minuman untuk pasien gastritis Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).

23

Jenis makanan pada penderita gastritis ada 2 yaitu jenis makanan yang disarankan dan dihindari (lambung sehat.com): 1) Jenis makanan yang disarankan Para penderita maag dan radang lambung disarankan untuk mempertimbangkan makanan yang dapat mengurangi serangan nyeri lambung, seperti kentang, pisang, brokoli, kol, dan bubur. a) Kentang Sumber karbohidrat yang baik dan mampu memberikan rasa kenyang yang cukup lama. Bubur kentang atau jus kentang yang bersifat basa di pagi hari bermanfaat untuk menetralisir asam lambung sebelum Anda menyantap makanan lain. b) Pisang Masak Mengandung kalium, selain melon, pepaya dan tomat. Kalium yang dikandung dalam buah-buahan tersebut bermanfaat menyeimbangkan pH (derajat keasaman) di dalam lambung. Pisang juga mampu memberi rasa kenyang sehingga amat baik dikonsumsi di antara waktu makan. Selain itu, pisang juga kaya akan potasium yang mampu menormalkan peningkatan tekanan darah akibat serangan stres. c) Brokoli Merupakan sumber kalium dan sulfur yang baik. Sulfur mampu berperan sebagai antioksidan pelindung lapisan dalam kulit lambung. Brokoli juga kaya akan vitamin C yang baik untuk memelihara stamina tubuh. Makanan lain yang mengandung sulfur adalah bawang merah dan bawang putih. d) Bubur Ayam Bagi penderita sakit maag akut sangat berguna untuk mencegah dan meringankan sakit. Sebaiknya hindari sate jeroan yang sulit dicerna, namun sebagai penambah rasa boleh ditambahkan telur rebus, kecap dan sedikit kerupuk.

24

e) Lidah Buaya Bermanfaat meredakan panas dalam dan mempercepat penyembuhan

luka.

Kandungan

saponinnya

mempunyai

kemampuan antiseptik, sedangkan kandungan antrakuinon dan kuinonnya berkhasiat sebagai antibiotik, penghilang rasa sakit dan merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Selain itu, kandungan mukopolisakarida di dalam lidah buaya juga berguna untuk memulihkan radang, termasuk radang saluran pencernaan dan arthritis. f) Permen Karet (bukan utk dimakan) Aktivitas mengunyah bisa merangsang produksi air liur yang bersifat basa sehingga mampu menetralisir asam lambung. Selain itu, bertambahnya produksi air liur juga dapat meningkatkan upaya pembersihan lambung. 2) Jenis makanan yang harus dihindari oleh penderita maag: a) Makanan dan minuman yang terlalu banyak mengandung gas dan serat seperti sawi, kol, nangka, pisang ambon, kedondong, durian dan minuman bersoda. b) Makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti kopi, minuman beralkohol, sari buah sitrus dan tape. c) Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat pengosongan lambung. Makanan jenis ini, seperti kue tart, keju, makanan berlemak, dan cokelat, dapat menyebabkan peningkatan

peregangan

di

lambung

dan

berakibat

meningkatnya asam lambung. d) Makanan yang mengandung cuka pedas dan merica yang dapat merusak dinding lambung. e) Makanan yang bersumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, bihun, bulgur, jagung, singkong, tales, serta dodol. f) Makanan yang terbuat dari santan.

25

d. Pengukuran Frekuensi Pangan (Food Frequency) Food frequency questionnaire (FFQ) dikenal sebagai metode frekuensi pangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi pada konsumsi pangan seseorang. Oleh karena itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Riyadi, 2004).

3. Pemakaian obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung Gastritis dapat disebabkan karena mengkonsumsi obat-obat tertentu. Obat anti nyeri (aspirin, neuralgin, piroxicam, paracetamol), obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS), antibiotik, kortikosteroid (hormon), tablet besi, suplemen kalium, jamu-jamuan dan obat kemoterapi adalah beberap jenis obat yang memiliki efek menyebabkan gastritis. Selain itu, menelan racun atau zat kimia tertentu pun berpotensi menyebabkan gastritis, seperti menelan asam korosif, alkohol dan lainnya (Santoso, 2008).

Obat-obatan banyak yang dijual secara bebas di Indonesia. Obat-obatan daftar G (obat yang perlu resep dokter) dapat dengan mudah dibeli tanpa menggunakan resep. Pemakaian obat-obatan yang luas ini menyebabkan kejadian efek samping obat meningkat. Beberapa obat menimbulkan efek samping yang berhubungan dengan saluran cerna. Molekul-molekul obat yang bersifat asam akan langsung mengiritasi mukosa lambung dan inhibisi atau hambatan pengeluaran kadar prostaglandin yang bersifat protektif terhadap mukosa lambung. Prostaglandin dihambat karena dianggap bertanggung jawab terhadap munculnya inflamasi dan rasa nyeri (Santoso, 2008).

Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen

menghambat

aktivitas

siklooksigenase,

menyebabkan

penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat (Brooker, 2009). Siklooksigenase merupakan enzim yang

26

penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut

hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).

C. Hubungan antara stres, frekuensi makan dan minum, pemakaian obatobatan dengan kekambuhan gastritis Stres menurut Selye (tahun 1950 dalam Hawari 2006) adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntunan beban stresnya. Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem pencernaannya, misalnya pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini disebabkan karena asam lambung yang berlebihan.

Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbulnya rasa nyeri.

Obat-obatan dapat menjadi faktor resiko terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan terutama pada lambung dan mempengaruhi pemenuhan nutrisi yang berakibat terhadap proses pencernaan makanan, pola makan dan

27

penyerapan makanan (Miller, 2004). Terjadinya kekambuhan gastritis dapat disebabkan karena stres, frekuensi konsumsi makanan dan minunam serta mengkonsumsi obat-obat tertentu yang dapat mengiritasi lambung.

D. Kerangka Teori Setelah memperhatikan tentang uraian-uraian mengenai konsep diri prestasi belajar, maka disusun kerangka teori sebagai berikut :

Penyebab gastritis :

Gastritis

Kambuh

1. Infeksi Bakteri ; seperti H. Pylory, H. heilmanii, E. coli, Streptococci, staphylococci

Faktor kekambuhan gastritis: 1. Stres a. Fisik

2. Refluks isi usus kedalam lambung

b. Psikologis 2. Kebiasaan Menkonsumsi Alkohol

3. Alkohol

3. Konsumsi Obat-obatan

4. Obat-obatan

4. Kebiasaan Merokok

5. Stres fisik

5. Frekuensi konsumsi bahan pangan yang

6. Makanan dan minuman yang bersifat iritan

mengiritasi lambung 6. Kebiasaan makan makanan merangsang (pedas, asam)

Gambar 2.1 : Kerangka Teori (Dermawan & Rahyuningsih, 2010)

E. Kerangka Konsep Berdasarkan masalah penelitian dan uraian-uraian mengenai faktor-faktor kekambuhan dan gastritis, maka digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

28

Variabel independent : 1.

Variabel dependent :

Stres Frekuensi konsumsi makanan dan minuman

Kekambuhan gastritis

Pemakaian obat-obatan

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas atau Independen Variabel bebas (independent) variabel yang menjadi sebab timbulnya variabel terikat (dependent). Variabel independent dalam penelitian ini adalah stres, frekuensi konsumsi makanan dan minuman yang mengiritasi lambung dan pemakaian obat-obatan yang mengiritasi lambung. 2. Variabel Terikat atau Dependen Variabel terikat (dependent) adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kekambuhan gastritis.

G. Hipotesis Berdasarkan teori yang telah di uraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan: 1. Ada hubungan antara stres dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. 2. Ada hubungan antara frekuensi makan dan minuman yang mengiritasi lambung dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. 3. Ada hubungan antara pemakaian obat-obat yang dapat mengiritasi lambung dengan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.