BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASKAPAI PENERBANGAN

Download 2.1.1 Pengertian Maskapai Penerbangan. Maskapai penerbangan adalah berasal dari bahasa Belanda yakni. “maatschappij”yang berarti “perusahaa...

0 downloads 562 Views 126KB Size
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASKAPAI PENERBANGAN , TERTUNDANYA PENERBANGAN DAN PENUMPANG 2.1 Maskapai penerbangan 2.1.1 Pengertian Maskapai Penerbangan Maskapai

penerbangan

adalah

berasal

dari

bahasa

Belanda

yakni

“maatschappij”yang berarti “perusahaan”, sedangkan penerbangan memiliki arti yakni: satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Menurut R. S. Damardjati, maskapai penerbangan adalah perusahaan milik swasta atau pemerintah yang khusus menyelenggarakan pelayanan angkutan udara untuk penumpang umum baik yang berjadwal (schedule service/regular flight) maupun yang tidak berjadwal (non schedule service). Penerbangan berjadwal menempuh rute penerbangan berdasarkan jadwal waktu, kota tujuan maupun kota – kota persinggahan yang tetap. Sedangkan penerbangan tidak berjadwal sebaliknya, dengan waktu, rute, maupun kota – kota tujuan dan persinggahan bergantung kepada kebutuhan dan permintaan pihak penyewa. Sedangkan menurut Widadi A. Suwarno, berpendapat bahwa maskapai penerbangan atau airlines adalah perusahaan penerbangan yang menerbitkan dokumen penerbangan untuk mengangkut penumpang beserta bagasinya, barang kiriman (kargo), dan benda pos (mail) dengan pesawat udara. Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan Pasal 1 ayat (25), pengangkutan udara adalah badan usaha angkutan udara

niaga,pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga” Pengangkut pada pengangkutan udara adalah Perusahaan atau Maskapai penerbangan yang mendapat izin operasi dari pemerintah mengunakan pesawat sipil dengan memungut bayaran. 2.1.2 Syarat Pendirian Maskapai Penerbangan Untuk dapat melakukan kegiatan usaha angkutan udara niaga / angkutanudara bukan niaga perusahaan harus memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal perhubungan udara yang memiliki persyaratan sebagai berikut. a).Memiliki akta pendirian badan usaha Indonesia yang usahanya bergerak di bidang angkutan udara niaga berjadwal atau angkutan udara niaga tidak berjadwal dan disahkan oleh Menteri yang berwenang.  b).Menyampaikan surat persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah apabila yang bersangkutan menggunakan fasilitas penanaman modal.  c). Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)  d).Surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;  e).Menyampaikan tanda bukti modal yang disetor  f). Menyampaikan garansi / jaminan bank  g).Menyampaikan rencana bisnis (business plan) untuk kurun waktu minimal 5 (lima) tahun yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut. 1) Jenis dan jumlah pesawat udara yang akan dioperasikan.

a.Angkutan udara niaga berjadwal memiliki paling sedikit 5 (lima) unit pesawat udara dan menguasai 5 (lima) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani; b.

Angkutan udara niaga tidak berjadwal memiliki 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute yang dilayani;

c.Angkutan udara niaga khusus mengangkut kargo memiliki paling sedikit 1 (satu) unit pesawat udara dan menguasai 2 (dua) unit pesawat udara dengan jenis yang mendukung kelangsungan usaha sesuai dengan rute atau daerah operasi yang dilayani.    2). Rencana pusat kegiatan operasi penerbangan (operation base) dan rute penerbangan bagi perusahaan angkutan udara niaga berjadwal sekurang-kurangnya menggambarkan hal-hal sebagai berikut. a.Rencana pusat kegiatan operasi penerbangan (operation base) b.

Keseimbangan rute penerbangan.

c.Peta jaringan rute penerbangan. d.

Rute, frekuensi, rotasi diagram penerbangan dan utilisasi pesawat udara yang akan dilayani secara bertahap selama 5 (lima) tahun.

3). Aspek pemasaran dalam bentuk potensi permintaan pasar angkutan udara sekurang-kurangnya memuat: a.peluang pasar angkutan udara secara umum maupun secara khusus pada rute penerbangan atau daerah operasi yang akan dilayani, meliputi :

- perkembangan jumlah permintaan penumpang atau kargo per tahun untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun terakhir pada rute penerbangan atau daerah operasi yang akan dilayani; - potensi jumlah permintaan penumpang atau kargo per tahun untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan pada rute penerbangan atau daerah operasi yang akan dilayani; - rencana utilisasi pesawat udara secara bertahap selama 5 (lima) tahun ke depan bagi perusahaan angkutan udara niaga tidak berjadwal; danKondisi pesaing yang ada saat ini pada rute penerbangan atau daerah operasi yang akan dilayani.  b.target dan pangsa pasar yang akan diraih, meliputi : segmen pasar yang akan dilayani sesuai dengan bidang usahanya; danPangsa pasar (market share) per tahun yang akan diraih pada masing-masing rute penerbangan atau daerah operasi sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan. 4). Sumber Daya Manusia termasuk teknisi dan awak pesawat udara, sekurangkurangnya memuat tahapan kebutuhan sumber daya manusia langsung maupun tidak langsung menyangkut kualifikasi dan jumlah per tahun untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan.    5). Kesiapan dan kelayakan operasi sekurang-kurangnya memuat : - rencana pengadaan, pemeliharaan dan perawatan pesawat udara - rencana pengadaan fasilitas pendukung operasional pesawat udara - rencana pengadaan fasilitas pelayanan penumpang pesawat udara - rencana pemasaran jasa angkutan udara.

   6). Analisis dan evaluasi dari aspek ekonomi dan keuangan sekurang-kurangnya memuat: a.rencana investasi untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan; b.

proyeksi aliran kas (cashflow), rugi – laba dan neraca untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun ke depan;

2.1.3 Prosedur Pendirian Maskapai Penerbangan Mengenai pengoperasian pesawat udara diatur dalam Pasal 41 Undang-Undang No.1 tahun 2009 dimana setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat. Sertifikat tersebut yaitu sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate) yang diterbitkan  Direktur Jenderal Perhubungan Udara Persyaratan memperoleh air operator certificate (AOC) adalah sebagai berikut : 1. Memiliki izin usaha angkutan udara 2. Lulus dalam sertifikasi teknis dan operasional , sertifikat teknis dan operasional dilakukan untuk memastikan dipenuhi persyaratan-persyaratan teknis dan operasional dalam lampiran keputusan menteri perhubungan nomor KM 22 tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulations (CASR) part 121 atau keputusan menteri perhubungan nomor KM 17 tahun 2003 tentang Civil Aviation Regulations (CASR) part 135. Pada dasarnya proses sertifikasi teknis dan operasional dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan penerbangan dalam memenuhi persyaratan sumber daya yang meliputi sebagai berikut.

a. Kemampuan teknis dan operasional, terdiri dari : - fasilitas kantor, hangar, penunjang pengoperasian; - peralatan kantor, perawatan pesawat udara, penunjang pengoperasian; - pesawat udara; - sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan; - kualifikasi sumber daya manusia -. Manual/buku-buku panduan mutu, keselamatan dan kemanan b. Kemampuan keuangan, terdiri dari : - mampu untuk memulai usahanya; - mampu untuk bertahan selama 6 (enam) bulan ke depan sejak memulai kegiatan. Dalam Prosedur pengajuan permohonan diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sebelum hari dimulainya pengoperasian pesawat udara dan Penyelesaian proses sertifikasi AOC , Direktorat Jenderal Perhubungan udara membagi 5 fase yaitu sebagai berikut. a. Pre-Aplikasi Fase ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemohon telah memiliki sumber daya sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 2002 tentang Civil Aviation Safety Regulations (CASR) Pasrt 135. Apabila pemohon telah dinilai memenuhi persyaratan dan dapat melanjutkan ke fase berikutnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara akan memberikan formulir-formulir sebagai berikut. 1. Pre Application Statement of Interat (Pernyataan Keinginan Pemohon AOC);

2. Certification Job Aids (Panduan Kerja Sertifikasi); 3. Operation Specifications Questionnaire (Daftar Pernyataan Spesifikasi Operasi); 4 Contoh Formal Letter (Contoh Surat Permohonan Resmi). Selanjutnya Direktur Jenderal Perhubungan Udara membentuk Tim Sertifikasi yang paling sedikit terdiri atas 2 orang inspektur operasi pesawat udara. Besar kecilnya Tim tergantung kepada berapa besar rencana perusahaan tersebut yang akan diketahui pada fase Pre-Aplikasi. Tim dipimpin oleh Certification Project Manager, salah satu dari inspektur operasi pesawat udara tersebut.Kepada pemohon juga diminta untuk membentuk Tim sebagai mitra kerja Tim Sertifikasi AOC. b. Aplikasi Formal Pada fase ini, Pemohon mengirim surat permohonan resmi ke Direktur Jenderal Perhubungan Udara sesuai dengan formulir yang telah diberikan pada fase pre-aplikasi dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut. 1. Schedule of Event; 2. Company Manuals (buku-buku panduan perusahaan); 3. Company Training Programs (buku-buku panduan diklat); 4. Management Qualificarion Resume (ringkasan kualifikasi personil kunci); 5. Document of Purchase, Contract of Leasing (dokumen pembelian pesawat, kontrak atau sewa pesawat udara); 6. Initial Compliance Statement (pernyataan awal pemenuhan persyaratanpersyaratan); 7. Neraca Keuangan, dengan posisi tidak boleh lebih dari 60 hari sebelum tanggal permohonan AOC;

8. Projeksi seluruh sumber-sumber dan penggunaan dana selama 6 (enam) bulan ke depan, dihitung dari bulan dimana diperkirakan AOC akan diperoleh. c. Evaluasi Pemenuhan Persyaratan Dokumen Pada fase ini dilaksanakan evaluasi terhadap dokumen sebagai berikut yang merupakan rincian dari dokumen pada fase Aplikasi Formal yaitu sebagai berikut : 1. compliance statement; 2. management qualification; 3. company operating manual; 4. company maintenance manual; 5. company safety manual; 6. dangerous goods manual; 7. station manual; 8. emergency respone manual; 9. aviation security programs; 10.training program manual; 11.operations specifications; 12 aircraft flight manual; 13.aircraft operation manual 14.quick reference handbook; 15.minimum equipment list; 16.charge data list; 17.airport runway analysis; 18.flight attendant manual; 19.flight operation officer manual; 20.maintenance technical manual; 21.kontrak-kontrak pembelian, penyewaan, perawatan, fasilitas station, ground handling, dan lain-lain. d. Demo dan Inspeksi Pada fase ini Tim Sertifikat AOC melakukan pemeriksaan fisik terhadap kebenaran pernyataan-pernyataan dalam dokumen yang diserahkan Pemohon kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Di bidang pengoperasian pesawat udara, dilakukan pemeriksaan fisik terhadap fasilitas pengoperasian di pangkalan utama maupun di stasiun di bandar udara yang disinggahi.Bidang operasi pesawat udara dan perawatan pesawat udara secara bersama-sama memeriksa kelaikan pesawat udara, menyaksikan demo evakuasi darurat dan melakukan proofing flight. e. Penerbitan Sertifikat AOC 1. Waktu Proses Sesuai CASR 121.26 untuk memperoleh AOC, pemohon wajib mengajukan permohonan selambatlambatnya 60 hari sebelum hari dimulainya pengoperasian

pesawat udara.Kebutuhan waktu 60 hari untuk memproses penerbitan AOC ini ditetapkan dengan asumsi bahwa pemohon telah siap dengan seluruh sumber daya yang diperlukan sesuai dengan persyaratan.Bagi Pemohon yang belum siap dengan sumber-sumber daya tersebut harus memperhitungkan “lead time” sebelum mengajukan permohonan AOC.Hal ini dikarenakan untuk mempersiapkan fasilitas, peralatan, buku-buku manual/panduan dapat memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. 2. Surveillance. Setelah pemohon memperoleh AOC, dilaksanakan program pengawasan berkesinambungan (surveillance) oleh Ditjen Hubud dengan cara menempatkan Principal Operation Inspector (POI) / Inspektur Penerbang dan Principal Maintenance Inspector (PMI) / Inspektur Ahli Perawatan Pesawat Udara untuk memastikan bahwa pemegang Sertifikat Operator Penerbangan melaksanakan kegiatannya sesuai dengan manuals (buku-buku panduan) yang telah disetujui Ditjen Hubud. 3. Audit Mutu Setiap 2 tahun sekali Ditjen Hubud melaksanakan audit mutu yang bertujuan untuk memastikan : - sumber daya pemegang AOC, minimum masih sama dan masih memenuhi persyaratan-persyaratan seperti pada saat memperoleh AOC (compliance); - sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan yang telah disetujui Ditjen Hubud. - sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan dijalankan, masih dapat memenuhi kebetuhan;

- apabila temuan-temuan audit mengarah kepada indikasi adanya “system breakdown” (terputusnya sistem dan prosedur jaminan mutu, keselamatan dan keamanan), sistem tersebut segera diperbaiki. 2.2

Tertundanya Penerbangan (Delay)

2.2.1 Pengertian Tertundanya Penerbangan Tertundanya penerbangan atau yang sering disebut Flight Delayed adalah penundaan penerbangan yang dilakukan pihak maskapai dari jadwal yang telah ditetapkan.“Menurut Muzali Arif, tertundanya penerbangan adalah keadaan maskapai penerbangan menunda penerbangan dari jadwal yang sudah ditetapkan karena masalah intern maupun ekstern.” Selanjutnya adalah mengenai masalah teknis, yaitu adalah masalah yang terjadi karena disebabkan oleh kerusakan pada alat transportasi yang di akibatkan oleh alat atau human error dan juga di akibatkan oleh keadaan alam.Masalah teknis merupakan hal yang sering menjadi faktor utama yang menyebabkan tertundanya penerbangan. Selain menyangkut keamanan hal yang sangat penting dalam penerbangan adalah keselamatan, sehingga faktor keselamatan merupakan hal yang harus diutamakan. Dalam hal terjadinya keterlambatan , penumpang biasanya baru mengetahui keterlambatan tersebut secara mendadak padahal pemberitahuan keterlambatan tersebut tidak boleh dilakukan secara mendadak karena akan sangat merugikan penumpang , maka dalam pasal 37 KM No. 25 tahun 2008 menyatakan bahwa setiap keterlambatan

penerbangan

perusahaan

angkutan

niaga

berjadwal

wajib

mengumumkan alasan keterlambatan kepada calon penumpang secara langsung atau

melalui media pengumuman selambat-lambatnya 45 (empat puluh lima) menit sebelum jadwal keberangkatan atau sejak pertama kali diketahui adanya keterlambatan. 2.2.2 Alasan Tertundanya Penerbangan Adapun

beberapa penyebab terjadi tertundanya penerbangan adalah sebagai

berikut. 1. Kerusakan sistem, yakni keadaan penundaan penerbangan yang disebabkan oleh kerusakan sistem check in. Kerusakan seperti ini menyebabkan proses check in harus dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. 2. Kendala operasional, yakni kerusakan pada pesawat yang menyebabkan harus ditundanya penerbangan. Jika maskapai memiliki pesawat pengganti maka penundaan akan terselesaikan dan tidak mempengaruhi penerbangan lainnya. Penundaan pesawat juga disebabkan karena adanya perubahan pesawat dengan tipe berbeda setelah proses check in berlangsung. Perubahan ini mengharuskan perubahan penentuan tempat duduk pada beberapa atau sebagian besar penumpang. 3. Kondisi khusus, yakni kondisi yang terjadi pada bandara tujuan dalam status keamanan tingkat tinggi, yang biasanya harus steril karena digunakan untuk penerbangan VIP. Contoh saat Presiden Amerika berkunjung ke Bali, semua penerbangan ke Bali pada slot waktu sebelum kedatangan tamu VIP itu akan ditunda. Kondisi khusus bisa terjadi jika terdapat isu keamanan di bandara asal atau tujuan. 4. Kelakuan penumpang, kelakuan yang dapat menyebabkan tertundanya penerbangan oleh penumpang misalnya seperti tidak datang tepat waktu di ruang tunggu,

membawa bagasi bagin terlalu besar sehingga harus memindahkannya ke bagasi pesawat, tetap menggunakan pesawat telephone saat pesawat take off. 5. Keadaan alam, dimana keadaan seperti ini tidak memungkinkan pesawat untuk melakukan penerbangan karena cuaca yang buruk. Hal seperti ini tidak dapat di sepelekan karena menyangkut faktor keselamatan penerbangan. Dari beberapa penyebab tertundanya penerbangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tertundanya penerbangan merupakan keadaan dimana maskapai penerbangan melakukan penundaan penerbangan dari jadwal yang telah ditetapkan dikarenakan masalah intern maupun ekstern sehingga penerbangan tersebut harus ditunda.Masalah yang menyebabkan tertundanya penerbangan merupakan hal yang sangat merugikan semua pihak, khususnya penumpang. Akibat tertundanya penerbangan tersebut dipastikan akan merembet ke semua rute terkait khususnya untuk penerbangan koneksi berikutnya. 2.2.3 Akibat Terjadi Tertundanya Penerbangan (Delay) Dalam kenyataannya banyak perusahaan yang selalu melakukan penundaan dan pembatalan penerbangan sehingga menyebabkan jadwal penerbangan tidak sesuai dengan ketepatan waktu dalam penerbangan , yang berdampak pada perkembangan bisnis transportasi udara yang merupakan salah satu pendukung pertumbuhan ekonomi bangsa Akibat Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya sehingga banyak masyarakat yang merasa di rugikan dan hilangnya kepercayaan atas tertundanya penerbangan.

Mengenai kewajiban pengangkut kepada penumpang akibat keterlambatan atau (delay) diatur dalam Pasal 146 undang-undang No. 1 tahun 2009 dan pasal 2 huruf (e) permenhub RI No.77 tahun 2011, yang menyatakan dalam pasal 146 undang-undang No. 1 tahun 2009 bahwa Penerbangan mengatur pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional .Dengan demikian pengangkut tetap bertanggung jawab terhadap penumpang yang menderita kerugian akibat keterlambatan angkutan udara. Ketentuan pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengangkut udara tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena keterlambatan pengangkutan penumpang, bagasi atau barang, kecuali kalau ada persetujuan lain dari perusahaan penerbangan. Dengan adanya suatu persetujuan, maka pengangkut udara dapat terbebas dari tanggung jawab atau dengan kata lain tanggung jawab perusahaan maskapai memiliki batas-batas tertentu. Bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan memberikan ganti kerugian kepada setiap penumpang dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai bentuk tanggung jawab atas terjadinya keterlambatan penerbangan yang telah dijadwalkan sebelumnya yang diatur dalam pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang berisi sebagai berikut. 1. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.00,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang.

2. Di berikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir. Bahkan dalam undang-undang penerbangan soal kompensasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 36 peraturan menteri perhubungan nomor KM No. 25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara bagi penumpang yang dirugikan wajib member kompensasi dan informasi yang jelas jika jadwal keberangkatan tertunda untuk keterlambatan 30-90 menit , maskapai wajib memberikan makanan dan minuman ringan. Untuk keterlambatan 90 menit hingga 180 menit , kompensasinya makan besar dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya bila diminta. Sedangkan jika delay di atas 180 menit,maskapai wajib memberikan fasilitas akomodasi hingga oenumpang diangkut ke penerbangan pada hari berikutnya , untuk pembatalan

penerbangan

karena

kesalahan

pihak

maskapai

,

penumpang

dimungkinkan mengambil akomodasi hingga hari berikutnya atau meminta kembali tiket secara penuh (refund). Selain ganti kerugian terhadap keterlambatan pesawat juga diatur tentang ganti kerugian akibat terjadinya kecelakaan pesawat dan kehilangan barang bagasi penumpang yang diakibatkan oleh kesalhan yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan. 2.3

Penumpang

2.3.1 Pengertian Penumpang Dalam undang-undang pengangkutan dipakai istilah penumpang untuk pengangkutan orang tetapi rumusan mengenai penumpang secara umum tidak diatur dan dalam Undang-undang No.15 Tahun 1992 tentang penerbangan, Lembaran Negara

No.53 Tahun 1992 tentang penerbangan, Lembaran Negara No.53 Tahun 1992 tidak dijumpai rumusan pasal mengenai pengguna jasa. Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan orang, Taufik Soekarno berpendapat bahwa penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut.Dal am perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian, dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.“Sedangkan menurut Zainal Amsah, pengertian penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut atau semua orang atau badan hukum pengguna jasa angkutan, baik angkutan darat, udara, laut, dan kereta api. Pengertian penumpang diatas jika dikaitkan dengan penumpang angkutan udara, menurut Suherman E. Adi, menyatakan bahwa dalam penerbangan teratur (schedule) definisi penumpang adalah setiap orang yang diangkut dengan pesawat udara oleh pengangkut berdasarkan suatu perjanjian angkutan udara dengan atau tanpa bayaran. Sedangkan “menurut Hartono H. Soeprapto, penumpang pesawat udara adalah pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan perusahaan penerbangan, penumpang bersedia membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa penumpang ke tempat tujuan. Dan berdasarkan draft convention September 1964 pernah dirumuskan tentang defenisi penumpang di mana disebutkan bahwa penumpang adalah setiap orang yang diangkut dalam pesawat udara, kecuali orang yang merupakan anggota awak pesawat, termasuk pramugara atau pramugari. Berikutnya “menurut Achmad Iskan penumpang pesawat udara adalah pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan perusahaan penerbangan.Penumpang bersedia

membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa penumpang ke tempat tujuan. Dari pengertian penumpang diatas dapat penulis simpulkan pengertian penumpang angkutan udara adalah setiap orang yang diangkut menggunakan pesawat udara berdasarkan suatu perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban, dimana penumpang bersedia membayar harga tiket dan pengangkut sanggup membawa penumpang ke tempat tujuan atau terminal tujuan. 2.3.3. Jenis-jenis Penumpang Pada umumnya penumpang dibagi menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut. a. Penumpang Domestik, yakni penumpang yang melakukan penerbangan dari suatu kota ke kota lain dalam satu wilayah atau Negara. b. Penumpang Internasional, yakni penumpang yang melakukan penerbangan dari satu Negara ke Negara lain. Adapun jenis – jenis penumpang menurut Majid Probo adalah sebagai berikut. a. Penumpang Biasa, yakni penumpang yang dapat melakukan perjalanan dan melakukan proses keberangkatan sendiri tanpa membutuhkan bantuan siapapun. b. Penumpang Khusus, yakni penumpang yang memiliki kondisi fisik dan mental, status social ekonomi, kedudukan, jabatan, pengaruhnya dikarenakan latar belakang penumpang yang bersangkutan. 2.3.3 Hak Dan Kewajiban Penumpang Hukum memberikan hak serta kewajiban

kepada penumpang , untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada penumpang selaku konsumen , dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat

merugikan konsumen itu sendiri. Maka Mengenai hak dan kewajiban penumpang di atur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang perlindungan konsumen yaitu : 1. Hak Penumpang Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara yang telah ditunjuk atau dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang bersangkutan.Di samping itu juga penumpang atau ahli warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan penerbangan atas pesawat udara yang bersangkutan. Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima dokumen yang menyatakannya sebagai penumpang, mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam proses pengangkutan dan lain-lain. 2. Kewajiban Penumpang Dalam perjanjian angktan udara , kewajiban utama penumpang adalah mematuhi seluruh aturan penerbangan maka penumpang dalam memperoleh haknya juga harus melaksanakan kewajiban yaitu : a. membayar uang angkutan, kecuali ditentukan sebalinya b. mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari pegawaipegawainya yang berwenang untuk itu c. menunjukan tiketnya kepada pegawai-pegawai pengakut udara setiap saat apabila diminta d. tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat-syarat umum perjanjian angkutan muatan udara yang disetujuinya

e. memberitahukan kepada pengangkut tentang barang – barang berbahaya atau terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan, termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya Sedangkan menurut Aflah Lubis memberikan pendapat mengenai hak dan kewajiban penumpang angkutan udara. Berikut hak dan kewajiban penumpang tersebut: 1. hak penumpang angkutan udara adalah : a) mendapatkan pelayanan yang baik dalam membeli tiket atau karcis pesawat. b) mendapatkan pelayanan yang baik selama perjalanan dalam penerbangan. c) mendapatkan santunan dari pihak pengangkut apabila terjadi kecelakaan. d) menuntut ganti kerugian apabila pihak pengangkut merugikan penumpang. 2. kewajiban penumpang angkutan udara adalah: a) membeli tiket atau karcis pesawat . b) mematuhi peraturan yang diperintahkan pihak pengangkut demi kelancaranselama penerbangan atau perjalanan.