BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

Download mempersiapkan data hujan. - pengujian data hujan dan data hujan yang hilang pada hujan titik dan rerata daerah. - kedalaman-durasi-intensit...

0 downloads 510 Views 2MB Size
BAB III HUJAN DAN ANALISIS HUJAN

Novitasari,ST.,MT

Kompetensi kompetensi: Hidrologi Terapan merupakan matakuliah untuk

memahami tentang aplikasi hidrogi terapan dan aplikasinya dalam rekayasa teknik sipil. Sub kompetensi: Mahasiswa mampu - Menjelaskan pengertian hujan & proses pembentukannya - mempersiapkan data hujan - pengujian data hujan dan data hujan yang hilang pada hujan titik dan rerata daerah - kedalaman-durasi-intensitas hujan, cara menghitung hujan rerata meliputi :- Pengertian Umum - Proses Pembentukan Hujan - Durasi dan Intensitas Hujan - Pengukuran Hujan - Pengujian Data Hujan

1

Hujan & Pengertiannya  Hujan adalah air yang berasal dari awan hujan yang berkondensasi yang jatuh kepermukaan tanah  Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow). Hujan juga disebut presipitasi  Dua syarat yang harus dipenuhi pada proses pembentukan hujan: 1. tersedianya udara lembab. 2. tersedianya sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke atas, sehingga terjadi kondensasi.

Hujan Konvektif

Pada daerah tropis di musim kemarau terjadi hujan dengan intensitas tinggi, durasi singkat dan pada daerah yang relatif sempit

2

Hujan Siklonik

Intensitas sedang, durasi lama dan pada daerah yang luas

Hujan Orografik

Adanya pegunungan yang menyebabkan terdapat dua daerah yang disebut daerah hujan dan daerah bayangan hujan

3

Durasi dan Intensitas Hujan Durasi hujan adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan (laju hujan) yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi yang pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliput daerah luas jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang.

Hubungan derajat hujan dengan intensitas hujan Intensitas curah hujan (mm/mnt)

Kondisi

Hujan sangat lemah

< 0,02

Tanah agak basah atau dibasahi sedikit

Hujan lemah

0,02 – 0,05

Tanah menjadi basah semuanya, tapi sulit membuat puddel, bunyi curah hujan kurang terdengan.

Hujan Normal

0,05 – 0,25

Tanah menjadi basah semua dan dapat membuat puddel, curah hujan cukup terdengar.

Hujan deras

0,25 – 1,00

Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan terdengar dari genangan.

>1,00

Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan drainasi meluap.

Derajat Hujan

Hujan sangat deras

4

Hubungan sifat hujan dengan intensitas curah hujan Sifat hujan (keadaan curah hujan)

Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan normal Hujajn lebat Hujan sangat lebat

Intensitas curah hujan (mm) Per jam

Per 24 jam

<1 1–5 5 – 10 10 – 20 > 20

<5 5 – 20 20 – 50 50 – 100 > 100

Ukuran, massa dan kecepatan jatuh butir hujan Jenis Hujan Gerimis

Diameter Bola (mm)

Massa (mg)

Kecepatan Jatuh (m/dt)

0,15

0,0024

0,5

0,5

0,065

2,1

Hujan Normal Lemah Deras

1 2

0,52 4,2

4,0 6,5

Hujan sangat deras

3

14

8,1

Hujan Halus

5

Pengukuran Hujan  Untuk melakukan pengukuran hujan tersebut diperlukan alat pengukur hujan (raingauge)  Dalam pemakaian terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu : 1. Penakar hujan biasa (manual raingauge) 2. Penakar hujan otomatik (automatic raingauge)

Penakar Hujan Biasa (Manual Raingauge)  Penakar hujan biasa terdiri dari bejana dan corong seluas 200 cm2 yang dipasang setinggi 120 cm dari permukaan tanah. Pengukuran hujan jenis ini terdiri dari tiga bagian alat, yaitu : corong (orifice), bejana pengumpul dan batang ukur (deep stick).

Corong (orifice) Batang ukur

Bejana Tampung

6

7

Penakar Hujan Otomatik (automatic raingauge) Dalam suatu analisis hujan lanjutan, umumnya tidak hanya diperlukan data hujan kumulatif harian saja, akan tetapi juga diperlukan agihan hujan jamjaman (hourly distribution) atau bahkan yang lebih pendek lagi

8

ketentuan dari WMO (World Meteorological Organization)  Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil mungkin dan terhindar dari pengaruh penangkapan air hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan  Penempatan setasiun hujan hendaknya berjarak minimum empat kali tinggi rintangan terdekat  Lokasi di suatu lereng yang miring ke satu arah tertentu hendaknya dihindarkan  Penempatan corong penangkap hujan diusahakan dapat menghindari pengaruh percikan curah hujan ke dalam dan disekitar alat penakar sebaiknya ditanami rumput atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau sejenisnya.

Pengujian Data Hujan Langkah-langkah yang diperlukan dalam analisis hujan adalah : 1. Kelengkapan data 2. Kepanggahan data (consistency) 3. Cara analisis

9

KELENGKAPAN DATA  membiarkan saja data yang hilang tersebut, karena dengan cara apapun data tersebut tidak akan dapat diketahui dengan tepat.  Bila dipertimbangkan bahwa data tersebut mutlak diperlukan maka sebelum perhitungan dilakukan terlebih dahulu melengkapi data curah hujan yang hilang tersebut dengan berbagai cara.

Kelengkapan Data Pada Hujan DAS (Catchment Rainfall)

 Normal Ratio Method dan  Reciprocal Method

10

F G

E Kranggan

D

C

Mendu Borobudur t

A

B

Dumet

Stasiun Pengukuran Hujan (Rainfall Station) Stasiun Pengukuran Tinggi Muka Air (AWLR Station)

Normal Ratio Method 1 N P N P N P Px   X A  X B  ...... X n  n  NA NB Nn  dimana :  PX = data hujan yang hilang (mm)  NX = hujan tahunan normal pada stasiun X (pada stasiun yang dicari)  PA, PB, dan Pn = data hujan yang diketahui pada stasiun A, B, dan C  NA, NB, dan Nn = hujan tahunan normal pada stasiun A, B, dan C  N = jumlah stasiun hujan yang data hujannya tersedia

11

Reciprocal Method 1 Px 

(D

XA

)

2

1 (D

  

PA 

XA

)2

1 (D 

XB

(D

) 1 XB

2

PB 

)2

1

( D XC ) 2 1  ( D XC ) 2

PC

dimana : PX = data hujan yang hilang (mm) DXA, DXB, DXC = Jarak antara stasiun hujan X (yang data hujannya hilang) dengan stasiun hujan A, B, C

KEPANGGAHAN DATA Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu dimungkinkan sifatnya tidak panggah (inconsistent). Data semacam ini tidak bisa langsung dianalisis, karena sebenarnya data didalamnya berasal dari populasi data yang berbeda

12

Sebab ketidakpanggahan •





Alat ukur yang diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau alat yang sama akan tetapi dipasang dengan patokan ukuran yang berbeda Alat ukur dipindahkan dari tempat semula akan tetapi secara administrasi nama stasiun tersebut tidak diubah, misalnya karena masih dalam satu desa yang sama Alat ukur sama, tempat tidak dipindahkan, akan tetapi lingkungan yang berubah, misalnya semula dipasang di tempat yang ideal (sesuai dengan syarat-syarat yang sudah dujelaskan pada bab terdahulu), kemudian berubah karena adanya bangunan atau pepohonan yang terlalu besar disekitarnya

Uji Kepanggahan  Uji kepanggahan (konsistensi) data digunakan untuk mengetahui kepanggahan terhadap suatu seri data yang diperoleh. Cara pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kurva ganda (double mass analysis)  karena kekurangan jumlah stasiun sehingga dalam praktek hanya menggunakan minimum 3 stasiun acuan

13

double mass curve

Kum ulatif Rata-Rata Hujan dari Stasiun Sekitar

Suatu seri data yang panggah, grafik akan membentuk garis lurus dengan landai (slope) tertentu. 35 30 25 20 15 10 5 0

0

10

20

30

40

Kum ulatif Hujan Stasiun X

16 14 Stasiun Sekitar

Kumulatif Hujan Rata-Rata dari

Suatu seri data yang tidak panggah, grafik yang terbentuk suatu garis yang berubah kelandaiannya pada suatu titik tertentu. 12 10 8 6 4 2 0 0

5

10

15

20

25

Kumulatif Hujan Stasiun X

14

Faktor Koreksi  Data yang tidak panggah dapat dikoreksi dengan mangalikan faktor koreksi sebesar :

 

S1 S2

 dengan :  S1 = landai sesudah perubahan  S2 = landai sebelum perubahan

Contoh Uji Konsistensi Tahun

Curah Hujan X

Depok

Sawangan

Darmaga

1985

3164

2882

3164

3603

1986

3989

2891

3989

4234

1987

2437

2093

2437

3488.9

1988

2368

2167

2368

3173.6

1989

2352

2360

2352

3998.6

1990

2189

2928

2189

4455.3

1991

1577

2348

1577

3145.1

1992

2487

2487

2487

4777.6

1993

1985

2074

1985

4279.7

1994

1592

2348

1592

4153.4

1995

2156

3163

2156

4514.7

1996

2290

2959

2290

4721.2

1997

1778

1558

1778

2848.9

1998

2640

2754

2640

4422.5

15

Langkah-langkah 1. Hitung Hujan Rerata dari sta Depok, Sawangan dan Darmaga 2. Hitung nilai kumulatif stasiun yang dicari (sta X) 3. Hitung nilai kumulatif dari sta Depok, Sawangan dan Darmaga 4. Gambar Grafik hubungan langkap (2) dan (3) 5. Perbandingan kemiringan baru dan lama 6. Data sebelum grafik patah dikoreksi dengan faktor pada langkah (5)

Menentukan Kumulatif Hujan

Rata-rata 3 stasiun (depok, sawangan dan darmaga)

Kumulatif Sta X

Kumulatif 3 Stasiun (depok, sawangan dan darmaga)

3216

3164

3216

3705

7153

6921

2673

9590

9594

2570

11958

12164

2904

14310

15067

3191

16499

18258

2357

18076

20615

3251

20563

23865

2780

22548

26645

2698

24140

29342

3278

26296

32620

3323

28586

35944

3272

33004

41278

16

Grafik Hubungan Hujan Kumulatif 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 3216 6921 9594 12164 15067 18258 20615 23865 26645 29342 32620 35944 38005 41278

ANALISIS HUJAN DAS Beberapa cara yang bisa digunakan untuk menghitung hujan DAS adalah  cara rerata aljabar,  polygon thiessen dan  isohyet

17

Rerata Aljabar/Rata-rata Aljabar Salah satu cara sederhana uintuk menghitung ketebalan hujan rerata pada suatu DAS adalah caracara aljabar atau rerata hitung (arithmetic mean)

xDAS 

x A  xB  xC  xD  xE  xF  xG n

dimana : xC = Hujan DAS pada tahun/bulan tertentu n = jumlah stasiun dalam DAS xA xB xD xE xF xG = tinggi hujan pada stasiun A, B, D, E, F, dan G pada tahun yang sama

Polygon Thiessen (Thiessen Polygon Method) Stasiun 1 A B C D E F G

Pi 2 PA PB PC PD PE PF PG

ΔA 3 AA AB AC AD AE AF AG A =  ΔA

 i = ΔA / A 4 A B C D E F G

 i. P i 5=2x4 A .PA B .PB C .PC D .PD E .PE F .PF G .PG   .P

18

G

G AG

F

F AF E

E

AE D

D AD AC

C

C AB B

B AA

A

A

Stasiun Pengukuran Hujan (Rainfall Station)

Cara Isohyet (Isohyet Method) Stasiun 1 I II III IV V VI

Pi 2 P1 P2 P3 P4 P5 P6

ΔA 3 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A =  ΔA

 i = ΔA / A 4 1 2 3 4 5 6

 i. P i 5=2x4 1.P1 2 .P 2 3 .P 3 4 .P4 5 .P5 6 .P6   .P

19

A6.P6

G

F P5 = (PE + PF ) / 2 A5.P5

E

A4.P4

D

C A3.P3 B A2.P2 A

Stasiun Pengukuran Hujan (Rainfall Station)

A1.P1

Kesimpulan Analisis Hujan DAS  Cara I (Rerata Aljabar) : paling mudah dan sederhana tetapi hasilnya tidak teliti. hanya baik digunakan pada daerah yang relatif datar, serta jaringan pengukuran hujan teratur dan data dari masing-masing stasiun tidak jauh berbeda dari angka rataratanya.  Cara II (Polygon Thiesesen) : memberikan hasil yang lebih baik dengan memperhatikan daerah yang mempengaruhi dari masing-masing stasiun, tetapi kerugian/kelemahan cara ini adalah kurang fleksibel apabila terjadi perubahan jumlah stasiun.  Cara III (Isohyet) : cara yang terbaik, yang memungkinkan seseorang memasukkan ilmu dan pengalamannya dalam menggambarkan garis isohet, sehingga pengaruh distribusi hujan dapat dimasukkan.

20