direktorat pengelolaan b3 - Kementerian Lingkungan Hidup dan

dan Penghapusan Merkuri. • Draft SOP (standard operating procedure) dan Pedoman Teknis. Pembatasan B3. • Draft PCBs (polychlorinated biphenyls) Offici...

7 downloads 761 Views 2MB Size
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

A

Penanggung Jawab:

Ir. Yun Insiani, M.Sc. Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Tim Penyusun:

t "TFQ4FUJBXBO 41U .4D Kasie. Pertambangan Energi Minyak dan Gas t :BTJO)FSNBOTZBI 45 .4J Kasie. Pengembangan t .VMJBOJ 41J .4J Kasie. Kategorisasi t "JTZBI4ZBGFJ 45 .,,, Kasie. Penghapusan t 4BSEJOP KaSubbag Tata Usaha t 'Jm%XJ1SBUJXJ .4J

Tim Editor:

t %ST1VSXBTUP4BSPQSBZPHJ .4D KaSubdit. Penerapan Konvensi B3 t %SB-JFT,VTVNBTUVUJ .4J KaSubdit. Pengendalian B3 t *S3JB3PTNBZBOJ%BNPQPMJJ .4J KaSubdit. Inventarisasi Penggunaan B3 t &EXBSE/JYPO1BLQBIBO 45 .4D 1I% KaSubdit. Penanganan B3

Desain & Tata Letak: t "OUPO4ZBISJ[BM'BUPOJ t 3J[LJ%JBOJ

B

B U K U TA H U N A N 2 015

DAFTAR

ISI

I. PENDAHULUAN a.

b. c.

Kata Pengantar, “Salam Hangat” Struktur Organisasi, “The ‘A’ Team” Mengenai Direktorat Pengelolaan B3, “Inilah Kami”

II. CATATAN PERJALANAN 2015 a.

b. c. d. e. f. g. h. i.

Rangkuman Pencapaian 2015, “2015 Dalam Angka” Kebijakan & Peraturan Pengelolaan B3, “Fondasi Kuat Untuk Hasil Optimal” Sistem Informasi Tata Kelola B3, “Terbuka & Terintegrasi” Registrasi & Notifikasi B3, “Meningkatkan Kontrol Impor & Ekspor B3” Rekomendasi Pengangkutan B3, “Mengangkut Dengan Tepat & Bertanggung Jawab Inventarisasi & Pemantauan Pengelolaan B3, “Mengungkap Fakta dari Lapangan” Bimbingan Teknis B3, “Konsisten Meningkatkan Kapasitas” Implementasi Konvensi & Kerja Sama Internasional, “Mentransformasi Rencana Menjadi Aksi” Penanganan B3, “Peningkatan Penanganan B3, Penting!

III. EVALUASI & RENCANA KE DEPAN a.

b.

Analisis Capaian Kinerja, “Sasaran VS Pencapaian” Rencana 2016 “Untuk Pengelolaan B3 Yang Lebih Baik”

3 5 7

10 12 15 16 23 27 40 42 49

56 60

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

1

2

B U K U TA H U N A N 2 015

SALAM

)"/("5 Tahun 2015 telah kami lalui dengan bekerja keras untuk mengejar perbaikan lingkungan hidup melalui pengembangan sistem pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang aman. Dengan harapan risiko terjadinya dampak negatif dari B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk lain pun dapat diperkecil. Dalam mewujudkan hal tersebut, berbagai kendala harus kami lalui. Namun, berbagai terobosan dilakukan oleh keempat sub direktorat kami agar sasaran dan target kerja Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat tercapai. Buku tahunan ini memaparkan gambaran objektif berbagai kegiatan, kebijakan, dan pencapaian Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang telah dilakukan pada periode Mei hingga Desember 2015. Walaupun belum menjabarkan secara detail, kami berharap buku tahunan ini dapat memberikan gambaran komprehensif dan menyeluruh atas kinerja kami dalam jangka waktu tersebut. Kami juga berharap buku tahunan ini akan bermanfaat bagi pelaksana program lingkungan hidup di seluruh Tanah Air dan segenap stakeholders untuk mengoptimalkan peran serta mereka dalam perbaikan lingkungan hidup. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pejabat dan staf Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atas dukungan dan kerja samanya dalam pencapaian dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan direktorat ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan arahannya serta meridhoi usaha-usaha yang telah dilaksanakan. Amin. Jakarta, 10 Januari 2016

Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ir. Yun Insiani, M.Sc.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

3

Kerja sama yang kuat dan selaras untuk mencapai hasil yang optimal.

4

B U K U TA H U N A N 2 015

A"

THE

TEAM

Ir. Yun Insiani, M.Sc. Direktur Pengelolaan B3

%ST1VSXBTUP4BSPQSBZPHJ .4D Kepala Sub Direktorat Penerapan Konvensi

%SB-JFT,VTVNBTUVUJ .4J Kepala Sub Direktorat Pengendalian B3

*S3JB3PTNBZBOJ%BNPQPMJJ .4J Kepala Sub Direktorat Inventarisasi Penggunaan B3

&EXBSE/JYPO1BLQBIBO 45 .4D  1I% Kepala Sub Direktorat Penanganan B3

DIRE K TOR AT PE NG E LOL A AN BAHAN BE RBAHAYA DAN BE R ACU N

SU BBAG TATA USAHA

S U B DI R E K TOR AT PE N E R APAN KONVE N S I BAHAN B E R BAHAYA DAN B E R ACU N

SU B DI RE K TOR AT I NVE NTARISA S I PE NGG U NA AN BAHAN B E R BAHAYA DAN B E R ACU N

SU BDIRE K TOR AT PE NG E NDALIAN BAHAN BE RBAHAYA DAN B E R ACU N

SE K SI E VALUA SI

SE K SI K ATEGORISA SI

SE K SI PE NG EM BANGAN

SE K SI VE RIVIK A SI

KE LOM POK JABATAN FU NGSIONAL

SU BDIRE K TOR AT PE NANGANAN BAHAN BE RBAHAYA DAN B E R ACU N

SE K SI M AN U FAK TU R JA SA KESE HATAN PE RTANIAN

SE K SI PE M BATA SAN

SE K SI PE RTA M BANGAN MINYAK DAN GA S

SE K SI PE NG HAPUSAN

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

5

Berkomitmen melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 6

B U K U TA H U N A N 2 015

INILAH KAMI

SIAP MENJAWAB

5"/5"/("/(-0#"Di sisi lain, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat telah meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup manusia. Pemakaian produk berbasis kimia serta bahan berbahaya dan beracun (B3) telah meningkatkan produksi sampah dan limbah B3. Kondisi tersebut menuntut dikembangkannya sistem tata kelola yang aman, dengan risiko yang kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Kami Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dipercaya melaksanakan penyiapan perumusan,

pelaksanaan, koordinasi, sinkronisasi kebijakan, bimbingan teknis, evaluasi bimbingan teknis, supervisi pelaksanaan urusan di daerah bidang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Dalam membuat kebijakan dan menyusun rencana kerja, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2015 – 2019, serta Rencana Kerja Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya TA 2015.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

7

INILAH KAMI

DEMI PEMBANGUNAN

#&3,&-"/+65"/ Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki visi mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dan kehutanan dengan menjadikan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai institusi yang andal dan proaktif, serta berperan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau. Mengacu pada tugas pokok dan latar belakang Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta mencermati fenomena yang ada, maka kami memiliki visi dan misi sebagai berikut:

VISI MISI

'6/(4*

8

Pengelolaan B3 yang berwawasan lingkungan guna melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dalam rangka tercapainya pembangunan berkelanjutan.

1. Mendorong penerapan siklus daur hidup (life cycle analysis) dalam pengelolaan B3 2. Melaksanakan administras, pemantauan, dan pengawasan pengelolaan B3 dengan menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, adil, dan bertanggung jawab 3. Melaksanakan aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan B3 4. Mendorong penguatan kapasitas serta sistem informasi tata kelola B3 yang efisien dan efektif 5. Berperan aktif dalam kerjasama dan perjanjian internasional dengan mengutamakan kepentingan nasional

Visi dan misi tersebut merupakan perwujudan dari fungsi-fungsi Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, yaitu: 1. Penyiapan perumusan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 3. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 4. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 6. Supervisi atas pelaksanaan urusan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun, 7. Pelaksanaan adminitrasi direktorat.

B U K U TA H U N A N 2 015

INILAH KAMI

SASARAN

453"5&(*4

Dalam upaya pencapaian visi dan pelaksanaan misinya, setiap pelaksanaan program dan kegiatan Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dan Renstra Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan dengan berkurangnya risiko akibat paparan B3. Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun memiliki 6 (enam) sasaran strategis sebagai berikut:

6 (ENAM) SASARAN STRATEGIS

1 2 3

Pengembangan kebijakan dan peraturan di bidang pengelolaan B3 Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan pengelolaan B3

Kajian dan pengembangan teknologi pengelolaan B3

4 5 6

Pengembangan sistem informasi tata kelola B3

Peningkatan kapasitas dan bimbingan teknis pengelolaan B3 Implementasi konvensi dan kerja sama luar negeri pengelolaan B3

STRATEGI EMPAT PILAR Perangkat Kebijakan Strategis

Pelaksanaan Kebijakan Operasional

Peningkatan Kapasitas

Kemitraan dan Kerja Sama Luar Negeri

1 2 3 4 TARGET!

Terkelolanya bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar

KVUBUPO dan terus meningkat setiap tahunnya

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

9

2015 DALAM ANGKA

4

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

%PLVNFO ,FCJKBLBO

3

t %PLVNFO,BKJBO1FNVUBLIJSBO Konsep Pengaturan RPP B3 t Draft revisi Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 t Draft Mekanisme Pengelolaan Merkuri Pada Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia t Draft Konsep NIP (National Implementation Plan) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri

PENCAPAIAN DAN EVALUASI

Draft 1FEPNBO

t Draft SOP (standard operating procedure) dan Pedoman Teknis Pembatasan B3 t Draft PCBs (polychlorinated biphenyls) Official Guidance t Draft Instrumen Ekonomi dan Skema Insentif

5&36,63

REGISTRASI B3 OUTPUT

1.993 surat permohonan B3

diterima Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun pada 2015.

117 merupakan jenis B3 yang dapat

dipergunakan,

151 adalah jenis B3 baru, dan 25 adalah jenis B3 terbatas.

25 juta ton B3 diimpor ke Indonesia.

1) Buku Direktori Database Perusahaan B3 Teregister & Pengangkutan Terekomendasi Tahun 2015 2) Buku Petunjuk Teknis Tata Cara Registrasi, Notifikasi, dan Pengangkutan B3 3) Status Kategorisasi B3 Teregister Tahun 2015 4) Laporan Evaluasi Verifikasi B3 Teregister Tahun 2015

(Sumber: Data Perhitungan Laporan Rencana Realisasi Impor)

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGGUNAAN B3

Pada tahun 2015, telah dilakukan pemantauan B3 terhadap 10 perusahaan importir distributor dan importir produsen paraquat dichloride technical. Mereka umumnya merupakan produsen pestisida, herbisida, dan insektisida.

23

nama dagang atau produk herbisida berbahan baku paraquat dichloride technical telah mendapatkan izin dari Kementerian Pertanian.

10

B U K U TA H U N A N 2 015

2015 DALAM ANGKA

SISTEM INFORMASI TATA KELOLA B3 DAN POP

PENANGANAN B3

Pengembangan dan pembangunan sistem informasi tata kelola B3 dan POP (persistent organic pollutant) telah dilakukan. Kini, kami memiliki website sib3pop. menlhk.go.id yang dapat menjadi portal informasi publik mengenai kegiatan penggunaan dan penanganan bahan beracun dan berbahaya (B3) dan POP di Indonesia. Ini merupakan implementasi dari mandat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 19 Tahun 2009 (Pengesahan Konvensi Stockholm), UU No. 10 Tahun 2013 (Ratifikasi Konvensi Rotterdam), dan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

UNTUK KINERJA YANG

33

penambang rakyat dari provinsi telah menandatangani Deklarasi “Bebas Merkuri Menuju Formalisasi Penambangan Emas Skala Kecil (PESK)” Kajian dampak merkuri terhadap kesehatan dan lingkungan dilakukan di 2 lokasi, yaitu ,BCVQBUFO #BOZVNBT dan -FCBL.

KERJA SAMA DAN PERAN AKTIF DI TINGKAT GLOBAL

t t t t t

yang dapat digunakan

22

dan adalah bahan kimia baru yang terbatas digunakan. (Sumber: Data Bahan Kimia Impor Baru Teregistrasi, Januari - Desember 2015)

LEBIH BAIK

UPAYA PENGHAPUSAN MERKURI 33

151 bahan kimia impor telah dikaji. Sebanyak 38 merupakan bahan kimia baru, 16 di antaranya adalah bahan kimia baru

KEGIATAN PENGHAPUSAN PCBS t Feasibility Study Fasilitas Pemusnahan PCBs, t -PLBLBSZB,FCJKBLBO1FOBOHBOBO1$#TEJ*OEPOFTJB t Training of Trainer (TOT) mengenai Analisis dan Inventori PCB t 1FOZVTVOBOdraft Instrumen Ekonomi dan Skema Insentif, dan pembangunan website pcbfreeIndonesia.com

*NQMFNFOUBTJ,POWFOTJ4UPDLIPMN *NQMFNFOUBTJ,POWFOTJ3PUUFSEBN ,POWFOTJ.JOBNBUBUFOUBOHNFSLVSJ Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM) ,FSKB TBNB CJMBUFSBM MBJOOZB UFSLBJU EFOHBO QFOHFMPMBBO CBIBO LJNJB TFQFSUJ kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang dan KEMI Swedia

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

11

KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3

FONDASI KUAT UNTUK

)"4*-015*."Di tahun lalu, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) telah melaksanakan berbagai program dan kegiatan terkait penyusunan kebijakan dan peraturan

Langkah awal untuk mendukung kebutuhan pengelolaan B3 dengan tepat

pengelolaan B3. Tujuannya tentu adalah agar kita memiliki landasan kebijakan dan peraturan yang tepat, kuat, dan akomodatif terhadap kebutuhan pengelolaan B3 yang optimal.

Penyusunan Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3 Penyusunan kajian ini merupakan bagian dari proses revisi PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3. Melibatkan beberapa pakar, topik-topik utama yang dibahas dalam penyusunan Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3 adalah sebagai berikut: 1. Perlu ditetapkan definisi untuk setiap siklus pengelolaan B3 seperti siklus yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 58. Undang-undang tersebut mengatakan, “Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3”, 2. Pemetaan kewenangan sektor dalam pengelolaan B3, 3. Pendefinisian B3 untuk dicantumkan dalam RPP Pengelolaan B3. Definisi B3 adalah bahan kimia, baik berupa senyawa tunggal, senyawa campuran, preparat, dan/atau senyawa kimia yang terdapat dalam produk. Karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahan kimia tersebut dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

Berdasarkan sifatnya, bahan kimia dapat dikategorikan sebagai berikut: #BIBO,JNJB #FSCBIBZB EBO#FSBDVO

t

t t

#BIBO,JNJB #FSCBIBZB

12

t

Setiap bahan kimia pasti memiliki sifat bahaya (hazard), yaitu sifat yang dapat merusak lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia, serta berbahaya secara fisik. Sifat bahaya ini dikelompokkan ke dalam GHS (Globally Harmonized System), sistem klasifikasi dan pemberian label untuk bahan kimia. Umumnya, bahan kimia dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya (hazardous chemicals), jika bahan kimia tersebut memiliki salah satu atau beberapa sifat merusak sekaligus. Misalnya, merusak lingkungan hidup, merugikan kesehatan manusia (beracun), serta memiliki bahaya fisik. Bahan kimia disebut beracun jika bahan kimia tersebut dapat meracuni kesehatan manusia atau biota di lingkungan hidup. Semua bahan kimia yang beracun memiliki sifat bisa membahayakan manusia dan lingkungan hidup. Karena itu, semua bahan kimia yang beracun pasti berbahaya. Bahan kimia yang berbahaya secara fisik (eksplosif, mudah menyala, oksidator, swa-panas, swareaktif, piroforik, bertekanan, dan korosif ), belum tentu memiliki bahaya racun jika berada dalam konsentrasi rendah. Sehingga, definisi bahan kimia berbahaya yang tidak beracun di sini adalah bahan kimia yang memiliki bahaya fisik, tetapi tidak termasuk dalam bahan kimia yang berpotensi meracuni kesehatan manusia dan meracuni lingkungan hidup.

B U K U TA H U N A N 2 015

KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3

4. Penentuan daftar B3 yang akan dimasukkan ke dalam lampiran RPP Pengelolaan B3 ini mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: t 1FSBUVSBOQFSBUVSBOOBTJPOBMUFOUBOHQFNCBUBTBOEBOQFMBSBOHBOCBIBO kimia, antara lain: Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida. Sehingga, perlu dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan berbagai sektor pemerintahan untuk menginventarisasi peraturan-peraturan yang tersedia, t ,POWFOTJ BUBV LFTFQBLBUBO JOUFSOBTJPOBM  TFQFSUJ ,POWFOTJ 4UPDLIPMN  Konvensi Rotterdam, Konvensi Minamata, Protokol Montreal, dan SAICM. t Chemical of Concerns berdasarkan isu nasional maupun internasional, diantaranya berdasarkan Notifikasi Ekspor, Monographs IARC, dan WHO, t 1FSUJNCBOHBOQFSUJNCBOHBO UFSTFCVU UJEBL QFSMV EJBEPQTJ TFMVSVIOZB  namun tetap harus memperhatikan kesiapan, kemampuan, dan kebutuhan nasional. Sebagai contoh, dalam Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, Monograph IARC Group 1 dan Group 2A menjadi pertimbangan untuk daftar pestisida yang dilarang dan terbatas dipergunakan. Selain itu, peraturan negara lain juga sebaiknya tidak dijadikan bahan pertimbangan secara spesifik. Karena, pengaturan di negara lain belum tentu sesuai dengan kebutuhan nasional. Faktor demografis, kemampuan ekonomi, dan kebutuhan nasional pun perlu menjadi bahan pertimbangan yang tak kalah pentingnya. 5. Decision Logic untuk daftar B3 adalah sebagai berikut: t +JLB TBMBI TBUV QFSBUVSBO OBTJPOBM UFMBI NFNBTVLLBO TVBUV CBIBO LJNJB atau B3 dalam kategori terbatas dipergunakan, maka otomatis bahan kimia atau B3 tersebut dimasukkan ke dalam daftar terbatas, t +JLB TBMBI TBUV QFSBUVSBO OBTJPOBM UFMBI NFNBTVLLBO TVBUV CBIBO LJNJB atau B3 sebagai dilarang dipergunakan, tetapi masih dapat dipergunakan di sektor lain, maka otomatis bahan kimia atau B3 tersebut dimasukkan ke dalam daftar terbatas, t ,FUJLB TVBUV CBIBO LJNJB BUBV # EBMBN LPOWFOTJ VOUVL LPOWFOTJ ZBOH sudah diratifikasi) sudah dinyatakan dilarang, maka otomatis bahan kimia atau B3 tersebut dimasukkan ke dalam daftar dilarang. 6. Materi muatan (ruang lingkup pengelolaan B3), yaitu bentuk B3 yang akan diatur dalam PP adalah senyawa tunggal, mixture, preparat, dan chemical in product. Perlu penjelasan lebih terperinci mengenai definisi dan pengaturan tentang preparat dan chemical in product. 7. B3 dikategorikan menjadi tiga kategori utama. Penyebutan “dimanfaatkan” dalam kategori B3 disarankan diubah menjadi “digunakan”, karena pemanfaatan identik dengan salah satu tahapan dalam siklus hidup pengelolaan B3. Kategorisasi B3 harus didasari dengan batas minimum seperti LD50. Berikut ini masukan terkait kategori B3 yang diatur dalam PP: t # ZBOH EBQBU EJHVOBLBO BEBMBI CBIBO LJNJB ZBOH UJEBL UFSNBTVL kelompok B3 yang terbatas dan B3 yang dilarang dimanfaatkan, t #ZBOHUFSCBUBTVOUVLEJHVOBLBOBEBMBICBIBOLJNJBZBOHNFOHBOEVOH risiko bahaya terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan/atau fisik. Pengkategorian ini memerlukan kajian lebih lanjut. Meski begitu, suatu bahan kimia dapat dikategorikan terbatas untuk dipergunakan adalah jika bahan kimia tersebut memiliki salah satu kriteria di bawah ini: 1. Bahan kimia yang termasuk dalam GHS kategori 1a dan 1b untuk bahaya kesehatan, 2. Bahan kimia yang memiliki waktu paruh lebih dari 2 (dua) bulan dalam air atau memiliki waktu paruh lebih dari 6 (enam) bulan dalam tanah atau sedimen,

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

13

KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3

3. Bahan kimia yang memiliki sifat bioakumulasi yang tinggi terhadap biota, dibuktikan dengan angka log Kow lebih dari 5, maupun angka faktor bio-konsentrasi atau faktor bio-akumulasi lebih dari 5000, 4. Bahan kimia yang memiliki sifat eksplosif kategori divisi 1.1 dan divisi 1.2, serta bahan kimia cair (atau gas) dengan sifat mudah menyala kategori 1 berdasarkan GHS, 5. Bahan kimia yang dalam peraturan nasional di kementerian lain sudah masuk dalam kategori dibatasi atau dilarang. Bahan kimia yang termasuk dalam Annex III Konvensi Rotterdam, Annex B Konvensi Stockholm, Konvensi Montreal, dan Konvensi Minamata. t #ZBOHEJMBSBOHVOUVLEJHVOBLBOBEBMBICBIBOLJNJBZBOHCFSEBTBSLBO peraturan nasional telah ditetapkan terlarang. 8. Masing-masing kelompok B3 perlu ditentukan batasan klasifikasinya berdasarkan sifat bahaya dan potensi bahayanya, agar jika terdapat B3 baru, kita bisa menempatkan B3 tersebut ke dalam klasifikasinya.

Penyusunan Pedoman Pengelolaan B3 Untuk menjalankan fungsi dan strategi Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) terkait pengelolaan B3 yang optimal dengan landasan pedoman yang kuat, kami juga telah menyusun beberapa rancangan pedoman sebagai berikut: 1. Draft SOP (standard operating procedure) dan draft Pedoman Teknis Pembatasan B3, 2. Draft PCBs Official Guidance dan draft Instrumen Ekonomi dan Skema Insentif. 3. Penyusunan Mekanisme Pengelolaan Merkuri Pada Penambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia, 4. Konsep NIP (National Implementation Plan) Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia.

KENDALA

14

B U K U TA H U N A N 2 015

Belum disahkannya Peraturan Pemerintah Pengelolaan B3 pengganti PP No. 74 Tahun 2001 tentang pengelolaan B3 serta pemahaman yang belum sinkron dari kementerian serta lembaga lainnya terhadap substansi pengelolaan B3.

SISTEM INFORMASI TATA KELOLA B3

IUUQTJCQPQNFOMIL HPJE

XXXQDCGSFFJOEPOFTJB DPN

TERBUKA DAN

5&3*/5&(3"4*

Sigap menjawab tantangan global dan meningkatkan efisiensi

Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, ada satu pasal yang mengatur mengenai Sistem Informasi, yaitu Pasal 62. Disebutkan dalam Pasal tersebut, “Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat”. Hal serupa juga dibahas dalam UU No. 19 Tahun 2009 yang merupakan Pengesahan Konvensi Stockholm mengenai bahan pencemar organik yang persisten, UU No. 10 Tahun 2013 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Rotterdam), dan PP No. 74 Tahun 2001. Untuk itu, kami melakukan pengadaan pengembangan dan pembangunan sistem informasi B3 dan POPs (persistent organic pollutants) dengan alamat situs IUUQ TJCQPQNFOMILHPJE

Portal ini ditujukan sebagai portal informasi dan edukasi bagi publik (masyarakat Indonesia dan dunia internasional) tentang kegiatan penggunaan dan penanganan bahan beracun berbahaya (B3) dan POPs di Indonesia. Harapannya, portal ini bisa mendukung penyediaan data dan informasi B3 dan POPs nasional. Sementara itu, kami juga membangun situs XXXQDCGSFFJOEPOFTJBDPN yang ditujukan sebagai medium penyediaan informasi terkait kebijakan, aktivitas, serta kontribusi berbagai pihak untuk mengelola penyimpanan, distribusi, dan pemusnahan PCBs. Dengan begitu, kami memiliki sistem informasi tata kelola B3 yang terpadu, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dalam hal pengelolaan B3. Dengan penyediaan informasi yang dapat diakses siapa pun, kami ingin mengajak peran aktif masyarakat dan perusahaan-perusahaan dalam hal tata kelola B3 yang lebih baik.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

15

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

MENINGKATKAN

,0/530-

IMPOR DAN EKSPOR

Sistem registrasi dan inovasi yang tertata baik penting untuk memantau peredaran B3 di Indonesia.

16

B U K U TA H U N A N 2 015

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

Selama beberapa dekade, penggunaan B3 di Indonesia semakin meningkat dan tersebar luas di semua sektor, dari industri hingga rumah tangga. Apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka dapat menimbulkan pencemaran tanah, udara, air, dan laut yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya. Karena itu, kami memulai upaya pengelolaan B3 dari hal yang paling dasar, yaitu penetapan dan pelaksanaan sistem registrasi B3 sebagai alat kontrol terhadap peredaran B3 di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan pengawasan dan pencegahan atas terjadinya dampak negatif B3 terhadap lingkungan hidup pun dapat lebih optimal dilakukan.

Sistem Terintegrasi Satu ‘Pintu’

Menurut PP No. 74 Tahun 2014, setiap pihak penghasil dan/atau pengimpor B3 wajib melakukan bahan registrasi atas B3 yang dihasilkan dan/atau diimpor untuk pertama kalinya. Proses registrasi B3 harus melalui beberapa tahapan, mulai dari persiapan, verifikasi permohonan, pembayaran, validasi permohonan, hinga akhirnya diterbitkan surat registrasi B3. Formulir-formulir yang harus dilengkapi untuk registrasi B3 ini bisa didapatkan dan diisi secara online di http:// pelayananterpadu.menlh.go.id Setiap lembaga atau institusi yang mengajukan izin pengelolaan B3 harus melalui tahap verifikasi administrasi dan persyaratan teknis terlebih dahulu. Tahap verifikasi ini sangatlah krusial agar kami dapat memastikan

agar B3 tidak merusak kesehatan manusia dan lingkungan. Di dalam pelaksanaannya, verifikasi izin pengelolaan B3 mencakup kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan, serta notifikasi ekspor B3 dan rekomendasi impor B3. Di era modern ini, globalisasi ekonomi merupakan hal yang mutlak terjadi dan tak dapat dihindari. Kondisi ini meningkatkan persaingan bisnis yang semakin ketat. Untuk meningkatkan investasi dan mendorong produksi, Negara pun perlu melakukan perbaikan dan inovasi dalam berbagai sektor ekonomi. Bagi sektor bisnis, perdagangan, manufaktur, maupun pembangunan, impor atau proses transportasi barang maupun komoditas dari negara lain merupakan aktivitas yang lazim dan penting. Untuk memperlancar proses impor, pemerintah membuat Indonesia National Single Window (INSW), suatu sistem nasional yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan data secara tunggal dan sinkron, serta pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang. INSW sendiri dikoordinasikan oleh Menko Perekonomian, dengan lead agency Dirjen Bea dan Cukai serta Kementerian Keuangan. Registrasi B3 pun sudah termasuk dalam layanan INSW. Sehingga, industri atau manufaktur yang ingin mengimpor B3 dari luar negeri dapat mendaftarkannya melalui INSW di http://webformga.insw.go.id.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

17

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

 

FLOWCHART REGISTRASI B3

879 Surat keterangan registrasi perpanjangan

FAKTA!

44%

1.993 Surat Permohonan Registrasi Diterima

84 Surat penjelasan perubahan

4% 4% 4% 3%

82 Surat keterangan tidak diregistrasi 79 Permohonan ditolak 65 Surat yang digabung

41% 804 Surat keterangan registrasi baru

18

B U K U TA H U N A N 2 015

117

jenis B3 yang termasuk dalam kategori dapat digunakan, dalam pelaksanaan kegiatan registrasi B3.

152 jenis B3 baru yang belum

tercantum di dalam lampiran PP 74 Tahun 2014 ditemukan.

9

Terdapat jenis B3 yang paling banyak ditemukan beredar dan digunakan.

9

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

Jenis B3 Paling Mendominasi YANG

TERDAFTAR Jumlah Rencana Impor Setahun (Ton)

Heksana

Etilena

Karbon Dioksida

Metanol

Ksilena

Asam Fosfat

Akrilamida

61

123.658

93

240.931

20

328.995

87

102

92 Etilen Glikol

746.101

928.910

1.024.274 30

4.808.646

47

6.592.654

54

8.083.643

Jumlah Importir

Metilen Klorida

Ksilena

123.658

Metanol

240.931

Etilen Glikol

328.995

Karbon Dioksida

746.101

4.808.646

Etilena

928.910

6.592.654

Heksana

1.024.274

8.083.643

JUMLAH RENCANA IMPOR SETAHUN (TON)

Akrilamida

Asam Fosfat

Metilen Klorida

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

19

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

54

47

30

92

102

87

20

93

61

JUMLAH IMPORTIR

Heksana

Etilena

Karbon Dioksida

Etilen Glikol

Metanol

Ksilena

Akrilamida

Asam Fosfat

Metilen Klorida

10 618

Negara Asal

IMPOR B3 (FREKUENSI)

555

502

496

214

160

138

123

119

52 India

Malaysia Korea Amerika Serikat

Jepang China Jerman

20

B U K U TA H U N A N 2 015

Singapura

Taiwan

Thailand

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

Pada bulan Januari - Desember 2015, KLHK menerima 68 surat notifikasi B3 dari negara Belgia, Prancis, Italia, Belanda, Irlandia, Jerman, Swedia, Bulgaria, Finlandia, Denmark, Inggris, Korea, India, Tiongkok, Thailand, Malaysia dan Singapura. KLHK sudah menerbitkan 53 surat notifikasi (explisit consent), yang berisi 35 surat persetujuan impor untuk 18 bahan (14 bahan kimia

industri dan 4 bahan pestisida). Sementara, ada 18 (delapan belas) surat penolakan impor untuk 7 bahan (5 bahan kimia industri dan 2 bahan pestisida). Selain itu, juga ada 15 permohonan notifikasi untuk 5 bahan kimia industri dan 4 bahan pestisida yang masih dalam proses.

68 NEGARA PENDAFTAR

surat notifikasi B3, yaitu: Belgia, Prancis, Italia, Belanda, Irlandia, Jerman, Swedia, Bulgaria, Finlandia, Denmark, Inggris, Korea, India, Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan Singapura

DISETUJUI Dari

35

surat notifikasi impor B3 yang disetujui, ada

18

jenis B3 yang akan diimpor.

14

merupakan bahan kimia industri dan

DITOLAK

18

surat notifikasi impor B3 yang ditolak berencana mengimpor

5

bahan kimia industri dan

2

DALAM PROSES

15

surat notifikasi impor B3 yang masih dalam proses mengajukan impor untuk

5

bahan kimia industri dan

2

bahan pestisida.

bahan pestisida.

4

bahan pestisida.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

21

REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3

JENIS B3 (BAHAN KIMIA INDUSTRI DAN PESTISIDA) YANG DINOTIFIKASI PADA 2015

BAHAN KIMIA INDUSTRI t/POZMQIFOPM&UIPYZMBUFT t1PUBTTJVN$IMPSBUF t&UIZMFOF0YJEF t%JEFDZMEJNFUIZMBNNPOJVN $IMPSJEF

PESTISIDA t$ZGMVUISJO t.FUIZM#SPNJEF t1SPQBSHJUF t1FSNFUISJO t1BSBRVBU%JDIMPSJEF t%JEFDZMEJNFUIZMBNNPOJVN $IMPSJEF t;JOFC t.BMBUIJPO

t'FSCBN t%JOJUSPQIFOPM FUIZMCFO[FOF

t$IMPSBUF t/POZMQIFOPMT t.FSDVSZ ** BDFUBUF t4PEJVN$IMPSBUF t.FSDVSZ ** OJUSBUF NPOPIZESBUF t %JDIMPSPFUIBOF t#FO[FOF t$IMPSPGPSN t.FSDVSZEJDIMPSJEF t.FSDVSZTVMQIBUF t/FTTMFST3FBHFOU A (dipotassium UFUSBJPEPNFSDVSBUF

t%/#1 %JOPTFC

t#FO[FOF

22

B U K U TA H U N A N 2 015

REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3

.&/("/(,65

DENGAN TEPAT DAN #&35"/((6/(

+"8"# Penting, demi menghindari pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

Perkembangan industri yang sangat pesat membutuhkan kelancaran pasokan bahanbahan baku yang dibutuhkan. Namun, tak sedikit dari bahan-bahan baku tersebut merupakan bahan berbahaya dan beracun. Demikian juga dengan limbah bahan-bahan sisa kegiatan industri. Pengangkutan B3 perlu dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol agar tidak membahayakan manusia maupun lingkungan. %JBUVSPMFI)VLVN Begitu krusialnya sistem pengangkutan B3 yang terkontrol, pemerintah pun mengeluarkan sejumlah undang-undang dan peraturan pemerintah untuk mengatur hal tersebut. Pada lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan, sistem pengangkutan B3 diatur oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 91 Tahun 2003 tentang rekomendasi pengangkutan limbah B3. Keputusan tersebut diperkuat oleh Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2003 tentang pengesahan Protocol 9 Dangerous Goods yang diterbitkan pada 11 April 2003. Protocol 9 Dangerous Goods merupakan hasil kesepakatan 9 negara dan merupakan acuan umum bagi negara-negara ASEAN dalam penerapan regulasi dan pelaksanaan pengangkutan B3, yang salah satunya melalui jalan raya. Maka, pengangkutan B3 harus dilakukan oleh orang atau badan yang memiliki izin dan telah mendapat rekomendasi dari pihak-pihak berwenang terkait.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

23

REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3

JENIS B3 YANG DIANGKUT Sepanjang tahun 2015, jenis B3 yang mendapatkan rekomendasi pengangkutan B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu bahan kimia (single substance) dan bahan kimia dalam produk (chemical in products).

64 surat permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 diterima Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebanyak

53

surat rekomendasi diterbitkan, namun

37 Perusahaan Telah Terdaftar & Pernah Dapat Rekomendasi 62%

64

Surat Permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 38%

27 Perusahaan Baru Terdaftar

4

ditunda

3 4

ditolak, dan

harus melengkapi persyaratan administrasi dan teknis +BOVBSJo%FTFNCFS

27 Perusahaan Jasa Transportasi

42%

64

Surat Permohonan Rekomendasi Pengangkutan B3 31%

27%

20 Industri Kimia

24

B U K U TA H U N A N 2 015

17

Perdagangan Bahan Kimia

REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3

132 Termasuk dalam lampiran 1 (satu) PP 74/2001 62%

211 Single Substance 35%

211

609

Single Substance

65%

38%

Jenis Bahan Kimia

79 Tidak termasuk dalam lampiran

398 Chemical in Product

161 Termasuk dalam lampiran 1 (satu) PP 74/2001

40%

41%

398

343

Permohonan

Chemical in Product

Unit Kendaraan Angkut

59% 237 Tidak termasuk dalam lampiran

106%

138 unit Penambahan Armada

10% 35 unit Perpanjangan Rekomendasi

50% 170 unit Permohonan Baru

permohonan rekomendasi pengangkutan B3 pada tahun 2015 berhasil dicapai dari target awal yang ditetapkan sebanyak 60 permohonan.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

25

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

26

B U K U TA H U N A N 2 015

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

MENGUNGKAP

'",5"

Masih banyak bahan baku B3 atau produk berbahan baku B3 diimpor tanpa melalui sistem registrasi dan notifikasi B3 KLHK.

DARI LAPANGAN

Kegiatan inventarisasi dan pemantauan pengelolaan B3 ini bertujuan agar kami mendapatkan data mengenai realisasi penggunaan dan pendistribusian B3 impor, kesesuaian dokumen dan tata cara penyimpanan, serta pengelolaan yang aman terhadap kesehatan dan lingkungan. Dalam hal ini, pemilik industri dan pelaku usaha memiliki peran penting untuk bertanggung jawab dan mematuhi peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan dalam pengelolaan B3.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

27

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Inventarisasi Crocidolite Crocidolite adalah sejenis asbes biru dari kelompok amphibole berbentuk seperti jarum yang terbentuk dari pengelompokan Kristal. Serat crocidolite dapat melengkung atau lurus. Serat yang cukup fleksibel dan rapuh dapat menekuk di atas 90 derajat sebelum dihancurkan dan mudah menimbulkan paparan. Crocidolite digunakan untuk membuat sejumlah produk komersial industri. Crocidolite memiliki kelemahan kurang tahan terhadap panas, sehingga kurang bermanfaat bagi industri manufaktur. Dalam lampiran Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Crocidolite tergolong sebagai B3 yang tebatas penggunaannya. Berdasarkan hasil pertemuan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian, diperkirakan terdapat impor crocidolite dan ekspor produk mengandung crocidolite

tanpa melalui sistem notifikasi dan registrasi B3 di KLHK. Sebagai tindak lanjut dilakukan inventarisasi data impor dan ekspor bahan dan produk B3 tersebut yang diperoleh dari Ditjen Bea dan Cukai. Data dari Direktorat Informasi Pelayanan Bea dan Cukai menunjukkan, pada tahun 2014 tidak terjadi impor B3 crocidolite ke Indonesia. Namun, data tersebut juga menunjukkan bahwa sepanjang Januari hingga Oktober 2014 terjadi impor bahan yang mengandung crocidolite yang terbatas penggunaannya. Sebagai tindak lanjut, perlu dilakukan kunjungan lapangan ke perusahaan yang melakukan impor dan ekspor bahan maupun produk yang diduga mengandung crocidolite dengan mengacu pada data dan informasi yang diperoleh dari Direktorat Informasi Bea dan Cukai tersebut. Berikut adalah datanya:

Impor Crocidolite Bahan Baku 50.000 kg crocidolite bahan baku diimpor dari Kanada pada tahun 2011. Menjadikan negara itu sebagai satu-satunya pengimpor crocidolite bahan baku pada periode 2010 – 2014.

*NQPSCrocidolite*OEVTUSJ#FSCBIBO#BLV"TCFT Paper, Millboard & Felt of Oth Crocidolite Fibres %BUB*NQPS

28

2010

74.452 kg

2011

26.245 kg

2012

19.922 kg

2013

36.217 kg

2014

18.219 kg

B U K U TA H U N A N 2 015

49,7%

penurunan impor produk yang mengandung crocidolite dengan kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite fibre oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013.

*OEJB menjadi negara yang paling banyak mengimpor produk yang

mengandung crocidolite dengan kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite fibres sepanjang kurun waktu 2010 – 2014. Jumlah yang diimpor adalah 45.773 kg (2010), 17.501 kg (2011), 35.000 kg (2013), dan 17.500 kg (2014). Hanya pada 2012 tidak ada impor dari India.

5JPOHLPL menjadi pengimpor produk yang mengandung crocidolite dengan kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite fibres pada tahun 2012, dengan jumlah impor 9.253 kg.

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Compressed Asbestos Fibre Jointing of Oth Crocidolite Fibres in Sheets or Roll %BUB*NQPS 2010

520.745 kg

2011

1.310.543 kg

2012

550.245 kg

2013

807.883 kg

2014

917.900 kg

13,6% kenaikan impor produk yang mengandung crocidolite dengan kategori compressed asbestos fibre jointing of oth crocidolite fibres in sheets or roll oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.

 LH

produk yang mengandung crocidolite dengan kategori compressed asbestos fibre jointing of oth crocidolite fibres in sheets or roll diimpor oleh Tiongkok sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak dibandingkan negara lainnya.

Fabric Asbes Fibres, Oth Crocidolite, Mix with A Basis Asbes & Mg Carbonate 19%

2010

68.501 kg

kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan kategori fabric asbes fibres, oth crocidolite, mix with a basis asbes & Mg carbonate oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.

2011

23.182 kg

LH produk yang mengandung crocidolite dengan kategori

%BUB*NQPSo

2012

16.351 kg

2013

93.692 kg

2014

111.588 kg

fabric asbes fibres, oth crocidolite, mix with a basis asbes & Mg carbonate diimpor oleh Tiongkok sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak dibandingkan negara lainnya.

Floor/Wall Tiles of Fabricated Asbestos (Oth Crocidolite) %BUB*NQPSo 2010

1.183.245 kg

2011

4.004.538 kg

2012

2.473.047 kg

2013

3.035.481 kg

2014

2.829.217 kg

6,6%

penurunan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan kategori floor/wall tiles of fabricated asbestos (oth crocidolite) oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.

 LH

produk yang mengandung crocidolite dengan kategori floor/wall tiles of fabricated asbestos (oth crocidolite) diimpor oleh Tiongkok sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak dibandingkan negara lainnya.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

29

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Clothing of Other Crocidolite Fibres %BUB*NQPSo 2010

10.130

2011

19.694

2012

14.702

2013

698

2014

22.579

3.134% kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan kategori clothing of other crocidolite fibres oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.

 LH produk yang mengandung crocidolite dengan kategori

clothing of other crocidolite fibres diimpor oleh Tiongkok sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak dibandingkan negara lainnya.

Other Articles of Crocidolite Fibres %BUB*NQPSo

30

2010

971.009

2011

1.011.016

2012

629.329

2013

772.880

2014

411.979

B U K U TA H U N A N 2 015

46,7%

kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan kategori other articles of crocidolite fibres oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.

 LH

produk yang mengandung crocidolite dengan kategori other articles of crocidolite fibres diimpor oleh India sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak dibandingkan negara lainnya.

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Inventarisasi Penggunaan B3 Sektor Pertambangan Energi, Minyak, dan Gas (PEM) kepada Pihak Pemda

Sebagai langkah awal atau baseline terhadap target inventarisasi penggunaan B3 sektor Pertambangan Energi, Minyak, dan Gas (PEM) sesuai tugas dan fungsi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun melakukan inventarisasi penggunaan B3 sektor PEM ke beberapa lokasi: Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Jawa Barat

Tujuan kegiatan ini antara lain adalah: 1. Inventarisasi terkait kebijakan, program, dan kegiatan pengelolaan B3 di tingkat provinsi, 2. Inventarisasi data jumlah, jenis, dan penggunaan B3 di sektor PEM di daerah, 3. Inventarisasi data hasil penelitian terkait B3 yang dilarang, dibatasi, maupun yang digunakan, 4. Koordinasi untuk masukan terhadap rencana penyusunan Panduan Operasional Baku (POB) inventarisasi penggunaan B3.

Diperolehnya data dan informasi profil t 1SPmM QBOBT CVNJ  UFSNBTVL EBUB MPLBTJ Statistik Energi dan Sumber Daya Mineral panas bumi yang ada dan Peta WKP panas Provinsi Jawa Barat tahun 2014 yang berisi bumi, antara lain: t 1SPmM FOFSHJ CBSV UFSCBSVLBO  UFSNBTVL t 1SPmM LFUFOBHBMJTUSJLBO  UFSNBTVL EBGUBS memuat data rekapitulasi pembangunan pembangkit listrik, jumlah dan sebaran PLMTH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro pembangkit listrik, serta peta lokasi gardu Hidro) dan PLTS (Pembangkit Listrik listrik, Tenaga Surya) di Jawa Barat, t 1SPmM NJOFSBM  UFSNBTVL EBUB J[JO VTBIB t 4BSBO UFSIBEBQ LPOTFQ SFODBOB pertambangan dan peta pengusahaan penyusunan Panduan Operasional Baku pertambangan di Jawa Barat, (POB) inventarisasi penggunaan B3 sektor t 1SPmM NJOZBL EBO HBT  UFSNBTVL EBUB PEM. lokasi SPBU/SPBE dan peta infrastruktur minyak dan gas bumi,

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

31

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Manado, Sulawesi utara

Palembang, Sumatera Selatan

Surabaya, Jawa Timur

32

Dari kegiatan inventarisasi penggunaan B3 sektor PEM ke wilayah ini diperoleh data dan informasi potensi sumber daya pertambangan di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow yang berupa tambang emas dan tambang kapur. Lokasi tambang emas sebagian besar terdapat di wilayah Dumoga. Beberapa titik lokasi tambang emas bahkan berada di dalam kawasan Taman Nasional Dumoga Bone. Adapun perusahaan yang resmi memiliki izin pengelolaan tambang emas di blok Bakan, Kabupaten Bolaang Mongondow, adalah PT Jhon Resources Bolaang Mongondow (PT JBRM). Dalam kegiatan penambangan emasnya, PT JRBM menggunakan bahan kimia merkuri dan sianida. Selain lokasi tambang emas dengan izin resmi pemerintah, di Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat juga wilayah penambangan rakyat (WPR) yang sebagian besar penambangnya adalah penambang emas tanpa izin (PETI) yang dilakukan oleh rakyat kecil. Lokasi PETI antara lain berada di Desa Bakan, Desa Duloduo I, Desa Duloduo II, Desa Duloduo Induk, Desa Uuwan, Desa

Mopuya Utara, dan Desa Tanoyan. Penambang-penambang emas tanpa izin ini telah aktif menambang selama kurang lebih 20 tahun. Hingga saat ini, di Desa Toraut, Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow, terdapat penambangan emas rakyat tanpa izin seluas ± 500 ha. Penambangan-penambangan ini telah ada dan aktif sejak tahun 1990-an. Dalam kurun waktu itu, PETI di kawasan taman nasional pun terus tumbuh dan telah menjadi bagian penting dari mata pencaharian masyarakat Toraut Dalam. Di Kabupaten Bolaang, juga telah dikembangkan potensi pembangkit listrik sebagai berikut: - PT. Cita Daya Nusantara, di Sungai Poigar desa Mopuya Kecamatan Passi Timur dengan kapasitas 3x1000kW, - PT. PLN disungai Onggak Mongondow Desa Lobong Kecamatan Passi Barat dengan kapasitas 2x800kW, - Swadaya masyarakat di Desa Mengkang Kecamatan Lolayan dengan kapasitas 10kW.

Diperoleh beberapa data dan informasi, antara migas, peta potensi gas metana, peta lain: ketenagalistrikan, dan peta wilayah panas, t 1PUFOTJ TVNCFS EBZB QFSUBNCBOHBO t %BUBlifting minyak bumi dan gas, dan energi, termasuk daftar kabupaten t %BUB MJTUSJL EBO QFNBOGBBUBO FOFSHJ  penghasil minyak bumi, kabupaten dimana didalamnya terdapat data jumlah penghasil batu bara, kabupaten penghasil unit dan kapasitas terpasang pembangkit gas bumi, dan wilayah potensi panas bumi, listrik tahun 2014. t 1FUB TVNCFS EBZB QFSUBNCBOHBO EBO energi, termasuk peta sebaran batu bara, peta wilayah IUP, peta wilayah kerja

Diperoleh beberapa data dan informasi, antara Amdal saat ini dalam transisi di provinsi, lain: yang selama ini berada di kabupaten/kota, t ;POB MPLBTJ QFSUBNCBOHBO EJ XJMBZBI sehingga proses izin oleh PT BSI juga masih Jawa Timur ada di Lamongan, Banyuwangi dalam proses penyesuaian, (tambang emas), dan Lumajang (tambang t %J EBFSBI 1BDJUBO UFSEBQBU UBNCBOH pasir besi). Sementara, sisi selatan dari batuan dan logam (tembaga) skala kecil. wilayah Jawa Timur banyak mengandung Saat ini tambang tersebut harus berhenti alumunium, beroperasi karena belum memiliki unit t 1PUFOTJ UBNCBOH ZBOH BEB EJ +BXB 5JNVS pengolahan sendiri sesuai dengan adalah mayoritas tambang galian C, ketentuan yang berlaku, t %J #BOZVXBOHJ UFSEBQBU QFSUBNCBOHBO t 5FSLBJU EFOHBO QFOBNCBOHBO UBOQB emas skala besar milik PT Bumi Suksesindo ijin (PETI), masyarakat melakukan Indonesia (BSI), yang saat ini masih dalam penambangan pasir besi di wilayah yang tahap konstruksi. Proses pengurusan sudah dimiliki oleh PT IMMS,

B U K U TA H U N A N 2 015

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

t 4FMBJO JUV  UFSEBQBU KVHB QFOBNCBOHBO yang ditimbulkan pasca penambangan, untuk bahan baku semen oleh PT Holcim t 4FUFMBIQFOFUBQBOQFOHVSVTBOJ[JOCFSBEB dan PT Semen Indonesia di daerah Tuban, di provinsi, hampir 800 izin pertambangan t 6OUVL NFOEBQBULBO JKJO QFOBNCBOHBO di Jawa Timur yang sudah masuk ke Dinas berlaku persyaratan pemberian jaminan. ESDM. Nilai jaminan ditetapkan berdasarkan luasnya kegiatan penambangan dan akibat

Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Samarinda, Kalimantan Timur

Berikut ini adalah data inventarisasi perusahaan yang bergerak di sektor Pertambangan, Energi, dan Migas (PEM): Tambang Batubara (34 perusahaan), Industri Semen (2 perusahaan), PT PLN ( 9 perusahaan), dan Pertamina (Migas) (6 perusahaan). Kegiatan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) sering berpindah-pindah lokasi, sehingga sulit untuk didata. Namun, diketahui bahwa PESK paling banyak beraktivitas di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut. Terdapat salah satu perusahaan tambang di Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu PT Pelsart Tambang Kencana. Perusahaan tersebut baru menyelesaikan tahap eksplorasi dan belum melakukann eksplorasi produksi, namun telah dijarah oleh masyarakat. Sejak Oktober 2012 belum ada Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan, namun ada 910 yang memiliki IUP. Dari jumlah IUP tersebut 400 IUP yang beroperasi produksi harus melakukan presentasi kembali. Hal tersebut ditujukan untuk melihat

perkembangan mereka pada tahun 2015 dan apa yang akan direncanakan pada tahun 2016 nanti. Berdasarkan laporan dari PT PELSART Tambang Kencana pada tahun 2014, terdapat sebanyak 809 tenda PETI di wilayah KK PTK yang diperkirakan melibatkan sekitar 5.000 – 6.000 orang pekerja tambang. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh PT Pelsart Tambang Kencana pada bulan Oktober 2015, di beberapa wilayah konsesi KK PTK ditemukan 5 (lima) lokasi baru aktivitas PETI di Kabupaten Kotabaru daerah Timburu Menteu, yaitu di Badak-1, Badak-2, Sungai Landi, Warung, dan SKN. Dampak dari kehadiran PETI di Kabupaten Kotabaru adalah banyak beredarnya senjata api ilegal, minuman keras, narkoba, dan praktik prostitusi. Tak hanya itu, kehadiran mereka juga menimbulkan berlakunya hukum rimba di area beroperasinya PETI yang mengganggu stabilitas keamanan di wilayah tersebut.

Pada tahun 2015, data dan informasi lokasi PETI di wilayah Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai Barat, dan Kabupaten Bulungan menunjukkan, sebanyak 31 perusahaan pertambangan di Kalimantan Timur memiliki Perjanjian Kontrak Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Sementara itu, 959 perusahaan mempunyai Izin Usaha Pertambangan. Jumlah produksi batubara pada periode 2012 adalah 157.505.476.41 m3. Pada tahun 2014, jumlah produksinya melonjak cukup tajam menjadi 252.776.664,00 m3. Sementara,

pada periode 2015 semester 1 sebanyak 97.794.654,81 m3. Sistem Monitoring Lifting Minyak dan Gas Bumi (SMLM) ini adalah sistem yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk mengimplementasikan tugas pembinaan dan pengawasan atas produksi dan lifting minyak dan gas bumi. SMLM ini digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi volume lifting yang menentukan dana bagi hasil sektor migas dalam rangka perimbangan pusat dan daerah.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

33

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Makassar, Sulawesi Selatan

34

Data dan informasi yang diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Daftar pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi mineral bukan logam dan batuan, batubara kabupaten/kota di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 – 2015, 2. Data daftar SPBU di seluruh Sulawesi Selatan, 3. Informasi terkait kegiatan pembinaan konservasi dan lingkungan minyak dan gas bumi di Kabupaten Maros, spesifikasi BBM bensin RON 91 (Pertamax), RON 95 (Pertamax Plus), bensin RON 88 (premium), solar 48, dan solar 51 sesuai Keputusan

Dirjen Migas, serta informasi keterlibatan ESDM dengan BLHD provinsi dalam pembinaan dan pengawasan PROPER sektor industri PEM, 4. Usulan perlu diadakannya sosialisasi regulasi, kebijakan, dan kemitraan baik secara langsung maupun elektronik, terkait pengelolaan B3 secara umum maupun inventarisasi penggunaan dan peredaran B3 secara khusus yang melibatkan peran daerah dan perguruan tinggi setempat (PSL).

KENDALA

Sejauh ini data penggunaan dan peredaran B3 belum tersedia baik, karena belum pernah dilakukannya kegiatan inventarisasi B3 di daerah (provinsi maupun kabupaten/kota) setempat. Hal ini disebabkan karena belum adanya kebijakan maupun regulasi yang mengatur tentang kegiatan inventarisasi B3 di level daerah dan masih kurangnya sosialisasi.

SARAN

Agar kegiatan Inventarisasi penggunaan dan peredaran B3 dapat terlaksana dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang diinginkan, maka perlu dijalin kerja sama yang baik dengan seluruh stakeholders/SKPD di tingkat pemerintah daerah, importir B3, produsen B3, distributor B3, maupun industri pengguna B3.

TINDAK LANJUT

t 1JIBL #-)% NFOHVTVMLBO BHBS QJIBL ,-), %JSFLUPSBU 1FOHFMPMBBO #  EBQBU melakukan sosialisasi pengelolaan B3 kepada tataran SKPD di provinsi dan perguruan tinggi di daerah t %BMBN NFNFOVIJ LFCVUVIBO JOWFOUBSJTBTJ KVNMBI  KFOJT # ZBOH EJJNQPSFLTQPS  digunakan, dan yang beredar, diusulkan perlu adanya beberapa instrumen, yaitu: a. MoU di level SKPD mitra (BLHD provinsi, Dinas ESDM, Dinas Kesehatan/ Litbangkes, Bea Cukai, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Pertanian, dan Perguruan Tinggi), b. Pedoman inventarisasi dilengkapi format standar data dan informasi yang dibutuhkan, c. Alokasi penganggaran (RAPBD). t 1FSMVBEBO/41,UFSLBJUJOWFOUBSJTBTJ#EJMFWFMQSPWJOTJEFOHBONFMJCBULBO,-),  SKPD dan pakar dari perguruan tinggi setempat di provinsi t 1FSMV BEB NFLBOJTNF LFSKBTBNB NJUSB EBMBN QFMBLTBOBBO QFNBOUBVBO EBO pengawasan B3 dengan pihak BLH provinsi t 1FSMV BEB QFNCJDBSBBOQFNCBIBTBO UFOUBOH TJOFSHJUBT TVCTUBOTJ # NFMBMVJ instrumen kriteria dan indikator PROPER di tataran KLHK, sehingga pemenuhan kebutuhan data dan informasi terkait B3 dapat diakomodir melalui kerjasama pemantauan dan pengawasan PROPER baik di pusat maupun di daerah t .FOZVTVO EBO NFNQFSTJBQLBO MBOHLBIMBOHLBI QFOZVTVOBO 10# NFMBMVJ JOJTJBTJ pembahasan internal dan eksternal (sektor terkait dan Pemda, pelaku usaha, asosiasi, dan mitra lainnya) t .FOHPNVOJLBTJLBO QSPTFEVS EBO NFLBOJTNF LFSKBTBNBNJUSB TFSUB NVBUBO substansi dalam konteks web-link SIB3POP dengan portal website BLHD provinsi.

B U K U TA H U N A N 2 015

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Paraquat Dichloride

Paraquat dichloride (1,1 – dimetil, 4,4bipiridilium diklorida) merupakan bahan aktif herbisida jenis gramoxone yang banyak digunakan di lahan pertanian. Diklasifikasikan sebagai herbisida golongan piridin non selektif, paraquat banyak digunakan untuk mengendalikan gulma dan rumput di area pertanian atau perkebunan. Namun, paraquat juga banyak digunakan di area non pertanian/ perkebunan, seperti bandara, rel kereta api, dan juga di sekitar bangunan komersial. Merupakan senyawa fotokramik yang bereaksi cepat dan membunuh jaringan tanaman hijau saat terjadi kontak langsung, pancemaran paraquat dapat mengganggu mikroorganisme tanah. Tak hanya itu, paraquat juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Karena dapat membentuk ikatan dan merusak jaringan epitel dari kulit, saluran pernapasan, hati, jantung, ginjal, dan saluran pencernaan, zat kimia ini berbahaya terhadap kesehatan mata, kulit, sistem pernapasan, hati, jantung, ginjal, dan saluran pencernaan.

Selain itu, karena paraquat realtif stabil terhadap suhu dengan tekanan dan pH normal, paraquat pun lebih stabil di dalam tanah. Bersifat mudah larut dalam air dan mudah tercuci oleh air hujan atau air irigasi, pencemaran paraquat berpotensi mencemari sistem perairan. Karena itu, dilakukan pemantauan terhadap paraquat dichloride yang bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai realisasi impor, produksi, serta peredaran zat kimia ini di Indonesia. Paraquat dichloride sendiri beredar dalam dua bentuk, yaitu bahan aktif atau formulasi (produk) atau teknis (42%)yang mengandung paraquat diklorida pada atau di atas 276 g / L, sesuai dengan ion paraquat pada atau di atas 200 g / L sesuai Lampiran III konvensi Rotterdam. Kegiatan pemantauan ini memperhatikan tata cara penyimpanan, pengangkutan, penerapan K3, dan house keeping.

10

PERUSAHA AN MENJADI SUBYEK INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN B3. ,&1&364")" "/*56 MEL AKUK AN REGISTR ASI B3 DI KLHK DAN PEMEGANG PENDAFTAR AN PESTISIDA DI ,&.&/5&3*"/1&35"/*"/  4&35".&.1&30-&)*;*/ PRODUK SI DARI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN.

1

9

QFSVTBIBBO mengimpor #QBSBRVBUEJDIMPSJEF

QFSVTBIBBOIBOZB NFOHJNQPSCBIBO BLUJGZBOHEJHVOBLBO TFCBHBJCBIBOCBLV produkQBSBRVBU EJDIMPSJEFVOUVL diproduksi menjadi IFSCJTJEBSBDVOHVNB

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

35

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

NTB

5%

33% Sumatera

36

B U K U TA H U N A N 2 015

DIIMPOR (KG) TOTAL 5.919.941

24%

Kalimantan

Pyridine

Methyl Chloride

Sodium Sianida

393.240

Distribusi sebaran PARAQUAT DICHLORIDE

Sulawesi

3.179.000

9%

368.000

29%

1.979.701

Jawa

Bahan Aktif Paraquat Dichloride YANG

Amoniak

Stok Awal 2012 (kg) Data Impor 2012 - Juni 2015 (kg) Penggunaan 2012 - Juni 2015 (kg)

254.403,57

TAHUN 2012 - 2015

40.207.212,57

PARAQUAT DICHLORIDE

38.810.277,05

DATA IMPOR

3.336.230,48

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

Sisa di gudang, Juni 2015 (kg)

Produk dengan Kandungan

PARAQUAT DICHLORIDE

23

Kandungan paraquat dichloride TFUBSBBUBVMFCJIEBSJHSMU

JENIS NAMA DAGANG/PRODUK YANG DIHASILK AN YANG MENGANDUNG PARAQUAT DICHLORIDE

15

produk jadi dengan menggunakan paraquat dichloride teknis dan 42% TFUBSBBUBVMFCJIEBSJHSMU

8

produk jadi mengandung paraquat dichlorideEJCBXBIHSMU

65%

Produk dengan Kandungan

PARAQUAT DICHLORIDE

Kandungan paraquat dichloride TFUBSBBUBVEJCBXBIHSMU

35%

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

37

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

IMPOR PARAQUAT DICHLORIDE PERIODE 2012 - 2014 Dari

9

QFSVTBIBBOJNQPSUJSQSPEVTFOEBOJNQPSUJS distributor paraquat dichloride technical 

42% UFMBINFSFBMJTBTJLBOJNQPS sebesar 40.528.822 TON . TFCBOZBL

4FEBOHLBO QFSVTBIBBOMBJOOZBNFOHJNQPSCBIBO BLUJG QJSJEJO methyl chloride TPEJVNTJBOJEB EBO BNPOJBL

VOUVLNFNQFSPEVLTJparaquat dichloride technicalTFCBOZBL

5.094 TON.

PENYIMPANAN PARAQUATE DICHLORIDE 6NVNOZBparaquate dichlorideUFMBIEJTJNQBOEJ UFNQBUZBOHUFSMJOEVOHNFTLJQVOQFOZJNQBOBOOZB NBTJIEJDBNQVSEFOHBOCBIBOMBJO

PENGGUNAAN APD 3BUBSBUBQFSVTBIBBOUFMBINFOZFEJBLBOQFSBMBUBO BMBUQFMJOEVOHEJSJ "1% CBHJLBSZBXBO OBNVO NBTJIUFSEBQBULBSZBXBOZBOHUJEBLEJTJQMJOEBMBN menggunakan APD ketika bekerja.

38

B U K U TA H U N A N 2 015

INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3

ARMADA PENGANGKUTAN B3  4&16-6)

Dari QFSVTBIBBO JNQPSEBOQSPEVTFO#ZBOHEJQBOUBV IBOZB TBUV QFSVTBIBBOZBOHNFOHHVOBLBOBSNBEB QFOHBOHLVUBO#ZBOHNFNJMJLJJ[JOQFOHBOHLVUBO #EBSJJOTUBOTJZBOHCFSXFOBOH

PENCAPAIAN

KENDALA

%BQBUEJLFUBIVJKVNMBIEBOKFOJT#ZBOHEJJNQPS KFOJT QSPEVLQFTUJTJEB OBNBEBHBOH LPNQPTJTJCBIBOBLUJG  TFSUBXJMBZBIQFSFEBSBOOZB4FIJOHHB QFOHFMPMBBOOZB QVOEBQBUEJVTBIBLBOMFCJIUFSLPOUSPM

Peraturan dan ketersediaan anggaran kegiatan QFOHFMPMBBO#ZBOHTFKBMBOEFOHBOLFCJKBLBO JOUFSOBTJPOBMCFMVNEBQBUNFOHBLPNPEJSQFOBNCBIBO KFOJT#ZBOHCBSVEJHVOBLBOEJ*OEPOFTJB

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

39

BIMBINGAN TEKNIS PENGELOLAAN B3

KONSISTEN

.&/*/(,"5,"/ KAPASITAS

Pemahaman pengelolaan B3 yang baik juga penting dimiliki juga oleh instansiinstansi terkait.

40

Upaya pengelolaan B3 tak akan memberikan hasil yang optimal tanpa kerja sama yang bersinergi positif dari berbagai pihak terkait. Sehingga, peningkatan kapasitas teknis bagi seluruh pemangku kepentingan, yaitu BLH provinsi dan kabupaten/kota, perguruan tinggi, asosiasi, serta masyarakat merupakan hhal penting untuk mencapai visi Direktorat Pengelolaan B3. Dengan demikian, bimbingan teknis (bimtek) merupakan program yang krusial untuk meningkatkan kapasitas pihakpihak terkait dalam pengelolaan B3. Bimtek 2015 diadakan pada 10 – 11 Desember di Batam. Materi yang disampaikan tentunya fokus pada pengelolaan B3, yang disampaikan oleh berbagai nara sumber dari banyak instansi, seperti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Badan POM, Bea dan Cukai Kementerian

B U K U TA H U N A N 2 015

Keuangan, BPS, serta BPPT. Beberapa isu yang muncul dalam diskusi antara lain penggunaan merkuri pada tambang rakyat, penyalahgunaan B3 atau bahan kimia untuk makanan, serta mekanisme pengawasan penggunaan dan peredaran B3 di daerah. Diikuti oleh 60 peserta dari 35 instansi, yaitu 11 kementerian (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perhubungan, BPOM, BPPT, BPS, dan Bea Cukai), 17 instansi pengelola lingkungan hidup dan dinas terkait di daerah, 5 PSL/PLH perguruan tinggi, dan 1 asosiasi pertambangan rakyat yang menggunakan B3. Indikator kesuksesan bimtek adalah peningkatan pemahaman peserta mengenai pengelolaan B3 yang diukur dari perbandingan nilai sebelum dan sesudah bimtek.

BIMBINGAN TEKNIS PENGELOLAAN B3

TUJUAN BIMBINGAN TEKNIS

1 2 3 4

.FOJOHLBULBOXBXBTBO QFNBIBNBO EBO QFOHFUBIVBONFOHFOBJLFCJKBLBOEBOQFSBUVSBO pengelolaan B3

Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi LBSBLUFSJTUJLEBOKFOJT# TFSUBDBSB QFOBOHBOBOOZB .FMBUJILFNBNQVBONFMBLVLBOQFNBOUBVBO EBOQFNCJOBBOUFSIBEBQstakeholders QFOHHVOB#EJMJOHLVOHBOOZBNBTJOHNBTJOH .FOEBQBULBONBTVLBONFOHFOBJQFSNBTBMBIBO dan kendala dalam pelaksanaan pengelolaan B3 dari para pemangku kepentingan dan stakeholders

Peserta Bimbingan Teknis 60 PESERTA DARI 35 INSTANSI

DKI JAK ARTA

27 3 3 3 2 2 1 1 1 1

JAWA TIM U R

NANGG ROE ACE H D. RIAU D. I . YOGYAK ARTA

JA M B I JAWA TE NGAH

L A M PU NG BALI

PAPUA

17

I N STAN S I PE NG E LOL A LI NG K U NGAN H I DU P DI DAE R AH

11

K E M E NTE RIAN/LE M BAGA PE M E RI NTAHAN DI TING K AT PUSAT

5 2

P S L /PLH PE RG U RUAN TINGG I

IN STAN S I PE M E RI NTAH DAE R AH DILUAR IN STAN S I PE NG E LOL A LI NG K U NGAN

1

A SOS IA S I PE RTA M BANGAN R AK YAT PE NGG U NA B3

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

41

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

MENTRANSFORMASI

3&/$"/" MENJADI

",4*

tahun 2015, ada beberapa program implementasi konvensi B3 dan kerja sama Partisipasi Sepanjang internasional pengelolaan B3 yang menjadi fokus utama kegiatan Direktorat Pengelolaan Bahan aktif di level Berbahaya dan Beracun di bagian ini. Program-program tersebut antara lain sebagai berikut: internasional t *NQMFNFOUBTJLPOWFOTJQFOHFMPMBBO#ZBJUVQFMBLTBOBBO,POWFOTJ4UPDLIPMN Pertemuan POPRC-11 demi Penelaahan dan pemutakhiran dokumen NIP (National Implementation Plan) mewujudkan dunia yang t *NQMFNFOUBTJLPOWFOTJQFOHFMPMBBO#ZBJUVQFMBLTBOBBO,POWFOTJ3PUUFSEBN Penyusunan dokumen Final Regulatory Action (FRA) Konvensi Rotterdam lebih baik Penyusunan dokumen Import Response (IR) Konvensi Rotterdam -

Pertemuan CRC-11

t 1FMBLTBOBBO,POWFOTJ.JOBNBUB

- Karakteristik ore di 5 lokasi Penambangan Emas Skala kecil (PESK), yaitu: Kabupaten Ketapang, Pacitan, Lebak, Banyumas, dan Sumbawa Barat - Review RAN (Rencana Aksi Nasional) Merkuri dan penyusunan konsep NIP merkuri - Penyusunan konsep NIP Pengurangan dan Penghapusan Merkuri - Penyusunan mekanisme pengekolaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia

t 1FMBLTBOBBOStrategic Approach on International Chemicals Management (SAICM) -

The Fourth International Conference on Chemical management (ICCM-4) Penyusunan RAN SAICM

t 1FMBLTBOBBO,FSKB4BNB-VBS/FHFSJ -

42

B U K U TA H U N A N 2 015

ITTP-299 Asia ” Strategies for Chemicals Management” Workshop Chemicals Legislation Implementation with KEMI (Swedia)

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

1FMBLTBOBBO,POWFOTJ4UPDLIPMN B1FSUFNVBO1013$ Pertemuan POPRC-11 dilaksanakan di Roma, Italia, pada tanggal 19-23 Oktober 2015 secara back to back dengan pertemuan CRC-11 pada tanggal 26-28 Oktober 2015. Sebelum pertemuan POPRC-11 dilaksanakan, pada tanggal 15 Otober 2015, Direktorat Pengelolaan B3 melakukan pertemuan persiapan dengan kementerian atau lembaga terkait mengenai bahan kimia yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Hasil pertemuan persiapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Decabromodiphenyl ether (commercial mixture, DEFDB#%&

t 5BIBQBO EBMBN QFSUFNVBO Draft risk management evaluation t ,POEJTJOBTJPOBM o Kemenperind: Telah dilakukan survei PBDE dalam rangka penyusunan o Bahan alternatif masih terindikasi mengandung bahan POPs (masih terdapat senyawa polibromo), sehingga perlu ada kajian lebih lanjut o Hasil survei dan kajian bisa dipakai di COP 8. t 1PTJTJPerlu informasi yang lebih detail tentang bahan alternatif pengganti yang ramah lingkungan dan terjangkau secara ekonomis  %JDPGPM t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBODraftSJTLQSPmMF t ,POEJTJ/BTJPOBM o Dicofol memiliki sifat yang mirip dengan DDT dan ada kemungkinan deteksi monitoring DDT disebabkan oleh pencemaran dicofol. o Dicofol termasuk bahan yang dilarang berdasarkan Permentan No. 39 Tahun 2015 t 1PTJTJ Dicofol dapat dilanjutkan ke Annex F – Risk Management Evaluation.

3) Short-chained chlorinated parrafins 4$$1

t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBO Draft risk profile t ,POEJTJOBTJPOBM o Jika dilihat dari kriteria rantai pendeknya mungkin dapat menyulitkan industri untuk mengidentifikasi. Selain itu, rantai SCCP ini memiliki beberapa ikatan C-Cl, sehingga dikhawatirkan jika akhirnya masuk ke Annex A/B akan dimasukkan ke Annex C – Unintentional Production juga o KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi B3 untuk SCCP o Perlu data dari Kemenperind t 1PTJTJ Diusulkan untuk dikeluarkan dari pembahasan POPRC karena kurangnya data maupun kajian pendukung 4) Pentadecafluorooctanic acid $"4/P  1'0" perfluorooctanoic acid), its salts and PFOA-related compounds t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBO Proposal for listing t ,POEJTJOBTJPOBM o Perlu dicermati lebih lanjut karena terlalu banyak jenis senyawa yang diusulkan, termasuk didalamnya senyawa-senyawa turunan yang akan terdegradasi menjadi PFOA o KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi B3 untuk PFOA t 1PTJTJ o Kemungkinan masih banyak digunakan di industri teflon, tekstil, busa, dll. o Indonesia mengusulkan agar pembahasannya ditunda

2. Penelaahan dan Pemutakhiran Dokumen NIP (National Implementation Plan) Dokumen NIP, yang telah ditelaah sejak tahun 2013, telah ditandatangani dan diluncurkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Bapak Balthasar Kambuaya, pada Oktober 2014. Namun, meskipun telah diluncurkan, masih dilakukan beberapa revisi terhadap isi dokumen. Dokumen NIP yang terbaru telah diserahkan kepada Sekretariat pada Oktober 2015.

Untuk mewujudkan rencana penerapannya, diperlukan kolaborasi dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi, LSM, serta dunia usaha. Beberapa kementerian atau lembaga yang terkait hal ini adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, BPPT, BPOM, dan LIPI.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

43

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

1FMBLTBOBBO,POWFOTJ3PUUFSEBN B1FOZVTVOBO%PLVNFOFinal Regulatory Action '3" ,POWFOTJ3PUUFSEBN Final Regulatory Action (FRA) merupakan informasi yang disampaikan oleh negara Pihak kepada Sekretariat terkait keputusan negara Pihak melarang maupun membatasi suatu bahan kimia dengan tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Bahan kimia yang dimaksud adalah bahan kimia apapun yang diatur dalam peraturan nasional tiap negara Pihak. Pada saat ini, di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur pembatasan dan pelarangan bahan kimia yang tersebar di beberapa kementerian dan lembaga. Beberapa peraturan tersebut diantaranya adalah PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida. PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 mengatur tentang B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang terbatas

dipergunakan, dan B3 yang dilarang dipergunakan. Di dalam peraturan tersebut terdapat 209 jenis B3 yang dapat dipergunakan (Lampiran I), 10 jenis B3 yang dilarang (Lampiran II, Tabel 1) dan 45 jenis B3 yang terbatas dipergunakan (Lampiran II, Tabel 2). Penyusunan FRA untuk B3 yang tercantum dalam PP No. 74 Tahun 2001 dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Designated National Authorities (DNA) Chemicals and Pesticides. Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida mengatur tentang pembatasan dan pelarangan Pestisida. Di dalam peraturan tersebut terdapat 45 bahan aktif pertisida yang dilarang (Lampiran I), 7 bahan aktif pestisida yang dibatasi (Lampiran II), 9 bahan tambahan pestisida yang dilarang (Lampiran III), dan 3 bahan tambahan pestisida yang dibatasi (Lampiran IV). Penyusunan FRA untuk B3 yang tercantum dalam Permentan No. 24 Tahun 2011 dilakukan oleh Kementerian Pertanian sebagai Designated National Authorities (DNA) Pesticides.

JENIS B3 DALAM PP NO. 74 TAHUN 2001

209

jenis B3 yang dapat dipergunakan

10

45

jenis B3 yang dilarang

jenis B3 yang terbatas penggunaannya

JENIS PESTISIDA DALAM PERMENTAN NO. 24 TAHUN 2011

45

bahan aktif pestisida dilarang

7

bahan aktif pestisida yang dibatasi

C1FOZVTVOBO%PLVNFO Import Response *3  ,POWFOTJ3PUUFSEBN Import Response (IR) merupakan informasi yang disampaikan oleh negara Pihak kepada Sekretariat terkait keputusan negara Pihak terhadap kemungkinan impor bahan kimia yang tercantum dalam Annex III Chemicals di masa depan. Dokumen IR ini menggambarkan keputusan suatu negara Pihak untuk tidak bersedia atau bersedia dengan syarat tertentu untuk menerima ekspor bahan kimia yang tercantum dalam Annex III Chemicals. Dalam dokumen tersebut juga dijelasakan mengenai sifat dari keputusan negara Pihak tersebut, apakah bersifat interim response (sementara) atau final decision (tetap). Selama tahun 2015, Indonesia telah menerima notifikasi impor. Beberapa notifikasi yang diterima adalah untuk bahan kimia yang tercantum dalam Annex III Chemicals. Bahanbahan kimia tersebut antara lain: dinoseb, ethylene oxide, ethylene dichloride, dan mercury compounds. Namun, bidang penggunaan bahan-bahan kimia tersebut tidak sesuai dengan

44

B U K U TA H U N A N 2 015

9

3

bahan tambahan pestisida yang dilarang

bahan tambahan pestisida yang dibatasi

kategori yang diatur dalam Konvensi Rotterdam. Dalam Konvensi Rotterdam, keempat bahan tersebut termasuk dalam kategori Pestisida. Sedangkan, keempat bahan tersebut diimpor ke Indonesia untuk digunakan pada bidang-bidang sebagai berikut: Dinoseb 



Sebagai aditif dalam proses produksi Styrene Monomer

Ethylene Oxide



Sebagai sterilant pada proses sterilisasi alat kesehatan dan ruang operasi

Ethylene Dichloride 

Sebagai bahan penolong dalam proses produksi alat kesehatan dan sebagai reagen untuk analisis laboratorium

-Mercury Compounds

Sebagai reagen untuk analisa laboratorium

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

4. Pertemuan CRC-11 Pertemuan CRC-11 dilaksanakan di Roma, Italia, pada tanggal 26-28 Oktober 2015 secara back to back dengan pertemuan POPRC-11 pada tanggal 19-23 Oktober 2015. Sebelum pertemuan, pada tanggal 15 Otober 2015, 5BIBQBOEBMBN 1FSUFNVBO

Direktorat Pengelolaan B3 melakukan pertemuan persiapan dengan kementerian atau lembaga terkait mengenai bahan kimia yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Hasil pertemuan persiapan tersebut adalah sebagai berikut:

/P

/BNB#BIBO,JNJB

,POEJTJ/BTJPOBM

1PTJTJ

1.

Short-chained chlorinated parrafins (SCCP)

Draft Decision Guidance Document (DGD)

2.

Tributyltin compounds (TBT)

Draft Decision Guidance Document (DGD)

3.

Atrazine

Notifications of Final Regulatory Action (FRA)

Kementan: Masih digunakan sebagai herbisida

4.

Carbofuran

Notifications of Final Regulatory Action (FRA)

Kementan: Masih digunakan sebagai insektisida

5.

Carbosulfan

Notifications of Final Regulatory Action (FRA)

Kementan: Masih digunakan sebagai insektisida

6.

Dimethoate emulsifiable concentrate 400 gr/lt

Notifications of Final Regulatory Action (FRA)

Kementan: Masih digunakan sebagai insektisida

KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi Indonesia mendukung B3 untuk SCCP. masuk ke dalam Annex III karena dengan KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi mekanisme PIC akan mempermudah B3 untuk TBT. Dilarang dalam permentan pengawasan peredaran 39/2015 untuk semua bidang penggunaan bahan kimia di Indonesia pestisida.

1FMBLTBOBBO,POWFOTJ.JOBNBUB

B,BSBLUFSJTBTJ0SFEJ-PLBTJ1FOBNCBOHBO &NBT4LBMB,FDJM 1&4,

Mencari tahu karakter dari lokasi PESK penting dilakukan agar dapat dilakukan evaluasi terhadap kondisi PESK. Karakterisasi ini mencakup kondisi dan metode penambangan, karakteristik geologi endapan emas, metode pengolahan dan kondisi awal atau rona lingkungan. Tujuan dari karakterisasi ini adalah

untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan PESK dan karakteristik ore atau endapan emasnya. Sehingga, dapat dilakukan optimalisasi pengolahan emas dengan metode bebas merkuri. Kegiatan karakterisasi lokasi PESK ini dilakukan di Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Pacitan (Jawa Timur), Lebak (Banten), Banyumas (Jawa Tengah), dan Sumbawa Barat (Nusa Tenggara Barat). Lingkup kegiatan karakterisasi ini terdiri dari: 1. Observasi kondisi geologi permukaan terutama pada jenis serta sebaran endapan bijih serta melakukan pengambilan contoh batu-batuan, 2. Menganalisa hidrologi dan hidrogeologi, 3. Menganalisa contoh batu-batuan dengan metode mineralogi, XRD, XRF, dan AAS, 4. Melakukan analisa dan rekomendasi lokasi penambangan berdasarkan area izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah terkait dengan memperhatikan daerah kawasan hutan, 5. Melakukan pengambilan contoh serta melaksanakan analisa pada air dan sedimen di daerah sekitar area penambangan, 6. Evaluasi metode penambangan, 7. Melakukan tes matalurgi untuk menemukan metode atau teknologi pengolahan non merkuri,

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

45

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

C Review 3FODBOB"LTJ/BTJPOBM 3"/ .FSLVSJEBO1FOZVTVOBO,POTFQ National Implementation Plan /*1 .FSLVSJ Evaluasi ini ditujukan untuk menindaklanjuti pertemuan penyusunan NIP Merkuri pada tahun 2013 yang menyepakati pembuatan Rencana Aksi Nasional (RAN) Merkuri di setiap sektor. Evaluasi dilakukan dalam pertemuan Tim Koordinasi Penerapan Konvensi Minamata tentang Merkuri untuk mengulas perkembangan dan pelaksanaan rencana aksi yang ada di setiap kementerian atau lembaga. Hal-hal yang dibahas antara lain:

t *OWFOUBSJTBTJQSPHSBNBUBVLFHJBUBOUFSLBJUQFOHFMPMBBONFSLVSJ ,FNFOUFSJBO -FNCBHB

/P a.

,FNFOUFSJBO -JOHLVOHBO)JEVQ EBO,FIVUBOBO

4UBUVT1SPHSBN,FHJBUBO -

-

b.

,FNFOUFSJBO&4%.

-

c.

,FNFOUFSJBO 1FSJOEVTUSJBO

-

d.

,FNFOUFSJBO ,FTFIBUBO

-

Sudah dibentuk direktorat khusus untuk pemulihan lahan terkontaminasi, baik yang terkontaminasi limbah B3 maupun untuk Lahan Akses Terbuka. Tahun 2016, KLHK akan melakukan inventarisasi lahan terkontaminasi di 33 propinsi. Sebanyak 25% lahan terkontaminasi akan difasilitasi pemulihaannya, dalam hal ini untuk lahan-lahan pertambangan rakyat. Pada 2016, KLHK akan mengadakan dialog publik NA Ratifikasi Konvensi Rotterdam dengan mengundang seluruh kementerian dan lembaga terkait Pada tahun 2014, Kementerian ESDM sudah menyusun RAN Penghapusan Penggunaan Merkuri pada Pengolahan Emas Selain itu, ESDM juga sedang melakukan inventarisasi hotspot PESK (Pertambangan Emas Skala Kecil) yang ada di seluruh Indonesia Sudah disusun pedoman-pedoman yang terkait, salah satunya Pedoman Pengelolaan Merkuri dengan BAT/BEP pada industri Lampu dan Pedoman Pengelolaan Merkuri dengan BAT/BEP pada Industri Berencana untuk menyusun pedoman untuk industri non-ferrous metals karena terdapat potensi lepasan merkuri pada industri ini Pada tahun 2016 ingin melaksanakan pilot project Penerapan Teknologi Non-Merkuri dengan sistem insentif. Kementerian Perindustrian juga sudah memiliki program Green Industry. Tengah menyusun pedoman dan RAN terkait dampak merkuri ke kesehatan (intoksikasi merkuri) Berencana menyusun peraturan untuk penghentian izin produksi dan distribusi alat kesehatan bermerkuri

e.

#115

-

Terdapat program Pengembangan Teknologi Industri di Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi yang mungkin dapat diintegrasikan dengan program Green Industry di Kementerian Perindustrian

f.

-*1*

-

Sudah memiliki dua alat pengujian kandungan merkuri yaitu Mercury Analyzer dan ICPMS dengan batas deteksi sampai dengan 0,1 ppb Sedang menyiapkan dokumen prosedur pelaksanaan pengujian dengan menggunakan kedua alat tersebut untuk sampel makanan dan biota laut Berencana mengembangkan pengujian untuk sampel darah, rambut, dan renik lainnya

-

46

B U K U TA H U N A N 2 015

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

t 1FOZVTVOBO,POTFQ/*11FOHVSBOHBOEBO 1FOHIBQVTBO.FSLVSJ Sebagai salah satu negara yang menandatangani Konvensi Minamata yang disahkan di Jepang pada tanggal 10 Oktober 2013, Indonesia harus melaksanakan program kegiatan lanjutan sesuai dengan isi kesepakatan Konvensi Minamata. Program yang dibuat harus mengarah pada pengurangan atau penghapusan pertambangan merkuri dan penggunaan merkuri pada kegiatan usaha di perdagangan, industri manufaktur, proses PESK, serta pengurangan emisi dan pelepasan merkuri ke lingkungan. Selain itu, konvensi tersebut juga mengharuskan dilakukannya pengelolaan merkuri dan senyawa merkuri yang ramah lingkungan, serta penurunan risiko dan pemulihan lahan terkontaminasi. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 20 Konvensi Minamata, setiap negara yang menandatangani Konvensi Minamata wajib melakukan rencana aksi terhadap

kewajiban-kewajiban yang ada dalam konvensi. Untuk itu, disusun lah konsep NIP yang dapat menjadi acuan bagi pemangku kepentingan serta institusi pemerintah dalam penyusunan NIP pengurangan dan penghapusan merkuri. Konsep NIP ini juga ditujukan dapat menjadi pedoman penyusunan rencana aksi kementerian atau lembaga terait, termasuk sebagai bahan perencanaan dan pertimbangan teknis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam konvensi tersebut. Hal-hal yang penting dicantumkan di dalam NIP antara lain identifikasi masalah, kondisi nasional, perkembangan kebijakan nasional, serta landasan hukum terkait masalah ini. Selain itu, perlu juga dibuat struktur koordinatif NIP Merkuri dan Senyawa Merkuri di Indonesia yang terdiri dari tahapan kegiatan, sasaran, indikator output, dan pembagian wewenang institusi pelaksana kegiatan dalam pengelolaan merkuri di Indonesia. Sehingga, NIP ini pun dapat berjalan efektif dan mencapai hasil yang optimal.

4USBUFHJD"QQSPBDIPO*OUFSOBUJPOBM$IFNJDBMT.BOBHFNFOU 4"*$.

B5IFUI*OUFSOBUJOBM$POGFSFODFPG$IFNJDBMT .BOBHFNFOU *$$.

Diadakan di Jenewa, Swiss, pada 28 September – 2 Oktober 2015, ICCM-4 dipimpin oleh President of ICCM-4, Richard Lesiyampe dari Kenya. ICCM merupakan forum multi-stakeholder dan multi-sectoral, dimana seluruh peserta memiliki kedudukan yang sama dan dapat berpartisipasi penuh dalam pertemuan, baik itu wakil pemerintah, masyarakat madani, sektor industri, atau pemangku kepentingan lainnya. Pada tahun ini, ICCM dihadiri sekitar 800 peserta dari berbagai asosiasi industri, petani, buruh, lembaga swadaya masyarakat (CSOs/NGOs), serta organisasi internasional dari 132 negara atau kelompok negara anggota. Delegasi RI sendiri dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Anggota delegasi ini terdiri dari unsur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai National Focal Point untuk Strategic Approach on International Chemicals Management (SAICM), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan PTRI Jenewa.

C1FOZVTVOBO3FODBOB"LTJ/BTJPOBM 3"/  4"*$.

Kesimpulan dari penyusunan RAN SAICM ini adalah perlu dibuat tujuan yang lebih spesifik dan tajam, sertta pematangan mekanisme penyusunan RAN Penerapan SAICM di Indonesia. Selain itu, perlu dibentuk Working Group dan tim teknis yang terdiri dari bagian lingkungan, kesehatan, ekonomi atau tata niaga, sosial, pertanian, industri, tenaga kerja, pendidikan, serta promosi atau humas. Untuk mencapai SAICM Goals, perlu disusun peta penerapan SAICM jangka menengah (2016 – 2020) dan jangka panjang (2021 – 2030), dengan tujuan sebagai berikut: t +BOHLBNFOFOHBI 

1) Payung hukum RAN - SAICM 2) Sistem koordinasi lintas sektor 3) Integrasi penerapan Konvensi dan kesepakatan internasional 4) Membangun dan mengembangkan sistem informasi di masing-masing instansi teknis di Pusat 5) Identifikasi potensi resiko bahan kimia di Indonesia 6) Sosialisasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan di Daerah t +BOHLBQBOKBOH 

1) Membangun dan mengembangkan sistem informasi di masing-masing instansi teknis di Daerah 2) Integrasi sistem informasi Pusat dan Daerah

Penyusunan RAN SAICM ini merupakan tindak lanjut dari hasil ICCM ke-3 dan ICCM ke-4. Dalam kedua ICCM tersebut, setiap negara memang didorong untuk membuat RAN, sistem database yang terintegrasi, dukungan pengelolaan yang terintegrasi, dan pembentukan Working Group multistakeholders.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

47

IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

PENER APAN SAICM DI INDONESIA 1FOZVTVOBOLPOTFQQSPHSBN penerapan SAICM 1FOZVTVOBO3FODBOB"LTJ /BTJPOBM 3"/ 4"*$. Pertemuan teknis dan koordinasi Pengembangan sistem informasi tata kelola B3 Nasional

Sinergi Konvensi Internasional Bahan Kimia

Konvensi Rotterdam 1*$

,POWFOTJ4UPDLIPMN 101T

4USBUFHJD "QQSPBDIUP International $IFNJDBM Management 4"*$.

Sound Management of $IFNJDBMT

Konvensi Basel -JNCBI#

48

B U K U TA H U N A N 2 015

Konvensi .JOBNBUB .FSLVSJ

PENANGANAN B3

PENINGKATAN

1&/"/("/"/# Langkah 1. Penetapan Status B3 Baru strategis dan Menurut PP No. 74 Tahun 2001 yang mengatur tentang Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) efektif untuk di Indonesia, bahan kimia B3 dikelompokkan 209 bahan kimia B3 yang dapat setiap jenis B3 menjadi digunakan, 45 bahan kimia B3 yang terbatas penggunaannya, dan 10 bahan kimia B3 yang /P

%BUB#BIBO,JNJB

dilarang penggunaannya. Pada 2015, Tim Teknis B3 Baru melakukan kajian terhadap bahan kimia impor baru yang teregistrasi hingga Juli 2015. Dari hasil kajian tersebut, dibuatlah rekomendasi penetapan status B3 baru. $"4/VNCFS

3FLPNFOEBTJ

1

1,1 dan 1,2 - Tetrafluoroetana

811-97-2

Dapat digunakan

2

1,1 - Azobisformamida

123-77-3

Dapat digunakan

3

1,3 - Butadiene

106-99-0

Dapat digunakan

4

2,3 - Dicyanohydroquinone

4733-50-0

Terbatas digunakan

5

2 - Butoksietanol

111-76-2

Terbatas digunakan

6

2 - Etilheksanoat

149-57-5

Terbatas digunakan

7

2 - EthylHexyl Nitrate

27247-96-7

Dapat digunakan

8

3,7 - Dimethyl, 2,6 - Octadienal

5392-40-5

Terbatas digunakan

9

4 - Dimethylaminoazobenzene

60-11-7

Terbatas digunakan

10

Ethanamine

3710-84-7

Dapat digunakan

11

Ethoxylated isocyanuric acid triacrylate

40220-08-4

Dapat digunakan

12

Ethyl Thioacetate

625-60-5

Terbatas digunakan

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

49

PENANGANAN B3

13

Etil Asetat

141-78-6

Dapat digunakan

14

Extract (petroleum) heavy paraffinic distillate solvent

64742-04-7

Terbatas digunakan

15

Fenitrothion

122-14-5

Terbatas digunakan

16

Formamidine Sulfunic Acid / Thiourea 1758-73-2 Dioxide

Terbatas digunakan

17

Glycidyl Neodecanoate

26761-45-5

Terbatas digunakan

18

Heksametilena tetramina

100-97-0

Terbatas digunakan

19

Hexafluorozirconic acid / Dihydrogen 12021-95-3 hexafluorozirconate (2-)

Dapat digunakan

20

Hydrazine Monodrobromide

13775-8-9

Terbatas digunakan

21

Isobutyl Acrylate

106-63-8

Dapat digunakan

22

Isododecane

92685-81-5

Dapat digunakan

23

Isopropyl Myristate

110-27-0

Dapat digunakan

24

Potassium Chloride

7447-40-7

Dapat digunakan

25

Melamin

9003-08-01

Terbatas digunakan

26

Paraffin

93924-07-3

Terbatas digunakan

27

Paraquat Dichloride

1910-42-5

Terbatas digunakan

28

Petroleum Hidrokarbon

64742-49-0

Terbatas digunakan

29

Piperonil Butoksida

51-03-6

Terbatas digunakan

30

Polietilena Glikol

25322-68-3

Terbatas digunakan

31

Poly Ferric Sulphate

10028-22-5

Dapat digunakan

32

Polytetramethylene Ether Glycol

25190-06-1

Terbatas digunakan

33

Propilena

115-07-1

Terbatas digunakan

34

P-Toluidine

106-49-0

Terbatas digunakan

35

Rosin

8050-09-07

Terbatas digunakan

36

Seng Klorida

7646-85-7

Dapat digunakan

37

Seng Oksida

1314-13-2

Dapat digunakan

38

Silikon

27306-78-1

Dapat digunakan

2. Kajian Dampak Merkuri Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Sejak lama, merkuri digunakan oleh para penambang emas skala kecil sebagai bahan untuk memisahkan emas dari bahan-bahan lainnya. Tak heran jika merkuri menjadi bahan kimia yang krusial dalam aktivitas PESK. Namun, tanpa mereka sadari, penggunaan merkuri tersebut telah menempatkan kesehatan dan lingkungan mereka pada posisi yang terancam. Terlebih lagi, kegiatan penambangan di PESK di Indonesia juga melibatkan wanita dan anak-anak di bawah umur. Kita perlu belajar dari tragedi di Teluk Minamata, Jepang, pada tahun 1950-an. Ketika itu, di sana terjadi akibat pencemaran merkuri terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Jangan sampai tragedi serupa menimpa negara kita. Sebagai implementasi nyata dari amanat

50

B U K U TA H U N A N 2 015

PENANGANAN B3

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 serta peraturan lainnya, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) melakukan kajian dan analisis atas dampak penggunaan merkuri pada lingkungan. Pada tahun 2015, kajian dan analisis tersebut dilakukan di Desa Paningkaban dan Desa Cihonje (Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah) serta Desa Lebak Situ (Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Banten). Hasil dari kajian dan analisis ini akan digunakan sebagai rekomendasi bagi

Kabupaten Banyumas

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam membuat kebijakan pengelolaan B3, untuk penerbitan regulasi dan mekanisme peghapusan peggunaan merkuri di Indonesia sebagai implementasi dari konvensi Minamata. Kajian dan analisis dampak merkuri terhadap lingkungan dilakukan dengan mengambil contoh uji air permukaan dan sedimen pada beberapa titik di setiap wilayah. Sementara, analisis dampak merkuri terhadap kesehatan dilakukan dengan mengambil sampel darah dari 3 orang penambang yang dilakukan di Puskesmas.

Contoh uji air diambil dari beberapa titik di Sungai Tajum, Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas. B,POTFOUSBTJ.FSLVSJ%BMBN%BSBI Menurut US Environmental Protection Agency, baku mutu total merkuri dalam darah adalah 20 μg/kg. Kenyataannya, konsentrasi merkuri di dalam darah dari seluruh penambang yang bekerja dengan merkuri di Kabupaten Banyumas telah melebihi ambang batasnya.

Konsentrasi Merkuri DALAM DARAH PEKERJA TAMBANG BANYUMAS Blanko B3M1

8

29

3

B1M1

53

30

5

B4M1

154

35

6

B2M1

23

UMUR L AMA BEKER JA 5")6/

5")6/

11.658 76.179 221.1

32.964

KODE METHYL MERCURY TOTAL MERCURY SAMPEL ( H LH

( H -

C,POTFOUSBTJ.FSLVSJEBMBN"JS1FSNVLBBO Nilai konsentrasi merkuri dalam air permukaan (air sungai) yang diambil di Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, secara umum di bawah baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 untuk merkuri yang adalah 0,001 mg/L (kelas 1).

batas 15 ug/L (Biological Exposure Indices/ BEI ACGIH 2014). Sebaliknya, pada sampel pembanding diketahui bahwa kadar total merkurinya jauh di bawah nilai ambang. Hasil pengukuran ini memperlihatkan bahwa para pekerja pembakar amalgam telah terpapar dengan total merkuri pada saat melakukan pembakaran amalgam yang melebihi batas D ,BEBS .FSLVSJ 1BEB 1FLFSKB 1FNCBLBS ambang sehat. "NBMHBN Bila upaya pengurangan paparan tidak Total merkuri pada para pembakar amalgam di dilakukan, dikhawatirkan dapat terjadi Kabupaten Banyumas melebihi nilai ambang keracunan merkuri yang ditandai dengan

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

51

PENANGANAN B3

gejala seperti sakit kepala, pandangan menjadi kabur, daya dengar menurun, merasa tebal di bagian kaki dan tangan, mulut terasa tersumbat oleh logam, gusi membengkak, serta diare. Walaupun hasil pemeriksaan medis ketika itu tidak mendeteksi adanya gejala keracunan ataupun kelainan secara neurologi, risiko ini tetap perlu diwaspadai. E,BEBS.FUJM.FSLVSJ Kadar metil merkuri dalam darah pada pekerja pembakar amalgam di kedua kabupaten tersebut masih di bawah nilai batas aman (di Jepang 40 ng/g). Kadar metil merkuri pada sampel pembanding juga memperlihatkan

Kabupaten Lebak

Contoh uji air diambil dari beberapa titik di Sungai Cisoka (hulu), Sungai Ciladaeun, dan Sungai Ciberang (hilir), Desa Lebak Situ, Kecamatan Lebakgedong, Kabupaten Lebak. a. Nilai Merkuri dalam Air Permukaan Secara umum di bawah baku mutu air untuk merkuri berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, yaitu 0,001 mg/lt (kelas 1). b. Analisis Kimia dalam Udara Ambien Hasil analisis kimia dalam udara ambien untuk Desa Lebak Situ adalah antara 258 – 382 ug/ Nm3. Kriteria mutu untuk merkuri di udara ambien tidak tercantum dalam PP No. 41 Tahun 1999. Namun, dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja SE-01/MENAKER.1997 dinyatakan bahwa baku mutu untuk air raksa dalam

kadar yang masih dibawah nilai ambang. Hasil ini menjelaskan, manusia biasanya terpapar metil merkuri melalui makanan yang mengandung metil merkuri. Perlu diketahui, metil merkuri terbentuk di lingkungan perairan oleh beberapa jenis bakteri dari inorganik merkuri. Kemudian, metil merkuri ini akan terakumulasi pada tubuh ikan atau mamalia yang dikonsumsi masyarakat yang tinggal di lingkungan yang tercemar merkuri. Hasil observasi di lapangan menunjukkan, para pekerja tak banyak mengonsumsi makanan yang berasal dari jalur pencemaran merkuri, sehingga kadar metil merkurinya relatif masih di bawah nilai ambang batas.

bentuk senyawa anorganik adalah 25 ug/m3. Bisa disimpulkan, jika berdasarkan baku mutu yang ditetapkan dalam surat edaran Menaker tersebut, maka konsentrasi udara ambien di Desa Lebak Situ melebihi baku mutu yang ada. c. Kadar Total Merkuri Dalam Darah Kadar total merkuri pada para pembakar amalgam di Kabupaten Lebak melebihi nilai ambang batas yaitu 15 ug/L (Biological Exposure Indices/ BEI ACGIH 2014). Sebaliknya, pada sampel pembanding diketahui bahwa kadar total merkurinya jauh di bawah nilai ambang. Hasil pengukuran ini memperlihatkan bahwa para pekerja pembakar amalgam telah terpapar dengan merkuri pada saat melakukan pembakaran amalgam yang melebihi batas ambang sehat.

Konsentrasi Merkuri DALAM DARAH PEKERJA TAMBANG KABUPATEN LEBAK Blanko 32

1

L1M1

30

33

5

L3M1

83

37

10

L2M1

98

UMUR 5")6/

52

L4M1 3 3.417

B U K U TA H U N A N 2 015

L AMA BEKER JA 5")6/

KODE SAMPEL

37.185

METHYL MERCURY ( H LH

101.907

110.55 TOTAL MERCURY ( H -

PENANGANAN B3

3. Studi Kelayakan Teknis Teknologi Destruksi Polychlorinated Biphenyls (PCBs) Menurut Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants, seluruh simpanan yang mengandung PCBs, baik berupa limbah maupun bahan yang mengandung PCBs atau terancu oleh PCBs, harus sudah dimusnahkan pada tahun 2020. Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi ini melalui UU No. 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants, Indonesia harus memegang komitmen ini. Untuk itu, dilakukan studi kelayakan teknis teknologi destruksi polychlorinated biphenyls (PCBs). Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi mengenai berbagai

alternatif teknologi yang dapat diterapkan dalam pemusnahan PCBs. Namun, sebelum teknologi pemusnahan PCBs diterapkan, perlu dibuat definisi yang jelas mengenai kuantitas material yang mengandung PCBs. Karena, kuantitas dari material yang mengandung atau terkontaminasi PCBs akan sangat menentukan cost efficiency dari teknologi pemusnahan yang akan diterapkan. Flowchart berikut ini dapat memperlihatkan urutan yang harus dilakukan dalam menetapkan skenario pemusnahan PCBs secara nasional (McDowall 2002).

,PNJUNFO

1FOHVNQVMBOEBUB (inventory)

"OBMJTJTEBUB

1FNJMJIBOTUSBUFHJ

3BTJPOBMJTBTJ

1FNJMJIBO UFLOPMPHJ

*NQMFNFOUBTJ

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

53

PENANGANAN B3

4. Deklarasi Bebas Merkuri PESK

Data UNEP (United Nations Environment Programme) menyebutkan, sekitar 1.000 ton merkuri dari kegiatan PESK mengontaminasi lingkungan. Hal ini harus menjadi perhatian bersama karena PESK di Indonesia hingga saat ini masih menggunakan merkuri. Bahkan, puncak penggunaannya justru pada tahun 2013 dan 2014, yaitu masing-masing mencapai 360 ton untuk produksi emas 150 ton pada masing-masing tahun. Upaya penghapusan penggunaan merkuri bertujuan untuk mengurangi tingkat pencemaran merkuri terhadap lingkungan dan dampaknya bagi kesehatan masyarakat. Untuk itu, perlu dibangun kesadaran pada pelaku PESK agar tidak lagi menggunakan merkuri sebagai bahan pendukung untuk proses pengolahan emas. Program pemerintah untuk penghapusan merkuri pada kegiatan PESK ini pun harus dibarengi dengan aksi memperkenalkan teknologi bebas merkuri tepat guna dengan harga terjangkau. Karena itu, perlu ada koordinasi antara seluruh pemangku kebijakan dan peran aktif dari pelaku PESK di Indonesia agar PESK yang bebas merkuri dapat terealisasi. Dengan begitu, formalisasi PESK juga dapat diwujudkan. “Deklarasi Bebas Merkuri Menuju Formalisasi PESK di Indonesia” ini merupakan langkah strategis yang diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk mulai menata PESK sebagai sektor

54

B U K U TA H U N A N 2 015

usaha ekonomi kerakyatan yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Indonesia. Dilaksanakan pada 26 – 27 November 2015 di Jakarta, “Deklarasi Bebas Merkuri Menuju Formalisasi PESK di Indonesia” dihadiri oleh 100 penambang rakyat yang mewakili 33 provinsi di Indonesia. Dalam acara tersebut, tidak hanya dilakukan penandatanganan deklarasi, namun peserta juga mendapatkan workshop mengenai bahaya merkuri bagi lingkungan dan kesehatan manusia, konsep formalisasi dan pola kemitraan BUMN/IUP dengan tambang rakyat, potensi dan dampak tambang di Indonesia, teknologi pengolahan emas tanpa merkuri, hingga penyusunan implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) atau Rencana Aksi Daerah (RAD) menuju formalisasi PESK di masing-masing wilayah. Dengan begitu, peserta pun mendapat pemahaman yang menyeluruh mengenai dampak buruk merkuri bagi lingkungan dan kesehatan manusia serta apa visi pemerintah dalam hal upaya formalisasi PESK. Tersusunnya RAD untuk formalisasi PESK dan program pengurangan merkuri di provinsi pun menuntut peran aktif dan komitmen mereka dalam hal ini. Dengan pemahaman yang meningkat, persepsi yang sejalan, dan peran aktif yang terukur, diharapkan formalisasi tambang rakyat dan PESK bebas merkuri pun dapat segera diwujudkan.

PENANGANAN B3

1. Nanggroe Aceh Darusallam 2. Sumatera Utara 3. Riau 4. Kepulauan Riau 5. Sumatera Barat 6. Jambi 7. Bengkulu 8. Sumatera Selatan

9. Bangka Belitung 10. Lampung 11. DKI Jakarta 12. Banten 13. Jawa Barat 14. Jawa Tengah 15. D.I. Yogyakarta 16. Jawa Timur 17. Nusa Tenggara Barat

18. Nusa Tenggara Timur 19. Kalimantan Barat 20. Kalimantan Timur 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Utara 23. Kalimantan Selatan 24. Sulawesi Barat 25. Sulawesi Tengah 26. Gorontalo

27. Sulawesi Selatan 28. Sulawesi Utara 29. Sulawesi Tenggara 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Papua Barat 33. Papua

5. Lokakarya Kebijakan Penanganan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) di Indonesia Lokakarya ini ditujukan untuk menjadi forum diskusi antar lembaga pemerintahan untuk bersama-sama mendukung rencana pelaksanaan program nasional penghapusan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) di Indonesia. Diadakan pada 13 Oktober 2015, tujuan utama dari lokakarya ini adalah: 1. Memberi gambaran singkat mengenai pencemar organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants/ POPs) dan PCB, serta aplikasi dan keberadaannya di Indonesia, 2. Menjabarkan informasi penting mengenai rencana dan inisiatif penghapusan dan pengurangan PCBs, 3. Memberikan contoh dan temuan dari negara lain dalam penghapusan PCBs, 4. Forum untuk diskusi tentang kolaborasi antar lembaga pemerintahan. Menghadirkan narasumber Yun Insiani (Direktur Pengelolaan B3, KLHK), Halimah (tenaga ahli dari KLHK), Mova Al-afghani, PhD (pakar analisis kebijakan dan peraturan), SETCAR Romania (tenaga ahli PCB inventory), dan Sonny Mumbunan, PhD (pakar ekonomi lingkungan), materi-materi yang disampaikan

adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan dalam pengelolaan bahan berbahaya dan beracun, 2. Pengantar tentang PCBs, 3. Pelaksanaan kebijakan PCBs , di Indonesia dan negara lain, 4. Aplikasi teknologi untuk pengelolaan PCBs (pengolahan, transportasi, dan penyimpanan), 5. Instrumen dan insentif ekonomi dalam pengelolaan PCBs. Lokakarya ini diikuti oleh 100 peserta yang berasal dari kementerian atau lembaga sebagai berikut: t 1FNFSJOUBI1VTBU,-), #115 ,FNFOUFSJBO ESDM, dan BUMN, t 1FNFSJOUBI%BFSBI#-) #BEBO-JOHLVOHBO Hidup) provinsi, BLH Kabupaten/Kota, t 1VTBU&LPSFHJPO#BMJ ,BMJNBOUBO 4VNBUFSB  dan Papua, t *OEVTUSJ QFNCBOHLJU MJTUSJL 1-56

 JOEVTUSJ tambang, industri pulp dan kertas, serta industri makanan dan minuman.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

55

ANALISIS CAPAIAN KINERJA

SASARAN

VS

PENCAPAIAN

dengan Penetapan Kinerja tahun 2015 dan implementasi Rencana Strategis 2015 – 2019, Mengukur Sesuai maka untuk tahun 2015 terdapat 1 program utama dengan 5 indikator utama. Berikut ini adalah pencapaian pencapaian berbagai program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran I dan sasaran II. untuk menilai efektivitas SASARAN I .FOJOHLBUOZBKVNMBI#ZBOHUFSEBUBEBMBNTJTUFNJOGPSNBTJOBTJPOBM kinerja dan NFOHFOBJ#TFCFTBS perbaikan di masa depan *OEJLBUPS,JOFSKB 1. Persentase jumlah dan jenis B3 yang beredar dan digunakan melalui registrasi, notifikasi, rekomendasi dan perizinan sebesar 100% (S1.P11.K2.1.IKK.a), 2. Persentase kapasitas layanan registrasi, notifikasi, rekomendasi, dan perizinan sebesar 100% (S1.P11.K2.1.IKK.b). Beberapa hasil kegiatan terkait capaian indikator kinerja kegiatan diantaranya: *OEJLBUPS,JOFSKB ,FHJBUBO *,,

Persentase jumlah dan jenis B3 yang beredar dan digunakan melalui registrasi, notifikasi, rekomendasi, dan perizinan sebesar 100% (S1.P11.K2.1.IKK.a)

,FHJBUBO Inventarisasi Data Impor, Peredaran dan Penggunaan B3 di Indonesia

$BQBJBO)BTJM,FHJBUBO5BIVO Terinventarisasinya Data Impor, Peredaran dan Penggunaan B3 di Indonesia: t5BIVOUFSDBUBUEBUBSFODBOBJNQPS B3 sebanyak 25 juta ton dari 1993 surat permohonan dan realisasi impor B3 sebanyak 3.333.369,96 ton Buku Juknis Tata Cara Registrasi B3 Status Kategorisasi B3 Teregister Tahun 2015

Pengembangan dan Pembangunan Sistem Informasi Tata Kelola B3 dan POPs (Persistent Organic Pollutants)

56

B U K U TA H U N A N 2 015

Tersedianya Portal Pengembangan dan Pembangunan Sistem Informasi Tata Kelola B3 dan POP (SIB3POP)

ANALISIS CAPAIAN KINERJA

SASARAN II :

.FOJOHLBUOZBKVNMBIEBOKFOJT#ZBOHUFSLFMPMBTFTVBJEFOHBOQFSBUVSBO NFOKBEJ *OEJLBUPS,JOFSKB 1. Persentase jumlah dan jenis B3 yang dipantau peredaran dan/atau pemanfaatannya meningkat setiap tahun (S1.P11.K2.2.IKK.a) 2. Jumlah jenis B3 yang dibatasi peredaran dan penggunaannya sebanyak 2 jenis (S1.P11. K2.2.IKK.b) 3. Jumlah jenis B3 yang dihapuskan sebanyak 2 jenis (S1.P11.K2.2.IKK.c). *OEJLBUPS,JOFSKB ,FHJBUBO *,,

Persentase jumlah dan jenis B3 yang dipantau peredaran dan/atau pemanfaatannya meningkat setiap tahun (S1.P11.K2.2.IKK.a)

,FHJBUBO

$BQBJBO)BTJM,FHJBUBO5BIVO

Inventarisasi B3 Hasil inventarisasi B3 Paraquat Dicloride Paraquat Dicloride di 10 di 10 Industri Pengguna Industri Pengguna Pemantauan penggunaan Merkuri di PESK Pulau Buru

Laporan hasil pemantauan penggunaan Merkuri di PESK Pulau Buru

Pengumpulan Data Kajian Lingkungan dan Kesehatan Merkuri dan Chrisotile di 3 Universitas

Data dan informasi hasil kajian Lingkungan dan kesehatan Merkuri dan Chrisotile di 3 Universitas

Inventarisasi penggunaan B3 sektor Pertambangan, Energi, Minyak dan Gas di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Kal-Sel, KalTim, Sul-Sel, Sul-Ut dan Sumatera Selatan

Tersedianya data dan informasi penggunaan B3 sektor Pertambangan, Energi, Minyak dan Gas di Provinsi Jawa Timur, Kal-Sel, Kal-Tim, Sul-Sel dan Sumatera Selatan

Laporan Evaluasi Verifikasi B3 Teregister dan Pengangkutan B3 Tahun 2015

Tercatat dan tersedianya data 117 jenis B3 yang dapat digunakan dan 152 jenis B3 baru, yang mendominasi sebanyak 9 jenis

Bimbingan Teknis Internal Pengelolaan B3 di Bogor

Pengetahuan dan peningkatan kapasitas internal Pengelolaan B3

Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 Nasional di Batam

Pengetahuan dan peningkatan kapasitas teknis bagi Pemda tk provinsi, asosiasi dan perguruan tinggi dalam pengelolaan B3

Revisi PP 74 tahun 2001 Tersedianya dokumen Naskah Akademis tentang Pengelolaan B3 dan draft revisi PP 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

57

ANALISIS CAPAIAN KINERJA

Penyusunan Mekanisme Dokumen draft Pedoman Teknis Pengelolaan Merkuri Pengelolaan Merkuri Pada Penambangan Pada Penambangan Emas Skala Kecil di Indonesia Emas Skala Kecil di Indonesia Penyusunan Konsep NIP Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia

Dokumen Konsep NIP Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Indonesia

Workshop Chemicals Legislation Implementation with KEMI (Swedia)

Peningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan nasional dalam pengelolaan bahan kimia melalui pengetahuan dan informasi tentang pengelolaan bahan kimia di Swedia (Uni Eropa)

Kajian Karakterisasi PESK di 5 lokasi (Banyumas, Ketapang, Lebak, Pacitan, Sumbawa Barat)

Dokumen laporan Karakterisasi Ore di 5 Lokasi Penambangan Emas Skala Kecil

Jumlah jenis B3 yang dibatasi peredaran dan penggunaannya sebanyak 2 jenis (S1.P11. K2.2.IKK.b)

Penyusunan SOP dan Draft Pedoman Teknis Pembatasan B3

Draft SOP dan Draft Pedoman Teknis Pembatasan B3

Pertemuan Tim Teknis B3 Baru dan POPs

Data dan informasi tentang B3 baru yang diregistrasi di KLHK dan tidak terdapat di dalam lampiran PP No. 74 Tahun 2001 dan bahan kimia yang termasuk di dalam Review Committee dari Stockholm Convention.

Jumlah jenis B3 yang dihapuskan sebanyak 2 jenis (S1.P11.K2.2.IKK.c)

+FOJT#.FSLVSJ

*+FOJT#.&3,63*

Kajian dampak merkuri terhadap kesehatan dan lingkungan pada 2 lokasi

Dokumen hasil kajian dampak merkuri terhadap kesehatan dan lingkungan pada 2 lokasi

Workshop dan deklarasi “Bebas Merkuri Menuju Formalisasi Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)”

Penandatanganan piagam deklarasi penambang rakyat untuk penghapusan merkuri di tambang rakyat oleh perwakilan penambang rakyat di 33 provinsi di Indonesia. Penyusunan rencana aksi tiap-tiap provinsi untuk program formalisasi dan program penghapusan merkuri di tambang rakyat.

+FOJT#1$#T

**+FOJT#1$#

Kajian feasibility study fasilitas pemusnahan PCBs

Dokumen hasil kajian feasibility study fasilitas pemusnahan PCBs

Penyusunan draft Dokumen draft Instrumen Ekonomi dan Instrumen Ekonomi dan Skema Insentif . Skema Insentif

58

B U K U TA H U N A N 2 015

ANALISIS CAPAIAN KINERJA

Lokakarya Kebijakan Penanganan PCBs di Indonesia

Pengetahuan dan peningkatan kapasitas teknis bagi pemerintah pusat, pemda tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam rencana dan inisiatif penghapusan PCB.

Training of Trainer (TOT) analisis dan inventori PCBs

Pengetahuan dan peningkatan kapasitas teknis bagi pemerintah dan perguruan tinggi (dosen dan peneliti) dalam melakukan inventori PCBs dan dan pengujian sampel PCBs.

Pengambilan sampel PCB di perusahaan/ pemilik trafo di wilayah pulau Jawa

Terkumpul sebanyak 756 sampel (atau 25% dari target sampel) dari 295 perusahaan/pemilik trafo di wilayah pulau Jawa.

Pembangunan website "pcbfreeIndonesia"

Tersedianya website untuk dapat memberikan informasi terkait kebijakan, aktivitias, serta kontribusi para pihak untuk mengelola penyimpanan, distribusi dan pemusnahan PCBs.

D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3

59

RENCANA KE DEPAN

RENCANA



Pentingnya evaluasi untuk mewujudkan langkah lanjutan yang selaras dan efektif

60

Tahun 2015 telah menjadi tahun yang penuh pencapaian dan juga pembelajaran. Untuk terus mencapai perbaikan di sektor Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), kita perlu meneruskan pencapaian-pencapaian positif yang telah dicapai tahun ini dan menyelaraskan langkah dengan kementerian, institusi, dan pihak-pihak terkait. Sehingga, kita pun bisa memperoleh hasil yang optimal. Sebagai rencana tindak lanjut kegiatan pengelolaan B3 pada tahun 2015, berikut ini program 2016 yang akan dilaksanakan: 1) Peningkatan koordinasi dan kerja sama lintas instansi (kementerian atau lembaga), seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian ESDM, SKK Migas, BUMN, Pemerintah Daerah, dan berbagai asosiasi industri, 2) Melanjutkan harmonisasi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan dinamika pengelolaan B3 di tingkat nasional maupun global, 3) Pengembangan pedoman teknis mengenai pengelolaan B3 sebagai petunjuk teknis pelaksanaan dari peraturan yang telah ada, 4) Penyempurnaan dan penyederhaanan tahapan proses penerbitan izin/ rekomendasi/registrasi dalam pengelolaan B3 untuk mewujudkan pelayanan yang efektif, efisien, dan tepat waktu, 5) Melanjutkan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui sosialisasi dan training mengenai pengelolaan B3 yang lebih intensif, fokus

B U K U TA H U N A N 2 015

dan terarah. 6) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait lain, seperti asosiasi, pemerintah daerah, dan unsur masyarakat dalam kegiatan pengawasan penataan perizinan, kegiatan penanganan pencemaran B3. Dengan begitu, kita pun dapat mencapai hasil yang efektif, berkesinambungan, dan tepat sasaran, 7) Penyebaran kuesioner pra dan paska bimbingan teknis untuk meningkatkan efektifitas bimbingan teknis yang bertujuan meningkatkan kapasitas instansi di daerah yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan, 8) Pengembangan infrastruktur, prosedur, dan mekanisme implementasi Sistem Informasi Tata Kelola B3 Nasional yang lebih terpadu, web based, GIS, dan mencakup antara lain: a. Sistem pelaporan realisasi imporekspor, peredaran dan penggunaan B3, serta registrasi dan notifikasi B3 secara online, b. Data registrasi dan notifikasi B3 online yang terintegrasi dengan aplikasi INSW c. Sistem tracking peredaran B3 teregistrasi prioritas, d. Data sebaran peredaran dan penggunaan B3 Terbatas. 9) Tindak lanjut konvensi dan kerja sama internasional dalam rangka pengelolaan B3 dan pengembangan kebijakan, peraturan, dan pedoman sebagai standar operasional teknis pengelolaan B3 di tingkat pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota.