DOWNLOAD THIS PDF FILE - JURNAL TEKNIK KIMIA

Download Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008. AKTIFASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI ADSORBENT PADA. ADSORPSI LARUTAN IODIUM. Muhammad Said  ...

0 downloads 468 Views 212KB Size
AKTIFASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI ADSORBENT PADA ADSORPSI LARUTAN IODIUM Muhammad Said, Arie Wagi Prawati, Eldis Murenda Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstrak Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh temperatur karbonisasi dan konsentrasi zat pengaktif asam phosfat (H3PO4) terhadap daya adsorpsi zeolit telah dilakukan. Zeolit aktif umumnya digunakan sebagai adsorbent yang berfungsi sebagai katalis, penghilang bau, penyerap warna, zat purifikasi dan sebagainya. Aktifasi dilakukan dengan dua cara yakni secara fisis dan secara kimia. Aktifasi secara fisis dilakukan dengan pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam poripori kristal zeolit, sehingga luas permukaan zeolit bertambah. Aktifasi secara kimia dilakukan dengan cara merendam zeolit didalam larutan asam phosfat (H3PO4), yang tujuannya untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa penganggu Analisa terhadap zeolit aktif dilakukan dengan cara uji daya serap terhadap larutan iodium secara batch dan kontinyu. Hasil penelitian secara batch menunjukkan konsentrasi iodium terkecil didapat pada adsorpsi menggunakan zeolit hasil akifasi H3PO4 5M sebanyak 5 gram yaitu 4.6482 mg/ml. Nilai eksponensial freundlich yang paling tinggi didapat pada aktifasi zeolit dengan H3PO4 5M yaitu 0,096. Hasil penelitian secara kontinyu menunjukkan konsentrasi iodium mengalami peningkatan sampai waktu adsorpsi 90 menit, hasil yang paling baik didapat pada konsentrasi zat pengaktif H3PO4 5 M, yaitu breakpoint dicapai pada saat volume effluent 17 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0143 mol/liter, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent 75,5 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0196 mol/liter. Kata kunci : zeolit, aktifasi, adsorpsi, eksponensial freundlich

I. PENDAHULUAN Zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri dari oksida rangkap Al2O3, SiO2 , Fe2O3 , CaO dan MgO. Mineral ini banyak terdapat di dalam batuan sedimen, terutama kristal dari kelompok aluminium dan silikat. Zeolit merupakan bahan alam yang banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat diperlukan pengetahuan dan penelitian mengenai zeolit alam itu sendiri serta cara-cara pengolahannya. Pembuatan zeolit aktif dalam skala laboratorium dengan bahan baku zeolit alam telah diteliti oleh Amru Siregar. Dkk (1995) dari Universitas Medan, dimana zeolit aktif tersebut berasal dari desa Sarulah, Sumatera Utara yang digunakan untuk menyerap polutan gas dari gas buangan mesin angkutan kota dengan menggunakan fluidized bed reaktor. Sebelumnya zeolit tersebut diaktifkan dengan cara pemanasan pada temperatur 200, 300, 400, dan 500oC dengan zat pengaktif HCl 0,2 M, 0,5 50

M, 0,8 M, 1,4 M dan 2,0 M dengan waktu pemanasan 3 jam. Daya adsorpsi zeolit alam ini maksimum jika menggunakan reaktor dengan aliran gas buangan turbulen dibandingkan aliran gas buangan laminar, dan daya aktifasi zeolit ini bertambah besar pada suhu 200 – 300oC. Penelitian diatas menghasilkan data kemampuan zeolit alam menyerap polutan gas. Salah satu sifat zeolit alam adalah dapat mengadsorpsi gas dan uap serta penyerap zat atau logam beracun. Adsorbent adalah material yang digunakan sebagai penyerap solut yang berupa gas atau liquid yang terdapat di dalam suatu campuran. Umumnya adsorbent berwujud padatan yang berbentuk granular, pellet, biji-bijian dan serbuk. Penelitian yang berhubungan dengan pengaruh temperatur karbonisasi dan konsentrasi zat pengaktif H3PO4 terhadap daya Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

adsorpsi zeolit belum dilakukan sehingga penelitian ini perlu dilakukan. II. FUNDAMENTAL 2.1. Sekilas Tentang Zeolit Zeolit merupakan mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensinya. Ion-ion logam tersebut dapat diganti dengan kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible. Zeolit pertama kali ditemukan di Swedia pada tahun 1756 oleh Axel Frederick Constedt. Istilah zeolit berasal dari kata “zein” (bahasa Yunani) yang berarti membuih dan “lithos” yang berarti batu. Nama ini sesuai dengan sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada 100oC. Zeolit alam bercampur dengan mineral lain seperti felspar, sodalit, nephelit dan leusit. Diperkirakan zeolit alam terbentuk dari lava gunung berapi yang membeku menjadi batuan vulkanik, membentuk sedimen-sedimen dan batuan metamorfosa dan selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin membentuk mineral zeolit. Zeolit merupakan bahan tambang kelompok mineral yang kegunaannya sangat beragam dan merupakan batuan lapuk hasil letusan gunung berapi pada zaman Cenozoicum. Di Indonesia banyak dijumpai di pulau Jawa bagian Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara. 2.2. Sifat-Sifat Zeolit Sifat-sifat zeolit meliputi : 1) Dehidrasi Sifat dehidrasi dari zeolit akan berpengaruh terhadap sifat adsorpsinya. Zeolit dapat melepaskan molekul air dari dalam rongga permukaan yang menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama dan akan efektif berinteraksi dengan molekul yang akan diadsorpsi. 2) Adsorpsi Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air bebas yang berada di sekitar kation. Bila mineral zeolit dipanaskan pada suhu 300oC hingga 400oC maka air tersebut akan keluar sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan. Selain mampu menyerap gas atau cairan, zeolit juga mampu memisahkan molekul dan kepolarannya, meskipun ada 2 molekul atau lebih yang dapat melintas tetapi hanya sebuah saja yang dapat lolos. Hal ini dikarenakan faktor selektivitas dari mineral zeolit tersebut yang tidak ditemukan pada adsorbent padat lainnya.

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

3) Penukar Ion Ion-ion pada rongga atau kerangka elektrolit berguna untuk menjaga kenetralan zeolit. Ion-ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. 4) Katalis Ciri paling khusus dari zeolit yang secara praktis akan menentukan sifat khusus mineral ini adalah adanya ruang kosong yang akan membentuk saluran di dalam strukturnya. Bila zeolit digunakan pada proses penyerapan atau katalis maka akan terjadi difusi molekul ke dalam ruang bebas diantara kristal. Zeolit merupakan katalisator yang baik karena mempunyai pori-pori yang besar dengan permukaan yang maksimum. 5) Penyaring atau Pemisah Meskipun banyak media berpori yang dapat digunakan sebagai penyaring atau pemisah campuran uap atau cairan, tetapi distribusi diameter dari pori-pori media tersebut tidak cukup efektif seperti halnya penyaring molekular zeolit yang mampu memisahkan campuran berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk dan polaritas dari molekul yang disaring. Contohnya pori-pori zeolit A berbentuk silinder dapat memisahkan nparafin dari campuran hidrokarbon. Zeolit dapat memisahkan molekul gas atau zat lain dari suatu campuran tertentu karena mempunyai ruang hampa yang cukup besar dengan garis tengah yang bermacammacam berkisar antara 2Ǻ hingga 8Ǻ, tergantung dari jenis zeolit. 2.3 Jenis – Jenis Zeolit a. Zeolit Alam Mineral zeolit telah diketahui sejak tahun 1756 oleh ahli mineralogy berkebangsaan Swedia bernama F.A.F Constedt. Di alam banyak dijumpai zeolit dalam lubang-lubang batuan lava dan dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik halus. Telah diketahui lebih dari 40 jenis mineral zeolit di alam, dari jumlah tersebut hanya 20 jenis yang terdapat dalam batuan sedimen terutama sedimen piroklastik. b. Zeolit Sintetis Karena sifat zeolit yang unik yaitu susunan atom maupun komposisinya dapat dimodifikasi, maka para peneliti berupaya untuk membuat zeolit sintetis yang mempunyai sifat khusus sesuai dengan 51

keperluannya. Dari usaha itu dapat direkayasa bermacam-macam zeolit sintetis, antara lain : 1. Zeolit kadar Si rendah (kaya Al) 2. Zeolit Si sedang 3. Zeolit Si tinggi 4. Zeolit Si

pemisahan antara adsorbent dan larutan iodium. Larutan iodium diambil sebanyak 5 ml untuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator larutan kanji. Prosedur ini diulang kembali untuk zeolit aktif sebanyak 1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr dan 5 gr.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Sampel Zeolit Alam. Zeolit alam yang berbentuk granular dan berwarna hijau kebiruan ditumbuk dengan mortar, kemudian diayak dengan menggunakan alat screening (sieve tray) untuk mendapatkan zeolit alam yang berukuran 150 mesh.

3.5. Adsorpsi Iodium Terhadap Zeolit Aktif dengan Sistem Kolom Adsorpsi (Sistem Kontinyu) Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kolom adsorpsi fixed-bed dengan ukuran diameter 2,54 cm dan tinggi kolom 35 cm. Zeolit aktif mula-mula dimasukkan ke dalam kolom adsorpsi fixed-bed hingga tingginya 10 cm. Larutan iodium 0,05 N dialirkan secara kontinyu melalui buret yang diatur kecepatannya pada 1 ml/menit. Sampel larutan keluar kolom diambil setiap 30 menit untuk diukur kandungan iodium sisa.

3.2. Karbonisasi Zeolit alam sebanyak 50 gram diletakkan pada suatu cawan porselin dan dimasukkan ke dalam furnace yang diatur pada suhu 800 oC yang merupakan suhu karbonisasi optimum (berdasarkan hasil penelitian Bujang Hendri. 1996. “Karakteristik Zeolit Alam dari Desa Campang Tiga Terhadap Adsorpsi Larutan Iodium Standar”. Universitas Sriwijaya : Inderalaya). Apabila suhu ini telah dicapai, proses karbonisasi berlangsung pada suhu tersebut selama 2 jam. Setelah proses karbonisasi selesai, cawan porselen dibiarkan di dalam desikator untuk proses pendinginan. 3.3. Proses Pengaktifan Zeolit Menjadi Zeolit Aktif Zeolit hasil proses karbonisasi diaktifkan dengan menggunakan larutan pengaktif asam fosfat (H3PO4) 2 M – 5 M. Zeolit sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam beker gelas lalu ditambahkan larutan asam fosfat 2 M sebanyak 50 ml sebagai zat pengaktifan, kemudian campuran ini diaduk. Setelah dibiarkan sekitar 24 jam, campuran tersebut dipisahkan dan endapan zeolitnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 – 110oC sehingga air yang ada di permukaan zeolit dapat teruapkan. Proses pengaktifan ini dilakukan untuk semua zat pengaktif H3PO4 2 M - 5 M. 3.4. Adsorpsi Iodium dalam Sistem Batch Pengujian kapasitas adsorpsi zeolit aktif dilakukan dengan menggunakan larutan standar iodium (I2). Mula-mula, 1 gram zeolit aktif hasil karbonisasi pada suhu 800oC ditambahkan dengan 50 ml larutan iodium dengan konsentrasi 0,05 N di dalam erlenmeyer atau wadah tertutup yang gelap. Campuran diaduk dan diendapkan selama 24 jam. Setelah itu endapan tersebut dipisahkan dari larutan iodium dengan alat centrifuge untuk memudahkan

52

5.6. Titrasi Adsorpsi dengan Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N Untuk menentukan konsentrasi larutan iodium hasil adsorpsi dengan cara batch maupun kontinyu digunakan metode titrasi. Larutan iodium hasil adsorpsi dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 5 ml. Titrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N, bila warna kuning dari larutan telah samar tambahkan beberapa tetes larutan kanji (amilum) sebagai indikator larutan akan berubah warna jadi biru. Titrasi kembali larutan sampai warnanya berubah menjadi bening. Konsentrasi iodium dalam larutan dapat ditentukan dari hasil titrasi ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Adsorpsi Sistem Batch Konsentrasi larutan iodium akhir yang didapat dari hasil adsorpsi dengan zeolit aktif secara batch mengalami penurunan dengan adanya penambahan zeolit aktif karena semakin banyak adsorbent maka iodium yang teradsorpsi juga akan semakin banyak. Fungsi dari pengaktifan zeolit adalah untuk menghilangkan senyawa – senyawa organik yang menutupi permukaan pori – pori zeolit. Hal ini bertujuan untuk memperluas pori – pori zeolit aktif sehingga kapasitas adsorpsinya semakin besar. Dengan demikian, konsentrasi zat aktifator yang tinggi dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi. Hal ini ditunjukkan dalam grafik di bawah ini :

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

5.40 5.30

CI (mg/ml)

5.20 5.10

H3 PO4

5.00

2M

4.90

3M

4.80

4M 5M

4.70 4.60 0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

mz (mg) Gambar 4.1 Hubungan penambahan zeolit aktif terhadap konsentrasi akhir iodium

4.2.

Adsorpsi Sistem Kontinyu Pada sistem kontinyu, kolom adsorpsi yang digunakan terbuat dari pipa PVC dengan diameter 2,54 cm (1 inchi) dan panjang 35 cm. Pengukuran konsentrasi iodium effluent dilakukan setiap 30 menit. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi iodium yang keluar dari kolom adsorpsi menunjukkan konsentrasi iodium mengalami peningkatan sampai waktu adsorpsi 90 menit. Setelah 90 menit, konsentrasi iodium yang keluar tidak mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini dikarenakan konsentrasi larutan iodium telah jenuh. Semakin besar konsentrasi H3PO4, konsentrasi

kejenuhan lebih kecil. Karena larutan H3PO4 merupakan asam kuat yang berfungsi sebagai zat pengaktif untuk mengikat senyawa – senyawa organik yang ada di dalam zeolit sehingga luas pori – pori zeolit menjadi semakin besar . Jika pori – pori zeolit aktif semakin besar, kejenuhan zeolit akan semakin lama.

0.025

CI (mol/liter)

0.020

H 3PO4 2M 3M 4M 5M

0.015 0.010 0.005 0.000 0

30

60

90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 t (menit)

Gambar 4.4 Pengaruh waktu terhadap konsentrasi iodium akhir

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

53

konsentrasi solute efluent versus waktu atau volume effluent. Jika adsorption isotherm berlaku dan laju adsorpsi tidak tentu, kurva breakthrough mendekati garis vertikal. Breakthrough curve landai jika laju transfer massa turun. Kurva breaktrough dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

4.3 Kurva Breakthrough. Karena liquid diumpankan secara kontinyu dari atas kolom, maka penelitian ini tergolong operasi liquid – downflow. Titik dimana konsentrasi efluent mulai meningkat secara cepat disebut breakpoint dan setelah breakpoint disebut kurva breakthrough yaitu kurva yang dihasilkan dari plot

0.025

CI (mol/liter)

0.020

0.015 H3PO4

2M 3M 4M

0.010

5M 0.005

0.000 0

25

50

75

100

125

150

175

200

225

250

V eff (ml) Gambar 4.5 Kurva Breakthrough zeolit aktif hasil aktifasi H 3PO4

Pada konsentrasi zat pengaktif H3PO4 2 M, breakpoint dicapai pada saat volume effluent 10 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0148 mol/liter, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent 76 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0218 mol/liter. Pada konsentrasi zat pengaktif H3PO4 3 M, breakpoint dicapai pada saat volume effluent 10 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0137 mol/liter, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent 76,5 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0205 mol/liter. Pada konsentrasi zat pengaktif H3PO4 4 M, breakpoint dicapai pada saat volume effluent 17 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0090 mol/liter, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent 76 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0205 mol/liter. Pada konsentrasi zat pengaktif H3PO4 5 M, breakpoint dicapai pada saat volume effluent 17 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0143 mol/liter, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent 75,5 ml dengan konsentrasi larutan iodium akhir sebesar 0,0196 mol/liter.

54

4.4 Persamaan Adsorpsi Isothermal Freundlich Untuk menghitung distribusi kesetimbangan solute antara zeolit aktif dan phase liquid, digunakan persamaan adsorpsi isothermal Freundlich terutama untuk pemakaian larutan yang encer. Persamaan adsorpsi isothermal Freundlich juga dikenal dengan persamaan Van Bemmelen. Persamaan ini mempunyai bentuk :

q = Kf C

1

n

….

(1)

Dimana : q : Berat iodium yang teradsorpsi (mg) / berat karbon aktif (mg) Kf : Konstanta Freundlich (liter/mg) n : Eksponensial Freundlich C : Konsentrasi pada saat kesetimbangan (mol/liter) Persamaan (1) dapat ditulis dalam bentuk logaritma :

log q = log K f +

1 log C …. (2) n

Bila dibuat plot log q terhadap log C akan menghasilkan kurva garis lurus dengan slope = 1/n dan intersept = log Kf. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Log C ‐1.75

‐1.74

‐1.73

‐1.72

‐1.71

‐1.70

‐1.69

0.00 ‐1.68 ‐0.20‐1.67 ‐0.40 ‐0.80 ‐1.00 ‐1.20

Lo g q

‐0.60

H3PO4 2 M

‐1.40

3 M

‐1.60

4 M

‐1.80

5 M

‐2.00

G ambar 4.3 K urva K es etimbang an Is othermis   F reundlic h 3. Konstanta Freundlich untuk masing-masing konsentrasi zat aktifator ditampilkan pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1 Nilai Konstanta Freundlich Cp 2M 3M 4M 5M

Kf 4,43 x 108 2,95 x 1011 3,31 x 1018 1,94 x 1016

N 0,162 0,128 0,085 0,096

Maka dari hasil penelitian kami terhadap daya adsorpsi zeolit aktif hasil karbonisasi pada suhu 800 o C dan aktifasi dengan H3PO4 2 M – 5 M terhadap larutan iodium didapatkan nilai eksponensial freundlich (n) antara 0,08 – 0,16 dan nilai konstanta freundlich (Kf) antara 4,43 x 108 – 3,31 x 1018. V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan a) Adsorpsi Secara Batch 1. Konsentrasi akhir iodium yang didapat setelah adsorpsi secara batch antara 4,6482 mg/ml – 5,3447 mg/ml. Konsentrasi akhir iodium semakin kecil dengan adanya peningkatan massa zeolit aktif, hal ini menunjukkan dengan memakai zeolit aktif lebih banyak, daya adsorpsi zeolit bertambah besar. 2. Konsentrasi akhir larutan iodium semakin kecil dengan adanya peningkatan konsentrasi zat aktifator. Semakin tinggi konsentrasi zat aktifator maka daya adsorpsi zeolit aktif terhadap larutan iodium semakin baik. Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008

Nilai eksponensial Freundlich (n) yang didapat antara 0,08 – 0,16 dan nilai konstanta Freundlich (Kf) yang diperoleh antara (4,43 x 108 – 3,31 x 1018) liter/mg.

b) Adsorpsi Secara Kontinyu 1. Zeolit aktif hasil aktifasi H3PO4 2M, 3M dan 4M mendekati titik jenuh pada waktu 90 menit. 2. Untuk konsentrasi zat pengaktif 5M zeolit aktif baru mendekati titik jenuh pada waktu 120 menit. Hal ini sesuai dengan hasil sistem batch, bahwa semakin tinggi konsentrasi zat aktifator maka daya adsorpsi zeolit aktif semakin baik. 3. Breakpoint dicapai pada saat volume effluent antara 10 ml – 17 ml, sedangkan exhaustion point dicapai pada saat volume effluent antara 75,5 ml – 76,5 ml. 5.2 Saran Hasil penelitian ini memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Perlu diadakannya penelitian lanjut tentang adsorpsi secara kontinyu dengan menambah waktu alir sampai di dapat titik jenuh zeolit, sehingga dapat diaplikasikan dalam industri. 2. Untuk menekan faktor kesalahan seminimal mungkin maka perlu adanya ketelitian yang tinggi dalam pelaksanaan penelitian ini, seperti

55

3.

ketelitian dalam pembuatan, penyimpanan dan pengerjaan larutan. Zeolit aktif yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengurangi kontaminan dalam limbah cair.

VI. DAFTAR PUSTAKA Anshory, Irfan. 1987. Kimia. Ganexa Exact : Bandung. Benefield, L.D, J.F. Judkins and B.L. Weand. 1982. Process Chemistry for Water and Wastewater Treatment. Prentice-Hall. Inc : New Jersey. Hendri, B. dan Handayani, K. 1996. Karakteristik Zeolite Alam dari Desa Campang Tiga Terhadap Adsorpsi Larutan Iodium Standar. Universitas Sriwijaya : Indralaya. Helene. J. and Jerzy. C. Active Carbon. Department of Chemistry : University of Warwick. Joni, I. dan Sugiyanto. 2003. Studi Pendahuluan Pengaruh Temperatur, Flowrate dan Ketinggian Bed Adsorber Terhadap Proses Separasi D-Glukosa dan D-Fruktosa Menggunakan Adsorbent Zeolite Alam Tipe Clinoptilolit. Universitas Sriwijaya : Indralaya. M.S., Tarmizi. 1993. Buku Petunjuk Penyediaan dan Pereaksi Kimia Jilid 2. Angkasa Raya : Padang. Standar Industri Indonesia. Mutu dan Uji Arang Aktif SII 0258-88. Departemen Perindustrian : Jakarta. Sundstrom, D.W. and Klei, H.E . 1979. Wastewater Treatment. Prentice-Hall, Inc : New Jersey. Treybal, R. E. 1980. Mass Transfer Operation. Mc. Graw-Hill Kogakusha., Ltd : Tokyo. Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga : Jakarta.

56

Jurnal Teknik Kimia, No. 4, Vol. 15, Desember 2008