EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

Download interaksi yang efektif, sebaliknya, hubungan yang tidak baik menyebabkan interaksi tidak efektif, terjadi disharmoni dalam masyarakat dan d...

0 downloads 509 Views 2MB Size
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS (Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan)

MUHAMMAD AZIS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ABSTRACT This study is focused on the effectiveness of communication between two different ethnics: Arabic and Sundanese. The objective of the study was to determine 1) to what extent is the correlation between the communication motivation and its effectiveness in inter-ethnic communication, 2) to what extent is the correlation between communication knowledge and its effectiveness in inter-ethnic communication, and 3) to what extent is the correlation between communication skill and its effectiveness in inter-ethnic communication. The research showed that the communication motivation was related to the effectiveness of communication between the Arabic and Sundanese ethnics. The higher the motivation, the lower was the feeling of being offended and awkward during interaction. Of the four dimensions, need to avoid diffuse anxiety obtained the highest value. Both ethnics can avoid offended and awkward feeling because they feel save when communicating each others. The knowledge of communication was also correlated to the effectiveness of communication. The higher the knowledge of communication, the lower was the feeling of being offended and awkward as indicated during interaction. Of the four dimensions, the knowledge to collect or get information obtained the highest value. Both ethnics have a good knowledge of the other speakers ways of communication by looking at and interacting directly. Communication skill was also correlated to the effectiveness of communication between the ethnic groups. The higher the communication skill, the lower was the feeling of being offended and awkward as indicated during interaction. The skill to adapt behavior got the highest value. The adapted skill was seen as the Arabic and Sundanese favored to use understandable forms of language to avoid offense and awkwardness during interaction. Keywords:

intercultural communication, communication effectiveness

communication

competences,

RINGKASAN MUHAMMAD AZIS. EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS. Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan. (Di bawah bimbingan SARWITITI SARWOPRASODJO). Indonesia memiliki beragam kelompok etnis yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Terkadang kelompok etnis tersebut bertemu dan membentuk sebuah lingkungan sosial. Lingkungan yang ditempati oleh dua etnis yang berbeda dapat mengarahkan kedua etnis pada kemungkinan menciptakan kehidupan sosial yang damai atau menciptakan disharmoni yang berujung konflik antar etnis. Etnis Arab merupakan salah satu etnis pendatang yang mampu beradaptasi hampir di setiap lingkungan baru. Mereka dapat membaur dengan kehidupan sosial setempat dan mampu menyerap bentuk kebudayaannya. Kehidupan multi etnis yang dibangun oleh etnis Arab dan Sunda dapat dijadikan pelajaran bagaimana membangun kehidupan multi etnis yang rukun dan damai. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui sejauh mana hubungan faktor motivasi berkomunikasi dengan efektivitas

komunikasi antar etnis, 2)

mengetahui sejauh mana hubungan faktor pengetahuan berkomunikasi dengan efektivitas komunikasi antar etnis, dan 3) mengetahui sejauh mana hubungan faktor keterampilan berkomunikasi dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan strategi survai. Populasi merupakan seluruh kepala keluarga yang berasal dari etnis Arab dan etnis Sunda yang berada di wilayah RW 02. Teknik sampling menggunakan teknik quota sampling. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dan eksplanatif dengan menghubungkan faktor motivasi, pengetahuan, dan keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Uji statistik yang digunakan adalah analisis Pearson. Hasil penelitian menunjukkan motivasi berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung dan canggung yang ditunjukkan oleh etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Dari keempat dimensi, motivasi untuk menghindari kecemasan memiliki nilai paling tinggi. Seseorang akan merasa

nyaman ketika berkomunikasi dan diakui keberadaannya jika lawan bicaranya menunjukkan sikap ramah tanpa perasaan tegang, khawatir, ataupun takut. Orang Arab dan Sunda mampu menghindari rasa canggung karena mereka merasa aman ketika berinteraksi. Pengetahuan berkomunikasi memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung dan canggung yang ditunjukkan oleh etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Pengetahuan yang baik tentang lawan bicara membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik seperti bentuk hidung dan juga mampu mengendalikan rasa canggungnya. Dari keempat dimensi, pengetahuan untuk mengumpulkan atau mendapatkan informasi memiliki nilai paling tinggi. Kedua etnis memiliki pengetahuan yang baik tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya dengan cara memperhatikan dan berinteraksi langsung. Keterampilan berkomunikasi juga memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki maka semakin rendah perilaku tersinggung dan canggung yang ditunjukkan oleh etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Keterampilan yang tinggi menghindarkan kedua etnis merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik dan mampu mengendalikan perasaan khawatir ataupun ragu-ragu ketika berinteraksi. Dari keenam dimensi, keterampilan mengadaptasikan perilaku memiliki nilai paling tinggi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi. Faktor motivasi, pengetahuan, dan keterampilan tinggi yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda membuat kehidupan bertetangga mereka selalu rukun. Tidak pernah ada kasus konflik seperti adu mulut dan perkelahian yang melibatkan keduanya.

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS (Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan)

Oleh Muhammad Azis I34062523

Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa

: Muhammad Azis

NRP

: I34062523

Judul

: EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS (Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS NIP. 19630904 199002 2 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS (KASUS: ETNIS ARAB DAN ETNIS SUNDA DI KELURAHAN EMPANG, BOGOR SELATAN)” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG

BAHAN-BAHAN

YANG

PERNAH

DITULIS

ATAU

DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Oktober 2010

Muhammad Azis I34062523

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 21 desember 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Asep dan Ibu Atih. Penulis menamatkan pendidikannya di TK Purnama tahun 1994, SDN Sirnagalih 1 tahun 2000, SMPN 1 Bogor tahun 2003, dan SMAN 1 Bogor tahun 2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan memilih Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2007. Selama masa perkuliahan, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, di antaranya sebagai Kepala Divisi Humas Asrama Sylvasari periode 2007-2008, staf divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kewirausahaan BEM FEMA IPB periode 2007-2008, dan staf divisi Pengembangan Budaya Olahraga dan Seni BEM FEMA IPB periode 2008 -2009.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Komunikasi Antar Etnis (Kasus: Etnis Arab dan Etnis Sunda di Kelurahan Empang, Bogor Selatan)” dengan baik. Penulisan skripsi ini tentunya melibatkan banyak pihak, yang membantu baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran sehingga penulis dapat melengkapi skripsi ini menjadi lebih lengkap dan mendalam. 3. Ratri Virianita, S.Sos, MSi sebagai dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan kritik dan saran terhadap teknik penulisan sehingga naskah skripsi dapat memenuhi standar penulisan skripsi. 4. Pak Solihin, Pak Umar, Pak Mangkit, dan staf kelurahan yang telah mendukung dan membantu penulis selama berada di lapangan serta seluruh Warga RW 02 atas kerjasamanya. 5. Mamah, Bapak, Teh Nta & Suami, A Dian & Istri, Neng Lala, Deden, dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatiannya, memberikan semangat untuk maju, dan tak henti-hentinya memberikan doa kepada penulis. 6. Saudara seperjuangan dan sependeritaan, Adha, Cepy, Ogi, Uphe, Kapten, Andris, hendra, yayan, bedil, Dhea, Tia, Iren, Uchan, neng gina, giwai, dan rauf yang telah berbagi waktu, cerita, dan pengalaman seru selama ini. Tim Cimapag, Pakpok, dan Malasari, lain waktu jalan-jalan lagi. Serta Seluruh teman di KPM 43, 44 (navalinesia relamareta), 45, dan 46 yang tidak dapat disebut semua karena keterbatasan kertas.

6. Gasmokaters: ArQ, Mizan, Ucup, Uji, Kutil, Yunan n Black Avanza (penolong setia), dan seluruh pengikut setia gasmokat. Kejarlah semua mimpi..! 7. Orang-orang sekret yang tetap setia di balik meja, serta para atlet angkat beban KPM: Pak Piyat, Pak Haji (Wong Fei Hung), dan Pak Komar yang lebih kuat dari Ade Rai sekalipun. 8. Semua makhluk hidup yang pernah menjadi inspirasi (baca: bahan ceng2-an) sehingga merubah waktu yang suntuk menjadi menyenangkan (penuh dosa lebih tepatnya),mohon maaf y, just kidding..,jangan ada dendam diantara kita.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................... BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL 2.1 Tinjauan Pustaka ................................................................................ 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda .................................... 2.1.2 Interaksi Sosial .............................................................................. 2.1.3 Komunikasi Antar Budaya ............................................................ 2.1.4 Efektivitas Komunikasi Antar Budaya dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya ........................................................................ 2.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 2.3 Hipotesis Uji ....................................................................................... 2.4 Definisi Operasional ........................................................................... BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 3.2 Metode Penelitian ............................................................................... 3.3 Populasi dan Teknik Sampling ........................................................... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 3.5 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................ BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik .................................................................... 4.2 Keadaan Penduduk dan Jenis Mata Pencaharian ............................... 4.3 Gambaran Penduduk Etnis Arab dan Sunda di Kelurahan Empang .. 4.4 Budaya Komunikasi Etnis Arab dan Etnis Sunda .............................. 4.5 Karakteristik Warga Etnis Arab dan Etnis Sunda .............................. BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS 5.1 Hubungan Motivasi Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung .. 5.2 Hubungan Motivasi Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung …..

xi xiii xiv xv

1 3 4 4 5 5 6 7 9 12 14 15 21 21 22 22 23 24 25 25 27 28

31 35

xii

BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS 6.1 Hubungan Pengetahuan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung........................................................................................ 6.2 Hubungan Pengetahuan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS 7.1Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung ....................................................................................... 7.2 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ......................................................................................... 8.2 Saran ................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................

40 44

49 54 58 59 60 61

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16.

Halaman Teks Luas Wilayah menurut Penggunaannya di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009............................ Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Empang. Kecamatan Bogor Selatan, 2009 ......... Persentase Kepala Keluarga (KK) di Setiap RT menurut Kategori Etnis ................................................................... Persentase Responden menurut Jenis Kelamin di Wilayah RW 02 Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009....................................................................................... Persentase Responden menurut Jenis Pekerjaan di Wilayah RW 02 Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Tahun 2009............................................................................ Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Perilaku Tersinggung .......................................................................... Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi dan Tingkat Perilaku Tersinggung .............................................. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Perilaku Canggung .............................................................................. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi dan Tingkat Perilaku Canggung .................................................. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Perilaku Tersinggung ....................................... Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Perilaku Canggung ........................................... Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan......................................................................... Presentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Tersinggung ................. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Canggung.....................

24 25 28

29

29 31 31 32 35 35 40 41 44 49 50 54

DAFTAR GAMBAR Nomor Gambar 1. Gambar 2.

Halaman Teks Model Komunikasi Antar Budaya .................................. Kerangka Pemikiran Efektivitas Komunikasi Antar Etnis................................................................................

8 14

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

Halaman Kuesioner Orang Arab.................................................... Kuesioner Orang Sunda.................................................. Hasil Pengolahan Data....................................................

62 65 68

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Berbagai etnis tersebut membentuk komunitas tersendiri, menentukan ciri-ciri keanggotaannya, dan berinteraksi dengan pola tertentu. Hal ini sejalan dengan pemikiran Barth (1988), bahwa kelompok etnis adalah suatu populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilainilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, menentukan sendiri ciri kelompoknya, yang diterima oleh

kelompok lain dan dapat dibedakan dari

kelompok populasi lain. Di Indonesia, selain adanya etnis lokal, juga terdapat kelompok etnis yang berasal dari wilayah atau negara di luar Indonesia. Menurut Bahanan (2007), mereka datang dan menetap dengan berbagai tujuan, namun biasanya didominasi oleh alasan ekonomi yaitu untuk melakukan perdagangan. Wilayah Indonesia yang luas dan dihuni oleh beragam etnis sangat memungkinkan terjadinya dua etnis atau lebih menempati lingkungan sosial yang sama. Kelompok etnis tersebut bertemu, berinteraksi dan menciptakan hubungan sosial yang terpola. Hubungan yang terjalin dengan baik diduga akan menciptakan interaksi yang efektif, sebaliknya, hubungan yang tidak baik menyebabkan interaksi tidak efektif, terjadi disharmoni dalam masyarakat dan dapat mengarah kepada konflik. Salah satu contoh hubungan yang tidak harmonis antar dua etnis yang menyebabkan konflik yaitu antara etnis Cina dan Jawa. Disertasi yang ditulis oleh Habib (2004) di Malang menunjukkan telah terjadi konflik antara kedua etnis tersebut. Konflik dipicu karena penguasaan pasar pertanian oleh etnis Cina. Warga lokal yang tidak menerima keadaan ini, menciptakan suasana agar etnis Cina tidak nyaman. Akibatnya tercipta representasi dimana seolah-olah etnis Jawa sebagai komunitas yang lebih berkuasa dari etnis Cina. Salah satu kelompok etnis pendatang atau warga keturunan yang dapat bertahan adalah etnis Arab. Di banyak lokasi di Indonesia, komunitas Arab dapat beradaptasi dengan masyarakat lokal dengan baik. Jarang terdengar kasus konflik

2

antar etnis yang melibatkan orang Arab. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bahanan (2007) yang menyatakan bahwa sejauh yang dapat dicatat, konflik keagamaan, baik intra-agama (konflik antar mazhab/aliran dalam satu agama) maupun antar agama jarang sekali terjadi. Berbagai faktor yang menyebabkan etnis Arab jarang terlibat konflik yaitu; (1) sifatnya yang ramah tamah, (2) terbuka terhadap perbedaan, dan (3) toleransi. Berbagai kesamaan ciri etnis Arab dengan masyarakat lokal seperti rasa kolektivisme dan kekeluargaan diduga membuat mereka mudah beradaptasi dan dapat diterima di lingkungan sosial tersebut. Kemampuan etnis Arab untuk bertahan di lingkungan yang baru diduga tidak lepas dari kemampuan mereka untuk beradaptasi.

Menurut Kim dan

Gudykunts (1997), adaptasi adalah proses dimana pendatang menerima dan menginternalisasi sesuatu yang baru (akulturasi) dengan baik dan meninggalkan beberapa ritual atau kegiatan dari kebudayaan aslinya (dekulturasi). Etnis Arab dalam hal ini berperan sebagai pendatang yang melakukan akulturasi dengan Etnis Sunda sebagai tuan rumah. Proses adaptasi tersebut dimulai ketika etnis Arab masuk ke dalam lingkungan etnis Sunda, dan terus berlangsung selama etnis Arab melakukan kontak langsung dengan etnis Sunda. Adaptasi menjadi bagian yang penting bagi etnis Arab agar diterima di lingkungan etnis Sunda. Kegiatan adaptasi yang meliputi akulturasi dan dekulturasi diduga terjadi melalui sebuah proses yaitu komunikasi. Kim dan Gudykunts (1997) mengemukakan bahwa proses adaptasi dan komunikasi tidak dapat dipisahkan, karena adaptasi dilakukan melalui proses komunikasi. Kemampuan etnis Arab dalam beradaptasi dengan kebudayaan etnis Sunda ditentukan oleh kemampuan etnis Arab dalam berkomunikasi dengan etnis Sunda sehingga kebudayaan baru dapat diterima dan segera diinternalisasikan oleh etnis Arab sebagai etnis pendatang. Komunikasi yang terjalin melalui interaksi sosial diduga menjadi faktor penting bagi kelangsungan keberadaan etnis Arab di tengah etnis Sunda. Proses adaptasi dilakukan dengan berkomunikasi secara efektif. Kim dan Gudykunst (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif berkaitan dengan usaha untuk mengurangi kesalahpahaman dimana pesan yang disampaikan tidak dimengerti, orang lain salah mengartikan pesan yang disampaikan, atau keduanya terjadi

3

secara berkesinambungan. Selanjutnya, komunikasi yang efektif dapat terjadi jika komunikator atau komunikan memiliki kompetensi komunikasi berupa motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi.

Kesalahpahaman yang terjadi

antara kedua etnis diduga dapat menyebabkan komunikasi yang tidak efektif. Hal ini dapat mengarahkan proses sosial ke arah disosiatif yang berujung pada potensi konflik antara etnis Arab dan Sunda. Kasus konflik antara etnis Cina dan Jawa yang dicontohkan, melibatkan banyak orang dari kedua etnis. Namun pemicu konflik diduga terjadi antara individu dari kedua etnis. Konflik yang terjadi di Sampit misalnya, dipicu oleh perkelahian dua orang pemuda. Pemicu konflik diduga karena proses komunikasi yang tidak efektif. Komunikasi interpersonal yang efektif diduga memegang peranan penting untuk meredam atau bahkan menghapuskan potensi konflik antar etnis. Kemampuan etnis Arab untuk beradaptasi di berbagai lingkungan sosial dapat dijadikan contoh bagaimana membangun kehidupan multi etnis yang harmonis dengan cara menciptakan budaya komunikasi yang baik. Berbagai kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab diduga membuat etnis tersebut mudah diterima di lingkungan baru dan mampu beradaptasi dengan baik. Studi kasus etnis Arab dan Sunda diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan konflik antar etnis yang terjadi melalui pendekatan komunikasi interpersonal. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti mencoba merumuskan beberapa masalah, yaitu: 1. Sejauh mana faktor motivasi berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis? 2. Sejauh mana faktor pengetahuan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis? 3. Sejauh mana faktor keterampilan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis?

4

1.3 Tujuan Penelitian Berbagai identifikasi masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Analisis sejauh mana faktor motivasi berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. 2. Analisis sejauh mana faktor pengetahuan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. 3. Analisis sejauh mana faktor keterampilan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini, di antaranya: 1. Civitas Akademika Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan sebagai literatur ilmiah bagi penelitian berikutnya yang terkait permasalahan komunikasi antar budaya. 2. Masyarakat Sebagai tambahan informasi mengenai proses komunikasi antar etnis yang berbeda, faktor-faktor apa yang mempengaruhinya, serta bagaimana cara bersikap ketika berinteraksi dengan etnis yang berlainan. Penelitian ini juga dapat menjadi salah satu pedoman bagaimana menciptakan kehidupan masyarakat multi etnis yang harmonis. 3. Pemerintah Bagi

pemerintah

daerah

bermanfaat

sebagai

arahan

untuk

mempertahankan kehidupan multi etnis yang harmonis, sedangkan bagi pemerintah pusat sebagai tambahan informasi mengenai kehidupan multi etnis yang harmonis dan mempersiapkan arah pembangunan bagi lingkungan multi etnis di lokasi lain di Indonesia.

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Karakteristik Etnis Arab dan Etnis Sunda Kata “Arab” sering dikaitkan dengan wilayah Timur Tengah atau dunia Islam. Negara yang berada di wilayah Timur Tengah dapat dikatakan dunia Arab. Pada bulan Maret tahun 1945, dibentuk sebuah organisasi bernama Liga Arab yang beranggotakan 22 Negara. Negara yang tergabung dalam Liga Arab mempunyai beberapa kesamaan di antaranya; sikap budaya, perilaku, dan kemampuan berbicara yang tinggi. Hal ini tentunya membantu mendefinisikan kata “Arab” yang sering didengar. Lebih jauh Faris dan Husayn seperti dikutip Evanoff (2005) menduga bahwa hal-hal yang mempersatukan bangsa Arab meliputi: bahasa umum yang dipakai, sejarah umum dan mentalitas, agama mayoritas yang dianut, serta daya tarik terhadap ekonomi. Istilah lain yang sering melekat pada komunitas pendatang (migran) yaitu warga keturunan dan kelompok etnis. Contohnya seperti warga keturunan Cina. Untuk memahami arti kata etnis, pendapat dari Barth (1988) dapat dijadikan acuan. Menurutnya kelompok etnis adalah suatu populasi yang secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, menentukan sendiri ciri kelompoknya, yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Jadi yang dimaksud dengan etnis Arab adalah orang-orang atau sekelompok orang yang berasal dari wilayah Timur Tengah yang mempunyai kesamaan bahasa umum yang dipakai, sejarah umum dan mentalitas, agama mayoritas yang dianut, serta daya tarik terhadap ekonomi. Ekadjati (1996) memaparkan bahwa etnis Sunda berasal dari bagian Barat Pulau Jawa, dari Ujung Kulon di ujung Barat Pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup wilayah administrasi Propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah). Lebih jauh Ekadjati mengungkapkan

6

karakteristik etnis Sunda yang membedakannya dengan etnis lain dilihat dari kebudayaan yang dimilikinya. Dari segi agama, mayoritas orang Sunda memeluk agama Islam. Sedikit sekali orang Sunda yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha. Etnis Sunda senang hidup berkelompok dan berdekatan dengan sanak saudara. Ciri kebudayaan yang membedakan etnis Sunda dengan etnis lainnya juga tercermin dalam kesenian yang dimilikinya. Di antara yang populer yaitu Wayang Golek dan Tari Jaipong yang diiringi alunan musik degung. 2.1.2 Interaksi Sosial Sebagai makhluk sosial manusia melakukan interaksi dengan manusia lain. Soekanto (2002) menerangkan bahwa interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: 1) antara orang perorangan, 2) antara orang perorangan dengan suatu kelompok, dan 3) antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Lebih jauh Soekanto (2002) menjelaskan bahwa kontak sosial dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif mengarah pada kerjasama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah pada suatu pertentangan atau sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial. Warga etnis Arab dan lokal akan mengalami suatu proses sosial menuju bentuk yang konkrit, suatu hubungan yang terpola sesuai dengan nilai-nilai sosial budaya dalam masyarakat. Proses sosial itu sendiri merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut (Soekanto, 2002). Proses sosial yang dilakukan oleh kedua etnis akan membawa mereka pada dua kemungkinan. Pertama, kedua etnis meminimalisasi perbedaan kebudayaan yang ada di antara mereka dan hidup berdampingan, Kedua, perbedaan kebudayaan yang ada justru membuat mereka terpisah bahkan menimbulkan konflik. Menurut Gillin dan Gillin seperti dikutip Soekanto (2002), proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial pada akhirnya akan menunjuk pada dua macam bentuk interaksi sosial, yaitu proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif) dan proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif). Ada beberapa macam tindakan dalam proses

7

sosial yang mendekatkan. Pertama

kerjasama, yaitu bekerja bersama dalam

rangka mencapai tujuan bersama. Dalam masyarakat pedesaan, bentuk kerjasama biasanya terdiri dari gotong-royong atau kerja bakti, tolong menolong, dan musyawarah. Kedua, akomodasi yaitu usaha-usaha untuk meredakan pertikaian secara permanen atau sementara antara pihak-pihak yang berkonflik, paling sedikit dalam hal-hal yang disepakati. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihakpihak yang berkonflik berbaikan kembali. Bentuk-bentuk akomodasi menurut Soekanto (2002) antara lain paksaan, kompromi, mediasi, konsiliasi, dan toleransi. Ketiga, asimilasi yaitu proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompokkelompok manusia. Proses sosial yang menjauhkan (disosiatif) terdiri dari persaingan, kontravensi, dan konflik. Persaingan diartikan sebagai proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau mempergunakan barang-barang yang berbentuk material atau bukan material. Kontravensi yaitu bentuk antara persaingan dan konflik, ditandai dengan gejalagejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan. Konflik yaitu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain atau lawan dengan ancaman atau kekerasan. 2.1.3 Komunikasi Antar Budaya Proses sosial yang dilakukan oleh kedua etnis membawa mereka pada dua kemungkinan. Pertama, kedua etnis meminimalisasi perbedaan kebudayaan yang ada di antara mereka dan hidup berdampingan, Kedua, perbedaan kebudayaan yang ada justru membuat mereka terpisah bahkan menimbulkan konflik. Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 2002), proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial pada akhirnya akan menunjuk pada dua macam bentuk interaksi sosial, yaitu proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif) dan proses sosial yang menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif).

8

Dengan pemahaman yang sama, menurut Liliweri (2003) komunikasi antar budaya dapat diartikan melalui beberapa pernyataan sebagai berikut: 1. Pernyataan diri antar pribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang kebudayaan. 2. Pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. 3. Pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Setiap individu

mempunyai kebudayaan yang melekat pada dirinya.

disadari atau tidak, karakteristik budaya yang mereka miliki mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Menurut De Vito (1997), komunikasi antar budaya mengacu pada komunikasi antar orang-orang dari kultur yang berbeda, antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai, atau cara berperilaku kultural yang berbeda. Lebih lanjut De Vito menguraikan komunikasi antar budaya ke dalam suatu model komunikasi antar budaya yang digambarkan sebagai berikut:

kultur

kultur

pesan

s/ p

s/ p

Gambar 1. Model Komunikasi Antar Budaya

Penjelasan dari gambar di atas adalah lingkaran yang lebih besar menggambarkan

kultur

dari

komunikator.

Lingkaran

yang

lebih

kecil

menggambarkan komunikatornya (sumber/penerima). Dalam model ini, masingmasing komunikator adalah anggota dari kultur yang berbeda. Salah satu contoh komunikasi antar budaya adalah penelitian tentang interaksi antara Suku Lampung dengan Suku Jawa di Kota Bandar Lampung (Rosalia, 2000). Penelitian ini merupakan contoh yang sederhana bagaimana dua individu yang berlainan kultur saling berkomunikasi untuk mencapai pemahaman bersama. Suku Jawa sebagai pendatang bersosialisasi dengan suku Lampung agar

9

nilai-nilai budaya Lampung dapat terinternalisasi dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai budaya yang dikembangkan seperti musyawarah, keterbukaan, dan gotong royong. Adapun aspek-aspek yang disosialisasikan meliputi; sopan santun, disiplin dan tanggung jawab, nilai keagamaan, kerukunan, dan kemandirian. Penelitian lain yang melibatkan proses adaptasi yang panjang adalah pola interaksi antara masyarakat keturunan Arab dengan masyarakat lokal di Gresik (Hafidzah, 2007). Penelitian ini tidak hanya melihat proses komunikasi yang terjadi sehari-hari antara orang Arab dan lokal, namun lebih jauh melihat pembauran yang terjadi akibat proses adaptasi yang panjang. Hasilnya adalah berbagai integrasi seperti perkawinan campuran, kerjasama ekonomi, tradisi (makanan, bangunan, bahasa, kesenian, dan pengobatan), dan simbol (musholla dan pakaian). 2.1.4 Efektivitas Komunikasi Antar Budaya dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Agar dapat berkomunikasi dengan baik satu sama lain, dalam artian mampu bertukar informasi, ide, gagasan, dan simbol-simbol, maka kedua etnis tersebut

menerapkan komunikasi yang efektif. Menurut Kim dan Gudykunts

(1997), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang meminimalisasi kesalahpahaman. Komunikasi yang melibatkan dua etnis terkadang menimbulkan kesalahpahaman yang disebabkan perbedaan-perbedaan kultural, oleh karena itu setiap individu perlu mengembangkan kemampuannya untuk berkomunikasi secara efektif dengan individu dari etnis lain. Berlangsungnya komunikasi yang efektif

dapat dianalisis dengan mengadopsi skema An Anxiety/Uncertainly

Managements Perspective yang dikemukakan Kim dan Gudykunts (1997). Kompetensi komunikasi yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi antar budaya tersebut antara lain: A. Faktor motivasi, yaitu sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan orang lain, faktor motivasi ini terbagi menjadi: 1. Kebutuhan untuk dapat meramalkan tingkah laku orang lain, yaitu melihat perilaku individu lain sebagai sesuatu yang dapat diprediksi.

10

2. Kebutuhan untuk menghindari kecemasan, yaitu dengan mengendalikan tingkat kecemasan pada saat berkomunikasi dengan individu dari etnis lain 3. Kebutuhan mempertahankan identitas diri, yaitu dengan memperlihatkan atau menunjukkan identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain. 4. Kecenderungan untuk mendekat atau menjauh. Ketika berinteraksi dengan etnis lain, individu cenderung mendekat agar dianggap sebagai orang baik dan tidak berprasangka buruk. Di sisi lain, ada kecenderungan untuk menjauh karena ada rasa khawatir ketika individu melakukan interaksi dengan etnis lain kemudian gagal, maka akan sulit untuk keluar dari situasi tersebut. B. Faktor pengetahuan, yaitu menyangkut kesadaran tentang apa yang dibutuhkan untuk berkomunikasi secara tepat dan efektif. Faktor pengetahuan ini dibagi menjadi: 1. Pengetahuan mengumpulkan/mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai individu dari etnis lain. Cara-cara untuk mengumpulkan informasi adalah dengan strategi pasif (mengamati), aktif (mencari informasi), dan interaktif (mengajukan pertanyaan). 2. Pengetahuan tentang perbedaan antar etnis. Perbedaan-perbedaan yang membuat kita sadar di antaranya sikap etnosentrisme, prasangka, gender, dan stereotipe. 3. Pengetahuan tentang persamaan individu, yaitu mengidentifikasi ciri-ciri yang membuat kita dengan etnis lain merasakan persamaan. 4. Pengetahuan tentang interpretasi alternatif, yaitu kemampuan mengenali berbagai cara dalam menginterpretasikan pesan kita pada orang lain dan kemampuan untuk mengenali interpretasi orang lain terhadap kita. C. Faktor keterampilan, yaitu sarana yang dibutuhkan untuk berkomunikasi secara efektif dan tepat dengan pihak asing dan berkaitan langsung untuk mengurangi kecemasan

dan

ketidaktentuan

partisipan

antarbudaya. Faktor ini dibagi menjadi:

dalam

proses

komunikasi

11

1. Keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut pandang ketika berkomunikasi, sudut pandang sendiri dan sudut pandang orang lain. Hal ini menjadi penting agar dicapai pemahaman bersama. 2. Kemampuan untuk mentoleransi ambiguitas, yaitu kemampuan untuk mengendalikan situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi yang dibutuhkan untuk berinteraksi secara efektif tidak diketahui oleh kedua kedua etnis yang terlibat. 3. Keterampilan untuk menenangkan diri, yaitu dengan cara menanggulangi distorsi kognitif yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang lain. 4. Kemampuan untuk berempati, yaitu aktivitas masing-masing anggota etnis Arab dan Sunda dalam mendengarkan orang lain secara cermat, memahami perasaan, saling peka terhadap satu sama lain, dan memahami kondisi satu sama lain 5. Keterampilan untuk mengadaptasi kebiasaan/perilaku, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan perilaku kita dengan kondisi lingkungan dan nilai serta norma yang berlaku di lingkungan tersebut. 6. Kemampuan untuk memberi prediksi dan penjelasan yang akurat, yaitu kemampuan untuk memprediksi dan memberikan penjelasan tentang perilaku orang lain. Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman, rasa cemas, dan khawatir dari individu yang berkomunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi ketika seseorang tidak memahami pesan lawan bicaranya. Salah paham yang terjadi menimbulkan ketidaknyamanan saat berkomunikasi dan dapat timbul perasaan tersinggung dari individu yang berkomunikasi. Rasa cemas dan khawatir ketika berkomunikasi disebabkan seseorang tidak memiliki informasi yang cukup tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya. Kurangnya informasi mengenai cara berkomunikasi etnis lain dapat membuat seseorang merasa canggung ketika berkomunikasi karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan lawan bicaranya.

12

2.2 Kerangka Pemikiran Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa proses adaptasi dilakukan melalui proses komunikasi. Agar interaksi yang dilakukan berjalan dengan efektif, etnis Arab dan etnis Sunda diduga berkomunikasi secara efektif. Terdapat tiga kompetensi yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu: (1) Faktor motivasi, yang meliputi kebutuhan meramalkan tingkah laku orang lain, menghindari kecemasan, mempertahankan identitas diri, dan kecenderungan untuk mendekat dan menjauh. (2) Faktor pengetahuan, yang meliputi pengetahuan mengumpulkan atau mendapatkan informasi, perbedaan antar etnis, persamaan individu, dan interpretasi alternatif. (3) Faktor keterampilan, yang meliputi keterampilan untuk Sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, kemampuan berempati, adaptasi kebiasaan atau perilaku, dan prediksi atau penjelasan yang akurat. Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif bertujuan untuk mengurangi kesalahpahaman, rasa cemas, dan khawatir dari individu yang berkomunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi ketika seseorang tidak memahami pesan lawan bicaranya. Salah paham yang terjadi menimbulkan ketidaknyamanan saat berkomunikasi dan dapat timbul perasaan tersinggung dari individu yang berkomunikasi. Rasa cemas dan khawatir ketika berkomunikasi disebabkan seseorang tidak memiliki informasi yang cukup tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya. Kurangnya informasi mengenai cara berkomunikasi etnis lain dapat membuat seseorang merasa canggung ketika berkomunikasi karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dengan lawan bicaranya. Oleh karena itu kesalahpahaman diukur berdasarkan perilaku tersinggung sedangkan rasa cemas dan khawatir diukur berdasarkan perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berkomunikasi. Dua orang dikatakan berkomunikasi secara efektif apabila menunjukkan perilaku tersinggung dan canggung yang rendah. Motivasi

berkomunikasi

diduga

berhubungan

dengan

efektivitas

komunikasi antar etnis. Motivasi berkomunikasi yang baik mendorong seseorang untuk selalu berusaha menjadi lawan bicara yang baik bagi orang lain. Ketika seseorang memiliki motivasi yang baik untuk meramalkan tingkah laku orang

13

lain, menghindari kecemasan dalam dirinya, mempertahankan identitas diri, dan memiliki

kecenderungan

untuk

mendekat

maka

orang

tersebut

dapat

berkomunikasi tanpa perasaan tersinggung dan canggung. Pengetahuan berkomunikasi juga diduga berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Pengetahuan mendorong seseorang untuk mencari informasi tentang cara berkomunikasi, persamaan maupun perbedaan antara etnisnya dengan etnis lain. Pengetahuan yang baik tentang cara mendapatkan informasi bagaimana etnis lain berkomunikasi, perbedaan antar etnis, persamaan antara etnisnya dengan etnis lain, dan pengetahuan tentang alternatif interpretasi akan membuat seseorang berkomunikasi secara efektif. Perilaku tersinggung yang terjadi akibat perbedaan cara berkomunikasi dapat terhindarkan karena pengetahuan tentang perbedaan antara dirinya dengan etnis lain sudah diketahui dan dipahami dengan baik. Persamaan etnis yang telah diketahui juga dapat menghindarkan kedua etnis merasa canggung ketika berkomunikasi. Adanya persamaan membuat dua orang yang sedang berkomunikasi merasa nyaman sehingga proses pertukaran informasi berjalan efektif dan perilaku canggung dapat dihindari. Keterampilan berkomunikasi berhubungan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Keterampilan menunjukkan sikap dan perilaku seseorang ketika berkomunikasi dengan etnis lain. Keterampilan yang baik mampu menghindarkan seorang komunikator atau komunikan merasa tersinggung maupun canggung ketika berkomunikasi. Keterampilan yang baik untuk sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, kemampuan berempati, adaptasi kebiasaan atau perilaku, dan prediksi atau penjelasan yang akurat tentang perilaku seseorang dapat menghindarkan dua orang yang berkomunikasi merasa tersinggung maupun canggung. Penjelasan mengenai efektivitas komunikasi antar etnis dapat dilihat pada Gambar 2.

14

Faktor Motivasi: Meramalkan Tingkah Laku Orang Lain Menghindari Kecemasan Mempertahankan Identitas Diri Kecenderungan untuk Mendekat atau Menjauh Faktor Pengetahuan: Mengumpulkan/Mendapatkan Informasi Perbedaan Antar Etnis Persamaan Individu Interpretasi Alternatif

Efektivitas Komunikasi Antar Etnis: Perilaku Tersinggung Perilaku Canggung

Faktor Keterampilan: Sadar/berhati-hati Ketika Berkomunikasi Toleransi Terhadap Ambiguitas Kemampuan Menenangkan Diri Kemampuan Berempati Adaptasi Kebiasaan/Perilaku Prediksi dan Penjelasan yang Akurat

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Efektivitas Komunikasi Antar Etnis

2.3 Hipotesis Uji Berbagai kompetensi yang diungkapkan Kim dan Gudykunts (1997) yang mempengaruhi komunikasi yang efektif antar etnis yang berbeda, dan telah diuraikan dalam kerangka pemikiran, maka terdapat hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu: 1. Semakin tinggi motivasi berkomunikasi, maka semakin efektif komunikasi antar etnis yang terjadi. 2. Semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi, maka semakin efektif komunikasi antar etnis yang terjadi. 3. Semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin efektif komunikasi antar etnis yang terjadi.

15

2.4 Definisi Operasional Kim dan Gudykunts (1997) telah mengemukakan bahwa terdapat tiga kompetensi yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Faktor-faktor tersebut membantu pengukuran variabel yang akan diukur dalam penelitian. Adapun beberapa definisi operasional yang membantu pengukuran variabel, di antaranya: 1. Faktor motivasi, yaitu sesuatu yang mendorong etnis Arab maupun Sunda untuk melakukan komunikasi dengan etnis lain. a. Meramalkan tingkah laku orang lain, yaitu melihat perilaku individu lain sebagai sesuatu yang dapat diprediksi. Perilaku yang dapat diramalkan ketika berinteraksi yaitu gerak tubuh dan ekspresi wajah berupa perasaan senang, sedih, atau marah. b. Menghindari kecemasan, yaitu mengendalikan tingkat kecemasan pada saat berinteraksi dengan individu dari etnis lain. Kecemasan merupakan perasaan tegang, khawatir, atau takut tentang apa yang mungkin terjadi ketika berinteraksi. c. Mempertahankan identitas diri, yaitu memperlihatkan atau menunjukkan identitas budaya sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain. Identitas yang dimunculkan adalah gaya bicara yang berupa nada bicara (lantang atau lembut ) dan gerak tubuh (gerakan tangan, gerakan kepala). d. Kecenderungan untuk mendekat atau menjauh, yaitu ketika etnis Arab atau Sunda cenderung mendekat agar dianggap sebagai orang baik dimana dia tidak punya prasangka buruk terhadap lawan bicaranya. Di sisi lain, ada kecenderungan untuk menjauh karena ada rasa khawatir gagal dalam bertukar informasi. Total keempat dimensi untuk masing-masing faktor motivasi adalah 11 pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2. 1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor =2

16

2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau kebalikannya, maka diberi skor = 1 3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi skor = 0 Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai faktor motivasi sebagai berikut; nilai minimal = 14, nilai maksimal = 21, nilai rata-rata = 19,2 dengan nilai standar deviasi = 1,7. Kriteria faktor motivasi dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut: 1. Tinggi

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 19,3-21

2. Sedang

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 17,4-19,2

3. Rendah

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 14-17,3

2. Faktor pengetahuan, yaitu menyangkut kesadaran tentang apa yang dibutuhkan untuk berkomunikasi antara etnis Arab dan Sunda. a. Mengumpulkan atau mendapatkan informasi, yaitu cara-cara yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai cara-cara berkomunikasi dari etnis Arab maupun Sunda. Cara-cara untuk mengumpulkan informasi adalah dengan strategi pasif (mengamati), aktif (mencari informasi dengan bertanya pada orang lain, internet, atau membaca buku), dan interaktif (mengobrol atau berdiskusi). b. Perbedaan antar etnis, yaitu ciri-ciri yang membuat kedua etnis berbeda. Perbedaan di sini adalah perbedaan kultural berupa kebiasaan dalam berinteraksi meliputi jarak interpersonal dan gerak tubuh (gerakan tangan dan gerakan kepala). c. Persamaan individu, yaitu identifikasi ciri-ciri yang membuat seseorang dari etnis yang berbeda merasakan persamaan. Persamaan diukur dari ciri fisik berupa warna kulit dan tinggi badan. d. Interpretasi alternatif, yaitu kemampuan mendeskripsikan, interpretasi, dan mengevaluasi tentang apa yang disampaikan atau dilakukan orang lain ketika berinteraksi. Hal yang diinterpretasikan yaitu jarak interpersonal ketika berkomunikasi. Feghali (1997) menyatakan bahwa orang Arab merasa sangat nyaman bila jarak antara mereka dengan lawan bicaranya sekitar dua kaki,

17

atau sekitar setengah meter. Ketika dua orang berinteraksi pada jarak tertentu, interpretasi yang mungkin muncul yaitu sikap agresif, melanggar jarak pribadi, atau tertarik. Total keempat dimensi untuk masing-masing faktor pengetahuan adalah 13 pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2. 1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor =2 2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau kebalikannya, maka diberi skor = 1 3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi skor = 0 Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai faktor pengetahuan sebagai berikut; nilai minimal = 9, nilai maksimal = 20, nilai rata-rata = 16, dengan nilai standar deviasi = 3,5. Kriteria faktor pengetahuan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut: 1. Tinggi

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 16,1-20

2. Sedang

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 12,6-16

3. Rendah

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 9-12,5

3.

Faktor keterampilan, yaitu sarana yang dibutuhkan untuk berkomunikasi antara etnis Arab dan Sunda serta berkaitan langsung untuk mengurangi kecemasan dan ketidaktentuan dalam proses komunikasi antar etnis Arab dan Sunda.

a. Keterampilan untuk sadar dan berhati-hati ketika berkomunikasi, yaitu berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan dua sudut pandang ketika berkomunikasi, sudut pandang sendiri dan sudut pandang orang lain. Dua sudut pandang yang digunakan yaitu menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan dengan cermat perkataan orang lain. b. Toleransi terhadap ambiguitas, yaitu kemampuan untuk mengendalikan situasi dalam proses interaksi walaupun banyak informasi yang dibutuhkan untuk berinteraksi tidak diketahui oleh kedua pihak. Informasi yang

18

dibutuhkan meliputi penggunaan bahasa lokal dan pilihan kata yang digunakan. c. Kemampuan menenangkan diri, yaitu cara-cara menanggulangi distorsi kognitif yang dirasakan ketika berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan yang dibutuhkan yaitu mengendalikan rasa kaku ketika berbicara dan mengendalikan rasa khawatir jika pesan tidak dimengerti. d. Kemampuan berempati, yaitu aktivitas masing-masing anggota yang berinteraksi dalam mendengarkan orang lain secara cermat dan tertarik dengan yang dikatakan orang lain. e. Adaptasi kebiasaan dan perilaku, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan perilaku kita dengan kondisi lingkungan dan nilai serta norma yang berlaku di lingkungan tersebut. Adaptasi yang dilakukan yaitu penggunaan bahasa lokal dan jarak interpersonal ketika berkomunikasi. f. Prediksi dan penjelasan yang akurat, yaitu kemampuan untuk memprediksi dan memberikan penjelasan secara akurat tentang perilaku orang lain. Keterampilan yang dibutuhkan meliputi pemahaman akan jarak interpersonal, nada bicara, dan gerak tubuh (non verbal). Total keenam dimensi untuk masing-masing faktor keterampilan adalah 14 pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2.

1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor =2 2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau kebalikannya, maka diberi skor = 1 3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi skor = 0 Hasil pengolahan dari jawaban responden untuk setiap pernyataan diperoleh nilai faktor keterampilan sebagai berikut; nilai minimal = 17, nilai maksimal = 28, nilai rata-rata = 23,2 dengan nilai standar deviasi = 2,4. Kriteria faktor keterampilan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut: 1. Tinggi

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 23,3-28

19

2. Sedang

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 20,9-23,2

3. Rendah

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 17-20,8

Selanjutnya Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa komunikasi yang efektif tercapai ketika antara etnis Arab dan Sunda yang berinteraksi mencapai pemahaman bersama. Pada tingkatan yang sederhana, kondisi efektif tercapai ketika dalam proses komunikasi kedua etnis tidak merasa tersinggung dan tidak merasa canggung untuk bertukar informasi. 1.

Perasaan tersinggung yaitu salah satu ungkapan emosi disebabkan perasaan tidak nyaman dikarenakan sikap, perkataan, dan perilaku lawan bicara. Perasaan tersinggung merupakan respon berupa tindakan diam, membuang muka, perkataan kasar, atau pergi dari situasi.

Total pernyataan untuk variabel perasaan tersinggung adalah 8 pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2. 1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi skor = 2 2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu

Ya dan Tidak atau

kebalikannya, maka diberi skor = 1 3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor =0 Hasil pengolahan data kuesioner untuk variabel ketersinggungan diperoleh; nilai minimal = 5, nilai maksimal = 12, nilai rata-rata = 10,4 dengan nilai standar deviasi = 2,4. Kriteria ketertersinggungan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut: 1. Tinggi

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 10,5-12

2. Sedang

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 8,1-10,4

3. Rendah

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 5-8

2.

Perasaan canggung yaitu perasaan yang timbul dari etnis Arab maupun etnis Sunda dimana individu tersebut tidak berani, malu, atau ragu-ragu dalam menyapa, memulai pembicaraan, atau bertukar pendapat dengan lawan bicaranya.

20

Total pernyataan untuk variabel perasaan canggung adalah 9 pernyataan. Setiap pernyataan dibagi dalam tiga kategori dengan bobot 0-2. 1. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Tidak dan Tidak, maka diberi skor = 2 2. Jika jawaban kedua pasangan teman berbeda, yaitu Ya dan Tidak atau kebalikannya, maka diberi skor = 1 3. Jika jawaban kedua pasangan teman sama, yaitu Ya dan Ya, maka diberi skor =0 Hasil pengolahan data kuesioner untuk variabel kecanggungan diperoleh; nilai minimal = 8, nilai maksimal = 18, nilai rata-rata = 16,1 dengan nilai standar deviasi = 2,7. Kriteria kecanggungan dalam hubungannya dengan efektivitas komunikasi antar budaya adalah sebagai berikut: 1. Tinggi

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 16,2-18

2. Sedang

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 13,5-16,1

3. Rendah

: Apabila skor total variabel berada pada rentang 8-13,4

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Komunitas Arab yang terdapat di kota Bogor berada pada dua lokasi. Yang pertama di kelurahan Empang dan yang kedua di wilayah Puncak. Penelitian ini dilaksanakan di kelurahan Empang, Bogor Selatan, dimana penentuan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive). Hal ini berdasarkan

beberapa pertimbangan, yaitu:(1) terdapat komunitas etnis Arab (kampung Arab) yang berada pada satu lingkungan (berkelompok), (2) kampung Arab tersebut bersinggungan langsung dengan lingkungan etnis Sunda (membaur), dan (3) etnis Arab yang berada di lokasi penelitian sudah lama menetap di wilayah tersebut sehingga proses adaptasi dan pembauran dengan masyarakat sekitar diduga terjalin dengan baik. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juli 2010. Kurun waktu penelitian yang dimaksud mencakup waktu semenjak penelitian intensif berada di lokasi penelitian, sehingga penjajagan tidak termasuk dalam kurun waktu tersebut. 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan maksud untuk penjelasan (explanatory), yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1995). Adapun hubungan kausal yang dijelaskan adalah antara variabel-variabel yang berpengaruh terhadap efektivitas komunikasi antar etnis Arab dan Sunda, yaitu: (1) faktor motivasi, (2) faktor pengetahuan, dan (3) faktor keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Untuk memperkaya data dan memahami fenomena yang sedang diteliti, maka ditambahkan informasi kualitatif pada penelitian ini. Tambahan informasi diperoleh melalui wawancara bebas dan observasi.

22

3.3 Populasi dan Teknik Sampling Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan pertemanan antara etnis Arab dan etnis Sunda di wilayah RW 02 kelurahan Empang. Pasangan teman yang dipilih pada penelitian ini adalah pertemanan antara kepala keluarga (KK) dari etnis Arab dan Sunda. Sampel pada penelitian ini berjumlah tiga puluh pasang teman kepala keluarga (KK) dengan menggunakan teknik quota sampling dimana dari setiap rukun tetangga (RT) diambil sebanyak enam pasang kepala keluarga. Dari 142 kepala keluarga (KK) yang tersebar di lima rukun tetangga (RT), dipilih sampel sebanyak tiga puluh pasang teman secara accidental. Penentuan pasangan teman diawali dengan meminta kepala keluarga dari etnis Sunda untuk memilih satu pasangan temannya dari etnis Arab sebagai responden. Hal itu dilakukan untuk menjamin terpenuhinya jumlah tiga puluh pasangan teman

mengingat

jumlah KK etnis Sunda lebih sedikit dibandingan KK etnis Arab. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Pada

penelitian

survai,

data

dikumpulkan

dari

sampel

dengan

menggunakan kuesioner (Singarimbun, 1995) yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survai. Pernyataan dalam kuesioner juga berkaitan langsung dengan hipotesis dan tujuan penelitian. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner disusun berdasarkan hasil penjajagan peneliti ke lapangan. Penjajagan dilakukan oleh peneliti agar mendapatkan gambaran bagaimana interaksi sehari-hari yang terjadi antara etnis Arab dan Sunda yang berkaitan dengan motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi, serta bagaimana perilaku tersinggung atau canggung ditunjukkan ketika etnis Arab dan Sunda berinteraksi. Dengan melakukan penjajagan terlebih dahulu, peneliti lebih mudah dalam menyusun kuesioner dan mendapatkan gambaran yang akurat mengenai komunikasi interpersonal yang terjadi antara etnis Arab dan Sunda.

23

3.5 Pengolahan dan Analisa Data Jawaban yang diperoleh dari kuesioner yang berupa raw data kemudian dikelompokkan berdasarkan variabelnya dalam bentuk transfer sheet. Adapun variabel yang dikelompokkan yaitu: faktor motivasi, pengetahuan, keterampilan, perilaku tersinggung, dan perilaku canggung. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan menghitung jumlah dan persentase responden menurut kategori variabel-variabel tersebut. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan faktor motivasi, pengetahuan, dan keterampilan dengan adalah

efektivitas komunikasi antar budaya

analisis crosstabs yang menunjukkan hubungan kausal antara dua

variabel. Analisis crosstabs merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal atau ordinal) dimana analisis crosstabs yang digunakan adalah analisis Pearson. Hasil uji Pearson ditampilkan dalam bentuk tabel silang antara variabel pengaruh; motivasi, pengetahuan, dan keterampilan berkomunikasi dengan variabel terpengaruh; perilaku tersinggung dan canggung. Tabel silang dari uji Pearson membantu peneliti dalam mendeskripsikan apakah hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang diajukan.

24

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG 4.1 Letak dan Keadaan Fisik Kelurahan Empang merupakan kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Secara administratif, batas-batas Kelurahan Empang adalah sebagai berikut; sebelah Utara dengan Kali Cipakancilan, sebelah Selatan dengan Kelurahan Batutulis, sebelah Timur dengan Kelurahan Bondongan, dan sebelah Barat dengan Sungai Cisadane. Kelurahan Empang terbagi atas dua puluh rukun warga (RW) dan 116 rukun tetangga (RT). Kondisi pemukiman termasuk padat dimana dari total luas lahan sebesar 79 Ha, sebesar 42,8 Ha digunakan sebagai pemukiman penduduk. Sisanya berturut-turut digunakan untuk prasarana umum (23,9 Ha), tanah kuburan (11 Ha), perkantoran (1 Ha), dan taman (0,3 Ha) (Tabel 1). Padatnya pemukiman penduduk membuat jarak antar rumah sangat padat dan rapat. Sedikit sekali ruang publik seperti lapangan bulutangkis atau lapangan bola untuk berolahraga, bahkan lahan-lahan kosong dimana anak-anak biasa bermain. Letaknya yang juga dilalui Jalan raya Bondongan juga membuat lingkungan Kelurahan Empang semakin padat. Setiap harinya tidak kurang dari seratus angkutan umum (angkot) melalui daerah ini. Hal ini pula yang menjadikan banyaknya rumah toko (ruko) di selasela pemukiman penduduk yang berada di pinggir jalan. Tabel 1 menunjukkan luas wilayah Kelurahan Empang menurut penggunaannya. Tabel 1. Luas Wilayah menurut Penggunaannya di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009 Penggunaan Lahan Luas (Hektar) Persentase (%) Pemukiman 42,8 54,2 Kuburan 11,0 14,0 Taman 0,3 0,4 Perkantoran 1,0 1,3 Prasarana Umum Lainnya 23,9 30,3 Jumlah 79,0 100,0 Sumber: Profil Desa dan Kelurahan, 2009

25

4.2

Keadaan Penduduk dan Jenis Mata Pencaharian Data monografi desa tahun 2009 mencatat jumlah penduduk Kelurahan

Empang sebanyak 16.230 jiwa, yang terdiri dari 8.247 laki-laki dan 7.982 perempuan. Jumlah tersebut terbagi dalam 4.693 kepala keluarga. Kepadatan penduduk rata-rata per kilometer adalah 206 jiwa. Mayoritas penduduk Empang mempunyai mata pencaharian sebagai karyawan perusahaan swasta, namun kegiatan yang paling dominan adalah kegiatan berdagang. Kegiatan ini memang didominasi oleh orang Arab yang mempunyai usaha minyak wangi, toko bahan bangunan, mebel, perlengkapan ibadah, dan lain-lain. Pertokoan orang Arab yang berjejer di pinggir jalan utama ini membuat wilayah Empang menjadi unik dibanding wilayah lainnya. Selebihnya, penduduk bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS), TNI, POLRI, dan pensiunan. Tabel 2 menunjukan jenis mata pencaharian penduduk Kelurahan Empang. Tabel 2. Persentase Penduduk menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009 Mata Pencaharian Persentase TNI 0,9 POLRI 4,3 Pegawai Negeri Sipil 2,3 Pensiunan TNI/POLRI/PNS 5,5 Pengusaha kecil dan menengah 33,5 Pengacara 0,01 Notaris 0,03 Dosen Swasta 0,03 Karyawan Perusahaan Swasta 53,4 Jumlah (%) 100,0 Sumber: Profil Desa dan Kelurahan, 2009

4.3 Gambaran Penduduk Etnis Arab dan Sunda di Kelurahan Empang Asal mula kedatangan bangsa Arab ke wilayah Empang memang tidak diketahui pasti, namun nama Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Athas selalu dikaitkan dengan kedatangan pertama bangsa Arab ke Indonesia. Dia adalah seorang ulama besar yang berasal dari Negara Yaman. Tujuan utamanya adalah untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Agar Islam dapat diterima lebih luas oleh warga pibumi, salah satu cara yang digunakan adalah dengan menikah dengan

26

orang pribumi dan membentuk sebuah komunitas. Hal inilah yang sekarang dikenal menjadi kampung Arab yang dihuni oleh orang-orang yang memiliki garis keturunan orang Yaman. Seluruh penduduk di Kelurahan Empang sudah dikategorikan sebagai warga Negara Indonesia (WNI). Walaupun banyak etnis Arab yang tinggal di wilayah

ini,

mereka

lahir

dan

dibesarkan

di

Indonesia,

sehingga

kewarganegaraannya adalah Indonesia. Orang Arab yang sekarang tinggal di wilayah Empang merupakan keturunan dari bangsa Arab yang berasal dari Kota Hadramaut, Yaman. Kondisi ini menyebabkan tidak terdapatnya data yang dapat menunjukkan komposisi jumlah orang Arab dan orang Sunda secara akurat. Etnis Sunda yang tinggal di kelurahan Empang merupakan orang Sunda pribumi dan juga pendatang yang berasal dari Sukabumi, Cianjur, dan Tasikmalaya. Etnis Sunda adalah orang-orang yang menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Orang Sunda Empang menggunakan dialek Sunda-Banten yang cakupannya meliputi wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, hingga Pantura. Tidak seperti dialek Selatan (Bandung, Tasikmalaya, dan sekitarnya) yang mengenal strata dalam berbicara (undak usuk), orang Sunda Empang hanya menggunakan bahasa loma dalam kesehariannya. Bahasa loma adalah bahasa pergaulan yang digunakan untuk berbicara dengan teman sebaya. Adapun stratanya meliputi bahasa halus, loma, dan kasar. Ciri yang melekat pada orang Sunda selain penggunaan bahasa Sunda adalah kebiasaan untuk hidup berdekatan dengan keluarga (kurung batok). Walaupun sudah berumah tangga, mereka memilih untuk satu rumah atau tinggal berdekatan dengan orang tua maupun kerabat dekat lainnya seperti kakak, adik, atau paman. Hal ini merupakan ciri umum orang Sunda dimana mereka lebih senang dan nyaman hidup berkelompok dan jarang hidup merantau. Orang Arab juga memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok dengan sesamanya. Rasa kolektivisme orang Arab sangat tinggi sehingga hubungan kekerabatannya sangat kuat. Hal ini didukung oleh sistem kekerabatan patrilineal yang meneruskan garis keturunan dari ayah. Orang Arab akan mempertahankan marganya

dengan tujuan menciptakan rasa aman dan jaminan

27

bagi keluarga besarnya. Jaminan yang dimaksud adalah kecukupan dalam pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. 4.4 Budaya Komunikasi Etnis Arab dan Etnis Sunda Hubungan tetangga antara etnis Arab dan Sunda dapat terbentuk karena mereka memiliki beberapa persamaan pandangan dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Empang merupakan salah satu faktor yang membuat keduanya mudah membaur. Kedatangan orang Arab ke Empang yang didasari motif agama, yaitu Islam, merupakan sesuatu yang dipandang positif

oleh orang Sunda. Maksud

kedatangan mereka dapat diterima karena sebelum kedatangan orang Arab pun orang Sunda Empang sudah beragama Islam. Kehidupan bertetangga di wilayah Empang memang didasarkan pada ajaran Islam seperti toleransi, menjaga kerukunan dengan tetangga, dan menghindari permusuhan. Pembauran juga semakin mudah terjadi karena kedua etnis memiliki sikap ramah tamah yang baik, bahkan terhadap orang asing (Feghali, 1997). Sikap ini membantu mereka untuk saling mengenal melalui proses komunikasi. Etnis Arab dan Sunda memiliki budaya komunikasi yang berbeda. Etnis Arab berbicara dengan keras dan cepat sehingga terkesan kasar dan mendominasi bagi lawan bicaranya. Dalam berkomunikasi orang Arab juga cenderung terperinci dan detil. Bila orang Amerika mampu mengutarakan sebuah ide dalam sepuluh kata, maka orang Arab akan mengutarakannya dalam seratus kata. Dapat dikatakan bahwa orang Arab menggunakan banyak kata dalam berkomunikasi daripada orang-orang dari bangsa lain (Feghali, 1997). Komunikasi non verbal yang ditunjukkan ketika berinteraksi meliputi gestur, kontak mata, dan jarak interpersonal. Kontak mata terbatas pada individu sesama jenis saja, karena ajaran Islam melarang individu berlainan jenis untuk melakukan kontak mata ketika berinteraksi, begitu juga halnya dengan sentuhan. Ketika berinteraksi, orang Arab merasa sangat nyaman bila jarak antara mereka dengan lawan bicaranya sekitar dua kaki, atau sekitar setengah meter. Etnis Sunda memiliki budaya berkomunikasi yang berbeda dengan etnis Arab. Etnis Sunda mengenal strata dalam berbicara (undak usuk) yang digunakan

28

dalam waktu dan kondisi yang berbeda. Bahasa halus digunakan ketika berbicara dengan orang tua atau orang yang lebih tua sebagai ciri kepatuhan dan kesopanan. Bahasa loma merupakan bahasa pergaulan yang digunakan ketika berinteraksi dengan teman sebaya, tingkatannya di bawah bahasa halus. Bahasa kasar bisa digunakan dalam dua situasi. Yang pertama digunakan sebagai bahasa sehari-hari antara teman sebaya dan yang kedua digunakan untuk mencela atau mengejek orang lain. Orang Sunda juga dikenal tenang dalam berbicara. Tidak seperti orang Arab yang berbicara keras dan cepat, orang Sunda berbicara dengan nada yang lembut (leuleus liat) dan tidak cepat. 4.5 Karakteristik Warga Etnis Arab dan Etnis Sunda Wilayah Empang yang menjadi fokus penelitian adalah wilayah RW 02. Wilayah ini merupakan wilayah paling padat yang ditempati oleh etnis Arab dan etnis Sunda. Lingkungan yang padat dimana satu rumah dengan rumah lainnya berdekatan memungkinkan banyaknya proses interaksi yang terjadi antara orang Arab dan orang Sunda. Wilayah RW 02 dibagi dalam lima rukun tetangga (RT) dimana terdapat 142 orang kepala keluarga (KK) baik laki-laki maupun perempuan. Tabel 3 menunjukkan jumlah kepala keluarga (KK) di setiap RT berdasarkan pembagian etnis. Tabel 3. Persentase Kepala Keluarga (KK) di Setiap RT menurut Kategori Etnis Persentase Wilayah Total Etnis Arab Etnis Sunda RT 01 56,3 43,7 100,0 RT 02 57,1 42,9 100,0 RT 03 74,1 25,9 100,0 RT 04 73,7 26,3 100,0 RT 05 62,5 37,5 100,0 Wilayah RW 02 ditempati oleh mayoritas etnis Arab (Tabel 3). Pada setiap rukun tetangga (RT) jumlah kepala keluarga (KK) yang beretnis Arab lebih banyak dibanding kepala keluarga (KK) yang beretnis Sunda. Salah satu penyebab banyaknya warga etnis Arab yang berada di RW 02 adalah karena wilayah ini merupakan tempat terdekat dengan Masjid Agung Empang. Wilayah ini menjadi awal

perkembangan komunitas Arab di seluruh kelurahan Empang karena

berdekatan dengan pusat kegiatan etnis Arab pada masa awal kedatangannya.

29

Tabel 4. Persentase Responden menurut Jenis Kelamin di Wilayah RW 02 Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009 Jenis Responden (%) Kelamin Total (%) Etnis Arab Etnis Sunda Laki-Laki 45,0 45,0 90,0 Perempuan 5,0 5,0 10,0 Total (%) 50,0 50,0 100,0

Tabel 4 menunjukkan persentase responden menurut jenis kelamin. Responden perempuan jauh lebih sedikit karena mayoritas kepala keluarga (KK) di wilayah ini dipimpin oleh laki-laki. Perempuan yang menjadi kepala keluarga (KK) adalah janda yang ditinggal oleh suaminya. Responden yang terpilih memiliki pekerjaan yang beragam. Responden perempuan seluruhnya tidak bekerja dan hanya menjadi ibu rumah tangga (IRT). Responden laki-laki memiliki pekerjaan sebagai PNS, guru, wiraswasta, dan juga pensiunan. Pekerjaan menjadi wiraswasta menjadi pekerjaan mayoritas warga RW 02. Kebanyakan dari mereka menjadi pedagang di sekitar wilayah Empang dan sisanya bekerja di luar kota Bogor seperti Jakarta dan Tangerang. Tabel 5 menunjukkan persentase responden menurut jenis pekerjaannya. Tabel 5. Persentase Responden menurut Jenis Pekerjaan di Wilayah RW 02 Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, 2009 Mata Pencaharian Guru Pegawai Negeri Sipil Pensiunan TNI/POLRI/PNS Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Karyawan Jumlah (%)

Persentase (%) 5,0 16,7 20,0 10,0 33,3 15,0 100,0

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim dan Gudykunts (1997) menyatakan bahwa komunikasi yang efektif adalah bentuk komunikasi yang dapat mengurangi rasa cemas dan khawatir dari dalam individu ketika berkomunikasi. Komunikasi yang efektif dapat dicapai apabila etnis Arab dan etnis Sunda memiliki kompetensi komunikasi berupa motivasi berkomunikasi, pengetahuan tentang lawan bicaranya, dan keterampilan berkomunikasi yang baik. Salah satu faktor adalah motivasi berkomunikasi. Faktor ini memegang peranan yang penting sebagai awal untuk menjalin komunikasi yang baik dengan lawan bicara. Etnis Arab atau etnis Sunda termotivasi untuk dapat meramalkan tingkah laku lawan bicara, menghindari kecemasan, mempertahankan identitas diri, dan kecenderungan untuk mendekat dengan lawan bicara. Efektivitas komunikasi dapat diidentifikasi dari hal yang paling sederhana. Apabila dua orang

yang sedang berkomunikasi tidak menunjukkan perilaku

canggung dan tersinggung, maka dapat dikatakan proses komunikasi yang dilakukan kedua orang tersebut sudah efektif. Sikap canggung muncul dalam perilaku malu, tidak berani, atau ragu-ragu untuk menyapa, memulai pembicaraan, atau bertukar pendapat dengan lawan bicara. Sikap tersinggung dapat dilihat dari reaksi terhadap perkataan lawan bicara yang ditunjukkan melalui perilaku membuang muka, berkata kasar, atau pergi meninggalkan lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor motivasi dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku pasangan teman di lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor motivasi dengan efektivitas komunikasi antar etnis. Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan antara faktor motivasi dengan perilaku tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi.

31

5.1 Hubungan Motivasi berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Secara umum motivasi berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda cukup tinggi, yaitu sebesar

56,7 persen (Tabel 6). Angka ini

menunjukkan bahwa ketika berkomunikasi, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki motivasi yang tinggi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda mampu meramalkan tingkah laku lawan bicaranya, mampu menghindari kecemasan, mempertahankan identitas diri, dan memiliki kecenderungan untuk mendekat dengan lawan bicaranya. Tabel 6. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi Tingkat Motivasi Frekuensi (n) Persentase (%) Rendah 4 Sedang 9 Tinggi 17 Total 30

13,3 30,0 56,7 100,0

Tabel 7 menunjukkan persentase perilaku tersinggung dari pasangan teman etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 66,7 persen pasangan teman memiliki perilaku tersinggung yang rendah. Dua individu yang sedang berinteraksi secara umum mampu menghindari topik yang bisa menimbulkan perasaan tersinggung dan mampu menjaga perasaan lawan bicaranya agar tidak tersinggung terhadap isi pembicaraan atau topik yang sedang dibicarakan seperti membahas ciri fisik orang Arab atau Sunda. Tabel 7. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%) Tersinggung Tinggi 7 23,3 Sedang 3 10,0 Rendah 20 66,7 Total 30 100,0

Hipotesis

awal

menyatakan

bahwa

semakin

tinggi

motivasi

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.),

32

jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 8. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Perilaku Tersinggung Rendah Sedang Tinggi Total

Tingkat Motivasi (%) Rendah 0,0 0,0 100,0 100,0

Sedang 33,3 33,3 33,3 100,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebesar 100 persen pasangan teman yang memiliki tingkat motivasi rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 33,3 persen pasangan yang memiliki tingkat motivasi sedang, juga memiliki tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Pada tingkat yang lebih tinggi, sebesar 100 persen pasangan teman yang memiliki tingkat motivasi tinggi, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung ketika berkomunikasi. Motivasi yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berkomunikasi dapat menjaga perkataannya dan menjaga perasaan lawan bicaranya sehingga terhindar dari perasaan tersinggung akibat topik yang dibahas seperti mengutarakan ciri fisik orang Arab atau Sunda. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi (Approx. Sig) untuk hubungan antara motivasi untuk beriteraksi dengan perilaku tersinggung adalah 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan antara motivasi berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi sebesar 0,000 menunjukkan hubungan yang signifikan, yang menunjukkan semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Sunda. Hubungan yang signifikan dapat terjadi karena setiap individu baik yang berasal dari etnis Arab maupun etnis Sunda mampu memotivasi dirinya ketika melakukan komunikasi. Motivasi pertama yang digunakan dengan baik adalah

33

motivasi untuk meramalkan tingkah laku orang lain. Sebesar 80 persen orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu meramalkan tingkah laku lawan bicaranya ketika dia sedang senang, sedih, ataupun marah melalui wajah maupun perilakunya. Hal ini tentunya dapat menghindarkan kedua individu merasa tersinggung ketika berinteraksi. Perasaan tersinggung bisa muncul ketika salah satu individu tidak memahami ekspresi wajah lawan bicaranya. Orang Arab yang sedang memiliki permasalahan menunjukkan ekspresi wajah yang muram kepada temannya dari etnis Sunda. Tanpa disadarinya, orang tersebut meluapkan kemarahan kepada lawan bicaranya. Jika orang Sunda tersebut mampu memahami bahwa temannya sedang mempunyai masalah dan ingin meluapkan kekesalannya dengan bercerita, maka orang Sunda tersebut tidak akan merasa tersinggung dengan perkataan dan tingkah lakunya saat itu. Motivasi yang tinggi juga ditunjukkan dengan kemampuan kedua individu yang berinteraksi untuk menghindari kecemasan dalam dirinya. Sebesar 96,7 persen orang Arab dan Sunda termotivasi untuk menghindari kecemasan saat berinteraksi. Kemampuan menghindari kecemasan menjadi penting untuk menghindarkan seseorang dari etnis Arab maupun Sunda merasa tersinggung. Seseorang akan merasa nyaman ketika berkomunikasi dan diakui keberadaannya jika lawan bicaranya menunjukkan sikap ramah tanpa perasaan tegang, khawatir, ataupun takut. Perasaan cemas dapat muncul ketika salah satu komunikator atau komunikan merasa rendah diri dari lawan bicaranya. Perasaan rendah diri dapat muncul karena perbedaan status sosial, pendidikan, dan pengetahuan. Motivasi yang tinggi untuk menghindari kecemasan dapat dilakukan oleh orang Arab dan Sunda karena kedua etnis beranggapan tidak ada yang perlu dikhawatirkan antara dirinya dengan orang lain. Interaksi antara dua orang yang

berbeda etnis

merupakan hal yang biasa dilakukan. Dua orang yang berinteraksi pun merupakan tetangga yang sudah mengenal kondisi lingkungannya, sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan atau ditakutkan kecuali terhadap orang asing yang bukan warga Empang. Dorongan lain yang menghindarkan keduanya dari perasaan tersinggung adalah motivasi untuk mempertahankan identitas diri ketika berkomunikasi. Identitas diri yang dipertahankan meliputi gaya bicara dan nada bicara. Motivasi

34

ini lebih rendah dibanding kategori lain, hanya 26,7 persen orang Arab dan Sunda yang masih mempertahankan identitas dirinya ketika berkomunikasi. Hal ini dapat terjadi karena identitas diri yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda sudah saling beradaptasi akibat proses sosialisasi. Pada masa awal kedatangan orang Arab ke wilayah Empang, Orang Sunda memiliki gaya bicara yang tidak terlalu ekspresif seperti orang Arab yang banyak menggunakan gerakan tubuh untuk menunjukkan maksud ucapannya. Orang Arab juga terbiasa untuk berbicara dengan nada yang keras, sedangkan orang Sunda lebih tenang dan nada suaranya tidak tinggi. Walaupun secara fisik etnis Arab berbeda dengan etnis Sunda dan etnis Arab Empang memiliki keturunan orang Yaman, namun etnis Arab di wilayah ini sudah menyebut dirinya sebagai orang Sunda. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa mereka lahir dan dibesarkan di Empang, bukan di Yaman. Budaya orang Sunda mereka kenal dan pahami sehingga motivasi untuk mempertahankan identitas sebagai orang Arab tidak lagi mencolok. Orang Sunda juga sudah menganggap keberadaan orang Arab bukan sebagai ancaman bagi keutuhan dan kelangsungan identitas etnis Sunda. Etnis Arab dan Sunda secara umum memiliki kecenderungan untuk mendekat ketika berkomunikasi. Sebesar 70 persen orang yang berinteraksi mampu menghilangkan perasaan jelek atau buruk terhadap lawan bicaranya dan yakin bahwa setiap perkataannya mampu dipahami oleh lawan bicaranya. Perasaan jelek atau buruk terhadap lawan bicara dapat menimbulkan perasaan tersinggung. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada diri seseorang ketika berkomunikasi yang akhirnya menyebabkan orang tersebut tersinggung. Komunikasi yang terjalin dapat berjalan efektif karena satu sama lain dapat memahami apa yang disampaikan lawan bicaranya. Cara orang Arab maupun orang Sunda dalam menyampaikan informasi mudah untuk dipahami satu sama lain karena bahasa dan gaya bicara yang digunakan tidak jauh berbeda. Orang Arab sudah terbiasa berinteraksi menggunakan bahasa Sunda dan nada bicara mereka tidak tinggi. Hal inilah yang menghindarkan keduanya dari perasaan tersinggung satu sama lain.

35

5.2 Hubungan Motivasi Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Tabel 6 menunjukkan bahwa motivasi berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda cukup tinggi, yaitu sebesar 56,7 persen. Tabel 9 menunjukkan persentase perilaku canggung dari pasangan teman etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 56,7 persen pasangan teman memiliki perilaku canggung yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berinteraksi dapat menghilangkan perasaan tidak berani, malu, ataupun ragu-ragu untuk berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Tabel 9. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Perilaku Frekuensi (n) Persentase (%) Canggung Tinggi 5 16,7 Sedang 8 26,7 Rendah 17 56,7 Total 30 100,0 Hipotesis

awal

menyatakan

bahwa

semakin

tinggi

motivasi

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 10. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Motivasi dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Perilaku Canggung Rendah Sedang Tinggi Total (%)

Tingkat Motivasi (%) Rendah 0,0 0,0 100,0 100,0

Sedang 0,0 88,9 11,1 100,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0

36

Tabel 10 menunjukkan sebesar 100 persen pasangan teman yang memiliki tingkat motivasi rendah, memiliki tingkat perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 88,9 persen pasangan memiliki tingkat motivasi dan tingkat perilaku tidak canggung yang sedang, sedangkan untuk tingkat motivasi yang tinggi, sebesar 100 persen memiliki tingkat perilaku canggung yang rendah. Angka-angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin rendah tingkat perilaku canggung yang ditunjukkan. Motivasi yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berkomunikasi dapat mengurangi dan menghilangkan perasaan canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, maupun malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi (Approx. Sig) untuk hubungan antara motivasi berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan antara motivasi berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi sebesar 0,000 merupakan hubungan yang signifikan, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Hubungan yang signifikan antara motivasi berkomunikasi dengan perilaku canggung menunjukkan bahwa etnis Arab dan etnis Sunda mampu mengendalikan dan menghilangkan perasaan canggung ketika berkomunikasi. Motivasi yang baik berperan penting dalam mengendalikan perilaku canggung, salah satunya adalah motivasi untuk meramalkan tingkah laku orang lain. Jika salah satu individu dari etnis Arab atau Sunda dapat memahami lawan bicaranya sedang senang, maka dia tidak akan canggung untuk menyapa maupun bertukar pendapat mengenai topik yang dibicarakan. Sama halnya ketika lawan bicaranya sedang sedih, dia akan menyesuaikan topik pembicaraan ke arah yang lebih pribadi dengan menanyakan perihal permasalahannya. Jika orang tersebut merasa perlu untuk menceritakan permasalahannya, maka lawan bicaranya tidak akan canggung untuk mendengarkan dan memberikan masukan.

37

Motivasi untuk menghindari kecemasan memegang peranan penting agar dua individu yang sedang berkomunikasi tidak merasa canggung. Sebesar 96,7 persen individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda mampu mengendalikan perasaan tegang, khawatir, dan takut ketika berkomunikasi. Perilaku canggung antar kedua etnis juga dapat diatasi dengan baik. Apabila seseorang sudah dipenuhi rasa takut, maka dapat dipastikan untuk menyapa saja akan terasa sulit. Tentunya hal ini dapat menghambat proses komunikasi menjadi tidak efektif. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda dapat dengan leluasa bertukar pendapat dengan lawan bicaranya tanpa ada perasaan tegang, khawatir ucapannya tidak dimengerti, atau merasa takut jika salah dalam mengucapkan kata-kata. Orang Arab dan Sunda mampu menghindari rasa cemas karena mereka merasa aman ketika berinteraksi. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika berinteraksi dengan orang yang merupakan tetangga sendiri. Perilaku inilah yang membuat sebagian besar individu dari etnis Arab dan etnis Sunda dapat hidup rukun sebagai tetangga dan menjadi teman akrab. Identitas diri yang ditunjukkan ketika berinteraksi dapat membuat perasaan canggung dapat diatasi atau mungkin kebalikannya. Terlalu banyak menunjukkan identitas diri seperti gaya bicara dan nada bicara etnisnya, dapat membuat lawan bicara merasa canggung untuk berkomunikasi. Sebesar 73,3 persen orang Arab dan Sunda sudah tidak menunjukkan identitasnya ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab tidak lagi menunjukkan ciri etnisnya dengan berbicara tegas dan nadanya sedikit keras dan orang Sunda tetap pada kebiasaannya berbicara dengan nada yang halus. Perasaan identitas yang sama sebagai orang Sunda dimiliki oleh orang Arab karena mereka lahir dan dibesarkan di wilayah Empang, bukan di negara leluhurnya, Yaman. Walaupun tidak sepenuhnya, budaya Sunda telah menjadi keseharian bagi orang Arab di wilayah ini. Mayoritas Orang Arab sudah terbiasa berbicara dengan bahasa Sunda dan nada bicara mereka sudah seperti orang Sunda. Walaupun masih ada orang Arab yang masih berbicara dengan nada yang keras dan tegas, hal inilah yang membuat rasa canggung di antara mereka dapat diatasi dengan baik. Individu dari etnis Arab dan Sunda memiliki kecenderungan untuk mendekat kepada lawan bicaranya. Sebesar 70 persen individu dari etnis Arab

38

dan Sunda mampu menghilangkan perasaan buruk ketika berinteraksi. Perasaan yang buruk atau jelek hanya akan menghambat proses komunikasi dan membuat rasa canggung semakin besar. Perasaan buruk yang biasanya muncul adalah prasangka bahwa salah satu etnis tidak bisa menjalankan kehidupan bertetangga yang baik. Bila etnis Arab atau Sunda jarang untuk bertegur sapa dan berpartipasi dalam kegiatan ketetanggaan seperti kerja bakti, maka prasangka tersebut akan muncul. Kecenderungan untuk mendekat ini, membuat hubungan bertetangga antara etnis Arab dan etnis Sunda berjalan dengan baik. Keributan atau konflik antar etnis belum pernah terjadi. Etnis Arab dan etnis Sunda dapat menjalankan kesehariannya dengan leluasa tanpa ada perasaan takut atau terancam. Keributan hingga terjadi kontak fisik memang belum pernah terjadi, namun kehidupan bertetangga antara etnis Arab dan etnis Sunda terkesan terpisah. Etnis Arab lebih senang berteman dengan sesama etnisnya begitu pula dengan etnis Sunda, hingga dikenal istilah “hidup masing-masing”. Kegiatan seperti kerja bakti pun jarang dilakukan di wilayah ini, karena dapat dipastikan yang ikut serta sedikit jumlahnya. Kondisi dimana jarangnya etnis Arab untuk berpartisipasi dalam kegiatan kerja bakti dikarenakan beberapa hal. Banyak orang Arab yang bekerja sepanjang hari dan baru pulang ke rumah pada malam hari. Kondisi ini membuat hari libur seperti hari Sabtu dan Minggu digunakan untuk beristirahat di rumah atau rekreasi, sehingga kerja bakti yang diadakan pada hari yang sama dipilih untuk

mereka hindari. Kondisi ini juga membuat orang Arab jarang

bertemu dengan tetangganya yang orang Sunda, sehingga kesempatan untuk bertegur sapa maupun berdiskusi sangat kecil. Orang Sunda sebagian besar sudah memahami kondisi ini sehingga kerukunan hidup bertetangga dapat terjaga. Istilah “hidup masing-masing” masih berlaku, namun kedua etnis secara umum mampu menghindari situasi tidak kondusif yang mengarah pada rusaknya kehidupan bertetangga atau situasi yang lebih serius seperti keributan yang diikuti kontak fisik.

BAB VI HUBUNGAN PENGETAHUAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kompetensi komunikasi berikutnya yang memiliki peranan penting dalam menciptakan komunikasi yang efektif adalah pengetahuan tentang orang lain. Dalam hal ini orang yang berasa dari etnis yang berbeda. Kim dan Gudykunts (1997) memaparkan bahwa pengetahuan merupakan bagian yang penting dalam berkomunikasi. Pengetahuan yang baik tentang lawan bicara membuat seseorang lebih sadar tentang apa saja yang dibutuhkan agar dapat berkomunikasi dengan efektif. Efektif atau tidaknya percakapan yang dilakukan oleh seseorang, tidak lepas dari pengetahuannya tentang lawan bicara. Dimulai dari pengetahuan untuk mengumpulkan informasi tentang lawan bicara. Berbagai informasi mengenai lawan bicara dapat diperoleh dengan cara pasif melalui membaca buku dan internet, sedangkan cara aktif dapat dilakukan dengan cara mengamati bagaimana orang lain berkomunikasi atau dengan berinteraksi langsung dengan orang tersebut. Kemampuan lain yang diperlukan adalah pengetahuan tentang perbedaan etnis antara orang Arab dan orang Sunda. Hal ini diperlukan agar komunikator atau komunikan tidak merasa canggung atau terganggu dengan perbedaan etnis yang ada. Perbedaan yang diidentifikasi adalah perbedaan gaya bicara dan jarak interpersonal. Kemampuan lainnya yaitu pengetahuan tentang persamaan individu seperti warna kulit dan postur badan serta pengetahuan untuk membuat interpretasi alternatif terhadap perilaku lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor pengetahuan dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang peilaku pasangan teman pada lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor pengetahuan dengan efektivitas komunikasi antar etnis.

Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam

40

mengenai hubungan antara faktor pengetahuan dengan perilaku tersinggung maupun canggung ketika berinteraksi. 6.1 Hubungan Pengetahuan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Secara umum pengetahuan ketika berinteraksi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda cukup tinggi, yaitu sebesar 53,3 persen (Tabel 11). Hal ini menunjukkan, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki pengetahuan yang tinggi ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki kemampuan untuk mengumpulkan informasi tentang lawan bicaranya, mengetahui perbedaan antara dirinya dengan orang lain, mengetahui ciri-ciri fisik yang membuat mereka sama, dan memiliki interpretasi alternatif tentang perilaku lawan bicara. Tabel 11. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan Tingkat Frekuensi (n) Persentase (%) Pengetahuan Rendah 6 20,0 Sedang 8 26,7 Tinggi 16 53,3 Total 30 100,0

Sebesar 66,7 persen pasangan orang Arab dan Sunda memiliki perilaku tersinggung yang rendah (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersinggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi dapat dihindari. Dua individu yang sedang berkomunikasi secara umum mampu menghindari topik yang bisa menimbulkan perasaan tersinggung dan mampu menjaga perasaan lawan bicaranya agar tidak tersinggung terhadap isi pembicaraan atau topik yang sedang dibicarakan. Hipotesis awal

menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji.

41

Tabel 12. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Perilaku Tersinggung Rendah Sedang Tinggi Total (%)

Tingkat Pengetahuan (%) Rendah 0,0 0,0 100,0 100,0

Sedang 50,0 37,5 12,5 100,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebesar 100 persen pasangan teman yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 37,5 persen memiliki tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Untuk tingkat pengetahuan yang tinggi, sebesar 100 persen pasangan memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Persentase hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku tersinggung menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan berkomunikasi maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung ketika berkomunikasi. Pengetahuan yang tinggi tentang lawan bicara membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung terhadap tingkah laku ataupun topik yang sedang dibicarakan. Topik yang dapat menimbulkan perilaku tersinggung adalah topik yang menyangkut ciri fisik seseorang baik dari etnis Arab maupun Sunda. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi (Approx. Sig) untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung adalah 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi sebesar 0,000 merupakan nilai yang signifikan, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung dari etnis Arab maupun etnis Sunda ketika berinteraksi. Hubungan yang signifikan dapat terjadi karena orang Arab dan Sunda sama-sama memiliki pengetahuan yang baik tentang lawan bicaranya.

42

Pengetahuan yang dimiliki juga dimanfaatkan dengan baik ketika berinteraksi sehingga dua individu tidak merasa tersinggung satu sama lain. Kemampuan pertama yang dimiliki adalah pengetahuan untuk mengumpulkan atau mendapatkan informasi. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda memiliki pengetahuan untuk mengumpulkan informasi tentang lawan bicaranya. Kedua etnis memiliki pengetahuan yang baik tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya dengan cara memperhatikan dan berinteraksi langsung. Dengan cara tersebut, individu dari etnis Arab maupun Sunda dapat mengenali gaya bicara dari lawan bicaranya, orang Arab dengan nada bicaranya yang keras dan tegas, sedangkan orang Sunda dengan nada yang halus. Hal ini dapat menghindarkan kedua individu dari perasaan tersinggung yang membuat proses interaksi menjadi tidak efektif. Kemampuan mengenali cara-cara berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab maupun Sunda, bisa dikatakan sudah sangat baik. Hal ini dikarenakan orang Arab dan Sunda menganggap bahwa cara berkomunikasi mereka tidak jauh berbeda. Orang Arab terbiasa berbicara dengan bahasa Sunda dan nada bicaranya tidak tinggi. Pengetahuan tentang perbedaan antar etnis juga memiliki peranan penting dalam menghindari perasaan tersinggung ketika berinteraksi. Perbedaan yang diidentifikasi adalah perbedaan kebiasaan dalam berbicara, yaitu gerakan tangan dan kepala yang mengikuti penjelasan akan suatu hal dan perbedaan jarak ketika berinteraksi (jarak interpersonal). Menurut Feghali (1997), jarak interpersonal yang membuat orang Arab merasa nyaman ketika berinteraksi adalah sekitar dua kaki atau sekitar setengah meter. Ternyata orang Sunda juga memiliki jarak interpersonal yang sama dengan orang Arab, sehingga ketika berinteraksi mereka tidak mengalami kendala akan hal tersebut. Orang Arab juga dikenal ekspresif ketika berbicara sehingga mereka senang menambahkan gerakan tangan untuk menjelaskan maksud ucapannya. Pengetahuan tentang perbedaan antar etnis yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda hanya Sebesar 43,3 persen. Kategori ini memiliki nilai paling rendah dibanding kategori lainnya. Hal ini dapat terjadi karena kedua etnis memandang bahwa mereka tidak jauh berbeda dengan etnis lainnya. Selain jarak interpersonal yang sama, orang Arab juga sudah merasa seperti orang Sunda. Mereka

43

dibesarkan di lingkungan Sunda dengan segala bentuk kebiasaannya dalam berkomunikasi. Bagi orang Sunda, kebiasaan berkomunikasi orang Arab sudah seperti mereka, mayoritas nadanya tidak keras dan tegas. Orang Arab pun memandang cara berkomunikasinya tidak lebih ekspresif dibanding orang Sunda dengan tidak banyak menggerakkan tangan ketika berinteraksi. Hal ini membuat orang Arab dan Sunda dapat terhindar dari perasaan tersinggung ketika berinteraksi. Salah satu hal yang dapat membuat seseorang nyaman ketika berinteraksi adalah adanya persamaan individu, dalam hal ini persamaan ciri fisik antara orang Arab dan orang Sunda. Persamaan ini membawa efek menenangkan bagi dua orang yang sedang berinteraksi. Persamaan ciri fisik antara orang Arab dan orang Sunda meliputi warna kulit dan postur badan. Sebesar 67,7 persen orang Arab dan Sunda dapat mengetahui persamaan ciri fisik di antara mereka. Pengetahuan yang baik tentang persamaan ciri fisik dapat menghilangkan perilaku tersinggung karena pengetahuan tersebut membuat dua orang yang sedang berinteraksi merasa nyaman sehingga perasaan tersinggung tidak akan muncul. Perilaku tersinggung dapat muncul ketika seseorang tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang lawan bicaranya sehingga muncul perasaan tidak nyaman. Orang Sunda yang memiliki postur pendek dan kulitnya cokelat, bisa merasa tersinggung jika lawan bicaranya memiliki postur badan tinggi besar dan kulitnya putih, karena merasa dirinya menjadi lebih kecil dan posisinya dalam interaksi menjadi tidak sejajar. Orang Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk memberikan interpretasi alternatif atas perilaku lawan bicaranya. Hal ini menjadi penting untuk menghindari perasaan tersinggung yang mungkin muncul. Interpretasi alternatif yang dibahas adalah jarak interpersonal. Ketika dua orang berinteraksi pada jarak setengah meter, maka interpretasi yang mungkin muncul adalah jarak tersebut telah melanggar jarak interpersonal, lawan bicara adalah orang yang agresif, atau lawan bicara suka/tertarik. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda menginterpretasikan hal tersebut ke arah yang positif sebagai ketertarikan lawan bicara terhadap dirinya. Pada suatu kesempatan interaksi, orang Sunda menganggap lawan bicaranya agresif karena dia terlalu dekat ketika berinteraksi, padahal maksud orang Arab tersebut bukan berniat agresif atau semacamnya,

44

tentu hal ini akan membuat orang Arab merasa tersinggung karena maksudnya telah disalahartikan oleh orang Sunda.

6.2 Hubungan Pengetahuan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Ukuran efektif atau tidaknya proses komunikasi yang dilakukan oleh individu dari etnis Arab dan etnis Sunda, selain dari perilaku tidak tersinggung juga diukur dari perilaku tidak canggung yang dimiliki oleh kedua etnis. Perilaku tidak canggung meliputi kemampuan untuk menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat dengan orang lain tanpa perasaan malu, ragu-ragu, ataupun takut. Tabel 11 menunjukkan bahwa pengetahuan berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda cukup tinggi, yaitu sebesar 53,3 persen. Sedangkan untuk persentase perilaku canggung, sebesar 56,7 persen etnis Arab dan Sunda memiliki perilaku canggung yang rendah (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berkomunikasi dapat menghilangkan perasaan tidak berani, malu, ataupun raguragu untuk berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Hipotesis awal

menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berkomunikasi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 13. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Perilaku Canggung Rendah Sedang Tinggi

Tingkat Pengetahuan (%) Rendah 0,0 16,7 83,3

Sedang 12,5 87,5 0,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0

45

Total (%)

100,0

100,0

100,0

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar 83,3 persen pasangan yang memiliki tingkat pengetahuan rendah memiliki tingkat perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 87,5 persen pasangan memiliki tingkat pengetahuan dan tingkat perilaku canggung yang sedang. Pada tingkat yang lebih tinggi, sebesar 100 persen pasangan yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi memiliki tingkat perilaku canggung yang rendah. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berkomunikasi. Pengetahuan yang tinggi tentang lawan bicara mendorong dua orang yang sedang berinteraksi dapat mengurangi dan menghilangkan perasaan canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat.

Perasaan ragu-ragu,

tidak berani, maupun malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,000. Hal ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi sebesar 0,000 merupakan nilai yang signifikan, yang menunjukkan semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi. Perilaku canggung yang rendah didukung oleh pengetahuan yang baik dari etnis Arab dan Sunda tentang lawan bicaranya. Pengetahuan mengumpulkan atau mendapatkan informasi tentang lawan bicara merupakan salah satu aspek yang penting dalam mengatasi perasaan canggung. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda dapat mengumpulkan informasi tentang gaya berkomunikasi dari lawan bicaranya, yaitu nada bicara. Individu yang dapat mengumpulkan informasi yang banyak tentang gaya berbicara lawan bicaranya akan memiliki perilaku canggung yang rendah. Ketika orang Arab atau Sunda mengenali gaya berbicara orang lain dan mampu memahaminya, maka mereka dapat berinteraksi dengan nyaman tanpa terganggu dengan perbedaan cara berkomunikasi yang terjadi. Orang Arab dan

46

Sunda dapat mengenali dan memahami cara berkomunikasi masing-masing etnis. Orang Arab cenderung berbicara dengan nada yang keras dan tegas, sedangkan orang Sunda lebih tenang dan halus. Pemahaman akan gaya berkomunikasi dari etnis lain membuat mereka tidak ragu-ragu untuk bertegur sapa bahkan saling bertukar pendapat. Etnis Arab dan Sunda mengetahui perbedaan etnis di antara mereka, namun hanya sebesar 43,3 persen. Kondisi ini disebabkan karena perbedaan etnis seperti jarak interpersonal dan gerakan tangan untuk menjelaskan maksud ucapan sudah tidak mencolok. Orang Arab dan Sunda secara umum tidak lagi menunjukkan perbedaan tersebut ketika berkomunikasi. Jarak interpersonal mereka sama dan orang Arab tidak terlalu ekspresif ketika berinteraksi dengan banyak

menggerakkan

tangan

untuk

menjelaskan

maksud

ucapannya.

Pengetahuan yang rendah tentang perbedaan etnis tidak membuat orang Arab dan Sunda merasa canggung ketika berinteraksi. Orang Arab memandang dirinya tidak jauh berbeda dengan orang Sunda dalam hal cara berkomunikasi, hal inilah yang membuat mereka tidak merasa malu atau ragu-ragu untuk memulai pembicaraan, bertegur sapa, dan bertukar pendapat. Kerukunan bertetangga antara orang Arab dan Sunda didukung pula oleh sikap mereka dalam memahami persamaan yang ada. Sebesar 76,7 persen orang Arab dan Sunda sudah merasa tidak ada perbedaan di antara mereka. Orang Arab yang sekarang tinggal di Empang merupakan generasi yang lahir dan dibesarkan di Empang. Walaupun secara sekilas fisik mereka berbeda, yang dapat diidentifikasi dari bentuk hidung dan mata, orang Arab lebih senang menyebut dirinya sebagai orang Sunda. Hal ini dikarenakan kakek dan nenek mereka juga sudah melakukan perkawinan campuran dengan orang Sunda. Persamaan individu yang dipahami oleh orang Arab dan Sunda ini, membuat rasa canggung dapat dihindari. Orang Arab merasa sama seperti orang Sunda dalam hal warna kulit dan postur badan, begitupun sebaliknya. Kemampuan interpretasi alternatif juga membuat perilaku canggung dapat dihindari. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi, mampu menginterpretasikan dengan tepat apa yang dilakukan oleh lawan bicaranya. Salah dalam mengartikan tingkah laku lawan bicara, dapat membuat

47

salah satu orang yang sedang berinteraksi merasa canggung sehingga proses interaksi tidak akan efektif. Perilaku canggung membuat interaksi menjadi kaku sehingga pertukaran informasi tidak berjalan. Pada kasus ini, orang Arab maupun orang Sunda mampu membuat interpretasi yang tepat tentang jarak interpersonal ketika berkomunikasi. Jarak interpersonal sejauh setengah meter diinterpretasikan sebagai ketertarikan terhadap lawan bicara, bukan sebagai sikap agresif atau pelanggaran atas jarak interpersonal karena terlalu dekat ketika berinteraksi. Interpretasi yang tepat membuat orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi merasa nyaman, sehingga perasaan tidak berani, malu, ataupun ragu untuk bertukar pendapat dapat dihindari.

BAB VII HUBUNGAN KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS Kim

dan

Gudykunts

(1997)

memaparkan

bahwa

keterampilan

berkomunikasi penting agar dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengurangi perasaan cemas dan khawatir. Untuk menghindari hal tersebut, sedikitnya diperlukan tiga keterampilan, yaitu kemampuan untuk berhati-hati ketika

berkomunikasi,

toleransi

terhadap

ambiguitas,

dan

kemampuan

menenangkan diri. Keterampilan berkomunikasi diperlukan sebagai bagian terakhir setelah seorang komunikator atau komunikan mempunyai motivasi dan pengetahuan berkomunikasi.

Keterampilan

menunjukkan

kecakapan

seseorang

ketika

berinteraksi dengan orang lain, yang juga menciptakan kesan pertama bagi lawan bicara. Jika memiliki keterampilan yang baik, maka kesan yang ditimbulkan akan baik pula. Keterampilan yang diperlukan di antaranya: (1) kemampuan untuk menjadi pembicara dan pendengar yang baik, (2) toleransi terhadap ambiguitas yang terjadi akibat masing-masing etnis menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan salah mengartikan kata-kata yang diucapkan ketika berinteraksi, (3) kemampuan berempati dengan cara menjadi pendengar yang baik dan antusias yang tinggi terhadap isi pembicaraan, (4) adaptasi kebiasaan untuk menggunakan bahasa yang bisa dipahami bersama, dan (5) mampu memprediksi dan memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penyajian data dimulai dengan mendeskripsikan variabel yang akan diuji hubungan kausalnya. Deskripsi variabel faktor keterampilan dan perilaku tersinggung serta canggung bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perilaku pasangan teman di lokasi penelitian. Setelah setiap variabel yang akan diuji dideskripsikan, maka penyajian data berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antara faktor keterampilan dengan efektivitas komunikasi antar etnis.

Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam

mengenai hubungan antara faktor keterampilan dengan perilaku tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi.

49

7.1 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Tersinggung Tabel 14 menunjukkan bahwa sebesar 66,7 persen keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh orang Arab dan orang Sunda berada pada tingkatan sedang. Walaupun berada pada tingkatan sedang, hal ini secara umum menunjukkan, baik individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan yang baik ketika berinteraksi. Individu dari etnis Arab maupun etnis Sunda memiliki keterampilan untuk sadar/berhati-hati ketika berkomunikasi, toleransi terhadap ambiguitas, kemampuan menenangkan diri, adaptasi kebiasaan, dan prediksi atau penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Tabel 14. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan Tingkat Frekuensi (n) Persentase (%) Keterampilan Rendah 1 3,3 Sedang 20 66,7 Tinggi 9 30,0 Total 30 100,0

Sebesar 66,7 persen pasangan orang Arab dan Sunda memiliki perilaku tersinggung yang rendah (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku tersinggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat dihindari. Dua individu yang sedang berinteraksi secara umum mampu menjaga perasaan lawan bicaranya dengan tidak menirukan bahasa daerah etnis lain sebagai bahan ejekan dan tidak menyinggung ciri fisiknya. Hipotesis awal

menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku tersinggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.), jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji.

50

Tabel 15. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Tersinggung Tingkat Perilaku Tersinggung

Tingkat Keterampilan (%) Rendah

Rendah Sedang Tinggi Total (%)

Sedang

0,0 0,0 100,0 100,0

55,0 15,0 30,0 100,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0

Tabel 15 menunjukkan sebesar 100 persen pasangan yang tingkat keterampilan berkomunikasinya rendah, memiliki tingkat perilaku tersinggung yang tinggi. Sebesar 15 persen pasangan yang tingkat keterampilannya sedang memiliki tingkat perilaku tersinggung yang sedang. Untuk tingkat keterampilan yang tinggi, sebesar 100 persen memiliki tingkat perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi tingkat keterampilan berkomunikasi seseorang, maka semakin rendah tingkat perilaku tersinggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang baik membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik atau menirukan bahasa etnis lain. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara pengetahuan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung adalah 0,005. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku tersinggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan, dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi maka semakin rendah perilaku tersinggung antara orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi. Keterampilan pertama yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda adalah kemampuan untuk sadar atau berhati-hati ketika berinteraksi. Sadar dalam berinteraksi artinya memiliki perhatian yang penuh terhadap lawan bicara. Tidak hanya bisa berbicara dengan baik, namun juga mampu menjadi pendengar yang baik. Sebesar 80 persen orang Arab dan Sunda mampu menjadi pembicara sekaligus pendengar yang baik ketika berinteraksi. Kemampuan berbicara dan mendengarkan yang seimbang, membuat komunikator dan komunikan berada

51

dalam posisi yang sejajar. Jika seseorang terlalu banyak bicara, maka lawan bicaranya akan merasa didominasi dalam proses interaksi. Kondisi ini dapat menyebabkan lawan bicara merasa tersinggung karena kesempatan untuk berbicaranya sedikit. Kondisi ini secara umum mampu diatasi oleh orang Arab dan Sunda dengan tidak mendominasi dalam sebuah percakapan. Orang Arab yang dikenal banyak berbicara, tidak menunjukkan hal itu terhadap lawan bicaranya yang orang Sunda dengan tidak terlalu banyak berbicara. Sebaliknya, orang Sunda yang dikenal lebih tenang mampu mengambil bagian untuk berbicara agar seimbang dengan bagian untuk mendengarkan. Kemampuan lainnya adalah toleransi terhadap ambiguitas. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda mampu mentoleransi ambiguitas di antara mereka. Kondisi ambigu muncul ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya masing-masing ketika berbicara. Orang Arab dengan bahasa Arabnya, dan orang Sunda dengan bahasa Sunda. Sikap toleransi yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikan tidak marah dan terganggu ketika lawan bicaranya menggunakan bahasa daerahnya. Terkadang orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan ada pula orang Arab yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Ketika orang Arab menggunakan bahasa Arab ketika berinteraksi, secara umum orang Sunda mampu mentoleransi hal tersebut. Hal ini dikarenakan, bahasa Arab yang digunakan sudah umum dan dipahami oleh orang Sunda seperti syukron (terima kasih), fulus (uang), hareem (perempuan), dan lain-lain. Sedangkan jika orang Sunda berbicara dengan bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab yang tidak mengerti bahasa tersebut, secara umum orang Arab dapat memakluminya karena orang Sunda hampir selalu menambahkan kata-kata dalam bahasa Sunda ketika berbicara dalam bahasa Indonesia. Sikap toleransi lain yang ditunjukkan adalah ketika seorang komunikator tidak marah ketika lawan bicaranya salah mengartikan kata-kata yang diucapkannya. Terkadang orang Sunda menggunakan istilah-istilah dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab seperti leuleus liat (lemah lembut ketika berbicara) dan heuras genggerong (keras kepala). Kemungkinan salah mengartikan istilah tersebut bisa terjadi karena istilah yang dipakai tidak umum seperti bahasa Arab yang dipaparkan sebelumnya.

52

Kemampuan mentoleransi ambiguitas yang baik membuat orang Arab dan Sunda dapat terhindar dari perasaan tersinggung. Kemampuan untuk menenangkan diri ketika berinteraksi juga mampu menghindarkan seseorang dari perilaku tersinggung. Perasaan kaku dan khawatir yang berlebihan yang ditunjukkan ketika berinteraksi akan membuat lawan bicara merasa tidak nyaman, yang akhirnya membuat dia merasa tersinggung. Interaksi antara orang Arab dan Sunda yang jarang bertemu di lingkungannya, bisa saja menimbulkan rasa kaku dan khawatir. Perasaan ini muncul karena dua orang tersebut jarang bertemu dan tidak akrab. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda sudah mampu menenangkan dirinya dengan mengendalikan rasa kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Kemampuan ini didorong oleh sikap untuk menjaga kerukunan dalam hidup bertetangga. Walaupun jarang bertemu dan berinteraksi, hubungan pertetanggaan harus dijalin dengan baik agar tercipta lingkungan bertetangga yang harmonis. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki keterampilan berempati yang baik. Sebesar 76,7 persen orang Arab dan Sunda mampu mendengarkan dengan cermat perkataan lawan bicaranya dan antusias dengan isi pembicaraan yang disampaikan. Jika orang Arab dan Sunda yang terlibat dalam sebuah interaksi tidak memiliki keterampilan berempati yang baik, maka seseorang akan merasa tersinggung. Perilaku tersinggung muncul karena seseorang merasa tidak dihargai ketika berbicara. Lawan bicara tidak mendengarkan dengan baik dan tidak antusias atas apa yang dibicarakan. Mengadaptasikan perilaku juga memiliki peranan agar seseorang tidak tersinggung ketika berinteraksi. Perilaku yang diadaptasikan adalah penggunaan bahasa daerah ketika berbicara dan jarak interpersonal agar seseorang merasa nyaman. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, orang Arab terkadang berbicara dalam bahasa Arab ketika berinteraksi dengan orang Sunda, dan orang Sunda terkadang berbicara dalam bahasa Sunda ketika berinteraksi dengan orang Arab. Sebesar 83,3 persen orang Arab dan Sunda mampu mengadaptasikan perilakunya ketika berkomunikasi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung. Jika orang Arab yang diajak berinteraksi memahami bahasa Sunda,

53

maka interaksi dilakukan menggunakan bahasa Sunda. Jika orang Arab tersebut tidak memahami bahasa Sunda, maka interaksi dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jarak interpersonal tidak lagi menjadi masalah karena baik etnis Arab atau etnis Sunda memiliki jarak interpersonal yang sama, yaitu sekitar setengah meter agar dapat berinteraksi dengan nyaman. Keterampilan terakhir yang dipaparkan dalam subbab ini agar terhindar dari perilaku tersinggung

adalah kemampuan untuk membuat prediksi dan

penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Perilaku yang diprediksikan adalah jarak interpersonal, nada bicara, dan gerakan tangan. Ketiga perilaku tersebut dijelaskan sebagai budaya asli dari masing-masing etnis. Sebesar 70 persen orang Arab dan Sunda mampu menjelaskan ketiga perilaku tersebut sebagai bawaan dari budaya asli yang sulit dihilangkan. Nada bicara orang Arab cenderung keras dan tegas. Apabila hal ini ditunjukkan ketika berinteraksi, orang Sunda mampu memberikan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicaranya. Nada bicara yang keras dan tegas merupakan sifat bawaan dari budaya bangsa Arab, bukan untuk mendominasi pembicaraan atau membuat orang Sunda merasa tidak nyaman. Jika masing-masing etnis memahami hal ini, maka perasaan tersinggung akibat ketidaknyamanan perbedaan gaya berbicara dapat dihindari dan proses interaksi dapat berjalan efektif.

54

7.2 Hubungan Keterampilan Berkomunikasi dengan Perilaku Canggung Tabel 14 menunjukkan bahwa keterampilan berkomunikasi yang dimiliki oleh etnis Arab dan etnis Sunda berada pada tingkatan sedang, yaitu sebesar 66,7 persen. Tabel 9 menunjukkan persentase perilaku canggung dari pasangan etnis Arab dan etnis Sunda. Sebesar 56,7 persen orang Arab dan Sunda memiliki perilaku canggung yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa rasa canggung antara individu dari etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi dapat diatasi dengan baik. Dua individu yang sedang berinteraksi dapat menghilangkan perilaku tidak berani, malu, ataupun ragu-ragu untuk berinteraksi dengan lawan bicaranya. Mereka sudah terbiasa untuk saling menyapa, inisiatif untuk memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Hipotesis awal

menyatakan bahwa semakin tinggi keterampilan

berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan etnis Sunda ketika berinteraksi. Agar dapat melihat hubungan antar keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan analisis Pearson. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi

(Approx. Sig).

Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Tabel 16. Persentase Pasangan Teman menurut Tingkat Keterampilan dan Tingkat Perilaku Canggung Tingkat Perilaku Canggung

Tingkat Keterampilan (%) Rendah

Rendah Sedang Tinggi Total (%)

Tabel 16 menunjukkan bahwa

Sedang

0,0 0,0 100,0 100,0

40,0 40,0 20,0 100,0

Tinggi 100,0 0,0 0,0 100,0

sebesar 100 persen pasangan yang

memiliki keterampilan berkomunikasi yang rendah memiliki perilaku canggung yang tinggi. Sebesar 40 persen pasangan yang keterampilan berkomunikasinya sedang memiliki perilaku canggung yang sedang pula. Pada tingkat keterampilan berkomunikasi yang tinggi, sebesar 100 persen pasangan memiliki perilaku tersinggung yang rendah. Persentase tersebut menunjukkan kecenderungan

55

dimana semakin tinggi keterampilan berkomunikasi, maka semakin rendah perilaku canggung yang ditunjukkan ketika berinteraksi. Keterampilan yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berinteraksi dapat mengurangi dan menghilangkan perilaku canggung. Mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, atau malu dapat dikendalikan dengan baik oleh keduanya. Hasil uji menunjukkan, nilai signifikansi untuk hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung adalah 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan antara keterampilan berkomunikasi dengan perilaku canggung antara etnis Arab dan Etnis Sunda ketika berinteraksi. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang signifikan. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi keterampilan yang dimiliki ketika berinteraksi maka semakin rendah perilaku canggung antara etnis Arab dan Sunda ketika berinteraksi. Keterampilan pertama yang menghindarkan kedua etnis dari perilaku canggung adalah sadar atau berhati-hati ketika berkomunikasi. Ketika dua orang yang sedang berinteraksi mampu menyeimbangkan kemampuan berbicara dan mendengarkan dengan baik, kedua orang tersebut tidak akan merasa canggung untuk bertukar pendapat. Orang yang terlalu banyak berbicara dapat dianggap ingin mendominasi percakapan, sedangkan orang yang terlalu banyak mendengarkan akan dianggap pasif dan tidak antusias. Rasa canggung muncul ketika salah satu perilaku tersebut muncul. Pada suatu kesempatan interaksi, orang Sunda terlalu banyak berbicara sehingga orang Arab yang menjadi lawan bicaranya hanya dapat mendengarkan. Orang Arab tersebut dapat merasa canggung karena dirinya diposisikan tidak sejajar, dalam artian tidak mendapat kesempatan yang sama untuk berbicara. Kondisi ini membuat pertukaran informasi tidak seimbang sehingga orang Arab yang merasa didominasi, akan ragu-ragu untuk bertukar informasi yang sama banyaknya seperti orang Sunda. Kemampuan etnis Arab dan Sunda dalam mentoleransi ambiguitas juga dapat menghindarkan keduanya dari perilaku canggung ketika berinteraksi. Sebesar 50 persen orang Arab dan Sunda dapat melakukan hal ini. Sikap untuk tidak marah ketika orang Arab atau Sunda menggunakan bahasa daerahnya sendiri membuat pertukaran informasi dapat terus berjalan. Begitu pula halnya ketika

56

orang Arab atau Sunda salah mengartikan kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan disikapi dengan tidak marah, maka perilaku malu, tidak berani, atau takut dapat dihindari ketika berinteraksi. Kemampuan mentoleransi hal yang ambigu membuat proses interaksi antar etnis berjalan dengan baik. Perilaku canggung dapat dihindari sehingga dua orang yang sedang berinteraksi dengan leluasa dapat bertukar pendapat. Orang Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk menenangkan diri yang baik. Sebesar 53,3 persen orang Arab dan Sunda dapat menghilangkan perasaan kaku dan khawatir ketika berinteraksi. Rasa kaku maupun khawatir yang disebabkan jarangnya orang Arab dan Sunda berinteraksi tidak membuat keduanya canggung ketika berinteraksi. Bagi mereka menjaga kerukunan hubungan tetangga lebih penting dibanding mengedepankan sikap kaku dan khawatir. Sikap kaku dan khawatir yang berlebihan hanya akan membuat kedua etnis semakin canggung sehingga kegiatan saling sapa yang sederhana, dapat menjadi kegiatan yang berat untuk dilakukan. Keterampilan lainnya yaitu kemampuan untuk berempati terhadap lawan bicara. Kemampuan yang harus dimiliki adalah mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang lain dan tertarik atau antusias terhadap isi pembicaraan yang disampaikan orang lain. Kemampuan berempati menjadi penting untuk menghidarkan dua orang yang sedang berinteraksi dari perilaku canggung. Bila orang Arab mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang Sunda, maka orang tersebut akan merasa dihargai sehingga dia dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya kepada orang Arab. Begitupun sebaliknya, bila orang Sunda memiliki antusias yang tinggi terhadap apa yang dikatakan orang Arab, maka orang tersebut tidak akan ragu-ragu untuk memulai pembicaraan atau bertukar pendapat dengan orang Arab. Etnis Arab dan Sunda juga memiliki kemampuan untuk mengadaptasikan perilakunya ketika berinteraksi. Kedua etnis lebih baik menggunakan bahasa yang sama, keduanya berbahasa Sunda, atau berbahasa Indonesia agar memiliki pemahaman yang sama dan tidak merasa canggung ketika berinteraksi. Perbedaan bahasa yang digunakan terkadang membuat proses interaksi menjadi kaku dan pertukaran informasi tidak berjalan lancar. Untuk itu diperlukan keterampilan

57

beradaptasi yang baik dengan segera menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kedua etnis. Jarak interpersonal antara etnis Arab dan Sunda tidak menjadi hal yang dapat menimbulkan perasaan canggung. Hal ini dikarenakan jarak interpersonal antar kedua etnis sama, yaitu sekitar setengah meter agar merasa nyaman ketika berinteraksi. Keterampilan

yang

melengkapi

keterampilan

sebelumnya

adalah

kemampuan memberikan prediksi dan penjelasan yang akurat tentang perilaku lawan bicara. Penjelasan yang akurat tentang perilaku orang lain menjadi penting agar tidak terjadi salah paham yang berujung pada munculnya perilaku canggung ketika berinteraksi. Perilaku yang harus dijelaskan secara akurat adalah nada bicara dan gaya bicara (gerakan tangan) dari kedua etnis. Bila orang Sunda memahami bahwa kebiaasan berbicara dengan nada yang keras dan tegas yang dimiliki orang Arab adalah sifat bawaan dari leluhurnya, maka perasaan canggung dapat dihindari. Orang Sunda dapat bertukar informasi dengan leluasa tanpa merasa didominasi oleh orang Arab. Gerakan tangan yang mengikuti perkataan orang Arab untuk menjelaskan maksudnya juga mampu dipahami oleh orang Sunda sebagai kebiasaan bangsa Arab yang ekspresif. Orang Sunda dapat memaklumi hal ini sehingga ketika berinteraksi mereka tidak merasa risih dan bisa bertegur sapa serta bertukar pendapat dengan leluasa.

BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Hubungan antara motivasi dengan efektivitas komunikasi menunjukkan hubungan yang signifikan. Semakin tinggi motivasi berkomunikasi maka semakin tinggi efektivitas komunikasi antara orang Arab dan orang Sunda. Motivasi yang tinggi mendorong dua orang yang sedang berkomunikasi dapat menjaga perkataannya dan menjaga perasaan lawan bicaranya sehingga terhindar dari perilaku tersinggung. Begitu pula halnya dengan perilaku canggung, mereka dapat dengan leluasa menyapa, memulai pembicaraan, dan bertukar pendapat. Perasaan ragu-ragu, tidak berani, maupun malu dapat dikendalikan dengan baik oleh kedua etnis ketika berinteraksi. Dari keempat dimensi, motivasi untuk menghindari kecemasan memiliki nilai paling tinggi. Seseorang akan merasa nyaman ketika berkomunikasi dan diakui keberadaannya jika lawan bicaranya menunjukkan sikap ramah tanpa perasaan tegang, khawatir, ataupun takut. Orang Arab dan Sunda mampu menghindari rasa canggung karena mereka merasa aman ketika berinteraksi. Hubungan antara pengetahuan dengan efektivitas komunikasi memiliki hubungan yang signifikan. Semakin tinggi pengetahuan berkomunikasi maka semakin tinggi efektivitas komunikasi antara etnis Arab dan Sunda. Pengetahuan yang baik tentang lawan bicara membuat dua orang Arab dan Sunda yang sedang berinteraksi mampu menghindarkan lawan bicaranya merasa tersinggung akibat menyinggung ciri fisik seperti bentuk hidung dan juga mampu mengendalikan rasa canggungnya. Dari keempat dimensi, pengetahuan untuk mengumpulkan atau mendapatkan informasi memiliki nilai paling tinggi. Kedua etnis memiliki pengetahuan yang baik tentang cara berkomunikasi lawan bicaranya dengan cara memperhatikan dan berinteraksi langsung. Hubungan antara keterampilan dengan efektivitas komunikasi juga memiliki hubungan yang signifikan. Semakin tinggi keterampilan berkomunikasi maka semakin tinggi efektivitas komunikasi antara etnis Arab dan etnis Sunda.

59

Dari keenam dimensi, keterampilan mengadaptasikan perilaku memiliki nilai paling tinggi. Orang Arab dan Sunda lebih memilih menggunakan bahasa yang dapat dipahami bersama agar tidak ada yang merasa tersinggung dan canggung ketika berkomunikasi. Faktor motivasi, pengetahuan, dan keterampilan tinggi yang dimiliki oleh orang Arab dan Sunda membuat kehidupan bertetangga mereka selalu rukun. Tidak pernah ada kasus konflik seperti adu mulut atau perkelahian yang melibatkan keduanya.

8.2 Saran Kehidupan multi etnis yang melibatkan etnis Arab dan Sunda di wilayah Empang merupakan sebuah model kehidupan multi etnis yang harmonis. Perbedaan budaya tidak dijadikan sebagai hambatan untuk menciptakan lingkungan bertetangga yang rukun. Lingkungan sosial yang ditempati oleh lebih dari satu etnis yang berbeda tidak hanya terdapat di wilayah Empang, namun banyak di wilayah Indonesia lainnya. Etnis yang tinggal pun beragam seperti etnis Cina dengan Jawa, etnis Arab dan Jawa, dan sebagainya. Kerukunan antara etnis Arab dan Sunda di wilayah Empang dapat digunakan sebagai model bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk dapat menciptakan lingkungan multi etnis yang harmonis di lokasi lain di Indonesia, mengingat jumlah kelompok etnis jumlahnya banyak dan seringkali berada pada satu lingkungan sosial. Masyarakat luas dapat mencontoh motivasi dan pengetahuan orang Arab dan Sunda ketika berinteraksi sehingga dapat menciptakan kehidupan multi etnis yang harmonis di wilayahnya. Bagi pemerintah daerah yang wilayahnya ditempati berbagai etnis, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk menciptakan kerukunan pada lingkungan multi etnis. Pemerintah dapat mengintervensi penduduk agar termotivasi dan memiliki pengetahuan ketika berinteraksi dengan cara memberikan wadah untuk berinteraksi dan bersosialisasi seperti mendirikan organisasi kepemudaan (Karang Taruna) dan forum komunikasi antar etnis yang diadakan secara rutin. Disamping menambah motivasi dan pengetahuan, wadah tersebut akan menambah keterampilan penduduk ketika berinteraksi. Wadah ini juga dapat berfungsi sebagai tempat bermusyawarah bagi penduduk dan pemerintah apabila terjadi konflik antar etnis.

DAFTAR PUSTAKA

Bahanan, Hasan. 2007. ‘Masyarakat Etnis Arab dan Identitas Budaya Lokal’, makalah disampaikan dalam Semiloka Penguatan Identitas Budaya Lokal. Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya. 5-6 September Barth, Frederich. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia: Kuliah Dasar. Edisi Kelima. Penerjemah: Agus Maulana. Jakarta: Professional Books Ekadjati, Edi S. 1996. ‘Cultural Plurarity: The Sundanese of West Java’. Illuminations.Yayasan Lontar Evanoff, Richard. 2005. ‘Integration in Intercultural Ethics’. Journal of Intercultural Relations. vol.30. hal. 421-437

International

Feghali, Ellen. 1997. ‘Arab Cultural Communication Patterns’. International Journal of Intercultural Relations. vol.21. no.3. hal. 345-378 Kim, Young Yun dan Gudykunst, William B 1997. Communicating With Stranger. The McGraw-Hill Companies. Inc Habib, Achmad. 2004. Konflik Antar Etnik di Pedesaan: Pasang Surut Hubungan Cina-Jawa. Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara Hafidzah, Ummu. 2007. Pola Interaksi Masyarakat Keturunan Arab dengan Penduduk Lokal di Desa Gapuro Sukolilo Gresik. Tesis. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada Kriyantono, Rachmat . 2008. Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rosalia, Feni. 2000. Komunikasi Lintas Budaya Antara Suku Lampung dan Suku Jawa di Kelurahan Jagabaya I dan Perumnas Wayhalim Kota Bandar Lampung. Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor Singarimbun, M dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Soekanto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada

LAMPIRAN

62

Lampiran 1. Kuesioner Orang Arab

KUESIONER

A. karakteristik Individu Nama : Umur : Jenis Kelamin : Jenis Pekerjaan :

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antar Budaya Faktor Motivasi Indikator No Meramalkan tingkah laku orang lain

1 2 3

Menghindari kecemasan Mempertahanka n identitas diri

4 5 6 7 8 9

Kecenderungan mendekat/menja uh

10 11

Faktor Pengetahuan Indikator No Mengumpulkan atau mendapatkan informasi

1 2 3 4 5

Pernyataan

Jawaban Ya Tidak

Anda dapat mengetahui lawan bicara Anda (orang Sunda) sedang senang melalui wajahnya atau perilakunya. Anda dapat mengetahui lawan bicara Anda (orang Sunda) sedang sedih melalui wajahnya atau perilakunya. Anda dapat mengetahui lawan bicara anda (orang Sunda) sedang marah melalui wajahnya atau perilakunya. Anda tidak merasa tegang ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda tidak merasa khawatir ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda tidak merasa takut ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda mengeluarkan suara dengan keras ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda menggerakkan tangan untuk menjelaskan maksud ucapan Anda ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda menganggukan kepala sebagai tanda setuju ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda tidak punya perasaan jelek/buruk ketika mengobrol dengan orang Sunda Anda takut jika ucapan Anda tidak dimengerti oleh orang Sunda.

Pernyataan Anda mencari atau mengumpulkan informasi mengenai cara berkomunikasi orang Sunda dengan mengamati cara mereka berkomunikasi. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi orang Sunda dengan bertanya pada orang lain. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi orang Sunda dari internet. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi orang Sunda dari buku. Anda mencari atau mengumpulkan informasi mengenai cara berkomunikasi

Jawaban Ya Tidak

63

Perbedaan antar etnis

Persamaan individu Interpretasi alternative

6 7 8 9 10 11 12 13

orang Sunda dengan cara mengobrol dengan mereka. jarak orang Sunda ketika mengobrol lebih dekat dibanding dengan jarak ketika mengobrol dengan teman satu suku (etnis). Orang Sunda sering menggerakkan tangan saat mengobrol dengan Anda. Orang Sunda sering mengerakkan kepala saat mengobrol dengan Anda. Warna kulit Anda tidak jauh beda dengan warna kulit orang Sunda. Tinggi badan Anda tidak jauh beda dengan tinggi badan orang Sunda. Ketika orang Sunda mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, dapat mengetahui bahwa dia adalah orang yang kasar (agresif). Ketika orang Sunda mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, dapat mengetahui bahwa dia terlalu dekat dengan Anda. Ketika orang Sunda mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, dapat mengetahui bahwa dia suka pada Anda.

Faktor Keterampilan Indikator No Sadar/berhatihati Toleransi terhadap ambiguitas

1 2 3 4 5

Kemampuan menenangkan diri Kemampuan berempati

6 7 8 9

Adaptasi kebiasaan/perila ku Prediksi dan penjelasan yang akurat

10 11 12 13 14

Anda

Anda Anda Anda

Pernyataan

Anda dapat berbicara dengan baik ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda dapat menjadi pendengar yang baik ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda tidak marah ketika orang Sunda menggunakan bahasa daerahnya sendiri ketika mengobrol dengan Anda. Anda tidak marah ketika orang Sunda salah mengartikan kata-kata yang Anda ucapkan. Anda tidak terganggu bila orang Sunda salah dalam menyampaikan kata-kata dalam bahasa Arab ketika mengobrol dengan Anda. Anda dapat menghilangkan perasaan kaku ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda dapat menghilangkan rasa khawatir ketika mengobrol dengan orang Sunda. Anda mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang Sunda ketika mengobrol dengan Anda. Anda tertarik dengan pembicaraan yang disampaikan oleh orang Sunda ketika mengobrol dengan Anda. Anda menggunakan bahasa Sunda pada saat mengobrol dengan orang Sunda. Anda menyesuaikan jarak ketika mengobrol dengan orang Sunda jika jarak Anda dan lawan bicara terlalu dekat ketika mengobrol. Orang Sunda sering mengobrol dalam jarak setengah meter dengan Anda karena sifat bawaan dari budaya aslinya. Nada bicara orang Sunda ketika mengobrol berbeda dengan Anda karena cara berbicaranya berbeda. Orang Sunda banyak menggerakkan tangan dan kepala saat mengobrol karena sifat bawaan dari budaya aslinya.

Jawaban Ya Tidak

64

C. Efektivitas Komunikasi Antar Budaya Tidak Tersinggung Indikator No 1 2 3 4 5 6 7 8

Tidak Canggung Indikator No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernyataan

Jawaban Ya Tidak

Anda pernah berdiam diri ketika orang Sunda menirukan bahasa Arab dengan maksud meledek. Anda pernah berdiam diri ketika orang Sunda meledek ciri fisik Anda. Anda pernah membuang muka ketika orang Sunda menirukan bahasa Arab dengan maksud meledek. Anda pernah membuang muka ketka orang Sunda meledek ciri fisik Anda. Anda pernah berkata kasar kepada orang Sunda karena menirukan bahasa Arab dengan maksud meledek. Anda pernah berkata kasar kepada orang Sunda karena meledek ciri fisik Anda. Anda pernah pergi meninggalkan orang Sunda ketika mengobrol, karena telah menirukan bahasa Arab dengan maksud meledek. Anda pernah pergi meninggalkan orang Sunda ketika mengobrol, karena telah meledek ciri fisik Anda.

Pernyataan Anda tidak berani menyapa orang Sunda. Anda tidak berani memulai pembicaraan dengan orang Sunda. Anda tidak berani untuk bertukar pendapat dengan orang Sunda. Anda merasa malu untuk menyapa orang Sunda. Anda merasa malu untuk memulai pembicaraan dengan orang Sunda. Anda merasa malu untuk bertukar pendapat dengan orang Sunda. Anda ragu-ragu untuk menyapa orang Sunda. Anda ragu-ragu untuk memulai pembicaraan dengan orang Sunda. Anda ragu-ragu untuk bertukar pendapat dengan orang Sunda.

Jawaban Ya Tidak

65

Lampiran 2. Kuesioner Orang Sunda KUESIONER

A. karakteristik Individu Nama Umur Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan

: : : :

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi Antar Budaya Faktor Motivasi Indikator No Meramalkan tingkah laku orang lain

1 2 3

Menghindari kecemasan Mempertahankan identitas diri

4 5 6 7 8 9

Kecenderungan mendekat/menjau h

10 11

Pernyataan Anda dapat mengetahui lawan bicara Anda (orang Arab) sedang senang melalui wajahnya atau perilakunya. Anda dapat mengetahui lawan bicara Anda (orang Arab) sedang sedih melalui wajahnya atau perilakunya. Anda dapat mengetahui lawan bicara anda (orang Arab) sedang marah melalui wajahnya atau perilakunya. Anda tidak merasa tegang ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda tidak merasa khawatir ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda tidak merasa takut ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda mengeluarkan suara dengan keras ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda menggerakkan tangan untuk menjelaskan maksud ucapan Anda ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda menganggukan kepala sebagai tanda setuju ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda tidak punya perasaan jelek/buruk ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda takut jika ucapan Anda tidak dimengerti oleh orang Arab.

Faktor Pengetahuan Indikator No Mengumpulkan atau mendapatkan informasi

1 2 3 4 5

Jawaban Ya Tidak

Pernyataan

Anda mencari atau mengumpulkan informasi mengenai cara berkomunikasi Arab dengan mengamati cara mereka berkomunikasi. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi Arab dengan bertanya pada orang lain. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi Arab dari internet. Anda mencari atau mengumpulkan informasi tentang cara berkomunikasi Arab dari buku. Anda mencari atau mengumpulkan informasi mengenai cara berkomunikasi Arab dengan cara mengobrol dengan mereka.

Jawaban Ya Tidak orang orang orang orang orang

66

Perbedaan etnis

antar

Persamaan individu Interpretasi alternative

6 7 8 9 10 11 12 13

jarak orang Arab ketika mengobrol lebih dekat dibanding dengan jarak Anda ketika mengobrol dengan teman satu suku (etnis). Orang Arab sering menggerakkan tangan saat mengobrol dengan Anda. Orang Arab sering menggerakkan kepala saat mengobrol dengan Anda. Warna kulit Anda tidak jauh beda dengan warna kulit orang Arab. Tinggi badan Anda tidak jauh beda dengan tinggi badan orang Arab. Ketika orang Arab mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, Anda dapat mengetahui bahwa dia adalah orang yang kasar (agresif). Ketika orang Arab mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, Anda dapat mengetahui bahwa dia terlalu dekat dengan Anda. Ketika orang Arab mengobrol dengan Anda pada jarak setengah meter, Anda dapat mengetahui bahwa dia suka pada Anda.

Faktor Keterampilan Indikator No Sadar/berhati-hati Toleransi terhadap ambiguitas

1 2 3 4 5

Kemampuan menenangkan diri Kemampuan berempati

6 7 8 9

Adaptasi kebiasaan/perilak u Prediksi dan penjelasan yang akurat

10 11 12 13 14

Pernyataan

Anda dapat berbicara dengan baik ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda dapat menjadi pendengar yang baik ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda tidak marah ketika orang Arab menggunakan bahasa daerahnya sendiri ketika mengobrol. Anda tidak marah ketika orang Arab salah mengartikan kata-kata yang Anda ucapkan. Anda tidak terganggu bila orang Arab salah dalam menyampaikan kata-kata dalam bahasa Sunda ketika mengobrol dengan Anda. Anda dapat menghilangkan perasaan kaku ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda dapat menghilangkan rasa khawatir ketika mengobrol dengan orang Arab. Anda mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan orang Arab ketika mengobrol dengan Anda. Anda tertarik dengan pembicaraan yang disampaikan oleh orang Arab ketika mengobrol dengan Anda. Anda menggunakan bahasa Sunda pada saat mengobrol dengan orang Arab. Anda menyesuaikan jarak ketika mengobrol dengan orang Arab jika jarak Anda dan lawan bicara terlalu dekat ketika mengobrol. Orang Arab sering mengobrol dalam jarak setengah meter dengan Anda karena sifat bawaan dari budaya aslinya. Nada bicara orang Arab ketika mengobrol berbeda dengan Anda karena cara berbicaranya berbeda. Orang Arab banyak menggerakkan tangan dan kepala saat mengobrol karena sifat bawaan dari budaya aslinya.

Jawaban Ya Tidak

67

C. Efektivitas Komunikasi Antar Budaya Tidak Tersinggung Indikator No 1 2 3 4 5 6 7 8

Jawaban Ya Tidak

Anda pernah berdiam diri ketika orang Arab menirukan bahasa Sunda dengan maksud meledek. Anda pernah berdiam diri ketika orang Arab meledek ciri fisik Anda. Anda pernah membuang muka ketika orang Arab menirukan bahasa Sunda dengan maksud meledek. Anda pernah membuang muka ketka orang Arab meledek ciri fisik Anda. Anda pernah berkata kasar kepada orang Arab karena menirukan bahasa Sunda dengan maksud meledek. Anda pernah berkata kasar kepada orang Arab karena meledek ciri fisik Anda. Anda pernah pergi meninggalkan orang Arab ketika mengobrol, karena telah menirukan bahasa Sunda dengan maksud meledek. Anda pernah pergi meninggalkan orang Arab ketika mengobrol, karena telah meledek ciri fisik Anda.

Tidak Canggung Indikator No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pernyataan

Pernyataan

Anda tidak berani menyapa orang Arab. Anda tidak berani memulai pembicaraan dengan orang Arab. Anda tidak berani untuk bertukar pendapat dengan orang Arab. Anda merasa malu untuk menyapa orang Arab. Anda merasa malu untuk memulai pembicaraan dengan orang Arab. Anda merasa malu untuk bertukar pendapat dengan orang Arab. Anda ragu-ragu untuk menyapa orang Arab. Anda ragu-ragu untuk memulai pembicaraan dengan orang Arab. Anda ragu-ragu untuk bertukar pendapat dengan orang Arab.

Jawaban Ya Tidak

68

Lampiran 3. Hasil Pengolahan Data

Frequency Table dari pasangan responden (Arab dan Sunda) motivasi pasangan

Valid

rendah sedang tinggi Total

Frequency 4 9 17 30

Percent 13.3 30.0 56.7 100.0

Valid Percent 13.3 30.0 56.7 100.0

Cumulativ e Percent 13.3 43.3 100.0

pengetahuan pasangan

Valid

rendah sedang tinggi Total

Frequency 6 8 16 30

Percent 20.0 26.7 53.3 100.0

Valid Percent 20.0 26.7 53.3 100.0

Cumulativ e Percent 20.0 46.7 100.0

keterampilan pasangan

Valid

rendah sedang tinggi Total

Frequency 1 20 9 30

Percent 3.3 66.7 30.0 100.0

Valid Percent 3.3 66.7 30.0 100.0

Cumulativ e Percent 3.3 70.0 100.0

tidak tersi nggung (pasangan)

Valid

tidak ef ekt if kurang ef ektif ef ekt if Total

Frequency 7 3 20 30

Percent 23.3 10.0 66.7 100.0

Valid Percent 23.3 10.0 66.7 100.0

Cumulativ e Percent 23.3 33.3 100.0

tidak canggung (pasangan)

Valid

tidak ef ekt if kurang ef ektif ef ekt if Total

Frequency 5 8 17 30

Percent 16.7 26.7 56.7 100.0

Valid Percent 16.7 26.7 56.7 100.0

Cumulativ e Percent 16.7 43.3 100.0

69

Crosstabs (motivasi * efektivitas komunikasi) 1. motivasi pasangan * tidak tersinggung (pasangan) Crosstab Count

motiv asi pasangan

rendah sedang tinggi

Total

tidak tersinggung (pasangan) tidak ef ektif kurang ef ektif ef ekt if 4 0 0 3 3 3 0 0 17 7 3 20

Total 4 9 17 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .848 .846 30

Asy mp. a St d. Error .059 .069

b

Approx. T 8.468 8.392

Approx. Sig. .000c .000c

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

2. motivasi pasangan * tidak canggung (pasangan) Crosstab Count

motiv asi pasangan Total

rendah sedang tinggi

tidak canggung (pasangan) tidak ef ektif kurang ef ektif ef ekt if 4 0 0 1 8 0 0 0 17 5 8 17

Total 4 9 17 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .972 .989 30

Asy mp. a St d. Error .025 .011

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

b

Approx. T 21.831 35.475

Approx. Sig. .000c .000c

70

Crosstabs (Pengetahuan * Efektivitas Komunikasi) 1. pengetahuan pasangan * tidak tersinggung (pasangan) Crosstab Count

pengetahuan pasangan

rendah sedang tinggi

Total

tidak tersinggung (pasangan) tidak ef ekt if kurang ef ektif ef ekt if 6 0 0 1 3 4 0 0 16 7 3 20

Total 6 8 16 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .885 .852 30

Asy mp. a St d. Error .051 .066

b

Approx. T 10.038 8.608

Approx. Sig. .000c .000c

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

2. pengetahuan pasangan * tidak canggung (pasangan) Crosstab Count

pengetahuan pasangan Total

rendah sedang tinggi

tidak canggung (pasangan) tidak ef ekt if kurang ef ektif ef ekt if 5 1 0 0 7 1 0 0 16 5 8 17

Total 6 8 16 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .949 .950 30

Asy mp. a St d. Error .033 .037

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

b

Approx. T 15.886 16.183

Approx. Sig. .000c .000c

71

Crosstabs (Keterampilan * Efektivitas Komunikasi) 1. keterampilan pasangan * tidak tersinggung (pasangan) Crosstab Count

keterampilan pasangan

rendah sedang tinggi

Total

tidak tersinggung (pasangan) tidak ef ektif kurang ef ekt if ef ekt if 1 0 0 6 3 11 0 0 9 7 3 20

Total 1 20 9 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .504 .503 30

Asy mp. a St d. Error .094 .091

b

Approx. T 3.087 3.079

Approx. Sig. .005c .005c

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

2. keterampilan pasangan * tidak canggung (pasangan) Crosstab Count

keterampilan pasangan Total

rendah sedang tinggi

tidak canggung (pasangan) tidak ef ektif kurang ef ekt if ef ekt if 1 0 0 4 8 8 0 0 9 5 8 17

Total 1 20 9 30

Symmetric Measures

Interv al by Interv al Pearson's R Ordinal by Ordinal Spearman Correlation N of Valid Cases

Value .585 .594 30

Asy mp. a St d. Error .095 .092

a. Not assuming the null hy pothesis. b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis. c. Based on normal approximation.

b

Approx. T 3.813 3.905

Approx. Sig. .001c .001c