EKSPLORASI RAGAM HIAS PAPUA DENGAN TEKNIK CELUP RINTANG

yang berkembang di daerah Pulau Jawa. Eksplorasi ragam hias Papua dengan ... sehingga berbagai macam segmentasi ... Penggunaan motif juga diambil dari...

16 downloads 468 Views 694KB Size
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 1

EKSPLORASI RAGAM HIAS PAPUA DENGAN TEKNIK CELUP RINTANG Aurora Revianissa

Dr. Ratna Panggabean, M.Sn

Program Studi Sarjana Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected] Kata Kunci: celup rintang, ragam hias Papua

Abstrak Papua merupakan daerah yang masih belum dikenal luas masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia bagian barat. Ragam hias Papua yang diciptakan dengan craftmentship tinggi merupakan suatu potensi yang menjadi daya tarik pengenalan daerah tersebut. Karena tergerus arus globalisasi dan perubahan kultur kebudayaan yang terjadi di masyarakatnya, Papua mengalami penurunan produksi barang-barang yang mengandung kekayaan ragam hias Papua sendiri. Dikhawatirkan tanpa adanya pelestarian dan pengenalan ragam hias Papua terhadap dunia luar, ragam hias tersebut akan hilang dimakan waktu. Celup rintang menjadi sebuah solusi baru untuk mengenalkan ragam hias Papua. Celup rintang merupakan teknik mendesain permukaan kain selain ditenun dan usianya cukup tua. Di Indonesia, teknik celup rintang lebih dikenal dengan batik. Namun, batik Indonesia sangat kait eratannya dengan batik keraton dan batik yang berkembang di daerah Pulau Jawa. Eksplorasi ragam hias Papua dengan teknik celup rintang diharapkan dapat menghasilkan tekstil kontemporer dan bercitra visual Papua.

Abstract Papua is a rich province with potential ethnical ornaments to be explored and discovered. This is supported by the fact that Papua's ethnical ornaments are not widely recognized in western Indonesia. It created with the high craftmentship and become one of intersting selling point to make Papua being recognized. Because of globalization and cultural change that occurred in society, Papua decreased production of goods that contain of decorative Papua’s ornaments itself. It is feared that without the introduction of conservation and Papua’s ethnical ornaments to the world, these ornaments will be gone by time. Resist dye is one of solution to introduced Papua’s ornament Resist dye is an old textile surface design. In principal, this technique is used to block color pigment on a cloth. In Indonesia, this technique is highly affected with Javanese ornaments and used for batik crafting. By using this technique, Papua’s ornaments that generally found on wood and tree barks can be brough into textile as the media. Hopefully these products can make Papua’s ornaments widely known and recognized in Indonesia neither the world. 1. Pendahuluan Indonesia sebagai negara kepulauan sekaligus merupakan negeri bahari yang sangat kaya dengan adat istiadat, karena itu pulalah kekayaan alam budaya bendawinya sangat beragam (Toekio, 2003:1). Contohnya dalam bidang tekstil ada songket, batik, tenun ikat, dan lain-lain. Teknik pembuatan dan pengolahan tekstil di setiap daerah berbeda-beda, dan ragam hiasnya pun berbeda-beda. Ragam hias Indonesia sangat banyak dan memiliki karakter khas masing-masing, serta memiliki makna di balik ragam hias tersebut. Papua merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi ragam hias yang dapat dikembangkan dan dikenalkan pada masyarakat luas. Ragam hias Papua biasa ditemukan pada media kayu. Dalam peradaban masyarakat Papua, seni pembuatan kainnya tidak menonjol seperti kebanyakan daerah di Indonesia, sebab dahulu masyarakat Papua pada umumnya menggunakan kulit kayu dan dedaunan sebagai bahan sandang mereka. Di Papua tidak ada tradisi tenun ikat seperti di daerah lain, kecuali suku Maibrat dan Ayamaru di Sorong. Setelah perkembangan jaman dan pengaruh budaya dari luar, masyarakat Papua mulai mengenal kain untuk bahan sandang. Teknik celup rintang merupakan salah satu teknik olah latar tekstil yang tua. Prinsip pengerjaan teknik celup rintang adalah merintangi zat warna pada kain. Sejarah asal-usul teknik ini diperkirakan dari Asia berkembang ke wilayah

India, menyebar ke daerah Malaysia sampai Afrika. Di Indonesia teknik celup rintang diaplikasikan pada pembuatan batik dan sangat dipengaruhi citra kain batik. Ragam hias Papua yang unik dan memiliki keunikan yang khas, menarik untuk dituangkan pada media tekstil dengan teknik celup rintang yang akan menghasilkan perpaduan dua unsur tradisional timur dan barat Indonesia dan menjadi pilihan baru bagi peminat tekstil, sehingga berbagai macam segmentasi masyarakat bisa mengapresiasikan kain tersebut. Pengkajian objek terbatas pada eksplorasi ragam hias Papua yang dilakukan dengan teknik celup rintang dengan malam (wax resist dyeing) dan celup ikat (tie dye). Teknik pewarnaan dilakukan dengan cara pencelupan dan pencoletan dengan zat warna reaktif dingin. Hasil olah latar tekstil ditambahkan untuk menambah nilai estetis eksplorasi tersebut. Hasil lanjutan eksplorasi terpilih kemudian akan diaplikasikan pada produk fashion. 1. 2 Ragam Hias Pengertian istilah ragam hias dalam buku “Ikatan Silang Budaya: Seni Serat Biranul Anaz” , disebut juga sebagai „ornamen‟ adalah bentuk-bentuk yang mengandung makna simbolik, baik bersifat sakral maupun tidak. Bentuk ragam hias berasal atau dihasilkan dari gambaran tentang manusia, binatang, tumbuhan, atau obyek-obyek yng biasa dikenal dalam pengalaman manusia, serta bentuk-bentuk abstrak yang diciptakan secara khusus. Bentuk-bentuk ini dibuat melalui tahapan proses-proses penyederhanaan (abstraksi) atau „penggayaan‟ (stilasi) suatu bentuk „baru‟ yang berkarakter lebih sederhana dan tidak realistik. Ragam hias digunakan untuk kepentingan membuat dekorasi (Supangkat&Jaelani, 2006: xvi). Ragam hias pada suatu benda pada dasarnya merupakan suatu pendandanan (make up) yang diterapkan guna mendapat keindahan atau kemolekan yang dipadukan. Ragam hias digunakan untuk mempercantik atau menganggunkan suatu karya. Ia mempersolek benda pakai secara lahiriah malah satu dua daripadanya memiliki nilai simbolik atau mengandung makna tertentu (Toekio, 2000:10). 1. 3 Ragam Hias Papua pada Masa Kini Ragam hias Papua pada umumnya ditemukan pada media kayu berupa lukisan kulit kayu, peralatan perang, sampan dan dayung, pahatan, ukiran dan lain-lain, seperti ukiran suku Asmat yang dikenal sampai mancanegara. Ukiran suku Asmat biasanya mengambil figur nenek moyang. Meskipun pembuatan ukiran Asmat sekarang tidak untuk kebutuhan ritual, suku Asmat tetap mempertahankan teknik yang tinggi dalam pembuatannya. Ukiran suku Asmat pada dasarnya dibuat kasar dan bukan ukiran yang indah, mencerminkan semangat, kekuatan dan dinamisasi. Setelah batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009, daerah Papua pun mengembangkan pembuatan batik dengan motif Papua. Beberapa benda yang dijadikan motif diantaranya adalah totem, tifa, kadal dan burung cendrawasih. Menurut Jimmy Hendrick Afaar pada okezone.com (Kamis, 14 Juli 2011 18:28 wib), di Papua motifnya justru diadaptasi dari produk budaya khas daerah tersebut. Menurut Pulanda dalam wawancaranya dengan Kornelis Kewa Ama (Kompas 3 Febuari 2008 9.50PM), motif-motif khas Papua seperti burung cenderawasih, ukiran Asmat, kura-kura, kehidupan perempuan suku Dani, alat musik tifa, dan sebagainya diukir dengan sangat rapi dan teratur. Pengetahuan membatik dan mengukir dia peroleh sejak tahun 1991 dari Yayasan Pengembangan Irian Barat (Irian Barat Development Foundation/IDF) bekerja sama dengan Klasis GKI (Gereja Kristen Indonesia) di Papua. Saat itu Papua telah menghasilkan batik berkualitas dengan motif asli Papua melalui kursus membatik yang diajarkan IDF. Berdasar wawancara Chandra Malini 8 Oktober 2009 (timikaunique.blogspot.com, 21 April 2012, 8.12 PM) dengan pemilik Batik Aneka yang berpusat di Jayapura, Batik Aneka merupakan pelopor batik yang pertama kali di Papua. Pada awal berdirinya, Batik Aneka memang didedikasikan untuk masyarakat asli Papua baik dari sisi managemen maupun desain batik sehingga keasliannya dapat terjaga. Guru batik dari Jawa dan Mancanegara sengaja didatangkan agar mereka (para staf desain Batik Aneka kala itu) dapat menimba ilmu desain dan manajemen kemudian menerapkan pada Batik Papua. Namun dalam perkembangannya Batik Aneka kemudian diambil alih oleh pemilih batik yang sekarang (bukan masyarakat asli Papua). Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 2

1. 3. 1 Inovasi dalam celup rintang Di Indonesia istilah celup rintang tidak begitu populer, sedangkan di luar negeri istilah resist dyeing sudah umum didengar dan dipraktekkan. Penggunaan jenis perintang pun beragam, tidak hanya menggunakan malam atau lilin, tapi bahan-bahan makanan seperti pati kentang, tepung, dan lainnya. Motif yang digunakan bebas dan mencetak motif berasal dari barang-barang yang berada di sekitar. Pada umumnya di Indonesia, perintang kain menggunakan malam yang terbuat dari lilin tawon, parafin, kote, gondorukem, damar (damar mata kucing), dan minyak kelapa. Campuran bahan-bahan pembuat lilin menentukan peruntukan malam batik tersebut. Dorothy Bunny Bowen adalah seorang seniman batik dan rozome. Dia menggunakan lilin kedelai (soywax) sebagai alternatif malam tawon (beeswax). Karya-karya Bowen merupakan aplikasi celup rintang dengan malam, dan menorehkan malam dengan kuas seperti teknik rozome dari Jepang, karya Bowen berupa lukisan di atas kain. Selain soywax perintang yang digunakan ada tepung dan pati kentang. Perbedaannya, dalam proses pewarnaan kain harus dicolet, tidak bisa dicelup, dan pewarna yang digunakan adalah pewarna tekstil dicampur dengan pengental. 1. 4 Produk Celup Rintang di Indonesia Produk celup rintang di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu celup ikat dan batik. Menurut cara pembuatan batik dibagi menjadi tiga jenis: -Batik Tulis -Batik Cap -Batik Sablon Malam Dingin Batik sablon malam adalah salah satu jenis hasil proses produksi batik yang teknik pembuatannya sama seperti proses batik sablon, tetapi yang disablonkan bukan pewarna melainkan malam dingin. Sehingga secara prinsip batik sablon malam adalah teknik kombinasi batik sablon dan batik cap. Kelebihan dari batik sablon malam adalah kecepatan dalam produksinya dan daya tahan warnanya. Seperti halnya batik sablon, batik sablon malam juga menggunakan screen sablon untuk pembuatan motifnya. Bedanya pori-pori screen sablon yang digunakan agak lebih besar dari pada batik sablon. Selain itu bahan screen sablon dan film yang digunakan juga harus tahan panas, karena akan dilewati cairan malam panas. Oleh karena itulah biaya batik sablon malam relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Pada saat ini batik sablon malam belum begitu dikenal masyarakat. Dalam eksplorasi ini, penggunaan teknik batik sablon malam sebagai teknik utama ditambah teknik lukis dengan malam tawon. 2. Proses Kreatif 2.1 Konsep Mengacu pada trend 2012-2013 yang dikeluarkan Heimtextil, sebuah sebuah lembaga perdagangan internasional terbesar untuk rumah dan tekstil serta patokan global untuk kualitas tekstil desain 'Craft Industry': a blend of tradition, handicrafts and the modern adalah salah satu tema yang akan tren. Paduan etnik dan modernitas menjadi sebuah daya tarik. Tema ini menggunakan struktur dan tekstur yang unik. Penggunaan motif juga diambil dari lambang-lambang kuno dan dibuat secara lamat-lamat. Warna diambil dari inspirasi alam. Secara keseluruhan konsep dari karya akhir adalah Etnik Kontemporer Pengertian Etnik dalam Ensiklopedia Indonesia diartikan sebagai kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Menurut Frederich Barth dalam Kelompok Etnik dan Batasannya, istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Jadi dapat diartikan bahwa etnik merupakan kelompok sosial yang memiliki kesamaan dalam bahasa,garis keturunan, adat dan memiliki keterikatan pada budaya tertentu. Etnik memiliki ciri khas yang melambangkan atau mewakili citra etnik itu sendiri, sehingga dapat langsung dikenali oleh kelompok lain. . Sedangkan kontemporer dalam KBBI online (9 Mei 2012, 9.05 AM) adalah pada waktu yg sama; semasa; sewaktu; pd masa kini; dewasa ini. Kontemporer merupakan lambang kekinian, jadi Etnik Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 3

Kontemporer merupakan olahan dari citra etnik (dalam kasus ini adalah citra Papua) yang disesuaikan dengan tren yang sedang berlangsung masa kini. Karya ini diberi judul “The Hidden Beauty of Papua”. Papua merupakan daerah Indonesia timur yang masih memiliki alam yang asri. Masyarakatnya pun masih memegang tradisi sebagai pilar utama kehidupan mereka, baik dalam bersosialisasi, tatanan rumah tangga, dll, sehingga Papua memiliki citra etnik yang sangat kental. Papua memiliki kekayaan ragam hias yang dapat ditemukan umumnya pada media kayu. Ukiran kayu Papua dibuat secara kasar tapi tetap mempertahankan teknik pahatan yang tinggi. Hal ini umtuk menggambarkan semangat, kekuatan dan dinamisasi. Ini merupakan ciri khas dari ukiran Papua. Hal ini menjadi inspirasi dalam pengolahan ragam hias Papua dalam eksekusi karya. Ragam hias dibuat lamat-lamat yang terinspirasi dari ukiran Papua dan mengambil inspirasi tekstur kayu sebagai inspirasi lain. Pengulangan motif dibuat secara acak merujuk pada tema kontemporer yang diusung diwal. Inspirasi warna yang digunakan berasal dari alam dan memiliki karakter yang kuat. Hal ini merupakan penggambaran alam Papua yang masi asri. Warna berkisar antara warna jingga-coklat-merah muda-biru. Pada umumnya warna-warna tersebut terinspirasi dari warna langit dan kayu IV. 2

Image board

Image board akan menjadi gambar acuan untuk skema warna, tekstur, bentuk, tema, dan kesan yang ingin ditampilkan. Kesan yang ingin di tampilkan dalam karya ini adalah etnik kontemporer.

Gambar.2 Image board 1: Senja merah (Dok. Revianissa, 2012), Gambar.3 Image board : Wauw (cakrawala) (Dok. Revianissa, 2012)

Gambar. 4 Image board 3 : Dentum ksatria (Dok. Revianissa, 2012), Gambar.5 Image board 2: Burning in flame (Dok. Revianissa, 2012) Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 4

Produk akhir yang dihasilkan dari Tugas Akhir ini berupa produk fashion yaitu busana pesta dan selendang. Karakter segmentasi pasar yang dituju dari karya akhir adalah wanita usia 20-30 tahun, golongan ekonomi menengah ke atas, memiliki ketertarikan pada benda yang berbau etnik, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, unik dan menyukai mode. Busana yang dihasilkan, dirancang untuk memenuhi kebutuhan target market dalam mengunjungi berbagai jamuan pesta baik siang atau pun malam . 3. Hasil Studi dan Pembahasan 3. 1 Eksplorasi Eksplorasi ragam hias Papua dengan teknik sablon malam dan lukis malam ditambah olah latar diatasnya. 3. 2 Teknik dan Proses Produksi Teknik yang digunakan dalam eksplorasi ini adalah celup rintang. Jenis celup rintang yang digunakan adalah batik dengan malam panas, batik sablon malam dingin, dan celup ikat. Tahapan dalam memproduksi kain adalah: 1. Pencucian kain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan debu yang menempel dan memperkecil kemungkinan penyusutan saat pencelupan. 2. Setelah kain dicuci dan dijemur hingga kering, dilakukan penyablonan malam dingin pada kain. diperlukan, kain dapat dicelup dahulu sebelum disablon malam.

Jika

3. Kain yang telah di sablon malam harus dijemur untuk mengeringkan malam dingin agar malam dingin menjadi keras dan mampu menahan pewarna. Pengeringan memerlukan waktu 1-2 hari. 4. Pencelupan dilakukan setelah malam dingin mengering sampai tidak lagi menempel. Jika ingin memberi efek warna yang tidak merata, dilakukan cara celup ikat pada kain saat pencelupan. Beberapa pewarnaan kain menggunakan proses pencoletan. 5. Setelah dicelup, kain dijemur hingga kering kemudian setelah kering kain dilorod untuk menghilangkan malam yang menempel pada kain. Setelah pelorotan selesai, kain dicuci dengan air dingin dan di jemur. 3. 3 Produk Akhir Produk akhir dibuat setelah menentukan ekplorasi terpilih dan perancangan sketsa, kemudian menjalani produksi. Penjelasan karya dibuat menurut pengelompokan imageboard. 1. Karya 1 Karya 1 merupakan karya dengan image board Senja Merah. Sketsa terpilih adalah :

Dalam pembutan karya 1 ini, material yang digunakan adalah linen dan katun. Bahan linen dipilih karena memiliki karakter permukaan yang tidak mengkilat, berbahan serat alam, bersifat tahan lama dengan perawatan yang baik dan benar, menyerap warna dengan baik, tebal. Ekplorasi difokuskan pada bagian kerah yang dibuat melebar. Baju ini dapat

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 5

digunakan pada acara perjamuan atau pesta yang dilakukan pada siang hari, karena memanfaatkan sifat bahan yang tidak mengkilat.

Gambar.6 Foto produk 1 (Dok. Revianissa, 2012) 2. Karya 2 Karya 2 merupakan karya dengan image board Burning in Flame. Sketsa terpilih adalah :

Dalam pembuatan karya ini menggunakan material tafeta sebagai aplikasi pada bagian dada, dan organza serta habutai material utama dalam pengeksplorasian ragam hias Papua dengan teknik celup rintang. Motif dibuat acak memadukan beberapa ragam hias diatas kain organza. Pada beberapa bagian permukaan kain habutai dibuat motif yang sama dan letaknya persis dibawah motif kain organza. Sehingga menampilkan efek tiga dimensi. Gaun ini bersifat elegan, kuat dan berani. Aplikasi pada dada terinspirasi dari kulit kayu pohon yang berkarakter kuat dan bergaris-garis. Gaun ini cocok digunakan untuk cocktail party, pesta malam disesuaikan dengan karakter bahan yang bersinar. Pemilihan kain organza dan habutai disebabkan faktor karakter bahan . Organza yang memiliki sifat transparan namun tidak mengkilat akan mengimbangi habutai yang bersifat mengkilat. Sifat organza yang transparan juga dimanfaatkan untuk menghasilkan efek tiga dimensi karena bertumpuk dengan motif dari habutai. Teknik pewarnaan dicampur antara pencelupan biasa dan celup ikat agar menhasilkan efek warna yang tidak merata. Warna yang tidak merata merujuk pada image board efek visual api. Permukaan habutai ditambah teknik foiling dengan bentuk ragam hias Papua, dan dibuat lamat-lamat untuk mewakili sifat api yang menyala. Tapi tidak terlalu bersinar sebab ditutupi oleh organza.

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 6

Gambar.7 Foto produk 2a (Dok. Revianissa, 2012) Produk kedua berupa adalah cocktail dress dengan nuansa coklat merah yang lebih kental. Terinspirasi dari bentuk baju adat Papua dengan detail rumbai rumbai pada dada dan rok. Pengolahan bentuk baju dibuat lebih dinamis dan mencerminkan keberanian dan semangat perlambang sifat api. Detail eksplorasi dibuat pada rumbai bagian bawah.

Gambar.9 Foto detail produk 2b (Dok. Revianissa, 2012)

-

Produk 2c (selendang) Produk selanjutnya berupa selendang dengan dari bahan crinkle sutra dan sifon sutra.

Gambar.10 Foto produk Selendang Dok. Revianissa, 2012)

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 7

Gambar.11 Foto produk Selendang 3 dari bahan sutra krep (Dok. Revianissa, 2012) IV. 6. 3 Karya 3 Karya 3 merupakan karya dengan image board Dentum Ksatria. Sketsa terpilih adalah :

Desain blus dengan potongan simple, menggambarkan kedinamisan yang yang dibutuhkan seorang ksatria. Penekan aksen dibagian atas dada untuk menimbulkan kesan kokoh. Paduan warna dipilih monokrom untuk menggambarkan kesederhanaan dan fokus berpusat pada ekplorasi motif di tengah blus. Material yang digunakan dalam karya ini adalah tafeta dan dan sifon sutra. Tafeta digunakan pada aplikasi di dada dan furing bagian dalam. Sutra krep digunakan sebagai media ekplorasi ragam hias Papuadengan celup rintang.

Gambar.12 Foto produk 3a (Dok. Revianissa, 2012)

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 8

Gambar.14 Foto produk Selendang 1 dan 2 dari bahan sifon sutra (Dok. Revianissa, 2012)

Gambar.15 Foto produk Selendang 3 dari bahan sutra crinkle (Dok. Revianissa, 2012) 4 Karya 4 Karya 4 merupakan karya dengan image board Wauw(Cakrawala). Sketsa terpilih adalah :

Eksplorasi ragam hias Papua pada produk ini dikerjakan diatas kain organza. Pemberian payet melambangkan kerlip malam yang bertaburan di langit malam menjelang subuh.

Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 9

Gambar.16 Foto produk 4 (Dok. Revianissa, 2012) 4. Penutup Produk dari Tugas Akhir ini mengangkat tema tradisional namun tetap menimbulkan kesan modern dan tidak ketinggalan jaman dan diterapkan pada media yang baru, yaitu eksplorasi ragam hias Papua dengan teknik celup rintang. Hasil eksplorasi ragam hias Papua dengan teknik celup rintang ini terinspirasi ragam hias Papua yang sudah ada, namun diekplorasi secara aksidental langsung di atas kain. Pembuatan motif di atas kain menggunakan sablon malam dingin dan lukis malam panas, sehingga menciptakan perpaduan ragam hias yang baru. Penggunaan kain dengan tekstur berserat juga dapat membantu pencapaian akhir yang diinginkan. Dan diharapkan dapat mengenalkan ragam hias Papua kepada masyarakat luas, sehingga ragam hias sebagai warisan budaya Papua tidak hilang dimakan jaman atau diakui negara lain sebagai ragam hias mereka. Dan diharapkan hasil eksplorasi ragam hias Papua dengan teknik celup rintang ini dapat menjadi alternatif pilihan baru bagi masyarakat dalam bidang tekstil. Dalam bidang ekonomi diharapkan hasil Tugas Akhir ini dapat dikembangkan menjadi mata pencaharian baru dan dapat mengurangi jumlah pengangguran. Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Kriya FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Ratna Panggabean M.Sn. Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]

Befler, Nancy. 1992. Batik and Tie Dye Techniques, rev.ed. Mineola: Dver publications. Kartiwa, Suwati. 2007. Tenun ikat: ragam kain tradisional Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Pratiknyo, Hartoyo, ed. 1995. Sentani, Old and new in the land of water. Jakarta: The Jakarta Post. Schneebaum, Tobias. 1985. Asmat Images from the Collectionof the Asmat Museum of Culture and Progress, Minneapolis: Crossier Mission. Supangkat, Jim & Rizki A., Z. 2006. Ikatan silang budaya: seni serat Biranul Anas. Jakarta: Art Fabric bekerjasama dg KPG. Toekio, Soegeng. 2000. Mengenal Ragam Hias Indonesia. Bandung: Angkasa. -----------------------. 2003. Tinjauan Kria Indonesia. Solo: STSI Press Surakarta. Jerde, Judith. 1992. Encyclopedia of Textiles. New York: Fact on File. Fredrick Barth . 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press Van Roojen, Pepin, ed. 1998. Indonesian Ornamental Design. Amsterdam: The Pepin Press. http://budayapapua.wordpress.com/category/berita-budaya/page/2/, April 2012. http://www.vam.ac.uk/content/articles/r/resist-dyed-textiles/, 13 Februari 2012, 8.50 pm http://www.merriam-webster.com/dictionary/resist-dye , 24 Feb12, 04.08pm http://www.db-bowen.com/process-cotton/process-cotton.htm, 26 feb12,10.08pm http://www.timikaunique.blogspot.com, 21 April 2012, 8.12 PM Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa dan Desain | 10