EVALUASI FAKTOR LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN K3 DENGAN

Download ergonomic assesment terhadap faktor lingkungan fisik kerja dan K3, yaitu risk analysis, beban ... berkaitan dengan aspek ergonomi. ..... Sk...

0 downloads 307 Views 1MB Size
EVALUASI FAKTOR LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN K3 DENGAN ERGONOMIC ASSESSMENT PADA PEMBUATAN WATERWALL PANEL (Studi Kasus : PT.Alstom Power ESI) Larasati Meyta Devi dan Ir. Sritomo Wignjosoebroto, M.Sc. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK Salah satu komponen boiler yang diproduksi oleh PT.Alstom adalah waterwall panel atau dinding boiler. Pada kondisi eksisting, output aktual waterwall panel tidak mencapai target sehingga perusahaan mengambil kebijakan untuk meningkatkan intensitas kerja operator. Peningkatan intensitas kerja berarti peningkatan resiko bahaya sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan operator dalam mencapai target output. Evaluasi yang dilakukan adalah ergonomic assesment terhadap faktor lingkungan fisik kerja dan K3, yaitu risk analysis, beban kerja fisik, beban kerja mental, postur kerja, dan keluhan kerja. Berdasarkan hasil ergonomic assessment, diketahui bahwa sebagian besar operator tidak mampu mencapai target output. Rekomendasi perbaikan yang diberikan berupa waktu istirahat selama 5.2 menit setelah melakukan pekerjaan selama 19.23 menit dan perubahan jumlah shift dari 2 shift menjadi 3 shift per hari. Hasil worksampling menunjukkan bahwa operator lebih banyak bekerja daripada idle. Kata kunci : Ergonomic Assessment, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Waterwall Panel, Worksampling ABSTRACT One of boiler’s components in which PT.Alstom produces is waterwall panel. In the existing condition, waterwall panel’s output target can’t be achieved hence the company adopted a policy to increase the work intensities of workers. Increasing work intensities equal to increasing risk of danger at the workplace hence an evaluation should be conducted in order to measure worker’s capability. Ergonomic assessment is conducted toward physical work environment and health-work safety factors, while worksampling is conducted in order to determine the worker’s idle time. Risk assessment, energy consumption, quick exposure cheklist, NASA TLX, dan nordic body map are used to evaluate the factors above. Afterward, score from each methods is integrated using centroid method in order to determine worker’s final category. Based on the results of ergonomic assessment, it is known that most of workers are not able to achieve the target output. Improvement recommendations are given in the form of resting time for 5.3 minutes after done a half of cycle time and the number of shifts from 2 shifts to 3 shifts each day. Based on the result of worksampling, it is showed that the workers work more than idle.. Keywords: Ergonomic Assessment, Health and Work Safety, Waterwall Panel, Worksampling

1.

Pendahuluan Produktivitas merupakan besarnya kemampuan proses yang dimiliki perusahaan untuk mengubah input menjadi output. Input dapat berupa raw material, sumber energi, dan pekerja/operator sedangkan output dapat berupa produk atau jasa. Operator yang melakukan kerja berlebihan akan mengakibatkan penurunan kinerja yang berimbas pada penurunan produktivitas. PT. Alstom memproduksi komponen boiler pembangkit energi seperti waterwall panel, header, dan element. Permasalahan yang ada yaitu waterwall panel

tidak mampu mencapai output sesuai target. Maka dari itu perusahaan berupaya untuk mencapai target dengan meningkatkan intensitas kerja operator. Dengan peningkatan intensitas kerja berarti durasi operator terpapar bahaya di area kerja juga makin besar. Setelah membandingkan peningkatan intensitas kerja, target output yang dicapai, dan resiko bahaya yang ada, maka perlu dilakukan evaluasi yang berkaitan dengan aspek ergonomi. Evaluasi yang dilakukan adalah ergonomic assessment, yaitu evaluasi terhadap faktor-faktor yang telah dijadikan parameter, dimana parameter tersebut

disesuaikan dengan standar yang ada dan dibandingkan dengan kondisi di lapangan sehingga akan muncul gap yang menjadi acuan rancangan perbaikan untuk menghasilkan kondisi yang lebih baik. 2.

Metodologi Penelitian Tahap ergonomic assessment ini diawali dengan tahap pendahuluan, yaitu mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan dalam fabrikasi waterwall panel, serta menetapkan tujuan penelitian. Studi literatur dan studi lapangan dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang ada. Tahap kedua adalah pengumpulan data primer dan data sekunder yang mendukung penelitian. Data primer yang diambil antara lain lingkungan kerja, postur kerja, keluhan kerja, dan denyut jantung operator. Data sekunder yang diambil antara lain deskripsi perusahaan, resiko bahaya kerja, dan job desciption operator. Data-data yang diperoleh kemudian diolah untuk mendapatkan peta bahaya kerja, nilai konsumsi energi, beban kerja mental, skor QEC, skor nordic body map, skor lingkungan fisik, dan worksampling. Skor yang didapatkan dari tiap faktor diintegrasikan dengan centroid method untuk mengetahui kategori akhir operator. Interface skoring ergonomic assessment juga dibuat untuk memudahkan pengategorian operator. Selanjutnya dibuat rekomendasi perbaikan dengan tujuan meningkatkan performansi operator agar target output dapat tercapai. Tahap analisa dilakukan untuk menguraikan hasil yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Hasil dari analisa kemudian dimasukkan dalam simpulan penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan. Hasil dan Pembahasan PT.ALSTOM Power ESI merupakan merupakan joint venture dengan PT.PAL dan PT.Barata Indonesia. PT ALSTOM Power ESI mempunyai kapabilitas di bidang pembangkitan energi, meliputi produksi dan penjualan komponen-komponen pembangkit energi serta pelayanan jasa perawatannya. Visi dari PT.Alstom Power ESI adalah “Menjadi organisasi yang menjadi pilihan, terbaik, dan bermutu kelas dunia, dengan selalu berkomitmen pada kinerja dan perbaikan yang berkesinambungan, serta peduli pada komunitas, lingkungan, dan karyawan”. Misi dari

PT.Alstom Power Esi adalah “Mempertahankan keuntungan yang langgeng melalui keandalan operasional yang baik dan pertumbuhan bisnis yang maksimal”. 3.1 Proses Kerja Proses kerja pada penelitian ini dibatasi pada proses kerja subpanel 1, subpanel 2, dan subpanel 3. Berikut merupakan operation process chart dari pembuatan waterwall panel :

3.

Gambar 3.1 OPC Waterwall Panel

3.2 Risk Analysis

Risk analysis dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa resiko yang mungkin muncul dalam suatu pekerjaan. Tahap pertama yang dilakukan adalah identifikasi bahaya yang ada, tahap kedua adalah menentukan seberapa parah bahaya yang terjadi dan seberapa sering bahaya tersebut terjadi, tahap ketiga adalah memetakan bahaya yang

2

ada. Hasil risk analysis panel welding area adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Kelompok Bahaya

Jenis Bahaya RAC kebisingan 2 Bahaya fisik panas 2 tersengat listrik 4 debu flux 2 Bahaya kimia serpihan gram 3 tergelincir roll 3 terpercik api gerinda 4 Bahaya mekanis terjepit panel dengan roll 3 conveyor sakit pada bagian tubuh Bahaya ergonomi 2 tertentu

Kategori Bahaya High/serious danger High/serious danger Low/minor danger High/serious danger Medium/moderate danger Medium/moderate danger Low/minor danger

Mengancam Mengancam Sedang Mengancam Sedang Sedang Sedang

Medium/moderate danger Sedang High/serious danger Mengancam

3.3 Konsumsi Energi Untuk menentukan besarnya konsumsi energi yang diperlukan oleh operator dalam melakukan pekerjaan, digunakan persamaan berikut : Y = 0.014 HR + 0.017 BB + 1.706……...(1) Dimana Y = Konsumsi oksigen (liter/menit) HR = Denyut Jantung (denyut/menit) BB = Berat badan (kg) Sehingga didapatkan rekap perhitungan konsumsi energi dan kategori operator sebagai berikut : Tabel 3.2 Kategori Beban Kerja Skor

Kategori Beban Kerja

Konsumsi Oksigen (L/menit)

Denyut jantung (denyut/menit)

1 2 3 4 5

Ringan Sedang Berat Sangat Berat Ekstrim

0.5-1.0 1.1-1.5 1.6-2.0 2.1-2.5 2.6-4.0

75-100 101-125 125-150 150-175 >175

3.4 Nordic Body Map Nordic body map merupakan kuesioner yang digunakan untuk mengetahui bagian tubuh operator yang sakit saat melakukan proses kerja. Bagian tubuh yang memiliki skor tertinggi akan diolah dengan standardize nordic questionaire untuk mengetahui lama waktu keluhan, konsekuensi, serta lama waktu kerja hilang.

Tabel 3.3 Rekap Nordic Body Map No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Lokas i tubuh Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit Sakit

pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada pada

leher bahu kiri bahu kanan lengan atas kiri punggung lengan atas kanan pinggang pinggul pantat siku kiri siku kanan lengan bawah kiri lengan bawah kanan pergelangan tangan kiri pergelangan tangan kanan tangan kiri tangan kanan paha kiri paha kanan lutut kiri lutut kanan betis kiri betis kanan pergelangan kaki kiri pergelangan kaki kanan kaki kiri kaki kanan

Total

Rata-rata

10 17 16 16 22 24 25 29 24 20 18 16 14 14 15 15 15 16 16 17 18 22 26 25 24 26 28

1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2

Tabel 3.4 Rekap Standardize Nordic Questionnaire Waktu Kerja Lama Waktu Operator Konsekuensi Sakit Hilang SP 1 5 3 2 SP 1 1 1 1 SP 1 4 3 2 SP 2 2 2 1 SP 2 4 2 1 SP 3 3 2 2 SP 3 5 2 2

3.5 Quick Exposure Checklist Perhitungan postur tubuh merupakan suatu cara untuk mengetahui segmen tubuh yang perlu mendapat perhatian khusus dan perlu mendapat perbaikan. Pada penelitian ini, perhitungan postur tubuh dilakukan dengan menggunakan metode Quick Exposure Checklist dan software QEC 2003, dimana metode ini menganalisa 4 segmen tubuh yang berpengaruh terhadap operator, yaitu punggung, bahu, pergelangan tangan, dan leher. Penilaian dilakukan oleh observer (leader group/foreman) dan worker (operator) untuk meminimalisasi subjektivitas. Berikut hasil perhitungan postur kerja operator panel welding :

3

Operator QEC Skor SP 1 128 SP 1 66 SP 1 104 SP 2 128 SP 2 128 SP 3 112 SP 3 118

Scale Skor Risk Level 7+ 4 3-4 2 5-6 3 7+ 4 7+ 4 5-6 3 7+ 4

Action Investigate and change immediately Investigate further Investigate further and change soon Investigate and change immediately Investigate and change immediately Investigate further and change soon Investigate and change immediately

3.6 NASA Task Load Index Pengolahan beban kerja mental dilakukan untuk mengetahui pengaruh mental terhadap kebutuhan yang menjadi prioritas operator dan mempengaruhi performa operator saat bekerja. Perhitungan beban kerja mental ini dilakukan dengan metode NASA Task Load Index (NASA TLX). Metode ini terdiri dari dua tahap, yang pertama adalah perbandingan berpasangan dan yang kedua adalah pemberian bobot. Berikut adalah contoh perhitungan beban kerja mental operator panel welding :

Setelah dilakukan perhitungan per operator, selanjutnya adalah menghitung rata-rata rating scale dari ketujuh operator. Rata-rata rating scale didapatkan dari menjumlahkan nilai total product deskriptor kemudian dibagi dengan jumlah operator. Berikut merupakan rekapan hasil perhitungan rating scale : Tabel 3.9 Rekap Perhitungan Rating Scale Tingkat Kebutuhan Total Product Rata-rata Kebutuhan fisik 2391 341.5714 Kebutuhan mental 830 118.5714 Kebutuhan waktu 1350 192.8571 Performansi 1180 168.5714 Usaha 2158 308.2857 Tingkat stres 1070 152.8571 Diagram Perbandingan Tingkat Kebutuhan 350 300 250 Score

Tabel 3.5 Rekap Skor dan Action

200 150

Tabel 3.6 Pairwise Comparison

100

Pilih dari setiap pasangan yang menurut anda paling signifikan dalam mempengaruhi beban kerja

0

1 1 1 1

1 1 1 1 1 1

KF KW P U TS KW P U TS P U TS U TS U

KM KM KM KM KM KF KF KF KF KW KW KW P P TS

rendah rendah rendah buruk rendah rendah

Kebutuhan mental

Kebutuhan Performansi waktu

Usaha

Tingkat stres

Tingkat Kebutuhan

Gambar 3.2 Perbandingan Tingkat Kebutuhan 1 1

1

1

2 1 2 1 4 5

Tabel 3.8 Pembobotan (Rating Scale) Tingkatan kebutuhan Kebutuhan fisik tinggi Kebutuhan mental tinggi Kebutuhan waktu tinggi Performansi excelence Usaha tinggi Tingkat stres tinggi

Kebutuhan fisik

1

Tabel 3.7 Rekap Tally Pairwise Comparison Tally of importance selection Kebutuhan fisik (KF) Kebutuhan mental (KM) Kebutuhan waktu (KW) Performansi (P) Usaha (U) Tingkat stres (TS)

50

Rating Weight Product 70 2 140 50 1 50 70 2 140 95 1 95 80 4 320 80 5 400 Sum 1145 Weight (total) 15 Mean WWL Score 76.33333

3.7 Lingkungan Kerja Fisik Aspek lingkungan fisik kerja di bay 2.1 memungkinkan terjadinya keluhan dari operator. Untuk mengetahui apakah lingkungan fisik kerja menimbulkan gangguan terhadap operator maka dilakukan penyebaran kuesioner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja. Berikut merupakan rekap kuesioner yang diambil : Tabel 3.10 Rekap Skor Lingkungan Kerja Fisik

Operator RataSP 1 SP 1 SP 1 SP 2 SP 2 SP 3 SP 3 Rata 1 Temperatur 4 4 5 5 4 4 5 4 2 Pencahayaan 2 2 3 5 2 2 5 3 3 Kebisingan 5 4 3 3 4 2 5 4 4 Sirkulasi udara 4 3 3 4 4 3 4 4 5 Getaran 2 2 3 2 2 2 1 2 Rata-rata 3 3 3 4 3 3 4 Dari hasil rekap data diketahui bahwa sebagian besar operator merasa terganggu dengan kondisi lingkungan fisik kerja. Rata-rata yang didapatkan akan dijadikan salah satu elemen skoring assesssment dan dasar dibuatnya saran perbaikan. No

Atribut

4

3.8 Skoring Ergonomic Assessment Berdasar pengolahan data yang telah dilakukan pada subbab sebelumnya, maka skor awal ergonomic assessment adalah sebagai berikut : Tabel 3.11 Rekap Skor Awal untuk Ergonomic Assessment Operator

QEC

SP 1 SP 1 SP 1 SP 2 SP 2 SP3 SP 3

4 2 3 4 4 3 4

Konsumsi Energi 2 2 2 4 4 3 3

Lingkungan Fisik 3 3 3 4 3 3 4

Nordic Body Map 5 1 4 2 4 3 5

3.8.1 Pembobotan Skor Tahapan pembobotan skor dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang paling penting dari keempat faktor yang dijadikan dasar skoring. Perhitungan pembobotan menggunakan software expert choice, dimana terlebih dahulu kuesioner pembobotan diisi oleh expert yang ditunjuk oleh perusahaan.

Gambar 3.3 Pairwise Comparison

Gambar 3.4 Pembobotan Kriteria Tabel 3.12 Rekap Bobot Faktor Faktor Quick exposure check list Konsumsi energi Lingkungan fisik Nordic body map

Bobot 0.129 0.549 0.248 0.074

Tabel 3.13 Pengategorian Batas Awal Kategori

QEC

Skor minimal Batas sangat mampu dengan mampu Batas mampu dengan kurang mampu Batas kursng mampu dengan sangat kurang Skor maksimal

1 1 2 3 4

Konsumsi Lingkungan Nordic Energi Fisik Body Map 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5

Tabel 3.14 Nilai Centroid Batas Kategori Skor minimal Batas sangat mampu dengan mampu Batas mampu dengan kurang mampu Batas kursng mampu dengan sangat kurang Skor maksimal Bobot

Nilai Normalisasi Nilai Konsumsi Lingkungan Nordic Centroid Energi Fisik Body Map 0 0 0 0 0.25 0.25 0.25 0.21775 0.5 0.5 0.5 0.4785 0.75 0.75 0.75 0.73925 1 1 1 1 0.549 0.248 0.074

QEC 0 0 0.33 0.67 1 0.129

Berdasarkan perhitungan dan tabel diatas, maka batasan kategori akhir adalah sebagai berikut : 1. Kategori sangat mampu (SM) : batas nilai centroid 0 - 0.21. 2. Kategori mampu (M) : batas nilai centroid 0.22 – 0.47. 3. Kategori kurang mampu (KM) : batas nilai centroid 0.48 – 0.73. 4. Kategori sangat kurang (SK) : batas nilai centroid 0.74 – 1. 3.8.3 Pembuatan Alat Bantu Hitung Skoring Alat bantu hitung skoring dibuat untuk memudahkan assessor dalam melakukan assessment di kemudian hari. Assessor cukup memasukkan nama, departemen, skor awal, dan bobot tiap faktor. Setelah memasukkan input selanjutnya akan langsung didapat nilai normalisasi, nilai centroid assessment, dan kategori. Normalisasi nilai dilakukan untuk menyamakan batas atas dan batas bawah faktor skoring yang berbeda. Nilai centroid didapat dari perhitungan dengan menggunakan rumus : ∑    ∑ ……..(2) 

3.8.2 Pengategorian Skor Pada penelitian ini, digunakan 4 jenis kategori, yaitu sangat mampu (SM), mampu (M), kurang mampu (KM). dan sangat kurang (SK). Batas kategori awal dijelaskan dalam tabel berikut :

5

Gambar 4.16 Proporsi Working-Not Working Operator SP 2

Gambar 3.5 Tampilan Alat Bantu Hitung Skoring

Berikut merupakan rekapan skoring akhir ketujuh operator : Tabel 3.15 Kategori Akhir Operator Operator SP 1 SP 1 SP 1 SP 2 SP 2 SP 3 SP 3

Nilai Centroid 0.47 0.31 0.41 0.75 0.73 0.53 0.67

Kategori Mampu (M) Mampu (M) Mampu (M) Sangat Kurang (SK) Kurang Mampu (KM) Kurang Mampu (KM) Kurang Mampu (KM)

3.9 Worksampling Metode worksampling dilakukan untuk mengukur ratio delay dari operator sub panel. Elemen kerja operator secara umum diklasifikasikan menjadi elemen not working dan elemen working. Elemen not working adalah kondisi dimana operator tidak bekerja atau tidak produktif (personal time, waiting, fatigue, not available). Elemen working adalah kondisi ketika operator mengerjakan tugas sesuai job description masing-masing (pre heat, cek temperatur, welding, record output). Didapatkan hasil prosentasi working-not working operator sebagai berikut :

Gambar 4.15 Proporsi Working-Not Working Operator SP 1

Gambar 4.17 Proporsi Working-Not Working Operator SP 3

3.10 Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi yang diberikan ditinjau dari faktor yang memiliki bobot tertinggi, yaitu konsumsi energi dan lingkungan fisik serta dilihat dari hasil NASA-TLX dimana kebutuhan fisik memiliki pengaruh terbesar terhadap mental operator. 3.10.1 Perbaikan Waktu Istirahat Tarwaka (2006) menyatakan bahwa beban kerja dapat digolongkan berdasar konsumsi energi dan denyut jantung. Berdasarkan data yang didapat, denyut jantung rata-rata operator pagi sebesar 109.7 (masuk kategori sedang) dan siang sebesar 132 (masuk kategori berat). Pada kondisi ini, sebaiknya operator diberi waktu istirahat bertahap agar tidak terjadi kelelahan dan penurunan konsentrasi. Waktu istirahat dihitung dengan rumus berikut (Wignjosoebroto, 2008) : 25 … … … . 3 T K 5 R

TK S … … … 4 K 1.5

Dimana T = Total waktu yang digunakan untuk bekerja (menit) K = Rata-rata konsumsi energi untuk bekerja (kcal/mnt) R = Waktu istirahat yang disarankan (menit) S = Standar beban kerja normal (kcal/mnt) Sehingga perhitungan waktu kerja dan waktu istirahat adalah sebagai berikut : T

25 25   19.23 menit 6.3 5 K 5

6

R

TK S 19.23 6.3 5   5.2 menit K 1.5 6.3 1.5

Berdasarkan hasil perhitungan diatas dapat dilihat bahwa waktu istirahat yang disarankan oleh operator adalah 5.2 menit setelah operator melakukan pekerjaan selama 19.23 menit. Waktu kerja tersebut masih setengah siklus dari 1 siklus kerja yang membutuhkan waktu sekitar 35-45 menit. 3.10.2 Perbaikan Perubahan Shift Pada keadaan awal terdapat 2 shift dimana masing-masing shift berdurasi 12 jam selama 6 hari kerja. Hal tersebut berarti operator bekerja diatas 8 jam yang memungkinkan untuk terjadi kelelahan dan turunnya konsentrasi. Rekomendasi perbaikan kedua yang diberikan adalah merubah 2 shift per hari dengan 12 jam kerja menjadi 3 shift per hari dengan 8 jam kerja. Dengan menerapkan 2 shift per hari maka perusahaan mengeluarkan biaya lembur sesuai kebijakan perusahaan yang jumlahnya bisa sangat besar tiap bulannya. Apabila menerapkan 2 shift, perusahaan mengeluarkan 22.78 kali gaji pokok untuk biaya lembur, sedangkan apabila menerapkan 3 shift, perusahaan hanya mengeluarkan 8.23 kali gaji pokok untuk biaya lembur. 3.11 Analisa Faktor Skoring Ergonomic Assessment Berdasar perhitungan konsumsi energi, operator SP 2 masuk dalam kategori sangat berat (skor 4), operator SP 3 masuk dalam kategori berat (skor 3), dan operator SP 1 masuk dalam kategori sedang (skor 2). Faktor lingkungan fisik seperti temperatur dan kebisingan mempengaruhi kinerja operator. Suhu pada panel welding area mencapai 50ºC saat ketiga mesin menyala sedangkan suhu optimum untuk bekerja menurut Wignjosoebroto (2008) adalah ± 24ºC. Kebisingan pada panel welding area mencapai 94 dBA saat ketiga mesin menyala sedangkan batas bising yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk pekerjaan selama 8 jam. Berdasarkan hasil nordic body map, didapatkan bahwa 10 bagian tubuh yang sakit saat bekerja antara lain punggung, pinggang, pinggul, pantat, betis kiri dan kanan, pergelangan kaki kiri dan kanan, serta kaki kiri dan kanan. Keluhan pada bagian tersebut disebabkan oleh posisi kerja yang sering membungkuk dan duduk dalam waktu lama.

Meski mengeluh sakit, namun rata-rata operator berada pada skala 2 atau agak sakit. Hal ini dikarenakan operator sudah terbiasa dengan posisi kerja serta mengabaikan nyeri yang dirasakan. Berdasarkan hasil kuesioner lingkungan kerja fisik yang ada di panel welding area, diketahui bahwa sebagian besar operator merasa agak terganggu dengan lingkungan kerja yang ada. Hasil tersebut dilihat dari 5 faktor lingkungan fisik yaitu temperatur, pencahayaan, kebisingan, sirkulasi udara, dan getaran. Apabila dikaitkan dengan hasil risk assessment, temperatur dan kebisingan menempati bahaya dengan kategori high/serious danger. Kebisingan berakibat sulit berkomunikasi, berkurangnya performansi kerja, dan gangguan pendengaran permanen. Temperatur berakibat berkurangnya konsentrasi, dehidrasi, dan heat strokes. Oleh karena itu, faktor lingkungan fisik perlu menjadi salah satu dasar dibuatnya rekomendasi perbaikan, sehingga resiko operator terpapar bahaya tersebut dapat dikurangi. 3.12 Analisa Worksampling penelitian ini, worksampling Pada bertujuan untuk mengetahui apakah operator lebih banyak bekerja atau menganggur dalam kaitannya dengan target output yang belum tercapai. Dari perhitungan proporsi working dan not working diketahui untuk working mesin SP 1 sebesar 80.66%, mesin SP 2 sebesar 77.17%, dan mesin SP 3 sebesar 75.93%. Dapat disimpulkan bahwa operator lebih banyak bekerja daripada menganggur sehingga tidak tercapainya target bukan dikarenakan oleh lamanya operator menganggur. 3.13 Analisa Rekomendasi Perbaikan Rekomendasi perbaikan yang diberikan didasarkan pada 2 faktor assessment yang memiliki bobot tertinggi. Bobot faktor tertinggi adalah beban kerja fisik (konsumsi energi) dan lingkungan fisik kerja. Perbaikan beban kerja fisik dilakukan dengan perhitungan waktu istirahat operator. Setelah dilakukan perhitungan, waktu istirahat yang direkomendasikan kepada operator adalah 5.2 menit setelah melakukan pekerjaan selama 19.23 menit. Penggunaan waktu istirahat bisa dilakukan dengan bertukar pekerjaan atau switching antar operator yang bertugas. Keadaan sebenarnya yang ada di lapangan, operator

7

beristirahat selama 1 jam, 30 menit, dan 30 menit. Oleh karena itu dengan adanya rekomendasi waktu istirahat diharapkan operator merasa lebih nyaman saat bekerja sehingga target output dapat tercapai. Rekomendasi kedua yaitu perubahan jumlah shift kerja dari 2 shift dengan 12 jam kerja menjadi 3 shift dengan 8 jam kerja. Rekomendasi ini berdasar pada lingkungan fisik dimana lamanya operator berada dalam lingkungan yang panas dan bising. Dari perhitungan dapat dilihat bahwa perusahaan dapat menghemat pengeluaran lembur sampai 14.5516 gaji pokok setiap bulannya. Selain itu, dengan dijalankannya 3 shift berarti lamanya operator terpapar panas dan bising juga berkurang menjadi 8 jam per hari, dimana rentang tersebut adalah jumlah waktu ideal untuk bekerja. 4.

Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Peningkatan intensitas kerja yang ada membuat kinerja operator menurun sehingga operator belum mampu mencapai output yang ditargetkan. 2. Berdasarkan hasil ergonomic assessment untuk faktor keselamatan kerja, diketahui bahwa bahaya yang masuk kategori high/serious danger adalah kebisingan, panas, debu flux, dan sakit pada bagian tubuh tertentu. Bahaya yang masuk kategori medium/moderate danger antara lain serpihan gram, tergelincir roll, dan terjepit panel dengan roll conveyor. Sedangkan bahaya yang masuk kategori low/minor adalah tersengat listrik dan terpercik api gerinda. 3. Berdasar hasil ergonomic assessment faktor kesehatan kerja yaitu beban kerja fisik, postur kerja, keluhan kerja, dan lingkungan kerja didapatkan bahwa operator SP 2 masuk dalam kategori sangat kurang serta operator SP 3 masuk dalam kategori kurang mampu. 4. Rekomendasi perbaikan dibuat berdasarkan 2 faktor keselamatan kerja yang dianggap paling penting, yaitu beban kerja fisik dan lingkungan kerja fisik. Untuk beban kerja fisik, perbaikan dilakukan dengan perhitungan waktu istirahat dan didapat

waktu istirahat 5.2 menit setiap melakukan pekerjaan selama 19.23 menit. 5. Rekomendasi perbaikan terkait lingkungan kerja yaitu merubah jumlah shift kerja dari 2 shift dengan 12 jam kerja menjadi 3 shift dengan 8 jam kerja. Dengan perubahan tersebut berarti lamanya operator terpapar bahaya panas dan bising juga berkurang. Selain itu, dengan 3 shift kerja perusahaan dapat mengurangi biaya lembur yang dikeluarkan. 5.

Daftar Pustaka Ashfal, Ray C. (1999). Industrial Safety and Health Management 4th Edition. New Jersey : Prentice Hall Buchholz, B. (1996) PATH : A Worksamplingbased Approach to Ergonomic Job Analysis for Construction and Other Non-repetitive Work. UK : Applied Ergonomics Vol 27 : 177-187 Canadian Centre of OSH. (2008) Heat Exposure and Effects November 2010 pukul 20.48 David, G., Woods,V., Guangyan Li, Bukle, P. (2007). The Development of The Quick Exposure Checklist (QEC) for Assesing Exposure to Risk Factors for WorkRelated Musculoskeletal Disorders. UK : Applied Ergonomics Vol 39 : 57-69 Dewayana, T., Hetharia, D., Lanni (2007). Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja untuk Menigkatkan Produktivitas. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3 2007; Semarang, 15-16 November 2007 Guangyan Li, Bukle, P. (2005). QEC for Assessment of Work-Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs), Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. CRC Press LLC Hammer, Willie (1989). Occupational Safety Management and Engineering 4th Edition. New Jersey : Prentice-Hall Inc. Hart, S., Staveland, L. (1988). Development of NASA-TLX (Task Load Index). California : San Jose State University Hertanti, N.N., Indriastadi, H. (2007). Evaluasi Persamaan Penentuan Pengeluaran Energi bagi Wanita pada Aktivitas Penanganan Material Secara Manual. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3 2007; Semarang, 15-16 November 2007

8

Kaewbooncho, Yamamoto, H. (1998). The Standardize Nordic Questionnaire Applied to Workers Exposed to HandArm Vibration. Journal of Occupational Health Vol 40 : 218-222 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri Laksmiwati, P.(2008). Penerapan Ergonomi dan Keselamatan Kesehatan Kerja untuk Desain Stasiun Kerja dan Perilaku Pekerja. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya Mukhlisani, N. (2008). Pendekatan Metode Structural Equation Modelling untuk Analisa Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas dari Tinjauan Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Kerja di PT.Barata Indonesia Persero Gresik. Laporan Thesis Teknik Industri ITS, Surabaya

Equipment I PT.Otsuka Indonesia, Lawang. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3 2006; Surabaya, 29 Juli 2006 Susanto, R. (2008). Analisis Konsep Ergonomi Total pada Perancangan Sistem Kerja dalam Usaha Peningkatan Produktivitas Perusahaan (Studi Kasus : PT.Barata Indonesia Persero). Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya Tarwaka, et. al. (2004). Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta : Uniba Press Tirtayasa, K., et. al. (2003). The Change of Working Posture in Manggur Decreases Cardiovascular Load and Musculoskeletal Complains among Balinese Gamelan Craftsmen. Journal of Human Ergology Vol 32 : 71-76 Wignjosoebroto, S. (2008). Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya : Guna Widya

Nery, D. (2006). Audit Tool User Guide for The Meat Industry in South Australia. Adelaide : SAFER Industries Purnomo, S. (2009). Perbaikan Sistem Kerja dengan Pendekatan Workload dan Human Reliability Assessment (Studi Kasus : PT.Djitoe Indonesian Tobacco Coy). Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya Purwaningrum, N. (2007). Aplikasi Fuzzy Logic untuk Pengendali Penerangan Ruangan Berbasis Mikrokontroller ATMEGA8535. Skripsi Jurusan teknik Elektro Universitas Negeri Semarang Purwaningsih, R., Adi, W., Fitriastuty, E. (2007). Pengembangan Metode Quick Exposure Checklist (QEC) untuk Menilai Postur Operator Departemen Produksi (Studi Kasus pada Departemen Produksi Final Assy Car Line Holden PT.Semarang Autocomp Manufacturing Indonesia). Prosiding Seminar Nasional Ergonomi dan K3 2007; Semarang, 1516 November 2007 Rufaida, W. (2009). Ergonomic Assessment untuk Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT.Alstom Power Energy Systems Indonesia. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS, Surabaya Saaty, R.W. (2003). Decision Making in Complex Environment. Pittsburgh : Creative Decision Foundation Sophiana, T. (2006). Pengukuran Standar Waktu Pengerjaan dan Penentuan Jumlah Optimal Operator pada Medical

9