EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (ORYZA SATIVA L.) COKLAT

Download Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Nilai Biologis Beras. (Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur adalah benar...

0 downloads 388 Views 1MB Size
EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (Oryza sativa L.) COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR

MUHAMMAD AS’AD

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2015 Muhammad As'ad NIM F24100056

ABSTRAK MUHAMMAD AS’AD. Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur. Dibimbing oleh FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA. Beras coklat adalah beras yang hanya mengalami proses pemecahan kulit sekam, sedangkan beras sosoh adalah beras yang mengalami proses pemecahan kulit sekam dan penyosohan hingga menghilangkan bagian bekatul beras. Perlakuan proses tersebut menyebabkan penurunan kualitas gizi pada beras sosoh bila dibandingkan dengan beras coklat. Teori tersebut terbukti dari tingginya nilai biologis beras coklat daripada beras sosoh. Kadar abu tertinggi sebesar 1,57% (beras coklat Cianjur); lalu kadar lemak sebesar 2,35% (beras coklat Ciherang); kadar protein sebesar 10,18% (beras coklat Cianjur), kadar vitamin dan mineral beras coklat Ciherang lebih besar dari beras sosoh Ciherang, kadar total fenol sebesar 33,69 mg asam galat/ 100 g sampel (beras coklat Ciherang); kapasitas antioksidan 11,25 mg AEAC/ 100 gram sampel (beras coklat Ciherang), serta nilai kadar serat pangan total dan indeks glikemik beras coklat Ciherang, yaitu 1,43% dan 37,03 (pangan dengan IG rendah). Sedangkan nilai gizi beras sosoh yang lebih besar dari beras coklat adalah kadar air dan karbohidrat senilai 14,43% (beras sosoh Ciherang) dan 76,39% (beras sosoh Cianjur). Hasil- hasil tersebut membuktikan bahwa beras coklat aman untuk dikonsumsi oleh orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes karena kecepatan penyerapan glukosa lebih lambat dibandingkan beras sosoh sehingga sistem sekresi insulin tidak terganggu dan sel- sel beta pankreas tidak terbebani. Kata kunci: beras coklat, AEAC, indeks glikemik, penderita diabetes, insulin ABSTRACT MUHAMMAD AS’AD. Ciherang and Cianjur Brown Rice (Oryza sativa L) Biological Value Evaluation. Supervised by FRANSISCA RUNGKAT ZAKARIA. Unpolished or brown rice is rice which is only processed through dehulling, while polished rice is rice which is dehulled and polished and already lost its bran. Polishing causes the decrease of nutrient for polished rice, compared to brown rice. The theory is proven through this study where brown rice is higher in almost all biological value. The highest content for ash, fat, protein, total phenolic, antioxidant capacity, total dieatary fiber, and the lowest for glycemic index, which are as followed 1,57% (Cianjur brown rice); 2,35% (Ciherang brown rice); 10,18% (Cianjur brown rice); 33,69 mg galic acid/ 100 g sample (Ciherang brown rice); 11,25 mg AEAC/ 100 gram sample (Ciherang brown rice); 1,43% (Ciherang brown rice); and GI score is 37,03 (Ciherang brown rice). Though the higher content in polished rice are water and carbohydrate, which are 14,43% (Ciherang polished rice) and 76,39% (Cianjur polished rice). So it is concluded that brown rice is safe to be consumed by prediabetic and diabetic patients because it has low rate of glucose adsorption, moreover it won’t interfere the insulin secretion system and beta cells in pancreas won’t be burdened. Keywords: unpolished rice, AEAC, glycemic index, diabetic patients, insulin

EVALUASI NILAI BIOLOGIS BERAS (Oryza sativa L.) COKLAT CIHERANG DAN CIANJUR

MUHAMMAD AS’AD

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Berkat ridhoNya pulalah penentuan tema penelitian, Evaluasi Nilai Biologis Beras (Oryza sativa L.) Coklat Ciherang dan Cianjur dan pelaksanaanya di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dapat diselesaikan pada tahun 2014. Tidak lupa, kepada sumber inspirasi dan suri tauladan penulis, Rasulullah SAW , beserta para Khalifah dan sahabat- sahabatnya. Penulis mengucapkan terima kasih, pertama, kepada ayahanda Karim Atmadi, ibunda Badriatul Qomariyah, adik Raisa Permatasari, dan keluarga besar penulis yang selalu memberi dukungan, doa, dan kasih sayang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Fransisca Rungkat- Zakaria selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan selama kuliah, penelitian, hingga tersusunnya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada kedua dosen penguji, Ibu Dr. Nancy Dewi Yuliana dan Ibu Dr. Elvira Syamsir, terima kasih atas pesan dan saran selama tugas akhir penulis. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Winiati P. Rahayu atas pesan dan nasihatnya selama setahun terakhir. Terima kasih pula kepada rekan dan adik sebimbingan, Devi Ardelia Purbonisari, Dewi Emilia Bahry, Desi Meriyanti, M Abdi Manaf Zuhri, dan Mala Mareta yang selalu mendukung dan membantu. Terima kasih untuk para teknisi, Bapak Rojak, Bapak Gatot, Bapak Sobirin, Bapak Yahya, Bapak Junaedi, Bapak Wahid, Mas Edi, Mbak Ririn, Mbak Irin, Mbak Nurul yang membantu dalam kegiatan analisis. Terima kasih teman-teman ITP 47 yang saya sayangi dan banggakan, terutama Rahmalia, Alfia, Nuy, Ijep, dan Funo, serta keluarga Warqobs, yaitu Wawan, Andra, Rizki, Khalid, Dandy, Qabul, Arismanto, Blasius, Uje, Tommy, Harridil, Abah, Arya, Norman, Dimas, Rifqi, dan Hamdani serta rekan-rekan lain. Terima kasih kepada teman-teman Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) angkatan 47 sampai 50, terkhusus kepada keluarga Himitepa 20112013, dan tim futsal ITP 2008- 2013, serta keluarga Sarang, yaitu Abas, Soni, Hafidzar, Nanda, Hafil, Daud, Wibi dan Nirwan. Terima kasih kepada staf UPT dan Departemen ITP, serta Fakultas Teknologi Pertanian, Mbak Tika, Mbak May, Ibu Novie, Ibu Ina, Ibu Shofi Bapak Samsu, dan Bapak Hendi, serta Ibu dan Bapak staf lainnya untuk informasi dan pelayanan yang ramah. Tidak lupa pula kepada teman- teman TPB penulis, Diah, Yuli, Sasa, Ines, Atri, Finka, serta kawan- kawan Pondok Iona. Akhirnya, terima kasih kepada seluruh orang- orang yang telah membantu dan mendukung penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, selama menjalani kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB sejak 2010 hingga waktu kelulusan penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 13 Maret 2015 Muhammad As’ad

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

v  

DAFTAR GAMBAR

v  

DAFTAR LAMPIRAN

v  

PENDAHULUAN

1  

Latar Belakang

1  

Perumusan Masalah

2  

Tujuan Penelitian

2  

Manfaat Penelitian

2  

TINJAUAN PUSTAKA

3  

METODE

6  

Bahan

6  

Alat

6  

Prosedur Analisis

6  

HASIL DAN PEMBAHASAN

12  

Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh Berdasarkan Analisis Proksimat

12  

Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral

13  

Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh

14  

Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat dan Beras Sosoh Ciherang

16

SIMPULAN DAN SARAN

20  

Simpulan

20  

Saran

20  

DAFTAR PUSTAKA

21  

LAMPIRAN

26  

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL 1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur 2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang 3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang 4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cinajur 5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh

12 13 14 15 16

DAFTAR GAMBAR 1. Bagian- bagian Beras 2. Proses Persiapan Sampel Beras

4 7

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Analisis Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh Ciherang 2. Hasil Analisis ANOVA Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur 3. Hasil Analisis ANOVA Kadar Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur 4. Hasil Analisis ANOVA Kadar Serat Pangan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur

26 28 33 35

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara dengan tingkat ekonomi yang sedang meningkat dan menuju status sebagai negara maju dari negara berkembang. Berdasarkan peningkatan ekonomi tersebut, pola hidup masyarakat Indonesia berubah sedikit demi sedikit. Perubahan tersebut termasuk perubahan dalam pola makan dan pola hidup, di mana konsumsi makanan meningkat namun tingkat aktivitas gerak tubuh menurun dan menyebabkan obesitas. Obesitas adalah kondisi saat seseorang memiliki nilai body mass index melebihi 30 (CDC 2015). Obesitas merupakan salah satu risk factor diabetes sehingga kondisi obesitas seringkali dikaitkan dengan diabetes (CDC 2015). Pada akhirnya, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat indonesia, termasuk diabetes. Berdasarkan studi- studi sebelumnya di tingkat nasional dan internasional, angka penderita diabetes mellitus meningkat tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional di mana peningkatannya mencapai dua kali lipat sejak tiga dekade lalu dengan obesitas sebagai risk factor (Danaei et al 2011). Obesitas pada rakyat Indonesia yang didominasi oleh rakyat lapisan menengah ke atas, dengan angka penderita sebesar 4,2 juta jiwa per tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2030, menjadi sebesar 10,2 juta jiwa (Wild et al 2004). Kondisi ini diperparah dengan besaran penderita diabetes mellitus yang mencapai 8,4 juta jiwa per tahun 2000, dan diperkirakan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild et al 2004). Angka- angka tersebut merupakan prediksi nyata apabila pola makan dan pola hidup masyarakat Indonesia tidak berubah hingga tahun 2020. Diabetes bukan merupakan penyakit menular, melainkan penyakit degeneratif yang disebabkan oleh faktor genetis, urbanisasi, dan pola hidup (Efimov et al 2001). Penyakit degeneratif adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kinerja sel- sel tubuh sehingga berpengaruh terhadap fungsional jaringan dan organ tubuh akibat faktor genetis dan pola hidup (NIH 2014). Diabetes sering dikaitkan dengan ketidakmampuan tubuh dalam menghasilkan insulin untuk memetabolisme glukosa, di mana kemampuan ini terpengaruhi secara internal ataupun eksternal tubuh (NIH 2014). Pengaruh internal dikarenakan secara genetis penderita tidak mampu menghasilkan insulin, kondisi ini umum menyebabkan diabetes tipe 1. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan pola makan yang tidak teratur dan pola hidup yang tidak sehat dan dapat menyebabkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Pengaruh eksternal berhubungan dengan berubahnya konsumsi pola makan penderita, di mana konsumsi makanan sumber karbohidrat meningkat atau tetap sedangkan pola olah raga dan aktivitas manusia berkurang sehingga menyebabkan penumpukan glukosa atau lemak pada tubuh. Kondisi- kondisi tesebut menyebabkan pankreas tidak mampu merespon untuk menghasilkan insulin sesuai kebutuhan agar glukosa dalam darah dapat diserap sel- sel tubuh (Efimov et al 2001). Ketidakmampuan tubuh dalam menghasilkan insulin adalah kondisi yang disebut prediabetes dan diabetes. Selanjutnya, diabetes mellitus adalah penyakit degeneratif yang berkaitan dan

2 menyebabkan penyakit degeneratif lainnya, terutama yang berhubungan dengan kanker pankreas (Ben et al 2011), kantung empedu (Ren et al 2011), endometrium (Lindemann et al 2008), ginjal (Joh et al 2011), prostat (Bansal et al 2012), kolon (Kitahara et al 2012), dan thyroid (Yuhara et al 2011). Kondisi kritis akibat diabetes mengharuskan masyarakat Indonesia mengubah pola makan dengan konsumsi pangan sehat yang memiliki kadar serat tinggi dan nilai indeks glikemik rendah. Berdasarkan alasan tersebut maka beras coklat yang termasuk jenis penganan utama (beras) diharapkan dapat menyubstitusi beras sosoh sebagai penganan utama. Hipotesis ini dikarenakan beras coklat masih memiliki bagian aleuron. Aleuron merupakan bagian pada beras yang memiliki kandungan lemak, serat pangan, vitamin, mineral, dan zat bioaktif sehingga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dan menjaga kesehatan sel- sel tubuh manusia, terutama untuk penderita diabetes yang mengalami kerusakan sistem sekresi insulin dan untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka (Rosniyana et al 2006). Perumusan Masalah Masalah yang terjadi beberapa tahun belakangan dan berhubungan dengan konsep ilmu Teknologi Pangan dan penyakit diabetes adalah bagaimana dapat menyediakan makanan baru yang dapat menyubstitutsi beras sosoh sebagai makanan utama masyarakat Indonesia. Tujuan Penelitian Mengetahui nilai biologis beras coklat dan beras sosoh agar dapat dibandingkan secara biologis dan ditentukan kelayakannya sebagai makanan substitusi beras sosoh untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dihasilkannya persetujuan atas tingkat keamanan beras coklat untuk untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes berdasarkan evaluasi nilai biologis terhadap beras coklat.

3

TINJAUAN PUSTAKA Beras adalah penganan utama yang dikonsumsi seluruh rakyat Indonesia, terutama sejak Revolusi Hijau diberlakukan pada tahun 1969 (Hansen 1972). Sejak saat itu konsumsi beras di Indonesia meningkat dengan diikuti peningkatan perkembangan teknologi pengolahan beras agar dapat memenuhi preferensi masyarakat Indonesia (Hansen 1972). Puncaknya, pada tahun 2012 konsumsi beras di Indonesia mencapai 34.067.264 ton, dan konsumsi beras diperkirakan akan tetap meningkat sebesar 3% hingga tahun 2019 (Bappenas 2013). Apabila kondisi ini tetap terjadi hingga tahun 2019, maka angka probabilitas penderita diabetes akan meningkat dengan tambahan 3% menjadi 10,2 juta jiwa penderita diabetes berdasarkan perkiraan WHO, dengan faktor- faktor lain yang berpengaruh dalam kondisi tetap (Wild et al 2004). Mengubah pola makan adalah suatu usaha yang membutuhkan usaha kontinyu selama puluhan tahun (PinstrupAndersen dan Hazell 1985), kondisi ini diperparah dengan kemungkinan mengorbankan sumber pendapatan para petani padi apabila pola konsumsi beras diubah demi mengurangi populasi penderita diabetes (Bappenas 2013). Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif lain untuk mengurangi populasi penderita diabetes di Indonesia tanpa menyulitkan sistem pertanian Indonesia. Secara mendasar, serealia utuh memiliki kandungan gizi yang mencukupi kebutuhan manusia dan mendukung sistem pencernaan tubuh manusia apabila dikonsumsi dengan metode yang sesuai, termasuk beras (Ryan 2011). Sistem pengolahan beras saat ini mengharuskan beras melalui tahap pemecahan kulit dan penyosohan berkali- kali yang menyebabkan bagian- bagian beras, seperti aleuron (10% dari berat beras keseluruhan) dan germ (5% dari berat beras keseluruhan) (Hu et al 1996), tereduksi hingga hanya menyisakan endosperma (Bechtel dan Juliano 1980). Proses pengolahan tersebut menyebabkan beras kehilangan aleuron atau bekatul dan biji/ germ, yang mengandung zat- zat gizi penting bagi manusia. Lemak, mineral, dan vitamin terdapat pada aleuron (Juliano 1972), sedangkan zatzat bioaktif dan serat tersebar pada bagian aleuron dan biji (Rosniyana et al 2006; Juliano 1972; Bechtel dan Juliano 1980). Perkiraan kadar zat- zat tersebut pada beras, yaitu kadar vitamin dan mineral hingga 8- 17%, serat pangan sebesar 614%, lemak mencapai 12- 22% (Saunders 1990), dan zat bioaktif hingga 4% (Xu et al 2001). Beras coklat adalah beras yang hanya melalui pemecahan kulit dan pemisahan dari sekam, tanpa melalui penyosohan (Ryan 2011). Beras coklat memiliki kemungkinan terbesar untuk menjadi substitusi beras sosoh karena memiliki kandungan gizi yang lebih baik berdasarkan keutuhan bagian- bagiannya. Hipotesis ini didukung pula dengan tingkat perubahan yang harus dilakukan selama proses pengolahan tidak signifikan sehingga mendukung optimasi biaya produksi para petani (Rosniyana et al 2006), apabila dibandingkan dengan alternatif mengubah pola konsumsi penganan utama ataupun mengganti pola tanam petani dengan jenis beras lainnya, seperti beras merah dan beras hitam, secara serta- merta.

4 Gambar 1. Bagian- bagian Beras (USA Rice Federation dalam menurice.com)

Sekam

Aleuron/ bekatul

Endosperma

Biji/ germ

Diabetes adalah penyakit degeneratif yang disebabkan oleh kerusakan sistem metabolisme glukosa dalam tubuh akibat kurangnya insulin yang dihasilkan oleh pankreas untuk membantu penyerapan gula dalam darah menjadi energi (Diabetes Prevention Program and Research Group 2009). Kondisi kekurangan insulin dapat disebabkan karena faktor genetis yang menyebabkan diabetes tipe 1 ataupun karena faktor pola hidup dan pola makan yang mengakibatkan diabetes tipe 2 (NIH 2014). Apabila penderita diabetes mengalami pelemahan kemampuan penyerapan glukosa dalam darah untuk waktu yang sangat panjang dan tidak mendapatkan bantuan medis maka akan menyebabkan kerusakan pada jaringan pembuluh darah dan saraf (NIH 2014). Kondisi tersebut akan menyebabkan komplikasi kerusakan sistem kerja tubuh, dan meningkatkan kemungkinan menderita kanker bagi penderita diabetes (Talley et al 2001). Diabetes dibagi ke dalam tiga jenis diabetes, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, dan diabetes gestasional (hanya terjadi selama kehamilan). Diabetes dapat disebabkan oleh berbagai macam hal dan ciri- cirinya berbeda untuk tiap tipe diabetes (NIH 2014). Diabetes tipe 1 disebabkan oleh rusaknya sel beta dalam pankreas sehingga insulin tidak dapat dihasilkan atau dihasilkan dalam jumlah kecil (Grant et al 2009). Kondisi tersebut disebabkan oleh faktor genetis di mana seseorang memang tidak memiliki gen yang mengoordinasikan sintesis insulin oleh sel- sel

5 beta pankreas (Grant et al 2009). Penyebab lainnya adalah kesalahan koordinasi dalam sistem imun sehinggan sistem imun merusak sel beta akibat adanya identifikasi virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya dalam sel- sel beta di pankreas (Bouguerra et al 2005). Kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang cukup panjang namun kondisi ini dapat diidentifikasi dalam waktu cepat. Diabetes tipe 1 dapat terjadi pada anak- anak, remaja, dan seluruh jenjang umur sehingga tingkat bahaya yang dihasilkan sangat tinggi. Oleh karena itu pola makan dan pola hidup harus diatur sejak kecil untuk meminimalisasi tingkat kejadiannya pada tubuh manusia (Doolan et al 2005). Diabetes tipe 2 terjadi karena kombinasi kerusakan akibat hyperglycemia, kekurangan insulin, dan berkurangnya kemampuan sel- sel tubuh dalam menyerap gula darah, ini adalah jenis diabetes yang paling umum diderita (NIH 2014). Kondisi tersebut akan menyebabkan produksi insulin semakin lama berkurang dan kemapuan sel- sel tubuh dalam menyerap gula darah semakin berkurang sehingga kandungan gula dalam darah meningkat dan merusak jaringan- jaringan tubuh (Czyzyk et al 2000). Diabetes tipe 2 atau diabetes mellitus (DM) seringkali dikaitkan pada penderita berusia lanjut, dan seseorang dalam kondisi obesitas dan/ atau memiliki aktivitas tubuh rendah (NIH 2014). Studi- studi sebelumnya menunjukan bahwa kedua jenis diabetes tersebut utamanya disebabkan oleh tingkat aktivitas tubuh rendah dengan probabilitas sebesar 30%, pola makan tidak sehat dengan probabilitas mencapai 55%, dan didukung oleh faktor genetis dengan probabilitas sebesar 15% (Diabetes Prevention Program and Research Group 2009). Berdasarkan temuan- temuan tentang diabetes dapat disimpulkan bahwa diabetes adalah penyakit degeneratif yang sangat berbahaya, namun dapat dengan mudah dicegah melalui perubahan pola makan yang lebih seimbang dan aman, serta peningkatan aktivitas tubuh sesuai dengan jumlah energi yang dikonsumsi. Beras coklat dapat dipertimbangkan sebagai alternatif penganan masyarakat Indonesia karena diperkirakan memiliki nilai biologis yang lebih baik untuk orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka ataupun penderita diabetes tanpa perlu mengubah pola konsumsi penganan utama masyarakat Indonesia.

6

METODE Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain beras coklat asal Ciherang dan Cianjur, air suling, NaOH, Na2S2O3.5H2O, K2SO4, HgO, H3BO3 (kristal), kertas lakmus, indikator metilen merah/ red dan biru/ blue, larutan etanol 95%, larutan HCl 0,02 N; larutan HCl 25%, larutan H2SO4 0,255 N; larutan NaOH 0,313 N; larutan alkohol 95%, K2SO4 kristal, asam sulfurit, asam nitrit, H2SO4 0,1 M, CH3COONa 2 M, enzim papain 0,1%, kolom C18, pelarut FG sebesar 80:20, HCl 0,1 N, kolom acquity UPLC BEH C18, pelarut FG dalam elusi gradien, reagen Folin-Cioacalteau 50%, Na2CO3 5%, DPPH (1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl) kristal, NaOH 0,275 N, enzim protease, buffer fosfat 0,08 M pH 6, HCl 0,325 N, enzim termamyl, enzim amiloglukosidase. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari cawan aluminium (bertutup), desikator berisi bahan pengering, oven listrik, neraca analitik, termometer, penjepit cawan (gegep), cawan porselen, tanur listrik, kertas saring, alat ekstraksi Soxhlet (kondensor dan pemanas listrik), labu lemak 250 ml, kapas bebas lemak, pemanas Kjeldhal lengkap, labu Kjeldhal 30 ml, alat destilasi lengkap, buret, labu takar, pipet (ukuran 2 ml, 5 ml, 10 ml), erlenmeyer (ukuran 100 ml dan 250 ml), penyaring Whatman No. 42 dan membran 0,45 µm, belas beaker, pengaduk magnetik, pipet tetes, botol semprot, tabung reaksi, gelas ukur, setrifuse, HPLC (High Performance Liquid Chromatography), spektrofotometer, sentrifuse, tabung pyrex, vortex, alat penyaring dengan ukuran membran 22µm, atomic absorption spectrophotometry, spektrofotomer, dan peralatan gelas. Prosedur Analisis Persiapan Sampel Beras Sampel beras yang digunakan selama penelitian adalah beras jenis Ciherang dan Cianjur. Beras Ciherang diambil dari petani- petani di daerah Cikarang, Jawa Barat dan beras Cianjur diambil dari petani daerah Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan sampel beras Ciherang dan Cianjur didasari ada beberapa hal, yaitu jumlah konsumsi terhadap beras Ciherang adalah yang tertinggi di Indonesia (Bappenas 2013), sedangkan konsumsi terhadap beras Cianjur juga termasuk yang tertinggi ditambah dengan sifat kepulenan beras Cianjur yang lebih baik dibandingkan beras- beras jenis lainnya (Kepmen Pertanian 2004). Sampel- sampel beras yang digunakan diperkirakan memiliki umur pasca-panen 1-2 hari dengan lama waktu pengeringan mencapai 3 hari memanfaatkan panas matahari. Persiapan sampel dilakukan untuk memenuhi kebutuhan analisis yang akan dilakukan, gambar dibawah ini menggambarkan proses persiapan analisis:

7 Padi

Pengeringan (23 hari)

Pemecahan Kulit (Jarak antara gerindra 2 cm)

Penyimpanan (maksimal 5 hari) 1700 ml air/ 800 g A dan 1300 ml air/ 800 g B Pemasakan dengan rice cooker

Tepung Beras

Penepungan dan pengayakan (60 mesh)

Pemisahan Beras Coklat (A)

Penyosohan (Jarak gerindra dan dinding 2 cm, dilakukan 3 kali)

Beras Sosoh (B) Gambar 2. Proses Persiapan Sampel Beras

Proses persiapan sampel hingga tahapan penepungan sangat dibutuhkan untuk analisis kadar protein, lemak, serat pangan, mineral, vitamin, total fenol, dan kapasitas antioksidan. Analisis indeks glikemik membutuhkan beras yang sudah menjadi nasi sehingga proses pemasakan perlu dilakukan. Analisis Evaluasi Nilai Biologis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1999) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (a). Contoh (beras coklat dan sosoh) sebanyak 2 gram (b) dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan. Lakukan pengeringan contoh dalam oven hingga diperoleh berat konstan (c). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut: b-­‐(c-­‐a) Kadar  Air   %  bb =   x  100% b Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1999) Kadar abu diperoleh dengan cara mengabukan beras coklat dan sosoh sebagai sampel di dalam tanur. Cawan porselen dikeringkan di dalam oven selama 15 menit pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (a). Sampel sebanyak 2- 3 gram (w) ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian cawan yang berisi sampel dibakar sampai didapat abu berwarna abuabu dan berbobot konstan. Pengabuan dilakukan pada suhu 550oC selama 6- 8 jam. Cawan berisi sampel lalu didinginkan dalam desikator setelah pengabuan, dan selanjutnya ditimbang di neraca analitik (x). Kadar abu didapatkan dari persamaan berikut: (x-­‐a) Kadar  Abu   %  bb =   x  100% 𝑤

8 Kadar Protein Metode Micro Kjehldahl (AOAC 1995) Sebanyak 0,25 gram beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan dan ditimbang, dimasukan di dalam labu Kjehldahl, lalu ditambahkan 1,0 ± 0,1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Selanjutnya contoh didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjehldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukkan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0,2 % metilen red dan 1 bagian 0,2% metilen blue dalam etanol 95%) diletakkan dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu - abu. Kadar protein kasar dapat ditentukan dengan rumus : (V  HCl  Contoh  –  V  HCl  Blanko)  x  N  HCl  x  14,007 Kadar  N   % =   x  100% mg  contoh Analsis Kadar Lemak Soxhlet (SNI 01-2891-1992) Metode yang umum digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Untuk produk kering sampel perlu dilakukan hidrolisis terlebih dahulu karena matriks bahan yang cukup rumit. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 1- 2 gram contoh (beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan) (a) ditambahkan dengan 20 ml air dan 30 ml HCl 25%. Kemudian dididihkan selama 15 menit dalam gelas piala yang ditutup gelas arloji. Kemudian larutan tersebut disaring dengan kertas saring, selanjutnya dicuci dengan air panas hingga pH netral bila diuji dengan kertas lakmus. Kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C hingga kering. Kertas saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam selongsong dengan sumbat kapas. Selongsong tersebut kemudian dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dihubungkan dengan kondensor dan labu lemak, lalu ukur bobotnya (b). Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang (c). Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Nilai kadar lemak didapat melalui rumus: (c-­‐b) Kadar  Lemak   %  bb =   x  100% a Analsis Kadar Karbohidrat (AOAC 1995) Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein.

9 Kadar Serat Pangan (AOAC 2002) Sebanyak 2 g beras coklat dan sosoh (sampel) ditimbang (W) kemudian dipindahkan ke dalam Erlenmeyer 600 ml. Kemudian ke dalam Erlenmeyer tersebut ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,08 M pH 6 dan enzim termamyl sebanyak 50 µl dan inkubasikan dalam penangas air mendidih selama 30 menit dan aduk tiap 5 menit. Angkat Erlenmeyer tersebut setelah 30 menit dan dinginkan selama 10 menit lalu tambahkan 5 ml NaOH 0,275 N dan 0,05 ml enzim protease, dan inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30 menit. Setelah inkubasi kedua segera atur pH hingga pH 4,5 dengan 5 ml HCl 0,325 N dan tambahkan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,15 ml, lalu inkubasikan dalam penangas air bersuhu 60oC selama 30 menit. Selama inkubasi ketiga tambahkan 140 ml etanol 95% bersuhu 60oC dan biarkan selama 60 menit. Selanjutnya, saring dengan penyaring Whatman dan Buchaner yang sudah ditimbang beratnya (b), lalu cuci residu dengan 20 ml etanol 78% tiga kali, lalu 10 ml etanol 95% dua kali, dan 10 ml aseton dua kali. Keringkan kertas saring yang telah dicuci dalam oven bersuhu 105 oC semalam dan timbang kertas saring yang sudah kering (c). Kadar serat pangan dapat dihitung dengan persamaan berikut : (c-­‐b-­‐a) Kadar  Serat  Pangan   % =   x  100% W Catatan: (a) adalah kadar abu residu yang didapat dengan menghitung selisih antara berat abu dari kertas saring kering terhadap berat abu kertas saring kosong (awal). Analisis Kadar Mineral Timbang beras coklat dan sosoh (sudah ditepungkan) sebagai contoh sebanyak 3 gram dan masukan dalam cawan porselin yang sudah dikeringkan lalu abukan dalam oven bersuhu 550oC hingga sampel berwarna abu- abu dan berat konstan. Apabila pengabuan telah selesai maka segera pindahkan abu dalam gelas piala 250 ml dan campurkan dengan HCl 25% sebanyak 40 ml lalu tutup rapat dengan alumunium foil dan gelas arloji dan panaskan di penangas air bersuhu 102oC selama 30 menit, dan bilas dengan 10 ml HCl 25% dan didihkan di penangas 102oC selama 30 menit. Setelah pemanasan selesai tambahkan 10 ml HCl 25%, lalu saring dengan corong dan kertas saring dan alirkan ke labu takar 100 ml. Bilas gelas piala 100 ml dgn 10 ml HCl 25% dan ulangi penyaringan, setelah penyaringan selesai tepatkan larutan abu dalam labu takar 100 ml dengan air destilata. Dinginkan labu takar selama 25 menit pada suhu 20oC. Sebelum analisis terhadap sampel dilakukan maka buat larutan standar untuk tiap mineral dengan konsentrasi 0; 0,5; 1,5; dan 2,5 mg/ 500 ml. Apabila larutan standar untuk tiap mineral telah dibuat maka analisis lebih dahulu standar untuk mendapatkan kurva standar tiap mineral. Larutan standar dianalisis dengan memasukan larutan standar mineral pada tiap inlet mineral dengan jumlah sesuai batasan inlet lalu tentukan lampu absorbansi untuk tiap inlet sesuai dengan mineral yang akan dianalisis. Apabila seluruh larutan standar sudah tersimpan dalam inlet maka tutup inlet dan mulai analisis. Setelah analisis larutan standar tiap mineral telah selesai maka lakukan analisis untuk larutan sampel pada inlet yang sama dan lampu yang sama untuk tiap jenis mineral, dan ulangi prosedur penggunaan AAS sama seperti untuk larutan standar.

10 Analisis Kadar Vitamin (Moreno et al 2000) Vitamin B1, B2, B3, dan B6 Timbang beras coklat dan sosoh yang sudah ditepungkan (contoh) sebanyak 1 gram dan simpan dalam tabung ulir 25 ml. Tambahkan 5 ml H2SO4 0,1 M lalu aduk. Selanjutnya panaskan dalam 100oC selama 30 menit dan aduk tiap 10 menit. Dinginkan dan dilanjutkan dengan dimasukan dalam labu ukur 10 ml dan dicampurkan dengan CH3COONa 2 M sebanyak 1,4 ml dan 2 ml papain 0,1%, lalu aduk hingga rata dengan vortex. Larutan lalu dicampurkan dengan akuabides dan disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 lalu dengan membran 0,45 µm. Kemudian suntikan ke HPLC dengan kolom C18, λ = 254 nm, laju alir 0,7 ml/ menit, dan perbandingan pelarut FG sebesar 80:20. Analisis Kadar Total Fenol (Suwannalert et al 2011) Larutan standar dibuat dengan melarutkan 250 mg kristal asam galat dalam 1 liter akuades lalu buat pengenceran dengan konsentrasi 50 mg/l, 100 mg/l, 200 mg/l, dan 250 mg/l. Siapkan larutan standar dan analisis larutan standar sebelum analisis sampel dilakukan. Timbang 50 mg sampel beras coklat dan sosoh (sudah ditepungkan) dan tambahkan 2,5 ml etanol 95% dan aduk rata selama 2 menit. Ambil 0,5 ml supernatan dan alirkan dalam tabung reaksi lalu campurkan dengan 0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml akuades, 2,5 ml reagen Folin-Cioacalteau 50% dan diamkan 5 menit. Setelah didiamkan lalu tambahkan dengan Na2CO3 5% dan vortex hingga homogen. Simpan dalam ruang gelap selama 1 jam lalu ukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 765 nm, satuan kadar total fenol dinyatakan dalam mg asam galat/ 100 g sampel. Analisis Kadar Total Antioksidan (Suwannalert et al 2011) Siapkan larutan blanko dan standar, lakukan analisis larutan blanko dan standar sebelum analisis sampel. Siapkan larutan sampel dengan menimbang 0,5 g beras sosoh dan coklat (sudah ditepungkan) sebagai sampel. Lalu campurkan contoh dengan 50 ml akuades. Apabila sampel diperkirakan memiliki konsentrasi zat antioksidan tinggi maka buat pengenceran 10, 20, 50, 100, dan 200. Larutan sampel dianalisis dengan menyiapkan sebanyak 1 ml larutan sampel dan larutkan dengan metanol 7 ml dalam tabung reaksi bertutup, lalu tambahkan 2 ml DPPH dan aduk dengan vortex hingga homogen. Simpan sampel yang telah tercampul dalam suhu ruang dan tertutup selama 30 menit lalu ukur absorbansi larutan tersebut dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm, satuan kapasitas antioksidan dinyatakan dalam mg AEAC/ 100 gram sampel. Analisis Kadar Glukosa dalam Darah (Indeks Glikemik) (Barros dan Valim 2006) Pengujian Indeks Glikemik menggunakan subyek manusia. Jumlah subyek yang digunakan adalah 10 orang yang terpilih sesuai kriteria penelitian. Kriteria penelitian yang digunakan adalah subyek harus memiliki nilai body mass index dalam kategori normal, berada pada umur 20- 23 tahun, jumlah subyek wanita dan pria seimbang, dan dalam kondisi sehat secara fisik dan mental. Pengujian pertama adalah pengujian indeks glikemik terhadap standar, yaitu glukosa, setelah itu diujikan sampel beras sosoh dan coklat. Pengujian nilai indeks glikemik

11 sampel diberikan dalam waktu berbeda, dengan minimal selang uji satu hari. Proses persiapan sampel hingga siap dijadikan produk yang akan diuji dalam uji indeks glikemik dapat dilihat pada gambar 2. Secara terperinci beras coklat dan beras sosoh yang sudah diproses dimasak dengan rice cooker dengan dicampurkan air sebanyak 1700 ml/ 800 g sampel untuk beras coklat dan 1300 ml/ 800 g sampel untuk beras sosoh. Larutan glukosa sebagai standar diperoleh dengan melarutkan glukosa bubuk sebesar 50 g dalam 200 ml air. Sampel produk diperoleh dengan menimbang sejumlah sampel setara dengan konsumsi karbohidrat 50 gram (beras sosoh dan coklat sektar 60 gram). Pengukuran glukosa darah subyek dilakukan setelah subyek puasa selama 10- 12 jam, dan uji indeks glikemik melalui pengambilan darah dilakukan selama 2 jam dengan selang waktu 0, 30, 60, 90, 120 menit setelah responden mengonsumsi sampel standar atau sampel produk. Pengambilan darah dilakukan melalui ujung jari tangan dengan menggunakan alat yang disebut lancet dan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan alat glukometer.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh Berdasarkan Analisis Proksimat Analisis proksimat pada sampel beras coklat dan sosoh dikerjakan untuk mengetahui dan mengevaluasi kandungan gizi pada sampel tersebut sehingga bisa dibandingkan antara keduanya, atau sampel lainnya. Hasil analisis dapat dilhat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur Jenis Beras

Perlaku an

Kadar Kadar Air (% Abu (% bb) bb)

Kadar Protein (% bb)

Kadar Lemak (% bb)

Kadar Karbohidrat (% bb)

Coklat

13,41b

1,38b

6,75d

2,35a

76,11b

Sosoh

14,43a

0,52c

9,65b

0,70c

74,70c

Coklat

13,13b

1,57a

10,18a

2,26b

72,86d

Sosoh

12,69c

0,57c

9,02c

0,63c

76,39a

Ciherang

Cianjur

Berdasarkan hasil percobaan, nilai kadar air terbesar pada beras sosoh Ciherang, selanjutnya adalah beras coklat Ciherang, beras coklat Cianjur, dan beras sosoh Cianjur. Jumlah air dalam bahan pangan berpengaruh terhadap daya tahan dimiliki oleh bahan pangan (Webb 1985). Faktor daya tahan pada keempat sampel beras tertinggi terdapat pada sampel beras sosoh Cianjur > beras coklat Cianjur > beras coklat Ciherang > beras sosoh Ciherang. Apabila beras memiliki kadar air lebih besar dari 14% akan meningkatkan kemungkinan kerusakan akibat oksidasi lemak, terutama pada beras coklat, dan akibat kontaminasi oleh kapang (Belitz et al 2009). Komponen proksimat selanjutnya adalah kadar abu, kadar abu berfungsi untuk memperkirakan kandungan mineral yang terdapat pada bahan pangan (Bhat dan Sridhar 2008). Berdasarkan hasil analisis terlihat urutan nilai kadar abu dari tertinggi ke terendah, yaitu beras coklat Cianjur, beras coklat Ciherang, beras sosoh Cianjur, dan beras sosoh Ciherang (1,57; 1,38; 0,57, dan 0,52). Kadar abu terbesar terdapat pada beras coklat karena mineral pada beras terdapat pada bagian aleuron sehingga bila beras disosoh maka kadar abu akan berkurang (Rosniyana et al 2006; Resurreccion et al 1979). Selanjutnya, kadar protein tertinggi ada pada beras coklat Cianjur diikuti oleh beras sosoh Ciherang, beras sosoh Cianjur, terakhir adalah beras coklat Ciherang. Hal ini dapat terjadi karena protein pada beras tersebar merata pada

13 seluruh bagian sehingga tidak terpengaruh oleh tingkat penyosohan sehingga perbedaan protein lebih terpengaruh pada perlakuan selama aktivitas pra-panen dan karakter tanah di sawah yang digunakan (Rosniyana et al 2006; Bechtel dan Juliano 1980). Konsumsi 100 gram beras coklat memiliki kandungan protein setara dengan konsumsi 60 gram gandum durum (USA Rice Federation). Komponen selanjutnya adalah lemak, lemak tertinggi terdapat pada beras coklat Ciherang lalu dilanjutkan oleh beras coklat Cianjur, beras sosoh Ciherang, dan terakhir adalah beras sosoh Cianjur (2,35; 2,26; 0,70; 0,63). Komposisi lemak tertinggi terdapat pada beras coklat hal ini dipengaruhi karena lemak pada beras terpusat pada kulit bekatul beras, di mana kedua komponen tersebut hilang selama penggilingan dan akan semakin hilang apabila tingkat polishing beras meningkat (Fujino 1978; Houston dan Kohler 1970). Berdasarkan hasil analisis kadar lemak, beras coklat perlu memiliki proses pengemasan vakum untuk menghindari oksidasi lemak sehingga keawetan beras coklat dapat setara dengan beras sosoh (Belitz et al 2009). Perlakuan lainnya yang dapat meminimalisasi oksidasi lemak pada beras coklat adalah pengeringan sehingga kontak antara air dan lemak berkurang sehingga oksidasi lemak dapat diminimalisasi (Belitz et al 2009). Komponen makronutrien yang terakhir adalah karbohidrat, karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan umumnya pangan jenis serealia memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Sampel yang memiliki kadar karbohidrat tertinggi adalah beras sosoh Cianjur, dan selanjutnya beras coklat Ciherang, beras sosoh Ciherang, serta beras coklat Cianjur. Karbohidrat pada beras banyak terdapat pada bagian endosperma beras (Kent 1983) dan konsumsi 100 gram beras coklat memiliki kandungan energi sebesar 296 kCal yang memenuhi 19,8% kebutuhan energi per hari orang dewasa (USA Rice Federation). Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Beras Coklat dan Sosoh Ciherang Berdasarkan Analisis Vitamin dan Mineral Analisis selanjutnya meliputi analisis vitamin yang terdapat pada sampel beras coklat dan sosoh Ciherang. Hasil yang didapat dari analisis tersebut adalah : Tabel 2. Hasil Analisis Vitamin Beras Coklat dan Sosoh Ciherang Vitamin Jenis

B2 (mg/ 100 B6 (mg/ 100 B1 (mg/ 100 g; gram; batas gram; batas batas konsentrasi B3 (mg/ 100 konsentrasi konsentrasi teramati : 0,05 mg/ g) teramati : 0,03 teramati : 0,06 100 g) mg/ 100 g) mg/ 100 g)

Beras Coklat

0,54

0,54

-*

-*

Beras Sosoh

-*

-*

-*

-*

* tidak teramati Selanjutnya ditampilkan hasil analisis mineral pada tabel 3.

14 Tabel 3. Hasil Analisis Mineral Beras Coklat dan Sosoh Ciherang Mineral P (mg/ K (mg/ 100 g) 100 g)

Jenis

Cu (mg/ 100 g)

Ca (mg/ 100 g)

Beras Coklat

0,29

23,84

274,12

Beras Sosoh

-*

7,92

-*

Fe (mg/ 100 g)

Zn (mg/ 100 g)

123,50

1,13

2,16

-*

1,06

2,14

* tidak teramati Berdasarkan hasil- hasil analisis kadar vitamin dan mineral terlihat bahwa nilai kadar abu, lemak, karbohidrat, vitamin C, vitamin B kompleks, dan mineral (Cu, Ca, P, K, Fe, dan Zn) pada sampel beras coklat Ciherang lebih tinggi dibandingkan sampel beras sosoh Ciherang, namun nilai kadar protein dan kadar air pada beras sosoh Ciherang lebih besar dibandingkan beras coklat Ciherang. Berdasarkan hasil analisis terhadap vitamin dan mineral pada beras jenis Ciherang terbukti bahwa kadar vitamin dan mineral beras coklat lebih besar dibandingkan beras sosoh. Konsumsi sejumlah 80 gram beras coklat memiliki kandungan kalsium setara 12 gram white beans dan kandungan zat besi setara 43 gram daging sapi (USA Rice Federation) sehingga terbukti bahwa beras coklat dapat menjadi sumber makanan yang membantu tubuh dalam mengatur sistem metabolisme dengan baik (Belitz et al 2009). Sedangkan bagi penderita diabetes dan orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka kecukupuan akan vitamin dan mineral akan membantu sel- sel tubuh mereka untuk meningkatkan kemampuan imunitas terhadap mutasi genetik dan regulasi sistem sekresi insulin (Ryan 2011; Fennema et al 1996, Saunders 1990). Hal ini kemungkinan juga akan terjadi pada sampel beras Cianjur dikarenakan vitamin dan mineral pada beras terdapat pada bagian aleuron sehingga secara teori, proses polishing akan menyebabkan hilangnya kedua komponen tersebut (Rosniyana et al 2006; Juliano 1972). Kondisi ini juga menunjukan bahwa apabila diperlukan perkiraan terhadap kadar mineral pada suatu bahan pangan maka kadar abu bisa dijadikan hipotesis dalam memperkirakan kadar mineral pada bahan pangan tersebut (Bhat dan Sridhar 2008). Berdasarkan kecukupan nilai makronutrien, beras coklat juga terbukti memiliki kandungan yang lebih baik sehingga kecukupan energi dan proses metabolisme dalam tubuh tidak terganggu apabila beras coklat dijadikan konsumsi penganan harian. Hasil Analisis dan Perbandingan Nilai Biologis Kadar Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur Analisis selanjutnya yang dikerjakan terhadap sampel adalah analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan. Fenol adalah senyawa aromatik organik dengan gugus hidroksi (C6H5OH) dan kadar total fenol dianalisis untuk mengetahui jumlah senyawa fenol pada sampel (Ryan 2011). Kapasitas antioksidan digunakan untuk menggambarkan kemampuan sampel sebagai senyawa yang mampu menghentikan aktivitas senyawa radikal bebas (Ryan

15 2011). Hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan pada sampel dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur

Jenis Beras

Ciherang Cianjur

Perlakuan Coklat Sosoh Coklat Sosoh

Kadar Total Fenol (mg asam galat/ 100 gram sampel) 33,69a 6,07d 31,71b 23,94c

Kapasitas Antioksidan (mg AEAC/ 100 g sampel) 11,25a 2,75c 6,47b 3,80c

Berdasarkan hasil analisis kadar total fenol dan kapasitas antioksidan terlihat bahwa beras coklat memiliki konsentrasi total fenol yang lebih besar dibandingkan beras sosoh, hal ini terjadi pada kedua jenis beras. Hal sama terdapat pula dalam nilai kapasitas antioksidan. Tabel tersebut telah menggambarkan bahwa kemungkinan beras coklat untuk memiliki zat- zat bioaktif yang mampu membantu kinerja sistem imun dan sistem pencernaan lebih besar dibandingkan beras sosoh. Zat fenolik adalah komponen kimia yang banyak terkandung pada produkproduk pangan yang berasal dari tumbuhan, atau biasa disebut fitokimia (Ryan 2011). Fitokimia seringkali dimanfaatkan untuk produk- produk pangan khusus yang termasuk kedalam pangan fungsional, dietary food- nutritional supplement, dan nutraceutical food (Dinkoya-Kostova 2008). Penggunaan fitokimia dalam produk- produk tersebut dapat melalui berbagai cara, seperti ekstraksi terhadap fitokimia tertentu maupun penggunaan secara langsung sebagai bahan dasar dari suatu produk tertentu (Heneman dan Zidenberg- Cherr 2008). Keaktifan zat- zat fenolik sebagai antioksidan pada berbagai macam bahan atau produk pangan dapat diukur melalui berbagai jenis percobaan, termasuk percobaan kapasitas antioksidan. Kapasitas antioksidan dari seluruh komponen kimia dalam bahan pangan dapat disetarakan dengan kinerja vitamin C sebagai zat antioksidan yang umum dimanfaatkan oleh tubuh manusia secara fisiologi, atau biasa disebut ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC) (Fu et al 2014). Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar total fenol tertinggi terdapat pada sampel beras coklat Ciherang, lalu beras coklat Cianjur, dilanjutkan beras sosoh Cianjur, dan beras sosoh Ciherang dengan urutan nilai 33,69; 31,71; 23,94; dan 6,07 (dalam satuan mg/l), sedangkan hasil untuk kapasitas antioksidan juga memiliki urutan yang sama dengan urutan nilai kapasitas (dalam satuan mg/ 100 gram AEAC) 11,25; 6,47; 3,80; dan 2,75. Berdasarkan teori kandungan zat fitokimia, terutama fenol, pada beras terdapat di bagian aleuron (Ryan 2011) dan apabila dibandingkan dengan konsumsi terhadap jambu biji maka 100 gram beras coklat memiliki kapasitas antioksidan setara 0,06 gram jambu biji (USA Rice Federation). Fungsi utama zat fenolik sebagai zat fitokimia adalah menonaktifkan radikal- radikal bebas yang terdapat dalam tubuh manusia, mengubah bentuk enzim yang termasuk dalam metabolisme radikal bebas, memengaruhi reaksi

16 biokimia selama proses radikalisasi sel- sel tubuh, dan mengganggu mekanisme sistem perubahan ekspresi gen akibat radikalisasi sel- sel dalam tubuh (Ryan 2011; Mori et al 1999; Taniguchi et al 1999). Berdasarkan pada karakter fungsional antioksidan dan kadar total fenol yang terkandung dalam beras coklat maka beras coklat diperkirakan memiliki manfaat bagi penderita diabetes untuk melindungi sel- sel tubuh dari mutasi genetik akibat kerusakan sel- sel beta pankreas, meningkatkan aktivitas sistem pemulihan dan imunitas sel tubuh sehingga sel- sel beta pankreas dapat menjaga kemampuan sekresi insulin, dan meningkatkan kelancaran penyerapan gula dalam darah dengan menghambat pembentukan kolestrol di jaringan arteri manusia akibat oksidasi lemak dalam tubuh (Xu et al 2001). Hasil Analisis Kadar Serat Pangan, Indeks Glikemik, dan Beban Glikemik pada Beras Coklat dan Beras Sosoh Ciherang serta Cianjur Analisis terakhir adalah analisis kadar serat pangan dalam beras coklat dan sosoh jenis Ciherang, serta nilai indeks glikemik (IG) dan beban glikemik (GL) kedua sampel apabila dibandingkan dengan konsumsi larutan glukosa sebesar 50 gram. Hasil dari kedua analisis tersebut terlihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Kadar Serat Pangan dan Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh Jenis

Nilai Indeks Glikemik

Beras Coklat Ciherang Beras Sosoh Ciherang Beras Coklat Cianjur Beras Sosoh Cianjur

37,03 73,27 -* -*

Nilai Beban Glikemik 27,65 54,63 -* -*

Kadar Serat Pangan (% bb) 1,43a 0,15c 1,12b 0,13d

* tidak dilakukan

Hasil analisis serat menunujukan bahwa serat pangan pada beras coklat lebih besar dari beras sosoh dan sejumlah 80 gram beras coklat memiliki kadar serat pangan sejumlah 13 gram oat (USA Rice Federation). Hal ini diikuti dengan nilai indeks glikemik beras coklat yang termasuk pada makanan berindeks glikemik rendah sedangkan beras sosoh termasuk jenis makanan berindeks glikemik tinggi. Kategori penganan berindeks glikemik rendah adalah bila nilai indeks glikemik kurang dari 55, sedangkan berkategori sedang bila nilai IG antara 55- 70, dan terkategori tinggi bila nilai IG lebih besar dari 70 (Berkeley Heart Lab 2008; Brand- Miller et al 1996). Merunut pada data beban glikemik (GL) beras coklat dan beras sosoh Ciherang termasuk penganan berkategori GL tinggi karena nilai GL kedua penganan tersebut lebih besar dari 20 (University California San Fransisco Diabetes Center 2007). Serat pangan adalah salah satu jenis komponen bahan pangan yang saat ini seringkali digunakan sebagai komponen utama dalam produk –produk pangan khusus bersama dengan zat bioaktif (Ryan 2011). Serat pada bahan pangan terdiri dari serat pangan larut air dan serat pangan tidak larut air, namun keduanya tetap memiliki fungsi kesehatan pada tubuh manusia (Ausman et al 2005; Rong et al

17 1997). Apabila melihat hasil penelitian maka terlihat bahwa total serat pangan pada sampel beras tertinggi terdapat pada beras coklat Ciherang sebesar 1,43% dan pada beras sosoh Cianjur sebesar 0,13%. Hal ini dapat terjadi karena serat pada beras terpusat di bekatul beras, sehingga perlakuan penyosohan sangat berpengaruh terhadap jumlah total serat pangan yang tersedia (Ryan 2011; Fujino 1978; Houston dan Kohler 1970). Serat pangan mampu menghambat obesitas (Murakami et al 2007), diabetes (Hannan et al 2007), penyakit jantung dan penyakit yang berhubungan (Viuda-Martos et al 2010; Trinidad et al 2006), dan kanker kolon (Wakai 2007). Mekanime penghambatan terhadap obesitas dan diabetes oleh serat pangan pada tubuh manusia dapat terjadi melaui pengaturan kecepatan penyerapan zatzat gizi pada usus. Mekanisme ini dapat terjadi karena serat pangan beras coklat bersifat tidak larut air dan didominasi oleh selulosa, hemiselulosa, dan lignin sehingga mampu menciptakan efek perlindungan pada substrat dan mencegah kontak dengan enzim- enzim hidrolitik (Murakami et al 2007; Hannan et al 2007). Serat pangan juga membatasi ketersediaan substrat yang dibutuhkan oleh mikroflora kolon untuk melakukan fermentasi terhadap zat sisa pencernaan yang bersifat karsinogenik sehingga menghindari pembentukan radikal bebas dalam kolon (Fu et al 2014). Mekanisme terkait penghambatan penyakit jantung dan penyakit lain yang terkait jantung adalah kemampuan serat pangan larut air untuk menghambat reabsorpsi garam empedu dari usus ke darah sehingga sekresi garam empedu dari hati meningkat dan menurunkan konsentrasi kolestrol dalam darah (Trinidad et al 2006; Theuwissen dan Mensink 2008), mekanisme ini diikuti dengan penghambatan terhadap produksi lipoprotein dan sintesis kolestrol sehingga menstimulasi sekresi insulin (Lunn dan Buttriss 2007; Theuwissen dan Mensink 2008), pada studi lainnya diungkapkan bahwa pencernaan dan penyerapan terhadap lemak di usus kecil terpengaruh oleh serat pangan yang mampu berinteraksi secara langsung terhadap keaktifan enzim lipase melalui pembentukan koenzim (Klinkensorn dan McClements 2010) dan secara tidak langsung dengan menciptakan lapisan pelindung pada substrat- substrat hasil pencernaan lemak (Mun et al 2006). Mekanisme lainnya adalah melalui penggabungan antara serat pangan dengan very-low-density lipoprotein (VLDL) dan kloromikron yang menyebabkan penyerapan zat makronutrien yang telah tercerna tertahan pada saluran pencernaan (Chen dan Anderson dalam Vahouny dan Kritchevsky 1986; Trinidad et al 2006). Indeks glikemik dapat didefinisikan sebagai nilai yang menggambarkan kecepatan metabolisme karbohidrat dalam tubuh manusia hingga bisa dijadikan sumber energi oleh sel- sel pada tubuh manusia (Glycemic Solutions Clinical Research 2006). Kondisi tersebut dapat digambarkan melalui empat hal, yaitu peningkatan kadar gula dalam darah, jumlah sekresi insulin, enzim lipoprotein lipase, dan aktivitas pankreas (Glycemic Solutions Clinical Research 2006). Definisi lain dari indeks glikemik adalah sebuah area inkremental di bawah kurva kadar gula dalam darah sebagai akibat konsumsi sumber karbohidrat suatu penganan setara 50 gram nilai karbohidrat yang terdapat dalam penganan standar percobaan (Barros dan Valim 2006). Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa nilai indeks glikemik beras coklat Ciherang termasuk pada pangan bernilai indeks glikemik (IG) rendah karena berada pada nilai 37,03; namun beras sosoh Ciherang termasuk produk pangan dengan IG tinggi karena memiliki nilai 73,27

18 (Barros dan Valim 2006; Brand-Miller et al 1996). Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa penyerapan zat- zat gizi dalam tubuh manusia terpengaruh oleh keberadaan serat pangan dan jenis serat pangan pada suatu bahan pangan. Hal ini dapat terjadi karena jenis serat pangan memiliki karakter dan mekanisme yang berbeda dalam menghambat penyerapan zat gizi oleh sel- sel tubuh dan jumlah serat pangan memengaruhi peningkatan atau penurunan kemampuan menyarap zat- zat gizi tersebut berdasarkan kadar ketersediaan serat pangan untuk melakukan sistem tersebut (Murakami et al 2007; Hannan et al 2007). Jadi, nilai indeks glikemik suatu bahan pangan dapat terpengaruh oleh kandungan serat pangan pada bahan pangan tersebut dan hubungan antara nilai indeks glikemik dengan serat pangan juga dipengaruhi oleh jenis dan jumlah serat pangan yang terdapat dalam suatu bahan pangan tersebut. Indeks glikemik merupakan salah satu faktor yang diuji karena menggambarkan kadar gula dalam darah dan bisa dijadikan sebagai dasar prediksi kondisi postprandial hyperglycemia, peningkatan konsentrasi asam lemak bebas dan kolestrol, dan tingkat produksi insulin (Ludwig 2002). Faktor- faktor tersebut sangat penting pada orang- orang pre-diabetes dan penderita diabetes karena dapat memberikan prediksi terhadap kondisi keparahan diabetes yang diderita (Jenkins et al 1987). Ketiga teori tersebut didasarkan pada sistem pengaturan konsumsi gula oleh sel- sel tubuh sebagai sumber energi melalui sistem homeostatis (Wilson et al 1998). Sistem tersebut bekerja dengan baik selama sekresi insulin dalam tubuh berjalan baik (Ludwig 2002). Metode evaluasi terhadap nilai beban glukosa dalam suatu bahan pangan pada tubuh manusia dapat dilakukan pula dengan perhitungan terhadap beban glikemik. Beban glikemik adalah nilai rerata indeks glikemik satu penganan tertentu dikalikan dengan prosentase jumlah energi suatu penganan tertentu setelah kadar karbohidrat dikurangi oleh kadar serat pangan (Ludwig 2002). Beban glikemik perlu juga diperhatikan oleh penderita diabetes karena beban glikemik menghitung berdasarkan jumlah konsumsi suatu penganan tertentu (UCSF Diabetes Center 2007). Berdasarkan hal tersebut maka jumlah konsumsi 80 gram beras coklat yang dilakukan selama pengujian indeks glikemik memberikan nilai GL tinggi terhadap subyek. Berdasarkan hal tersebut konsumsi beras coklat untuk penderita diabetes disarankan berjumlah kurang dari 80 gram atau sejumlah 80 gram namun dikombinasikan dengan penganan dengan nilai IG dan GL rendah (UCSF Diabetes Center 2007). Apabila tubuh manusia sering mengonsumsi penganan dengan nilai IG dan GL tinggi maka kemungkinan menderita diabetes dapat meningkat. Hal ini dikarenakan saat penganan IG dan GL tinggi dikonsumsi kecepatan sel- sel beta pankreas untuk menyekresi insulin akan meningkat agar kadar glukosa dalam darah kembali dalam posisi normal dalam waktu singkat (Ludwig et al 1999), apabila kondisi ini sering terjadi maka sel- sel beta pankreas akan berada pada kondisi tertekan dan bisa menyebabkan kerusakan dalam sistem sekresi insulin. Saat sel- sel beta pankreas rusak maka kemampuan untuk menghasilkan insulin akan menurun dan kadar glukosa dalam darah tidak dapat diatur dan menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan, syaraf, dan peredaran darah (Ludwig 2002). Apabila kondisi ini terjadi maka manusia dapat dikategorikan sebagai penderita diabetes karena kemampuan untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah telah hilang (Ludwig 2002). Oleh karena itu, konsumsi penganan berindeks glikemik dan beban glikemik tinggi harus dihindari untuk menjaga

19 sistem regulatori glukosa dalam darah, dalam kondisi lain konsumsi penganan dengan IG dan GL tinggi dapat dikombinasikan dengan konsumsi penganan dengan IG dan GL rendah agar sistem regulatori glukosa dalam darah tidak bekerja dalam kondisi tertekan (Ludwig et al 1999). Jadi, berdasarkan hasil penelitian dan studi- studi sebelumnya beras coklat yang memiliki kadar serat pangan lebih besar dan nilai IG lebih rendah dari beras sosoh memiliki kemungkinan untuk menjaga kondisi sel tubuh lebih baik, terutama untuk penderita diabetes, karena beras coklat mampu mengatur kecepatan penyerapan glukosa dalam darah berdasarkan kadar kandungan serat pangan yang terkandung.

20

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan keseluruhan data yang telah didapat, terdapat dua simpulan yang bisa ditarik dari penelitian. Pertama, beras coklat terbukti memiliki kandungan gizi yang lebih baik dalam parameter makronutrien dan mikronutrien dibandingkan beras sosoh, simpulan ini ditarik untuk kedua jenis beras. Simpulan kedua yang dapat ditarik adalah beras coklat dapat dijadikan konsumsi oleh para penderita diabetes dan orang- orang yang ingin menjaga kesehatan mereka karena indeks glikemik beras coklat yang berada pada kategori nilai rendah (37,03). Kandungan serat pangan (1,43% dan 1,12%) yang lebih besar juga membantu mempertahankan sifat fungsional beras coklat sebagai alternatif sumber makanan utama masyarakat Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan nilai biologis tanpa meninggalkan aspek keamanan. Saran Hasil penelitian terhadap nilai biologis beras coklat Cianjur dan Ciherang menyarankan kepada orang- orang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka dan penderita diabetes untuk mengonsumsi beras coklat sebagai penganan utama mereka. Hal ini karena beras coklat memiliki nilai gizi, secara makronutrien dan mikronutrien, yang baik. Faktor kapasitas antioksidan, kadar serat pangan, dan nilai indeks glikemik pada beras coklat juga mendukung keperluan para penderita diabetes untuk menjaga kondisi sel- sel tubuh dalam kondisi sehat. Oleh karena itu, beras coklat disarankan untuk dikonsumsi para penderita diabetes dan orangorang yang ingin menjaga kesehatan tubuh mereka.

21

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC]. Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis. 16th ed. Arlington: AOAC. [AOAC]. Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official Method of Analysis of AOAC International 8th Edition. Virginia (US): AOAC International. [AOAC]. Association of Official Analytical Chemists. 2000. Official Methods of Analysis. Wahington DC: AOAC. Ausman LM, Rong N, Nicolosi RJ. Hypocholesterolemic effect of physically refined rice bran oil: studies of cholesterol metabolism and early atherosclerosis in hypercholesterolemic hamsters. J Nutr Biochem. 2005 (16):521–529. [Bappenas]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 20152019. http://www.bappenas.go.id/files/3713/9346/9271/RPJMN_Bidang_Pangan_da n_Pertanian_2015-2019.pdf. (Diakses pada 19 Februari 2015). Bansal D, Bhansali A, Kapil G, Undela K, Tiwari P. Type 2 diabetes and risk of prostate cancer: a meta-analysis of observational studies. Prostate Cancer Prostatic Dis. 2012 (2): 151- 158. Barros S dan Valim MF. Glycemic Index and Glycemic Load as Related to Citrus. Proc Fla State Hort Soc. 2006 (119): 367- 370. Bechtel DB. dan Juliano BO. Formation of protein bodies in the starchy endosperm in rice: a reinvestigation. Ann. Bot. 1980 (45): 503–509 Belitz H-D, Gorsch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and Extended Ed. Berlin: Springer. Ben QW, Xu MJ, Ning XY, Liu J, Hong SY, Huang W, et al. Diabetes mellitus and risk of pancreatic cancer: a meta-analysis of cohort studies. Eur J Cancer. 2011 (47):1928– 1937. Berkeley Heart Lab. 2008. Your Guide to A Health- Healthy Glycemic Index and Glycemic Load. California: Berkeley Lab Heart, Inc. www.bhlinc.com/download/document/216/PT29_Glycemic+Index.pdf. (Diakses pada 03 Februari 2015). Bhat R and Sridhar KR Nutritional quality evaluation of electron beam-irradirated lotus (Nelumbo nucifera) seeds. Food Chemistry. 2008 (107): 174-184. Brand-Miller J, TMS Wolever, K. Foster-Powell, S Colagiuri. 1996. The New Glucose Revolution: The Authoritative Guide to the Glycemic Index-the Dietary Solution for Lifelong Health. New York: Marlowe & Company. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia 01-28911992 Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta: SNI. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&c ad=rja&uact=8&ved=0CD4QFjAE&url=http%3A%2F%2Fpphp.deptan.go.id %2Fxplore%2Ffiles%2FMUTU-STANDARISASI%2 FSTANDARMUTU%2FStandar_nasional%2FSNI_Tph%2FProduk% 2520olahan%2FSNI%252001-2986-1992_dodol.doc&ei=do7XVP

22 SzNNOgugTvsoII&usg=AFQjCNE7xXtsSIvDNi0FhGN8T8jTI0kstQ&sig2=pp5 0PUa9vMAuSbCmxXCahA&bvm=bv.85464276,d.c2E. (Diakses pada 06 Februari 2014). Bouguerra R, Ben Salem L, Chaabouni H, Laadhar L, Essais O, Zitouni M, Haouet S, Ben Slama C, Ben Ammar A, Zouari B, Makni S. Celiac disease in adult patients with type 1 diabetes mellitus in Tunisia. Diabetes Metab. 2005 (31): 83- 86. [CDC]. Centers for Disease Control and Prevention. Healthy Weight –It’s not a Diet, It’s a Lifestyle! http://www.cdc.gov/healthyweight/assessing/ bmi/adult_bmi/. (Diakses pada 20 Maret 2015). Chen WJL dan Anderson JW. Hypocholesterol effects of soluble fiber dalam Dietary Fibre; Basic and Clinical Aspects. 1986. New York: Plenum Press. Czyzyk A dan Szczepanik Z. Diabetes mellitus and cancer. Eur J Int Med. 2000 (11): 245- 252. Danaei G, Finucane MM, Lu Y, Singh GM, Cowan MJ, Paciorek CJ, et al. National, regional, and global trends in fasting plasma glucose and diabetes prevalence since 1980: systematic analysis of health examination surveys and epidemiological studies with 370 country-years and 2,7 million participants. Lancet. 2011 (378): 31– 40. Diabetes Prevention Program Research Group. 10-year follow up diabetes incidence and weight loss in the Diabetes Prevention Program Outcomes Study. Lancet. 2009 (9702): 1677- 1686. Dinkoya-Kostova AT. Phytochemicals as protectors against ultraviolet radiation: versatility of effects and mechanisms. Planta Med. 2008. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18696411?ordinalpos=1&itool=EntrezS ystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_RVDocSum. (Diakses pada 01 Februari 2015). Doolan A, Donaghue K, Fairchild J, Wong M, Williams AJ. Use of HLA typing in diagnosing celiac disease in patients with type 1 diabetes. Diabetes Care. 2005 (28): 806- 809. Efimov A, Sokolova L, Sokolov M. Diabetes mellitus and heart coronary disease. Diabetologia Croatia. 2001 (4): 115- 120. Fennema OR, et al. 1996. Food Chemistry 3rd Edition. New York: Marcel Dekker, Inc. Fu X, Yu X, Cui H. Analysis of antioxidant activity of Chinese brown rice by Fourier- transformed near infrared spectroscopy and chemometrics. Journal of Chemistry (Hindawi Publishing). 2014: 1- 5. Fujino Y. Rice lipids. Cereal Chem. 1978 (55): 559. Glycemic Solution Clinical Research. 2006. Glycemic Index Defined. www.GlycemicIndexTesting.com (Diakses pada 07 Februari 2015). Grant RW, Moore AF, dan Florez JC. Genetic architecture of type 2 diabetes: recent progress and clinical implications. Diabetes Care. 2009; 32 (6): 11071114. Hannan JM, Ali L, Rokeya B, Khaleque J, Akhter M, Flatt PR, Abdel-Wahab YH. Soluble dietary fibre fraction of Trigonella foenum-graecum (fenugreek) seed improves glucose homeostasis in animal models of type 1 and type 2 diabetes by delaying carbohydrate digestion and absorption, and enhancing insulin action. Br J Nutr. 2007 (3), 514- 521.

23 Hansen GE. Indonesia’s green revolution: The abandonment of a non- market strategy toward change. Asian Survey. 1972 (11): 932- 946. Heneman K dan Zidenberg- Cherr S. Nutrition and health info sheet phytochemicals. Publication of University of California. 2008; Publication 8313. http://anrcatalog.ucdavis.edu/. (Diakses pada 01 Februari 2015) Houston DF dan Kohler GO. 1970. Nutritional Properties of Rice. Washington DC : National Academy of science Hu W, Wells JH, Shin, TS, Godbe JS. Comparison of isopropanol and hexane for extraction of vitamin E and oryzanol from stabilized rice bran. Journal of the American Oil Chemists’ Society. 1996 (73): 1653- 1656. Joh HK, Willet WC, Cho E. Type 2 diabetes and the risk of renal cancer in women. Diabetes Care. 2011 (34): 1522- 1526. Jenkins DJ, Wolever TM, Collier GR, et al. Metabolic effects of a low-glycemicindex-diet. Am JClin Nutr. 1987 (46): 968- 975. Juliano BO. A simplified assay for milled rice amylose. Cereal Sci. 1972 (16): 324–326. Kent NL. 1983. Technology of cereals 3rd Ed. New York: Pergamon Press Ltd. Kitahara CM, Platz EA, Freeman LEB, Black A, Hsing AW, Linet MS, et al. Physical activity , diabetes, and thyroid cancer risk: a pooled analysis of five prospective studies. Cancer Causes Control. 2012 (23): 463- 741. Klinkerson U dan McClements DJ. Impact of lipase, bile salts, and polysaccharides on properties and digestibility of tuna oil multilayer emulsions stabilized by lecithin– chitosan. Food Biophys. 2010 (5):73– 81. Lindemann K, Vatten LJ, Ellstrom- Engh M, Eskild A. Body mass, diabetes and smoking, and endometrial cancer risk : a follow-up study. Br J Cancer. 2008 (98): 1582- 1585. Ludwig DS. The glycemic index physiological mechanisms relating to obesity, diabetes, and cardiovascular disease. Journal of American Medical Association. 2002 (18): 2414- 2423. Ludwig DS, Majzoub JA, Al- Zahrani A, Dallal GE, Blanco I, dan Roberts SB. High glycemic index foods, over eating, and obesity. Pediatrics. 1999 (103): E261- E266. Moreno P dan Salvado V. Determination of eight water- and fat-soluble vitamins in multivitamin pharmaceutical formulations by high-performance liquid chromatography. J Chromatogr. A2000 (870): 207- 215 Mori H, Kawabata K, Yoshimi N, et al. Chemopreventive effects of ferulic acid on oral and rice germ on large bowel carcinogenesis. Anti cancer Res. 1999 (19): 3775– 3778. Mun S, Decker EA, Park Y, Weiss J, McClements DJ. Influence of interfacial composition on in vitro digestibility of emulsified lipids: potential mechanism for chitosan’s ability to inhibit fat digestion. Food Biophys. 2006 (1): 21– 29. Murakami K, Sasaki S, Okubo H, Takahashi Y, Hosoi Y, Itabashi M. Dietary fiber intake, dietary glycemic index and load, and body mass index: a crosssectional study of 3931 Japanese women aged 18-20 years. Eur J Clin Nutr. 2007 (61): 986– 995. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Causes of diabetes. NIH Publication. 2014; No. 145164. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&c

24 ad=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fdiabetes.niddk.nih .gov%2Fdm%2Fpubs%2Fcauses%2FCauses_of_Diabetes_508.pdf&ei=Mu7s VLm0GZK_uATC7IGwCg&usg=AFQjCNEbRmGQ0ovQsxodEEJImWefS1LKQ&sig2=FREiweZhLoYcfJmA6xEow&bvm=bv.86475890,d.c2E. (Diakses pada 05 Februari 2015). Pinstrup- Andersen P dan Hazell PBR. The impact of the green revolution and prospects for the future. Food Reviews International. 1985; 1 (1): 1- 25. Ren HB, Yu T, Liu C, Li YQ. Diabetes mellitus and increased risk of biliary tract cancer: systematic review and meta- analysis. Cancer Causes Control. 2011 (22): 837- 847. Resurreccion AP, Juliano BO, dan Tanaka Y. Nutrient content and distribution in milling fractions of rice grain. J Sci Food Agri. 1979 (30): 475– 481. Rong N, Ausman LM, Nicolosi RJ. Oryzanol decreases cholesterol absorption and aortic fatty streaks in hamsters. Lipids. 1997 (32):303 309. Rosniyana A, Rukunudin IH, Shariffah Norin SA. Effects of milling degree on the chemical composition, physicochemical properties and cooking characteristics of brown rice. J Trop Agric and Fd Sc. 2006 (1): 37– 44. Ryan EP. Bioactive food components and health properties of rice bran. Javma. 2011 (238): 593- 600. Vet Med Today: Timely Topics in Nutrition. Saunders, RM. The properties of rice bran as a food stuff. Cereal Foods World. 1990 (35): 632-662. Suwannalert P dan Rattanatchitthawat S. High level of phytophenolics and antioxidant activities in Oryza sativa –unpolished rice in Thai rice strain of Leum Phua. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 2011 (4): 431- 436. Talley NJ, Young L, Bytzer P, Hammer J, Leemon M, Jones M, Horowitz M. Impact of chronic gastrointestinal symptoms in diabetes mellitus on healthrelated quality of life. Am J Gastroenterol. 2001 (96):71- 76. Taniguchi H, Hosoda A, Tsuno T, et al. Preparation of ferulic acid and its application for the synthesis of cancer chemopreventive agents. Anti cancer Res 1999 (19): 3757–3761. Theuwissen E dan Mensink RP. Water-soluble dietary fibers and cardiovascular disease. Physiology & Behavior. 2008 (2), 285–292. Trinidad AG, de la Puerta ML, Fernandez N, et al. Coupling of C3bi to IgG inhibits the tyrosine phosphorylation signaling cascade downstream Syk and reduces cytokine induction in monocytes. J Leukoc Biol. 2006 (79): 1073– 1082. University California San Fransisco Diabetes Center. Glycemic Index and Glycemic Load. http://www.diabetes.ucsf.edu/sites/diabetes.ucsf.edu/files/ PEDS%20Glycemic%20Index.pdf. (Diakses pada 17 Maret 2014). USA Ride Federation. http://www.menurice.com/wp-content/themes/ usarice/dllib/US_Rice-Part2.pdf. (Diakses pada 19 Februari 2014). Wakai K, Date C, Fukui M, Tamakoshi K, Watanabe Y, Hayakawa N, et al. Dietary fiber and risk of colorectal cancer in the Japan collaborative cohort study. Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention. 2007 (16): 668– 675. Webb BD. 1985. Criteria of rice quality in the U.S. In: Juliano. B., ed., Rice: Chemistry and technology. St. Paul, Minnesota: Association of Cereal Chemistry Inc.

25 Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, dan King H. Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004 (27): 1047- 1053. Wilson JD, Foster DW, Kronenberg HM, dan Larsen PR. 1998. Williams Textbook of Endocrinology 9th Ed. Philadelphia, Pa: WB Saunders. Xu Z, Hua N, Godber JS. Antioxidant activity of tocopherols, tocotrienols and ϒoryzanol components from rice bran against cholesterol oxidation accelerated by 2,2-azobis (2-methylpropionamidine) dihydrochloride. J Agric Food Chem. 2001 (49): 2077- 2081. Yuhara H, Steinmaus C, Cohen SE, Corley DA, Tei Y, Buffler PA. Is diabetes mellitus and independent risk factor for colon cancer or rectal cancer? Am J Gastroenterol. 2011 (106): 1911- 1921. Viuda- Martos M, Lopez- Marcos MC, Fernandez- Lopez J, Sandra E, LopezVargas JH, Perez- Alvarez JA. Role of fiber in cardiovascular diseases: a review. Comperehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 2010 (9): 240- 258.

26

LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Analisis Indeks Glikemik Beras Coklat dan Sosoh Ciherang

Kadar Glukosa dalam Darah untuk Standar (Glukosa 50 gram) Kadar Glukosa dalam Darah/ Waktu (Menit) Panelis 0 30 60 90 120 A 71 104 118 102 98 B 68 99 115 101 98 C 52 139 135 127 111 D 79 121 123 109 95 E 92 111 125 112 99 F 88 114 120 104 100 G 73 108 119 105 99 H 76 102 113 100 93 I 80 110 122 107 98 J 78 106 118 106 99

Kadar Glukosa dalam Darah untuk Beras Coklat Ciherang Waktu (Menit) Panelis 0 30 60 90 120 A 58 68 74 78 77 B 61 66 69 73 73 C 71 75 80 83 82 D 58 63 67 71 70 E 55 59 64 69 70 F 62 69 78 82 82 G 61 68 74 79 79 H 59 72 75 83 81 I 63 73 77 81 80 J 70 77 79 84 83

27

Kadar Glukosa dalam Darah untuk Beras Sosoh Ciherang Waktu (Menit) Panelis 0 30 60 90 120 A 60 75 90 92 85 B 57 70 83 86 83 C 63 73 88 89 88 D 68 81 93 97 93 E 65 80 90 94 90 F 59 73 85 92 91 G 70 92 101 103 100 H 61 70 81 90 89 I 64 79 90 95 95 J 69 83 95 100 100

Kurva Perbandingan IUAC Kadar Gula dalam Darah antar Sampel

28 Lampiran 2 Hasil Analisis ANOVA Analisis Proksimat Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar air Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 1448,936a 4 362,234 53378,895 perlakuan 1448,936 4 362,234 53378,895 Error ,027 4 ,007 Total 1448,964 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Kadar Air Duncan perlakuan

N

Subset 2

1 3 sosoh cianjur 2 12,740750 coklat cianjur 2 13,189800 coklat ciherang 2 13,413850 sosoh ciherang 2 14,430500 Sig. 1,000 ,053 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,007. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

Sig. ,000 ,000

29

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar abu Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 10,007a 4 2,502 2553,969 perlakuan 10,007 4 2,502 2553,969 Error ,004 4 ,001 Total 10,011 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = ,999)

Kadar Abu Duncan perlakuan

N

Subset 2

1 3 sosoh cianjur 2 ,479800 sosoh ciherang 2 ,523150 coklat ciherang 2 1,380300 coklat cianjur 2 1,610650 Sig. ,238 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

Sig. ,000 ,000

30

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar protein Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 647,154a 4 161,789 39238,947 perlakuan 647,154 4 161,789 39238,947 Error ,016 4 ,004 Total 647,171 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Sig. ,000 ,000

Kadar Protein Duncan perlakuan

N

Subset

1 2 3 4 coklat ciherang 2 6,748150 sosoh cianjur 2 9,020000 sosoh ciherang 2 9,651350 coklat cianjur 2 10,175000 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,004. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

31

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar lemak Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 23,012a 4 5,753 7870,125 perlakuan 23,012 4 5,753 7870,125 Error ,003 4 ,001 Total 23,015 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Kadar Lemak Duncan perlakuan

N

Subset 2

1 3 sosoh cianjur 2 ,630000 sosoh ciherang 2 ,700800 coklat cianjur 2 2,260000 coklat ciherang 2 2,347450 Sig. ,059 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

Sig. ,000 ,000

32

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar karbohidrat Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 45293,874a 4 11323,469 778003,442 perlakuan 45293,874 4 11323,469 778003,442 Error ,058 4 ,015 Total 45293,933 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Sig. ,000 ,000

Kadar Karbohidrat Duncan perlakuan

N

Subset

1 2 3 4 sosoh cianjur 2 72,852250 sosoh ciherang 2 74,698700 coklat ciherang 2 76,110250 coklat cianjur 2 77,245200 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,015. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

33 Lampiran 3 Hasil Analisis ANOVA Kadar Total Fenol dan Kapasitas Antioksidan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kadar total fenol Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Corrected 948.229a 3 316.076 43596.715 Model Intercept 4547.718 1 4547.718 627271.510 perlakuan 948.229 3 316.076 43596.715 Error .029 4 .007 Total 5495.976 8 Corrected Total 948.258 7

Sig. .000 .000 .000

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Kadar Total Fenol Duncan perlakuan

N

Subset

1 2 3 4 sosoh ciherang 2 6.070000 sosoh cianjur 2 23.940000 coklat cianjur 2 31.670000 coklat ciherang 2 33.690000 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .007. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.

34

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: kapasitas antioksidan Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 389,610a 4 97,403 194,805 perlakuan 389,610 4 97,402 194,805 Error 2,000 4 ,500 Total 391,610 8 a. R Squared = ,995 (Adjusted R Squared = ,990) Kapasitas Antioksidan Duncan perlakuan

N

Subset 2

1 3 sosoh ciherang 2 2,750000 sosoh cianjur 2 3,800000 coklat cianjur 2 6,800000 coklat ciherang 2 11,250000 Sig. ,212 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,500. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

Sig. ,000 ,000

35 Lampiran 4 Hasil Analisis ANOVA Kadar Serat Pangan Beras Coklat dan Sosoh Ciherang serta Cianjur Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: serat pangan Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 6,726a 4 1,682 30288,445 perlakuan 6,726 4 1,682 30288,445 Error ,000 4 5,552E-005 Total 6,726 8 a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)

Sig. ,000 ,000

Serat Pangan Duncan perlakuan

N

Subset

1 2 3 4 sosoh cianjur 2 ,132550 sosoh ciherang 2 ,153500 coklat cianjur 2 1,123900 coklat ciherang 2 1,434850 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 5,552E-005. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = ,05.

36

RIWAYAT HIDUP Selamat menikmati! Pertama, perkenankan penulis untuk memperkenalkan diri, penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dengan nama Muhammad As’ad. Penulis adalah anak dari seorang pekerja keras bernama Karim Atmadi, dan seorang ibu rumah tangga bernama Badriatul Qomariyah. Penulis lahir di Jakarta, 12 Juli 1993 dan besar di pinggiran Ibu Kota Indonesia selama belasan tahun walau pada beberapa waktunya berkesempatan untuk tinggal di kota- kota lain di Indonesia. Selanjutnya, penulis adalah mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor angkatan 2010. Kedua, selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis tetap berkesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan non- akademik untuk mendukung kegiatan akademik penulis. Beberapa kegiatan non- akademik tersebut adalah, ikut serta dalam membangun keluarga Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta IPB sebagai ketua pada periode 2012/ 2013, mendukung teman- teman Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia sebagai Koordinator Wilayah Jabodetabek pada tahun 2011/ 2013, dan turut serta mengembangkan diri dalam hangatnya keluarga besar penerima beasiswa Yayasan Goodwill International. Ketiga hal tersebut adalah kegiatan non- akademik penulis selama belajar di Institut Pertanian Bogor, dan telah sangat berpengaruh dalam beberapa tahun belakangan di kehidupan penulis. Belajar adalah sebuah kegiatan kontinyu di manapun dan kapanpun, maka penulis juga tetap berkesempatan untuk mengikuti kegiatan lainnya yang merupakan hobi penulis, seperti bergabung dalam komunitas fotografi, kegiatan olah raga, dan komunitas pendukung klub sepak bola, AC Milan. Penulis juga seorang yang percaya bahwa pengalaman adalah guru terbaik, oleh karena itu melakukan perjalanan berkeliling dan belajar dari alam dan sekitarnya juga merupakan kegiatan terpenting yang selalu ada dalam agenda kegiatan penulis. Penulis juga memiliki beberapa capaian dalam kompetisi dan mendapatkan beasiswa internasional, yaitu memenagkan National Student Paper Competition pada tahun 2013, PKM-Penelitian tahun 2012, dan menjadi salah satu penerima pertama beasiswa AIMS-Japan dari Dikti untuk berkuliah di Ibaraki University, Jepang pada tahun 2014. Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga riwayat ini berkenan di hati para akademisi, dan yang terpenting semoga skripsi ini bermanfaat untuk khalayak. Salam hangat! If today were the last day of your life, would you want to do what you are about to do today? –Steve Jobs