FAKTOR PRODUKSI KAKAO

Download 6 Feb 2014 ... FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO PADA. PERKEBUNAN RAKYAT DI BALI: PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER. Jemmy Rina...

0 downloads 482 Views 368KB Size
SEPA : Vol. 10 No.1 September 2013 : 47 – 54

ISSN : 1829-9946

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO PADA PERKEBUNAN RAKYAT DI BALI: PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER Jemmy Rinaldi1), Anna Fariyanti2) dan Siti Jahroh2) 1)

2)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB E-mail: [email protected]

Abstract: Cocoa is one of the export commodity of plantation subsector which is a national commodity. Cocoa planting area development in the past 10 years has been increasing rapidly, however it was not followed by development in production. Most of the cocoa planting area was cultivated by smallholder. The low level of cocoa productivity was due to the use of production inputs which was not following the recommendation. The purpose of this study was to: (1) analyze the factors that influence the production of cocoa beans in Bali, and (2) analyze the factors that influence production inefficiency of cocoa at smallholder level. This study was held in Tabanan from July to August 2012, since this area is a cocoa production center in Bali. Type of data collected was primary data which was obtained by survey method using questionnaires. The respondents of this study were 100 cocoa farmers, which were divided into 40 cocoa farmers without fermentation process and 60 farmers with fermentation process. Data were analyzed with the stochastic frontier approach using frontier 4.1 analysis tool. The results showed that factors which positively influenced on the increase of cocoa production were labor, pesticides and land. On the other hand, factors which negatively influenced were plant age, the amount of cultivated land plot and application of fermentation technology . Keywords: efficiency, inefficiency, production, stochastic frontier, cocoa kakao di Indonesia dikelola oleh perkebunan rakyat. Perkembangan areal tanam kakao ternyata tidak diikuti dengan peningkatan produksi yang sejalan dengan peningkatan luas areal. Hal ini terlihat pada produksi kakao perkebunan rakyat yang pada tahun 2003 sebesar 634.877 ton dengan luas areal tanam 861.099 hektar meningkat hanya 773.707 ton dengan luas areal sebesar 1.555.596 hektar di tahun 2010 (Ditjenbun, 2010). Jika dilihat dari luas areal tanam kakao perkebunan rakyat tersebut, terjadi peningkatan yang hampir 100% tetapi produksi yang dihasilkan perkebunan rakyat tidak lebih dari 30%. Hal ini berarti produktivitas kakao yang diusahakan perkebunan rakyat mengalami penurunan selama satu dekade. Pengembangan kakao di Indonesia tidak lepas dari berbagai masalah yang dijumpai dari sektor hulu hingga hilir. Beberapa masalah di sektor hulu antara lain produktivitas tanaman masih rendah, serta

PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor dari subsektor perkebunan yang merupakan komoditas unggulan nasional, dimana pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 komoditas ini memberikan sumbangan devisa keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa. Namun pada tahun 2008 komoditas kakao naik pada peringkat ketiga setelah kelapa sawit dan karet yaitu sebesar US$ 1,413 milyar tahun 2009 (Ditjenbun, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kakao sebagai salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan devisa negara yang besar. Berdasarkan luas areal tanam, kakao merupakan komoditas perkebunan tertinggi keempat setelah kelapa sawit, kelapa dan karet. Tahun 2000 luas areal kakao di Indonesia hanya sebesar 749.917 hektar dan terus meningkat hingga tahun 2010 menjadi sebesar 1.651.539 hektar. Sebagian besar luas areal

47

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... adanya serangan hama dan penyakit. Sedangkan permasalahan di sektor hilir sebagian besar disebabkan karena tingginya kandungan biji yang tidak difermentasi sehingga biji kakao Indonesia dikenakan automatic detention untuk pasar Amerika. Besarnya potongan harga akibat masalah tersebut pada tahun 2005 mencapai US$250/ton (Askindo, 2005). Dominasi rendahnya mutu kakao juga menyebabkan banyak industri cokelat dalam negeri kesulitan mendapatkan biji kakao yang memiliki citarasa baik. Widyatomo dan Mulato (2008) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan citarasa kakao yang baik harus melakukan proses pengolahan biji kakao dengan fermentasi. Fermentasi bertujuan untuk membentuk citarasa khas cokelat dan mengurangi rasa pahit serta sepat yang ada di dalam biji kakao (Rohan, 1963; Wahyudi, 1988; Clapperton, 1994; Widyotomo et al., 2001). Produktivitas kakao di Provinsi Bali sebesar 772,63 kg/ha, masih di bawah rata-rata produktivitas tanaman kakao nasional. Kabupaten Tabanan merupakan salah satu sentra kakao di Provinsi Bali. Pada tahun 2009, luas areal kakao di Kabupaten Tabanan mencapai 5.064 hektar (terluas di Bali) dengan produksi 2.469 ton, namun produktivitasnya hanya 720 kg/ha, di bawah rata-rata untuk Bali yaitu sebesar 773 kg/ha. Dengan demikian, permasalahan yang dihadapi adalah rendahnya produksi kakao di tingkat perkebunan rakyat dan rendahnya kualitas mutu biji karena tidak melalui proses fermentasi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kakao pada perkebunan rakyat, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi kakao pada perkebunan rakyat. METODE PENELITIAN

petani kakao tertinggi di Provinsi Bali yaitu sebesar 23.938 KK pada tahun 2010 dan (3) Desa Mundeh Kauh merupakan salah satu desa di Kabupaten Tabanan yang telah menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka, bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden/petani kakao menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait serta hasil penelitian yang berkaitan langsung dengan topik penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara pengambilan contoh acak kelompok (stratified random sampling) yaitu kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi. Berdasarkan populasi sebanyak 475 KK, sampel petani yang akan dijadikan contoh sebanyak 100 responden yaitu kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi sebanyak 60 responden dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi sebanyak 40 responden. Metode analisis yang digunakan adalah model ekonometrika untuk menduga hubungan antar variabel tak bebas dari suatu fungsi produksi dalam usahatani kakao. Beberapa faktor yang mendasari pemilihan suatu model adalah: (1) tingkat kesesuaian dan kecocokan model (goodness of fit), (2) layak tidaknya parameter dugaan, dan (3) hasil pengujian (uji t) parameter dugaan (Koutsoyiannis, 1977; Intriligator, 1978). Analisis produksi menggunakan model fungsi produksi Stochastic Frontier CobbDouglas. Adapun model penduga fungsi produksi, dilakukan pada kedua kelompok responden yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi adalah sebagai berikut:

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mundeh Kauh, Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada bulan Juli-Agustus 2012. Penentuan lokasi secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan: (1) Tabanan merupakan daerah dengan luas areal tanaman kakao terbesar yaitu 5.064 hektar dari 12.796 hektar kakao di Provinsi Bali, (2) Tabanan merupakan kabupaten yang memiliki jumlah

LnY = Lnβ0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + β6LnX6 + β7LnX7 + vi - ui ..…………..……... (1) dimana: Y = Produksi biji kakao kering (kg) β0 = Konstanta X1 = Tenaga kerja (HOK) X2 = Pupuk N (kg) X3 = Pupuk P (kg)

48

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... X4 X5 X6 X7 vi - ui βi

Nilai koefisien yang diharapkan adalah : δ 1, δ2, δ3, δ4, δ5, δ6 < 0. Agar diperoleh persamaan fungsi produksi potensial maka dilakukan estimasi terhadap fungsi produksi frontier usahatani kakao. Dalam penelitian ini digunakan fungsi produksi frontier stokastik (stochastic frontier production function) untuk menganalisis efisiensi. Model frontier seperti translog model dapat diestimasi dengan menggunakan MLE (Maximum Likelihood Estimastion).

= Pupuk K (kg) = Pestisida (liter) = Luas lahan (ha) = Umur tanaman (tahun) = Error term (ui) efek inefisiensi teknis model = Koefisien parameter penduga, dimana i = 1,2,3, … n

Nilai koefisien yang diharapkan : β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, β 6, β 7 > 0. Sedangkan penentu nilai parameter distribusi efek inefisiensi teknis pada penelitian ini dibangun dengan model sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden, Penggunaan Input

ui = δ0 + δ1Z1 + δ2Z2 + δ3Z3 + δ4 Z4 + δ5Z5 + δ6Z6 + w1it …………..………………....... (2)

Produksi dan

Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman berusahatani kakao, dan jumlah persil. Hasil uji beda dari keempat variabel tersebut rata-rata umur responden, pendidikan responden, pengalaman responden dalam berusahatani kakao dan jumlah persil yang diusahakan antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa umur petani responden pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 45,13 tahun lebih besar dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 43,03 tahun. Artinya sebagian besar responden dari kedua kelompok tersebut berada pada usia produktif.

dimana: ui = Efek inefisiensi teknis δ 0 = Konstanta Z1 = Umur responden (tahun) Z2 = Tingkat pendidikan formal responden (tahun) Z3 = Pengalaman usahatani kakao (tahun) Z4 = Jumlah persil yang diusahakan (persil) Z5 = Dummy status kepemilikan lahan (1= milik sendiri, dan 0 = milik orang lain) Z6 = Dummy status penerapan teknologi fermentasi (1 = difermentasi, dan 0 = tidak difermentasi) wit = Error term δ i = Koefisien parameter penduga, dimana i = 1,2,3, … n

Tabel 1. Uji Beda Faktor Inefisiensi Produksi Kakao antara Kelompok yang Menerapkan Teknologi Fermentasi dengan Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Th 2012

1. 2. 3. 4.

Rata-rata

Variabel Inefisiensi

No.

Fermentasi

Umur Responden (Thn) Pendidikan Responden (Thn) Pengalaman usahatani kakao (Thn) Jumlah persil yang diusahakan (persil)

Keterangan: * ** ***

45,13 7,15 20,42 1,95

= berbeda nyata pada taraf α 10% = berbeda nyata pada taraf α 5% = berbeda nyata pada taraf α 1%

49

Tidak Fermentasi 43,03 7,35 20,40 2,00

t-hitung 1,032 -0,293 0,013 -0,297

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... Sedangkan rata-rata tingkat pendidikan responden pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 7,15 tahun lebih kecil dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 7,35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden hanya mengenyam pendidikan formal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar (SD). Berdasarkan rata-rata pengalaman berusahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 20,42 tahun lebih besar dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 20,40 tahun. Artinya terlihat bahwa sebagian besar petani sudah berpengalaman dalam berusahatani kakao. Sedangkan rata-rata jumlah persil yang diusahakan dalam usahatani kakao pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yaitu 1,95 persil lebih kecil dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi yaitu 2,00 persil. Artinya sebagian besar petani dari kedua kelompok tersebut memiliki 2 persil lahan yang diusahakan untuk tanaman kakao. Penggunaan input produksi dan produksi yang dihasilkan petani terkadang berbeda antara petani satu dengan yang lainnya. Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok petani yang berbeda dalam penerapan teknologi yaitu teknologi pengolahan biji kakao dengan difermentasi dan tidak difermentasi. Uji beda penggunaan input

produksi dan produksi biji kakao antara kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi pada biji kakao terdiri dari tujuh variabel yaitu: produksi, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida, dan umur tanaman kakao. Berdasar hasil uji beda dari ketujuh variabel tersebut hanya penggunaan input pestisida yang berbeda nyata antara kedua kelompok tersebut yang berbeda pada taraf α sebesar 1% (Tabel 2). Berdasarkan Tabel 2, rata-rata produksi per hektar yang dihasilkan kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi sebesar 301,13 kg dan kelompok yang tidak menerapkan teknologi fermentasi sebesar 325,55 kg. Rendahnya produksi yang dihasilkan oleh kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi disebabkan tingginya kehilangan hasil yang yang diperoleh pada saat penjemuran biji kakao yang diduga karena proses fermentasi. Hasil uji beda produksi dari kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata. Penggunaan input produksi antara kelompok yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi terdiri dari tujuh variabel yaitu: tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida, luas lahan dan umur tanaman kakao. Hasil uji beda dari ketujuh variabel tersebut hanya penggunaan input pestisida yang berbeda nyata antara kedua kelompok pada taraf α sebesar 5%. Keenam variabel lainnya

Tabel 2. Uji Beda Penggunaan Input Produksi dan Produksi Kakao per Hektar antara Kelompok yang Menerapkan Teknologi Fermentasi dengan Tidak Menerapkan Teknologi Fermentasi di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012

No.

Variabel Input – Output

Rata-rata Fermentasi

Produksi (kg) 301,13 1. Tenaga kerja (HOK) 26,61 2. Pupuk N (kg) 117,74 3. Pupuk P (kg) 61,41 4. Pupuk K (kg) 60,61 5. Pestisida (liter) 4,47 6. Umur tanaman (Thn) 21,62 7. Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf α 10% ** = berbeda nyata pada taraf α 5% *** = berbeda nyata pada taraf α 1%

50

Tidak Fermentasi 325,55 26,48 118,59 62,19 60,76 8,18 21,30

t-hitung -1,376 0,081 -0,138 -0,177 -0,036 -5,035 0,563

***

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... yaitu tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, luas lahan garapan dan umur tanaman antara kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi dan tidak menerapkan teknologi fermentasi tidak berbeda nyata. Penggunaan input pestisida per hektar pada kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi yang dihasilkan nilai rata-rata sebesar 4,47 liter lebih kecil dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi diperoleh nilai rata-rata per hektar sebesar 8,18 liter. Hal ini diduga tingkat serangan hama dan penyakit pada kelompok petani yang tidak menerapkan teknologi fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok petani yang menerapkan teknologi fermentasi. Faktor Kakao

yang

Mempengaruhi

berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10% dan berpengaruh positif terhadap produksi. Penggunaan pupuk N, pupuk P dan pupuk K tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kakao (Tabel 3). Hasil pendugaan dari curahan tenaga kerja diperoleh nilai koefisien sebesar 0,85. Angka ini menunjukkan bahwa penambahan sebesar 1 persen tenaga kerja (dimana input lainnya tetap), dapat meningkatkan produksi kakao dengan tambahan produksi sebesar 0,85 persen. Tenaga kerja paling responsif dibandingkan variabel lainnya karena memiliki koefisien yang paling besar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa input tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi kakao (Bafadal, 2000; Slameto, 2003; Tumanggor, 2009). Implikasinya adalah jika petani kakao ingin meningkatkan produksi kakao, maka curahan tenaga kerja terutama pemeliharaan tanaman seperti pemangkasan cabang tanaman yang tidak produktif perlu ditingkatkan dan dilakukan secara intensif agar tingkat kelembaban udara tidak terlalu tinggi serta masuknya sinar matahari pada lahan kebun kakao. Hal ini disebabkan keadaan tanaman kakao saat ini banyak terserang hama dan penyakit yang diduga karena tingkat kelembaban udara yang tinggi. Umur tanaman diduga berpengaruh nyata dengan nilai koefisien diperoleh sebesar 0,22. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penambahan sebesar 1 persen umur tanaman, maka akan mengurangi produksi kakao sebesar 0,22 persen. Artinya, jika petani bertahan dengan tanaman kakao yang saat ini

Produksi

Hasil pendugaan dengan model stochastic frontier menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari petani responden pada tingkat teknologi yang ada. Pendugaan dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimate (MLE). Dari tujuh variabel yang diduga relevan, variabel-variabel yang nyata berpengaruh terhadap produksi petani responden adalah: tenaga kerja, pestisida, luas lahan dan umur tanaman. Curahan tenaga kerja dan umur tanaman berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 1%. Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi, sedangkan umur tanaman berpengaruh negatif terhadap produksi. Penggunaan pestisida berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 5% dan berpengaruh positif terhadap produksi. Sedangkan luas lahan Tabel 3.

Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Maksimum Likelihood Estimate (MLE) pada Perkebunan Rakyat di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012

Parameter β0 β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 Keterangan: * ** ***

Variabel

Koefisien

Konstanta 2,96625 Tenaga kerja 0,85147 Pupuk N 0,17529 Pupuk P 0,08620 Pupuk K 0,14209 Pestisida 0,05420 Luas lahan 0,07129 Umur tanaman -0,22138 = berpengaruh nyata pada taraf α 10% = berpengaruh nyata pada taraf α 5% = berpengaruh nyata pada taraf α 1%

51

Standard-error 0,30302 0,06642 0,12008 0,19187 0,21110 0,02542 0,04081 0,07028

t-ratio 9,78896 12,81937 1,45981 0,44929 0,67312 2,13234 1,74707 -3,14990

***

** * ***

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... diusahakan, maka produksi kakao akan semakin berkurang dan pendapatan petani dari komoditas kakao akan semakin kecil. Berbeda dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa umur tanaman berpengaruh positif terhadap produksi kakao (Slameto, 2003; Tumanggor, 2009). Hal ini disebabkan karena umur tanaman kakao yang diusahakan saat ini sudah tua dengan rata-rata umur tanaman kakao 22 tahun yaitu berada diatas usia tanaman kakao paling produktif adalah 13-19 tahun (Wahyudi et al., 2009). Implikasinya adalah, jika petani ingin meningkatkan produksi kakao, perlu dilakukan peremajaan tanaman yang dimiliki atau merehabilitasi tanaman kakao. Penggunaan pestisida diduga berpengaruh nyata dengan nilai koefisien sebesar 0,05. Artinya, setiap penambahan 1 % penggunaan pestisida, dapat meningkatkan produksi kakao sebesar 0,05 persen. Sejalan dengan hasil penelitian lain yang menyatakan penggunaan pestisida berpengaruh terhadap produksi kakao (Bafadal, 2000; Slameto, 2003; Tumanggor, 2009). Implikasinya jika petani ingin meningkatan produksi kakao, penggunaan pestisida perlu dilakukan dan ditingkatkan karena tingginya tingkat serangan hama dan penyakit penggerek buah kakao (PBK) dan busuk buah kakao (BBK). Luas lahan diduga berpengaruh nyata dengan nilai koefisien sebesar 0,07. Artinya penambahan sebesar 1 persen lahan dimana input lain tetap, dapat meningkatkan produksi sebesar 0,07 persen. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi kakao (Slameto, 2003; Tumanggor, 2009). Implikasinya adalah jika petani ingin meningkatkan produksi kakao, maka luas lahan yang diusahakan petani harus ditingkatkan atau mengganti tanaman lain yang diusahakan selain kakao seperti kopi, kelapa dan cengkeh. Fakta yang terjadi di lapangan petani kakao selain mengusahakan komoditas kakao sebagai komoditas utama, juga mengusahakan komoditas perkebunan lain dengan pola tumpang sari. Hal ini diduga bahwa produksi kakao yang selama ini menurun disebabkan karena padatnya jumlah tanaman yang diusahakan dalam satu areal lahan. Selain itu kepadatan tanaman dalam satu areal lahan diduga juga menyebabkan tanaman kakao terserang hama dan penyakit seperti penggerek

buah kakao (PBK) dan busuk buah kakao (BBK) karena tingginya kelembaban udara. Faktor Inefisiensi Produksi Kakao Fungsi inefisiensi teknis dalam penelitian ini digunakan enam variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi produksi kakao. Dari keenam variabel inefisiensi teknis yang diamati, hanya dua variabel yang berpengaruh nyata yaitu jumlah persil dan dummy fermentasi yang berpengaruh nyata pada taraf α sebesar 10%. Sedangkan umur dan pendidikan responden, pengalaman dalam berusahatani kakao serta status kepemilikan lahan yang diusahakan tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis (Tabel 4). Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien karena menghasilkan nilai yang lebih besar dari 0,70 sebagai batas efisiensi (Coelli, 1998). Hal ini dikarenakan Kabupaten Tabanan merupakan sentra produksi kakao di Provinsi Bali sehingga menghasilkan efisiensi rata-rata sebesar 91,20 persen. Selain itu usahatani kakao di Kabupaten Tabanan sudah efisien dan mendekati frontiernya karena daerah ini sebagai sentra produksi kakao di Bali. Jumlah persil berpengaruh nyata dalam inefisiensi produksi dengan nilai koefisien bertanda positif yaitu sebesar 0,23. Artinya bahwa semakin banyak jumlah persil lahan kakao yang diusahakan, maka inefisiensi semakin meningkat atau semakin banyak jumlah persil yang diusahakan petani, maka usahatani kakao yang dilakukan petani semakin tidak efisien. Semakin banyak jumlah persil yang diusahakan petani kakao maka pengelolaan menjadi lebih sulit dalam pemeliharaan dan pengawasan tanaman karena jarak persil yang berjauhan serta keadaan topografi wilayah yang curam karena berada dalam wilayah pegunungan. Berdasarkan status pengolahan biji kakao, variabel dummy fermentasi berpengaruh nyata dengan nilai koefisien sebesar 0,35. Artinya petani yang menerapkan teknologi fermentasi memiliki inefisiensi yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena adanya kehilangan hasil yang lebih besar pada petani yang menerapkan teknologi fermentasi dibandingkan dengan kelompok petani yang tidak menerapkannya.

52

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... Tabel 4.

Pendugaan Fungsi Inefisiensi Produksi Kakao dengan Frontier pada Perkebunan Rakyat di Kabupaten Tabanan, Bali Tahun 2012

Parameter

Variabel

Koefisien

δ0 Konstanta 2,96625 δ1 Umur responden -0,00690 δ2 Pendidikan responden -0,03185 δ3 Pengalaman usaha -0,01107 δ4 Jumlah persil 0,22582 δ5 Dummy Status lahan -0,12735 δ6 Dummy Fermentasi 0,34822 sigma-square 0,03313 Gamma 0,88326 Log Likelihood function LR test of the one-side error mean efficiency Keterangan: * = berpengaruh nyata pada taraf α 10% ** = berpengaruh nyata pada taraf α 5% *** = berpengaruh nyata pada taraf α 1%

Standarderror 0,30302 0,00955 0,02108 0,01455 0,11807 0,14998 0,19735 0,01620 0,08395 92,24777 29,56750 0,91202

t-ratio 9,78896 -0,72226 -1,51066 -0,76081 1,91260 -0,84911 1,76442 2,04545 10,05208

Temu Teknis Agroindustri Jember 27 September 2005.

SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Faktor yang mempengaruhi produksi dan berpengaruh positif adalah tenaga kerja, pestisida dan luas lahan. Sedangkan faktor yang berpengaruh negatif yaitu umur tanaman. Variabel yang paling responsif adalah tenaga kerja. Artinya masih ada peluang untuk meningkatkan produksi kakao dengan upaya meningkatkan curahan tenaga kerja untuk pemeliharaan tanaman. (2) Faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi yaitu jumlah persil dan dummy fermentasi. Peningkatkan produksi kakao di Kabupaten Tabanan dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu: (1) Petani agar meningkatkan curahan tenaga kerja dalam pemeliharaan tanaman kakao seperti melakukan pemangkasan. (2) Pemerintah daerah Kabupaten Tabanan melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan memfasilitasi petani dalam usaha rehabilitasi dan peremajaan kakao seperti dengan menyiapkan tenaga pendamping, bibit dan sarana lain yang dibutuhkan.

* *

Kakao,

Bafadal, A. 2000. Analisis Produksi dan Respon Penawaran Kakao Rakyat di Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Clapperton, J.F. 1994. A Review of Research to Identify The Origins of Cocoa Flavor Characteristics. Cocoa Grower’s Bull., 48, 7-16. Coelli, T., D. S. P. Rao and G. E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publishers, Boston. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011, Kakao. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Intriligator, M.D. 1978. Econometric Models, Techniques and Applications. PrenticeHall, Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.

DAFTAR PUSTAKA

Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics, second edition. The Macmillan Press Limited. United Kingdom.

Asosiasi Kakao Indonesia. 2005. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia di Pasaran Dunia Sampai Dengan 2010.

Rohan, T.A. 1963. Processing of Raw Cocoa for The Market. FAO. Rome. 163p.

53

Jemmy R., Anna F., Siti Jahroh : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Kakao ... Slameto. 2003. Analisis Produksi, Penawaran dan Pemasaran Kakao di Daerah Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan Lampung. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Cetakan Kedua. Penebar Swadaya. Jakarta. Widyotomo, S., S. Mulato dan Yusianto. 2001. Karakteristik Biji Kakao Kering Hasil Pengolahan dengan Metode Fermentasi dalam Karung Plastik. Pelita Perkebunan, 17, 72-86. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Tumanggor, D.S. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Cokelat di Kabupaten Dairi. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Widyotomo, S. dan Mulato, S. 2008. Teknologi Fermentasi dan Diversifikasi Pulpa Kakao Menjadi Produk yang Bermutu dan Bernilai Tambah. Review Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 24(1), 65-82, 2008. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

Wahyudi, T. 1988. Perisa Kakao dan Komponen-komponennya. Pelita Perkebunan, 4, 106-110. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. Wahyudi, T., T.R. Panggabean dan Pujianto. 2009. Panduan Lengkap Kakao,

54