FERMENTASI FED-BATCH PADA PRODUKSI PLASTIK MUDAH TERURAI POLI(3

Download Proses fermentasi secara fed-batch dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi plastik ... Jadi kajian fermentasi secara fermentasi...

0 downloads 390 Views 346KB Size
Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 256-264, 2003

FERMENTASI FED-BATCH PADA PRODUKSI PLASTIK MUDAH TERURAI POLI(3-HIDROKSIBUTIRAT) DARI ASAM OLEAT FED-BATCH FERMENTATION ON PRODUCTION OF A BIODEGRADABLE PLASTIC POLY(3-HYROXYBUTYRATE) FROM OLEIC ACID Akmal Djamaan *, Mohammed Isa Abdul Majid ** dan Mohd. Azizan Mohd. Noor *** * Jurusan Farmasi FMIPA, Universitas Andalas, Padang, Indonesia ** Pusat Racun Negara, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia *** Pusat Pengajian Sains Kajihayat, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia ABSTRAK Proses fermentasi secara fed-batch dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi plastik mudah lupus poli(3-hidroksibutirat) dari bahan dasar asam oleat menggunakan bakteri Erwinia sp. USMI20. Fermentasi dijalankan di dalam labu Erlenmeyer dengan berkapasitas 500 ml pada alat incubator rotary shaker suhu 30 oC, agitasi 200 rpm selama 60 jam. Pada awal pengkulturan di dalam medium fermentasi diberikan asam oleat sebanyak 5 g/l, sedangkan substrat asam oleat diberikan secara berulang sebanyak 2,5 g/l pada jam ke-30, 42 dan 54 setelah inkubasi. Pengambilan cuplikan dilakukan setiap 4 jam hingga jam ke-18 dan diikuti setiap 6 jam hingga jam ke-66. Pengamatan dilakukan terhadap kenaikan biomassa sel yang terbentuk, kandungan polimer, konsentrasi polimer dan jumlah asam oleat serta ammonium tersisa di dalam cairan fermentasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan metode fed-batch, Erwinia sp. USMI-20 dapat menghasilkan P(3HB) dengan kandungan polimer maksimum 52 % dari berat kering selnya, konsentrasi polimer 2,8 g/l, berat kering sel 5,4 g/l. Kata Kunci : Fed-batch, plastik mudah lupus, poli(3-hidroksibutirat, asam oleat). ABSTRACT A fed-batch fermentation with a purpose to increase the production of biodegradable plastic poly(3hydroxybutyrate), P(3HB), from oleic acid by Erwinia sp. USMI-20 has been carried out. Fermentation was conducted in a conical flask in an incubator rotary shaker at temperature of 30 o C, agitation of 200 rpm for 66 hours. At first stage of fermentation process in a mineral medium, 5 ml of oleic acid as the sole carbon source was used while feeding were done with 2.5 ml of oleic acid at 30, 42 and 54 hours of cultivation. Sampels were collected every 4 hours until 18 hours of cultivation and every 6 hours until 66 hours of cultivation. P(3HB) production was characterized based on the increase of dry cells, polymer content, polymer concentration and the amount of oleic acid and ammonium remaining in the culture. Results showed that by using fed-batch technique Erwinia sp. USMI-20 could produce P(3HB) with a maximum polymer content of 52 % of the dry cell weight, the concentration of polymer of 2.8 g/l, a dry cell weight of 5.4 g/l. Keywords : Fed-batch, biodegradable plastic, poly(3-hydroxybutyrate, oleic acid).

PENDAHULUAN

Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

256

Fermentasi Fed-Batch pada Produksi Plastik ......

Poli(3-hidroksibutirat), P(3HB), adalah salah satu plastik mudah terurai (biodegradable plastic) yang banyak diteliti akhir-akhir ini (Muller dan Seebach, 1993: Miyake et al., 1996: Asada, 1996). Hal ini karena mempunyai sifat fisika dan kimia yang hampir sama dengan plastik sintetis seperti polipropilen, namun bila dibuang ke lingkungan akan terurai (lupus) dengan sempurna (Majid et al., 1999). Dengan menggunakan plastik mudah lupus ini, diharapkan masalah kerusakan lingkungan yang banyak dilaporkan akibat penggunaan plastik sintetis dapat dikurangi. P(3HB) telah digunakan sebagai bahan botol sampo yang dihasilkan oleh Wella (Jerman) dan helmet bagi pengendara motor di Amerika dan sebagai bahan pembungkus pada berbagai industri makanan dan minuman (Brandl et al., 1995). Dalam bidang farmasi dan kedokteran, P(3HB) telah digunakan sebagai matriks lepas lambat obat (sustained release) sehingga kadar obat dapat dibebaskan dalam jumlah yang diinginkan untuk mencapai efek terapi (Miller dan Williams, 1987: Abe et al., 1992). Dilaporkan pula, secara in-vivo polimer ini sangat stabil, penguraiannya sangat lambat dan tidak toksik terhadap sel (Holland et al., 1987). Selanjutnya P(3HB) juga telah digunakan sebagai benang untuk jahitan luka setelah pembedahan dan untuk memperbaiki rekahan tulang yang retak (Doi, 1990). Kajian terakhir juga melaporkan bahwa P(3HB) juga berpeluang digunakan sumber karbon dalam larutan intravena (Poirier, et al., 1995). Di pasaran dunia sekarang ini harga untuk 1 kg P(3HB) adalah US $ 16.- atau lebih kurang Rp 160.000/kg (Majid et al., 1999). Pada penelitian terdahulu penulis telah mendapatkan metode fermentasi produksi plastik mudah terurai poli(3-hidroksibutirat), P(3HB) dari bahan dasar asam oleat menggunakan bakteri Erwinia sp. USMI-20 secara fermentasi sekelompok (batch fermentation) (Akmal, 2001), namun produksi P(3HB) masih relatif rendah, yaitu dengan konsentrasi polimer 2,8 g/l dengan berat kering sel 3,5 g/l. Menurut teori yang dikemukakan oleh Yamane (1993) dari asam oleat dengan rumus kimia C18H38O2, koefisien produksi P(3HB) dengan rumus kimia (C4H6O2)n adalah 1,38 g/g, yang berarti bahwa dari 1 g asam oleat secara teoritis dapat dihasilkan P(3HB) sebanyak 1,38 g. Jadi kajian fermentasi secara fermentasi batch yang telah dilakukan tersebut masih dapat ditingkatkan produksinya. Pada artikel ini dilaporkan penggunaan teknik fed-batch (suapan) dengan tujuan untuk meningkatkan produksinya. Asam oleat sebagai sumber karbon tunggal diberikan berulang selama proses fermentasi berlangsung, sehingga ketersediaan sumber karbonnya akan lebih terjamin selama fermentasi berlangsung METODE Pemeliharaan Bakteri Erwinia sp. USMI-20 Bakteri Erwinia sp USMI-20 ditumbuhkan di atas medium Nutrient Agar (NA) dalam cawan Petri dan agar miring. Inkubasi dalam inkubator suhu 37C selama 24-48 jam kemudian disimpan di dalam lemari pendingin. Pembuatan Inokulum Erwinia sp. USMI-20 dalam medium mineral spesifik Fermentasi dilakukan dalam labu Erlenmeyer 500 ml dalam medium mineral spesifik dengan komposisi sebagai berikut : Kaliumdihidrogen fosfat 3,7 g/l Dikalium hidrogen fosfat 5,8 g/l Amonium hidrogen fosfat 1,1 g/l Magnesium sulfat 0,1M 10 ml Larutan Unsur mikro 1,0 ml Larutan Vitamin 2,5 ml Minyak Kelapa Sawit 4,6 g Air suling hingga 1000 ml Komposisi larutan unsur mikro adalah sebagai berikut : Besi (II) sulfat 2,78 g/l Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

257

Akmal Djamaan

Mangan (II) klorida Kobal sulfat Kalsium klorida Tembaga (II) klorida Tembaga (II) sulfat Air suling

hingga

Komposisi larutan vitamin adalah sebagai berikut : Biotin Pantotenat Tiamin HCl Nikotinamida Piridoksin HCl Air suling hingga

1.98 g/l 2.81 g/l 1.67 g/l 0,17 g/l 0,29 g/l 1000 ml

0.01 g/l 2.40 g/l 2.00 g/l 4.80 g/l 20.00 g/l 1000 ml

Medium mineral spesifik dibuat dengan melarutkan bahan-bahan yang telah dipaparkan di atas ke dalam air suling steril. Larutan unsur mikro disediakan secara terpisah dengan melarutkan bahan-bahan di atas ke dalam HCl 0,1 N sebelum dicampurkan ke dalam medium. pH medium kemudian disesuaikan menjadi 7,0 dan medium yang tersedia disterilkan dengan otoklaf. Asam oleat dan MgSO4 disterilkan secara terpisah dan ditambahkan secara aseptik. Larutan vitamin disediakan secara penyaringan (filter bakteri) dan sebanyak 2,5 ml ditambahkan secara aseptik ke dalam medium. Pengujian pengaruh penambahan (feeding) substrat asam oleat terhadap produksi P(3HB) dan kandungan polimernya Dibuat medium mineral spesifik dengan komposisi sebagaimana telah dipaparkan di atas, dengan sumber karbon asam oleat dengan konsentrasi 5 g/l yang telah diperoleh pada kajian sebelumnya (Akmal, 2001). Inokulasi dengan bakteria Erwinia sp. USMI-20, kemudian dikulturkan pada suhu 30 oC, PH 7 dan agitasi 200 rpm selama 48 jam. Penambahan (feeding) asam oleat diberikan sebanyak 2,5 g/l dengan selang waktu 30 jam, 42 jam dan 54 jam selama pengkulturan. Setelah fermentasi selesai, cairan fermentasi disentrifus dengan kelajuan 10.000 rpm selama 10 menit. Filtratnya diambil dan disimpan untuk penentuan nitrogen dan asam oleat tertinggal di dalam medium. Biomasanya diambil dan dibekukeringkan (freeze drying) selama 24 jam. Untuk setiap sampel yang diambil dilakukan analisis berupa: berat sel kering (biomasa), kandungan polimer, asam oleat tertinggal dan nitrogen tertinggal di dalam medium. Penentuan sisa asam oleat dalam medium Ditentukan dengan metode kromatografi gas, dimana asam oleat diubah terlebih dahulu menjadi asam oleat metil ester dengan proses metanolisis. Asam oleat dideteksi dengan kromatografi gas menggunakan internal standar asam kaproat metil ester (Akmal et al., 1998a). Jumlah asam oleat yang masih tertinggal di dalam medium dihitung dari kurva kalibrasi yang dibuat dari asam oleat baku. Penentuan sisa nitrogen dalam medium Digunakan metode kimia dengan menggunakan 2 larutan pereaksi sebagai Larutan A : - Fenol 10 g/l - Natrium nitropurusid 0,0568 g/l Larutan B : - Natrium hidroksida 5 g/l - Dinatrium hidrofosfat anhidrous 53,6 g/l - Klorox 10 ml Larutan A dan larutan B dibuat dengan melarutkan bahan-bahan di atas kedalam 1 liter air suling. Sebanyak 5 l sampel ditambahkan dengan 2,5 ml larutan A, kemudian ditambahkan 2,5 ml larutan B ke Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

258

Fermentasi Fed-Batch pada Produksi Plastik ......

dalam campuran berkenaan. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan menyimpan campuran tersebut di dalam es. Absorban (serapan) dibaca pada panjang gelombang 625 nm dengan spektrofotometer. Konsentrasi nitrogen tertinggal di dalam medium ditentukan berdasarkan kurva kalibrasi yang dibuat dengan menggunakan amonium fosfat baku. Penentuan kandungan P(3HB) dengan kromatografi gas Sebanyak 25 mg dari sel kering yang telah dibekukeringkan selama 24 jam, ditambah 2 ml kloroform dan 2 ml capuran metanol-asam sulfat (85:15). Tabung uji diketatkan dengan pembalut teflon untuk menghindarkan kebocoran selama pemanasan dalam blok pemanas (heater block) pada suhu 90o C selama 6 jam. Selanjutnya tabung uji dikeluarkan dari blok pemanas dan dibiarkan sehingga suhunya sama dengan suhu kamar. Kemudian 1 ml air suling ditambahkan kedalam setiap tabung uji dan divortex selama 3 menit. Ini bertujuan untuk mempercepat pemisahan fasa. Lapisan kloroform dikeluarkan dengan pipet Pasteur dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrous. Selanjutnya larutan kloroform ini digunakan untuk analisis kromatografi gas. Penentuan polimer dengan kromatografi gas dilakukan dengan alat kromatogafi gas (Shimadzu GC 14B) dengan kolom kapilari BP-1, gas pembawa nitrogen dan detektor FID. Sebanyak 0,5 ml sampel (dalam kloroform) ditambah 0,5 ml internal standar CAME (Caproic Acid Methil Ester) dan 0,5 l dari campuran tersebut digunakan untuk injeksi ke dalam kolom. Program operasi peralatan kromatografi gas adalah sebagai berikut: suhu deteksi 250o C, suhu injektor 260o C, suhu kolom awal 250o C, waktu awal 3 menit, kecepatan laju program 10o C/ menit, suhu akhir 220o C, waktu akhir 0 menit. Isolasi dan pemurnian P(3HB) yang dihasilkan. P(3HB) yang terdapat di dalam sel Erwinia sp. USMI-20 setelah pengkulturan dan dibekukeringkan, diekstrak keluar menggunakan kloroform di dalam alat soklet. Larutan klroformnya di ambil dengan penyaringan dan selanjutnya P(3HB) yang terlarut di dalammnya di endapkan dengan penambahan metanol sambil diaduk perlahan-lahan. Resin P(3HB) yang telah mengendap tersebut disaring dengan bantuan pompa vakum dan dikeringkan pada suhu kamar (Akmal, 1998b). Penentuan spektrum spektroskopi magnetik inti (NMR) Karakterisasi terhadap senyawa hasil pemurnian di atas, kemudian dilakukan analisis NMR yaitu: 13 C dan 1H sebagai konfirmasi struktur kimia P(3HB) yang dihasilkan. Sampel dilarutkan dalam CDCl3. dan dianalisis menggunakan alat 270 MHz NMR (Bruker) menngunakan tetrametilsilan (TMS) sebagai baku internal. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1 memperlihatkan profil fermentasi fed-batch produksi P(3HB) oleh Erwinia sp. USMI-20 dalam medium mineral yang mengandung sumber karbon asam oleat 5.0 g/l yang diikuti oleh pemberian berulang asam oleat 2.5 g/l setelah 30, 42 dan 54 jam pengkulturan. Sumber nitrogen dan asam oleat telah digunakan dalam jumlah yang tinggi hingga jam ke 30 pengkulturan, yaitu dengan purata kadar penggunaan 0,06 g/l/j untuk nitrogen dan 0,15 g/l/j untuk asam oleat (Gambar 1). Selepas 30 jam pengkulturan, sumber nitrogen telah menjadi kehabisan, sedangkan sumber karbon telah ditambah dengan pemberian berulang asamoleat 2.5 g/l setelah 30, 42 dan 54 jam pengkulturan. Juga terlihat dengan jelas bahwa jumlah asam oleat di dalam medium berada dalam keadaan berlebihan hingga proses fermentasi dihentikan. Bila diperhatikan produksi P(3HB), hingga jam ke 30 pengkulturan, ditemui bahwa P(3HB) yang dihasilkan relatif kecil yaitu 13,9 % b/b dengan purata kadar produksi 0,46 g/l/j. Setelah 30 jam pengkulturan, medium fermentasi berada dalam keadaan kekurangan sumber nitrogen dan kelebihan sumber karbon yang disuapkan secara berulang yang diikuti dengan adanya peningkatan produksi P(3HB) yang sangat cepat hingga jam ke 48. Kandungan P(3HB) tertinggi yang dapat dicapai adalah 52 % b/b dengan konsentrasi P(3HB) 2,8 g/l dan berat biomassa sel 5,4 gram. Setelah jam ke 42, produksi P(3HB) Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

259

Akmal Djamaan

sedikit menurun menjadi 48 % b/b pada jam ke 54 dan kemudian terlihat stabil hingga berakhirnya fermentasi pada jam ke 66. Dibandingkan dengan cara fermentasi batch yang telah dilakukan sebelumnya (Akmal, 2001), terlihat ada kenaikan konsentrasi P(3HB) yang dihasilkan bila menggunakan cara fed batch ini, yaitu dari 1,9 g/l P(3HB) menjadi 2,8 g/l dan berat kering sel bakteri dari 3,5 g/l menjadi 5,4 g/l. Ini menunjukkan bahwa metode suapan berulang sumber karbon dapat meningkatkan konsentrasi P(3HB) yang dihasilkan sebesar 47 % dan berat kering selnya sebesar 54 % b/b. Hal ini terjadi karena ketersediaan sumber karbon yang cukup banyak selama fermentasi berlangsung sehingga memungkinkan untuk konversi menjadi P(3HB) oleh Erwinia sp. USMI-20 terjadi pada taraf optimal. Di samping itu metode fed-batch mempunyai keuntungan lain yaitu pertumbuhan sel bakteri tidak dihambat oleh terlalu pekatnya konsentrasi nutrien yang diberikan di awal pengkulturan sebagaimana halnya fermentasi batch (Stanbury et al., 1995).

Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

260

Fermentasi Fed-Batch pada Produksi Plastik ......

SUAPAN ASAM OLEAT

2.5

2.0 4 1.5

AMONIUM (g/l)

ASAM OLEAT (g/l)

6

1.0 2 0.5

7

0

10

20

30

40

50

60

0.0 70 80

BIOMASSA (g/l)

6 60

5 4

40 3 2 20

KANDUNGAN P(3HB) (% b/b)

0

1

0

10

20

30

40

50

60

BIOMASSA RESIDU (g/l)

5

0 70 3

4

2 3

2 1 1

0 0

10

20

30

40

50

60

KONSENTRASI P(3HB) (g/l)

0

0 70

WAKTU FERMENTASI (j)

Gambar 1. Profil fermentasi fed-batch produksi P(3HB) oleh Erwinia sp. USMI-20 dari bahan dasar asam oleat Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

261

Akmal Djamaan

Gambar 2. Kromatografi gas senyawa plastik mudah lupus P(3HB) yang dihasilkan dari bahan dasar asam oleat oleh Erwinia sp. USMI-20. Penggunaan asam oleat sebagai sumber karbon dalam produksi P(3HB) juga telah dilaporkan oleh peneliti lain yaitu Majid et al. (1994) menggunakan bakteria Alcaligenes sp. AK201. Dilaporkan bahwa kandungan polimer maksimum yang dihasilkan adalah 42 % b/b dengan konsentrasi asam oleat yang diberikan sebanyak 3 g/l. Selanjutnya, polimer yang telah terakumulasi di dalam sel bakteri tersebut telah diekstrak keluar menggunakan kloroform dan dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan metanol. Karakterisasi dari P(3HB) yang telah dihasilkan tersebut ditunjukkan pada kromatogram kromatografi gas (Gambar 2) dan spektrum 1 H dan 13C NMR (Gambar 3). Dari spektrum 1H NMR, ditunjukkan adanya 3 puncak spektrum yang terdiri dari: proton yang berasal dari H3 pada posisi C4 (1.4 ppm), proton yang berasal dari H2 pada posisi C2 (2.6 ppm) dan proton yang berasal dari H pada posisi C3 (5.3 ppm). Sedangkan 2 puncak lainnya berasal dari tetrametilsilan (0.0 ppm) dan kloroform (7.3 ppm). Tetrametilsilan dalam hal ini berfungsi sebagai internal standar sedangkan kloroform berasal dari CDCl3 yang digunakan sebagai pelarut. Sementara itu, dari spektrum 13C NMR dapat diperhatikan adanya 4 puncak spektrum atom karbon yang terdiri dari: karbon pada posisi C1 (170 ppm), karbon pada posisi C2 (41 ppm), karbon pada posisi C3 (68 ppm) dan karbon pada posisi C4 (20 ppm), sedangkan 2 puncak lainnya berasal dari tetrametilsilan (0.0 ppm) dan kloroform (77 ppm).

Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

262

Fermentasi Fed-Batch pada Produksi Plastik ......

Gambar 3. Spektra 270 MHz 1H dan 13C NMR plastik mudah lupus P(3HB) yang dihasilkan oleh bakteri Erwinia sp. USMI-20 dari bahan dasar asam oleat secara fermentasi fed-batch. Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

263

Akmal Djamaan

Dengan metode kromatografi gas dilakukan perbandingan kromatogram yang diperoleh dengan kromatogram P(3HB) standar pada keadaan analisis yang sama (Gambar 2). Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kromatogram tersebut adalah identik, yaitu berdasarkan munculnya puncak-puncak spektrum pada masa retensi yang sama. Ini bermakna bahwa biopolimer yang dihasilkan oleh Erwinia sp. USMI-20 adalah benar P(3HB). Dari spektrum tersebut dan dibandingkan dengan spektrum P(3HB) standar (Doi, 1990) dapat dipastikan bahwa polimer yang dihasilkan adalah P(3HB). Kemungkinan mekanisme biosintesis P(3HB) di dalam sel Erwinia sp. USMI-20 dapat diprediksi berasaskan siklus β-oksidasi yang dialami oleh asam lemak dalam menghasilkan asetil-KoA dan dengan mempelajari mekanisme biosintesis P(3HB) yang telah dilaporkan oleh R. eutropha (Doi et al., 1987: Shi et al., 1997). Biosintesis P(3HB) dimulai dari perubahan asam oleat menjadi asil-KoA dan krotonil sebelum masuk ke dalam siklus β-oksidasi dengan tindakan enzim asil-KoA dehidrogenase. Selanjutnya krotonil akan membentuk L(+)-β-hidroksi asil-KoA dengan tindakan enzimenoil-KoA dehidrogenase. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan β-ketoasil oleh tindakan enzim asetoasetil-KoA reduktase, dan pembentukan asil-KoA oleh untuk kemudian berubah menjadi asetil-KoA. Akhirnya dari asetil-KoA dengan bantuan enzim β-ketothiolase, asetoasetil-KoA reduktase dan P(3HB) sintase secara berurutan akan menghasilkan asam poli(3-hidroksibutirat). KESIMPULAN Dari penelitian ini ditunjukkan bahwa dengan metode fed-batch, Erwinia sp. USMI-20 dapat menghasilkan P(3HB) dengan kandungan polimer maksimum 52 % dari berat kering selnya, konsentrasi polimer 2,8 g/l, berat kering sel 5,4 g/l. DAFTAR PUSTAKA Abe, H., Doi, Y., and Yamamoto, Y., 1992, Controlled release of lasted an anti cancer drug from poly(3hydroxybutyrate) microsphares containing acylglycerols. Macromolecules. Rev. A29: 229-235. Akmal, D., M.I.A. Majid, and M.N. Azizan, 1998a, Biosynthesis of a copolymer poly(3-hydroxybutyrateco-3-hydroxyvalerate) from palm oil and n-propanol or propionic acid as a second carbon source by Erwinia sp.USMI-20, Program and Abstracts of The International Symposium on Biological Polyhydroxyalkanoates, 9-11 September 1998, Tokyo, JAPAN Akmal, D., M.I.A. Majid, A. Agustien, L.L. Few, M.S. Razip, M.N. Nazalan and M.N. Azizan, 1998b, Production of a copolymer poly(3-hydroxybutyrate-co- 3-hydroxyvalerate) from palm oil and valeric acid by Erwinia sp.USMI-20, Proceeding of The IMT-GT Uninet Conference, 29-30 August, 1998, Hat Yai, THAILAND, 104-106. Akmal, D., 2001, Microbial synthesis and characterization of poly(3-hydroxybutyric acid) produced by Erwinia sp. USMI-20 from oleic acid, Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 6(1), 1-8 Asada, Y., 1996, Plastics from the sun and CO2. Look Japan. July ed.: 26-27. Brandl, H., Bachofen, R., Mayer, J. and Wintermantel, E., 1995, Degradation and application of polyhydroxyalkanoates. Can. J. Microbiol. 41(Suppl.1): 143-153. Doi, Y. Kunioka, M. Nakamura, Y. and Soga, K., 1987. Biosynthesis of copolyesters in Alcaligenes autrophus H16 from 13C-labelled acetate and propionate. Macromolecules. 20: 2988-2991. Doi, Y., 1990, Microbial Polyester, UCH Publ. Inc., New York, 63-86. Holland, S. J., Tighe, B. J. and Could, P. L., 1987, Polymers for biodegradable medical revices, II: Hydroxybutyrate-hydroxyvalerate copolymers: hydrolytic degradation studies. Biomaterials. 8: 289295. Majid, M. I. A., Hori, K., Akiyama, M. and Doi, Y., 1994, Production of poly(hydroxybutyrate) from plant oil by Alcaligenes sp., in: Biodegradable Plastics and Polymers (Eds. Doi, Y. and Fukuda, K.), Elsevier Science B.V, Amsterdam, 417-424.

Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

264

Fermentasi Fed-Batch pada Produksi Plastik ......

Majid M.I.A., D. Akmal, L.L. Few, A. Agustien, M S Toh, M.R. Samian, N. Najimudin and M.N. Azizan, 1999, Production of poly(3-hydroxybutyrate) and its copolymer poly(3-hydroxy-butyrate-co-3hydroxyvalerate) by Erwinia sp. USMI-20, Int. J. Biol. Macromol., 25: 95-104. Miller, N. D. and Williams, D. F., 1987, On the biodegradations of poly(-hydroxybutyrate-hydroxyvalerate copolymers. Biomaterials, 8: 129-137. Miyake, M., Erata, M. and Asada, Y., 1996, A thermophilic cyanobacterium, Synechococcus sp. MA19, capable of accumulating poly--hydroxybutyrate. J. Ferment. Bioeng. 82: 512-514. Müller, H. M. and Sebach, D. 1993. Poly(hydroxyalkanoates): A fifth class of physiologically important organic biopolymers. Angew. Chem. Int. Ed. Engl. 32: 477-502. Poirier, Y., Nawrath, C. and Somerville, C., 1995, Production of poly-hydroxyalkanoates, a family of biodegradable plastics and elastromers, in bacteria and plants. Biotechnol. 13:142-150. Shi, H., Shiraishi, M. and Shimizu, K., 1997, Metabolic flux analysis for biosynthesis of poly(hydroxybutyric acid) in Alcaligenes eutrophus from various carbon sources. J. Ferment. Bioeng. 84: 579-587. Stanbury. P. F. , Whitaker, A. and Hall, S. J., 1995, Principles of Fermentation Technology, 2nd. ed., Pergamon Ltd , Elsevier Science, United Kingdom. Yamane, T., 1993, Yield of Poli-D-B-hydroxybutyrate from Various Carbon Sources, A Theoritical Study, Biotechnol. Bioeng. 165-170.

Majalah Farmasi Indonesia, 14(1), 2003

265