HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN

Download ini adalah skala gaya hidup hedonis berdasarkan teori dari Reynold dan Draden. (Engel dkk ... konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup h...

0 downloads 633 Views 134KB Size
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA REMAJA

Andi Masmuadi Mira Aliza Rachmawati

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis. Semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah kecenderungan gaya hidup hedonis. Sebaliknya semakin rendah konsep diri maka semakin tinggi gaya hidup hedonisnya. Subjek dalam penelitian adalah mahasiswa pada Fakultas Psikologi yang memiliki rentang usia 18-24 tahun. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode accidental sampling. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala gaya hidup hedonis berdasarkan teori dari Reynold dan Draden (Engel dkk, 1994) dan hasil modifikasi skala konsep diri dari Helmi dan Ramdhani (1992) mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh teori Berzonsky (1981). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.00 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis. Analisis non parametrik dari Spearmen’s menunjukkan korelasi sebesar r = -0,150 dengan p= 0.068, p>0.05 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis. Jadi hipotesis penelitian ditolak.

Kata Kunci : Konsep Diri, Gaya Hidup Hedonis

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA REMAJA

Oleh: ANDI MASMUADI MIRA ALIZA RACHMAWATI

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN GAYA HIDUP HEDONIS PADA REMAJA

Telah Disetujui Pada Tanggal

_______________________

Dosen Pembimbing Utama

(Mira Aliza Rachmawati, S.Psi., MSi)

BAB I PENGANTAR A.

Latar Belakang Masalah

Gaya hidup selalu mengalami perubahan seiring perkembangan zaman. Kehidupan yang semakin modern membawa manusia pada pola perilaku yang unik, yang membedakan individu satu dengan individu lain dalam persoalan gaya hidup. Bagi sebagian orang gaya hidup merupakan suatu hal yang penting karena dianggap sebagai sebuah bentuk ekspresi diri. Gaya hidup akan lebih jelas terlihat pada seseorang yang selalu mengikuti perkembangan mode dan fashion terbaru. Chaney (1996), berpendapat bahwa gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern. Gaya hidup merupakan pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain, yang berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh yang tidak hidup dalam masyarakat modern. Pada perkembangannya, gaya hidup saat ini tidak lagi merupakan persoalan di kalangan tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibrahim (1997), setiap orang dapat mudah meniru gaya hidup yang disukai. Misalnya saja, gaya hidup yang ditawarkan melalui iklan akan menjadi lebih beraneka ragam dan cenderung mengambang bebas. Pada akhirnya akan bersifat netral yang mudah ditiru dan dipakai sesuka hati oleh setiap orang. Fenomena gaya hidup tampak terlihat di kalangan remaja, menurut Monks dkk (Nashori, 1998) remaja memang menginginkan agar penampilan, gaya tingkah laku, cara bersikap, dan lain-lainnya akan menarik perhatian orang lain, terutama kelompok teman sebaya. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan

1

sosialnya berusaha untuk mengikuti perkembangan yang terjadi seperti cara berpenampilan. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain atau kelompok teman sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang tren, misalnya saja pemilihan model pakaian dengan merek terkenal, penggunaan telepon genggam (HP) dengan fasilitas layanan terbaru, berbelanja di pusat perbelanjaan terkenal seperti mall dari pada berbelanja di pasar tradisional atau sekedar jalan-jalan untuk mengisi waktu luang bersama kelompok teman sebaya dan sebagainya. Hasil survey terbaru AC Nielsen Indonesia, pada tahun 2003 jumlah orang Indonesia yang membelanjakan uangnya di toko swalayan cenderung meningkat pada tahun 2003 dibandingkan dengan tahun 2002. Di Indonesia toko swalayan, seperti hypermarket, supermarket dan minimarket telah mengalami pertumbuhan yang kuat dengan jumlah toko yang meningkat lebih dari 31,4 % dalam waktu dua tahun terakhir. Sementara dalam periode yang sama jumlah toko tradisional telah menurun 8,1 % per tahun (http://www.tempointeraktif.com/). Gaya hidup hedonis merupakan wujud dari ekspresi dari perilaku eksperimental yang dimiliki oleh remaja untuk mencoba suatu hal yang baru. Perilaku eksperimental tersebut masih dipandang wajar apabila tidak memunculkan pola perilaku yang lebih dominan pada kesenangan hidup dari pada kegiatan belajar. Kecenderungan gaya hidup hedonis tampak pada masyarakat Indonesia khususnya remaja di Yogyakarta.

Mulai maraknya stand distro di Yogyakarta tampaknya

memberikan pengaruh terhadap cara berpenampilan anak muda pada saat ini. Sebagian besar pembeli pernak-pernik distro seperti kaos, topi, celana, gelang, sabuk

dan lainnya ternyata remaja sekolah dan mahasiswa. ”Biasanya barang di sini laku keras saat artis yang diidolakan memakainya, sebagian besar yang kami jual berasal dari Bandung dan sudah cukup terkenal,” ujar Tata (23), pengelola stand distro Wat Zap. Senada juga diungkapkan oleh Elvi (18) dari Pimp distro, sebagian besar pelanggannya merupakan anak usia sekolah dan mahasiswa. Sedangkan Dewi (17) siswa SMU asal Yogyakarta mengaku datang ke distro karena desain-desain yang ditampilkan umumnya lain dari yang lain. Namun ia juga mengakui jika membeli barang-barang distro di dorong rasa gengsi karena banyak rekan-rekannya yang membeli aksesoris maupun kaos, tas distro yan banyak muncul di Yogyakarta saat ini. (Kedaulatan Rakyat, 8 Agustus 2006). Gambaran mengenai gaya hidup hedonis menurut Susianto (Harjanti 2001) memiliki ciri-ciri antara lain: mengerahkan aktivitas untuk mencapai kenikmatan hidup, sebagian besar perhatiannya ditujukan keluar rumah, merasa mudah berteman walaupun memilih-milih, menjadi pusat perhatian, saat luang hanya untuk bermain dan kebanyakan anggota kelompok adalah orang yang berada. Baudrillard (Ibrahim, 1997) mengatakan bahwa status sebagai logika konsumen, ternyata merupakan hal yang lebih masuk akal dari pada alasan fungsional. Pendapat tersebut mengartikan bahwa usaha untuk memiliki suatu barang atau jasa bukan berdasarkan pada kebutuhan fungsional melainkan lebih dari pada kebutuhan keinginan. Perilaku gaya hidup yang tampak di kalangan remaja saat ini di samping adanya perubahan dari kehidupan masyarakat yang modern, diyakini pula adanya perubahan pada proses perkembangan di dalam diri remaja. Gunarsa (2003) menyebutkan bahwa dalam proses perkembangannya individu dalam masa remaja

mengalami suatu perkembangan yang semakin diarahkan keluar dirinya, keluar lingkungan keluarga dan akhirnya ke dalam masyarakat dan tempat yang akan ditempati di dalam masyarakat. Hal ini ditandai dengan munculnya keinginan untuk mandiri dan mencari konsep diri. Remaja sebagai bagian dari anggota masyarakat, dalam perkembangannya selalu berinteraksi dengan dunia luar. Beragam informasi yang masuk, akan menjadi pilihan bagi remaja dalam mensikapi berubahan nilainilai budaya yang sesuai dengan konsep dirinya. Remaja akan menilai dan mempertimbangkan informasi yang masuk dari luar apakah sesuai dengan kepribadiannya atau tidak, termasuk bagaimana remaja dalam mensikapi persoalan gaya hidup yang terdapat di dalam masyarakat modern saat ini. Menurut Dariyo (2004) individu yang memiliki konsep diri yang baik akan memiliki kemampuan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosial dengan baik. Dapat dikatakan bahwa penerimaan atau penolakan terhadap suatu informasi yang masuk tergantung daripada konsep diri yang dimiliki oleh remaja tersebut. Remaja yang berorientasi pada gaya hidup hedonis, diduga belum memiliki konsep diri dengan baik. Individu yang memiliki konsep diri dengan baik memiliki kemampuan baik dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, menurut pendapat peneliti perlu diadakannya penelitian mengenai konsep diri dengan kecenderungan gaya hidup hedonis pada remaja. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan mencoba menguji hipotesis bahwa ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecenderungan

gaya

hidup

hedonis.

Semakin

tinggi

konsep

kecenderungan gaya hidup hedonis semakin rendah dan sebaliknya.

diri

maka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Gaya Hidup Hedonis

1. Pengertian Gaya Hidup Chaney (1996) mengatakan bahwa gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Gaya hidup berfungsi dalam interaksi dengan cara-cara yang mungkin tidak dapat dipahami oleh orang yang tidak hidup dalam masyarakat modern. Ancok (2004), berpendapat bahwa gaya hidup merupakan pengaruh dari adanya modernisasi. Perilaku gaya hidup tersebut mengarah pada suka berbelanja (shopoholics), pola konsumsi, kebiasaan merayakan hari-hari penting seperti hari ulang tahun, perkawinan, syukuran, dan sebagainya di restoran. Bagi orang-orang modern, gaya hidup semacam ini dapat dilakukan demi gengsi di mata orang lain. Engel dkk, (1994) mendefinisikan gaya hidup sebagai pola di mana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup di sini merupakan fungsi motivasi dalam mencerminkan nilai konsumen. Dengan kata lain masalah gaya hidup erat kaitannya dengan pola konsumtif. 2.Pengertian Gaya Hidup Hedonis Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yaitu hedone yang berarti kesenangan. Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan hidup adalah tujuan utama (Moeliono, 1988). Sedangkan menurut Sujanto (Sumartono, 2002) menjelaskan bahwa gaya hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan umumnya banyak ditemukan di kalangan remaja. Hal

ini karena remaja mulai mencari identitas diri melalui penggunaan simbol status seperti mobil, pakaian, dan pemilikan barang-barang, lain yang mudah terlihat. 3.Tipe-tipe Gaya Hidup a. Kelompok gaya hidup hura-hura b. Kelompok gaya hidup hedonis c. Kelompok gaya hidup rumahan d. Kelompok gaya hidup sportif e. Kelompok gaya hidup kebanyakan f. Kelompok gaya hidup untuk orang lain 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gaya Hidup Adlin (Ibrahim, 1997) berpendapat salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan gaya hidup yaitu adanya penilaian terhadap suatu produk ditentukan oleh pola pikir dan nilai-nilai yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat, dimana hal ini dapat menular dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya melalui media komunikasi. Selain itu inovasi desain juga turut menjadi faktor yang mempengaruh perkembangan gaya hidup, adanya suatu penawaran produk terbaru secara tidak langsung akan menggantikan produk sebelumnya, yang kemudian menjadi sasaran utama bagi para konsumen seperti handphone, komputer dan sebagainya. 5. Aspek – Aspek Gaya Hidup Hedonis Susanto (2000) menjelaskan atribut-atribut gaya hidup hedonis ditunjukkan dengan lebih senang mengisi waktu luang di tempat yang santai seperti kafe. Bersenang-senang di kafe tidak selalu identik dengan minum-minuman beralkohol,

tetapi lebih pada mengisi waktu luang atau bersantai dengan gaya karena dapat sekaligus menunjukkan simbol status. Reynold dan Draden (Engel dkk, 1994) berpendapat bahwa pencerminan gaya hidup disimbolkan sebagai AIO (Activities, Interest, and Opinion). Dalam Penelitian ini yang dimaksud dengan aktivitas, minat dan opini pada kecenderungan gaya hidup hedonis. B.

Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri dipandang sebagai suatu aspek penting dalam kepribadian manusia, yang mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku manusia. Konsep diri dianggap sebagai kunci yang berperan mengatur serta mengarahkan perilaku manusia (Shiffer dalam Shapiro, 1990). Burns (Shapiro, 1990) mendefinisikan konsep diri sebagai kesan individu terhadap dirinya secara menyeluruh, yang meliputi tentang dirinya sendiri, maupun gambaran dari orang lain tentang hal-hal yang dapat dicapainya. Hal ini senada diungkapkan oleh Shavelson (Fuhrmann, 1990) bahwa konsep diri merupakan konsep dasar seseorang mengenai diri, pikiran dan pendapat tentang diri sendiri, perbandingan diri sendiri dengan orang lain serta dengan hal-hal yang ideal yang ditetapkan sendiri untuk dicapainya. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri Pada masa remaja terdapat beberapa kondisi atau faktor-faktor yang turut berpengaruh dalam proses perkembangan konsep diri individu. Menurut Hurlock (1996), faktor-faktor tersebut adalah :

a. Usia kematangan b. Kepatutan seks c. Nama dan julukan d. Hubungan keluarga e. Teman-teman sebaya f. Kreativitas g. Realistis 3. Perkembangan Konsep Diri Konsep diri bukanlah suatu yang dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk dan dipelajari melalui pengalaman individu serta melalui interaksi sosialnya (Shapiro, 1990). Konsep diri ini akan berkembang terus sepanjang hidup manusia. Perkembangan konsep diri tersebut tidaklah ajeg sepanjang umur melainkan mengalami perubahan, baik sifat maupun kualitasnya sejalan dengan pertambahan usianya. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Brooks (Rakhmat, 1985) juga berpendapat bahwa konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa individu sejak lahir, melainkan merupakan sesuatu yang dipelajari sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya. Konsep diri terdiri dari sekumpulan pikiran dan perasaan yang mendasari perasaan penghargaan individu mengenai eksistensi diri, konsep tentang siapakah dirinya dan yang dicita-citakannya, yang terbentuk melalui pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Sejalan dengan pendapat di atas, perkembangan konsep diri juga dipengaruhi oleh pengalaman masa kanak-kanak. Ditentukan oleh orang yang dekat dengan individu, yang akan mempengaruhi dan mengarahkan tindakan serta pikirannya.

Baru kemudian saat menginjak masa remaja individu akan mencoba menghimpun penilaian berdasarkan informasi yang diperolehnya dari kelompok teman sebayanya, kemudian menyesuaikannya dengan persepsi orang lain terhadap dirinya dalam kelompok sebaya. C. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Hedonis Kehidupan individu dapat berlangsung karena adanya hubungan timbal balik dengan lingkungan sosialnya. Oleh karenanya, individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Individu yang memiliki konsep diri yang positif akan dapat lebih mudah untuk melakukan penyesuaian diri pada lingkungannya. Dengan kata lain konsep diri merupakan hal yang sangat mempengaruhi penyesuaian diri dan merupakan faktor penting dalam perkembangan diri seseorang. Brooks (Rakhmat, 1985) menyatakan bahwa konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa individu sejak lahir, melainkan merupakan sesuatu yang dipelajari sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya. Sejauhmana individu menerima kelebihan maupun kekurangan yang ada pada dirinya, maka konsep diri individu dapat bersifat positif ataupun negatif. Konsep diri yang positif berpengaruh pada kemampuan individu dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, selain itu juga berpengaruh pada menerima diri sebagaimana adanya. Sebaliknya konsep diri yang negatif akan cenderung menghambat dalam penyesuaian diri pada lingkungan sosialnya dan menyebabkan adanya perasaan penolakan terhadap diri sendiri. Pada penyesuaian ini remaja akan mencari identitas dirinya tentang siapakah dirinya dan bagaimana peranannya dalam masyarakat. Remaja juga merasa bebas untuk bergaul, mencari informasi dan pengetahuan yang seluas-luasnya. Seiring

dengan adanya banyak perubahan, konsep diri yang ada pada remaja juga akan mengalami perubahan. Hal itu akan menentukan perilaku yang akan dilakukan. Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, oleh karena itu pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Harlock, 1980). Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi sangat besar. Hubungan seorang remaja dengan lingkungan sosialnya, dapat dilihat dari adanya minat yang dimiliki oleh remaja itu sendiri. Menurut Harlock (1980), ada beberapa minat yang dimiliki seorang remaja dalam hubungannya dengan lingkungan

sosial seperti:

minat rekreasi; dapat berupa dalam bentuk berpergian untuk bersenang-senang dan bersantai, minat sosial; ditujukan untuk kepopuleran didalam kelompoknya seperti remaja yang memiliki status sosial ekonomi lebih rendah

memiliki sedikit

kesempatan untuk mengembangkan minat pada pesta, minat pribadi; dapat berupa penampilan diri, cara berpakaian dan sebagainya, dan minat simbol status; yang merupakan simbol prestise yang menunjukkan bahwa orang yang memilikinya lebih tinggi atau mempunyai status lebih tinggi dalam kelompok. Pada perkembangan moral, remaja membentuk perilaku agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak (Hurlock, 1980). Perinsip moral ini yang berlaku dan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya di masyarakat.

Menurut Siregar (Ibrahim, 1997) gaya hidup dapat dipelajari melalui lingkungan sosial, oleh karena itu gaya hidup masing-masing individu memiliki sifat yang khas dan unik. Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana membentuk image di mata orang lain atau bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain melalui simbol status yang dimiliki, seperti penggunaan barang-barang bermerek. Tujuan pemakaian simbol-simbol status ini adalah memproyeksikan citra diri seseorang agar dipersepsi sebagai bagian dari kelas sosial tertentu. Pemakaian simbol status yang dimiliki diyakini mengandung unsur prestise bagi seseorang. Jadi kepemilikan simbol status diharapkan dapat menunjukkan citra diri dihadapan orang lain. Siregar (Ibrahim, 1997) menjelaskan bahwa untuk memahami gaya hidup pada remaja tidak hanya ditentukan pada faktor usia, kelompok sosial, namun lebih pada latar sosial budaya dimana remaja tersebut berada. Misalnya remaja yang tinggal di kota-kota besar, lebih cenderung memiliki gaya hidup yang menonjol dan lebih jelas dari pada remaja yang tinggal di desa. Manakala gaya hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan menjadi prestige yang mengutamakan faktor kesenangan akan mengarah pada kecenderungan yang bersifat hedonis. Gaya hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan umumnya banyak di temukan dikalangan remaja. Menurut Sujanto (Sumartono, 2002) hal ini karena remaja mulai mencari identitas diri melalui penggunaan simbol status seperti mobil, pakaian, dan pemilikan barangbarang lain yang mudah terlihat. Gaya hidup hedonis yang berorientasi pada

kesenangan tidak terlepas pada pola perilaku konsumtif, remaja yang menganggap bahwa penampilan dan gaya hidup mewah merupakan simbol status yang lebih tinggi dalam kelompoknya. Hal ini menimbulkan adanya sikap untuk bersaing dalam penampilan diri seperti memakai pakaian bermerek dan modis, gaya rambut, dan barang-barang mewah lainnya. Kecenderungan perilaku ini akan mengarah pada hanya mementingkan faktor keinginan (want) dari pada kebutuhan (need) yang mengutamakan pada kesenangan pada materi. Dari uraian di atas telah dijelaskan bahwa adanya proses pembentukan konsep diri pada remaja akan mengalami perubahan yang bersifat dinamis. Konsep diri yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa masing-masing individu memiliki konsep diri yang berbeda. Adanya perbedaan pada perkembangan konsep diri yang dimiliki akan turut serta mempengaruhi perilaku setiap individu pada penilaian terhadap pola perilaku kecenderungan gaya hidup hedonis. Hal-hal yang dilakukan dalam rangka bergaya hidup hedonis dapat berkaitan dengan bagaimana seseorang membentuk image di mata orang lain. Dengan melihat kondisi gaya hidup hedonis pada saat ini, dapat dipandang sebagai masalah yang perlu menjadi perhatian dari berbagai pihak. Seperti yang telah diuraikan dimuka, dampak yang ditimbulkan dari gaya hidup hedonis adalah dapat mengembangkan pola perilaku yang tidak produktif. Hal ini dapat diketahui dari cara-cara individu dalam mempergunakan waktu pada kegiatan yang kurang bermanfaat dan orientasi minatnya terhadap segala sesuatu yang lebih mementingkan penampilan atau gengsi dalam pergaulannya.

D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan di dalam penelitian ini yaitu ada korelasi negatif antara konsep diri dengan gaya hidup hedonis pada remaja akhir. Semakin tinggi konsep diri maka semakin rendah kecenderungan gaya hidup hedonis, dan sebaliknya

BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel tergantung

: Gaya hidup hedonis

Variabel bebas

: Konsep diri B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Gaya hidup hedonis Gaya hidup hedonis adalah suatu pola kecenderungan perilaku yang dapat di lihat dari aktivitas, minat dan pendapat seseorang yang berorientasi pada kesenangan sebagai faktor utama, serta lebih mementingkan keinginan (want) dari pada kebutuhan (need). 2. Konsep diri Konsep diri adalah sejauhmana individu menyadari segala kelebihan maupun kelemahan yang ada pada dirinya. Konsep diri dapat bersifat positif ataupun negatif. Sifat konsep diri inilah yang akan berperan penting dalam menentukan dan mengarahkan perilaku individu di lingkungan sosialnya. C. Subyek Penelitian Karakteristik subjek yang menjadi sasaran dari penelitian ini adalah remaja yang berstatus mahasiswa dan mahasiswi pada fakultas psikologi, yang memiliki batasan usia antara 17-24 tahun. Dalam penelitian ini subjek yang datanya diambil sebanyak 100 orang dari keseluruhan mahasiswa psikologi yang aktif sebanyak 1155

orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling. D. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala gaya hidup hedonis dan skala konsep diri. 1. Skala gaya hidup hedonis Skala gaya hidup hedonis yang digunakan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukkan oleh Reynold dan Draden (Engel dkk, 1994) berpendapat bahwa pencerminan gaya hidup disimbolkan sebagai AIO (Activities, Interest, dan Opinion) yaitu aktivitas, minat dan opini yang berorientasi pada kesenangan sebagai faktor utama. Tabel 1 Blue Print Skala Gaya Hidup Hedonis Sebelum Uji Coba Jumlah Nomor Aitem Aspek - Aspek Aitem Favourable Unfavourable Aktifitas 3, 16, 17, 18, 23, 25, 32, 21, 36, 38 14 33, 35, 41, 44 Minat 2, 5, 9, 14, 22, 24, 29, 34, 15, 20, 37, 39, 48, 49 20 40, 43, 45, 46, 47, 50 Opini 1, 4, 10, 11, 12, 19, 30, 42 6, 7, 8, 13, 26, 27, 28, 31 16 Jumlah

33

17

50

2. Angket konsep diri Angket konsep diri yang digunakan berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Berzonsky (Helmi dan Ramdhani, 1992), adapun aspek-aspek tersebut antara lain: 1) Psikologis; 2) Sosial; 3) Fisik; 4) Moral.

Tabel 2. Blue Print Skala Konsep Diri Sebelum Uji Coba Nomor Aitem Jumlah Aspek - Aspek Aitem Favourable Unfavourable Psikologis 23, 32, 42, 45 10, 16, 27, 31, 38, 40 10 Sosial 2, 3,13, 17, 25, 36, 46, 47, 9, 28, 33, 44 12 Fisik 6, 12, 14, 20, 35, 39, 1, 7, 18, 22, 26, 34, 41, 43, 14 Moral

4, 8, 15, 21, 29,

5, 11, 19, 24, 30, 37

11

Jumlah

23

24

47

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas Validitas alat ukur mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan memiliki validitas tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya penelitian tersebut (Azwar, 2003). Uji Reliabilitas Reliabilitas alat ukur berhubungan dengan sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Suatu hasil dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2003). F. Metode Analisis Data Metode analisis statisik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah non parametrik dari Spearman’s dengan menggunakan bantuan program SPSS (Statistic Program Social Science) versi 12.0 for windows.

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah Responden penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengambil data penelitian adalah mahasiswa yang memiliki rentang usia antara 17-24 tahun. Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dengan jumlah subyek sebanyak 100 orang. Pada tahun ajaran 2006/2007 Mahasiswa Fakultas Psikologi Univeristas Islam Indonesia Yogyakarta memiliki jumlah mahasiswa aktif sebanyak 1155 orang. Kegiatan belajar mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dimulai pada pukul 07:00-16:00 wib dari hari senin sampai jum’at. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta mempunyai kondisi fisik yang baik. Fasilitas-fasilitas fisik yang dimiliki selain ruang kelas dan ruang dosen juga memiliki fasilitas yang pendukung lainnya antara lain: perpustakaan, laboratorium yang terdiri dari laboratorium eksperimen, faal, psikodiagnostik dan laboratorium komputer; musola, kantin, ruang foto copy, lapangan olah raga, taman dan tempat parkir kendaraan yang cukup luas. 2.Persiapan Penelitian a. Persiapan Administrasi Persiapan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian adalah mengurus surat perijinan pada instansi tempat dilakukannya penelitian di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Surat permohonan

ijin penelitian dikeluarkan oleh Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Nomor: 201/Dek/70/Akd/III/2007. 1) Skala gaya hidup hedonis Skala gaya hidup hedonis terdiri dari 50 aitem yang terdiri dari 33 aitem favorabel dan 17 aitem unfavorable. Hasil analisis statistik pada program SPSS versi 12.00 dari 30 subjek yang mengisi gaya hidup hedonis yang sahih sebanyak 29 aitem dan yang gugur sebanyak 21 aitem. Aitem yang gugur adalah nomor 1, 2, 4, 7, 8, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 25, 27, 29, 33, 36, 38, 39, 44, 48, 49 dianggap gugur karena koefisien korelasi totalnya tidak mencapai angka di atas r = 0,300 dengan demikian skala gaya hidup hedonis terdiri dari 33 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,353 sampai dengan 0,777. Dengan di peroleh koefisien alpha sebesar 0,932 Sebaran aitem gaya hidup hedonis dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Distribusi Butir Skala Gaya Hidup Hedonis Setelah Uji Coba Jumlah Nomor Aitem Aspek - Aspek Aitem Favourable Unfavourable Aktifitas 3(1), 17(9), 18(10), 23(12), 7 32(18), 35(20), 41(23) Minat 5(2), 9(4), 14(8), 22(11), 37(21) 13 24(13), 34(19), 40(22), 43(25), 45(26), 46(27), 47(28), 50(29) Opini 10(5), 11(6), 12(7), 30(16), 6(3), 26(14), 28(15), 9 42(24) 31(17) Jumlah 24 5 29 Catatan: angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru setelah uji coba. b. Skala konsep diri Skala konsep diri terdiri dari 47 aitem yang terdiri dari 23 aitem favorabel dan 24 aitem unfavorable. Hasil analisis statistik pada program SPSS versi 12.00 dari 30 subjek yang mengisi skala konsep diri yang sahih sebanyak 35 aitem dan yang gugur

sebanyak 12 aitem. Aitem yang gugur adalah nomor 1, 2, 4, 5, 7, 11, 16, 22, 23, 29, 39, 47 dianggap gugur karena koefisien korelasi totalnya tidak mencapai angka di atas r = 0,300. Dengan demikian skala konsep diri terdiri dari 35 aitem dengan koefisien korelasi aitem total bergerak antara 0,313 sampai dengan 0,662 dan diperoleh koefisien alpha sebesar 0,919 Sebaran aitem konsep diri dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4 Distribusi Butir Skala Konsep Diri Setelah Uji Coba. Nomor Aitem Aspek - Aspek Favourable Unfavourable Psikologis 32(22), 42(31), 45(34) 10(5), 27(18), 40(29), 38(28), 31(21) Sosial 13(7), 17(10), 25(16), 9(4), 28(19), 33(23), 36(26), 46(35) 44(33) Fisik 3 (1), 6(2), 12(6), 14(8), 18(11), 26(17), 20(13), 35(25) 34(24), 41(30), 43(32) Moral 8(3), 15(9), 21(14), 19(12), 24(15), 37(27) 24(15) Jumlah 18 17

Jumlah Aitem 8 9 11 7 35

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data penelitian dilaksanakan di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia pada tanggal 15-16 Maret 2007. Responden yang digunakan adalah mahasiswa pada Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. C. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subyek Penelitian Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas dan Jenis Kelamin No Faktor Kategori n 1 Subjek 100 2

Jenis kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

2. Deskripsi Data Penelitian Tabel 6 Deskripsi data penelitian Variabel Empirik Min Max M SD Gaya hidup 33 108 60,91 12,59717 hedonis Konsep diri 69 121 99,44 10,14871

Hipotetik Min Max M SD 29 116 72,5 14,5 33

132

82,5

16,5

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa rerata empirik gaya hidup hedonis sebesar 60,91 di bawah rerata hipotetik sebesar 72,5 dengan standar deviasi (SD) sebesar 12,59717. Sedangkan untuk mean empirik konsep diri sebesar 99,44 di atas rerata hipotetik sebesar 16,5 dengan standar deviasi (SD) sebesar 10,14871. Adapun kriteria kategori dapat dilihat pada tabel ini. Tabel 7 Kriteria Kategori Kategori Nilai Sangat Rendah X < M – 1,8 SD Rendah M – 1,8 SD < X < M – 0,6 SD Sedang M – 0,6 SD < X < M + 0,6 SD Tinggi M + 0,6 SD < X < M + 1,8 SD Sangat Tinggi X > M + 1,8 SD Catatan : M = rerata hipotetik ; SD = satuan standar deviasi 1. Gaya hidup hedonis Berdasarkan sebaran empirik dari skor skala gaya hidup hedonis, maka subjek penelitian bisa dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 8 Kategorisasi Skor Variabel Gaya Hidup Hedonis Skor Kategorisasi Jumlah X < 46,4 Sangat Rendah 13 46,4 < X < 63,8 Rendah 46 63,8 < X < 81,2 Sedang 36 81,2 < X < 98,6 Tinggi 4 X > 98,6 Sangat Tinggi 1 100

% 13 % 46 % 36 % 4% 1% 100 %

Hasil masing-masing variabel gaya hidup hedonis memiliki rentang 98.6 > X untuk ketegori sangat tinggi, 81,2 < X = 98,6 untuk kategori tinggi, 63,8 < X = 81,2 untuk kategori sedang, 46,4 < X = 63,8 untuk kategori rendah, X = 46,4 untuk kategori sangat rendah. Berdasarkan deskripsi data penelitian diketahui bahwa rerata empirik keseluruhan subjek adalah 60,91 sehingga dapat disimpulkan bahwa kecenderungan gaya hidup hedonis dalam penelitian ini berada dalam kategori rendah. 2. Konsep Diri Berdasarkan sebaran empirik dari skor konsep diri, maka subjek penelitian bisa dikelompokkan menjadi lima, seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 9 Kategorisasi Skor Konsep Diri Skor Kategorisasi X < 52,8 Sangat Rendah 52,8 < X < 72,6 Rendah 72,6 < X < 92,4 Sedang 92,4 < X < 112,2 Tinggi X > 112,2 Sangat Tinggi

Jumlah 0 1 23 66 10 100

% 0% 1% 23 % 66 % 10 % 100 %

Hasil masing-masing variabel konsep diri memiliki rentang 112,2 > X untuk ketegori sangat tinggi, 92,4 < X = 112,2 untuk kategori tinggi, 72,6 < X = 92,4 untuk

kategori sedang, 52,8 < X = 72,6 untuk kategori rendah, X = 52,8 untuk kategori sangat rendah. Berdasarkan deskripsi data penelitian diketahui bahwa rerata empirik keseluruhan subjek adalah 99,44 sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri dalam penelitian ini berada dalam kategori tinggi. 3. Uji Asumsi a. Uji normalitas Tabel 10 Hasil uji normalitas Variabel Gaya hidup hedonis Konsep diri

Skor KS-Z 0.631

p 0.821

Kategori Normal

0.736

0.651

Normal

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa gaya hidup hedonis mempunyai skor KS-Z = 0.631 dan p = 0.821 (p=0.05) sehingga data normal. Konsep diri mempunyai skor KS-Z = 0.736 dan p = 0.651 (p=0.05) sehingga data normal. b. Uji Linieritas Tabel 11 Hasil Uji Linieritas Variabel Gaya hidup hedonis Konsep diri

F 1,415

p 0.239

Kategori Tidak linier

Berdasarkan hasil tabel di atas dapat diketahui bahwa antara gaya hidup hedonis dan konsep diri mempunyai nilai F = 1,415 dan p = 0,239 (p> 0.05) sehingga data tidak linier.

4. Uji Hipotesis Hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup hedonis dapat diketahui dengan cara melakukan uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya diketahui syarat linieritas tidak terpenuhi, sehingga analisis data menggunakan teknik analisis korelasi non parametrik dari Spearman’s melalui program komputer SPSS versi 12.00 for windows. Hasil diperoleh angka koefisien korelasi sebesar 0,150 dengan p = 0,068 (p>0,05). D. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis korelasi non parametrik dari Spearman’s diketahui bahwa tidak ada hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup hedonis. Dengan demikian dugaan bahwa terdapat korelasi di antara keduanya adalah dugaan yang salah maka hipotesis ditolak, dengan nilai r = - 0,150 dan p = 0,068 (p>0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Brooks (Rakhmat, 1985) bahwa konsep diri bukanlah sesuatu yang di bawa individu sejak lahir, melainkan merupakan sesuatu yang dipelajari sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya. Konsep diri terdiri dari sekumpulan pikiran dan perasaan yang mendasari perasaan penghargaan individu mengenai eksistensi diri, konsep tentang siapakah dirinya dan yang dicita-citakannya, yang terbentuk melalui pengalaman dan interaksinya dengan orang lain. Oleh karena itu, konsep diri yang dimiliki setiap individu akan berbeda dan terus mengalami perubahan yang terbentuk dari lingkungannya. Hal ini yang mendasari setiap individu dalam berperilaku. Senada diungkapkan oleh Saam dan Ancok (Lukman, 2000) konsep diri berkembang karena ada proses interaksi dirinya dengan individu atau kelompok lain. Secara

dinamis, konsep diri terbentuk dan berkembang karena adanya pengalaman interaksi antara dirinya dengan orang lain. Dasar pengalaman dan interaksi ini kemudian individu menilai dirinya dan menggunakan penilaian tersebut menjadi tolak ukur dalam berfikir dan berperilaku. Hal ini dikarenakan bahwa perkembangan konsep diri tidaklah ajeg sepanjang umur, melainkan mengalami perubahan. Semakin bertambahnya usia, konsep dirinya akan semakin berkembang, isinya semakin kompleks, semakin abstrak dan luas. Perkembangan konsep diri juga dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya karena interaksinya dengan lingkungan, serta pengasuhan yang di dapat anak dari orang tuanya. Menurut Tahlib (1996) upaya perubahan konsep diri bisa dilakukan dengan merubah lingkungan sosialnya. Hal ini mengingat konsep diri tidak hanya terbentuk dari pengalaman internal individu, namun juga dipengaruhi oleh pengalaman eksternal individu. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Suryo (1999) mengenai perbedaan tingkat konformitas ditinjau dari gaya hidup pada remaja pada mahasiswa Fakultas Psikologi UGM menunjukan bahwa perilaku konformitas yang dilakukan oleh remaja akan membentuk pola perilaku gaya hidup yang berbeda-beda seperti gaya hidup sprotif, gaya hidup rumahan, gaya hidup sosial dan gaya hidup kebanyakan. Adanya perbedaan pada perkembangan konsep diri yang dimiliki akan turut serta mempengaruhi perilaku setiap individu pada penilaian diri terhadap gambaran keseluruhan dari sikap, perasaan, persepsi dan evaluasi seseorang tentang dirinya sendiri yang berkaitan dengan pada perilaku gaya hidup tertentu. Misalnya saja gaya hidup hedonis, gaya hidup metrosexsual, gaya hidup hemat, gaya hidup sehat dan sebagainya. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saputri (2005),

mengenai hubungan antara intensitas menonton tayangan sinetron drama remaja dengan gaya hidup hedonis pada remaja, menunjukan bahwa semakin tinggi intensitas menonton tayangan sinetron drama remaja maka gaya hidup hedonis pada remaja semakin tinggi. Ini menunjukkan bahwa adanya keterkaitan pengaruh pengalaman eksternal pada diri individu dalam membentuk gaya hidup hedonis. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibrahim (1997) setiap orang dapat mudah meniru gaya hidup yang disukai. Misalnya saja, gaya hidup yang ditawarkan melalui iklan akan menjadi lebih beraneka ragam dan cenderung mengambang bebas dan pada akhirnya akan bersifat netral yang mudah ditiru dan dipakai sesuka hati oleh setiap orang. Adlin (Ibrahim, 1997) berpendapat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan gaya hidup yaitu adanya penilaian terhadap suatu produk yang ditentukan oleh pola pikir dan nilai-nilai yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat, dimana hal ini dapat menular dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya melalui media komunikasi. Selain itu inovasi desain juga turut menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan gaya hidup, adanya suatu penawaran produk terbaru secara tidak langsung akan menggantikan produk sebelumnya, yang kemudian menjadi sasaran utama bagi para konsumen seperti handphone, komputer dan sebagainya. Penelitian ini memiliki kelemahan dalam hal penentuan kriteria subjek. Peneliti kurang memberikan definisi yang spesifik tentang subjek penelitian sehingga mempengaruhi pengambilan subjek yang mungkin tidak tepat, misalnya pada saat penyebaran skala penelitian.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis korelasi yang dilakukan diperoleh nilai korelasi antara konsep diri dengan gaya hidup hedonis adalah sebesar r = -0.150 dan p = 0.068 (p>0.05). Berdasarkan hasil analisis korelasi yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan gaya hidup hedonis. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1. Bagi subjek penelitian Lingkungan merupakan faktor pengalaman yang sangat berperan penting dalam pembentukan konsep diri bagi remaja, oleh karena itu diharapkan agar remaja dapat lebih bersikap hati-hati dalam memilih dan berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga konsep diri yang terbentuk akan lebih bersifat positif. Dengan konsep diri yang positif diharapkan remaja dapat memanifestasikannya ke dalam bentuk gaya hidup yang lebih baik seperti gaya hidup sehat, dan tidak terjerumus pada gaya hidup hedonis yang cenderung negatif. 2. Bagi penelitian selanjutnya Saran bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan persoalan yang sama. Disarankan untuk melengkapi dengan data wawancara dan observasi dengan pendekatan kualitatif, yang diharapkan lebih menggali faktor-faktor apa saja yang

melatarbelakangi seseorang berkecenderungan gaya hidup hedonis. Selain itu, perlu kiranya memperhatikan konsep tentang gaya hidup hedonis secara spesifik sehingga dapat memberikan batasan usia yang jelas bagi subjek yang akan digunakan dalam penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Ancok, D. 2004. Psikologi Terapan: Mengupas Dinamika Kehidupan Umat Islam. (Cetakan Pertama). Yogyakarta: Darussalam Offset. Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi Kedua. Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Berzonsky, D. M. (1981). Adolescent Development. Macmillan Publishing Co. New York. Chaney, D. 1996, Life Styles (terjemahan). Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Dadang, S. 1995. Psikologi Remaja Dimensi-Dimensi Perkembangan. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Desmita, 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : Penerbit PT. Remaja Rosda Karya. Engel, J.F., Black, R.D., Miniard, P.W.,1994. Prilaku Konsumen. Edisi enam. Jilid I. Terjemahan Alih Bahasa Oleh Fx. Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence, Adolescence. London: Scoot, Foresman/Little, Brown Higher Education. Gunarsa, SD dan Gunarsa,Y.S. 2003. Psikologi Remaja (Cetakan kelima belas). Jakarta: BPK Gunung Mulia. Harjanti, M. 2001. Hubungan Antara Motif Berafiliasi Dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis Pada Remaja. Yogyakarta. Skripsi. (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Helmi, A. dan Ramdhani. (1992). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kemampuan Bergaul Pada Remaja. (Laporan Penelitian). Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Terjemahan Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga.

___________, 1996. Perkembangan Anak. Jilid 2. Terjemahan Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga. Ibrahim, S.I., 1997. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan. Kotler, P. 1991. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Moeliono, M.A, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. Monks, F.J. Knoers, A.M.P. dan Haditono, S.R. 2003. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Mowen, J.C & Minor, M. 2002. Perilaku konsumen. Jilid 1. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Muhyidin, M. 2004. Remaja Puber: di Tengah Arus Hedonis. Bandung: Mujahid Press. Nashori, F. 1998. Hubungan Antara Orientasi Nilai Hidup dan Sikap Konsumtif Remaja. Laporan Penelitian (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia. _________, 2000. Hubungan Antara Kematangan Beragama, Konsep Diri, dan Jenis Kelamin dengan Kompetensi Interpersonal. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Priamsari, Dewi. (1999). Hubungan Antara Konsep Diri dengan Minat Membeli Pakaian Bermerk Pada Remaja Golongan Atas. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM. Ridho, P. 2004. Swalayan Meningkat 31,4 Persen Dalam Dua Tahun. http://www.tempointeraktif.com/ Rumini, S. dan Sundari, S. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Penerbit PT.Rineka Cipta. Shapiro. E. L. 1990. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sumartono, 2002. Terperangkap Dalam Iklan”Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi”. Bandung : Penerbit Alfabeta. Suryabrata, S. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Suryo, A. F. 1999. Perbedaan Tingkat Konformitas Ditinjau Dari Gaya Hidup Pada Remaja. Journal Psikologika Nomor 17 Tahun III. Susanto, A.B. 2001. Potret-Potret Gaya Hidup Metropolis. Jakarta: Kompas. Swastha, B & Handoko, H.T. 1987. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta : Liberty. Thalib, SB. (1996) Kematangan Karir Ditinjau Dari Konsep Diri Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas III SMU Negeri di Kabupaten Bulukumba. Tesis. (Tidak Diterbitkan) Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.