HUBUNGAN FAKTOR IKLIM DENGAN PENYAKIT DIARE DI

Download Penelitian menggunakan data sekunder yang diambil dari Puskesmas Pilolodaa untuk penyakit diare dari ..... Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol...

0 downloads 394 Views 335KB Size
HUBUNGAN FAKTOR IKLIM DENGAN PENYAKIT DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PILOLODAA KECAMATAN KOTA BARAT Risnawati R.Utina, Herlina Jusuf, Lintje Boekoesoe1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Risnawati R.Utina. 2014. Hubungan Faktor Iklim Dengan Penyakit Diare Di Wilayah Krja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. Ha. Herlina Jusuf, Dra, M.Kes, dan Pembimbing II Dr. Lintje Boekoesoe, Dra, M.Kes. Perubahan iklim mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, salah satunya penyakit diare. Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan yang selalu masuk dalam 10 besar penyakit menonjol di setiap Puskesmas Wilayah Kota Gorontalo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor iklim dengan penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo. Jenis penelitian adalah Observasional Analitik. Penelitian menggunakan data sekunder yang diambil dari Puskesmas Pilolodaa untuk penyakit diare dari tahun 2011-2013. Sedangkan data faktor iklim didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bandara Jalaludin Isimu dari tahun 2011-2013. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi (Time Trend Study), dengan menggunakan analisis Korelasi Product Moment. Pengujian statistik terhadap semua variabel bebas dan terikat, ditemukan ada kekuatan hubungan/korelasi yang ditemukan yaitu suhu (r = -0.996), kelembaban (r = -0.993), curah hujan (r = -0.996), hari hujan (r = 0.831). tetapi tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak signifikan antara faktor iklim dengan penyakit diare dimana ρ value >α = 0.05). Untuk hari hujan dan diare mempunyai arah yang positif atau kedua variabel hubungannya searah ( apabila hari hujan meningkat maka penyakit diare juga meningkat). Oleh karena itu diperlukan beberapa hal untuk menurunkan angka penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa. Diperlukan tindakan pencegahan dengan meningkatkan akses air bersih pada seluruh masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa. Kata kunci: Faktor Iklim, penyakit diare 1

Risnawati R.Utina, Mahasiswa di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo. Dosen Pembimbing 1 Dr. Ha. Herlina Jusuf, Dra, M.Kes, dan Pembimbing II Dr. Lintje Boekoesoe, Dra, M.Kes.

Makhluk hidup memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan alam. “Sekarang sudah menjadi rahasia umum bahwa alam kita sekarang sedang dilanda dengan ketidakmenentuan cuaca dan iklim atau yang sering dikenal dengan climate change” (Kemenkes 2011). Salah satu bagian dari perubahan iklim yakni pemanasan global yang dikenal dengan global warming. Namun, kita sering menganggap sama kedua istilah tersebut padahal memiliki arti yang berbeda. Parameter iklim tidak panas saja, melainkan ada parameter lain seperti curah hujan, kondisi awan, angin, dan radiasi sinar matahari. “Perubahan iklim ini juga memberikan dampak langsung contohnya terjadinya gelombang panas, selain itu juga terjadi kejadian alam yang ekstrim seperti badai, banjir, kekeringan, dan angin topan yang dapat merugikan kesehatan manusia dalam banyak cara yang bervariasi, dan dampak tidak langsung terhadap kesehatan manusia contohnya terjadinya gangguan atau permasalah dalam produksi dan suplai makanan, menurunnya panen bahan makanan pokok seperti sereal, padi, berdampak pada berubahnya pola penularan beberapa penyakit terhadap manusia yaitu penyakit yang ditularkan lewat vektor dan penyakit yang ditularkan lewat air” (Kemenkes, 2011). Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat ditularkan melalui air. Sumber air bersih masih menjadi isu prioritas utama di wilayah pasifik, termasuk negara Indonesia. Kurangnya cakupan air bersih merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian penyakit diare (Wijayanti, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bumulo (2012) mengenai Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kota Gorontalo, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat, yang memiliki jamban tidak memenuhi syarat (43,7%) dan penyediaan air bersih (51,1%) yang tidak memenuhi syarat, yang menyebabkan masih banyak jumlah penderita diare di Wilayah Puskesmas Pilolodaa Kota Barat. Hal tersebut di atas seperti kurangnya akses air bersih yang aman dan fasilitas MCK akan meningkatkan risiko penyakit diare. Penyakit diare merupakan penyakit pencernaan dimana terjadinya perubahan konsistensi feses dan frekuensi buang air besar. “Seseorang dikatakan mengalami diare jika feses lebih berair dari biasanya dan buang air sampai 3 kali atau lebih atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam” (Kemenkes, 2011). Penyakit diare di Kota Gorontalo, masih termasuk dalam 10 penyakit tertinggi yang ada di setiap puskesmas. Salah satunya yakni Puskesmas Pilolodaa. Menurut data sekunder “dalam enam tahun terakhir penyakit diare masih menduduki urutan pertama yaitu tahun 2008 sebesar 248,11%, 2009 sebesar 237,7%, 2010 sebesar 84,44%, 2011 sebesar 194,68%, 2012 sebesar 156,478% dan tahun 2013 sebesar 103,68%. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan studi ekologi menurut waktu (Time Trend Study). Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Analitik dengan melihat faktor iklim, seperti

curah hujan, hari hujan, suhu, kelembaban udara, sebagai variabel independennya serta penyakit diare sebagai variabel dependennya. Adapun teknik analisis data menggunakan Korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS 16. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Hasil Penelitian Dari hasil penelitian, jumlah penyakit diare tiga tahun terakhir sebanyak 1712 penderita. Berikut tabulasi penderita penyakit diare, di wilayahKerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat tahun 2011 sampai 2013 : 700 600 500 Jumlah Penderita Diare

400 300 200 100

0 Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

Sumber : Puskesmas Pilolodaa 2011-2013 Gambar 4.1 Penyakit Diare Tahun 2011 - 2013 Berdasarkan grafik 4.1 terlihat bahwa garis tren penyakit menujukan adanya penurunan penyakit dari tahun 2011 – 2013. Penderita penyakit diare setiap tahun, terlihat tahun 2011 penyakit diare termasuk dalam kategori tinggi dengan jumlah penderita sebanyak 637 penderita, tahun 2012 mengalami penurunun penderita penyakit diare yaitu 548 penderita, sedangkan tahun 2013 kembali terjadi penurunan penyakit diare menjadi 527 penderita. Jika dilihat secara keseluruhan, tren penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat terlihat menurun.

400 300

Tahun 2011

200

Tahun 2012

100

Tahun 2013

0 Dembe 1

Lekobalo

Pilolodaa

Sumber : Puskesmas Pilolodaa 2011-2013 Gambar 4.2 Penderita diare berdasarkan kelurahan Dari grafik 4.2 terlihat bahwa jumlah penderita diare yang tertinggi selama tiga tahun terakhir pada kelurahan lekobalo yaitu tahun 2011 yaitu 394 penderita, tahun 2012 yaitu 288 penderita dan tahun 2013 sebanyak 276 penderita.

Berdasarkan laporan penyakit diare dari puskesmas pilolodaa diketahui bahwa penyakit diare banyak terjadi pada kelompok umur lebih dari 5 tahun sebesar 62%, kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 27%, dan pada kelompok umur kurang dari 1 tahun sebanyak 10%. Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu wilayah yang dihitung dalam jangka waktu yang cukup lama. Hasil uji statistik menerangkan bahwa hubungan terjadi hubungan sangat kuat antara suhu dan diare yaitu (r = -0.999), dengan penjelasan tidak signifikan antara suhu dengan penyakit diare (ρ=0.058 > α=0.05). Menunjukan arah hubungan yang tidak searah. Hubungan antara kelembaban dengan penyakit diare menunjukkan hubungan yang sangat kuat (r= -0,993) dan menunjukkan hubungan dengan pola yang negatif. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan antara kelembaban memiliki hubungan yang tidak signifikan (ρ=0.074) terhadap penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa. Hubungan curah hujan dengan penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa memilliki hubungan sangat kuat (r= -0,996) dan hubungan ini bersifat negatif. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi tidak signifikan (ρ=0,057>α=0.05) antara curah hujan dan penyakit diare dengan kata lain tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang di uji. Hubungan korelasi yang terjadi bersifat sangat kuat (r=0,831), dengan arah hubungan positif atau searah. Hasil analisis statistik memperlihatkan hasil hubungan yang tidak signifikan yaitu (ρ = 0.375). Hubungan yang signifikan apabila (ρ value < 0.05) Pembahasan Berdasarkan uaraian di atas penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkorelasi positif dengan penyakit diare seperti kurang baiknya sistem pembuangan sampah, kebiasaan mengkonsumsi makanan dipinggir jalan, pendapatan rumah tangga yang rendah, kurangnya pengetahuan kesehatan, tempat tinggal yang rawan banjir, tempat tinggal di rumah kayu, dan tidak memilki toilet pribadi, jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat dan jarak jamban yang kurang dari 10 meter dari sumber air bersih. Faktor-faktor inilah yang masih membuat jumlah penderita diare masih tinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa. Laporan tahunan untuk wilayah yang terdapat banyak penderita diare berada di Kelurahan Lekobalo dari data tiga tahun terakhir sebesar 958 penderita, untuk Kelurahan Dembe 1 yaitu 623 penderita, sedangkan untuk Kelurahan Pilolodaa dengan jumlah 124 penderita. Tingginya penderita diare di Kelurahan Lekobalo yang terjadi dimungkinkan karena banyaknya jumlah kunjugan yang tercatat. Hal ini juga di sebabkan masih ada juga Lingkungan dari Kelurahan Lekobalo yang masih mempunyai kawasan yang tidak bisa di jangkaw dengan kendaraan umum karena daerah tersebut terletak di atas pegunungan kapur yaitu Lingkungan V. Kelurahan Lekobalo termasuk juga Kelurahan yang rawan banjir, karena di kawasan tersebut kurang saluran-saluran air dan letak wilayahnya yang

berdekatan dengan kawasan sungai, sanitasi lingkungan yang kurang baik, hujan yang lebat bahkan tanpa disertai banjir pun dapat meningkatkan insiden diare sebagai dampak dari sistem pembuangan limbah yang kurang bagus, dengan sering terjadinya banjir di wilayah ini, banyak sumber-sumber air minum yang tercemar seperti sumur gali. Hasil uji yang telah di hasilkan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa faktor iklim suhu yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa dengan penyakit diare yang terjadi memiliki hubungan yang “sangat kuat/sempurna” yaitu (r = -0.996) dan hubungan yang terjadi bersifat negatif mengindikasikan pola hubungan antara suhu dengan diare adalah tidak searah yaitu dimana dapat di artikan nilai variabel X tinggi maka nilai variabel Y menurun. Dari uji statistik bahwa suhu memiliki hubungan yang tidak signifikan terhadap penyakit diare yang terjadi dimana (ρ = 0,058 > 0.05). Hubungan yang signifikan jika p value yang dihasilkan kecil dari 5% (ρ<0,005). Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan mengenai hubungan suhu dengan penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kota Barat dimana hubungan penyakit dengan suhu bersifat negatif, sejalan dengan hasil yang ditemukan oleh Hashizume (2007) di Dhaka yang menunjukkan risiko potensial kasus diare terlihat menurun ketika adanya kenaikan suhu. Unsur kelembaban juga menjadi faktor utama dalam mengukur iklim baik secara global ataupun pada wilayah tententu. Hasil analisis hubungan yang antara kelembaban dengan penyakit diare yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa tahun 2011 sampai 2013 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diuji (ρ = 0.074), hubungan yang terjadi bersifat negative, dengan kekuatan hubungan sangat kuat/sempurna (r=-0,993). Hubungan dua variabel yang bersifat negatif mengindikasikan bahwa dua variabel tersebut dalam hal ini kelembaban relatif dan penyakit diare tidak searah, dalam artian jika kelembaban udara meningkat, maka penyakit diare menurun. Namun ,dalam penelitian ini menjalaskan hubungan korelasi tersebut sangat kuat/sempurna. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hashizume et al., (2007), secara garis besar kelembaban relatif tidak menujukan adanya hubungan yang berarti dengan kejadian kasus diare yang terjadi, namun setelah dilakukan pengujian kembali dengan penyesuain terhadap beberapa variabel lain, seperti suhu, pola musim, dan faktor pendukung lainya, kelembaban relatif menujunjukan hubungan yang negatif. Untuk penurunan kelembaban relatif 1%, kejadian kasus diare akan meningkat sampai 2,6% (95% CI 0,0-5,3). Hasil analisis menunjukkan hubungan kekuatan korelasi yang sempurna (r = -0.996) antara curah hujan dengan penyakit diare yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa dari tahun 2011 – 2013. Selain ditemukan hubungan korelasi yang tidak bermakna atau tidak signifikan antara dua variabel yang di uji yaitu (ρ = 0.057 > 0.005), dan hubungan yang terjadi bersifat negatif atau dalam arti hubungan tidak searah (dimana semakin tinggi curah hujan, maka penyakit diare menurun). Hasil uji statistik menujuhkan curah hujan memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian kasus diare (r=0,377, p=<0,05)” (Su, 2008). Curah

hujan secara spesifik tidak berpengaruh terhadap penularan pathogen penyakit diare (Zhang et al, 2007 dalam Kolstad, 2011). Adanya perbedaan hasil temuan dari beberapa penelitian diberbagai daerah memunculkan beberapa analisis. Penyakit diare bisa meningkat bahkan menurun pada kasus kurangnya hujan atau bahkan kondisi banjir sekalipun. Tingginya suhu udara, kelangkaan air, dan bahkan air yang berlimpah disebabkan dari banjir atau hujan yang deras telah menunjukkan adanya hubungan dengan penyakit diare. Banyak kasus diare, termasuk penyakit colera meningkat setelah adanya peristiwa banjir terutama didaerah dengan fasilitas sanitasi yang buruk. Hujan yang lebat bahkan tanpa disertai banjir pun dapat meningkatkan insiden kasus diare sebagai dampak dari sistem pembuangan limbah yang kurang bagus. Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik yang dilakukan terhadap penyakit diare dengan jumlah hari hujan dari tahun 2011 – 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (ρ = 0,375 > 0.005). Hubungan korelasi yang terjadi bersifat sangat kuat/sempurna yaitu (r = 0.831) dan menunjukan arah positif dengan kata lain searah (semakin tinggi hari hujan maka semakain banyak penderita diare). Curah hujan dan hari hujan merupakan dua varibel yang sangat berkaitan. Logikanya saja, semakin banyak hari hujan yang terjadi, maka curah hujan juga akan semakin banyak pula. Drayna (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa curah hujan dan hari hujan berkaitan dengan peningkatan kasus gastroenterisi akut. Kasus AGI (Acute Gastrointestinal Disease) meningkat 11% ketika hari hujan 4 hari atau lebih sebelumnya. Selain itu, kasus AGI juga meningkat pada musim dingin. SIMPULAN DAN SARAN Adapun simpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara faktor iklim dengan penyakit diare dalam hubungan yang dihasilakan yaitu ke dua variabel memiliki kekuatan hubungan sangat kuat dimana (r ) mendekati -1 dan +1. Dengan keeratan hubungan tidak signifikan dimana ρ value > α 0.005, sedangkan untuk hari hujan mempunyai nilai positif atau searah (dimana jika hari hujan meningkat maka, penyakit diare meningkat). Penyakit diare sangat berkaitan erat dengan faktor lingkungan yang kurang bagus, misalnya kurangnya akses air bersih, sanitasi yang buruk dan masih buruknya kebersihan perorangan. Oleh karena itu diperlukan beberapa hal untuk menurunkan angka penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa. Diperlukan tindakan pencegahan dengan meningkatkan akses air bersih pada seluruh masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Pilolodaa.

DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, (2007). Faktor Resiko Diare pada Bayi Dan Balita Di Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 11: 1-10. UI. Depok Ami, D. (2011). Lingkungan: Perubahan Iklim dan kependudukan dalam pembangunan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Ernyasih. (2012). Hubungan Iklim (Suhu Udara, Kelembaban, Curah hujan, Kecepatan Angin) Dengan Kasus Diare Di DKI Jakarta Tahun 20072011. Tesis Magister Kesehatan Masyarakat. UI. Depok Hashizume, M. (2007). Rotavirus infections and climate variability in Bangladesh : A time-series analysis. Epidemiologi Infection, 136, 1281-1289. Hariyani, S. (2011). Hubungan Perubahan Iklim Dengan Kejadian Penyakit DBD Pada Daerha Tertinggi Di Kota Padang Tahun 2003-2008. Skripsi Kesehatan Masyarakat. UA. Padang.