Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENS PENYAKIT DEMAM TIFOID DI KELURAHAN SAMATA KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA 2013 Nadyah* * Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar Abstrak Demam Tifoid disebabkan oleh Salmonella thypi yang menyerang saluran pencernaan. Penyakit ini masih bersifat endemik di Sulawesi Selatan dengan sebaran kasus tertinggi di Kabupaten Gowa, Insiden Rate (IR=0.28%) 2008 yaitu tertinggi di Kab.Gowa yaitu 2.391 kasus. Jumlah Penderita Thypoid meningkat dari 165 orang pada tahun 2011 menjadi 178 orang pada tahun 2012. Sedangkan untuk tahun 2013 hingga tiga bulan terakhir penderita Thypoid sudah mencapai 70 orang. Tingginya kejadian tifoid di kabupaten Gowa sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid di kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan sampai dengan bulan September 2013 dengan menggunakan penarikan sampel secara total sampling terhadap 50 responden dengan meneliti variable agent, host dan environment terhadap kejadian Demam Tifoid. Sampel diperoleh melalui kuisioner selanjutnya dilakukan pengolahan data dan disajikan dalam table.Dari penelitian ini diperoleh bahwa Faktor Resiko penyakit demam Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa adalah : Kebiasaan host (kebiasaan cuci tangan, penggunaan jamban), Konsumsi makanan (kebiasaan mengkonsumsi makanan, pengolahan sumber makanan, dan tempat makan), Faktor lingkungan (adanya vektor penyakit yaitu lalat). Dimana dari faktor resiko yang paling dominan dan signifikan untuk terjadinya penyakit pada penderita dengan Demam Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu adalah faktor lingkungan yaitu adanya vektor penyakit yaitu lalat dimana p value = 0,01 < p = 0,05, dan faktor pengolahan sumber makanan responden yang menunjukkan bahwa, responden dengan gejala demam kebanyakan membeli makanan (58%), sebaliknya pada responden dengan demam dan gejala lainnya mengolah sendiri makanannya (14%) ( untuk nilai p<0,05). Hubungan yang signifikan antara kejadian penyakit dengan sumber pengolahan makanan dan vektor memberikan Implikasi lain di dalam penyusunan perencanaan program pengawasan pengelolaan tempat makan termasuk kantin dan rumah makan agar lebih memperhatikan standar pelayanan dan pengelolaan berbasis kesehatan terutama dalam wilayah kelurahan Samata kabupaten Gowa dimana UIN Alauddin berada didalamnya. Kata Kunci : demam tifoid, faktor resiko, insidens produktivitas masyarakat. Di Indonesia,
PENDAHULUAN
B
erbicara tentang angka kesakitan
penyakit yang merupakan salah satu pen-
maka tidak kita pungkiri bahwa
yakit infeksi endemis adalah Demam
penyakit infeksi masih merupa-
Tifoid dengan angka kejadian termasuk
kan ancaman yang dapat mempengaruhi
yang
305
tertinggi,
yaitu
antara
358-
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
810/100.000 penduduk/tahun. Penyakit ini
Antara
disebabkan oleh Salmonella typhi yaitu
mengalami infeksi akut akan menjadi
bakteri enterik gram negatif berbentuk
karier yang kronis. Hal ini tergantung pada
basil dan bersifat patogen pada manusia,
umur, jenis kelamin dan perawatannya.
dan
Karier kronis pada umumnya terjadi pada
bersifat
patogen
pada
manusia
(Nurtjahjani, 2007).
wanita dan penderita dengan usia di atas
Penyakit ini mudah berpindah dari
50 tahun (Spicer, 2000; Mansjoer, 2001;
satu orang ke orang lain yang kurang menjaga
1 – 5% dari pasien yang
kebersihan
WHO, 2003; Medicine Team, 2005).
diri
dan
Brusch (2006) mengatakan beberapa
penularan
secara
penelitian di seluruh dunia menemukan
langsung jika bakteri ini terdapat pada
bahwa laki-laki lebih sering terkena
feses, urine atau muntahan penderita dapat
demam tifoid, karena laki-laki lebih sering
menularkan kepada orang lain dan secara
bekerja dan makan di luar rumah yang
tidak langsung melalui makanan atau
tidak
minuman (Djauzi, 2005; Easmon, 2005,
berdasarkan dari daya tahan tubuh, wanita
Vollard 2007).
lebih berpeluang untuk terkena dampak
lingkungannya
yaitu
Penyakit ini disebarkan melalui jalur
yang
terjamin
lebih
kebersihannya.
berat
atau
Tetapi
mendapat
fecal-oral dan hanya menginfeksi manusia
komplikasi dari demam tifoid. Salah satu
yang mengkonsumsi makanan atau minu-
teori yang menunjukkan hal tersebut
man yang terkontaminasi oleh bakteri Sal-
adalah ketika Salmonella typhi masuk ke
monella typhi. Ada dua sumber penularan
dalam sel-sel hati, maka hormon estrogen
Salmonella typhi, yaitu penderita demam
pada wanita akan bekerja
tifoid dan karier. Seseorang yang karier
karena menangani dua hal sekaligus.
lebih berat
adalah orang yang pernah menderita
Demam tifoid adalah salah satu
demam tifoid dan terus membawa penyakit
penyakit yang sangat penting di beberapa
ini untuk beberapa waktu atau selamanya.
negara berkembang. Penyakit ini terjadi
Individu yang mengekskresi bakteri
dan penyebarannya tidak bergantung pada
ini dalam tinjanya untuk jangka waktu
iklim. Menurut data WHO (2003), di
yang bervariasi disebut sebagai karier
Indonesia rata-rata terjadi kasus demam
konvalesen, biasanya dalam bulan ketiga
tifoid 900.000 per tahun dengan angka
penderita
mengekskresi
kematian lebih dari 20.000 dan lebih dari
mikroorganisme tersebut. Individu yang
91 % menyerang anak dengan usia 3 – 19
mengekskresi Salmonella typhi selama
tahun.
setahun atau lebih disebut karier kronis.
menambahkan bahwa di Sulawesi Selatan
tidak
lagi
306
Hatta
dan
Henk
(2006)
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
demam tifoid merupakan kasus yang
rena masih tingginya insidens penyakit
sangat
tetapi juga posisi strategis UIN Alauddin
penting
dari
komunitas
yang
terinfeksi mikroba dengan angka mencapai
yang berada wilayah ini.
2.500 – 100.000 kasus di beberapa wilayah.
METODE PENELITIAN
Penyakit tyhpoid adalah penyakit
Berdasarkan kajian pustaka yang
yang selalu dilaporkan ada setiap ta-
telah
hunnya. Berdasarkan data pada Puskesmas
merupakan landasan teori tentang teori
Samata Gowa menunjukkan terdapat 117
yang mendasari penyusunan kerangka
kasus selama tahun 2012, dan 41 kasus
konsep maka variable yang telah diidentif-
dari bulan Januari sampai dengan Juni
ikasi yang dianggap berhubungan dengan
2013 demikian pula data yang tercatat pada
insidens demam tifoid adalah :
Poliklinik Asy-sifaa UIN Alauddin yang
dikemukakan
Demam
sebelumnya
Tifoid
adalah
yang
penyakit
menunjukkan terdapat kasus baru demam
demam yang disebabkan oleh Salmonella
typhoid sebanyak 10 kasus untuk periode
typhi yang termasuk dalam golongan bak-
Januari sampai dengan Juni 2013. Data
teri gram negatif yang didiagnosis oleh
menunjukkan
infeksi
dokter berdasarkan gejala klinis demam
masih merupakan ancaman dan tentu saja
terutama pada sore dan malam hari, lidah
Demam Tifoid sebagai salah penyakit in-
kotor, gejala lain berupa sakit kepala dan
feksi perlu mendapat perhatian. Hal ini
gangguan saluran cerna serta ditunjang
disebabkan karena Demam Tifoid mudah
dengan
berpindah dari satu orang ke orang lain
widal yang bermakna.
yang kurang menjaga kebersihan diri dan
Host
bahwa
lingkungannya
penularan
pemeriksaan
laboratorium
tes
secara
Host adalah semua faktor yang ter-
langsung jika bakteri ini terdapat pada
dapat pada diri manusia yang dapat
feses, urine atau muntahan penderita dapat
mempengaruhi timbulnya suatu perjalanan
menularkan kepada orang lain dan secara
penyakit, terdiri dari: Keturunan, Jenis Ke-
tidak langsung melalui makanan atau
lamin, Umur, Status Perkawinan, daya Ta-
minuman. Berdasarkan uraian di atas maka
han Tubuh, Pekerjaan, Kebiasaan Hidup.
mengidentifikasi
yaitu
penyakit
faktor-faktor
yang
Dalam penelitian ini faktor host
mempengaruhi insidens penyakit Demam
yang menjadi fokus penelitian adalah ke-
Tifoid di Kelurahan Samata Kecamatan
biasaan hidup dari responden meliputi
Somba Opu Kabupaten Gowa menjadi
penggunaan jamban, kebiasaan mengkon-
menarik untuk dilakukan bukan hanya ka-
sumsi 307
makanan
mentah,
kebiasaan
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
mencuci tangan menggunakan sabun, asal
Environment
sumber makanan yang dikonsumsi dan
Environtment adalah segala sesuatu
sumber air minum setelah makan.
yang berada di sekitar manusia serta
Agent
pengaruh-pengaruh
luar
yang
dapat
Agent yang dimaksud disini adalah
mempengaruhi kehidupan dan perkem-
substansi tertentu yang karena kehadiran
bangan manusia. Faktor lingkungan disini
atau
men-
adalah ada tidaknya vektor penyakit (lalat)
imbulkan atau mempengaruhi perjalanan
pada tempat responden biasa memperoleh
suatu penyakit. Agent penyakit menular
makanan dan tempat dimana responden
adalah suatu agent penyakit yang memiliki
dominan untuk makan.
ketidakhadirannya
dapat
kemampuan untuk masuk, bertahan dan
Dari
abstraksi teori
di
dan atas
ekstrapolasi
berkembang biak di dalam pejamu serta
berbagai
maka
dapat
dapat berpindah dari suatu pejamu ke pe-
dideduksikan untuk menyusun kerangka
jamu yang lain.Berkaitan dengan Demam
konseptual sebagai berikut :
Tifoid maka yang menjadi agent penyakit adalah bakteri Salmonella typhi HOST
AGENT
INSIDENS DEMAM TIFOID
ENVIRONMENT Keterangan :
Penelitian dilakukan di Kelurahan Samata, Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa = Variabel Independen
dengan populasi dan sampel sebagai berikut :
= Diteliti
Populasi Populasi pada penelitian ini adalah
= Variabel Dependen
seluruh penderita demam tifoid yang tercatat dalam rekam medik di Puskesmas
= Tidak diteliti
Samata dan Poliklinik UIN Alauddin periode Januari - Juli 2013 yaitu sebesar 50 308
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
orang.
variable penelitian.
Sampel
Memasukkan
Pengambilan
sampel
dilakukan
data
(data
entry);
tahap selanjutnya setelah proses 1 dan 2
dengan cara total sampling, yaitu seluruh
selesai
populasi menjadi sampel penelitian yaitu
menginput data ke dalam computer untuk
seluruh penderita demam tifoid yang ter-
melakukan tahapan analisis.
catat dalam rekam medik di Puskesmas
kemudian
dilanjutkan
dengan
Menganalisis data (data analysis);
Samata dan Poliklinik UIN Alauddin peri-
data
kemudian
dianalisis
dengan
ode Januari – Juli 2013 yaitu sebesar 50
menggunakan software analisis (SPSS pro-
orang.
gram).
Penelitian dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian yang menekankan
HASIL PENELITIAN
kerahasiaan responden. Data yang diperoleh
melalui
pembagian
Dari keseluruhan sampel diperoleh
kuisioner
melalui kuisioner untuk selanjutnya dil-
kemudian diolah secara manual kemudian
akukan pengolahan dan hasilnya disajikan
dianalisis dengan menggunakan bantuan
dalam tabel sebagai berikut :
komputer melalui program SPSS. Kegiatan
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa
ini meliputi:
dari 50 responden jumlah responden
Memeriksa data (editing); Memerik-
dengan umur < 20 tahun adalah sebanyak
sa data yang telah terkumpul, melakukan
11 orang (22%) sedangkan responden
koreksi, dan melengkapi data yang belum
dengan usia lebih atau sama dengan 20
terisi.
tahun adalah 39 (78%). Memberi kode (coding); Setelah data
diperbaiki
dan
dikoreksi,
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan
selanjutnya
bahwa responden terbanyak adalah per-
diberikan kode untuk setiap variable
empuan sebanyak 37 (74 %) sedangkan
dengan tujuan memudahkan identifikasi
laki-laki sebanyak 13 orang (26%)
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur KARAKTERISTIK <20 Tahun >20 Tahun Total
N 11 39 50
Sumber : Data Primer, 2013
309
F 22.0 78.0 100.0
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin KARAKTERISTIK Laki-laki Perempuan Total
N 13 37 50
F 26.0 74.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan KARAKTERISTIK Pendidikan Tinggi Pendidikan Menengah Ke Bawah Total
N 32 18 50
F 64.0 36.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 4. Distribusi frekuensi gejala penyakit yang diserita pasien KARAKTERISTIK Demam Demam + gejala lain Total
N 39 11 50
F 78.0 22.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Data yang ditunjukkan oleh tabel 3
39 (78%) sedangkan demam disertai
menunjukkan bahwa dari 50 responden
dengan keluhan gejala lain yang memberat
yang diteliti 32 responden yang diteliti
adalah sebanyak 11 orang (22%)
dengan pendidikan tinggi D3 ke atas dan
Tabel 5 menunjukkan bahwa 28
sederajat atau sekitar 64% sedangkan re-
orang (56%) responden lebih banyak
sponden dengan pendidikan menengah ke
menggunakan jamban di rumah, 17 orang
bawah sebanyak 18 orang (36%).
(34%) menggunakan jamban di luar rumah termasuk kantor atau tempat lainnya dan 5
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari
orang (10%) menggunakan jamban baik di
gejala penyakit yang diderita penderita
rumah atau di luar rumah.
dengan diagnosis Demam Tifoid menurut
Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 8
Diagnosis Dokter dan hasil pemeriksaan
responden (16%) yang sering mengkon-
laboratorium menunjukkan bahwa Demam
sumsi makanan mentah sedangkan 42 re-
merupakan gejala tersering yang dirasakan
sponden (84%) tidak mengkonsumsi ma-
paling berat oleh penderita yaitu sebanyak
kanan mentah.
310
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
Tabel 5. Distribusi frekuensi penggunaan jamban oleh host KARAKTERISTIK Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Jelas Total
N 28 17 5 50
F 56.0 34.0 10.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 6. Distribusi frekuensi kebiasaan mengkonsumsi makanan mentah KARAKTERISTIK Tidak Konsumsi Makanan Mentah Total
N 42 8 50
F 84.0 16.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 7. Distribusi frekuensi kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan KARAKTERISTIK Tidak Selalu Total
N 16 34 50
F 32.0 68.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 8. Distribusi frekuensi asal sumber makanan responden KARAKTERISTIK Beli makanan Olahan sendiri Total
N 33 17 50
F 66.0 34.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Berdasarkan kebiasaan mencuci tan-
makan dan hanya 16 (32%) yang tidak
gan dengan menggunakan sabun seperti
melakukan hal tersebut.
yang terlihat pada tabel 7 terlihat bahwa
Berdasarkan data yang ditunjukkan
pada umumnya responden mempunyai ke-
pada tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian
biasaan mencuci tangan dengan sabun
besar responden yaitu 33 (66%) membeli
sebelum makan terlihat bahwa dari 50 re-
makanan untuk dikonsumsi dan hanya 17
sponden, 34 orang responden (68%) selalu
(34%) responden yang mengolah sendiri
mencuci tangan dengan sabun sebelum
makanannya.
311
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
Tabel 9. Distribusi frekuensi jenis minuman responden setelah makan KARAKTERISTIK Minuman kemasan Air masak Minuman yang tersedia Total
N 27 18 5 50
F 54.0 36.0 10.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 10. Distribusi frekuensi adanya lalat di tempat makan KARAKTERISTIK Ada Tidak Total
N 32 18 50
F 64.0 36.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 11. Distribusi frekuensi berdasarkan tempat makan responden KARAKTERISTIK Rumah Luar Keduanya Total
N 16 22 12 50
F 32.0 44.0 24.0 100.0
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 12. Hubungan antara penggunaan jamban dengan penyakit
FAKTOR PENGGUNAAN JAMBAN Tidak Memenuhi Standar Memenuhi Standar Tidak Memperhatikan Total
GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN N % N % 24 13 2 39
48 26 4 78
4 4 3 11
8 8 6 22
JUMLAH 28 17 5 50
% 56 34 10 100
P
0,04
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 9 menunjukkan bahwa setelah
masak dan 5 responden (10%) mengkon-
makan umumnya atau 27 (54 %) respond-
sumsi minuman apa saja yang tersedia
en mengkonsumsi minuman kemasan, 18
Tabel 10 menunjukkan ada tidaknya
orang (36%) responden mengkonsumsi air
lalat pada tempat makan responden dimana pada sebagian besar 32 (64%) responden 312
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
Tabel 13. Hubungan antara konsumsi makanan mentah dengan penyakit GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN N % N % FAKTOR KONSUMSI MAKANAN MENTAH Tidak 34 68 8 16 Konsumsi Makanan Mentah 5 10 3 6 Total
39
78
11
JUMLAH
22
%
42 8
84 16
50
100
P
0,35
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 14. Hubungan antara konsumsi cuci tangan pakai sabun dengan penyakit GEJALA PENYAKIT DEMAM + DEMAM GEJALA LAIN FAKTOR N % N % CUCI TANGAN PAKAI SABUN Tidak 11 22 5 10 Selalu 28 56 6 12 Total 39 78 11 22
JUMLAH 16 34 50
%
P 0,29
32 68 100
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 15. Hubungan antara asal sumber makanan dengan penyakit GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN FAKTOR N % N % ASAL SUMBER MAKANAN Beli makanan sendiri 29 58 4 8 Olah sendiri 10 20 7 14 Total 39 78 11 22
JUMLAH 33 17 50
% 66 34 100
P
0,03
Sumber : Data Primer, 2013 menemukan adanya lalat di tempat makan
umumnya memiliki kebiasaan makan di
atau tempat responden membeli makanan
luar rumah, meskipun 12 orang (24%)
dan 18 orang responden (36%) yang
makan di luar rumah dan di rumah tetapi
makan atau membeli makanan di tempat
terdapat 16 responden (32%) yang selalu
yang tidak ada lalat.
makan di rumah
Tabel 11 menunjukkan bahwa seba-
Berdasarkan tabel 12, demam meru-
gian besar responden yaitu 22 (44%)
pakan gejala penyakit yang dominan mun313
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
Tabel 16. Hubungan antara sumber minuman dengan penyakit
FAKTOR
GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN N % N %
SUMBER MINUMAN Minuman Kemasan 23 Air Masak 14 Minuman Tersedia 2 Total 39
46 28 4 78
4 4 3 11
JUMLAH
8 8 6 22
%
27 18 5 50
54 36 10 100
P
0,052
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 17. Hubungan antara tempat untuk makan dengan penyakit GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN FAKTOR N % N % TEMPAT UNTUK MAKAN Di Rumah 14 28 2 4 Di Luar Rumah 17 34 5 10 Keduanya 8 16 4 8 Total 39 78 11 22
JUMLAH 16 22 12 50
% 32 44 24 100
P
0,191
Sumber : Data Primer, 2013 Tabel 18. Hubungan antara adanya lalat di tempat makan dengan penyakit GEJALA PENYAKIT DEMAM + GEJALA DEMAM LAIN FAKTOR JUMLAH N % N % ADANYA LALAT DI TEMPAT MAKAN Ada 29 58 3 6 32 Tidak 10 20 8 16 16 Total 39 78 11 22 50
%
P 0,01
64 36 100
Sumber : Data Primer, 2013 cul terkait penggunaan jamban yang
dengan gejala penyakit. Sebagian besar
berkualitas (78%) dengan p<0,05. Hal ini
responden menggunakan jamban di rumah
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
(56%).
bermakna
antara
penggunaan
jamban
Berdasarkan tabel 13, demam dan
314
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
gejala lainnya lebih banyak timbul pada
responden dengan gejala demam lebih ser-
mereka yang tidak mengkonsumsi ma-
ing makan di luar rumah (34%) sama hal-
kanan mentah (84%) dengan p=0,35. Hal
nya pada responden dengan demam dan
ini menunjukkan bahwa tidak ada hub-
gejala lainnya (10%). Tidak terdapat hub-
ungan antara konsumsi makanan mentah
ungan bermakna antara tempat makan
dengan gejala penyakit.
dengan gejala penyait (p=0,191).
Berdasarkan tabel 14, dari 39 re-
Berdasarkan tabel 18, terdapat 29
sponden yang mengalami demam 28 orang
responden (58%) dengan lalat di tempat
(56%) di antaranya rutin melaksanakan
makannya mengalami demam sedangkan 8
cuci tangan dengan menggunakan sabun.
responden (16%) yang tidak ada lalat di
Demikian pula pada responden dengan
tempat
keluhan demam dan gejala lainnya 6 dari
demam dan gejala lainnya. Dengan p<0,05
11 orang responden rutin melakukan cuci
dapat disimpulkan bahwa terdapat hub-
tangan pakai sabun. Dengan p=0,29,dapat
ungan antara ada tidaknya lalat dengan
disimpulkan bahwa tidak terdapat hub-
gejala penyakit.
makannya
justru
mengalami
ungan cuci tangan pakai sabun dengan gejala penyakit.
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 15, responden
Demam Tifoid adalah salah satu pen-
dengan gejala demam kebanyakan mem-
yakit yang menyerang saluran pencernaan
beli makanan (58%), sebaliknya pada re-
manusia dan memiliki kaitan yang sangat
sponden dengan demam dan gejala lainnya
erat dengan faktor sanitasi lingkungan.
mengolah sendiri makanannya (14%). Ter-
Berdasarkan data yang diperoleh pada 50
dapat hubungan bermakna antara asal sum-
orang responden yang telah terdiagnosa
ber makanan dengan gejala penyakit
demam tifoid diperoleh bahwa responden
(p<0,05).
terbanyak adalah perempuan sebanyak 37
Berdasarkan tabel 16, mayoritas re-
(74%) sedangkan laki-laki sebanyak 13
sponden dengan gejala demam mengkon-
orang (26%) dan usia responden dengan
sumsi air kemasan (46%) sedangkan pada
umur < 20 tahun adalah sebanyak 11 orang
responden dengan demam dan gejala
(22%) sedangkan responden dengan usia
lainnya mengkonsumsi air kemasan dan air
lebih atau sama dengan 20 tahun adalah 39
masak yaitu masing-masing 8%. Tidak ter-
(78%). Penelitian ini sejalan dengan
dapat hubungan antara sumber minuman
penelitian yang dilakukan oleh Okky
dengan gejala penyakit.
(2012) yang melakukan penelitian di Ru-
Berdasarkan tabel 17, kebanyakan
mah Sakit Umum Daerah Ungaran tahun 315
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah
2006 hingga 2011 yang menunjukkan bah-
yang memberat adalah sebanyak 11 orang
wa tidak ada hubungan yang signifikan
(22%). Infeksi Salmonella typhi tidak
antara usia dengan resiko kejadian Demam
selalu
Tifoid (p = 0,789) namun di lain pihak
Manifestasi klinis bergantung pada jumlah
jenis kelamin perempuan jauh lebih beresi-
bakteri, virulensi bakteri dan imunitas
ko
tifoid
tubuh. Salmonella typhi mampu bertahan
dibandingkan dengan jenis kelamin laki-
dan memperbanyak diri dalam sel. Ada
laki dalam penelitian ini. Hal ini berbeda
sebagian bakteri yang dihancurkan oleh
dengan penelitian oleh Okky (2012) di-
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
mana
usus halus dan mencapai jaringan limfoid
untuk
mengalami
dalam
demam
penelitiannya
Okky
memberikan
gejala
klinis.
menemukan bahwa laki-laki jauh lebih ber-
plak peyeri di
esiko dengan terjadinya demam tifoid
mengalami hipertrofi. Bakteri Salmonella
dibandingkan perempuan (p value = 0,002)
typhi menyerang sel mukosa pada usus
disebabkan karena laki-laki memiliki ak-
kecil.
tivitas yang lebih tinggi dari perempuan.
melakukan translokasi pada folikel limfoid
Adanya perbedaan ini memang dimung-
dari usus dan nodus limpa mesentrik.
kinkan karena dalam penelitian ini mayori-
Salmonella
tas responden yang diambil berdasar data
memperbanyak diri diantara sel fagosit
dari Puskesmas dan poliklinik adalah data
mononuklear dari folikel limfoid, hati dan
dari responnden perempuan yang dating
limfa. Waktu
memeriksakan diri, namun tidak menutup
periode ini selama bakteri memperbanyak
kemungkinan bahwa penderita demam
diri antara 10 – 14 hari dari periode
tifoid pria juga memiliki angka kejadian
inkubasi demam tifoid. Salmonella typhi
yang tinggi namun tidak memeriksakan
berperan dalam proses inflamasi lokal
diri ke puskesmas atau poliklinik.
pada jaringan tempat bakteri berkembang
Dalam penelitian ini menunjukkan
biak
Setelah
dan
pusat ileum
berpenetrasi,
dapat
yang
bakteri
bertahan
dan
yang dibutuhkan pada
merangsang
sintesis
dan
bahwa dari gejala penyakit yang diderita
pelepasan zat pirogen dan leukosit pada
penderita dengan diagnosis Demam Tifoid
jaringan yang meradang sehingga terjadi
menurut
Dokter dan hasil
demam. Jumlah bakteri yang banyak
pemeriksaan laboratorium menunjukkan
dalam darah (bakteremia) menyebabkan
bahwa Demam merupakan gejala tersering
demam makin tinggi. Bagian utama yang
yang dirasakan paling berat oleh penderita
sering terkena infeksi sekunder adalah
yaitu sebanyak 39 (78%) sedangkan
hati, sumsum tulang, kantung empedu dan
demam disertai dengan keluhan gejala lain
ginjal (Mansjoer, 2001; Kowalak, 2003;
Diagnosis
316
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
Spicer, 2000; Agarwal dkk, 2004). Setelah intraseluler,
periode
diketahui bahwa orang yang tidak mempu-
multiplikasi
mikroorganisme
nyai jamban keluarga yang memenuhi
akan
syarat,
risiko
terkena
demam
tifoid
dilepaskan lagi ke dalam aliran darah dan
meningkat 1,1 kali lebih besar dibanding-
terjadi
kan dengan orang yang mempunyai jam-
bakteremia
kedua.
Bakteremia
kedua ini umumnya cukup lama yang
ban keluarga yang memenuhi syarat.
meliba tkan beberapa organ dan biasanya
Berdasarkan tabel 4.14, dari 39 re-
penderita demam tifoid akan mengalami
sponden yang mengalami demam 28 orang
panas yang cukup tinggi. Bakteremia ini
(56%) di antaranya rutin melaksanakan
akan menyebabkan dua kejadian kritis
cuci tangan dengan menggunakan sabun.
yaitu masuknya bakteri ke dalam kantung
Demikian pula pada responden dengan
empedu dan plak peyer. Periode tadi akan
keluhan demam dan gejala lainnya 6 dari
menyebabkan peradangan dan nekrosis
11 orang responden rutin melakukan cuci
jaringan klinis yang ditandai dengan
tangan pakai sabun. Dengan p=0,29,dapat
kolesistitis nekrotikans dan pendarahan
disimpulkan bahwa tidak terdapat hub-
perforasi
juga
ungan cuci tangan pakai sabun dengan
menyebabkan kultur tinja positif dan
gejala penyakit. Data ini berbeda dengan
menyebabkan terjadinya karier kronis.
apa yang dikemukakan oleh Aief Rakhman
Perbanyakan
ginjal
(2008), Hasil analisis terhadap variabel
menyebabkan biakan urine positif tetapi
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
dalam jumlah yang jauh lebih kecil
sebelum
daripada biakan darah yang
positif
diketahui bahwa kebiasaan tidak mencuci
(Mansjoer, 2001; Kowalak, 2003; Spicer,
tangan pakai sabun sebelum makan akan
2000).
mengakibatkan
usus.
Periode
bakteri
Berdasarkan
tabel
ini
dalam
4.12,
makan
oleh
risiko
orang
terkena
dewasa
demam
demam
tifoid meningkat 2,625 kali lebih besar
merupakan gejala penyakit yang dominan
dibandingkan dengan orang dewasa yang
muncul terkait penggunaan jamban (78%)
mempunyai kebiasaan mencuci tangan pa-
dengan p<0,05. Hal ini menunjukkan bah-
kai sabun. Secara statistik bermakna
wa terdapat hubungan bermakna antara
dengan p value sebesar 0,001 (p>0,05).
penggunaan jamban dengan gejala penya-
Adanya perbedaan ini dimungkinkan kare-
kit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
na memang responden kurang memahami
dilakukan oleh Arief Rakhman (2008) di-
maksud pertanyaan dalam penelitian atau
mana hasil analisis terhadap variabel
dapat pula disebabkan karena responden
kepemilikan jamban keluarga di rumah
memang 317
mencuci
tangan
dengan
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
Nadyah menggunakan
sabun
tetapi
tidak
kesehatan adalah dengan mengkonsumsi
menggunakan tata cara mencuci tangan
makanan yang aman, yaitu dengan memas-
yang baik dan benar menurut WHO se-
tikan bahwa makanan tersebut dalam
bagai berikut, yaitu:
keadaan bersih dan terhindar dari whole-
a. Basuh tangan dengan air dan tuangkan
someness (penyakit). Banyak sekali hal
sabun secukupnya
yang dapat menyebabkan suatu makanan
b. Ratakan dengan kedua telapak tangan
menjadi tidak aman, Salah satu di an-
c. Gosok punggung dan sela-sela jari tan-
taranya dikarenakan terkontaminasi. Ber-
gan, tangan kiri dengan tangan kanan
dasarkan kebiasaan makan seperti
dan sebaliknya
terlihat pada tabel 4.13, demam dan gejala
d. Gosok kedua telapak tangan dengan sela
yang
lainnya lebih banyak timbul pada mereka
-sela jari
yang tidak mengkonsumsi makanan men-
e. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling
tah (84%) dengan p=0,35. Hal ini menun-
mengunci
jukkan bahwa tidak ada hubungan antara
f. Gosok ibu jari tangan kiri berputar dalam
konsumsi makanan mentah dengan gejala
genggaman tangan kanan dan lakukan
penyakit. Juga pada tabel 4.15, yang
sebaliknya
menunjukkan responden dengan gejala
g. Gosokkan dengan memutar ujung-ujung
demam kebanyakan membeli makanan
jari tangan kanan pada telapak tangan
(58%), sebaliknya pada responden dengan
kiri dan lakukan sebaliknya
demam dan gejala lainnya mengolah
h. Bilas kedua tangan dengan air mengalir/
sendiri makanannya (14%). Terdapat hub-
kran
ungan bermakna antara asal sumber ma-
i. Keringkan dengan handuk sekali pakai
kanan dengan gejala penyakit (p<0,05).
sampai benar-benar kering.
Kondisi ini sejalan denganpenelitian yang
j. Gunakan handuk tersebut untuk menutup
dilakukan oleh Arief Rakhman (2008)
kran
Hasil analisis terhadap variabel kebiasaan
k. Tangan Anda sudah aman
jajan makanan di luar rumah dengan ke-
Penelitian lebih lanjut tentang pen-
jadian demam tifoid pada orang dewasa
erapan cuci tangan menurut WHO ini
yang tidak pernah jajan, risiko terkena
dapat dilakukan pada penelitian selanjut-
demam tifoid meningkat 1,17 kali lebih
nya untuk melihat apakah ada hubungan
besar dibandingkan dengan orang dewasa
antara penerapan cuci tangan menurut
yang tidak pernah jajan makanan di luar
WHO dengan insidens penyakit.
penyediaan rumah, secara statistik bermak-
Salah satu cara untuk memelihara
na dengan p value 0,020 (p<0,05). 318
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014
Penelitian Okky (2012) menunjukkan re-
penyakit untuk wilayah Samata.
sponden penderita demam tifoid lebih ban-
Berdasarkan penelitian yang dil-
yak pada kelompok yang memiliki kebia-
akukan terdapat 29 responden (58%)
saan jajan atau makan di luar penyediaan
dengan lalat di tempat makannya mengala-
rumah, yaitu sebesar 66% dan untuk re-
mi demam sedangkan 8 responden (16%)
sponden yang tidak memiliki kebiasaan
yang tidak ada lalat di tempat makannya
jajan/makan di luar penyediaan rumah
justru mengalami demam dan gejala
sebesar 34 %. Berdasarkan analisis tabulasi
lainnya. Dengan p<0,05 dapat disimpulkan
silang menggunakan Chi-square didapat-
bahwa terdapat hubungan antara ada tid-
kan nilai p value = 0,001 dan nilai OR =
aknya lalat dengan gejala penyakit.
7,765 yang berarti kebiasaan jajan atau makan di luar penyediaan rumah merupa-
PENUTUP
kan faktor risiko
Kesimpulan
Air rumah tangga yang tidak memen-
Berdasarkan
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
uhi kualitas kesehatan cenderung sebagai
hubungan
sarana penyebaran berbagai penyakit, dian-
mempengaruhi insidens penyakit demam
taranya adalah penyakit demam tifoid. Un-
tifoid di kelurahan Samata Kecamatan
tuk berbagai keperluan hidup, air bersih
Somba Opu Kabupaten Gowa dapat ditarik
harus memenuhi beberapa syarat baik
kesimpulan sebagai berikut :
syarat fisik maupun syarat bakteriologis.
Faktor Resiko penyakit demam Tifoid di
Dalam hal jenis minuman yang biasa
Kelurahan Samata Kecamatan Somba
dikonsumsi oleh responden berdasarkan
Opu Kabupaten Gowa adalah :
tabel 4.17, mayoritas responden dengan
Kebiasaan host (kebiasaan cuci tangan,
gejala demam mengkonsumsi air kemasan
penggunaan jamban)
(46%) sedangkan pada responden dengan
Konsumsi
demam dan gejala lainnya mengkonsumsi
mengkonsumsi makanan, pengolahan
air kemasan dan air masak yaitu masing-
sumber makanan, dan tempat makan)
masing 8%. Dengan nilai p 0,052 tidak
Faktor lingkungan (adanya vektor pen-
terdapat hubungan antara jenis minuman
yakit yaitu lalat)
makanan
(kebiasaan
dengan gejala penyakit. Namun demikian
Faktor Resiko yang paling dominan
dapat dilakukan penelitian lebih lanjut un-
dan signifikan untuk terjadinya penyakit
tuk mengetahui kualitas air dan sumber air
pada penderita dengan Demam Tifoid di
penderita untuk melihat apakah ada hub-
Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu
ungan sumber air minum dengan kejadian
adalah faktor lingkungan yaitu adanya 319
Nadyah
Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruh Insidens...
vektor penyakit yaitu lalat dimana p value
nesia and the Relevance of Serology and Culture to Diagnosis. Southeast Asian Journal Tropical Medicine and Public Health. Vol.33. No.4. 742-751 Hatta, M; Ratnawati. 2008. Enteric fever in endemic areas of Indonesia : an increasing problem of resistance. Journal Infection Developing Countries. Vol.2 No.4. Hatta, M.; Bakker,M.; Van Beers, S.; Abdoel, T., Smits., Henk. L.2009. Risk Factors for Clinicall Typhoid Fever in Villages in Rural SouthSulawesi, Indonesia. Internatiomal Journal of Tropical Medicine. Vol.4.No.3.91-99. Jawetz, Melnick, and Adelberg‟s, 2005. Mikrobiologi Kedokteraan edisi 20. Salemba Medika. Jakarta. Kowalak, J.P. et all. 2003. Professional Guide to Pathophysiology. Lippincot Williams and Wilkins. USA. Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Media Aesculapius. FK-UI. Jakarta. Massi, MN; Gotoh A; Shirakawa T; Gotoh, A; Bisnu, A; Kawabata, M and Hatta M. 2003. Rapid Diagnosis of typhoid fever by PCR assay using one pair of primers from flagellin gene of Salmonella typhi. Journal Infect Chemother. Vol.9.233-237. McPhee, S. J.; Papadakis, M. 2009 Current Medical and Treatmant.Forty Eight Edition Mc Graw Hill. United States.1279-1280. Mycek, M.J.; Harvey, R.A.; Champe, P.C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika. Jakarta.1-15. Nazir, M.2005. Metode Penelitian. Cetakan Keenam Ghalia Indonesia. Bogor.
= 0,01 < p = 0,05, dan juga faktor pengolahan sumber makanan responden yang menunjukkan bahwa, responden dengan gejala demam kebanyakan membeli makanan (58%), sebaliknya pada responden dengan demam dan gejala lainnya mengolah sendiri makanannya (14%) dimana diperoleh signifikansi (p<0,05). DAFTAR PUSTAKA Agarwal, P.K; Atul Gogia & RK.Gupta., 2004. Typhoid Fever. Journal Indian Academy Of Clinical Medicine, Vol.5, No. 1. 60-4. Aggarwal, R. et.all. 2009. Detection of Extended Spectrum Beta Laktamase Production among Uropathogens. Journal of Laboratory Physicians. Vol.1 No.1. Arief Rakhman, dkk., 2009. Faktor-faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap kejadian Demam Tifoid Pada Orang Dewasa. Berita Kedokteran Masyarakat Volume 25 No.4 Brook, J.S. Morse, S.A 2005. Mikrobiologi Kedokteran, Salemba Medika, Jakarta. Dahlan, M.S. 2009. Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29; Alih Bahasa, Huriawati Hartanto et al.; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, et al., EGC, Jakarta. Hatta, M., Mubin, H., Abdoel, T., Smits., Henk. L. 2002. Antibody Response in Typhoid Fever in Endemik Indo-
320
Jurnal Kesehatan
Volume VII No. 1/2014 Raffatellu, M.; Wilson,R.P.;Winter,S.E.; Baunier, J.E. 2008. Clinical pathogenesis of typhoid fever. Journal Infect Developing Countries. Vol.2.No.4. Volk, W., Wheller, MF. 1998. Mikrobiologi Dasar Edisi V. Penerbit Erlangga. Jakarta. Vollard, A. M. Et all. 2004. Risk Factors for typhoid and paratyphoid fever in Jakarta, Indonesia. American Medical Association. JAMA.Vol 291. WHO., 2003. The Diagnosis, Treatment And Prevention Of Typhoid Fever. http://www.searo.who.int/LinkFiles/ Publications_HLM_382Rev1.pdf, diakses tanggal 1 Januari 2013. WHO, 2005. Drug resistance of salmonella. ( http://www.who.com diakses pada tanggal 21 maret 2013).
Noer, Sjaifoellah., 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Penerbit FKUI. Jakarta. Pelczar, J. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid II, Universitas Indonesia Press. Jakarta. Pohan, H.T. 2004. Clinical and Laboratory Manifestations of Typhoid Fever at Persahabatan Hospital, Jakarta. Acta Med Indones-Indones Journal Intern Medicine. Vol.36.No.2. Pollack, R.; Findlay,L; Mondschein,W.; Modesto,R.L. 2009. Lavoratory Exercises in Microbiology. Third edition.John Wiley and Sons Inc. United States. Profil Kesehatan Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Okky, P (2013) Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Penderita Yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Kesehatan Masyarakat Undip 2013 Volume 2 No.1.
321