hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-. Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan. Kebi...

18 downloads 669 Views 1MB Size
HUBUNGAN KEBIASAAN KELUARGA MEROKOK DENGAN KLASIFIKASI PNEUMONIA BERDASARKAN MTBS PADA BALITA UMUR 12-59 BULAN DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh: SETIYADI GUNAWAN 2213039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2017

   

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kebiasaan Keluarga Merokok dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan MTBS pada Balita Usia Umur 12-59 Bulan di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta ”. Skripsi ini dapat diselesaikan atas bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dengan setulus-tulusnya kepada: 1. Kuswantoro Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani Yogyakarta. 2. Tetra Saktika Adinugraha, Sp.Kep, MB Selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jendral Achmad Yani Yogyakarta. 3. Masta Hutasoit, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 4. Ida Nursanti, S.Kep., Ns, MPH selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Petugas kesehatan Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta. 6. Orang tua kami yang selalu memberikan semangat, dukungan dan do’a kepada

kami. 7. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan bantuan. Semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, atas segala amal kebaikan dan bantuanya, Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk dijadikan pembelajaran agar penulis usulan penelitian selanjutnya menjadi lebih baik. Penulis

Setiyadi Gunawan

iv

DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL..................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN....................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ...................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................. iv DAFTAR ISI ................................................................................. v DAFTAR TABEL ......................................................................... vi DAFTAR GAMBAR .................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. viii INTISARI...................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang .................................................................... 1 B.Rumusan Masalah ............................................................... 4 C.Tujuan Penelitian ................................................................. 4 D.Manfaat Penelitian............................................................... 5 E.Keaslian Penelitian .............................................................. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Kebiasaan Keluarga Merokok 1.Definisi ........................................................................... 9 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok ... 9 3.Kategori perokok ............................................................ 10 4.Bahaya Merokok ............................................................ 11 B.Keluaraga 1.Definisi ........................................................................... 13 2.Macam-macam Keluarga ............................................... 13 C.Pneumonia 1.Definisi ........................................................................... 14 2.Klasifikasi pneumonia.................................................... 14 3.Etiologi ........................................................................... 15 4.Faktor-faktor pneumonia..............................................15 5.Tanda Gejala pneumonia................................................ 17 6.Pencegahan pneumonia .................................................. 17 D.Balita 1.Definisi ........................................................................... 18 2.Tumbuh Kembang Balita ............................................... 18 3.Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang20 E.Kerangka Teori ................................................................... 22 F.Kerangka Konsep................................................................ 23 G.Pertanyaan Penelitian ......................................................... 23 BAB III METODE PENELITIAN A.Rancangan Penelitian .................................................... 24 B.Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................... 24 C.Populasi dan Sampel ..................................................... 24 D.Variabel Penelitian ........................................................ 26

v

E.Definisi Operasional ...................................................... 27 F.Alat dan Metode Pengumpulan Data ............................. 28 G.Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................ 29 H.Pengolahan Data dan Metode Statistik.......................... 30 I.Etika Penelitian ............................................................... 33 J.Rencana Pelaksanaan Penelitian ..................................... 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian.............................................................. 36 B.Pembahasan ................................................................... 42 C.Keterbatasan Penelitian ................................................. 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan .................................................................... 50 B.Saran .............................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6

Hal Definisi Operasional .............................................. 27 Kisi-kisi Kuesioner ................................................ 28 Kisi-kisi Kuesioner ................................................ 32 Karakteristik Orang Tua......................................... 38 Karakteristik Anggota Keluarga Merokok............. 39 Karakteristik balita ................................................. 39 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok ................ 40 Distribusi frekuensi klasifikasi pneumonia ............ 40 Uji tabulasi silang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia ................. 41

vii

DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................. 22 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ............................................... 23 Gambar 4.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Piyungan ............ 37

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 2. Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3. Lembar Kuisioner Penelitian Lampiran 4. Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran 5. Lembar Kehadiran Mengikuti Ujian Skripsi Lampiran 7. Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Lampiran 9. Hasil SPSS

ix

HUBUNGAN KEBIASAAN KELUARGA MEROKOK DENGAN KLASIFIKASI PNEUMONIA BERDASARKAN MTBS PADA BALITA UMUR 12-59 BULAN DI PUSKESMAS PIYUNGAN BANTUL YOGYAKARTA Setiyadi Gunawan1, Masta Hutasoit2 INTISARI Latar Belakang: Pneumonia sering disebut sebagai wabah raya yang terlupakan (The Forgotten Pandemic). Di Indonesia pada tahun 2013 angka kematian pada balita akibat pneumonia sebesar 1,19%. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta kematian yang disebabkan oleh pneumonia sebanyak 130 (0,16%) balita. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki 200 elemen berbahaya bagi kesehatan tubuh bagi perokok aktif ataupun perokok pasif. Balita yang terpapar asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena pneumonia. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional, dengan pendekatan retrospektif, teknik pengambilan sampel stratified random sampling. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 responden. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner, analisa data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak responden adalah perokok sebanyak 26 (52,0%). Sedangkan klasifikasi pneumonia paling banyak adalah batuk bukan pneumonia sebesar 31 (62,0%) balita. Dan terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia pada balita dengan nilai p-value 0.000 (p ≤ 0.05), dengan keeratan hubungan (r) sebesar 0.587 (sedang). Kesimpulan: Hipotesis yang ditetapkan diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul dengan p-value 0.000 (p ≤ 0.05). Saran semoga keluarga dapat menciptakan lingkungan di dalam rumah yang lebih sehat dengan tidak merokok didalam rumah, lebih baik lagi jika keluarga dapat berhenti merokok. Kata Kunci: Kebiasaan Keluarga Merokok, Klasifikasi Pneumonia, Pneumonia pada Balita. 1 2

Mahasiswa S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Dosen S1 Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

ix   

The Correlation between Smoking Habit in Family and Pneumonia Classification Based on ICCM (Integrated Community Case Management) in Children aged 12-59 months in Piyungan Community Healh Center of Bantul, Yogyakarta Setiyadi Gunawan1, Masta Hutasoit2 ABSTRACT Background: Pneumonia is also notorious as The Forgotten Pandemic as it already claimed numereous victims. In Indonesia in 2013, the rate of children mortality due to pneumonia was 1,19% Whereas in Yogyakarta, the number of mortality was 130 children (0,16%). Smoke is addictive substances that has 200 elements harmful the body for active smokers or passive smokers. Toodler who exposed to cigarette smoke in the house have risk 4,00 times as great as prone to pneumonia. Objective: To identify The Correlation between Smoking Habit in Family and Pneumonia Classification Based on ICCM in Children aged 12-59 months in Piyungan Community Healh Center of Bantul, Yogyakarta. Methods: This was a descriptive and correlational study with retrospective approach. Sampling was conducted by applying stratified random sampling technique. Subjects in this study were 50 respondents. Instruments in this study were questionnairres, data analysis using univariate and bivariate analysis. Results: Smoking habit in the operational area of Piyungan community health center of Bantul was mostly active smokers as many as 26 respondents (52,0%). Pneumonia classification was mostly non-pneumonia cough as many as 31 children under-five (62,0%). And there was a significant correlation between smoking habit in family and pneumonia classification in children under-five with p-value of 0,000 (p<_0,05) with significance level (r) of 0,587 (moderate). Conclusion: There was a significant correlation between smoking habit in family and pneumonia classification based on ICCM in children aged 12-59 months in Piyungan community health center of Bantul with p-value of 0,000 (p<_0,05). Suggestions that family can create a healthier home environment with no smoking in the home, better if the family can stop smoking.

Keywords: Smoking Habit in Family, Pneumonia Classification, Pneumonia in Children Under-Five.

1

A student of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of Yogyakarta. 2 A counseling lecturer of S1 Nursing Study Program in Jenderal Achmad Yani School of Health Science of Yogyakarta.

 

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit saluran pernapasan merupakan penyebab kesakitan dan kematian terbesar pada balita, salah satu penyakit pernafasan yang dapat menyebabkan kematian yaitu pneumonia. Pneumonia sering disebut sebagai wabah raya yang terlupakan (The Forgotten Pandemic), karena sangat banyak korban yang meninggal yang disebabkan oleh pneumonia, tetapi masih sedikit perhatian yang diberikan terhadap masalah pneumonia (Depkes RI, 2009). Pneumonia sendiri didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan parenkim paru, asinus yang terisi dengan cairan radang dengan ilfiltrasi sel ataupun tanpa infiltrasi sel ke dalam dinding alveoli rongga interstitium (Rizanda, 2007). Menurut Widagdo (2012), pneumonia adalah sebuah proses inflamasi pada alveoli paru-paru yang disebabkan Streptococcus

oleh

mikroorganisme

aureus,

seperti

Haemophyllus

Streptococcus

influenzae,

Escherichia

pneumoniae, coli,

dan

Pneumocystis jiroveci. Penyakit pneumonia bersifat endemik dan pneumonia merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di sebagian besar negara berkembang termasuk indonesia. Menurut survei Riskesdas (2013), pneumoni yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Pneumonia menjadi salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian pada anak. Sehingga Millenium Development Goals (MDGs) memilih pneumonia sebagai target untuk mengurangi angka kematian pada anak. Menurut data WHO pada tahun 2013 terdapat 6,3 juta kematian anak di dunia, dan sebesar 935.000 (15%) kematian anak disebabkan oleh pneumonia (WHO, 2014). Pada tahun 2015, pneumonia masih merupakan penyebab kematian pada balita, diperkirakan sebanyak 922.000 (15%) kematian balita yang disebabkan oleh pneumonia. Pneumonia terbanyak terjadi di Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara (Kemenkes RI, 2016). Selain di dunia, penyakit pneumonia dari tahun ketahun selealu masuk kedalam 10 besar penyakit terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat

1   

2   

Jenderal P2PL pada tahun 2011 terdapat 480.033 kasus pneumonia. Sekitar 609 kematian yang disebabkan oleh pneumonia, dan sebanyak 251 anak meninggal pada umur 1 – 4 tahun, dengan Incidence Rate (IR) sebesar 0,02% dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,12% (Kemenkes RI, 2012). Target penemuan dan tatalaksana pneumonia balita pada tahun 2014 sebesar 100%. Namun, angka cakupan pneumonia di Indonesia sampai tahun 2013 tidak mengalami perkembangan yang signifikan, berkisar antara 23%-27%. Sedangkan angka kematian pada balita akibat pneumonia sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2014). Pada tahun 2015, penemuan kasus pneumonia di indonesia sebesar 554.650 (63,45%) (Kemenkes RI, 2016). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Pada tahun 2008 dilaporkan terdapat 783 kasus pneumonia, pada tahun 2010 terdapat 1.813 penemuan kasus pneumonia, kemudian pada tahun 2011 ditemukan sebanyak 1.739 kasus pneumonia pada balita yang ditangani dari perkiraan 34.579 kasus (Dinkes DIY, 2012). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi kejadian pneumonia pada tahun 2013 sebesar 1,2%. Kemudian menurut data Kemenkes RI pada tahun 2015, penemuan kasus pneumonia di DIY sebanyak 2.829 (21,91%) dengan jumlah kematian 130 (0,16%) balita pada golongan 0-4 tahun (Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2014 Dinas Kesehatan Yogyakarta mencatat Kabupaten Bantul sebagai Kabupaten terbanyak angka penderita pneumonia, yaitu sebesar 6.805 kasus, kemudian Kabupaten Sleman sebenyak 6.316 kasus, Kulon Progo sebanyak 2.216 kasus, Gunung Kidul sebanyak 4.105 kasus, dan yang terendah di Kota Yogyakarta sebanyak 1.937 kasus (Dinkes DIY, 2015) Secara umum terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan pneumonia antara lain status gizi, berat badan lahir, riwayat pemberian ASI, polusi udara, status imunisasi, dan umur (Depkes RI, 2013). Selain itu menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan juga dapat menyebabkan pneumonia. Lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya. Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara. Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau biologi yang telah mengubah

   

3   

karakteristik alami dari atmosfer (Layuk, 2012). Menurut penelitian lain, faktor yang dapat menyebabkan pneumonia adalah faktor rumah tangga yang tidak sehat. Rumah tangga yang tidak sehat (kebiasaan merokok dirumah, luas lantai, dan luas jendela) mempunyai resiko 6,8 kali lebih besar untuk mengalami kejadian pneumonia (Sulistyowati, 2010). Selain itu penelitian penelitian Dayu (2014) mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tanpa paparan asap rokok. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mokoginta (2014), yang memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paparan rokok dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Merokok merupakan salah satu kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya berbahaya bagi kesehatan tubuh dan racun yang paling berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon monoksida. Racun itulah yang kemudian akan membahayakan kesehatan si perokok dan orang yang berada disekitarnya (Jaya, 2009). Berbagai penyakit yang dapat diakibatkan oleh rokok tersebut. Menurut Bambang (2009), dampak dari rokok bagi balita diantaranya dapat menyebabkan penyakit pernafasan, otitis media kronik, asma, batuk, meningkatkan infeksi pada saluran pernafasan, dan resiko kanker. Dari analisis WHO (2012), menunjukan bahwa dampak buruk dari asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dari pada perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap tersebut disebut asap utama, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran ujung rokok disebut sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak, nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50 kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama (Umami, 2010). Seperti yang sudah dikemukakan oleh para peneliti diatas, salah satu penyebab

terjadinya

pneumoni

adalah

faktor

perilaku

keluarga

yang

mengakibatkan pencemaran udara di dalam rumah. Akibat yang sering muncul

   

4   

khususnya pada balita yaitu masalah pada saluran pernapasan bagian atas diantaranya batuk dan pilek. Sedangkan pada saluran pernafsan bagian bawah yang paling sering terjadi adalah asma, sesak nafas, hingga beresiko kanker. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 20 Agustus 2017 di Puskesmas Piyungan Bantul, data dalam waktu 3 bulan terakhir (Mei, Juni, Juli) didapatkan hasil dari total balita 98 yang mengalami pneumonia, terdapat 61 balita yang mengalami batuk bukan pneumonia, dan 37 balita yang mengalami pneumonia umur 12-59 bulan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang tercatat di MTBS Puskesmas Piyungan Bantul. Data keluarga yang belum melakukan PHBS sebesar 47,87% termasuk keluarga yang masih memiliki kebiasaan merokok yang tercatat di Puskemas Piyungan, Bantul, Yogyakarta. Dari latar belakang dan hasil data tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Kebiasaan Keluarga Merokok dengan klasifikasi pneumonia pada Balita di Puskesmas Piyungan Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada Hubungan Kebiasaan Keluarga Merokok dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan MTBS pada Balita di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahui hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada Balita di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Diketahui klasifikasi pneumonia balita di Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta, pada bulan Agustus tahun 2017.

   

5   

b. Diketahui kebiasaan keluarga merokok diwilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul Yogyakarta, pada tahun 2017. c. Diketahui keeratan hubungan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia pada balita.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Petugas Rumah Sakit/Puskesmas a. Sebagai bahan masukan untuk program penanganan dan pengendalian pneumonia pada balita di rumah sakit/puskesmas b. Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada penyakit pneumonia. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi tenaga kesehatan puskesmas ataupun rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. 2. Bagi Stikes Jenderal Achamad Yani a. Hasil penelitian semoga bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan lingkungan di dalam rumah terhadap pneumonia pada balita. b. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan tentang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia pada balita. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini semoga dapat dijadikan acuan bagi yang ingin melakukan penelitian serupa ditempat lain, ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian dengan faktor lain yang lebih rinci. 4. Bagi Orang Tua ataupun Keluarga a. Untuk menambah wawasan bagi anggota keluarga tentang penyakit pneumonia, dan bahayanya merokok bagi balita. b. Dapat menambah wawasan orang tua ataupun keluarga untuk menciptakan lingkungan dalam rumah yang sehat.

   

6   

c. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada anggota keluarga mengenai penyebab pneumonia pada balita.

E. Keaslian Penelitian 1. Dayu, M (2014). “Hubungan Pencemaran Udara Dalam Ruang dengan Kejadian Pneumonia Balita”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor kualitas udara dalam rumah dengan kejadian pneumonia balita. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dan menggunakan desain penelitian case control. Pemilihan sampel dengan simple random sampling. Variabel yang diteliti yaitu paparan asap rokok dalam rumah, luas ventilasi, serta kepadatan hunian. Hasil analisis dengan menggunakan StatCalc pada program Epi Info menunjukkan bahwa paparan asap rokok dalam rumah (OR = 4,00), luas ventilasi (OR= 4,03), serta kepadatan hunian (OR = 4,38) artinya mempunyai hubungan terhadap kejadian pneumonia balita. Persemaan penelitian ini terletak pada variabel terikatnya yaitu pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaan penelitian ini terletak pada variabel bebasnya, variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah pencemaran udara dalam ruangan, sedangkan variabel bebas yang akan digunakan adalah kebiasaan keluarga merokok. Perbedaan selanjuttnya terletak pada metode yang digunakan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional analitik dan menggunakan desain penelitian case control dan pemilihan sampel dengan simple random sampling. Sedangkan metode yang akan digunakan yaitu Deskriptif korelasi dengan pendekatan retrospektif dan teknik sampel menggunakan stratified random sampling. 2. Wijaya (2014). “Hubungan Kebiasaan Merokok, Imunisasi dengan Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Paburan Tumpeng Kota Tangerang”. Metode penelitian adalah survey cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 93 secara simple random sampling. Dimensi klasifikasi Pneumonia meliputi Pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Dimensi perilaku kebiasaan merokok anggota keluarga yaitu, perokok ringan

   

7   

menghabiskan 1-10 batang rokok perhari, dan perokok sedang menghabiskan 11-20 batang rokok per hari. Penelitian ini diukur menggunakan kuesioner dan dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Sebagian besar responden adalah berumur 12-36 bulan, lebih banyak responden perempuan, dengan status Imunisasi lengkap 84,9%, Status Gizi normal 95,7%, dan perilaku kebiasaan merokok anggota keluarga balita adalah 100 %, dengan jumlah batang rokok yang dihisap per hari paling banyak pada 1-10 batang atau 86%, untuk selang waktu mulai menghisap rokok setelah bangun pagi, terbanyak adalah dalam waktu 6-30 menit setelah bangun pagi. Hasil uji ChiSquare menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita (OR = 1,269 ; p<0,05), hubungan Status imunisasi dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita (OR= 0,790, p<0,05). Perbedaan penelitian ini terletak pada metode yang digunakan yaitu survey cross sectional, dengan teknik sampling simple random sampling, sedangkan metode yang akan digunakan adalah Deskriptif korelasi dengan pendekatan retrospektif dan teknik sampel menggunakan stratified random sampling. Untuk persamaan yang hampir mirip dengan penelitian yaitu pada variabel terikat. Variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah kejadian pneumonia, sedangkan variabel terikat yang akan digunakan adalah klasifikasi pneumonia pada balita menurut MTBS. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok dan imunisasi, sedangkan variabel bebas yang akan digunakan hanya kebiasaan keluarga merokok. 3. Ghozali, A (2010). “Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia pada Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banmjarsari Surakarta”. Hasil dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square yang diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows menghasilkan p<0,05 dengan nilai signifikansi 0,01 yang berarti signifikan atau bermakna. Hal ini berarti ada hubungan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada anak balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian

   

8   

analitik dengan pendekatan Potong Lintang. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan cara total sampling. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada varabel terikatnya yaitu klasifikasi pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaannya terletak pada metode penelitiannya. Penelitian ini menggunakan potong lintang dan teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Sedangkan metode yang akan digunakan adalah deskriptif korelasi dengan teknik sampel stratified random sampling. 4. Sulistyowati, R. (2010). “Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita Kabupaten Trenggalek”. timbulnya kejadian suatu penyakit termasuk pneumonia jenis penelitian adalah potong lintang. Besar sampel adalah seluruh penderita yang ditemukan di 4 Puskesmas selama bulan April sampai Juni sebanyak 88 penderita ( Total Populasi, N= n ), sedangkan kontrol diambil dari Balita yang tidak sakit yang berada di sekitar penderita sejumlah 89 Balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rumah Tangga tidak Sehat memiliki risiko untuk mengalami pnumonia 6.8 kali lebih besar daripada anak balita yang tinggal dengan rumah tangga sehat. Peningkatan risiko tersebut secara statistik signifikan (OR=6.8; p<0.001; CI95% 3.2 sd 14.3). CI95% 3.2 sd 14.3 mengandung arti, dengan tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan, anak balita yang tinggal dengan rumah tangga tidak sehat memiliki risiko untuk mengalami pnumonia antara 3.2 hingga 14.3 kali lebih besar daripada anak balita yang tingga dengan rumah tangga sehat. Persamaan yang hampir mirip terletak pada variabel terikatnya yaitu pneumonia pada balita. Sedangkan perbedaanya terletak pada metode yang digunakan. Pada penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan teknik sampling total sampling, sedangkan metode yang akan digunakan adalah deskriptif korelasi dengan teknik sampel stratified random sampling. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah rumah tangga sehat, sedangkan variabel bebas yang akan digunakan adalah kebiasaan merokok keluarga.

   

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan geografis wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul adalah berada di Kecamatan Piyungan dimana Kecamatan Piyungan merupakan satu dari 17 kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul yang terletak di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakara, dengan luas wilayah seluruhnya 32,554 km2, dan merupakan 6,38% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Bantul. Kontur geografis meliputi dataran rendah pada bagian tengah, perbukitan pada bagian timur, dengan bentang alam relatif membujur dari timur ke barat. Tata guna lahan yaitu pekarangan 36,16 %, sawah 33,19 %, tegalan 14,90 % dan tanah hutan 3,35 %. Wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul merupakan jalur transportasi wisata yang cukup padat, sehingga dengan padatnya transportasi tersebut diikuti tingginya polusi udara di sekitar wilayah kerja Puskesmas Piyungan Kabupaten Bantul. Dan sebagian besar dari masyarakat memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani baik disawah dan dikebun. Dan sebagian besar ibu dari balita hanya sebagai ibu rumah tangga yang mengakibatkan kurang pengetahuan tentang penyebab pneumonia pada balita. Puskesmas Piyungan memiliki visi yaitu menjadi Puskesmas pilihan bagi masyarakat Piyungan dan sekitarnya. Untuk mewujudkan visi tersebut Puskesmas Piyungan memiliki misi memberikan pelayanan kesehatan dasar yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, memberikan pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau, dan memberikan pelayanan kesehatan dasar yang komprehensif (pelayanan dasar yang lengkap sesuai dengan standart Puskesmas). Serta Motto dari Puskesmas Piyungan adalah “KEPUASAN ANDA ADALAH KEBAHAGIAN KAMI”.

36  

37  

Gambar 4.1 Peta wilayah kerja Puskesmas Piyungan

38  

2.

Analisa Hasil Penelitian a. Karakteristik Orang Tua Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik orang tua balita berdasarkan usia, pekerjaan, dan pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Orang Tua di Puskesmas Piyungan Bantul Karakteristik Orang Tua Usia orang tua 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun Pekerjaan Buruh Wiraswasta PNS Pendidikan SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi Total

Frekuensi (n)

Presentase

23 21 6

46,0 42,0 12,0

21 20 9

42,0 40,0 18,0

7 11 22 10 50

14,0 22,0 44,0 20,0 100,0

Sumber: Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden menurut usia paling banyak memiliki rentan usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 23 (46,0%). Pekerjaan sebagian besar responden adalah buruh yaitu sebanyak 21(42,0%). Sementara karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan paling banyak adalah pendidikan SMA/SMK sebanyak 22 (44,0%). b. Karakteristik Jumlah Rokok yang dihisap Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik merokok berdasarkan jumlah rokok per hari di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul adalah sebagai berikut:

39  

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik jumlah rokok orang tua di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul Karakteristik merokok Jumlah rokok per hari orang tua Tidak merokok <10 batang 10-20 batang Total Sumber: Data Primer, 2017

Frekuensi (n)

Presentasi (%)

24 12 14 50

48,0 24,0 28,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa karakteristik jumlah rokok yang dihisap orang tua per hari sebagian besar menghabiskan rokok 10-20 batang, yaitu sebanyak 14 (28,0%) dari total responden. c. Karakteristik balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh karakterisik balita yang mengalami batuk/pneumonia berdasarkan usia balita, berat badan balita, dan jenis kelamin balita di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul sebagai berikut: Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik balita yang menglami batuk/pneumonia di Puskesmas Piyungan Bantul Karakteristik responden Usia balita 12-22 bulan 23-33 bulan 34-44 bulan 45-59 bulan Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Sumber: Data Primer, 2017

Frekuensi (n)

Presentase

26 8 11 5

52,0 16,0 22,0 10,0

22 28 50

44,0 56,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa karakteristik balita yang menglami batuk/pneumonia berdasarkan usia balita paling banyak adalah pada usia 11-22 bulan yaitu sebanyak 26 (52,0%). Sedangkan karakteristik balita yang menglami batuk/pneumonia berdasarkan jenis kelamin paling banyak balita berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 28 (56,0%) balita.

40  

3.

Kebiasaan Merokok Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, frekuensi kebiasaan merokok yang tinggal dengan balita yang menglami batuk/pneumonia di wilayah kerja Puske smas Piyungan Bantul adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Distribusi frekuensi kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul Kebiasaan Merokok Tidak merokok Merokok Total Sumber: Data Primer, 2017

Frekuensi (n) 24 26 50

Presentase (%) 48,0 52,0 100,0

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul yang tinggal serumah dengan balita yang menglami batuk/pneumonia, paling banyak responden adalah memiliki kebiasaan merokok, yaitu sebanyak 26 (52,0%) responden. 4.

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, frekuensi klasifikasi pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Distribusi frekuensi klasifikasi pneumonia di Puskesmas Piyungan Bantul Klasifikasi pneumonia Batuk bukan pneumonia Pneumonia Total

Frekuensi (n) 31 19 50

Presentase (%) 62,0 38,0 100,0

Sumber: Data MTBS Puskesmas Piyungan, 2017 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa klasifikasi pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak adalah batuk bukan pneumonia, yaitu sebesar 31 (62,0%).

41  

5.

Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi Pneumonia Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel, variabel bebas yaitu kebiasaan keluarga merokok dan variabel terikat yaitu klasifikasi pneumonia pada balita. Hasil tabulasi hubungan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Uji tabulasi silang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia Kebiasaan merokok

Tidak merokok Merokok Total

Klasifikasi Pneumonia Batuk bukan Pneumonia pneumonia f % f % 22 71,0 2 10,5 9 29,0 17 89,5 31 100,0 19 100

Total f 24 26 50

% 48,0 52,0 100

pvalue 0,000

R

0,587

Sumber : Data Primer, dan data sekunder 2017 Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari total 50 responden, responden yang tinggal dengan keluarga yang tidak memiliki kebiasaan merokok mayoritas 22 (71,0%) balita mengalami batuk bukan pneumonia, dan sebanyak 2 (10,5%) balita yang mengalami pneumonia. Sedangkan keluarga yang memiliki kebiasaan merokok yang tinggal serumah dengan balita mayoritas balita mengalami pneumonia yaitu sebesar 17 (89,5%) balita. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square, diketahui bahwa nilai p-value yaitu 0,000 (p < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia. 6.

Keeratan Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.587 dimana mempunyai arti hubungan dalam keeratan yang sedang, karena berada pada rentang 0.40-0.599 dengan arah hubungan positif yang artinya semakin tinggi balita terpapar asap rokok, maka semakin tinggi balita mengalami pneumonia.

42  

B. Pembahasan 1. Kebiasaan Merokok Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa kebiasaan keluarga merokok di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak responden memiliki kebiasaan merokok, yaitu sebanyak 26 (52,0%). Responden yang tidak merokok yaitu sebanyak 24 orang (48%). Menurut teori Subanada (2006) merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat memberikan suatu kenikmatan bagi perokok, akan tetapi dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi perokok itu sendiri, maupun bagi orang lain yang berada disekitarnya. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2014) menunjukan bahwa kebiasaan merokok anggota keluarga di Puskesmas Pabuaran Tumpeng pada bulan Juni tahun 2014, dari jumlah responden 93 balita (100%), yang anggota keluarganya memiliki kebiasaan merokok sebanyak 93 responden berarti jumlah perokok pada penelitian ini semua sebagai perokok atau semua mempunyai kebiasaan merokok. Menurut Jaya (2009), merokok merupakan salah satu kegiatan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Rokok merupakan zat adiktif yang memiliki kandungan kurang lebih 4000 elemen, dimana 200 elemen di dalamnya berbahaya bagi kesehatan tubuh dan racun yang paling berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon monoksida. Racun itulah yang kemudian akan membahayakan kesehatan siperokok dan orang yang berada disekitarnya. Aktifitas merokok responden dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah anggota keluarga seperti orang tua, paman dan sebagainya. Pada penelitian ini tidak terdapat anggota keluarga lain yang memiliki kebiasaan merokok yang tinggal serumah dengan balita selain orang tua. Pendapat Mu’tadin (2007), yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi

seseorang

merokok

adalah

anggota

keluarga.

Kebanyakan dari individu yang merokok itu karena melihat dari keluarganya yang merokok. Lama kelamaan individu tersebut akan merasa penasaran dan mencoba merokok. Penelitian Septiana (2016) menunjukan keluarga

43  

berpengaruh terhadap munculnya perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku merokok berhubungan dengan struktur keluarga yang tidak utuh (p= 0,000), aktivitas keluarga yang kurang (p=0,000), adanya konflik keluarga (p=0,000), dukungan orang tua yang kurang (p=0,001), dan kontrol orang tua yang kurang (p= 0,000). Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku merokok pada siswa SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar adalah struktur keluarga yang tidak utuh (OR= 2,946; CI = 1,609-5,393). Aktifitas merokok yang dilakukan responden di wilayah kerja puskesmas piyungan tergolong ringan karena responden merokok sehari menghabiskan 10-20 batang rokok, sebagaimana ditunjukan tabel 4.2, responden yang menghabiskan 10-20 batang yaitu sebanyak 14 responden (28,0%). Menurut Bustan (2007), dilihat dari banyaknya batang rokok yang dihisap perharinya, jika menghisap rokok 10-20 batang rokok/hari, dikategorikan sebagai perokok sedang. Sedikit atau banyak, aktifitas merokok dapat berdampak buruk bagi kesehatan, baik bagi perokok (perokok aktif) maupun bagi orang-orang di sekitar perokok (perokok pasif). Dampak yang ditimbulkan diantaranya adanya gangguan pernafasan pada bayi maupun pada orang dewasa. Dari analisis WHO (2012), menunjukan bahwa dampak buruk dari asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dari pada perokok aktif. Umami (2010) menjelaskan ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap tersebut disebut asap utama, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran ujung rokok disebut sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak, nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50 kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat 24 (48,0%) responden yang tidak merokok. Responden yang tidak merokok dapat disebabkan oleh munculnya kesadaran responden untuk menghentikan aktifitas merokok. Menurut Ayu (2014) berhenti merokok dipengaruhi oleh niat dan motivasi.

44  

Motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden

menurut usia mayoritas memiliki rentan usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 23 (46,0%). Umur merupakan lama hidup seseorang sejak dilahiran sampai dengan saat dilakukan penelitian. Umur dalam pembentukan perilaku merokok sering dikaitkan dengan pengalaman menghisap rokok. Semakin tinggi umur dan semakin muda menghisap rokok maka pengalaman dalam menghisap rokok semakin banyak. Menurut Buston (2007), berdasarkan umur mulai merokok, semakin awal seseorang merokok maka akan makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga memiliki dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok akan semakin besar pengaruhnya. Hal tersebut berkaitan dengan semakin lama merokok maka semakin lama terpapar dengan zat-zat kimia yang terkandung di dalam rokok. Zat-zat rokok yang terkandung didalam rokok terutama nikotin dan karbonmonoksida sehingga semakin lama merokok semakin banyak zat-zat kimia yang tertimbun di dalam darah. Nikotin dalam rokok menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Penelitian Kalalo (2013), menyebutkan bahwa usia merokok dibawah 10 tahun maka resiko terkena serangan jantung atau AMI lebih tinggi dari pada umur ≥10 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia anak-anak bagian organorgan tubuhnya masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia dari luar tubuh. Efek rokok juga menambah beban miokard karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi oksigen sehingga oksigen dalam miokard berkurang. Katekolamin juga menyebabkan pembuluh darah menjadi vasokontriksi dan merubah permeabilitas pembuluh darah menjadi lebih kaku.

45  

Pekerjaan sebagian besar responden adalah buruh yaitu sebanyak 21 (42,0%). Penelitian ini menunjukkan bahwa banyak responden yang bekerja sebagai buruh. Pekerjaan merupkan aktifitas untuk menghasilkan uang yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Responden yang telah bekerja, menunjukkan bahwa responden telah memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Responden yang sebagian besar merokok tentunya menyadari bahwa pilihannya untuk merokok mempengaruhi kemampuan memenuhi kebutuhan keluarga. Perilaku merokok responden tidak terlepas dari kesadaran responden yang telah memiliki penghasilan. Menurut Notoatmodjo (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan (merokok) seseorang adalah pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Semakin tinggi penghasilan, maka kemungkinan untuk melakukan perilaku hidup tidak sehat seperti merokok semakin tinggi. Karakteristik orang tua berdasarkan pendidikan paling banyak adalah pendidikan SMA/SMK sebanyak 22 (44,0%). Responden yang sebagian besar berpendidikan

SMA/SMK

menunjukkan

bahwa

responden

memiliki

kesadaran yang baik terhadap perilaku merokok yang dilakukannya, termasuk kesadaran bahaya merokok bagi dirinya dan orang lain. Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan berpengaruh secara langsung terhadap perilaku seseorang termasuk perilaku merokok. Pendidikan secara langsung mempengaruhi tingkat pengetahuan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengetahuan yang dimilikinya semakin meningkat, sedangkan pengetahuan merupakan faktor dominan yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku merokok.

2. Klasifikasi pneumonia Hasil penelitian didapatkan klasifikasi pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak adalah batuk bukan pneumonia, yaitu sebesar 31 (62,0%) balita. Balita yang mengalami batuk pnemonia sebanyak 19 (38,0%).

46  

Penelitian ini menunjukkan bahwa batuk yang dialami oleh balita bukan pnemonia yang ditandai dengan nafas normal, tidak cepat dan adanya tarikan dinding dada ke dalam. Balita dengan batuk bukan pneumonia dapat disebabkan karena balita mendapatkan asupan gizi yang cukup sehingga memiliki daya tahan yang lebih baik. Karakteristik balita berdasarkan usia balita paling banyak adalah pada usia 11-22 bulan yaitu sebanyak 26 (52,0%) sebagaimana diperlihatkan ditabel 4.3. Umur balita menunjukkan bahwa balita telah melangsungkan kehidupannya sejak dilahirkan sampai saat dilakukan penelitian. Balita yang mengalami batuk bukan pnemonia menunjukkan bahwa balita memiliki daya tahan yang baik untuk mencegah masuknya penyakit dari lingkungan sekitarnya. Daya tahan balita terkait erat dengan status gizi yang dimilikinya. Menurut Depkes (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan balita adalah status gizi. Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulnya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalama tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia. Penelitian Ghozali (2010) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada anak balita. Penelitian yang dilakukan Setiawan (2010) menyebutkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi baik, yaitu sebanyak 50 orang (70,4%) mengalami batuk pnemonia yaitu sebanyak 46 (64,80%). Penelitian tersebut menyebutkan ada hubungan antara status gizi pada balita (1-5 tahun) dengan terjadinya pneumonia. Pada penelitian ini juga didapatkan balita batuk dengan pnemonia 19 (38%). batuk dengan pnemonia dapat disebabkan oleh virus. Mikroorganisme penyebab pneumonia dapat berupa virus, bakteri dan jamur. Hasil penelitian WHO (2013) menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteri, terutama Streptococcus pneumonia dan Hemophilus influenza tipe B. Penelitian Nurnajiah (2016) menyebutkan pemeriksaan mikroorganisme penyebab pneumonia pada balita masih belum sempurna karena balita sulit

47  

memproduksi sputum dan tindakan invasif seperti aspirasi paru atau kultur darah sulit dilakukan. Faktor risiko yang selalu ada (definite risk factor) pada pneumonia meliputi gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI, polusi udara dalam ruang, dan pemukiman padat. Kartasasmita (2010) menyebutkan balita dengan gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko terjadinya pneumonia pada balita. Pada balita dengan gizi kurang/buruk, sistem pertahanan tubuh menurun, sehingga mudah terkena infeksi. Menurut Said (2010) sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Streptococcus Group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma . Menurut Setiawan (2010) dalam penelitiannya, penyebab umumnya dari pneumonia pada anak yang berumur 1 bulan sampai dengan 6 tahun adalah streptococcus pneomoniae dan haemofilus infleuza stretype B. Meskipun pneumonia dapat disebabkan oleh penyebaran hematologik dari fokal infeksi ditempat cairan serta aspirasi benda asing, tetapi pada umunya pneumonia timbul sebagai komplikasi dari infeksi saluran pernafasan akut pada bagian atas. Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas biasanya disebabkan oleh virus dan beberapa diantaranya oleh bakteri. Pada umumnya penyakit saluran pernafasan di mulai dengan keluhan-keluhan dengan gejala yang ringan seperti sesak dan demam. Dalam perjalanannya penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan semakin berat dapat menyebabkan keadaan gagal pernafasan dan mungkin dapat mengakibatkan kematian. Tanda dan gejala pneumonia menurut Misnadiarly (2008) diantaranya adalah batuk non produktif, ingus (nasal discharge), suara napas lemah,

48  

penggunaan otot bantu napas, demam mencapai 40°C, cyanosis (kebirubiruan), thorax photo menujukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak napas, menggigil, berkeringat, lelah, terkadang kulit menjadi lembab, mual dan muntah, kurang nafsu makan, pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut.

3. Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari total 50 responden, responden dengan keluarga yang tidak memiliki kebiasaan merokok mayoritas balita mengalami batuk bukan pneumonia yaitu sebanyak 22 (71,0%) balita, dan sebanyak 2 (10,5%) balita yang mengalami pneumonia. Sedangkan keluarga yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 9 (29,0%) responden yang mengalami batuk bukan pneumonia, dan sebesar 17 (89,5%) balita yang mengalami penumonia. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi-square, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 (p ≤ 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sedang dan signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia. Penelitian ini didukung oleh penelitian Wijaya (2014) yang menunjukkan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit pneumonia pada balita (OR = 1,269 ; p<0,05), Layuk (2012) menyebutkan faktor lingkungan juga dapat menyebabkan pneumonia. Lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya. Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara. Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan (indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau biologi yang telah mengubah karakteristik alami dari atmosfer. Sulistyowati (2010) dalam penelitiannya menyebutkan faktor yang dapat menyebabkan pneumonia adalah faktor rumah tangga yang tidak sehat. Rumah tangga yang tidak sehat (kebiasaan merokok di rumah, luas lantai, dan luas jendela) mempunyai resiko 6,8 kali lebih besar untuk mengalami

49  

kejadian pneumonia. Selain itu penelitian penelitian Dayu (2014) mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tanpa paparan asap rokok. Menurut Bambang (2009), dampak dari rokok bagi balita diantaranya dapat menyebabkan penyakit pernafasan, otitis media kronik, asma, batuk, meningkatkan infeksi pada saluran pernafasan, dan resiko kanker. Umami (2010) menjelaskan ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap tersebut disebut asap utama, dan asap yang dihasilkan dari pembakaran ujung rokok disebut sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung monoksida 5 kali lebih banyak, nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, dan nitrosamine 50 kali lebih besar dibandingkan dengan asap utama. Menurut Misnadiarly (2008) rokok, sebagai salah satu resiko timbulnya pneumonia. Pneumonia merupakan masalah yang sangat sulit untuk diminimalisir. Sementara itu berdasarkan data Depkes RI, jumlah perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi, Dan orang yang berada di sekitar seorang perokok atau perokok pasif justru mempunyai resiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan perokok aktif. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI, memberitakan sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di Indonesia, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. Rokok merupakan masalah yang kian menjerat anak, remaja dan wanita di Indonesia. Sedangkan Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang, tetapi juga di negara maju seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat terdapat dua juta sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun, dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.

50  

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian Hartati (2011), dimana didapatkan bahwa balita yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang merokok mempunyai risiko mengalami Pneumonia 2,24 kali lebih besar dibandingkan balita yang tidak tinggal serumah dengan anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok. Selain itu Penelitian Dayu (2014) mengemukakan bahwa balita yang tinggal di rumah yang terdapat paparan asap rokok dalam rumah mempunyai risiko 4,00 kali lebih besar untuk terkena pneumonia balita dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah tanpa paparan asap rokok. Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus menerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut termasuk pneumonia dan gangguan paru-paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian pneumonia, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi.

4. Keeratan Hubungan Antara Kebiasaan Keluarga Merokok Dengan Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan hasil uji koefisien korelasi didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.587 dimana mempunyai arti ada hubungan yang sedang karena berada pada rentang 0.40-0.599. Adanya hubungan yang sedang antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pnemonia pada balita menunjukkan bahwa perilaku merokok anggota keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap klasifikasi pnemonia yang dialami balita. Menurut Kemenkes (2013) salah satu faktor yang mempengaruhi pnemonia pada balita adalah polusi udara. Layuk (2012) menjelaskan bahwa lingkungan yang dapat menyebabkan pneumonia adalah kualitas udaranya. Kualitas udara dipengaruhi oleh seberapa besar pencemaran udara. Pencemaran udara adalah terkontaminasinya udara, baik dalam ruangan

51  

(indoor) maupun luar ruangan (outdoor) dengan agen kimia, fisik, atau biologi yang telah mengubah karakteristik alami dari atmosfer. Sulistyawati (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa rumah tangga yang terdapat anggota keluarga merokok, kemungkinan terjadi pnemonia lebih besar 6,8 kali dibandingkan dengan rumah tangga yang anggota keluarganya tidak ada yang merokok.

C. Keterbasan penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah : 1. Peneliti tidak mengobservasi kebiasaan merokok keluarga secara langsung, semua data didapatkan melalui kuesioner, sehingga tidak diketahui pasti bagaimana perilaku merokok yang sesungguhnya dari keluarga responden. 2. Peneliti tidak meneliti faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan kejadian pnemonia pada balita seperti status gizi, pemberian ASI, dan faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti oleh peneliti.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang ditetapkan diterima yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia berdasarkan MTBS pada balita umur 12-59 bulan di Puskesmas Piyungan Bantul dengan p-value (0.000). 2. Karakteristik jumlah rokok yang dihisap per hari sebagian besar keluarga yang tinggal dengan balita menghabiskan rokok 10-20 batang, yaitu sebanyak 14 (28,0%) dari total responden. 3. Kebiasaan keluarga merokok yang tinggal dengan balita di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul paling banyak responden adalah perokok, yaitu sebanyak 26 (52,0%) responden. 4. Klasifikasi pneumonia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Piyungan Bantul mayoritas adalah batuk bukan pneumonia, yaitu sebesar 31 (62,0%).

B. Saran 1. Bagi petugas rumah sakit/puskesmas Diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk program penanganan dan pengendalian pneumonia pada balita. Selain itu petugas rumah sakit ataupun puskesmas dapat memberikan penyuluhan kepada keluarga balita tentang pneumonia dan etika merokok (tidak merokok didalam rumah). 2. Bagi STIKes Jenderal Achmad Yani Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat, baik sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang hubungan kebiasaan keluarga merokok dengan klasifikasi pneumonia, maupun sebagai referensi untuk perpustakaan Stikes Jendeal Achmad Yani Yogyakarta.

50     

51   

3. Bagi orang tua atau keluarga Semoga hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi anggota keluarga tentang penyakit pneumonia, dan bahayanya merokok bagi balita. Selain itu, semoga keluarga dapat menciptakan lingkungan di dalam rumah yang lebih sehat dengan tidak merokok didalam rumah, lebih baik lagi jika keluarga dapat berhenti merokok. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi yang ingin melakukan penelitian yang serupa, ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian dengan faktor-faktor lain yang lebih rinci.

   

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, D. (2011), Tumbuh Kembang & Terapi Bermain pada Anak, Jakarta, Salemba Medika. Ardita, H. (2016), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berhenti Merokok pada Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2015, Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Arikunto, S. (2010), Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi), Jakarta, Rineka Cipta. Ayu, Z.W. (2014), Tingkat Ketergantungan Merokok dan Motivasi Berhenti Merokok pada Pegawai FKG USU dan Supir Angkot Medan, Skripsi, Universitas Sumatra Utara. Bambang, S. (2009), Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Interna Publishing. Bustan, M.N. 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Edisi kedua, Jakarta, Rineka Cipta. Dayu, M. (2014), Hubungan Pencemaran Udara Dalam Ruang dengan Kejadian Pneumonia Balita, Naskah Publikasi, Surabaya. FKM Universitas Airlangga. Depkes RI. (2013), Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dinas Kesehatan DIY. (2013), Profil Kesehatan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta. Dinas Kesehatan DIY. (2015), Profil Kesehatan provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta. Eisner, M.D. (2006), Banning Smoking in Public Places. Jakarta, Salemba Medika. Ellizabet, E.A. (2010), Stop merokok, Yogjakarta, Garailmu. Ghozali, A. (2010), Hubungan antara Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia pada Balita di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banmjarsari Surakarta, Skripsi, Surakarta, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.

Hartati, S. (2011), Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di RSUD Pasar Rebo, Tesis, UI Jakarta, Dalam http://repository.ui.ac.id/bitstream/123456789/30801/7/, Diakses pada tanggal 8 September 2017, pada pukul 20.00. Heryani, T. ( 2014), Rokok dalam Manusia, Jakarta, Rineka Cipta. Hidayat, A.A. (2011), Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan, Jakarta, Salemba Medika. Hidayati, N. (2009), Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Di Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang, Jurnal, Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14580/011000210. pdf;jsessionid=DA0EA2D734CCC2F1F4F52B225004A675?sequence=1, Diakses pada tanggal 16 Juli 2017, pada pukul 16.29 Jaya, M. (2009), Pembunuh Berbahaya itu Bernama Rokok, Yogyakarta, Riz’ma. Jhonson & Leny. (2010), Keperawatan Keluarga, Yogyakarta, Nuha Medika. Jualiansyah, N. (2011), Metofologi penelitian:skripsi, tesis, disertasi, dan karya ilmiah, Jakarta, Kencana prenada media group. Kalalo, F. (2013), Pengaruh Gaya Hidup Merokok Terhadap Kejadian Infark Miokard Akut di RSU Bethesda Tomohon. Kartasasmita., Cissy, B. (2010). Jendela Epidemiology: Pneumonia Balita, Jakarta, Kementrian Kesehatan RI. Kemenkes RI. (2013), Riset Kesehatan Dasar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta. . (2016), Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta, Kemenkes RI. Layuk, R., Nasry N. dan Wahiduddin. (2013), Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura, Jurnal, Dalam http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4279/RIBKA%2 0RERUNG%20LAYUK%20%28K11109326%29.pdf?sequence=1. Diakses pada tanggal 3 Februari 2017, pada pukul 20.30. Marni dan Rahardjo, K. (2012), Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Misnadiarly. (2008), Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut Edisi 1, Jakarta, Pustaka Obor Populer.

Mokoginta, D., Arsunan, A. dan Dian S. (2013), Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sudiang Kota Makassar, Jurnal. Mu’tadin, Z . (2007), Rokok Dalam Remaja, Jakarta, Salemba Medika. Nasution dan Kemala, I. (2007), Perilaku Merokok Pada Remaja, Jakarta, Hikmah. Notoatmodjo, S. (2012), Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta, Rineka cipta. Nurnajiah, M., Rusdi., Desmawati. (2016), Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang, Jurnal, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas Padang. Proverawati. (2011), Ilmu Gizi untuk Keperawatan dan Gizi Kesehatan, Yogyakarta, Nuha Medika. Rizanda, M. (2007, Pneumonia Balita di Indonesia, University Andalas Press. Said, M. (2010), Pengendalian Pneumonia Anak Balita dalam Rangka Pencapaian MDG 4, Jakarta, Kemenkes RI. Septiana., Syahrul. dan Hermansyah. (2016), Faktor Keluarga yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Siswa Sekolah Menengah Pertama, Jurnal Ilmu Keperawatan, Dalam http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/download/6260/5162, diakses pada tanggal 8 September 2017, pada pukul 22.00. Setiawan, R., & Ida., Budi. (2010), Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Palasari Kecamatan Ciater Kabupaten Subang Tahun 2010, Naskah Publikasi, Poltekes Jurusan Keperawatan Bandung. Sitepoe, M. (2005), Kekhususan Rokok di Indonesia, Jakarta, Gramedia. Sopiyudin, M, D. (2013), Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Cetakan ketiga, Jakarta, Salemba medika. Subanada. (2006), Rokok dan Kesehatan (Edisi Ketiga), Jakarta, UII Pres. Sugiyono. (2015), Statistika untuk penelitian, Cetakan ke-26, Bandung, Alfabeta. Sulistyowati, R. (2010), Hubungan antara Rumah Tangga Sehat dengan Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita Kabupaten Trenggalek, Tesis, Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret.

Umami, R, M. (2010), Perancangan dan Pembuatan Alat Pengendali Asap Rokok Berbasis Mikrokontroler, ejournal, Dalam http://ejournal.uinmalang.ac.id/index.php/NEUTRINO/article/view/1636/2 909. Diakses pada tanggal 12 Mei 2017, pada pukul 13.26. WHO. (2014), Data and Statistics. www.who.int. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2017. pukul 21.00 WIB. Widagdo. (2012), Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Demam, Jakarta, Sagung Seto.

Wijaya. (2014), Hubungan Kebiasaan Merokok, Imunisasi dengan Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Paburan Tumpeng Kota Tangerang, Skripsi, Jakarta, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul. Wong, D.L., & Merylin, H., David, H., Merylin, L., Patricia, S. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, volume 1, Jakarta, EGC.

KUESIONER KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA

Petunjuk Umum Pengisian : a. Jawablah pertanyaan yang ada secara obyektif . b. Silahkan centang pilihan jawaban menurut pilihan anda. c. Mohon dapat mengisi semua pertanyaan dengan lengkap. d. Kami menjamin kerahasiaan informasi yang akan anda berikan sesuai dengan kode etik penelitian ilmiah.

Data demografi A. Data Balita 1. Nama

:

2. Umur

:

3. Berat badan

:

4. Jenis kelamin

:

B. Data orang tua a. Ayah 1) Nama

:

2) Umur

:

3) Pekerjaan

:

4) Pendidikan

:

5) Penghasilan

:

6) Kebiasaan merokok : Ya Tidak 7) Berapa batang merokok di rumah dalam sehari : < 10 batang/hari 10-20 batang/hari > 20 batang/hari

b. Ibu 1) Nama

:

2) Umur

:

3) Pekerjaan

:

4) Pendidikan

:

5) Penghasilan

:

6) Kebiasaan merokok : Ya Tidak 7) Berapa batang merokok di rumah dalam sehari : < 10 batang/hari 10-20 batang/har > 20 batang/hari C. Apakah ayah merokok : Ya Tidak D. Apakah ibu merokok : Ya Tidak E. Anggota keluarga yang merokok:......... orang Kakek Nenek Paman Keponakan Kakak Lain-lain, sebutkan........

F.

Lamanya balita terpapar asap rokok/hari < 30 menit 30 enit – 1 jam > 1 jam

G. Lamanya merokok anggota keluarga (tahun) < 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun H. Apakah rumah ada ventilasi udara seperti jendela? Ya Tidak I.

Jenis rokok yang dihisap? Kretek Filter Lainnya, sebutkan...