HUBUNGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 1 HUBUNGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJA...

10 downloads 786 Views 347KB Size
HUBUNGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD AMBARAWA TAHUN 2014

ARTIKEL

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar Sarjana Terapan Kebidanan

Oleh KOMSIYATI NIM. 030113b021

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO FEBRUARI 2015

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 1

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

Artikel penelitian yang berjudul Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia di RSUD Ambarawa Tahun 2014” yang disusun oleh : Nama : Komsiyati Nim

:030113b021

Program Studi : DIV Kebidanan Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing utama skripsi Program Studi D IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo.

Ungaran, Maret 2015 Pembimbing Utama

Eko Susilo,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 2

Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Program Studi Diploma IV Kebidanan Komsiyati

ABSTRAK Ketuban pecah dini mempengaruhi kejadian asfiksia akibat terjadinya oligohidramnion,kondisi ini akan mempengaruhi janin karena sedikitnya volume air ketuban yang menyebabkan tali pusat tertekan oleh bagian tubuh janin akibatnya aliran darah dari ibu ke janin berkurang sehingga bayi mengalami hipoksia atau gangguan pertukaran O2 hingga fetal distress dan berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir. Infeksi, Hipoksia, Asfiksia,Intra Uterine Fetal Dead (IUFD), Morbiditas dan Mortalitas Perinatal merupakan ancaman apabila ketuban pecah dini tidak segera ditangani. Insiden ketuban pecah dini di RSUD Ambarawa periode Januari- Desember 2014 sangatlah tinggi sebanyak (31,2%) responden. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kejadian ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahirdi RSUD Ambarawa. Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan menggunakan design cross sectional. Populasi dari penelitian ini semua ibu bersalin spontan yang tercatat di RSUD Ambarawa, sampel yang diambil sebesar 398 responden dengan teknik Purposive Sampling dengan alat ukur yang digunakan yaitu menggunakan data sekunder catatan Rekam Medik RSUD Ambarawa (Master Table). Analisis data menggunakan Chi-square. Hasil penelitian menunjukan ibu yang mengalami ketuban pecah dinisebanyak (31,2%) responden yang mengalami kejadian asfiksia sejumlah 86 responden (69,4%), Sedangkan ibu yang tidak KPD sebanyak 274 orang (68,8%)yang mengalami kejadian asfiksia sejumlah 43 orang (15,7%). Ada Hubungan Antara Kejadian Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa periode Januari-Desember 2014, dengan (p<(0,05)). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diperlukan informasi mengenai penting tanda bahaya kehamilan seperti ketuban pecah dini yang sangat penting untuk segera ditangani oleh tenaga kesehatan. Kata Kunci : kejadian ketuban pecah dini, kejadian asfiksia Kepustakaan : 18 (2001-2011)

ABSTRACT Premature rupture of membrane affects to asphyxia due to oligohydramnios, this condition will affect the fetus for the small volume of amniotic fluid which causes the Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 3

cord depressed by fetal organs as a result of blood flow from the mother to the fetus is reduced so that the baby suffered hypoxia or oxygen-exchange disruption so that fetal distress and continues be asphyxia in the newborn. Infection, hypoxia, asphyxia, Intrauterine Fetal Dead (IUFD), perinatal morbidity and mortality is a threat if premature rupture of membrane not treated immediately. The incidence of premature rupture of membrane at Ambarawa Public Hospital in the period of January-December 2014 is (31.2%) cases. This study aims to examine the correlation between premature rupture of membrane and the incidence of asphyxia in newborns at Ambarawa Public Hospital. This was a descriptive-analytical study with cross sectional approach. The population of this study was all women with spontaneous delivery which recorded at Ambarawa Public Hospital. The samples in this study were 398 respondents that sampled by using the purposive sampling technique and the instruments used secondary data of medical records at Ambarawa Public Hospital (Master Table). The data were analyzed by using Chi-square test. The results of this study indicate that the women who have premature rupture of membrane are (31.2%) cases, who suffered from asphyxia as many as 86 respondents (69.4%), while women who have not premature rupture of membrane as many as 274 women (68.8%), who suffered from asphyxia as many as 43 respondents (15.7%). There is a correlation between the premature rupture of membrane and the incidence of asphyxia in newborns at Ambarawa Public Hospital in the period of January to December 2014, with p-value of 0.000 <α (0.05). Based on these results it is necessary to know about the danger signs of pregnancy such as premature rupture of membrane which is very important to be treated by health professionals. Keywords : Premature rupture of membrane, asphyxia Bibliographies : 18 (2001-2011) (29,23%) dan masalah kesehatan PENDAHULUAN Ukuran keberhasilan suatu lainnya selama periode perinatal pelayanan kesehatan salah satunya (Depkes RI, 2010). tercermin dari penurunan angka Pada Periode Intranatal, kematian bayi (AKB) sampai batas masalah bayi disebabkan oleh angka terendah yang dapat dicapai adanya infeksi dan perlukaan saat sesuai dengan kondisi dan situasi lahir. Infeksi lebih sering setempat serta waktu.Berdasarkan dikarenakan kuman misalnya pada Survei Demografi dan Kesehatan keadaan ketuban pecah dini, partus Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka lama dan pada ibu yang menderita kematian bayi (AKB) sebesar 40 per gonorea.Insiden KPD di Indonesia 1000 kelahiran hidup. Sedangkan berkisar 4,5% sampai 7,6% dari target MDG’s periode 1990-2015 seluruh kehamilan, angka tersebut yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup, meningkat setiap tahunnya hal ini hal ini menunjukkan bahwa yang harus diperhatikan oleh tenaga kematian bayi di Indonesia masih medis agar angka kejadian KPD tinggi. dapat dikendalikan. Sedangkan pada Penyebab tingginya angka masa postnatal biasanya kelanjutan kematian bayi antara lain karena dari masalah/ gangguan pada masa pertumbuhan janin yang lambat antenatal dan intranatal (Jumiarni, (23,53%), kurangnya oksigen dalam 2011). rahim (hipoksia intra uterine) Selain itu ketuban pecah (21,24%) dan kegagalan bernafas dini akan mengakibatkan terjadinya secara spontan dan teratur pada saat oligohidramnion, kondisi ini akan lahir atau beberapa saat setelah lahir mempengaruhi janin karena (asfiksia neonaturum) yaitu sebesar sedikitnya volume air ketuban akan Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 4

menyebabkan tali pusat tertekan oleh bagian tubuh janin akibatnya aliran darah dari ibu ke janin berkurang sehingga bayi mengalami hipoksia atau gangguan pertukaran O2 hingga fetal distress dan berlanjut menjadi asfiksia pada bayi baru lahir (Kasim, 2010). Gangguan pertukaran O2 pada janin dalam kandungan sangat dimungkinkan mempengaruhi kondisi bayi saat lahir, kondisi umum bayi segera setelah lahir inilah yang dimaksud kesejahteraan bayi baru lahir. Adapun indikator kesejahteraan bayi baru lahir ada lima yaitu, pernafasan, frekuensi denyut jantung, warna kulit, respon reflex dan tonus otot bayi yang dinilai dengan menggunakan metode apgar skor (Prawirohardjo, 2002). Gangguan transport O2 tersebut akan mengakibatkan hilangnya sumber glikogen pada jantung yang mempengaruhi fungsi jantung, terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung, dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain memgalami gangguan, Berdasarkan hal tersebut sangat dimungkinkan lamanya ketuban pecah dini akan semakin menyebabkan janin mengalami gangguan transport O2 (hipoksia) sehingga mempengaruhi kesejahteraan bayi baru lahir yang tercermin pada rendahnya nilai apgar skor. Jumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu

mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang dan risiko kecil kerusakan otak (Judarwanto, 2012). Berdasarkan survey langsung yang dilakukan di RSUD Ambarawa pada bulan Januari 2015 terdapat 3 ibu melahirkan dengan Ketuban Pecah Dini, 2 dari ibu yang melahirkan dengan ketuban pecah dini tersebut bayi yang dilahirkannya mengalami asfiksia sedangkan yang tidak asfiksia sebanyak 1 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di RSUD Ambarawa bagian Rekam Medik pada periode Januari sampai Desember 2014, di peroleh data ibu bersalin sebanyak 929 orang. Ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 236 orang, dimana dari 236 ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yang melahirkan bayi dengan Asfiksia sebanyak 145 orang. Dari 145 bayi dengan Asfiksia 7 diantara nya meninggal dunia. Sedangkang ibu bersalin dengan ketuban pecah dini yang melahirkan bayi nya tidak Asfiksia sebanyak 91 orang. Diperoleh pula sebanyak 203 bayi mengalami asfiksia tidak disebabkan karena ketuban pecah dini.. Dari fenomena diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Hubungan Kejadian Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Ambarawa Tahun 2014

KERANGKA KERJA PENELITIAN Kerangka Teori

a. Faktor Ibu 1) Preeklampsia dan eklampsia 2) 3) 4) 5) 6)

Perdarahan abnormal Partus lama atau partus macet KETUBAN PECAH DINI Demam selama persalinan Kehamilan serotinus

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 5

Gambar 2.1 Kerangka Teori (Mitayani, 2011), (Manuaba: 2010), (Prawirohardjo,2008). Kerangka Konsep Variabel Independent Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah : “Ada hubungan kejadian ketuban pecahdini (KPD) dengan kejadian Asfiksia di RSUD Ambarawa Tahun 2014” METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenispenelitianiniadalahdesk riptifanalitik,Desainstudiataurancan ganpenelitian yang

Variabel Dependent

Asfiksia

digunakanadalahCross Sectional (SeksionalSilang). Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semuaibu bersalin spontan yang tercatat di RSUD Ambarawa selamaperiode Januari sampai Desember 2014 yaitu sebanyak 416 orang. Sampel

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 6

Teknikpengambilansampe l yang digunakanadalah purposive sampling. Purposive samplingmerupakan pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Semua populasi dijadikan sampel, Sampel dalam penelitian ini adalah semua Ibu bersalin spontan yang tercatat di RSUD Ambarawa, yaitu sebanyak 398 orang. Persyaratan sampel dalam penelitian ini dengan kriteria inklusi dan kriteriaeksklusi sebagai berikut: a. Kriteria inklusi Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum subjek dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Sastroasmoro (2003). kriteria inklusi yang digunakan dalam bentuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Ibu yang bersalin spontan 2) Usiakehamilancukupbul an/aterm (usiakehamilanantara 37-42 minggu)

DefinisiOperasional No Variabel 1. Independen : Ketuban Pecah Dini

Definisi Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum inpartu, dengan pembukaan servik pada primipara sebelum 3 cm dan pada multipara sebelum 5 cm dengan interval waktu 6-12 jam

terhitungdariharipertam ahaidterakhir. b. KriteriaEksklusi Kreterian eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel (Sastroasmoro,2003). kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Ibu bersalin premature 2) Ibu bersalin dengan perdarahan 3) Ibu bersalin dengan partus lama 4) Ibu bersalin dengan pre eklamsi-eklamsi 5) Ibu bersalin serotinus 6) Persalinan dengan tindakan : vakum, seksio caesar, forcep ANALIS DATA Variabel Bebas (Independenvariable) Variabel independen dalam penelitian ini adalah kejadian ketubanpecahdini. Variabel terikat (Dependen variable) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Asfiksia.

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Master tabel - Ketuban Nominal dari catatan pecah dini rekam medis - Tidak ketuban pasien pecah dini

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 7

2.

setelah ketuban pecah Dependen : Suatu keadaan Asfiksia dimana bayi baru Neonatorum lahir tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir

Master tabel Di ukur dari skor APGAR dari catatan rekam medis pasein

Asfiksia Tidak Asfiksia

Nominal

Hasil Penelitian Analisis Univariat Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin Spontan di RSUD Ambarawa, Januari-Desember 2014 Kejadian KPD KPD Tidak KPD Jumlah

Frekuensi 124 274

Persentase (%) 31,2 68,8

398

100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 398 responden ibu bersalin yang tercatat di RSUD Ambarawa, sebagian besar ibu tidak mengalami kejadian ketuban pecah dini, yaitu sejumlah 274 orang (68,8%). Sedangkan ibu bersalin yang mengalami ketuban pecah dini sejumlah 124 orang (31,2%). Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa, Januari-Desember 2014 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari 398 responden ibu bersalin yang tercatat di RSUD Ambarawa, sebagian besar ibu tidak mengalami kejadian Asfiksia, yaitu sejumlah 269 orang

(67,6%). Sedangkan ibu bersalin yang mengalami asfiksia sejumlah 129 orang (32,4%).

Analisis Bivariat Hubungan Kejadian KPD dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa, Januari-Desember 2014 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami KPD yang mengalami kejadian asfiksia sejumlah 69,4%, sedangkan ibu yang tidak KPD yang mengalami kejadian asfiksia sejumlah (15,7%). Berdasarkan uji Chi Square diperoleh nilai χ² hitung 109,779 dengan p-value 0,000. Kejadian Frekuensi Persentase Asfiksia (%) Asfiksia 129 32,4 Tidak 269 67,6 Asfiksia Jumlah 398 100,0 Oleh karena p-value = 0,0001< α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan ketuban pecah dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Ambawa tahun 2014. Dari hasil

Kejadian Asfiksia Total Kejadian p-value OR Tidak KPD Asfiksia Asfiksia f % f % f % KPD 86 69,4 38 30,6 124 100 0,0001 12,158 Tidak 43 15,7 231 94,3 274 100 KPD Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 8

Jumlah

129 32,4 269

67,6 398 100

uji juga diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 12,158, ini artinya ibu dengan KPD beresiko mengalami asfiksia 12,158 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak KPD. Analisis Univariat 1. Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 398 responden ibu bersalin spontan yang tercatat di RSUD Ambarawa, sebagian besar responden tidak mengalami kejadian ketuban pecah dini, yaitu 274 orang (68,8%). Sedangkan responden yang mengalami ketuban pecah dini sejumlah 124 orang (31,2%). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya kulit ketuban sebelum waktunya melahirkan.Gejala yang terlihat pada kejadian ketuban pecah dini yaitu cairan ketuban keluar secara tiba-tiba dari liang vagina dalam jumlah banyak, tak dapat ditahan atau dihentikan. Cairan ketuban berwarna putih agak keruh, mirip air kelapa muda karena bercampur dengan lanugo atau rambut halus pada janin dan mengandung verniks caseosa, yaitu lemak pada kulit bayi (Manuaba,2010). Pada saat belum ada pembukaan servik ketuban yang pecah tidak menimbulkan rasa sakit, pegal-pegal, mulas, dan sebagainya. Semakin cepat ditangani, semakin kecil risiko terjadinya komplikasi, seperti infeksi kuman dari luar, persalinan prematur atau kurang bulan, gangguan peredaran darah atau tali pusat yang bisa menyebabkan kondisi gawat janin dan kematian janin akibat tali pusat yang tertekan, dan oligohidramnionyakni cairan

ketuban kurang dari jumlah yang dibutuhkan, atau bahkan habis (Fadlun, 2011). Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini, kuman dari vagina naik ke kavum uteri, melekat pada desidua (menimbulkan desidualitis), lalu terjadi penyebaran infeksi ke selaput khorion dan amnion (menimbulkan khorioamnionitis) dan berkembang menjadi khoriovaskulitis (infeksi pada pembuluh darah fetal) serta amnionitis. Bila cairan amnion yang septik teraspirasi oleh janin akan menyebabkan pneumonia kongenital, otitis, konjungtivitis sampai bakterimia dan sepsis (Manuaba, 2008). Keadaan infeksi pada bayi baru lahir, akan meningkatkan kebutuhan metabolisme anaerob makin tinggi, sehingga ada kemungkinan tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah dari plasenta. Hal ini menimbulkan aliran nutrisi dan O2 tidak cukup, sehingga menyebabkan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob dan terjadi penimbunan asam laktat dan piruvat yang merupakan hasil akhir dari metabolisme anaerob. Keadaan ini akan menimbulkan kegawatan janin (fetal distress) intrauteri yang akan berlanjut menjadi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir (Manuaba, 2008).

2. Kejadian Asfiksia Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 398 responden ibu bersalin spontan yang tercatat di RSUD

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa | 9

Ambarawa, sebagian besar responden tidak melahirkan bayi Asfiksia, yaitu sejumlah 269 orang (67,6 %). Sedangkan responden yang melahirkan bayi asfiksia sejumlah 129 orang (32,4%). Secara klinis tandatanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari 100x/menit, serta adanya pengeluaran mekonium.Jika DJJ normal dan terdapat mekonium, maka janin mulai asfiksia.Jika DJJ lebih dari 160x/menit dan ada mekonium maka janin sedang asfiksia.Jika DJJ kurang dari 100x/menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan gawat. Kenaikan DJJ janin diakibatkan Bila plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan PH atau timbulnya asidosis (Kristiyanasari, 2010). Bradikardi merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.Hipoksia pada fetus dapat merangsang kontraksi kolon sehingga menyebabkan keluarnya mekonium ke dalam cairan amnion. Kadang hal ini diikuti oleh fetal distres karena kekurangan oksigen yang mengakibatkan aspirasi mekoneum ke dalam paru-paru yang dapat mengakibatkan obstruksi bronkus pneumonitis (Rukiyah,2010). Penyebab tingginya angka kematian bayi antara lain karena pertumbuhan janin yang lambat (23,53%), kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intra uterine) (21,24%) dan kegagalan bernafas secara

spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia neonaturum) yaitu sebesar (29,23%) dan masalah kesehatan lainnya selama periode perinatal (Depkes RI, 2010). Pada Periode Intranatal, masalah bayi disebabkan oleh adanya infeksi dan perlukaan saat lahir. Infeksi lebih sering dikarenakan kuman misalnya pada keadaan ketuban pecah dini, partus lama dan pada ibu yang menderita gonorea.Sedangkan pada masa postnatal biasanya kelanjutan dari masalah/ gangguan pada masa antenatal dan intranatal (Jumiarni, 2011). A. Analisis Bivariat Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 398 responden didapatkan hasil ada hubungan secara signifikan antara kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Ambarawa Tahun 2014.Hasil uji Chi Squere diperoleh nilai χ2 hitung 109,779 dengan pvalue 0,000. Oleh karena itu pvalue = 0,0001< α (0,05), maka dari perhitungan tersebut Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Ambarawa Tahun 2014. Dari hasil uji juga diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 12,158 ini artinya ibu dengan KPD beresiko mengalami asfiksia 12,158 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak KPD. Ketuban Pecah Dini akan mengakibatkan oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa |

10

air ketuban, janin semakin gawat (Rahayu, 2009).Cairan amnion berfungsi sebagai sawar proteksi terhadap infeksi asenden vagina, memungkinkan pergerakan bebas janin, tempat mengapungnya tali pusat sehingga tidak terjadi kompresi tali pusat yang menyebabkan terhambatnya aliran darah yang mengandung O2 dari ibu ke janin. Kompresi tali pusat akan menimbulkan fetal distress. Tali pusat penting dalam penyaluran pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara janin dan plasenta, plasenta adalah tempat di mana terjadinya pertukaran darah maternal dan janin (Manuaba, 2008). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini tetapi bayi yang dilahirkan tidak asfiksia sebanyak 38 responden (30,6%). Hal ini disebabkan karena: 1. Faktor plasenta Plasenta merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalam bentuk O2, asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan membuang sisa metabolisme janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas kondisi plasenta. Fungsi plasenta akan berkurang jika terjadi kekurangan air ketuban sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan menutrisi metabolisme janin. Semakin lama pecahnya kulit ketuban semakin besar resiko keringnya cairan ketuban sehingga resiko terjadinnya infeksi semakin tinggi serta kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis dan PH darah turun (Mitayani, 2011). 2. Faktor psikologi dan psikis

Faktor psikologi dan psikis ibu pada persalinan pervaginam/spontan.Pada persalinan spontan, janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Pertolongan pada tahap persalinan ini di perlukan asuhan sayang ibu, dukukangan moril tidak boleh tergesa-gesa sehingga ibu bersalin merasa rileks dalam mengatur pernafasan, kebutuhan pertukaran O2 dari ibu kejanin pun terpenuhi (Manuaba,2010). Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini tetapi bayi yang dilahirkan asfiksia sebanyak 43 responden (15,7 %). Hal ini disebabkan oleh: a. Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir kemungkinan dapat terjadi karena pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan. Analgesia dan anastesi obstetrik maternal diberikan untuk menghilangkan nyeri akibat kontraksi uterus dan kelahiran pervaginam atau perabdominam.Idealny a analgesia dan anastesia obstetrik tidak boleh memperburuk kontraksi uterus, usaha meneran ibu atau mengganggu kesejahteraan ibu dan janin (Manuaba, 2008). b. Factor presentasi puncak kepala Factor resiko presentasi puncak kepala yang tidak terduga seperti pada

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa |

11

presentasi muka juga memungkinkan terjadinya gawat janin, karena partus tidak maju sehingga bayi mengalami fetal distress dan mengarah ke hipoksia janin dan berakhir pada asfiksia bayi baru lahir (Prawirohardjo, 2008).

PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 398 responden sebagian besar responden tidak mengalami kejadian ketuban pecah dini, yaitu 68,8 % (274 responden). Sedangkan responden yang mengalami ketuban pecah dini sejumlah 31,2 % (124 responden). 2. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 398 responden sebagian besar responden tidak mengalami kejadian Asfiksia, yaitu sejumlah 67,6% (269 responden). Sedangkan responden yang mengalami asfiksia sejumlah 32,4 % (129 responen). 3. P-value = 0,0001< α (0,05) ada hubungan anatara Kejadian Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa tahun 2014. Diperoleh nilai Odds Ratio sebesar 12,158 ini artinya ibu dengan KPD beresiko mengalami asfiksia 12,158 kali lebih besar dibandingan dengan ibu yang tidak KPD. B. Saran 1. Bagi RSUD Ambarawa Diharapka Rumah sakit dapat memberikan informasi dan masukan bagi petugas kesehatan di Rumah sakit dalam

manajemen proses persalinan sesuai dengan protab terutama dalam menangani kejadian ketuban pecah dini dan kejadian asfiksia. 2. Bagi STIKES Ngudi Waluyo Diharapkan menjadi bahan bacaan dan tambahan informasi tentang hubungan kejadian ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia 3. Bagi peneliti Dapat meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, dan pengalaman dalampenerapan ilmu yang didapat selama pendidikan khususnya metodologipenelitian mengenai hubungan kejadian ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia 4. Bagi pembaca Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca serta masukan bagi peneliti jika akan melakukan penelitian lebih lanjutan DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2010. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Depkes RI Fadlun J. 2011. Kasus Emergency Kebidanan.Yogyakarta. Graha Pustaka Judarwanto. 2012. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta. Salemba Medika Jumiarni I. 2001.Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir. Jakarta. EGC Kasim. 2010. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa |

12

Kristiyanasari. 2010. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan.Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Manuaba. 2010. Ilmu kebidanan. Penyakit kandungan & keluarga berencana untuk pendidikan bidan.Jakarta : EGC

Sastroasmoro S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto

Mitayani A. 2011. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. Yogyakarta. Nuha Medika Notoatmodjo.S.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka cipta

SurveiDemografi Kesehatan Indonesia. 2012. Angka kematian bayi dan balita. Jakarta. SDKI Hidayat.A.A..2007.Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika

Novita. 2011. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Prawirahardjo. S. 2008. Ilmu Kebidanan.Jakarta : Penerbit Yayasan Bina Pustaka Profil Kesehatan Indonesia Prawirahardjo. S. 2010. Ilmu Kebidanan.Jakarta : Penerbit Yayasan Bina Pustaka Profil Kesehatan Indonesia Rahayu dkk. 2009. Manajemen Asfiksia. Jakarta. Perkumpulan Perinatologi Indonesia Rukiyah D. 2010.Buku Ajar Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.Yogyakarta. Pustaka Pelajar Saryono.2011. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel Dalam

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa |

13

Hubungan Kejadian Tuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSUD Ambarawa |

14