JURNAL DES-2008

Download Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008. 1. ANALISA TINGKAT KEPUASAN ... kunci sukses dalam memasarkan produk asuransi kebakaran. Dalam...

1 downloads 809 Views 929KB Size
Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

ANALISA TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN TERHADAP PRODUK ASURANSI KEBAKARAN DI PT. ASURANSI JAYA PROTEKSI Andrianto Widjaja dan Suhartono (Andrianto Widjaja adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora dan Suhartono adalah Alumni Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen Labora) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bahan bagi penyusunan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan pelayanan kepada para pelanggan asuransi, khususnya yang menyangkut persepsi masyarakat terhadap citra PT. Asuransi Jaya Proteksi (PT. AJP) serta mutu pelayanannya, target pasar, dan kunci sukses dalam memasarkan produk asuransi kebakaran. Dalam menganalisis data penelitian ini, maka alat ukur yang digunakan dalam penelitian adalah mengukur tingkat kepuasan dan harapan dari pelanggan, dengan 3 tipe analsisi data, yaitu: 1) Importance Performance Analysis, 2) Analisis kesenjangan pada kualitas pelayanan dan 3) Analisis lingkungan strategis. Populasi dalam penelitian ini adalah semua agen asuransi rekanan PT. Asuransi Jaya Proteksi. Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi agen asuransi rekanan di PT. Asuransi Jaya Proteksi yang terdaftar sampai dengan tanggal 31 Oktober 2007. Yang dianggap dapat mewakili kepentingan seluruh agen dalam melakukan riset ini sebanyak 58 agen. Selanjutnya populasi dari PT. Asuransi “ABC” sebagai competitor sebanyak 55 agen, sedangkan sampel yang dianggap dapat mewakili kepentingan seluruh agen berjumlah 35 agen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan di PT. AJP menunjukkan bahwa dengan tingkat kesesuaian antara kepentingan/harapan tentang kualitas layanan dengan tingkat kinerja GAP 5 terhadap pelanggan adalah 60,22%, maka sesuai dengan kritria penelitian tingkat kesesuaian bahwa kualitas pelayanan PT. AJP terhadap pelanggan masih di bawah tingkat harapan. Maka strategi pemasaran yang tepat untuk PT. AJP adalah: 1) meningkatkan modal setor untuk menambah kekuatan keuangan perusahaan, 2) melakukan kegiatan promosi yang lebih agresif, baik melalui media massa maupun ikut serta dalam event-event tertentu, dan 3) melakukan terobosanterobosan baru dengan membuat produk-produk baru yang lebih komprehensif dan dapat bersaing di pasaran. Kata Kunci: Kepuasan Pelanggan, Asuransi, Pelayanan.

1

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah perusahaan perasuransian di Indonesia per 31 Agustur 2007 adalah sebanyak 528 perusahaan yang memiliki ijin usaha beroperasi di Indonesia Dari 528 perusahaan tersebut terdiri atas 149 perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, dan 379 perusahaan penunjang asuransi. Perusahaan asuransi dan reasuransi terdiri dari: 46 perusahaan asuransi jiwa, 94 perusahaan asuransi kerugian, 4 perusahaan reasuransi, 2 perusahaan penyelenggara program asuransi sosial dan jamsostek, dan 3 perusahaan penyelenggara asuransi untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sedangkan perusahaan penunjang usaha asuransi per 31 Agustus 2007 ada sebanyak 379 perusahaan, yang terdiri dari 149 perusahaan pialang asuransi, 23 perusahaan pialang reasuransi, 26 perusahaan adjuster asuransi, 30 konsultan aktuaria dan 6 agen asuransi. Sementara itu kontribusi sektor asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana dicerminkan oleh rasio antara premi bruto terhadap PDB juga mengalami penurunan dari 1,66% pada tahun 2005 menjadi 1,57% pada tahun 2006. Dalam 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto adalah sekitar 18%. Kenaikan premi bruto tertinggi pada tahun 2006 dialami oleh sektor asuransi jiwa (23%), diikuti oleh asuransi sosial dan jamsostek (11%) serta asuransi PNS dan Polri (22%). Asuransi kerugian dan reasuransi mengalami penurunan 3%. Kontribusi terbesar terhadap premi bruto industri asuransi tahun 2006 adalah premi asuransi jiwa (52,5%), diikuti premi asuransi kerugian dan reasuransi(31,7%), perusahaan penyelenggara program asuransi untuk PNS dan TNI/Polri (10,8%), dan premi yang diterima perusahaan penyelenggara program asuransi sosial dan jamsostek termasuk Jaminan Hari Tua/JHT (5%). Usaha perasuransian merupakan usaha yang menjanjikan perlindungan kepada masyarakat umum pengguna jasa asuransi (tertanggung/ pemegang polis) dan sekaligus menghimpun dana masyarakat. Dengan kedua peranan tersebut, yang mana perkembangannya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, maka dirasakan adanya kebutuhan akan hadirnya perasuransian yang kuat dan dapat diandalkan, untuk dapat memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan. Walaupun pertumbuhan ekonomi makro Indonesia mengalami kendala akibat krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh dunia dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir ini, yang mana pemulihan perekonomian Indonesia dirasakan lebih lambat bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami krisis, namun permintaan masyarakat akan asuransi di Indonesia semakin tinggi

2

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

terutama permintaan Asuransi Kebakaran. Hal ini disebabkan karena adanya kejadian kerusuhan pada bulan Mei 1998 yang mengakibatkan kerugian cukup signifikan dibeberapa daerah di Indonesia, sehingga kebutuhan akan asuransi kebakaran dengan perluasan jaminan huru hara menjadi prioritas utama bagi masyarakat pada umumnya. PT. Asuransi Jaya Proteksi (PT. AJP) adalah salah satu dari 94 perusahaan asuransi kerugian di Indonesia yang menyelenggarakan/ memasarkan produk Asuransi Kebakaran di Indonesia. Dalam perkembangannya, terlihat kebutuhan akan perlindungan asuransi semakin meningkat yang diikuti pula oleh tingkat pengetahuan yang lebih baik dan luas tentang perlunya perlindungan asuransi terhadap harta benda masyarakat pada umumnya. Melihat peluang yang besar pada jenis asuransi kebakaran tersebut, maka untuk dapat meraih peluang yang ada, PT. Asuransi Jaya Proteksi harus mempunyai keunggulan dalam pemasaran produk asuransi kebakaran tersebut. Tolok ukur keunggulan yang penting adalah tingkat kepuasan pelanggan pengguna jasa asuransi kebakaran. Arti penting kepuasan ini akan menentukan keberhasilan perusahaan untuk meraih pangsa pasar dan mempertahankan pelanggannya untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Oleh karena itu, PT. Asuransi Jaya Proteksi melakukan peningkatan pemasaran produk Asuransi Kebakaran kepada masyarakat luas baik secara langsung maupun melalui petugas yang ada, maupun melalui agen atau broker asuransi dengan sasaran badan usaha dan perorangan. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan studi untuk memahami tingkat kepuasan para pelanggan/agen asuransi rekanan terhadap produk asuransi kebakaran PT. AJP. Dengan kata lain studi ini dimaksudkan untuk: a. Mengukur tingkat kepuasan pelanggan/agen asuransi rekanan terhadap produk asuransi kebakaran PT. Asuransi Jaya Proteksi. b. Memperbandingkan tingkat kepuasan pelanggan/agen asuransi rekanan PT. Asuransi Jaya Proteksi terhadap PT. Asuransi ”ABC”. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang produk asuransi kebakaran yang dipasarkan oleh PT. Asuransi Jaya Proteksi dan seberapa besar pemahaman masyarakat akan produk asuransi kebakaran itu sendiri. Untuk itu metode penelitian yang baik dalam penelitian ini adalah dengan cara wawancara langsung dengan Pimpinan Perusahaan PT. Asuransi Jaya Proteksi.

3

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Sesuai dengan sasaran umum penelitian, cakupan respondennya adalah masyarakat umum pengguna jasa PT. Asuransi Jaya Proteksi, khususnya pengguna jasa asuransi kebakaran. Dengan demikian sasaran sampel penelitian ini adalah masyarakat/ konsumen asuransi yang biasa membeli jasa asuransi kebakaran PT. Asuransi Jaya Proteksi. II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Asuransi Asuransi sebagai salah satu industri jasa memiliki pasar yang disebut pasar asuransi. Pihak-pihak yang terlibat dalam pasar asuransi terdiri dari pembeli, perantara, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi. Dalam melakukan transaksinya, secara sederhana padat dilihat pada Gambar 1. Bagi orang-orang tertentu tidak mudah dapat memahami apa yang dimaksud dengan asuransi, karena asuransi ini merupakan produk yang tidak kentara/nyata (intangible) sebagaimana produk-produk barang lainnya, yang hasilnya baru akan terlihat dan dapat dinikmati oleh Tertanggung (pemegang polis/pembeli asuransi) setelah terjadinya suatu risiko kerugian atas obyek yang dipertanggungkan. Menurut pasa 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah: Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Perusahaan Reasuransi Perantara Asuransi (Pialang/ Agen Asuransi)

Tertanggung

Perusahaan Asuransi

Perantara Reasuransi (Pialang Reasuransi)

Tertanggung

Gambar 1. Transaksi Asuransi

4

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Selanjutnya dari Gambar 1 tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut: bahwa para pembeli asuransi (disebut tertanggung) melakukan transaksi asuransi dengan melalui perantara asuransi (broker/agen) atau langsung kepada perusahaan asuransi. Risiko yang diterima dari perantara asuransi atau langsung dari Tertanggung tersebut, oleh perusahaan asuransi ditempatkan kepada sejumlah perusahaan reasuransi melalui perantara reasuransi (pialang/broker reasuransi) atau langsung kepada perusahaan reasuransi tanpa melalui perantara. Dukungan dari perusahaan reasuransi ini diberikan untuk risiko-risiko tertentu yang nilainya melebihi kapasitas akseptasi yang dapat ditahan oleh perusahaan asuransi, yang alokasi risikonya telah diatur sebelum penutupan asuransi dilaksanakan. Seperti yang telah dikemukakan bahwa dalam pasar asuransi, perantara terdiri dari perantara yang menghubungkan antara pembeli asuransi (tertanggung) dengan perusahaan asuransi (penanggung), yang biasa disebut dengan pialang asuransi/agen asuransi, dan perantara yang menghubungkan antara perusahaan asuransi dengan perusahaan reasuransi, yang biasa disebut dengan pialang reasuransi. Perantara ini mempunyai peran yang sangat besar dalam setiap melakukan transaksi asuransi dalam pasar asuransi, karena jadi tidaknya penutupan asuransi dilaksanakan seringkali tidak terlepas dari peran perantara. Perantara yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan asuransi maupun perusahaan reasuransi, akan senantiasa loyal kepada perusahaan dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menempatkan/ memberikan bisnis yang diperolehnya baik dari nasabah langsung maupun dari perusahaan asuransi, kepada perusahaan asuransi maupun kepada perusahaan reasuransi yang menjadi rekanan. Di sisi lain, bagi nasabah maupun perusahaan asuransi yang sudah terbiasa menggunakan jasa perantara, maka senantiasa akan terus me-maintain (memelihara) hubungan baik dengan perantara yang bersangkutan, karena nasalah maupun perusahaan asuransi tidak perlu harus repot-repot dalam menempatkan asset yang menjadi kepentingannya dengan tanpa pengeluaran biaya operasional. Salah satu keuntungan yang diperoleh nasabah dalam hal penutupan asuransi maupun dalam hal terjadi klaim, maka semua proses dapat diserahkan langsung kepada perantara yang bersangkutan, kecuali dalam hal-hal tertentu seperti penyajian data-data yang diperlukan oleh perusahaan asuransi dalam pengurusan klaim. Demikian halnya dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan asuransi, perusahaan asuransi tidak perlu harus bersusah payah

5

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

dalam mendapatkan dukungan (back up) reasuransi atas bisnis yang diperoleh dari nasabah, dan umumnya dukungan reasuransi akan lebih mudah diperoleh apabila penempatan melalui perantara, karena umumnya perantara mempunyai posisi tawar menawar (bargaining) yang lebih baik dengan perusahaan reasuransi (reasuradur). Menurut Kotler (2006), menyebutkan bahwa fungsi perantara adalah: a.

b. c. d. e. f. g. h. i.

Informasi. Pengumpulan data dan penyebaran informasi riset pemasaran mengenai pelanggan, pesaing, serta pelaku, dan kekuatan lain yang ada saat ini maupun yang potensial dalam lingkungan pemasaran. Promosi. Pengembangan dan penyebaran komunikasi persuasive yang dirancang untuk menarik pelanggan pada penawaran tersebut. Negoisasi. Usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga dan syarat lain sehingga transfer kepemilikan dapat dilakukan. Pemesanan. Komunikasi dari para anggota saluran pemasaran ke produsen mengenai minat untuk membeli. Pembiayaan. Perolehan dan pengalokasian dana yang dibutuhkan untuk membiayai persediaan pada berbagai tingkat saluran pemesanan. Pengambilan Risiko. Penanggungan risiko yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi saluran pemasaran tersebut. Pemilikan Fisik. Kesinambungan penyimpanan dan pergerakan produk fisik dari awal hinggan pelanggan akhir. Pembayaran. Pembeli membayar tagihannya ke penjual lewat bank dan institusi lainnya. Hak Milik. Transfer kepemilikan sebenarnya dari suatu organisasi atau orang ke organisasi atau orang lain.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dijelaskan mengenai ruang lingkup kerja dari pialang asuransi, agen asuransi dan pialang reasuransi, sebagai berikut: a.

b. c.

Pialang Asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggun. Agen Asuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. Pialang Reasuransi, yang memberikan jasa keperantaraan dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.

6

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

2.2. Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Kepuasan pelanggan merupakan faktor yang paling dominan dalam memenangkan persaingan, terutama dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah sebagai berikut: Menurut Kotler (2006), mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai “a person’s feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s received performance (or outcome) in relations to the person’s expectation”. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara kinerja (hasil) yang ia rasakan/alami terhadap harapannya. Ada beberapa ahli yang memberikan definisi mengenai kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan, antara lain: Menurut Hoffman dan Beteson (1997), menyebutkan bahwa “kepuasan atau ketidakpuasan adalah perbandingan dari ekspektasi konsumen kepada persepsi mengenai interaksi jasa (service encounter) yang sebenarnya”. Sedangkan Engel, et.al., (1990), dalam Tjiptono (1997), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan “Evaluasi purna beli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan”. Selanjutnya dalam mengevaluasi jasa, terdapat lima determinan kualitas jasa yang dapat dirincikan menurut Philip Kotler (2006), sebagai berikut: a. b. c. d. e.

Bukti langsung (tangibles) meliputi penampilan dari fasilitas fisik, peralatan, personalia, dan sarana komunikasi. Empati (emphaty) yaitu kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. Keandalan (reliability) yakni kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya. Daya tanggap (responsiveness) yaitu kesediaan untuk membantu nasabah dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap. Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan meraka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

7

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan pelanggan yang puas cenderung tetap loyal kepada perusahaan. Dari pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan mengenai pengertian loyalitas sebagai berikut: “Loyalitas adalah wujud dari kepuasan pelanggan yang diperoleh dari kinerja perusahaan sehingga memenuhi harapannya” (Philip Kotler dan Garry Amstrong, 2001). Kepuasan karyawan akan mendorong tumbuhnya loyalitas karyawan pada perusahaan. Selanjutnya loyalitas karyawan akan mengarah pada peningkatan produktivitas dan produktivitas karyawan akan mendorong penciptaan nilai pelayanan eksternal.Kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor penentu dari loyalitas pelanggan. Faktor lainnya adalah rintangan pengalihan (switching barriers) pemasok dan keluhan (voice).

2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan konsep kepuasan pelanggan, yang dasarnya adalah membandingkan antara kinerja (hasil) yang Agen asuransi rekanan rasakan dengan harapan Agen asuransi rekanan, dengan menggunakan lima determinan kualitas jasa sebagai variabel bebas, yaitu: a. b. c. d. e.

Bukti Langsung (tangibles) Empati (emphaty) Keandalan (reliability) Daya tanggap (responsiveness) Jaminan (assurance)

Selain dari hal tersebut yaitu dengan menggunakan lamanya Agen asuransi rekanan bergabung sebagai variabel moderator, yaitu terbagi atas: a. Agen asuransi rekanan baru (bergabung pada tahun 2007). b. Agen asuransi rekanan lama (bergabung pada tahun 2007) Dengan variabel-variabel tersebut diatas, pada akhirnya dapat diketahui tingkat kepuasan Agen asuransi rekanan baik yang baru maupun yang sudah lama. Adapun penyederhana kerangka konseptual tersebut di atas dapat disajikan dalam ggambar kerangka pikir sebagai berikut:

8

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Variabel Bebas Tangible Emphaty Reliability Responsiveness Assurance

Tanggapan dari Pelanggan/Agen Asuransi Rekanan Variabel Moderator Agen Asuransi Rekanan: 1. Baru (gabung 2007). 2. Lama (gabung < 2007)

Tingkat Harapan (Expectation)

Tingkat Kinerja (Performance)

Variabel Terikat Kepuasan Pelanggan

Gambar 2. Kerangka Pikir

III. METODE PENELITIAN 3.1. Disain Penelitian Metode deskriptif kuantitatif dipergunakan untuk pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dan sesuai dengan tujuan, yaitu mencari gambaran yang lengkap namun sistematis dengan mengandalkan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data. Butir-butir kepuasan yang diperlukan diperoleh berdasarkan rumusan masalah dari hasil pengamatan angket selama bulan Oktober sampai dengan bulan Nopember 2007 dan wawancara langsung dengan responden.

3.2. Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua agen asuransi rekanan PT. Asuransi Jaya Proteksi. Sampel dalam penelitian ini diambil dari

9

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

populasi agen asuransi rekanan di PT. Asuransi Jaya Proteksi yang terdaftar sampai dengan tanggal 31 Oktober 2007. Yang dianggap dapat mewakili kepentingan seluruh agen dalam melakukan riset ini sebanyak 58 agen. Selanjutnya populasi dari PT. Asuransi “ABC” sebagai competitor sebanyak 55 agen, sedangkan sampel yang dianggap dapat mewakili kepentingan seluruh agen berjumlah 35 agen.

3.3. Analisis Kesenjangan Dimensi-dimensi kualitas pelayanan (servqual) yang telah disebutkan diatas harus diramu dengan baik. Bila tidak, maka hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan (gap) antara harapan-harapan dan kenyataankenyataan yang dirasakan oleh pelanggan dengan persepsi manajemen, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Dalam suatu studi keberhasilan atas suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan yang baik dan bermutu kepada para pelanggannya, yaitu dengan pencapaian pangsa pasar yang tinggi serta peningkatan profit perusahaan, ditentukan oleh pendekatan yang digunakan Zeithaml et., al (1998). Penting bagi perusahaan untuk dapat mempertahankan diri dalam mencapai kesuksesan dengan memenuhi atau bahkan melampaui kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan. Kualitas pelayanan sendiri dipengaruhi oleh 2 (dua) variabel, yaitu layanan yang dirasakan (perceived service) dan layanan yang diharapkan (excepted service). Bila pelayanan yang dirasakan lebih kecil dari yang diharapkan, maka para pelanggan menjadi tidak tertarik lagi pada penyedia layanan yang bersangkutan. Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia layanan itu lagi. Tiga pakar pemasaran jasa yaitu A. Parasuraman, Valerie A. Zeithaml dan Leonard L.Berry (1998), memformulasikan model kualitas pelayanan (service quality model) yang menjadi prasyarat untuk menyampaikan kualitas pelayanan yang baik. Lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas pelayanan adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e.

Kesenjangan persepsi manajemen. Kesenjangan spesifikasi kualitas. Kesenjangan penyampaian pelayanan. Kesenjangan komunikasi pemasaran. Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan.

10

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Sumber: Parasuraman (1998).

Gambar 3. Gap Service Quality Model

Dari hasil penelitian tingkat kepentingan dan hasil dari kinerja perhitungan antara harapan dan kepentingan tingkat kesesuaian adalah hasil skor pelayanan dengan skor harapan dan kinerja dari pelanggan Skor Servqual untuk setiap pernyataan. Berkaitan dengan harapan dan kinerja Skor Servqual untuk setiap pernyataan, bagi masing-masing pelanggan dapat dihitung berdasarka rumus sebagai berikut:

11

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Skor Persepsi − Skor Harapan

Skor Serqual = Kinerja

Kualitas pelayanan dari suatu perusahaan pada kelima dimensi tersebut dihitung untuk semua responden dengan jalan menghitung rata-rata (mean) skor Serqual mereka pada pernyataan-pernyataan yang mencerminkan setiap dimensi kualitas pelayanan. a. b.

c.

Setiap pelanggan jumlahkan skor serqualnya pada pernyataan yang mencerminkan setiap dimensi. Kemudian bagikan nilainya dengan sejumlah pernyataan yang mewakili dimensi. Total setiap dimensi dibagi empat dan seluruh dimensi dibagi N (jumlah responden). Selanjutnya skor kelima yang diperoleh dari langkah tersebut dapat dibagi rata-rata (mean) dengan cara dijumlahkan kemudian dibagi lima. Untuk mendapatkan ukuran kualitas jasa secara keseluruhan (Tjiptono, 2004).

Selanjutnya digambarkan dalam diagram “Symantic Differentials Mapping”, yang menjelaskan mengenai diagram hasil survey yang didapat dari perusahaan-perusahaan yang diteliti, untuk dapat menjelaskan dengan lebih rinci dan akurat. Dalam penulisan artikel ini, diagram kuesioner dengan 15 variabel dikaitkan dengan total hasil dari PT. Asuransi Jaya Proteksi dan PT. Asuransi “ABC”.

IV.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Setiap perusahaan asuransi kerugian yang beroperasi di Indonesia pasti memiliki produk asuransi kebakaran, karena produk asuransi kebakaran ini dianggap masih dapat memberikan kontribusi keuntungan yang baik bagi perusahaan asuransi kerugian, disamping potensi pendapatan premi dari jenis asuransi kebakaran ini juga masih sangat besar, sehingga masing-masing perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan bisnis dari asuransi kebakaran in. Berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan bisnis asuransi kebakaran ini, mulai dari peningkatan kapasitas akseptasi yang dapat menampung penutupan-

12

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

penutupan dalam jumlah yang besar, sampai dengan promosi yang gencar dan berkesinambungan yang dilakukan oleh perusahaan baik melalui media massa maupun elektronik. Dengan banyaknya perusahaan asuransi kerugian yang memasarkan produk asuransi kebakaran, serta tingginya tingkat persaingan yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan, maka sulit bagi penulis untuk melakukan pengamatan terhadap masing-masing perusahaan, karena jumlah perusahaan yang cukup banyak. Dari sekian banyak perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kebakaran, penulis hanya memilih 1 (satu) perusahaan asuransi saja, yaitu PT. Asuransi “ABC”. Analisis dari perusahaan Asuransi “ABC” ini diharapkan dapat mewakili perusahaan-perusahaan yang lain. Penulis sengaja memilih PT. Asuransi “ABC”ini sebagai penelitian, karena memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan PT. Asuransi Jaya Proteksi, antara lain: a. Sama-sama memiliki produk asuransi kebakaran sebagai penunjang dalam perolehan pendapatan premi bagi perusahaan. b. Sama-sama menggunakan agen asuransi rekanan sebagai media dalam memasarkan produk asuransi kebakaran. c. Perolehan pendapatan premi untuk jenis asuransi kebakaran ini dinilai masih seimbang, walaupun apabila dilihat dari pendapatan premi secara keseluruhan maupun dari segi asset yang dimiliki PT. Asuransi “ABC” masih jauh dibawah PT. Asuransi Jaya Proteksi. Dari perbandingan perndapatan premi (total) yang diperoleh masingmasing perusahaan tahun 2006, PT. Asuransi Jaya Proteksi berhasil membukukan premi (gross) sebesar Rp 256,56 milyar, sedangkan PT. Asuransi “ABC” hanya berhasil membukukan premi (gross) sebesar Rp 41,69 milyar. Selanjutnya dari masing-masing pendapatan premi tersebut, portfolio bisnis terbesar dari PT. Asuransi Jaya Proteksi masih didominasi oleh bisnis asuransi kendaraan bermotor, yaitu sekitar 70%, sedangkan bisnis asuransi kebakarannya sendiri hanya berkisar sebesar 12% (= Rp 30,79 milyar). Sedangkan portfolio bisnis dari PT. Asuransi “ABC”, urutan pertamanya didominasi oleh bisnis asuransi kebakaran, yaitu sekitar 71% (= Rp 29,59 milyar). Dengan adanya kesamaan (keseimbangan) dalam perolehan pendapatan premi dari jenis asuransi kebakaran tersebut, maka penulis memilih PT. Asuransi “ABC” sebagai alternative penelitian/ pengamatan untuk membandingkan tingkat kepuasan pelanggan/ agen asuransi rekanan.

13

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 1. Total Hasil Tingkat Kepuasan Pelanggan dari 5 (lima) Dimensi Kepuasan PT. Asuransi Jaya Proteksi Dimensi Kepuasan

Tingkat Kepuasan

Total

STP

KP

CP

P

SP

Tangibles (X1)

-

8

336

222

5

1.917

Realibility (X2)

-

74

171

320

-

1.941

Responsiveness (X3)

-

70

306

148

-

1.650

Assurance (X4)

-

44

162

392

-

2.142

Emphaty (X5)

-

68

135

380

-

2.061

Total

-

528 (5.44%)

3.330 (34.29%)

5.848 (60.22%)

5 (0.05%)

9.711

Sumber: Data Diolah (2007)

Catatan: STP (sangat tidak puas), KP (kurang puas), CP (cukup puas), P (puas), dan SP (sangat puas). Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengolahan data, tingkat kepuasan pelanggn berdasarkan survey di PT. Asuransi Jaya Proteksi bahwa 0.05% sangat puas, 60.22% puas, 34.29% cukup puas dan 5.44% kurang puas. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi pelayanan 60.22% puas dan mempengaruhi kelima dimensi pelayanan. Namun 5.44% dari jumlah responden menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan kurang memuaskan. Jadi, walaupun 60.22% tanggapan dalam survey ini puas, namun ada 1 variabel sebaiknya diperhatikan. Bahwa tingkat kurang puas sari pelanggan 5.44% sebaiknya ditanggapi sebagai kendala atau hambatan yang dapat segera diatasi, karena apabila manajemen tidak ingin menanggapi hal ini maka ketidakpuasan dari pelanggan akan dapat melebar menjadi tingkat ketidakpuasan dan sangat tidak puas. Bila hal ini terjadi, maka akan dapat menghambat dan menjadi kendala perlahan bagi pelayanan perusahaan itu sendiri.

14

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 2. Total Hasil Tingkat Kepuasan Pelanggan dari 5 (lima) Dimensi Kepuasan PT. Asuransi “ABC” Dimensi Kepuasan

Tingkat Kepuasan

Total

STP

KP

CP

P

SP

Tangibles (X1)

-

12

189

134

-

1.127

Realibility (X2)

-

46

102

192

-

1.166

Responsiveness (X3)

-

42

186

88

-

994

Assurance (X4)

-

24

93

248

-

1.398

Emphaty (X5)

-

26

54

296

-

2.204

Total

-

300 (5.00%)

1.872 (31.18%)

3.832 (63.83%)

-

6.004

Sumber: Data Diolah (2007)

Catatan: STP (sangat tidak puas), KP (kurang puas), CP (cukup puas), P (puas), dan SP (sangat puas).

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari hasil pengolahan data, tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan survey di PT. Asuransi “ABC” bahwa 63.82% puas, 31.18% cukup puas, dan 5% kurang puas. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi pelayanan 63.82% puas dan mempengaruhi kelima dimensi pelayanan. Namun 5% dari jumlah responden menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan kurang memuaskan. Jadi, walaupun 63.82% tanggapan dalam survey ini puas, namun ada 1 variabel sebaiknya diperhatikan. Bahwa tingkat kurang puas dari pelanggan 5% sebaiknya ditanggapi sebagai kendala atau hambatan yang dapat segera diatasi, karena apabila manajemen tidak ingin menanggapi hal ini maka ketidakpuasan dari pelanggan akan dapat melebar menjadi tingkat ketidakpuasan dan sangat tidak puas. Bila hal ini terjadi, maka akan dapat menghambat dan menjadi kendala perlahan bagi pelayanan perusahaan itu sendiri.

15

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 3. Symanctic Differentials Mapping Antara Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan di PT. Asuransi Jaya Proteksi dan PT. Asuransi “ABC” (Kompetitor)

PT. AJP

V.

PT. ABC

KESIMPULAN

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap tingkat kepuasan di PT. Asuransi Jaya Proteksi maupun PT. Asuransi “ABC” dengan dimensi kualitas layanan TERRA, dengan menggunakan 15 variabel, maka dapat dirangkum dalam beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Penelitian terhadap tingkat kepuasan di PT. Asuransi Jaya Proteksi menunjukkan bahwa dengan tingkat kesesuaian antara kepentingan/harapan tentang kualitas layanan dengan tingkat kinerja GAP 5 terhadap pelanggan adalah 60.22%, maka sesuai dengan kriteria penelitian tingkat kesesuaian bahwa kualitas pelayanan PT. Asuransi Jaya Proteksi terhadap pelanggan masih dibawah tingkat harapan.

16

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

b.

c.

Sedangkan pengamatan terhadap tingkat kepuasan di perusahaan pesaing (PT. ABC), dengan tingkat kesesuaian antara kepentingan/ harapan tentang kualitas layanan dan tingkat kinerja GAP 5 terhadap pelanggan adalah 63.83%, maka sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan bahwa kualitas pelayanan PT. Asuransi “ABC” terhadap pelanggan juga masih dibawah tingkat harapan. Dengan tingkat kesesuaian antara kepentingan/harapan dengan tingkat kinerja PT. Asuransi Jaya Proteksi yang hasilnya masih dibawah tingkat harapan, maka strategi pemasaran yang tepat untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada pelangga/ agen asuransi rekanan PT. Asuransi Jaya Proteksi antara lain: 1) Meningkatkan modal setor untuk menambah kekuatan keuangan perusahaan. 2) Melakukan kegiatan promosi yang lebih agresif, baik melalui media massa maupun ikut serta dalam event-event tertentu. 3) Melakukan terobosan-terobosan baru dengan membuat produkproduk baru yang lebih komprehensif dan dapat bersaing dipasaran.

DAFTAR PUSTAKA Hoffman, K. Douglas & Bateson, John E.G., 1997, Essential of Service Marketing, Fort Worth : The Dryden Press. Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2001. Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Kesembilan. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. ____________. 2006. Manajemen Pemasaran. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Parasuraman, Valarie A. Ziethmal, Mary Jo Bitner. 1998. Servqual: A Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality Journal of Retailing. Vol. 64., No. 1. New York. Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Edisi Kedua. Andi. Yogyakarta. ___________. 2004. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Edisi keempat. Andi. Yogyakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Zeithaml, Valerie, and Mary J. Bitner. 1998, Services Marketing. The Mc Graw Hill Companies.

17

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

MENELITI KETERAMPILAN MAHASISWA DALAM BERWIRASWASTA ICW. Pramono dan Jumawan (ICW.Pramono - Dosen Senior Sekolah Tinggi Manajemen Labora & STIE Tamansiswa Jakarta dan Jumawan - Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora) ABSTRACT Education is an ornament in prosperity and a refuge in adversity, said one of the proverbs. Also in this research the main goals urge to know what strong of the positive correlation between the skill of student`s entrepreneurship as a dependent variable and the other three independent variables like economics knowledge, workship motivation,and the such opportunity both as a whole of independent varia bles and also as a single independent variable in their operation respectively. How to see the relationship between each variable and the others,in this circum stances we have to use the method of survey description kindly. After that the col-lecting and processing data technically,completed with the instrument of questionna ire forms containt all of the relevant issues with the variables as mentioned above. Each variable occurred 15 questions relevance to be choosed one of many answers in multiple choice model of which each answer will be scored limited by 1 minimally and 4 maximally. The result of this reseach could be briefly described as follows : 1.The correlation between dependent variable (Y) and the all independent variables (X1,X2,and X3) have score of determination coefficient (r2) amount 0,339. It means that 33,9% variation of the skill student`s entreprenership (Y) exactly be influenced by all of the independent variables as a whole integrated operation in the multi linear regression model (X1,X2 and X3) In another word amount 66.1% variation of the variable exactly had been influenced by another external variables in the outside of this research. 2. The correlation dependent variable (Y) with each independent variable for instance with the Economics Knowledge (X1) have score of determination coefficient (r2) amount 0,281.It means that 28,1% of the skill student`s entrepreneurship (Y)really be influenced by economics knowledge. Also its correlation with the Workship Motivation (X2) have score of determination coefficient (r2) amount 0,232. It means that 23,2% of dependent variable (Y)obviously be influenced by the workship motivation(X2).The last correlation

18

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

between the skill student`s entrepreneurship (Y) and the opportunity (X3).have score of determination coefficient (r2) amount 0,92.It means that 9,2% of skill student`s entrepre neurship (Y)exactly be influenced by the opportunity(X3).Last but not least the important thing to know repeately the dynamic interaction between one and another variables we could read decription of the phenomenon as like as mentioned below. Keywords: Skill, Entrepreneurship.

PENDAHULUAN Terbatasnya lapangan kerja mengharuskan setiap lulusan Perguruan Tinggi baik PTS maupun PTN di Indonesia untuk berpikir realistis apakah bersedia menderita seumur hidup dengan menunggu lowongan pekerjaan yang datangnya entah kapan sulit diduga dan akan berakibat fatal yaitu bisa terdaftar sebagai anggota kehormatan long life unemployment organization. Sebagai sarjana yang masih waras tentunya tidak akan senang berstatus pengangguran sembari merepotkan keluarga,masyarakat dan orang lain. Lebih baik merantau ke luar negeri kalau bisa, setidaknya harus mampu berdiri sendiri bahkan menolong orang lain di sekitarnya. Itulah pilihan hidup yang paling tepat namun bagaimana cara merealisasikannya? Menjawab pertanyaan ini merupakan sesuatu hal yang bersifat susah susah gampang. Banyak faktor yang harus dipelajari kemudian diteliti dan dicari diagnosanya yang tepat sehingga akan diperoleh obat mujarab berupa jawaban akurat yang akan membawa sarjana tersebut menuju kehidupan yang lebih baik. Namun pada prinsipnya jikalau suasana perekonomian nasional sedang lesu maka tidak baiklah menunggu lowongan pekerjaan apalagi yang sesuai, rasanya lebuh baik menangkap pekerjaan apa saja asal halal dan bermanfaat bagi diri sendiri,keluarga dan masyarakat bangsanya. Sebenarnya ada anjuran untuk berbuat mulia yaitu dengan menciptakan pekerjaan bukan mencari atau melamar pekerjaan. Dengan kata lain ini berarti seharusnya setiap sarjana selalu siap untuk menciptakan pekerjaan atau bisa menjadi wiraswasta (entrepreneur). Apalagi salah satu mata kuliah pokok Fakultas Ekonomi adalah Kewiraswastaan, sedangkan mahasiswa non ekonomi juga tersedia pelatihan kewiraswastaan atau kewirausahaan baik yang diselenggarakan oleh pihak kampus sendiri maupun pihak lain di luar kampus. Apalagi kalau diingat menurut penelitian William B.Werther,Jr.and Keith Davis (Human Resources and Personnel Management,1993) memperoleh bukti bahwa salah satu ciri penting dari negara-negara maju adalah minimal 20 % dari total jumlah penduduknya bekerja sebagai entrepreneur baik skala

19

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

besar,menengah ataupun kecil. Misalnya pada tahun 1990 sekitar 22 % jumlah penduduk Amerika Serikat bekerja sebagai entrepreneur terbanyak di bidang retail, sedangkan di Inggris sekitar 18 % jumlah penduduknya bekerja sebagai jasa entrepreneur. Sementara itu dari total jumlah penduduk Indonesia (2005) sekitar 223 juta jiwa, yang bekerja di sektor entrepreneurship tidak lebih dari 10 % dengan perincian WNI keturunan China terbanyak (> 5%) kemudian disusul sebagian masyarakat Minangkabau/Padang (1%),Tegal & Pekalongan/Solo (1%),Batak,Sunda,Madura dan lainnya sekitar 3 %. Bertolak dari pola berpikir seperti ini, maka sebenarnya tidaklah mengherankan bilamana Indonesia sejak merdeka sampai kini belum bisa dikelompokkan sebagai negara maju alias masih dalam kelompok negara sedang berkembang entah berkembangnya ke arah mana tidak ada yang tahu. Namun yang jelas sebenarnya masih diperlukan para entrepreneur yang tekun,ulet dan penuh inovasi dalam kegiatan bisnisnya minimal sebanyak 15 % dari total jumlah penduduk (223 juta x 15 % = 33,45 juta). Dengan demikian terasa sekali betapa besarnya peluang yang tersedia di Indonesia ini untuk menjadi entrepreneur dan tidak perlu lagi bermimpi menjadi ambtenaar. Mulai dari sinilah para mahasiswa STIE Tamansiswa Jakarta mencoba langsung menjadi entrepreneur kecil-kecilan seperti home industry membuat tas,sandal dan sejenisnya dari kulit sapi, berdagang kelontong di kaki lima, dan membuka warung makan di pinggir jalan. Semua kegiatan tersebut betul-betul dimulai dari angka nol, artinya bukan meneruskan warisan orang tua atau sanak saudaranya. Oleh karena itu segala perencanaan, pelaksanaan operasional sampai pengawasannya benar-benar diterapkan sesuai dengan pelajaran yang diperoleh di kelas selama mengikuti kuliah. Mereka semuanya mengambil jam kuliah di sore/malam hari dan sangat memperhatikan beberapa mata kuliah penting seperti Manajemen Pemasaran, Pengantar Akuntansi, Mamajemen Sumberdaya Manusia. Sementara itu mereka memanfaatkan waktu di pagi dan siang hari untuk try out sekaligus praktek nyata di lapangan dengan menjadi entrepreneur sejati. Kegiatan berentrepreneurship ini benar-benar tidak ada hubungannya dengan program Link and Match yang diperkenalkan Prof.Dr.Wardiman Djojonegoro sewaktu menjabat Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI (1992 – 1997) di mana ditekankan bahwa jumlah mahasiswa yang lulus dari Perguruan Tinggi di Indonesia apapun jurusannya harus sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di lapangan agar tidak terjadi akumulasi pengangguran terdidik yang tentu saja dipandang lebih berba haya dibandingkan dengan pengangguran uneducated. Masalah ini menjadi sangat rumit dikarenakan di satu sisi jumlah lulusan Perguruan Tinggi tetap saja

20

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

lebih besar dibandingkan dengan jumlah kesempatan kerja yang tersedia, ditambah rumit lagi dengan kenyataan di lapangan bahwa perkembangan technological hardware and software terlalu cepat sekalipun berasal dari satu negara yang sama (misalnya Jepang, Jerman,Korea dan Amerika Serikat). Di sisi lain mahasiswa yang baru lulus itu selama mengikuti praktek kerja di kampus ataupun di tempat lain masih banyak menggunakan peralatan teknologi yang old crack sehingga useless dan waste time ketika harus berhadapan dengan peralatan teknologi yang belum pernah dikenalnya. Akibat lebih lanjutnya adalah lowongan pekerjaan tersebut tidak bisa diisi oleh tena ga kerja Indonesia yang berarti harus diisi oleh tenaga kerja asing. Apakah masa- lah ini sengaja dikondisikan oleh pihak investor asing dalam rangka mencari profit semaksimal mungkin masih merupakan tanda tanya besar dan memerlukan peneliti- an lebih mendalam. Dalam hal ini para mahasiswa STIE Tamansiswa Jakarta yang terjun langsung menjadi entrepreneur tidak terkecoh dengan adanya lompatan teknologi sebagaimana dimaksud dikarenakan mereka cenderung berwiraswasta secara tradisional sehingga tidak terlalu menggantungkan diri dengan penggunaan alat-alat teknologi canggih. Paling banter mereka menggunakan kalkulator untuk menghitung dagangannya rugi atau untung,handphone biasa untuk sekedar berkomunikasi dengan relasi,dan komputer PC 1–3 bahkan mesin ketik manual untuk sekedar menuliskan berbagai transaksi dokumen bisnisnya. Phenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, maka berdasarkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI melalui Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor : 037/P2IPT/DPMM/IV/2002 dimulailah penelitian dasar ini selama 10 bulan dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah sekitar Jabodetabek. TINJAUAN PUSTAKA H.W.Johnson yang dikutip Siregar (1990) menjelaskan tentang teori keterampilan yang diuraikannya menjadi empat faktor dominan yang mempengaruhinya yaitu kecepatan, kecermatan, bentuk, dan adaptasi. Secara singkat boleh dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecepatan, kecermatan, bentuk, dan adaptasi yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat keterampilan orang tersebut. Keterampilan seseorang akan sangat berkaitan erat dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Dengan kata lain keterampilan berada pada posisi dependent variable yang banyak dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman yang berada pada posisi independent variable.

21

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Dalam hal ini Edwin B.Flippo (Personnel Management,1990) lebih senang menggunakan istilah `employee developing` untuk pengembangan pegawai yang meliputi pengembangan pengetahuan sekaligus pengembangan keterampilan. Sementara itu Otto dan Glaser (The Management of Training,1995) menggunakan istilah training untuk semua kegiatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai. Yang perlu dicatat di sini adalah pengertian training menurut Otto dan Glaser sangat luas sehingga hampir sama dengan pendidikan (education). Seiring dengan berkembangnya industri di banyak negara di dunia ini, maka segala usaha untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam menyerap pengetahuan dan keterampilan secara bersamaan melalui “transfer of knowledge and technology” itu kini lebih popular dengan istilah “diklat” (pendidikan dan pelatihan). Sementara itu Heidjrachman Ranupandojo (Manajemen Personalia,1985) mendefinisikan pendidikan sebagai kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang, yang mencakup peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan persoalanpersoalan yang mencakup kegiatan-kegiatan pencapaian tujuan. Sedangkan pelatihan diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Namun pada umumnya pengembangan keterampilan itu bisa diperoleh melalui proses panjang yang secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut :

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

Sumber :

DIKLAT/KURSUS PRAKTEK LAPANGAN

* METODE DISKUSI * METODE KASUS * BUSINESS GAMES * PROJECT STUDY * CONSULTING * ROLE PLAYING

Diolah dari buku Sumberdaya Manusia 1, Drs.Heidjrachman Ranupandojo, 2000, Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta Gambar 1 : Metode dan Proses Pengembangan Keterampilan

Menurut Prof. Dr. Yaumil C. A. Akhir (1999) diskusi adalah merupakan exchange of ideas sehingga dalam diskusi itu tidak perlu ada pihak

22

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

yang dikalahkan atau dimenangkan (sebagaimana layaknya dalam debat). Oleh karena itu dalam diskusi amat dimungkinkan adanya brain stroming yang membolehkan peserta untuk berbicara apa saja agar situasi diskusi menjadi dinamis.Dengan demikian peserta diharapkan bertambah wawasan dan wacananya serta dilatih untuk berani tampil mengemukakan pendapat dan pendiriannya secara santun dan gentlemen. Metode kasus bertujuan untuk menguji peserta dalam memecahkan persoalan yang muncul di organisasi perusahaan secara tepat dan benar. Peserta dilatih untuk belajar mendiagnosakan sebab-sebab yang menimbulkan masalah di organisasi perusahaan tersebut dan juga sekaligus dilatih untuk mencari jalan keluarnya yang terbaik. Metode business games dimaksudkan untuk menilai kemampuan individual melalui partisipasinya dalam suatu permainan di mana setiap peserta saling berhadapan satu sama lain baik dalam kapasitas pribadi maupun kelompok. Performance setiap individu akan terlihat dengan sendirinya secara alamiah baik dari sisi kematangan logika, pengendalian emosi, kekuatan fisik dan stabilitas mentalnya. Dalam praktek permainan business games ini tentu saja ada peserta yang kalah dan rugi sehingga perlu di up grade lebih intensif agar dia menyadari kelemahan dan kekurangannya. Metode project study biasanya diberikan kepada semua peserta untuk segera dipelajari secara cepat tapi tepat. Dengan metode ini peserta diminta menunjukkan kemampuan intelektualnya secara maksimal.Semua peserta akan dapat dinilai berapa skor intelligence quotientnya. Dengan demikian masing-masing peserta akan menyadari tingkat kualitas pribadinya dalam memegang jabatan atau pekerjaan yang sesuai agar tidak menjadi beban moral dan pikiran yang bisa merusak diri sendiri. Metode consulting project bertujuan untuk menggali kemampuan kerja peserta terutama dalam teamwork. Peserta dilatih untuk mampu beradaptasi dengan situasi kerja yang berubah-ubah dan teman kerja yang juga mudah berubah. Project proposal yang sengaja dibuat sulit diberikan kepada setiap peserta untuk dibahas secara individual maupun bersama kelompok. Hasil bahasan bersama itulah yang akan merefleksikan diri masing-masing kelompok sehingga akan ada kelompok yang dinyatakan berprestasi sangat baik, baik dan kurang baik. Metode role playing lebih ditujukan untuk meningkatkan keterampilan peserta melalui berbagai permainan yang memerlukan kecepatan dan ketepatan secara teknis sehingga semua unsur cognitive, afektif, dan psikomotorik dari setiap peserta menjadi terorganisir dengan baik. Berbagai permainan yang bersifat stimulatif itu secara sadar ataupun tidak sadar akan

23

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

merangsang setiap peserta untuk menyelesaikan semua permainan dengan secepat dan setepat mungkin agar mendapat nilai baik dari instruktur yang diharapkan pada giliran akhirnya dinyatakan lulus dan layak untuk menduduki jabatan atau pekerjaan tertentu sebagaimana diinginkan. Adapun pengertian motivasi menurut T.Hani Handoko (Manajemen,1992) adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Dikarenakan motivasi kerja adalah merupakan dorongan yang kuat yang dimiliki mahasiswa STIE Tamansiswa dalam usaha mereka menjadi entrepreneur yang ulet dan tabah,maka mereka secara sadar berani berjibaku untuk bekerja seharian penuh kemudian mengikuti kuliah di waktu sore dan malam hari. Suasana bekerja sambil kuliah ini memang memerlukan stamina yang harus kuat dan semangat yang tinggi agar bisa meraih kedua hal tersebut dengan sebaik dan secepat mungkin. Oleh karena itu mereka benar-benar harus berkorban baik tenaga, pikiran dan waktu maupun moral dan material. Pengertian peluang (opportunity) menurut AS Hornby (Oxford Advanced Dictio nary of Current English,1995) menjelaskan bahwa peluang adalah merupakan kesempatan atau waktu yang amat baik untuk diambil atau dimanfaatkan.Yang dimaksud dengan kesempatan di sini adalah alokasi waktu yang benar-benar dimanfaatkan oleh para mahasiswa tersebut dengan cara pagi dan siang hari bekerja sebagai wiraswasta, lalu pada sore dan malam hari dimanfaatkannya untuk menimba ilmu dengan kuliah.Dengan alokasi waktu seperti itu boleh dikatakan bahwa para mahasiswa tersebut benar-benar secara efektif dan efisien memanfaatkan kesempatan ataupun peluang yang ada baik dalam arti berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari pekerjaannya sebagai wiraswasta, menimba ilmu melalui statusnya sebagai mahasiswa maupun menjalin erat hubungan relasi yang telah ada bahkan sekaligus memperluas jaringan usaha dengan berbagai pihak di dalam kampus maupun di luar kampus. Dengan demikian mereka berharap begitu menyelesaikan pendidikan formalnya, secara otomatis dapat menerus kan kegiatan wiraswastanya dengan lebih baik lagi. Kembali pada subyek penelitian ini yang menitik beratkan keterampilan berwiraswasta mahasiswa STIE Tamansiswa Jakarta itu sebagai dependent variable akan bisa dipengaruhi seberapa banyak oleh pengetahuan ekonomi, motivasi kerja, dan peluang yang dimiliki oleh mahasiswa dalam usaha mereka menjadi entrepreneur yang sukses. Tentu saja semuanya itu harus dikaitkan dengan beberapa faktor yang cukup dominan sebagaimana telah dikemukakan oleh H.W. Johnson, Edwin B.Flippo, dan Heidjrachman Ranupandojo namun dalam konstruk dasar pemikirannya tetap berpegang dan mengacu pada variable-variabel yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.

24

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

PERUMUSAN MASALAH Apabila ketiga variable yang telah disebutkan di muka berpengaruh terhadaptingkat keterampilan berwiraswasta mahasiswa dinyatakan cukup kuat dan signifikan ,maka diperlukan pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi pula sehingga hasil akhir dari penelitian ini dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan demikian perumusan masalah dapat diformulasikan sebagai berikut : “ Seberapa besar pengaruh pengetahuan ekonomi (X1), motivasi kerja (X2), dan pe luang yang dimiliki mahasiswa (X3) terhadap keterampilan berwiraswasta mahasiswa (Y) di STIE Tamansiswa Jakarta? Perumusan masalah yang berupa pertanyaan tersebut tentu dapat diberikanjawaban sementara atau hipotesis yang berupa pernyataan sebagai berikut : * Semakin tinggi pengetahuan ekonomi (X1), motivasi kerja (X2),dan peluang (X3) yang dimiliki mahasiswa, maka akan semakin tinggi juga keterampilan berwiraswasta (Y) dari mahasiswa tersebut. * Semakin rendah pengetahuan ekonomi (X1), motivasi kerja (X2), dan peluang (X3) yang dimiliki mahasiswa, maka akan semakin rendah pula keterampilan berwira swasta (Y) dari mahasiswa dimaksud.

TUJUAN DAN MANFAAT Tujuan utama dari penelitian ini sebenarnya adalah untuk mengetahui seberapa besar paranan masing-masing independent variables (pengetahuan ekonomi, motivasi kerja, dan peluang yang ada) dalam proses pengembangan keterampilan (sebagai dependent variable). Ketiga independent variables tersebut akan diukur atau dihitung secara matematis baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama pengaruhnya terhadap proses pengembangan keterampilan berwiraswasta. Bobot peran dari masing-masing variable tersebut amat penting untuk diketahui guna mendeteksi variable bebas manakah yang paling besar peran atau pengaruhnya terhadap variable tergantung. Sehingga dengan demikian dapat dijaga variabel bebas yang paling besar peran atau pengaruhnya terhadap variable tergantung itu untuk tetap dapat dipertahankan. Sedangkan variable bebas lain yang dinyatakan lemah pengaruhnya perlu segera didiagnosakan untuk sedapat mungkin ditingkatkan peran atau pengaruhnya terhadap variable tergantung itu dengan cara mengambil porsi variable bebas lainnya yang

25

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

tidak termasuk dalam penelitian ini. Namun semua cara untuk mengambil porsi variable bebas lainnya itu tentu saja harus tetap berdasarkan kaidah ilmiah dan mempertimbangkan semua aspek yang terkait di dalamnya terutama harus menghindarkan hal-hal yang bersifat merusak keharmonisan atau merugikan standar baku yang telah ditetapkan. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi semua pihak yang terkait seperti kalangan mahasiswa dan civitas academica STIE Tamansiswa Jakarta. Juga diharapkan akan bermanfaat bagi kalangan masyarakat luas lainnya yang berminat yang mungkin saja akan melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian awal mula ini bersifat exploration research sehingga dapt dikembangkan menjadi penelitian developmental research ataupun verification research.

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan metode descriptive berjenis survey dengan mengambil sample sebanyak 30 responden berasal dari mahasiswa STIE Tamansiswa Jakarta yang benar-benar menjadi entrepreneur atau wiraswastawan. Pengambilan sample secara purposive random sampling dengan memilih 30 dari sekitar 60 mahasiswa yang berwiraswasta melalui kategori sebaran lokasi, jenis usaha, dan tingkat semester mahasiswa sebagai responden terpilih. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dari setiap responden terpilih itu, maka dibuatlah instrumen penelitian berupa questionnaire yang berisi 60 pertanyaan (masing-masing variable dibuatkan 15 pertanyaan yang relevan) dan setiap jawaban yang dipilih responden diberikan skor tertinggi 4 dan terendah 1. Adapun simpul-simpul pertanyaan dari masing-masing variable tersebut didasarkan pada butir-butir teori tentang kewiraswastaan, pengetahuan ekonomi, motivasi kerja, dan peluang yang ada sebagaimana telah diuraikan di atas. Sebagai contoh teori keterampilan (berwiraswasta) dari H.W.Johnson, teori employee developing dari Edwin B.Flippo, teori training dari Otto and Glaser,teori diklat dari Heidjrachman Ranupandojo, dan teori pengertian peluang dari AS Hornby. Dengan cara sedemikian rupa diharapkan dapat dipercaya segala mekanisme penelitian ini mulai dari pengumpulan data dan pengolahannya sampai dengan hasil akhirnya tetap dapat dipertanggung jawabkan bobot nilai ilmiahnya. Hal ini antara lain dikarenakan dalam memberikan skor pada butir-butir jawaban questionnaire yang masuk telah diberikan angka sesuai dengan keadaan sebenarnya sehingga terjamin nilai validitas dan

26

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

reliabilitasnya untuk dapat dipertanggungjawabkan tingkat akuntabilitasnya. Secara sederhana hubungan antara keterampilan berwiraswasta (sebagai dependent variable) dengan pengetahuan ekonomi, motivasi kerja, dan peluang yang ada (sebagai independent variable) dapat digambarkan sebagai berikut : KETERAMPILAN Berwiraswasta

Pengetahuan Ekonomi

Motivasi Kerja

Peluang

Sumber : Diolah sendiri berdasarkan pada konstruk variabel yang tersedia

Gambar 2 : Hubungan Keterampilan Berwiraswasta dengan Pengetahuan Ekonomi, Motivasi Kerja, dan Peluang

Mengenai hitungan statistik untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara independent variables (X1, X2, dan X3) tersebut baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersamaan dengan dependent variable (Y) dapat digunakan rumus simple linear regression dan multi linear regression sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 di mana :

Y = a = X1 = X2 =

Keterampilan Berwiraswasta Nilai Konstanta Pengetahuan Ekonomi Motivasi Kerja

27

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

X3 = Peluang Adapun waktu penelitian dilakukan selama lima bulan (Juli s/d Nopember 2002) dengan lokasi penelitian di wilayah sekitar Jabodetabek sesuai dengan tempat tinggal atau tempat mereka berpraktek wiraswasta.

HASIL DAN PEMBAHASAN Data primer yang diperoleh dari lapangan penelitian menunjukkan kecenderungan hitungan statistik deskriptif untuk variabel keterampilan berwiraswasta (Y) memperoleh skor minimal 33 dan skor maksimal 53, serta rentang skornya 20. Untuk ukuran kecenderungan rata-rata skor diperoleh angka 42,3667 dengan median 44,000 dan modus 42,00. Sementara itu untuk ukuran keragaman data diperoleh nilai deviasi (simpangan baku) sebesar 4,9861 dan skor variannya 25,7012. Dengan bantuan komputer melalui program SPSS 10 dapat ditampilkan gambar an dari seluruh rangkaian interaksi statistik dan matematik ekonomi seperti berikut dalam tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 : Frequences N Mean Median Mode Std Deviation

Perhitungan Sikap Deskriptif dari Interaksi Variabel Y atas X1,X2,X3 Statistics Valid Missing

Keterampilan Berwiraswasta 30 0 42.3667 43.5000 44.00 4.9861

Pengetahuan Ekonomi 30 0 44.6333 44.000 42.00` 4.8172

Motivasi Kerja 30 0 44.3000 44.000 44.00 4.5573

Peluang 30 0 44.800 44.000 44.00 3.9862

a Multiple modes exist. The smallest value is shown Kemudian diperlukan pengujian analisis sebagai syarat untuk menentukan distribusi dari seluruh sampel apakah berdistribusi normal atau tidak.Pengujian persyaratan analisis ini dapat dipakai one sample KolmogorovSmirnov Test seperti berikut ini.

28

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 2 : Pengujian Persyaratan Analisis Kolmogorov-Smirnov Test Par Tests Keterampilan Pengetahuan Motivasi Peluang Berwiraswasta Ekonomi Kerja ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test30 N 30 30 30 Normal Parameters` * Mean 42.3667 44.6333 44.3000 44.8000 Std.Deviation 4.9861 4.8172 4.5573 3.9862 Most Extreme Absolute .128 .136 .206 .247 Differences

Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp.Sig. (2-tailed)

.092 -.128

.136 -.126

.206 -.154

.247 -.141

.703 .706

.747 .633

1.126 .158

1.351 .052

` Test distribution is normal * Calculated from data

a. Test distribution is normal

b. Calculated from data

Hubungan variabel keterampilan berwiraswasta (Y) dengan variabel pengetahuan ekonomi (X1) digunakan uji statistik t yang kemudian dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi linear sederhana (Y=a+bX) dengan hasil Y=17,891+ 0,548X1. Tabel 3: Hasil Perhitungan Koefisiensi Korelasi dan Uji Signifikansi Dalam Persamaan Regresi Linear Sederhana Y atas X1 Model Regresi

Koefisien r

Y = 17,891+0,548X1

0,530

Uji Sugbifikan r2

0,281

t hitung

t tab(0,05)

t tab(0,01)

2,403*

1,70

2,46

Keterangan : * Korelasi cukup signifikan (t hit > t tab) Nilai determinasi (r2) = 0,281 ini berarti 28,1% variasi skor keterampilan berwiraswasta dipengaruhi oleh variabel pengetahuan ekonomi seperti terlihat pada tabel 3 di atas. Perhitungan statistik deskriptif untuk variabel motivasi kerja (X2) diperoleh skor minimal 34,dan skor maksimal 54 dengan rentang skor 20.Untuk ukuran kecenderungan rata-rata diperoleh skor 44,3000, median 44,000 dan modus 44,00. Sementara itu ra itu untuk ukuran keragaman data diperoleh skor nilai deviasi sebesar 4,5573, skor varian 25,6721.Untuk mengetahui hubungan variabel keterampilan berwiraswasta (Y) dengan

29

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

variabel motivasi kerja (X2) digunakan uji statistik t yang kemudian dinya takan dalam bentuk persamaan regresi linear sederhana dengan hasil Y = 18,999 + 0,527X. Apabila hubungan kedua variabel ini dihitung diperoleh nilai koefisiensi ko relasi (r) = 0,482 dan nilai koefisien determinasi (r2) = 0,232. Itu berarti 23,2% va- riasi skor keterampilan berwiraswasta dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel motivasi kerja seperti terurai dalam tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 : Hasil Perhitungan Koefisiensi Korelasi dan Uji Signifikansi Dalam Persamaan Regresi Linear Sederhana Y atas X2 Model Regresi

Koefisien r2

r

Y = 18,999+0,527X2 0,482

Uji Signifikansi

0,232

t hitung 2,356*

t tab (0.05) hhhitung

1,70

t tab (0,01)

2,46

Keterangan : * Korelasi cukup signifikan (t hit < t tab) Perhitungan statistik deskriptif untuk variabel peluang (X3) diperoleh skor minimal 38 dan skor maksimal 58 dengan rentang skor 20. Untuk ukuran kecenderungan rata-rata diperoleh skor 44,8000, median 44,000 dan modus 44,00. Sementara itu untuk ukuran keragaman data diperoleh skor nilai deviasi sebesar 3,9862 dan skor varian 20,0222. Untuk mengetahui hubungan variabel keterampilan berwiraswasta (Y) dengan variabel peluang (X3) digunakan uji statistic t yang kemudian dinyatakan dalam bentuk persamaan regresi sederhana dengan hasil Y= 25,333 + 0,380X. Apabila hubungan kedua variabel ini dihitung diperoleh nilai koefisiensi korelasi (r) = 0,304 dan nilai koefisien determinasi (r2) =0,092. Itu berarti 9,2 % variasi skor keterampilan berwiraswasta dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel peluang (X3) seperti diuraikan dalam tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 : Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Uji Signifikansi Dalam Persamaan Regresi Linear Sederhana Y atas X3

30

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Model Regresi

Koefisien r2

r

0,304

Y = 25,333+0,380X3

Uji Signifikansi

0,092

t hitung

t tab (0,05)

2,501*

1,70

t tab 0,01) 2,46

Keterangan : * Korelasi cukup signifikan ( t hit > t tab) Sementara itu untuk mengetahui hubungan antara tiga variabel bebas (pengetahuan ekonomi, motivasi kerja, dan peluang) secara bersama-sama (simultantly) dengan variabel tergantung (keterampilan berwiraswasta) dapat digunakan persa maan regresi linear berganda dengan rumus Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3. Dengan bantuan komputer melalui program SPSS 10 akan diperoleh analisis regresi linear berganda sebagai terangkum dalam tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 : Analisis Regresi Linear Berganda Regression odel Summary ANOVA** Model R R Square Adjusted of R Square Stanfdard Error of the Estimate ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------1 .582* .339 .262 4.2822 Predictors : (Constant), Pengetahuan Ekonomi, Motivasi Kerja,Peluang

Model 1

Regression Residual Total

Sum of Squares 244.197 476.769 720.967

df 3 26 29

Mean Square 81.399 18.337

F 4.439

Sig. 0.12*

* Predictors : (Constant), Pengetahuan Ekonomi, Motivasi Kerja, Peluang ** Dependent Variable : Keterampilan Berwiraswasta Kemudian dicari nilai koefisien korelasinya dari perhitungan regresi linear ber ganda itu seperti terlihat dalam tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 : Nilai Koefisiensi Korelasi dari Hitungan Regresi Linear Berganda Coefficients* Unstandardized Coefficients Model

1

(Constant) Pengetahuan Ekonomi Motivasi Kerja Peluang

Standardize Coefficients

B

Std.Error

Beta

t

12.99 .410 .343 .921

9.809 .291 .234 .256

.397 .313 .074

1.325 2.041 1.466 .359

Sig.

.197 .052 31 .155 .722

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

* Dependent Variable : Keterampilan Berwiraswasra Hasil regresi linear berganda itu adalah Y = 12,994+0,410X1+0,343X2+0,921X3. Tabel 8 : Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Uji Signifikansi Dalam Persamaan Regresi Linear berganda Y atas X1, X2, dan X3 Model Regresi

Koefisien r2

r Y = 12,994+0,410X1+ 0,343X2+0,921X3

0,582

0,339

Uji Signifikansi

t hitung 1,825*

t tab (0,05)

1,70

t tab (0,01)

2,46

Keterangan : * Korelasi cukup signifikan (t hit > t tab) Bilamana hubungan semua variabel secara simultan tersebut diuraikan dengan cara menghitung nilai koefisiensi korelasinya (r) = 0,582 dan nilai koefisiensi determinasinya (r2) = 0,339.Ini berarti dengan sangat jelas sebanyak 33,9 %. Hasil regresi linear berganda itu adalahY=12,994+0,410X1+0,343X2+0,921X3 Tabel 8 : Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi dan Uji Signifikansi Dalam Persamaan Regresi Linear berganda Y atas X1, X2, dan X3 Model Regresi

Koefisien

r Y = 12,994+0,410X1+ 0,343X2+0,921X3

0,582

0,339

r2 t hitung 1,825* 1,70

Uji Signifikansi

t tab (0,05)

t tab (0,01)

2,46

Keterangan : * Korelasi cukup signifikan (t hit > t tab) Bilamana hubungan semua variabel secara simultan tersebut diuraikan dengan cara menghitung nilai koefisiensi korelasinya (r) = 0,582 dan nilai koefisiensi determinasinya (r2) = 0,339.Ini berarti dengan sangat jelas

32

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

sebanyak 33,9 % variasi skor keterampilan berwiraswasta (Y) benar-benar dipengaruhi oleh ketiga variabel bebas yaitu : Pengetahuan Ekonomi (X1), Motivasi Kerja (X2), dan Peluang (X3) yang beroperasi secara bersamaan (simultantly). Dalam hal ini bisa juga dikatakan bahwa secara nyata sebesar 66,1 % variasi skor keterampilan berwiraswasta dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor atau variable lain yang tidak termasuk dalam wilayah penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini dapat diringkaskan sebagai berikut : 1. Pada prinsipnya keterampilan berwiraswasta mahasiswa STIE Tamansiswa Jakarta setelah diteliti ternyata secara parsial sebanyak 28,1 % dipengaruhi oleh variabel pengetahuan ekonomi, kemudian sebanyak 23,2 % dipengaruhi oleh variabel moti tivasi kerja, dan sebanyak 9,2 % dipengaruhi oleh variabel peluang. Secara parsial dari ketiga variabel ini diketahui variabel pengetahuan ekonomi memiliki domain fakcor terbesar (28,1 %) disusul variable motivasi kerja (23,2 %). Sementara itu variabel peluang memiliki domain factor terkecil (9,2 %). Hal seperti ini dapat dimaklumi mengingat komposisi waktu dan alokasi partisipasi mahasiswa dalam berwiraswasta masih dalam fokus terpecah dua di satu sisi masih harus belajar dengan statusnya sebagai mahasiswa, di sisi lain mencoba berpraktek menjadi wiraswastawan. 2. Hubungan ketiga variabel bebas tersebut dengan keterampilan berwiraswasta secara bersama-sama (simultantly) melalui hitungan regresi linear berganda meng hasilkan angka sebanyak 33,9 % variasi skor variabel keterampilan berwiraswasta mahasiswa dengan benar dipengaruhi atau ditentukan oleh ketiga variabel bebas sebagaimana dimaksud (pengetahuan ekonomi,motivasi kerja, dan peluang). Dengan kata lain boleh dinyatakan bahwa sebanyak 66,1 % variasi skor dari variabel ke terampilan berwiraswasta dipengaruhi atau ditentukan oleh faktorfaktor luar atau variable lain yang tidak termasuk dalam wilayah penelitian ini. Adapun saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut : 1. Untuk perhitungan regresi linear sederhana secara parsial disarankan agar para mahasiswa yang berwiraswasta lebih memiliki peluang terutama setelah lulus da ri sarjana S1 sehingga diharapkan porsi peluang sebagai variable bebas akan mem peroleh domain factor yang lebih besar lagi persentasenya.

33

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

2. Dikarenakan melalui hitungan regresi linear berganda ternyata hasilnya menunjukkan angka 33,9 % saja yang benar-benar merupakan pengaruh simultan dari ketiga variable bebas tersebut terhadap variabel tergantung (keterampilan berwiraswasta). Sehingga sebanyak 66,1 % merupakan variabel lain atau faktor-faktor luar yang perlu dicari karakternya untuk diketahui domain factor mana yang sangat besar pengaruhnya terhadap variable keterampilan berwiraswasta mahasiswa. Dengan kata lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang melibat kan lebih banyak variable lain agar hasil outputnya lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA Flippo, Edwin P.,Principles of Personnel Management,Kogakusha, Mc Graw Hill Company, 1961 Heidjrachman Ranupandojo, Manajemen Sumberdaya Manusia I, Universitas Terbuka, 2000 Hornby, AS, Oxford Advanced Dictionary of Current English, Oxford University Press New York, 1987 Kartono, Kartini, Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan Dan Industri, Penerbit CV Rajawali, Jakarta, 1985 Kotler,Philip,Marketing Management, Prentice Hall International,Inc.,New York,1991 Porter,Michael E, Competitive Strategy, The Free Press A Division of McMillan Publishing Co.Inc., New York, 1980 Robbins, Stephen P., Organizational Behavior : Concepts, Controversies, Applications, Prentice Hall, Inc., New Jersey, 1996 Singer,Robert N., Motor Learning and Human Performance : An Application to Motor Skills and Movement Behaviors,McMillan Publishing Co, Inc., New York, 1980 Siegel, Sidney and John Castello Jr.,Non Parametric Statistic for Behavioral Science, Mc Graw HillInternational, London, 1998 Sudjana, Tenik Analisis Regresi dan Korelasi, Penerbit Tarsito, Bandung, 1998 T. Hani Handoko, Manajemen, BP-FE-UGM, Yogyakarta, 1992 Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, Penerbit Salemba Infotek, Jakarta, 2001 Werther,William B Jr. and Keith Davis,Human Resources and Personnel Management, Mc Graw-Hill, Inc., New York, 1993 Winardi, Kamus Ekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992

34

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

KONFLIK KERJA Indra Lubis dan Mufti Diar (Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora) ABSRAKSI Konflik dalam organisasi tidak dapat dihindarkan dan tidak dapat dicegah, konflik dalam organisasi dapat fungsional dan disfungsional Jika hasil suatu konflik atau suatu pertentangan antarkelompok maupun individu terbukti bermanfaat bagi organisasi, untuk disfungsional apabila setiap pertentangan atau interaksi antara kelompok atau individu yang menganggu organisasi atau merintangi upaya pencapaian tujuan organisasi. Salah satu faktor utama yang kebanyakan terjadinya konflik, adalah komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik-konflik. Bahwa dapat merupakan sumber konflik yang berkaitan karena kesalahan pahaman, kesulitan semantik, dan kebisingan dalam saluran komunikasi, semuanya merupakan penghalang terhadap komunikasi dan kondisi anteseden/lingkungan yang potensial bagi konflik anteseden informasi yang potensial bagi konflik Cara mengatasi konlik dapat dimanfaatkan pada situasi dan kondisi pada dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi dan memajukan dan menguntungkan prestasi organisasi. Dan menghindari terjadinya konflik disfungsional yang merintangi pencapaian tujuan organisasi. sehingga manajemen tidak perlu berjuang menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan.. Untuk konflik yang menjadi kekuatan positif, mungkin bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi. Kata kunci: Konflik Kerja, Kinerja.

LATAR BELAKANG MASALAH Arti konflik telah dikacaukan dengan banyaknya definisi dan konsepsi yang saling berbeda. Konflik dapat merupakan masalah yang serius dalam setiap organisasi, konflik tidak dapat dihindarkan dan tidak dapat dicegah, kemungkinan dapat merugikan organisasi, maupun dapat mendorong bagi banyak karyawan yang baik. Konflik mempunyai sisi-sisi yang positif maupun negatif. Banyak manajer praktisi memandang konflik secara negatif dan berupaya memecahkan atau menghilangkan semua jenis persengketaan. Para

35

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

manajer ini berpendapat bahwa konflik mengganggu organisasi dan merintangi prestasi yang optimal. Dalam hal ini konflik merupakan indikasi yang jelas bahwa ada sesuatu yang salah dengan organisasi dan hal itu karena tidak diterapkannya prinsip yang tepat dalam mengelola kegiatan organisasi. Karena mereka ingin menghilangkan konflik, maka pendekatan yang dilakukan pada umumnya pada organisasi, yaitu mendasarkan pada pendekatan atas prinsipprinsip wewenang dan kesatuan komando. Hal ini memberikan keyakinan bahwa konflik dapat dihilangkan atau merekrut orang-orang yang tepat, menentukan uraian pekerjaan secara cermat, menata struktur, agar tersusun suatu rantai komando yang jelas, serta pengaturan dan prosedur yang jelas untuk menghadapi berbagai kemungkinan. Adapun konflik antar kelompok, dapat menjadi kekuatan positif dan negatif, sehingga manajemen seyogianya tidak perlu berjuang menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan.. Untuk konflik yang menjadi kekuatan positif, mungkin bermanfaat jika digunakan sebagai sarana untuk perubahan atau inovasi.

MASALAH Konflik harus dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Apakah konflik ada atau tidak merupakan masalah persepsi dan apakah dengan adanya konflik kerja mempengaruhi kinerja para karyawan?

LANDASAN TEORI TENTANG KONFLIK Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational Behavior( 2003 : hal. 135–148), sehubungan dengan pengertian definsi tentang konflik, menjelaskan sebagai berikut : Ada begitu banyak definisi dari konflik. Tetapi meskipun ada maknamakna yang saling menyimpang, istilah ini telah memperoleh beberapa tema bersama yang mendasari kebanyakan definisi. Konflik harus dipahami oleh pihak-pihak yang bersangkutan; apakah konflik ada atau tidak merupakan masalah persepsi. Jika tidak seorangpun sadar akan adanya suatu konflik, maka umumnya disepakati bahwa tidak ada konflik. Kebersamaan tambahan dalam definisi adalah oposisi atau ketidakcocokan (inkompatibilitas) dan suatu bentuk interaksi. Definisi-definisi tentang konflik yang berkaitan dengan faktor-faktor yang menentukan kondisi-kondisi yang menetapkan titik awal dari proses konflik, dengan pandangan-pandangannya, adalah sebagai berikut :

36

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

a. Pandangan Mengenai Definisi Konflik Bahwa konflik sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa suatu pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. b. Pandangan Transisi Dalam Pikiran Konflik Bahwa konflik sudah ada “konflik” mengenai peran konflik dalam kelompok dan organisasi. Ada beberapa pandangan tentang konflik, di antaranya : Banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat, kekuasaan, status, dan kelas merupakan hal-hal berpotensi menjadi konflik, seperti tentang hak asasi manusia, gender dan sebagainya. c. Pandangan Tradisional ; Mengemukakan bahwa konflik, merupakan salah satu pemikiran yang berargumen bahwa konflik harus dihindari, bahwa konflik menandakan suatu salah-fungsi di dalam kelompok. Atau dapat disimpulkan tentang pandangan tradisional mengenai konflik ; memberikan keyakinan bahwa semua konflik merugikan dan harus dihindari. Pandangan tradisional, bahwa semua konflik buruk, tentu mengemukakan suatu pendekatan sederhana terhadap pandangan pada perilaku orang yang menciptakan konflik. Karena semua konflik harus dihindari, ini merupakan standar yang usang, dalam situasi sekarang membuktikan pengurangan konflik menghasilkan kinerja kelompok yang tinggi. d. Pandangan Hubungan Manusia ; Mengemukakan bahwa konflik , adalah hasil yang wajar dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok dan bahwa ini tidak perlu dianggap buruk, melainkan sebaliknya berpotensi untuk menjadi kekuatan positif dalam menetapkan kinerja kelompok. Atau dapat disimpulkan mempunyai keyakinan bahwa konflik merupakan hasil wajar dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok. Karena konflik tidak terelakkan, aliran hubungan manusia membela penerimaan-baik konflik, mereka merasionalkan eksistensinya : konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan ada kalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok. e. Pandangan Interaksionis Mengemukakan bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif dalam kelompok tetapi juga secara eksplisit berargumentasi bahwa sesuatu konflik mutalk perlu untuk suatu kelompok agar berkinerja efektif. Sementara pendekatan hubungan manusia menerima-baik konflik yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cendereung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Sumbangan

37

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

utama dari pendekatan interaksionis mendorong pemimpin kelompok untuk untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflikcukup untuk membuat kelompok itu hidup, kritis-diri dan kreatif. Dengan adanya pandangan-pandangan tersebut, bahwa untuk mengatakan konflik itu baik atau buruk tidaklah tepat. Apakah suatu konflik itu baik dan buruk tergantung pada tipe konflik. Secara khusus, perlu memperbedakan antara konflik fungsional dan disfungsional. Untuk membedakan konflik fungsional dan disfungsional adalah berkaitan dengan kinerja kelompok. Karena kelompok-kelompok itu eksis untuk mencapai suatu tujuan, jadi suatu konflik dapat mempunyai suatu pengaruh yang penting pada efeknya terhadap kelompok.

PENGERTIAN KONFLIK KERJA Menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, adalah sebagai berikut : “Konflik kerja adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang individu/seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya”. Stephen P. Robbins, dalam bukunya Managing Organizational Conflict, mendefinisikan konflik dalam kaitannya dengan dampaknya atas organisasi, yaitu konflik fungsional dan konflik yang tidak fungsional. 1. Konflik Fungsional, Adalah pertentangan antara kelompok yang mempertinggi atau menguntungkan prestasi organisasi. Jika hasil suatu konflik atau suatu pertentangan antarkelompok terbukti bermanfaat bagi organisas, maka dilihat dari sudut pandang organisasi hal ini adalah konflik fungsional. Konflik fungsional dapat dianggap sebagai suatu jenis “ketegangan yang kreatif”. Contoh : Konflik antara departemen pemasaran dan produksi, mereka mempunyai sudut pandang yang sama dalam mendukung pencapaian efisiensi dan tujuan organisasi, tetapi tidak sepakat mengenai cara mencapai tujuan spesifikasi. 2. Konflik Tidak Fungsional, Adalah setiap pertentangan atau interaksi antara kelompok yang menganggu organisasi atau merintangi upaya pencapaian tujuan organisasi. Jika hasil suatu konflik atau pertentangan antara kelompok merintangi prestasi organisasi, maka dari sudut pandang oprganisasi hal ini adalah konflik yang tidak fungsional.

38

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Konflik tidak fungsional akan menimbulkan dampak negatif atas prestasi individu, kelompok, dan organisasi. Contoh : Pertikaian serikat buruh yang memajukan kepentingan para anggotanya dengan organisasi, dan tingkat konflik berlangsung secara terus menerus, kejadian ini menjadi konflik tidak fungsional. Dalam kehidupan organisasi pendapat tentang konflik, selain konflik fungsional dan nonfungsional, bahwa konflik dilihat dari tiga sudut, yaitu : a. Pertama, pandangan tradisional berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang tak diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi. b. Kedua, pandangan perilaku berpendapat bahwa konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat (konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik non fungsional). c. Ketiga, pandangan interaksi berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pimpinan organisasi. Pandangan Lama dan Pandangan Baru Tentang Konflik No. 1. 2.

Pandangan Lama Konflik dapat dihindarkan Konflik disebabkan oleh kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi

3.

Konflik menganggu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.

4.

Tugas manajemen adalah meng hilangkan konflik.

5.

Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.

Pandangan Baru Konflik tidak dapat dihindarkan Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedeaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi, dan nilai-nilai pribadi. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat. Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

39

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

KOMPONEN KONFLIK Komponen konflik secara umum itu terdiri atas 3 komponen yaitu : a. Interest (kepentingan) yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu motivasi ini tidak hanya dari begian keinginan pribadi seseorang tetapi juga dari peran dan statusnya b. Emotion (emosi) yang sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan c. Values (nilai) yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara nyata nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara prilaku manusia

SUMBER KONFLIK Sumber-sumber dari konflik dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu: a. Biososial, para pakar manajemen menempatkan prustasi- agresi sebagai sumber konflik berdasarkan pendekatan ini prustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik prustasi juga dihasilkan dari kecenderungan ekspestasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya. b. Kepribadian dan interaksi termasuk didalamnya kepribadiannya yang abrasip (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, keteram pilan, interversonal kejengkelan persaingan (ripalitas) perbedaan gaya interaksi ketidak sederajatan hubungan c. Astructural banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat kekuasaan status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjadi konflikseperti tentang hak asasi manusia, gender, dan sebagainya d. Budaya dan ideologi, intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, social, agama, dan budaya konflik ini juga timbul di antara mayarakat karena perbedaan system nilai e. Konfergensi (gabungan), dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu sendiri Husein Umar dalam bukunya “Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi” (2003 : 43 – 46), menjelaskan faktor-faktor penyebab konflik, menurut Robbins yang dikutip Kenneth dan Gary (1992), sebagai berikut : a. Persaingan terhadap sumber-sumber Sumber daya organisasi seperti anggaran, ruang kerja, personalia, dan pelayanan pendukung yang semakin dibutuhkan oleh masing indiovidu atau kelompok akan menjadi sumber konflik. Hal ini mudah dimengerti karena

40

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

kepemilikan akan sumber-sumber tersebut berkorelasi positif dengan ketenangan mereka bekerja sehingga logis kalau diperebutkan. b. Ketergantungan tugas Satu kelompok kerja yang terdiri dari beberapa individu, keberhasilan kerjanya tergantung pada tujuan ataupun prioritas individu tersebut. Jika berbeda, misalnya satu pihak menghendaki kualitas kerja yang diutamakan sedangkan yang lain mengutamakan kuantitas kerja, maka konflik dapat terjadi. c. Kekaburan batas-batas bidang kerja Konflik dapat terjadi bila batasan-batasan bidang kerja relatif tidak jelas, misalnya terjadi tumpang tindih tanggung jawab, pengalihan pekerjaan yang tidak disukai kepada pihak lain, tindakan mencari muka pada atasan mereka melalui pekerjaan. d. Masalah status Jika individu atau kelompok tertentu menganggap dirinya memiliki status yang lebih rendah dari kelompok lainnya, maka dapat saja terjadi suatu gerakan-gerakan untuk meningkatkan status itu walaupun dengan cara-cara yang oleh kelompok lain dipandang negatif. Begitu pula sebaliknya, kelompok lain yang memandang dirinya memiliki status yang lebih tinggi memiliki sikap “melecehkan” kelompok lain yang dianggap mereka berstatus lebih rendah. Dengan contoh sederhana ini jelas bahwa masalah status menjadi salah satu penyebab konflik. e. Rintangan dalam Komunikasi Dalam berkomunikasi, banyak rintangan yang dapat terjadi. Tidak memadainya komunikasi dapat merintangi persetujuan antara dua kelompok yang posisinya saling melengkapi. Oleh karena posisi yang saling melengkapi itulah perlu dihindari kesulitan-kesulitan, misalnya kesulitan dalam bahasa dan pengetahuan akan informasi yang diterima yang dapat menciptakan perbedaan persepsi. f. Sifat-sifat Individu Faktor lain yang menyebabkan konflik dapat juga ditentukan oleh sifat pribadi masing-masing individu, misalnya sikap ambisi yang tidak terkendalikan, kemandirian yang tidak didukung oleh lingkungan, kekakuan berpikir, harga diri yang rendah smpai kepada perbedaan pada nilai-nilai sosial, politik, dan moral. Tanggapan atas terjadinya konflik, banyak cara yang dilakukan individu maupun kelompok yang terlibat konflik. Cara tersebut menurut Kenneth dan Gary (1991), dijelaskan sebagai berikut : a. Penarikan diri ; Saling menghindari dapat merupakan cara yang efektif untuk mengatasi konflik jika kedua pihak memang tidak perlu saling

41

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

b.

c.

d.

e.

berhubungan dalam pelaksanan peran-peran dalam organisasi. Jika mereka memiliki peran yang saling tergantung, saling menghindar akan merusak kerja organisasi. Penarikan diri juga dapat dilakukan dengan cara mengundurkan diri walaupun perlu dipertimbngkan akibat yang lain. Bujukan ; Bujukan merupakan suatu usaha untuk membujuk pihak lain agar mengubah posisinya. Keberhasilan dengan cara ini ditentukan oleh kepercayaan orang yang membunjuk serta pihak lain yang mempertimbangkan isi bujukan tersebut. Taktik Paksaaan dan Penekananan ; Taktik ini dipakai untuk memaksa pihak lain mengalah, biasanya dilakukan oleh pihak yang lebih berkuasa secara formal terhadap pihak yang lebih lemah. Tipe-tipe penekanan yang utama menurut Pruit (1972) adalah tipe ancaman, konsekuensi hukuman, dan komitmen posisi yaitu tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi (misalnya kita sering mendengar istilah (do it or leave it) Taktik tawar-menawar dan pertukaran ; Tawar menawar merupakan proses pertukaran persetujuan hingga suatu kompromi dapat dicapai. Oleh karenanya, setidak-tidaknya cara ini dapat mencapai satu penyelesaian yang saling dapat diterima. Taktik lain yang beroreintasi pada pertukaran adalah usulan diam-diam yang dilakukan wakil dari masing-masing kelompok di mana masing-masing mau mengubah tuntutannya agar lebih mudah diterima satu sama lain. Pemecahan Masalah Terpadu ; Karena konflik merupakan masalah bersama dan diusahakan untuk dipecahkan bersama pula, penyelesaian dengan cara mufakat di mana masing-masing pihak diharapkan mengerti akan masalah pihak lain serta pertukaran informasi secara terbuka dan jujur menjadi hal yang penting. Agar dapat berjalan dengan baik, maka pemecahan masalah secara terpadu ini perlu mengikuti kaidah atau prosedur pemecahan masalah (problem solving).

Salah satu mitos utama yang kebanyakan terjadinya konflik, adalah komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik-konflik. Bahwa dapat merupakan sumber konflik yang berkaitan karena kesalahan pahaman, kesulitan semantik, dan kebisingan dalam saluran komunikasi, semuanya merupakan penghalang terhadap komunikasi dan kondisi anteseden yang potensial bagi konflik anteseden/lingkungan informasi yang potensial bagi konflik. Terlalu banyak atau sedikitnya informasi dapat meletakkan fundasi untuk konflik. Selanjutnya saluran dapat merangsang, karena dalam proses penyaringan yang terjadi ketika informasi melalui orang-orang, sehingga akan menimbulkan kesempatan yang poternsial bagi timbulnya konflik.

42

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tahap I Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial ♦ Kondisi anteseden ♦ Komunikasi ♦ Struktur ♦ Variabel pribadi

Tahap II Kognisi dan Personalisasi

Konflik yang dipersepsikan

Konflik yang dirasakan

Tahap III Maksud

Maksud penangan an Konflik • Bersaing • Kerjasama • Berkompromi • Menghindar • Mengakomodasi

Tahap IV Perilaku

Tahap V Hasil

Konflik Terbuka Perilaku pihak Reaksi orang lain.

Kinerja kelompok meningkat Kinerja kelompok menurun

Gambar 1. Proses Konflik Sumber : Stephen P. Robbins, Organizational Behavior,1979, hal.. 127 - 33 Proses konflik terdiri dari lima tahap : Oposisi atau ketidakcocokan potensial ; kognisi dan personalisasi ; maksud ; perilaku ; dan hasil. Tahap I : Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul.. Tahap ini mencakup tiga kategori umum yang menyebabkan konflik, yaitu : komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. a. Komunikasi ; Bahwa komunikasi dapat merupakan suatu sumber konflik. Komunikasi menyatakan kekuatan-kekuatan yang berlawanan yang timbul dari dalam kesulitan semantik, kesalah fahaman, dan kebisingan yang timbul dari saluran komunikasi. Salah satu mitos utama kebanyakan menyatakan ; bahwa komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik-konflik. Potensial untuk konflik meningkat bila atau terlalu sedikit atau terlalu banyak terjadi komunikasi, dapat berpengaruh merangsang oposisi, sebagai akibat dalam perbedaan selektif, dan informasi tidak memadai mengenai orang-orang lain. b. Struktur ; Kelompok-kelompok di dalam organisasi mempunyai tujuan yang beraneka. Akhirnya, jika suatu kelompok bergantung pada suatu kelompok lain

43

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

(lawannya jika keduanya saling tidak tergantung) atau jika kesalingtergantungan memungkinkan satu kelompok memperoleh sesuatu atas pengorbanan yang lain, maka kekuatan-kekuatan yang berlawanan akan dirangsang. ditemukan sebagai menciptakan konflik, bila kelompokkelompok menspesialisasakan dirinya. Selain itu peran gaya pimpinan, sistem imbalan, dan peran partisipasi. c. Variabel Pribadi ; Sumber-sumber konflik yang potensial adalah faktor-faktor karakteristik pribadi, faktor itu mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan idiosinkrasi (kekhasan) dan perbedaan individual. Tahap II : Kognisi dan Personalisasi Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I mempengaruhi secara negatif sesuai yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensial untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahakan kedua. Kondisi anseden/masa lampau hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar akan adanya konflik itu. Tahap II, disebabkan oleh kurangnnya persepsi dari orang-orang yang terlibat sehubungan dengan konflik, sehingga menimbulkan yang dirasakan yang melibatkan emosional, sehingga menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, dan permusahan. Emosi yang negatif akan menghasilkan isyu-isyu yang berlebihan, sehingga mengurangi kepercayaan, dan penafsiran yang negatif terhadap perilaku pihak lain. Tetapi sebaliknya perasaaan yang positif akan meningkatkan kecenderungan hubungan yang potensial di antara unsur-unsur suatu masalah, mengambil pandangan yang lebih luas, dan dapat mengembangkan penyelesaian yang lebih inovatif. Tahap III : Maksud Pengertian maksud (intensi) ini, maksud berada di antara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-terangan mereka. Maksud yaitu merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dalam suatu episode konflik/penangganan konflik primer. a. Bersaing Pengertian bersaing, adalah suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan seseorang, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain pada konflik itu. Mencapai tujuan dengan mengorbankan orang lain. Menyatakan diri benar, dan meyakinkan orang lain keliru, dengan kata lain membuat orang lain menerima baik untuk disalahkan dalam suatu masalah.

44

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

b. Berkolaborasi Pengertian berkolaborasi, adalah suatu situasi dimana pihak-pihak pada suatu konflik masing-masing sangat berkeinginan untuk memuaskan sepenuhnya kepentingan dari semua pihak. Dalam berkolaborasi, maksud dari pihak-pihak adalah memecahkan masalah dengan memperjelas perbedaan, bukannya dengan mengakomodasikan berbagai sudut pandangan. c. Menghindar Pengertian menghindar, adalah hasrat untuk menarik diri dari atau/menekan suatu konflik. Dengan mengabaikan suatu konflik dan menghindari orangorang lain yang tidak sependapat. d. Mengakomodasi Pengertian dari mengakomodasi, adalah kesediaan dari satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya di atas kepentingannya. Atau dapat dikatakan bahwa mengakomodasi, adalah kesediaan orang/kelompok untuk mengorbankan tujuan, sehingga tujuan pihak lain dapat dicapai, walaupun sebenarnya berkeberatan. e. Berkompromi Pengertian dari berkompromi, adalah suatu situasi dalam mana tiap pihak pada suatu konflik bersedia melepaskan sesuatu. Dalam pengertian ini tidak ada pemenang, maupun yang dikalahkan. Masing-masing pihak menerima baik pemecahan masalah untuk kepentingan duabelah pihak. Tegas

Bersaing Berkolaborasi

Ketegasan

Berkompromis

Tidak Tegas

Menghindar Tidak Kooperatif

Mengakomodasi Kekooperatifan

Kooperatif

Gambar 2. Dimensi konflik penangganan konflik primer Sumber : K.W. Thomas , “ Conflict and Negotiation Processes in Organization”

45

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tahap IV : Perilaku Perilaku konflik dalam tahap ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud tiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud-maksud. Pengertian dari maksud-maksud, adalah bahwa keputusan-keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dalam suatu terjadinya dalam proses konflik, karena konflik tersebut dapat menciptakan disfungsional, dan fungsional. Jika suatu konflik bersifat disfungsional, apa yang dapat dilakukan oleh pihakpihak tertentu untuk meredakannya ? Tetapi sebaliknya, pilihan-pilihan apakah yang ada jika konflik itu terlalu rendah dan perlu ditingkatkan ? Sehingga untuk pelaksanaan tersebut, diperlukan teknik-teknik manajemen konflik. (Sumber : S.P. Robbins, Managing Organizational Conflict A Nontradisional Approach).

Serangan fisik yang agresif Ancaman dan Ultimatum Serangan verbal yang tegas Pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain Tiada Konflik

Ketidak kesepakatan atau salah paham kecil

Gambar 3. Kontinuum Intensitas Konflik Sumber : Stephen P. Robbins, Managing Organizational Conflict. Intensitas konflik meningkat bergerak naik sepanjang kontinuum, sampai intensitas menjadi sangat destruktif, yaitu terjadinya pemogokan, huru-hara, dan kemungkinan perang. Adapun teknik pemecahan konflik dengan melakukan teknik-teknik manajemen, maksud tujuannya untuk mendapatkan kodisi yang ideal, sehingga maksud-maksud seseorang hendaknya menjelma menjadi perilaku yang sebanding.

46

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tahap V : Hasil Pihak-pihak yang berkonflik dapat menghasilkan konsekuensi fungsional dan disfungsional, yaitu : Hasil Konflik Fungsional, dengan pengertian di antaranya adalah : a. Konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok. b. Konflik dapat dikaitkan secara positif dengan produktivitas. c. Konflik sebagai suatu kekuatan untuk meningkatkan kinerja kelompok. d. Konflik bersifat kontruktif bila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keinginantahuan di kalangan amggota kelompok, menyediakan medium yang melaluinya masalah-masalah dapat dapat disampaikan dan ketegangan diredakan, dan memupuk suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. e. Konflik merupakan penangkal bagi pikiran kelompok, yaitu konflik tidak membiarkan kelompok menjadi pasif menerima begitu saja keputusankeputusan yang mungkin cacat, pertimbangan yang tidak memadai dari alternatif-alternatif yang relevan. f. Konflik dapat menciptakan gagasan baru, menggalakkan penilaian-ulang terhadap tujuan dan kegiatan kelompok, dan meningkatkan probablitas bahwa kelompok itu akan tanggap terhadap perubahan.

BENTUK-BENTUK DAN JENIS-JENIS KONFLIK DALAM ORGANISASI 1. Ada 4 bentuk konflik dalam organisasi, yaitu : a. Konflik Hierarki (Hierarchical Conflict), yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarhi organisasi. Contohnya : Konflik antara Komisaris dengan Direktur Utama, Pemimpin dengan karyawan, Pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajer, dan Pengurus dengan karyawan. b. Konflik Fungsional (Functional Conflict), yaitu konflik yang terjadi dari bermacam-macam fungsi departemen dalam organisasi. Contoh : Konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan personalia. c. Konflik Staf dengan Unit (Line Staff Conflict), yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Contoh : Karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan.

47

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

d. Konflik Formal – Informal (Formal –Informal Conflict), yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang kurang tepat pada organisasi. 2. Jenis-jenis konflik, ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu: a. Konflik dalam diri individu Yang terjadi apabila seseorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. b. Konflik antar individu Dalam organisasi yang sama. dimana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan (seperti antara manajer dan bawahan). c. Konflik antara individu dan kelompok Yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksanakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh : Seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok. d. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama Karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok. e. Konflik antar organisasi Yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produksi baru, teknologi, dan jasa, hargaharga lebih rendah, dan penggunaan sumber-sumber daya lebih efisien 3. Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : a. Koordinasi kerja yang belum dilakukan dengan tepat. b. Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas. c. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan). d. Perbedaan dalam oreintasi kerja. e. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi. f. Perbedaan persepsi. g. Sistem kompetensi insentif (reward). h. Strategi pemotivaisian yang tidak tepat.

48

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

PEMBAHASAN MASALAH TEKNIK MANAJEMEN KONFLIK Pembahasan masalah konflik dapat dilakukan dengan melakukan, yaitu dengan cara mempergunakan teknik pemecahan konflik dan aktivitasnya, serta dengan teknik perangsang konflik. 1. Teknik Pemecahan Konflik Teknik Pemecahan Konflik Pemecahan Masalah

Tujuan Atasan Pemuaian Sumber Daya Penghindaran Perataan Kompromi Komando Otoratif

Mengubah Variabel

Mengubah Variabel

Aktivitas Pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang ber konflik dengan maksud mengidentifikasi masalah dan meme cahkannya lewat pem bahasan terbuka. Menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dari masing-masing pihak yang konflik Bila konflik disebabkan oleh kelangkaan sumber daya . Perluasan sumberdaya dapat menciptakan pemecahan konflik. Menarik diri dari atau menekan konflik Mengecilkan arti perbedaan sementara menekankan ke pentingan bersama antara pihak-pihak yang berkonflik. Tiap pihak pada konflik itu melepaskan (meng orbankan) sesuatu yang berharga. Manajemen menggunakan otoritas formal untuk me mecahkan konflik dan kemudian mengkomunikasikan keinginannya kepada kepada pihak-pihak yang terlibat konflik. Menggunakan teknik pengubahan perilaku manusia, misalnya pelatihan hubungan manusia untuk me ngubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik. Mengubah struktur organisasi formal dan pola struktur interaksi dari pihak-pihak yang ber konflik lewat desain-ulang pekerjaan, pemin dahan, penciptaan posisi koordinasi, dan yang serupa.

Sumber : S.P. Robbins, Managing Organizational Conflict : A Nontraditional Approach. 2. Teknik Perangsang Konflik a. Komunikasi, dengan aktivitas menggunakan pesan-pesan dwi-arti atau mengancam untuk meningkatkan tingkat konflik. b. Memasukkan orang, dengan aktivitas menambahkan karyawan kesuatu kelompok yang latar belakang niat, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada.

49

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

c. Menstruktur-ulang organisasi, dengan aktivitas mengatur ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan pengaturan, meningkatkan saling bergantungan, dan membuat perubahan struktural yang serupa untuk mengacaukan status quo. d. Mengangkat pembela kejahatan, dengan aktivitas menunjuk seorang pengeritik untuk dengan sengaja beragumen menantang pendirian mayoritas yang dipegang oleh kelompok itu. Manajemen konflik dengan menggunakan pemecahan dan perangsangan untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan, yaitu konflik yang menghasilkan fungsional, sedangkan konflik disfungsional dihindarkan. Hasil fungsional bila konflik tersebut bersifat kontruktif, bila konflik itu memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong perhatian dan keingintahuan di kalangan kelompok, menyediakan medium yang melaluinya masalah-masalah dapat disampaikan dan ketegangan diredakan, dan memupuk suatu lingkungan evaluasi diri dan perubahan. Peran manajemen terhadap konflik, beroreintasi kepada hal sebagai berikut : a. Bahwa konflik mendorong pemecahan yang inovatif. b. Apati dan hasrat untuk menghindari konflik, memungkinkan keputusan yang buruk untuk bertahan. c. Kurangnya konflik menghasilkan suatu lingkungan yang pasif. d. Tingkat konflik kelompok dapat menyumbang kepada ke efektifan dan memberikan rangsangan untuk mencapai prestasi tinggi. PANDANGAN REALISTIK TENTANG KONFLIK ANTAR KELOMPOK Konflik dalam organisasi tidak dapat dihindarkan. Umumnya konflik dalam organisasi merupakan konflik antarkelompok sekaligus dapat menjadi kekuatan positif dan negatif, sehingga manajemen tidak perlu berjuang menghilangkan semua konflik, tetapi hanya pada konflik yang menimbulkan dampak gangguan atas usaha organisasi mencapai tujuan. Konflik antarkelompok dampaknya terhadap organisasi. Dampak terhadap organisasi tersebut dapat menghasilkan konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik Fungsional Jika hasil suatu konflik atau suatu pertentangan antarkelompok terbukti bermanfaat bagi organisasi, maka dilihat dari sudut pandang organisasi, hal ini adalah konflik fungsional. Atau dapat dikatakan bahwa konflik fungsional,

50

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

adalah peertentangan antar kelompok yang mempertinggi atau menguntungkan prestasi organisasi.

Konflik yang tidak Fungsional Jika hasil suatu konflik atau pertentangan antara kelompok merintangi prestasi organisasi, maka dari sudut pandang organisasi hal ini adalah konflik yang tidak fungsional. Konflik dapat menimbulkan dampak positif atau negatif atas prestasi organisasi, bergantung pada sifat konflik dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam setiap organisasi, terdapat suatu tingkatan konflik yang optimal yang dapat dianggap benar-benar fungsional ; konflik tersebut membantu mendorong prestasi yang positif. Jika tingkatan konflik terlalu rendah, prestasi terkena dampaknya. Inovasi dan perubahan menjadi sulit, dan organisasi mengalami kesukaran untuk mengadaptasi perubahan dalam lingkungannya. Jika tingkat konflik yang rendah ini terus berlanjut kelangsungan hidup organisasi dapat terancam. Sebaliknya, jika tingkatan konflik terlalu tinggi, kekacauan yang diakibatkan dapat juga mengancam kelangsungan hidup organaisasi. Tingkat prestasi Organisasi

Situasi III

Tinggi

Rendah

Tinggi Tingkat Konflik Antarkelompok Situasi II Situasi I

Gambar 4. Hubungan Konflik Antarkelompok dengan Prestasi Organisasi Sumber : Anthony Downs , Inside Bureauracy (Boston : Little, Brown, 1967)

Dalam gambar tersebut terdapat 3 situasi yang berhubungan dengan tingkat konflik antar kelompok, yaitu situasi I, II, III, yang berhubungan dengan tingkat konflik antar kelompok, kemungkinan dampaknya terhadap organisasi, organisasi dicirikan oleh dan tingkat prestasi organisasi.

51

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tingkatan situasi tersebut dapat dijelaskan sebagai dibawah ini : Situasi

I

II

Tingkat Konflik Antar kelompok

Kemungkinan dampaknya terhadap organisasi

Rendah atau tidak ada

Tidak Fungsional

Optimal

Fungsional

Organisasi dicirikan oleh

♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦ ♦

III

Tinggi

Tidak Fungsional

♦ ♦ ♦ ♦

Adaptasi yang lamban terhadap perubahan lingkungan. Sedikit perubahan. Sedikit stimulasi. gagasan. Apatis. Stagnasi. Gerakan positif ke arah tujuan inovasi dan perubahan. Mencari pemecahan masalah. Kreativitas dan adaptasi yang cepat terhadap perubahan lainnya. Gangguan. Gangguan kegiatan. Kesulitan koordinasi Kekacauan

Tingkat Prestasi Organisasi

Rendah

Tinggi

Rendah

Mengapa terjadi konflik antarkelompok, setiap kelompok paling tidak mewarisi sebagian konflik dengan setiap kelompok lain, dengan siapa kelompok itu berinter aksi. Kencenderungan ini dikenal sebagai “Hukum Konflik Antarorganisasi”. Ada empat faktor yang menimbulkan konflik kelompok ; saling tergantung dalam pekerjaan, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan meningkatnya tuntutan adanya spesialisasi. a. Saling Tergantung ; dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas mereka. Potensi konflik dalam situasi semacam itu tinggi. b. Perbedaan Tujuan Pada sub-sub unit spesialisasi dalam organisasi, sering mengembangkan tujuan yang berbeda, pengembangan perbedaan tujuan karena masingmasing unit mempunyai perbedaan harapan, sehingga konflik dengan mudah dapat terjadi jika mereka berinteraksi. c. Perbedaan Persepsi Perbedeaan tujuan dapat disertai dengan persepsi yang berbeda tentang kenyataan, dan ketidakkesepakatan terhadap penyebab kenyataan tersebut dapat menimbulkan konflik. Banyak faktor yang menyebabkan kelompok

52

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

dalam organisasi membentuk persepsi yang berbeda tentang kenyataan. Faktor utama mencakup perbedaan tujuan, perbedaan horizon waktu, ketidakpastian status, dan persepsi yang tidak tepat. d. Meningkatnya Tuntutan, dengan tumbuhnya kecanggihan spesialisasi, dan kerumitan dalam kebanyakan organisasi, konflik/staf akan berlanjut menjadi suatu urusan besar dalam manajemen perilaku organisasi. Konflik ini merupakan jenis konflik antarkelompok yang paling umum. Konsekuensi Tidak Fungisonal

Terjadinya

Sebab-sebab Konflik AntarKelompok * Saling ketergantungan * Perbedaan Tujuan : a. Keterbatasan sumber daya b. Struktur Imbalan * Perbedaan Persepsi a. Perbedaan Tujuan b. Horizon waktu yang berbeda c. Ketidaksesuaian Status d. Persepsi yang tidak tepat * Permintaan yang mening kat akan spesialis.

M e n i m b u l k a n Konflik antar Kelom pok

Perubahan dalam kelompok

Perubahan antara Kelompok

* Peningkatan kepaduan * Munculnya kepemimpina n otokratis * Berfokus pada kegiatan * Penekanan atas loyalitas

• Persepsi yang terganggu. • Streotip negatif • Komunikasi yang menurun.

Teknik Penyelesaian Konflik • • • • • • • • •

Pemecahan Masalah Tujuan Tinggi Perluasan Sumber Daya Penghindaran Pelunakan Kompromi Perintah yang Otoritas Mengubah Struktur variabel Mengidentifiksi musuh bersama

Konsekunsi Fungsional Pengaruh Kewaspadaan Masalah Pencarian penyelesaian

Menimbulkan

Gerakan positif menuju tujuan organisasi Menimbulkan

Atau

Perubahan dan Adaptasi

Kelangsungan hidup Organisasi

Gambar 5. Hubungan Konflik Antarkelompok dengan Prestasi Organisasi Sumber : “Teaching How the cope with workplace Conflicts”, Business Week

53

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

PEMBAHASAN CARA MENGATASI KONFLIK KERJA 1. Konflik Kerja Adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya. Cara mengatasinya : a. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan ujntuk beradaptasi dengan lingkungan kerja. b. Meningkatkan dan memahami peran tugas dan tanggung jawab dalam tujuan organisasi. c. Menghindari perbedaan dalam oreintasi dan persepsi kerja , agar pelak sanaan tugas pekerjaan dapat dilakukan sesuai tujuan organisasi. d. Meningkatkan peran komunikasi dalam oreintasi, yang dapat mendukung peran tugas dan tanggung jawab kerja. 2. Konflik dalam diri individu Yang terjadi apabila seseorang individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya. Cara mengatasinya : a. Perlu adanya kejelasan dan ketegasan sehubungan dengan deskripsi jabatan. b. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan pengalaman, yang berkaitan dengan peran tugas dan tanggung jawab. c. Mampu untuk beradaptasi dan berkomunikasi dengan oreintasi kerja. a. Percaya diri. 2. Konflik antara individu dan kelompok Yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksanakan oleh kelompok kerja mereka. Cara mengatasinya : a. Memadukan mempersepsi suatu konflik, dapat mempunyai mempengaruhi efeknya dalam kelompok kerja. b. Menghindari isyu-isyu prasangka beraneka ragam yang mencakup sistem nilai individual tentang pribadi yang negatif. 3. Konflik antarkelompok dalam organisasi yang sama Karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok. Cara mengatasinya : a. Pemecahan masalah, pertemuan tatap muka dari pihak-pihak yang berkonflik, dengan mengidentifikasi masalah dan pemecahan masalahnya lewat pembahasan yang terbuka.

54

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

4.

5.

6.

7.

b. Peran atasan, untuk menciptakan suatu tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerjasama dari masing-masing pihak yang berkonflik. Sehingga masing-masing yang berkonflik dapat menarik diri atau menekan konflik. c. Peran manajemen, dapat menggunakan otoritas formal untuk memecahkan konflik dan kemudian mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat konflik. Konflik antarorganisasi Yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produksi baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber-sumber daya lebih efisien. Cara mengatasinya : Perundingan, Kompromi, Menghindar, dan Mengakomodasi Konflik Formal dan Informal dalam organisasi Yaitu konflik yang terjadi yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Cara mengatasinya : Hal norma yang berkaitan dengan kepentingan pribadi maupun kelompok dalam organisasi, harus dihindari untuk menghindari terjadinya konflik disfungsional, agar kinerja tidak terhambat. Konflik Fungsional Yaitu konflik yang terjadi dari bermacam-macam fungsi departemen dalam organisasi. Cara mengatasinya : Memberikan pendapat secara terbuka dan kejelasan, bahwa posisi dan kondisi konflik dapat berharga untuk kepentingan kelompok, dan menciptakan keterlibatan yang sehat dan positif serta relevan untuk mendukung kepentingan tujuan organisasi, sehingga dapat diterima oleh semua pihak. Konflik Non Fungsional Jika hasil suatu konflik atau pertentangan antara kelompok merintangi prestasi organisasi, maka dari sudut pandang organisasi hal ini adalah konflik yang tidak fungsional. Cara mengatasinya : a. Mengenai konflik harus mengidentifikasi dengan jelas situasi-situasi di mana kemungkinan mengenai konflik yang akan destruktif, karena hal ini menghambat kinerja organisasi maupun kelompok. Oleh karena baik individu maupun kelompok bahwa situasi dan kondisi konflik tersebut

55

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

merupakan disfungsional, dalam arti bahwa hasilnya tidak memuaskan secara pribadi, kelompok maupun organisasi. b. Bahwa manajer harus menghindari hal-hal / mendengarkan yang negatif. c. Bahwa tingkat konflik yang tidak memadai atau berlebihan yang dapat merintangi ke efektifan suatu kelompok atau organisasi, harus dihindari. 8. Konflik pada tingkatan Hierarchi Yaitu konflik yang terjadi pada tingkatan hierarhi organisasi. Cara mengatasinya : a. Menghindari perbedaan dalam oreintasi kerja. b. Harus memahami tujuan organisasi. c. Menghindari perbedaan persepsi. 9. Konflik Staf dan Kepala Unit Yaitu konflik yang terjadi antara pemimpin unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang/otoritas kerja. Karena karyawan staf secara tidak formal mengambil wewenang berlebihan. Cara mengatasinya : a. Adanya koordinasi kerja. b. Deskripsi jabatan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang jelas dan tegas. c. Pemimpin mempergunakan otoritas formal, terhadap karyawan yang mempergunakan atau memanfaatkan wewenang yang berlebihan. Cara mengatasi konlik dapat dimanfaatkan pada situasi dan kondisi pada dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi dan memajukan dan menguntungkan prestasi organisasi. Dan menghindari terjadinya konflik tidak fungsional yang merintangi pencapaian tujuan organisasi. KESIMPULAN 1. Konflik kerja dalam organisasi tidak dapat dihindarkan. Konflik ini mungkin positif atau negatif, tergantung pada dampaknya terhadap pencapaian tujuan organisasi. 2. Pandangan tentang pendapat konflik, dapat dilihat dari dari 3 sudut pandang yaitu pandangan tradisional. perilaku, dan pandangan interaksi. Pandangan tradisional berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi. Pandangan perilaku berpendapat bahwa konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat dan bisa pula merugikan organisasi. Pandangan interaksi berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pimpinan organisasi.

56

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

3.

4.

5.

6.

7.

Dalam organisasi dapat terjadi konflik yang disebut fungsional dan disfungsional. Konflik fungsional menimbulkan konfrontasi antara kelompok yang memajukan dan menguntungkan prestasi organisasi. Untuk konflik disfungsional/tidak fungsional berasal dari suatu konfrontasi atau interaksi antara kelompok yang merintangi pencapaian tujuan organisasi. Konflik antar kelompok timbul dari berbagai faktor seperti saling ketergantungan, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan meningkatnya tuntutan akan spesialisasi.. Salah satu tugas yang sulit yang harus dihadapi manajer ialah mendiagnosis dan mengatasu konflik antarkelompok. Beberapa teknik yang bermanfaat untuk menanggulangi konflik antar kelompok mencakup pemecahan masalah, tujuan tinggi, perluas sumber daya, penghindaran, pelunakan, kompromi, kekuasaan, dan pengubahan struktur orang-orang atau struktur organisasi. Masing-masing teknik tersebut bermanfaat dalam situasi dan keadaan tertentu. Beberapa teknik yang bermanfaat untuk menanggulangi konflik mencakup pemecahan masalah, penghindaran, kompromi, dan pelunakan. Bahwa partisipasi merupakan metode yang baik sekali untuk mengindentifikasi perbedaan dan memecahkan konflik.Terlepas dari setuju dan atau tidak setujunya terhadap konflik tersebut. Pemecahan masalah konflik, dapat dilakukan apabila mengerti tentang konflik.

DAFTAR PUSATAKA A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, PT.. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. Boulding, E. “Further Reflections on Conflict Management”. In Power and Conflict in Organizations, ed. R. Kahn and E. Boulding. New York : Basic Books, 1964. Clayton Alderfer dan Ken K. Sminth, Studying Intergroup Relation Embedded in Organization, Maret 1982. Deutsch, M. “Conflicts : Productive and Destructive”. In Conflict Resolution through Communication, ed. F. Jandt. New York : Harper & Row, 1973. Jackson, J.W., “Realistic Group Conflict Theory : A Review and Evaluation of the theoretical abd Empirical. K.W. Thomas dan W.H. Schmidt, A Survey of Mangement Interests with Respect to Conflict, Juni 1976. Rahim., MA., Theory and Research in Conflict Management (New York :Praeger, 1990) Stephen P. Robbins, Organizational Behavior

57

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN ASURANSI JIWA DI INDONESIA UNTUK MENGHADAPI PERSAINGAN DI PASAR REGIONAL DAN GLOBAL (STUDI KASUS DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE INDONESIA) Sudarmadji dan R. Iriana Wihardja Sumintapura (Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora) ABSTRAK Strategi yang diambil oleh perusahaan Prudential Life Assurance Indonesia dalam hal ini untuk strategi SO melakukan inovasi dan modifikasi produk guna meningkatkan penjualan melalui peningkatan manfaat, kualitas dan keistimewaan. Meningkatkan promosi terhadap jenis produk unggulan seperti PRUlink Assurance Account. Strategi WO Prudential harus dapat melakukan perbaikan kualitas pelayanan kepada klien, hal ini dilakukan baik sebelum maupun sesudah menjadi nasabah Prudential. Prudential harus meningkatkan sistem informasi manajemen agar dapat bersaing, dalam hal ini Prudential baru menerapkan decision support system dimana sistem pengambilan keputusan diberikan untuk setiap kantor cabang dengan pengawasan kantor pusat. Strategi ST, pada Prudential berusaha menjaga RBC yang telah dicapai serta menggunakan jaringan distribusi yang telah dibangun untuk meningkatkan penjualan. Strategi WT, dilakukan dengan cara berusaha mencari klien dengan nilai pertanggungan yang besar agar premi yang diterima meningkat baik secara perorangan maupun kolektif berkelompok serta meningkatkan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki. Prioritas strategi yang diambil oleh perusahaan adalah SO, dimana melakukan pertumbuhan yang agresif. Kata Kunci: Persaingan, Strategi Pemasaran.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi menyebabkan perusahaan baik perusahaan penghasil barang maupun penyedia jasa harus mampu beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang bergerak sangat pesat, hal ini terlihat pada posisi konsumen yang semakin strategis dan persaingan antar perusahaan yang semakin tajam menjelang era perdagangan bebas 2020 nanti yang memudahkan perusahaan asing dan pemodal asing untuk memasuki pasar lokal.

58

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Sejak terjadinya krisis finansial di ASIA tahun 1997 menimbulkan banyak perubahan pada situasi bisnis di indonesia seperti adanya restrukturisasi perbankan yang mau tidak mau juga berpengaruh pada industri seperti industri penyedia produk asuransi di Indonesia. Kendati pasar asuransi nasional tidaklah tergolong pasar yang jenuh akibat masih rendahnya kemampuan industri untuk menahan resiko dan persaingan yang ada. Akan tetapi manifestasinya tetap terjadi, dimana pada kenyataannya sedikit perusahaan asuransi yang benar-benar dikenal dan sanggup mempertahankan pangsa pasarnya dari waktu kewaktu yang disebabkan sebagian besar pelaku industri tidak mampu mempertahankan kinerja dan membangunnya untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang terjadi begitu cepat. Asuransi sebagai sektor jasa yang membangun citranya melalui nilai manfaat yang diberikan masyarakat, yang dimanifestasikan dalam kontribusi pembayaran klaim kepada nasabah, serta keseimbangan antara manfaat sosial sebagai faktor eksternalitas dengan kesehatan finansial dan profitabilitas sebagai tolak ukur kinerja perusahaan. PT. Prudential Life Assurance (PLA) berdiri di Indonesia sejak tahun 1995 merupakan salah satu perusahaan jasa penyedia asuransi jiwa yang berkembang pesat diantara kurang lebih 85 perusahaan asuransi jiwa lainnya, dengan aset diatas Rp 1 triliun mengantarkan Prudential menjadi perusahaan asuransi jiwa terbaik di Indonesia per Desember 2003. Bagi negara dalam pertumbuhan berkembang akan mendapat tantangan yang lebih berat. Ada beberapa masalah yang menjadi kendala pertumbuhan industri asuransi di Indonesia saat ini yaitu : 1. Dimana pemerintah kurang menaruh perhatian terhadap industri ini dan belum adanya kebijakan menyeluruh di bidang perasuransian, baik terhadap industri itu sendiri maupun kebijakan perlindungan terhadap masyarakat, misalnya aturan main penguasaan pangsa pasar. 2. Menyangkut surat keputusan (SK) Menteri Keuangan Nomor 481/KMK 017/1999 tentang perhitungan tingkat solvabilitas dengan metode risk based capital (RBC). Dalam ketentuan tersebut, penyesuaian pemenuhan ketentuan RBC dilakukan dengan target angka dan toleransi waktu yang sangat longgar dan protektif. Yakni, 15% pada akhir 2000, 40% pada akhir 2001, 75% pada akhir 2002, 100% pada akhir 2003 dan 120% pada akhir 2004. 3. Insurance density dan persentase pendapatan premi asuransi terhadap Gross National Product (GNP) Indonesia terendah diantara negara-negara ASEAN. 4. Adanya perang tarif antara perusahaan asuransi dalam hal perolehan premi.

59

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Para pelaku usaha sektor asuransi tentu tidak dapat menunggu. Perusahaan dengan karyawannya saat ini harus dapat membaca situasi persaingan dan memutuskan untuk memilih strategi dalam pasar regional maupun global yang tidak terlepas dari visi dan misi perusahaan, karena persaingan adalah inti dari keberhasilan atau kegagalan perusahaan. Tujuan Penelitian : 1. Untuk menganalisis strategi pemasaran dalam menghadapi persaingan pasar regional dan global. 2. Untuk menganalisis posisi bersaing antara perusahaan sejenis di bidang asuransi di tingkat regional dan global.

II. KAJIAN TEORI Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan hal-hal yang sudah pasti sebagai pengganti hal-hal yang belum pasti (A. Abbas Salim, 1989, hal 1). Secara umum asuransi ialah perjanjian timbal balik antara penanggung dan tertanggung dimana penanggung menikmati premi yang diterimanya dari tertanggung. 2.1 Pengertian dan Konsep Strategi Menurut Arthur A. Thompson, (1995). “strategi adalah arah dan cakupan suatu organisasi dalam jangka panjang yang secara ideal menyelaraskan antara sumber-sumber daya dengan perubahan lingkungan, dan secara khusus menyelaraskan sumber daya tersebut dengan pasar konsumen atau klien, juga harapan-harapan stakeholder lain”. Menurut Agustinus Sri Wahyudi (1995) dalam bukunya Pengantar Proses Berpikir Strategik dikatakan bahwa “strategi merupakan konsep yang komprehensif yang dapat diformulasikan dan juga diterapkan pada berbagai macam tingkatan dalam organisasi dan aktivitas perusahaan, dimana strategi dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan tingkatan dalam struktur organisasi”, yaitu: A. Strategi korporate B. Strategi bisnis C. Strategi fungsional 2.2 Pengertian Analisis posisi bersaing Didalam posisi bersaing perusahaan diklarifikasikan dalam empat kategori berdasarkan peranan perusahaan dalam pasar yang dituju, yaitu: 1. Market Leader, perusahaan ini merupakan pemimpin pasar yang mendominasi pasar. Perusahaan dalam posisi ini biasanya mendikte

60

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

perusahaan lain dengan kemampuan inovasi, reseach and development serta modal dan teknologi yang kuat. 2. Market Challenger, perusahaan pada posisi ini merupakan perusahaan yang menduduki urutan kedua atau lebih rendah dalam industri dan dapat menyerang market leader, dimana perusahaan pada posisi ini menciptakan produk jasa yang sama baik tetapi dengan harga lebih rendah sehingga konsumen market leader dapat diambil alih. 3. MarketFollower, perusahaan pada posisi ini merupakan perusahaan yang tidak berani berhadapan langsung dengan market leader karena beresiko, dimana perusahaan dalam posisi ini daerah operasinya tidak luas, mencari peluang yang tidak menyerang perusahaan yang lebih besar. 4. Market Nicher, perusahaan pada posisi ini merupakan perusahaan kecil yang sangat menghindari persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar dan memfokuskan pada sebagian pasar yang tersisa. 2.3 Analisa Lingkungan 2.3.1 Lingkungan Eksternal Analisa ini didasarkan pada lingkungan eksternal yaitu lingkungan yang berada diluar perusahaan yang meliputi, pertama, perkembangan industri asuransi dikawasan Asia Tenggara. Kedua, aspek lingkungan nasional seperti lingkungan demografi, politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya, etika bisnis dan tanggungjawab sosial, dan juga budaya perusahaan. Ketiga, analisa lingkungan industri asuransi menggunakan lima kekuatan persaingan dari Michael E. Porter. New Entrance Barrier to entry

Barrier to exit Industry competitor & Intensity of rivalty

Supplier

Power of suppliers

Threat of subtitutes

Buyers

power of buyers

Substitute of Product Gambar 2.1 Lima kekuatan persaingan industri Sumber : Austin James E, Managing in Developing Countries, Free Press, New York, 1993.

61

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008



Kelima kekuatan tersebut secara bersama-sama akan mempengaruhi dan menentukan keuntungan potensial dari suatu industri.

2.3.2 Lingkungan Internal Pada lingkungan internal, analisa dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari perusahaan terhadap industrinya. Analisa ini meliputi : 1. Analisa company capability Analisa ini dilakukan dengan memberikan penilaian pada kekuatan dan kelemahan faktor manajerial, persaingan, keuangan dan teknik yang dimiliki perusahaan. 2. Matrix SWOT Matrix ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, dimana matrix ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis meliputi : SW

Strengths (S)

Weakness (W)

Strategi SO Strategi ST

Strategi WO Strategi WT

OT Opportunities (O) Treaths (T)

Gambar 2.2 Matrix SWOT Sumber : Freddy Rangkuti, Analisis swot teknik membedah kasus, hal 31

• • • • • •

Kekuatan (strength) yang dapat berwujud skill, sumber daya, kompetensi dan kemampuan bersaing. Kelemahan (weakness) dimana perusahaan dinilai kurang atau lebih dibandingkan dengan para pesaingnya Kesempatan (opportunity) yaitu kemungkinan perusahaan untuk berkembang. Ancaman (threats) hal-hal yang dapat mengancam posisi perusahaan dalam persaingan. Strategi SO, dimana strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST, strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

62

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

• •

Strategi WO, dimana strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WT, strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisa Lingkungan Eksternal Lingkungan Eksternal ini bersifat uncontrollable/ tidak dapat dikendalikan, dimana lingkungan eksternal adalah lingkungan yang berada di luar perusahaan, lingkungan tersebut akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dan strategi yang ditetapkan oleh perusahaan. Oleh karena itu pihak internal perusahaan yang harus menyesuaikan dengan kondisi eksternalnya, apabila perusahaan ingin terus berkembang. 3.1.1.Perkembangan Industri Asuransi di Kawasan Asia Tenggara Industri asuransi Indonesia pada tahun 2000 berhasil meraih pangsa premi baik dari asuransi jiwa maupun non jiwa sebesar US$ 2.455 juta, atau 0.10 % dari share dunia. Asuransi Indonesia di kawasan Asia Tenggara adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Pangsa premi Asuransi Asia Tenggara 2000 ( US $ juta ) Negara Total Non-Jiwa Jiwa Thailand 3.891 2.335 1.556 Malaysia 3.343 2.010 1.333 Singapura 3.083 1.850 1.233 Indonesia 2.472 1.438 988 Philipina 1.455 873 582 Sumber : Sub. Div Riset&Pengembangan Prudential Life Assurance Apabila perkembangan bisnis perasuransian Indonesia ditinjau dari besarnya premi perkapita maka total premi perkapita Indonesia sebesar US $ 12,9 juta perkapita, dimana kontribusi non jiwa adalah US $ 8,2 juta dan US $ 4,7 juta dari asuransi jiwa.

63

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 3.2 Premi Perkapita Asuransi Asia Tenggara 2000 ( US $ juta ) Negara Total Non-Jiwa Jiwa Singapura 1052,2 420,8 631,4 Malaysia 171,5 89,3 82,2 Thailand 65,5 34,1 31,4 Philipina 21,6 14,4 7,2 Indonesia 12,9 8,2 4,7 Sumber : Sub.Div riset&pengembangan Prudential Life Assurance Pangsa premi negara Indonesia sebesar 0,10 % dari share dunia sangatlah kecil terlihat pula dari premi perkapita asuransi Indonesia di kawasan Asia Tenggara masih rendah dibandingkan dengan premi perkapita negara lainnya, hal ini diakibatkan masih rendahnya pendapatan perkapita dan pengetahuan masyarakat Indonesia akan pentingnya berasuransi. 3.1.2.Lingkungan Nasional Menurut Direktorat Asuransi Departemen Keuangan RI, berdasarkan data yang disampaikan perusahaan-perusahaan asuransi, sektor asuransi memiliki 39.731 karyawan dan mempekerjakan 75.841 agen perorangan dan 349 agen berbadan hukum, berdasarkan data tersebut jumlah karyawan perusahaan yang bekerja di sektor industri perasuransian mengalami peningkatan sebesar 23,3 % dibanding tahun 2003 yaitu dari 30.474 karyawan menjadi 39.731 karyawan pada tahun 2004. Jumlah agen perorangan meningkat sebesar 21,7 % dari 59.384 agen menjadi 75.841 agen, sedangkan untuk agen berbadan hukum naik sebesar 2,5 % dari 340 agen pada tahun 2003 menjadi 349 di tahun 2004. Ini mencerminkan industri asuransi merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, ditengah sulitnya masyarakat mencari pekerjaan. Banyak perusahaan asuransi yang mereguk keuntungan akibat krisis, krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ikut program asuransi. Secara makro prospek bisnis asuransi di Indonesia masih sangat menggiurkan dengan lebih dari 200 juta penduduk, baru sekitar 10 % yang memegang polis asuransi, dibandingkan dengan jepang yang telah mencapai 300 % pemegang polis.

64

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tahun

1998

Tabel 3.3 Premi Bruto Menurut Jenis Usaha Tahun 1998-2002 ( Dalam Milyar Rupiah ) Kerugian Jiwa Program Asuransi Jumlah dan Ass.sosial PNS dan Total Reasuransi dan ABRI Jamsostek 6.707,4 4.875,9 2.063,3 1.065,0 14.711,6

1999

6.421,7

5.508,3

797,9

1.114,5

13.842,4

2000

7.287,6

7.304,3

929,4

1.144,5

16.665,8

2001

10.352,0

9.139,7

1.296,2

2.658,3

23.448,1

2002

13.857,6

11.436,3

1.796,7

3.090,6

30.181,2

Sumber : Direktorat Asuransi\\Depkeu.online Tabel 3.4 Perkembangan Asuransi Jiwa Tahun 1999-2003 Perusahaan 1999 2000 2001 2002

2003

Negara

1

1

1

1

1

Swasta Nasional

39

39

40

40

40

Patungan

22

22

23

24

24

Jumlah

62

62

64

65

65

Sumber : Sub. Div. Riset& Pengembangan Pudential Life Assurance 3.1.3.Lingkungan Demografi Jumlah penduduk Indonesia merupakan nomor 5 terbesar di dunia yaitu sekitar lebih dari 200 juta jiwa dan ini merupakan aset yang penting untuk peluang bisnis, selain adanya pertumbuhan dan persebaran penduduk. Dengan mengamati perkembangan baik jumlah maupun laju pertumbuhan penduduk pada tahun mendatang akan memberikan dampak yang cerah bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat Indonesia, apalagi ditambah dengan peningkatan pendapatan perkapita yang semakin meningkat, dimana hal ini memberi peluang bagi industri asuransi untuk terus berkembang di Indonesia, karena dari tahun ke tahun diharapkan jumlah konsumen dari industri tersebut akan meningkat.

65

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Seperti terlihat pada tabel 4.4 dibawah ini tentang hubungan antara penerimaan premi dengan peningkatan jumlah GDP, dimana diprediksi bahwa perkembangan industri asuransi akan meningkat seiring dengan kenaikan GDP. Tabel 3.5 Premi Bruto dan Produk Domestik Bruto Tahun 1999-2003 ( Dalam milyar rupiah ) Tahun Premi Bruto Produk Domestik Bruto Total (A)

Pertumbuhan %

Total (B)

(A) / (B) (%)

1999

15.338,4

14,5

989.573,1

1,55

2000

16.392,8

6,9

999.564,0

1,64

2001

18.400,5

12,2

1.135.832,4

1,62

2002

22.329,3

21,3

1.337.083,0

1,67

2003

26.060,2

16,7

1.749.009,2

1,49

Sumber : BPS data diolah Jumlah premi bruto industri asuransi tahun 2003 mencapai 26 trilyun rupiah meningkat 16,7 % dari tahu sebelumnya Rp 22,3 trilyun, sementara itu kontribusi sektor asuransi terhadap produk domestik bruto sebaqgaimana dicerminkan oleh rasio antara premi bruto terhadap PDB pada tahun 2003 adalah 1,49 %. Melihat keadaan ini maka dapat disimpulkan bahwa asuransi di Indonesia belum dikelola dengan optimal, apalagi dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk dunia karena seharusnya semakin banyak jumlah penduduk maka akan semakin besar pula peluang untuk memperluas pasar asuransi. 3.1.4.Lingkungan Politik Masih berlanjutnya ketidakstabilan keamanan bagi masyarakat seperti kasus bom bali II demontrasi penolakan kenaikan Bahan Bakar Minyak dan masalah-masalah lainnya, membawa dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Dampak negatif ini terlihat dari banyaknya kerugian yang terjadi akibat kasus-kasus seperti diatas, sedangkan dampak positif banyaknya masyarakat yang semakin sadar untuk melindungi diri dan harta bendanya. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan asuransi yang terjadi ke dan dari luar negeri.

66

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 3.6 Kegiatan Asuransi ke dan dari luar Negeri Tahun 1999-2003 ( dalam milyar rupiah ) Keterangan Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 Reasuransi dari L. Negeri Premi diterima 55.274 60.719 63.551 71.478 97.539 -13.690 -14.514 -15.628 -15.755 -18.038 Komisi dibayar -36.599 -36.999 -40.227 -59.688 -72.297 Klaim dibayar I. Surplus (defisit) 4.985 9.206 7.696 -3.965 7.205 Reasuransi ke L. Negeri -1217.264 -1.660.861 -1.562.348 -1.567.925 -3.080.059 Premi dibayar Komisi dibayar 279.065 350.878 355.461 310.264 565.094 475.192 473.671 738.430 862.416 2.189.657 Klaim diterima II. Surplus(defisit) -462.989 -836.312 -468.457 -395.245 -325.308 Defisit Netto(I+II) -458.004 -827.106 -460.761 -399.210 -318.103 Sumber : PLA dan BPS data diolah Defisit neraca pembayaran sektor asuransi pada tahu 2003 adalah Rp 318 milyar. Nilai defisit ini turun cukup besar dibandingkan tahun 2002 sebesar Rp 399 milyar. Rasio klaim reasuransi dari luar negeri terbesar pada tahun 2002 sebesar 85,5 % dan reasuransi ke luar negeri terbesar pada tahun 2003 hal ini akibat adanya klaim diterima yang cukup besar banyak terjadi pada tahun 2003. Tabel 3.7 Rasio Klaim (%) Tahun 1999-2003 Keterangan Tahun 1999 2000 2001 2002 Reasuransi dari LN 62,4 % 67,1 % 67,1 % 85,5 % Reasuransi ke LN 28,5 % 47,3 % 47,3 % 55,0 % Sumber : PLA dan BPS data diolah

2003 74,1 % 71,1 %

3.1.5.Analisa Lingkungan Industri Pada dasarnya intensitas persaingan dalam suatu industri tidak tergantung dari sifat kebetulan atau nasib, tetapi persaingan berakar pada

67

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

struktur ekonomi dari industri itu sendiri. analisa ini dilakukan untuk mengidentifikasikan aspek-aspek struktural dari industri yang menentukan posisi dalam industri tersebut, dimana perusahaan dapat melindungi diri sendiri dengan sebaik-baiknya terhadap tekanan persaingan atau dapat mempengaruhi tekanan tersebut secara positif. Analisa ini meliputi : Ancaman dari pendatang baru Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut bagian pasar, serta seringkali dengan sumber daya yang besar. Potensi ancaman bagi masuknya pendatang baru khususnya datang dari perusahaan asuransi domestik dan perusahaan asing yang menganggap pasar Indonesia cukup potensial dan menjanjikan. Hambatan masuk bagi industri asuransi besar karena dibutuhkan modal yang besar sebesar 100 milyar rupiah apabila ingin mendirikan perusahaan asuransi baru dan khusus perusahaan asuransi yang ada harus menyesuaikan dengan kecukupan modal yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan, bagi perusahaan asing adanya larangan untuk beroperasi secara langsung di Indonesia, sesuai dengan PP No. 63 tahun 1999 dimana hambatan tersebut dewasa ini diatasi dengan membentuk perusahaan asuransi patungan dengan perusahaan domestik, dengan cara ini perusahaan dapat memperoleh manfaat skala ekonomis dan pengalaman manajemen, sedangkan bagi perusahaan asing dapat menembus pasar di Indonesia melalui pembagian modal investasi dengan perusahaan domestik. PT. Prudential Life Assurance termasuk dalam kategori perusahaan asuransi yang baru masuk ke Indonesia, pada tahun 1995 PT Prudential Life Assurance didirikan, merupakan bagian dari Prudential plc, grup jasa keuangan terkemuka di Inggris dengan status kepemilikan saham, 94,6 % dimiliki oleh The Prudential Assurance Company Ltd dan sisanya 5,4 % dimiliki oleh PT Sasana Dwi Paramitra sebagai pelaksana operasional di Indonesia. Persaingan antara perusahaan yang sudah ada dalam industri Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Pada kebanyakan industri gerakan persaingan oleh suatu perusahaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap para pesaing. Persaingan yang saat ini dialami perusahaan pada umumnya adalah dalam hal perolehan premi guna menekan biaya operasi yang tinggi karena

68

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

apabila jumlah pemegang polis cukup banyak dapat menutup kemungkinan terjadinya resiko kerugian. Pada perusahaan asuransi tipe persaingan yang ada adalah persaingan tidak sempurna yang bersifat oligopoli karena banyaknya perusahaan asuransi jiwa yang ada sebanyak 85 perusahaan dan mereka menjual produk-produk yang sedikit perbedaannya. Pelaku persaingan dalam asuransi Jiwa yang masuk dalam kategori 10 besar dilihat dari perolehan premi dan pangsa pasarnya adalah sebagai berikut : Tabel 3.8 Laporan premi perusahaan asuransi jiwa patungan/ joint venture ( 10 besar ) Tahun 2002 (dalam jutaan rupiah) Nama Perusahaan

Unsur Premi Murni

Unsur Premi Lainnya (Actual)

Unsur Premi Lainya (Assumption) 185.458,00 219.971,35

Premi (Gross)

PT. Asuransi Aig Lippo Life 1.240.390,26 1.020.418,91 PT. Prudential Life Assurance 369.530,67 189.854,05 93.299,58 462.830,25 PT. Asuransi Jiwa Manulife Ind. 361.364,00 187.101,00 87.056,00 448.420,00 PT. Asuransi Jiwa Sewu NY Life 287.788,00 135.711,00 67.363,00 355.151,00 PT. Asuransi Aia Indonesia 139.575,00 115.274,00 134.258,00 273.833,08 PT. Asuransi Sun Life Indonesia 86.192,01 73.249,44 46.154,27 132.346,28 PT. Asuransi Alianz Life 91.299,38 77.891,24 30.497,35 121.796,73 PT. Astra Cmg Life 83.050,46 31.912,84 32.750,15 115.800,61 PT. Aetna Life Indonesia 63.161,00 48.565,00 48.566,00 111.727,00 PT. Asuransi Jiwa Eka Life 79.637,91 26.150,03 26.150,03 105.787,94 Sumber : Depkeu\\Direktorat Asuransi\\www.depkeu.go.id

69

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 3.9 Market share perusahaan asuransi jiwa patungan/ joint venture ( 10 besar ) Tahun 1998-2002 (dalam persen) Nama Perusahaan PT. Asuransi Aig Lippo Life PT. Prudential Life Assurance PT. A.J Manulife Indonesia PT. A.J Sewu New York Life PT. Asuransi Aia Indonesia PT. Asuransi Alianz Life PT.Asuransi Sun Life Indonesia Pt. Astra Cmg Life PT. Asuransi Jiwa Eka Life PT.Aetna Life Indonesia Lain-Lain Total

1998 M.share 15,97 9,26 4,43 4,08 2,89 3,90 3,17 2,76 1,34 2,09 50,10 100

1999 M.share 14,06 8,54 4,65 3,97 3,53 3,83 2,50 3,07 1,48 2,06 52,30 100

2000 M.share 13,83 8,62 4,74 4,27 4,20 3,32 2,24 2,99 1,98 2,05 51,76 100

2001 M.share 21,06 8,86 4,48 4,01 2,78 2,97 3,59 1,65 2,45 2,41 45,74 100

2002 M.share 11,15 8,89 5,72 4,33 3,91 3,43 4,64 2,84 2,60 2,01 50,48 100

Sumber : Depkeu\\Direktorat Asuransi\\www.depkeu.go.id Dari data diatas terlihat bahwa pada perusahaan asuransi jiwa joint venture, market share PT. Asuransi AIG Lippo Life masih sebagai market leader, dimana sejak 1998 sampai dengan tahun 2002 menempati posisi pertama sedangkan untuk market challenger ditempati oleh PT. Prudential Life Assurance dengan perolehan market share 9,26 % pada tahun 1998, 8,54 % pada tahun 1999, 8,62 % pada tahun 2000, 8,86 % pada tahun 2001, dan 8,89 % pada tahun 2002. Pada tabel berikut ini terlihat market share relatif antara Asuransi Prudential dengan Asuransi AIG Lippo.

Tahun

Tabel 3.10 Market share Pertumbuhan Ekonomi Indonesia -13,68 % 0,23 % 0,27 % 0,31 % 0,31 %

Pertumbuhan industri asuransi Indonesia 1998 4,5 % 1999 8,02 % 2000 8,05 % 2001 8,22 % 2002 8,23 % Sumber : Laporan Keuangan PT Prudential, Depkeu, BPS

Market share relatif Prudential / AIG Lippo 9,26 / 15,97 = 0,58 % 8,54 / 14,06 = 0,60 % 8,62 / 13,83 = 0,62 % 8,86 / 21,06 = 0,42 % 8,89 / 11,15 = 0,80 %

70

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tekanan dari produk pengganti Mengenali produk substitusi adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Produk substitusi yang dapat damati adalah berupa gabungan jasa asuransi jiwa dengan pelayanan jasa lainnya, misalnya jasa perbankan seperti tabungan, deposito dan investasi dipasar modal yang lebih menguntungkan dibandingkan mengikuti program asuransi. Kekuatan tawar-menawar pembeli Pada perusahaan asuransi pembeli terdiri dari perseorangan maupun badan usaha, pembeli memiliki bargaining power yang kuat, karena banyaknya perusahaan asuransi yang menawarkan produk yang sedikit berbeda dengan perusahaan lain sehingga calon pembeli mempunyai pilihan yang cukup banyak disesuaikan dengan keinginan, kebutuhan dan kemampuannya. Bargaining power ini dapat dilihat dari produk umum yang ditawarkan perusahaan asuransi jiwa. 3.2 Analisa Lingkungan Internal 3.2.1 Analisa Kemampuan Perusahaan ( Company Capability Analysis ) A.

Faktor Manajerial Pada faktor manajerial terlihat perusahaan memiliki kelebihan dalam hal image korporasi dan tanggungjawab sosial, hal ini didukung pula oleh kemampuan manajerial dalam hal menarik dan mempertahankan karyawannya yang kreatif, dimana upaya ini dilakukan secara kontinyu dengan memberikan pelatihan atau pendidikan kepada karyawan dan Prudential sendiri dalam menghadapi persaingan bersikap selalu agresif dalam artian selalu mengantisipasi keadaan atau perkembangan para pesaingnya.

Manajerial Factors Corporate image, social responsibility Use of Strategic plans and strategic analysis Environmental forecasting Speed of response to changing condition Flexibility of organization structure Ability to attract and retain creative people Aggressiveness in meeting competition

Weak Netral

Strong

Gambar 3.1 Grafik Profile Company Capability

71

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

B. Faktor Persaingan (competitive factor) Pada faktor persaingan Prudential memiliki mkelebihan dalam hal kekuatan produk, kualitas dan tentunya keunikan, dalam hal market share perusahaan masih rendah, dikarenakan perusahaan Prudential membidik pasar dikalangan Eksekutif muda dimana nilai resiko terjadinya klaim tidak terlalu tinggi. Hambatan masuk untuk perusahaan asuransi sendiri besar, khususnya untuk perusahaan asing adanya peraturan yang menyebutkan bahwa perusahaan asing tidak bisa secara langsung masuk atau membuka perusahaan asuransi di Indonesia. Competitive factors Product strength, quality, uniqeness Customer loyalty and satisfaction Market share High barrier to entry into market Advantage taken of market potensial Customer concentration

Weak

Netral

Strong

Gambar 3.2 Grafik Profile Company Capability

C. Faktor teknik (technical factor). Prudential memiliki kemampuan dalam hal teknis, dimana hal ini terlihat dari proses penyelesaian klaim sampai dengan survey dilakukan dengan cepat dan didukung pula oleh adanya sistem informasi yang ada. Technical factors Technical and manufacturing skills Resources, personnel utilization Intensity of labor to produce product Level of coordination and integration

0%

50 %

100 %

Gambar 3.3 Grafik Profile Company Capability

D. Faktor Keuangan (financial factors) Faktor keuangan perusahaan tahun 2004 terlihat dibawah ini : • Total pendapatan premi mengalami pertumbuhan sebesar 53 % menjadi Rp 1,56 trilyun dibandingkan dengan Rp 1,02 trilyun di tahun 2003

72

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

• Pendapatan premi dari bisnis baru sebesar Rp 994 milyar, meningkat sebesar 54 % dari hasil sebelumnya di tahun 2003 • Laba Sebelum Pajak adalah Rp 163 milyar, meningkat sebesar 130 % dibandingkan dengan laba tahun 2003 • Rasio Solvabilitas (RBC) per tanggal 31 desember 2004 adalah sebesar 469 % jauh melampaui persyaratan minimun 120 % sesuai dengan ketentuan Departemen Keuangan RI. • Rasio Likuiditas Prudential sangat sehat 132 % per 31 Desember 2004, dimana rasio Likuiditas minimun adalah 100 %. Dari rasio keungan diatas, terlihat perusahaan Prudential memiliki kemampuan didalam memenuhi likuiditasnya, dimana aktiva lancar lebih besar dibandingkan dengan hutang lancarnya dan bersifat solvable karena jumlah aktiva lebih besar dibandingkan dengan jumlah hutangnya, hal ini didukung pula oleh besarnya investasi yang diperoleh dari dana menganggur perusahaan yang mengalami peningkatan. Perusahaan Prudential memiliki ROI yang rendah ini menunjukkan belum tercapainya efisiensi manajemen. 3.2.2 Matrix SWOT Matrik SWOT dibuat berdasarkan analisa lingkungan eksternal dan analisa lingkungan internal, indikator yang digunakan dalam menentukan bobot variabel eksternal biasanya adalah : Depresiasi mata uang, Inflasi, Daya beli konsumen, Regulasi pemerintah, Perubahan Teknologi, Besarnya pasar, Petumbuhan pasar, Struktur persaingan. Sedangkan untuk variabel internal digunakan Pangsa pasar, Variasi produk, Efektivitassaluran distribusi, Harga produk, Efisiensi kerja, Kualitas produk dan Citra perusahaan. Menentukan besarnya indikator variabel bisa menggunakan dua cara, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dalam penelitian ini digunakan analisa kualitatif dengan melibatkan pihak intern manajemen PT Prudential Life Assurance karena analisa secara kuantitatif membutuhkan data angka secara time series (runtut waktu) yang cukup sulit untuk didapat. Dalam penelitian ini digunakan skala lima tingkatan, yaitu (- -) untuk buruk, (-) untuk cukup buruk, (0) untuk netral, (+) untuk cukup baik dan (+ +) baik. Kondisi diperoleh dengan melihat kualitas masing-masing indikator (kualitatif).

73

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Tabel 3.11 Indikator Variabel Eksternal Indikator Kondisi Keterangan Depresiasi mata uang -Tak bisa dihindari Inflasi Berpengaruh Daya beli konsumen Masih rendah Regulasi pemerintah + Bisa diatur Perubahan teknologi + Semakin maju Besarnya pasar ++ Masih luas Pertumbuhan pasar ++ Semakin cepat Struktur persaingan + Oligopoli Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa faktor depresiasi mata uang menjadi hambatan yang paling besar ditandai dengan nilai (- -) yang artinya pada tahun berkaitan (2002) depresiasi mata uang rupiah menjadi hambatan dalam bisnis asuransi jiwa yang dijalankan oleh PT Prudential Life Assurance. Inflasi menjadi hambatan kedua karena berpengaruh langsung terhadap daya beli konsumen terlihat dari nilai (-) pada kedua indikator. Sedangkan untuk indikator lain menunjukkan nilai yang baik, bahkan untuk besarnya pasar dan pertumbuhan pasar mempunyai niali (+ +) artinya sangat baik. Hal ini dipengaruhi oleh sistem keagenan yang diterapkan oleh PT Prudential Life Assurance sehingga memperluas pasar dengan semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya asuransi jiwa. Tabel 3.12 Indikator Variabel Internal Indikator Keterangan Kondisi Pangsa pasar Semakin ketatnya persaingan Variasi produk ++ Banyak macam Efektivitassaluran distribusi + Target dng imbalan bonus Harga produk + Bersaing Efisiensi kerja + Mempunyai struktur jelas Kualitas produk + Bersaing Citra perusahaan + baik Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pangsa pasar menjadi satusatunya kendala, hal ini disebabkan semakin ketatnya persaingan dalam bisnis Asuransi Jiwa di Indonesia. Persaingan datang dari pemain lama maupun pemain baru dalam industri Asuransi Jiwa. Kelebihan yang paling menonjol dari Internal Perusahaan adalah bervariasinya produk asuransi jiwa yang ditawarkan oleh PT Prudential Life Assurance ditandai dengan niali ( + + ) pada indikator Variasi produk.

74

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Dari hasil analisis diatas dapat dibuat matrix SWOT, dimana matrix ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, adapun matrix SWOT Prudential sebagai berikut : Tabel 3.13 Matrix SWOT Strenght ( S ) • Memiliki jaringan distribusi yang luas • Kinerja keuangan yang baik dalam hal likuiditas dan solvabilitas • Image dan tanggungjawab sosial yang kuat • Budaya kerja perusahaan yang kondusif • RBC 469 % pada akhir tahun 2004 diatas standar

Weaknesses ( W ) • Pangsa pasar masih rendah karena brand image masih lemah • Premi yang diterima relatif kecil karena banyak klien perseorangan • Penggunaan teknologi informasi masih ada keterbatasan

Opportunities ( O ) • Pasar untuk jasa asuransi masih luas karena kebutuhan konsumen yang terus meningkat • Memiliki jaringan distribusi yang luas • Pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan lebih dari 5 %

Strategi SO • Meningkatkan kemitraan dengan pihak agen asuransi sebagai ujung tombak perusahaan • Melakukan inovasi dan modifikasi produk • Meningkatkan promosi terhadap jenis produk unngulan seperti PRUlink assurance account

Strategi WO • Prudential harus memperbaiki kualitas pelayanan kepada klien • Menerapkan metode jemput bola dalam memasarkan produknya • Prudential harus terus meningkatkan sistem informasi manajemen agar mampu bersaing

Threats ( T ) • Tingkat inflasi yang tinggi • Dikeluarkannya peraturan pemerintah guna mendukung peran industri asuransi yang kompetitif • Konsumen banyak dikecewakan terhadap iklan yang ditawarkan perusahaan asuransi yang tidak sesuai dengan kenyataannya

Strategi ST • Berusaha menjaga RBC yang telah dicapai • Menggunakan jaringan distribusi pemasaran yang dimiliki untuk meningkatkan penjualan • Menjaga image yang telah dibangun

Strategi WT • Terus meningkatkan brand image untuk meningkatkan pangsa pasar • Mencari klien dengan nilai pertanggungan yang besar • Meningkatkan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki

SO

OT

75

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

3.3 Usulan Strategi PT. Prudential Life Assurance A. Strategi SO Adalah penggunaan kekuatan perusahaan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada, strategi yang dapat dilakukan : • Meningkatkan kemitraan dengan pihak agen asuransi sebagai pihak yang secara terus-menerus mencari nasabah / klien, juga meningkatkan kemitraan dengan badan hukum lokal untuk memperolehketerampilan sumber daya dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi kompleksitas dalam melakukan bisnis di daerah-daerah tempat pemahaman budaya dan kebiasaan lokal yang sangat menentukan sukses bisnis. • Melakukan inovasi dan modifikasi produk guna meningkatkan penjualan melalui peningkatan manfaat, kualitas dan keistimewaan. • Meningkatkan promosi terhadap jenis produk unggulan seperti PRUlink Assurance Account. B. Strategi WO Prudential harus memperbaiki kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada, dalam hal ini dapat dilakukan beberapa pilihan strategi, yakni : • Melakukan perbaikan kualitas pelayanan kepada klien, hal ini dilakukan baik sebelum maupun sesudah menjadi nasabah Prudential. • Prudential harus meningkatkan sistem informasi manajemen agar dapat bersaing, dalam hal ini Prudential baru menerapkan decision support system dimana sistem pengambilan keputusan diberikan untuk setiap kantor cabang dengan pengawasan kantor pusat. C. Strategi ST Penggunaan kekuatan untuk menghindari ancaman yang akan dihadapi oleh Prudential, strategi yang dapat dilakukan adalah : • Berusaha menjaga RBC yang telah dicapai agar tetap berada diatas standar yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pada akhir 2004 ditetapkan 120 %, sedangkan RBC yang telah dicapai PT.

76

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Prudential pada 31 desember 2004 sebesar 469 % jauh diatas standar Departemen Keuangan RI. • Meningkatkan jaringan distribusi dan keagenan yang telah dibangun serta menjaga image perusahaan untuk meningkatkan penjualan. D. Strategi WT Selain untuk memanfaatkan peluang, Prudential harus pula memperbaiki kelemahan internal untuk menghadapi ancaman di masa depan, yakni : • Memperbaiki brand image yang masih relatif lemah • Mencari klien dengan nilai pertanggungan besar • Terus meningkatkan pelatihan dan pengembangan kepada pegawai dan agen, terutama perekrutan agen baru harus benar-benar diseleksi melalui prosedur yang ada, hal ini berguna juga untuk meningkatkan produktivitas dan meningkatkan moral tenaga kerja dalam mengembangkan diri secara profesional. Prioritas strategi yang dipilih adalah SO, dimana perusahaan mendukung strategi agresif dan upaya yang dilakukan dengan jalan : • Terus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri, bahkan sampai daerah-daerah dimana kantor cabang/ keagenan beroperasi. Kerjasama yang dilakukan dengan ICICI Bank, CITIC Group, Bank of China International dan Standard Chartered Bank untuk luar negeri dan perusahaan asuransi lain yang ada di dalam negeri, hal ini guna menciptakan iklim perasuransian yang kondusif dan sebagai pijakan untuk menyebarkan risiko yang telah diperolehnya baik dalam skala besar maupun kecil. • Melakukan Inovasi dan memodifikasi produk guna meningkatkan penjualan melalui peningkatan kualitas, peningkatan manfaat secara berkesinambungan merubah desain produk guna menarik pembeli baru maupun untuk meningkatkan pembelian ulang yang ada, untuk keistimewaan dengan menambah luas manfaat seperti yang telah dilakukan Prudential saat ini dengan produk unggulannya yaitu PRUlink Assurance Account dimana klien bisa menikmati manfaat asuransi dan juga berinvestasi.

77

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

• Meningkatkan promosi terhadap jenis produk unggulan baik produk baru maupun produk lama yang telah dimodifikasi, dimana promosi bisa dilakukan dengan melalui media iklan maupun personal selling.

1V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN PT. Prudential Life Assurance merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa milik swasta, dimana posisi persaingan perusahaan Prudential sejak tahun 1999 sampai dengan 2003 adalah sebagai market challenger, posisi market leader dalam Bisnis asuransi yang dikelola oleh perusahaan patungan/ joint venture tetap diduduki oleh PT Asuransi Jiwa AIG Lippo Life, akan tetapi Prudential optimis akan bisa menduduki posisi market leader sesuai dengan tujuan perusahaan dengan peningkatan pelayanan yang telah dilakukan. PT. Prudential Life Assurance memiliki kekuatan dalam hal jaringan bisnis. Memiliki 24 jaringan bisnis di Asia yang tersebar di 12 negaraCina, Hongkong, India, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand dan Vietnam, melayani lebih dari 5 juta nasabah di Asia. Juga dalam pemasaran, dengan enam kantor pemasaran dan 68 kantor keagenan yang tersebar diseluruh Indonesia siap memperkenalkan produk-produk unggulannya kepada masyarakat Indonesia. Memiliki image dan tanggungjawab sosial yang kuat dan RBC tahun 2004 sebesar 469 % melampaui yang telah ditetapkan oleh Departemen Keuangan yaitu sebesar 120 % untuk tahun 2004 dan kinerja keuangan yang baik dalam hal likuiditas dan solvabilitasnya, sedangkan kelemahan Prudential pangsa pasarnya sampai saat ini masih rendah karena brand imagenya masih melekat pada pos-pos yang relatif kecil seperti perseorangan sehingga premi yang didapat kecil, serta penggunaan teknologi informasi yang masih terbatas. Peluang yang ada untuk pasar asuransi jiwa masih luas karena kebutuhan konsumen yang terus meningkat hal ini ditandai dengan adanya peningkatan premi dari tahun ke tahun, apalagi dengan produk-produk asuransi yang disertai investasi atau tabungan seperti yang dimiliki oleh Prudential. Ancaman yang

78

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

mempengaruhi industri asuransi Prudential adalah tingkat inflasi yang masih tinggi pada tahun 2004 karena dengan tingkat inflasi yang tinggi banyak masyarakat yang lebih memilih menginvestasikan uangnya dibank dibandingkan untuk membeli produk-produk asuransi, banyaknya konsumen yang dikecewakan oleh janji-janji yang ditawarkan lewat iklan perusahaan asuransi lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataannya secara umum menurunkan kepercayaan masyarakat pada produk asuransi, termasuk produk-produk asuransi yang ditawarkan Prudential. Strategi yang diambil oleh perusahaan Prudential Life Assurance Indonesia dalam hal ini untuk strategi SO melakukan inovasi dan modifikasi produk guna meningkatkan penjualan melalui peningkatan manfaat, kualitas dan keistimewaan. Meningkatkan promosi terhadap jenis produk unggulan seperti PRUlink Assurance Account. Strategi WO Prudential harus dapat melakukan perbaikan kualitas pelayanan kepada klien, hal ini dilakukan baik sebelum maupun sesudah menjadi nasabah Prudential. Prudential harus meningkatkan sistem informasi manajemen agar dapat bersaing, dalam hal ini Prudential baru menerapkan decision support system dimana sistem pengambilan keputusan diberikan untuk setiap kantor cabang dengan pengawasan kantor pusat. Strategi ST, pada Prudential berusaha menjaga RBC yang telah dicapai serta menggunakan jaringan distribusi yang telah dibangun untuk meningkatkan penjualan. Strategi WT, dilakukan dengan cara berusaha mencari klien dengan nilai pertanggungan yang besar agar premi yang diterima meningkat baik secara perorangan maupun kolektif berkelompok serta meningkatkan pelatihan untuk pengembangan sumber daya manusia yang dimiliki. Prioritas strategi yang diambil oleh perusahaan adalah SO, dimana melakukan pertumbuhan yang agresif. 4.2. SARAN Saran yang dikemukakan oleh penulis sehubungan dengan permasalahan diatas yaitu : • Prudential perlu untuk melakukan berbagai riset pasar guna terus memodifikasi produk asuransinya, hal ini dilakukan untuk menghindari kejenuhan pasar dan juga agar produk-produk Prudential mempunyai nilai yang lebih baik daripada produk asuransi jiwa perusahaan lain dimata konsumen.

79

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

• Perlu diterapkannya expert system guna mendukung operasional. Expert system merupakan dukungan sistem dengan aplikasi komputer, contohnya dengan expert system keadaan kesehatan tertanggung bisa terdeteksi walaupun hanya sebagai gambaran tidak mutlak, sehingga bisa diambil tindakan yang cepat dan tidak berbelit-belit. • Prudential harus terus memantau kinerja agen-agen asuransi sebagai ujung tombak pemasaran, memberikan informasi terkini dan pelatihanpelatihan guna menjaga kualitas dari masing-masing individu. • Prudential harus terus menjaga image dan hubungan baik dengan relasi yang ada, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan diskon khusus, layanan tambahan ataupun menjadi sponsor dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh relasi Prudential dan meningkatkan pelayanan dalam upaya proses penyelesaian klaim agar tenggang waktu sampai pembayaran klaim tidak terlalu lama dan tertanggung bisa segera menikmati manfaat dari produk asuransi yang diikutinya.

DAFTAR PUSTAKA Kotler, Philip, 2005, Manajemen Pemasara, jilid 1 dan 2 , Edisi kesebelas , PT. Indek kelompok. Gramedia, Jakarta. Kotler, Philip, 2005 dan Kevin Lane Keller , 2006, Marketing Manajement, Edisi keduabelas, Pearson Prentice Hall, New Jersey. The Directorate of Inssurance , Ministry of Finance – Indonesia - Federation of Indonesian Inssurance Assosiatons ( formerty DAI ) 2001. Indonesian Inssurance in 2000. Dewan Asuransi Indonesia. Jakarta. The Directorate of Inssurance , Ministry of Finance – Indonesia - Federation of Indonesian Inssurance Assosiatons ( formerty DAI ) 2001. Indonesian Inssurance in 2005. Dewan Asuransi Indonesia. Jakarta. The Directorate of Inssurance , Ministry of Finance – Indonesia - Federation of Indonesian Inssurance Assosiatons ( formerty DAI ) 2001. Indonesian Inssurance in 2006. Dewan Asuransi Indonesia. Jakarta. Tjiptono, Fandy, 1997, Strategi pemasaran , Edisi kedua, Andi, Yogyakarta.

80

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

PERANAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS USAHA Sumarsid dan Binsar M. Sagala (Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora) ABSTRAK Setiap waktu kita berhubungan dengan orang lain, yang kita butuhkan adalah etika, apalagi dalam dunia bisnis sangatlah penting,baik di kantor, di perjamuan, di lingkungan keluarga, dalam suasana-suasana perkenalan maupun untuk menjadi agar persahabatan menjadi kokoh. Tanpa etika, tata cara atau sopan santun, seseorang akan menjadi ”cacat”. Tidak peduli apakah ia seorang yang kaya-raya, pandai, pejabat, ruhaniawan, apalagi bisnisman. Semua orang membutuhkan etika untuk menunjang kemudahan, keindahan dan kesempurnaan pribadinya. Dengan etika yang baik, maka karier, bisnis dan kedudukan seseorang akan melonjak naik karena akan mampu menjaga hubungan yang baik dengan kolega maupun relasi. Kunci sukses : Etika,Tingkah laku, Sukses

1. P E N D A H U L U A N 1. 1. Latar Belakang Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk mendapatkan profit. Bisnis dapat pula diartikan sebagai sebuah kegiatan atau usaha, atau aktivitas terpadu yang meliputi pertukaran barang, jasa, atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud memperoleh manfaat atau keuntungan. Dengan demikian bisnis merupakan proses sosial yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keinginan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat atau keuntungan. Beberapa hari terakhir ada dua berita yang mempertanyakan apakah etika dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT Lapindo Brantas. Kedua, obat antinyamuk HIT yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus Lapindo, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus HIT, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya,ada kesan permintaanmaaf itu klise. Penarikan

81

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung. Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana perusahaan bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis. Namun, belakangan beberapa akademisi dan praktisi bisnis melihat adanya hubungan sinergis antara etika dan laba. Menurut mereka, justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. 1. 2.

Perumusan Masalah Berkaitan dengan etika bisnis, maka dalam makalah ini akan di bahas tentang seberapa pentingnya etika dalam melaksanakan kegiatan perekonomian. Apakah etika diperlukan dalam melaksanakan kegiatan perekonomian ataukah kita harus mengenyampingkan etika jauh- jauh dari kegiatan perekonomian ? Dan sebelum itu semua, penulis juga akan membahas definisi dari etika bisnis itu sendiri. Berdasarkan uraian dan keadaan faktual perusahaan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Apa pengertian Etika Bisnis ? Apa peranan etika dalam kegiatan bisnis ? Bagaimana cara membangun etika dalam dunia bisnis ? 1. 3.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan konsep etika bisnis secara terperinci . Apabila dirinci lebih lanjut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : Mengetahui pengertian Etika Bisnis. Mengetahui peranan etika dalam kegiatan bisnis. Mengetahui bagaimana cara membangun etika dalam dunia bisnis.

82

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Diharapkan dengan mengetahui konsep manajemen syariah dalam pengupahan karyawan, maka bermanfaat untuk dijadikan acuan bagi perusahaan atau badan-badan usaha lainnya. 1. 4.

Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada pengertian etika dalam berbisnis dan juga bagaimana peranan etika dalam dunia bisnis tersebut. Selain itu juga disinggung beberapa kiat bagaimana cara membangun etika yang baik dalam dunia bisnis.

II. TELAAH LITERATUR 2.1. Pengertian Etika Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik atau buruk. Sedangkan Penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. Etika adalah kepercayaan tentang apa yang benar dan salah atau baik dan buruk dalam tindakan yang mempengaruhi yang lain. 2.2.

Pengertian Bisnis Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa untuk mendapatkan profit. Bisnis dapat pula diartikan sebagai sebuah kegiatan atau usaha, atau aktivitas terpadu yang meliputi pertukaran barang, jasa, atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud memperoleh manfaat atau keuntungan. Dengan demikian bisnis merupakan proses sosial yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keinginan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat atau keuntungan. 2.3.

Pengertian Etika Bisnis Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis

83

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Perilaku etis adalah tingkah laku yang disesuaikan terhadap norma sosial yang diterima secara umum berkenaan dengan tindakan yang berguna dan berbahaya. Ada model 3 langkah sederhana untuk melakukan penilaian etika untuk situasi yang muncul selama aktivitas bisnis, yakni : 1. Mengumpulkan informasi relevan yang sesungguhnya; 2. Menganalisis fakta-fakta untuk menetapkan nilai moral yang paling sesuai; 3. Membuat keputusan etik berdasarkan pada kebenaran atau kesalahan dari kebijakan atau aktivitas yang dimaksudkan. Empat norma etik tersebut adalah kegunaan (utility), hak (rights), keadilan (justice), dan kepedulian (caring). Tanggung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholder, yakni meliputi tanggung jawab kepada konsumen, karyawan, investor, pemasok, dan komunitas lokal di mana bisnis berada. Empat area tanggung jawab organisasi, yakni tanggung jawab ke depan terhadap lingkungannya, konsumennya, karyawannya, dan investornya. Empat macam pendekatan tanggung jawab sosial adalah Obstructionist stance, Defensive stance, Accommodative stance, dan Proactive stance. Etika bisnis mencakup bagaimana menata hubungan yang etis perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan seperti hubungan perusahaan dan seluruh pemasok, pelanggan, karyawan, masyarakat sekitar, lingkungan, dan pemerintah. Sedangkan etika kerja mengatur hubungan antara pekerja dan sesama pekerja, pekerja dengan atasan, pekerja dengan pimpinan perusahaan, perusahaan dengan pemangku kepentingan lainnya. Nilai pekerja harus dihayati dan dipratikkan dan pekerjaan sehari-hari. Bukan hanya sekadar menyelesaikan pekerjaan juga cara melakukan pekerjaan (how to do not only what to do)

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1. Pentingnya Etika dalam Dunia Bisnis Berbisnis dengan etika dan atau etika berbisnis, sebenarnya keberadaan etika bisnis tidak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sederhana atau ”remeh” atau, “ Bisakah kita melakukan etika berbisnis/ tidak melanggar hukum untuk meningkatkan kinerja divisi kita ?” jawabannya “pasti bisa”. Jurnal Business and Society Review (1999), menulis bahwa 300 perusahaan besar yang terbukti melakukan komitmen dengan publik yang berlandaskan pada kode etik akan meningkatkan market value added sampai dua-tiga kali dari pada perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa.Bukti lain, seperti riset

84

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

yang dilakukan oleh DePaul University (1997),menemukan bahwa perusahaan yang merumuskan komitmen korporat mereka dalam menjalankan prinsipprinsip etika memiliki kinerja finansial (berdasarkan penjualan tahunan/revenue) yang lebih bagus dari perusahaan lain yang tidak melakukan hal serupa. Sebuah studi selama 2 tahun yang dilakukan The Performance Group, sebuah konsorium yang terdiri dari Volvo, Unilever, Monsato, Imperial Chemical Industires, Deutsche Bank, Electolux, dan Gerling, menemukan bahwa pengembangan produk yang ramah lingkungan dan peningkatan environmental compliance bisa menaikkan EPS (earning per share) perusahaan, mendobrak profitability, dan menjamin kemudahan dalam mendapatkan kontrak atau persetujuan investasi. Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsipprinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya

85

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Perspektif Makro. Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu: 1. Hak memiliki dan mengelola properti swasta; 2. Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa; dan 3. Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro : 1. Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan. 2. Coercive act. Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis. 3. Deceptive information 4. Pecurian dan penggelapan 5. Unfair discrimination. 2. Perspektif Bisnis Mikro. Dalam Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai relasi di mana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1) Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)

86

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut; (2) Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain; (b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran, dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social; (2) Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain; dan (3) Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatann bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan.

87

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian. 3.2. Hal- Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Menciptakan Etika Bisnis. Pengendalian Diri Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masingmasing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etik". Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll. Mempertahankan Jati Diri Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi. Menciptakan Persaingan yang Sehat Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan

88

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatankekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan" Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.

89

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Memelihara Kesepakatan Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa. Memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis. Menuangkan ke dalam Hukum Positif Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi. Ahli pemberdayaan kepribadian Uno (2004) menjelaskan bahwa mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum, sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, eningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturanaturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturanaturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi.

90

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis seperti uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan (rightness)” atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai ”baik(good” atau buruk(bad)”. Sedangkan penentuan baik dan buruk adalah suatu masalah selalu berubah. 2. Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. 3.Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubahmenjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis dan Etika tidak dapat dipisahkan dari dunia bisnis. 3.2. Saran Menjadikan etika satu kesatuan dalam dunia bisnis, dan melakukan langkahlangkah pembentukan etika dalam berbisnis dengan cara-cara Pengendalian diri, Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility), Mempertahankan Jati Diri, Menciptakan Persaingan yang Sehat, Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan", Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi), Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar,Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha,Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama, Memelihara Kesepakatan, dan Menuangkan ke dalam Hukum Positif.

DAFTAR PUSTAKA Dalimunthe, Rita F. 2004. Etika Bisnis. Dalam Website Google: Etika Bisnis dan Pengembangan Iptek. Nofie, Iman. 2006. Etika Bisnis dan Bisnis Beretika. Dalam Website Google: Etika Bisnis dan Pengembangan Iptek. Suroso Jadmiko dan Mudjiman Hadininingrat, 2006. Keajaiban Usaha Perilaku Bisnis, Surabaya Uno, Mien R. 2004. Jangan Bernapas dalam Lumpur. Dalam Website Google: Etika Bisnis dan Pengembangan Iptek. Welnadi Sarwo Edi. 2007, Peranan Dalam Etika Keputusan Dalam Usaha, Yokyakarta.

91

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

STRATEGI PELAYANAN CUSTOMER SERVICE REPRESENTATIVE (CSR) DALAM MENINGKATKAN KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI GALERI INDOSAT) Juni Rachmat Mancanegara dan Bambang Hery Santoso (Juni Rachmat Mancanegara adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen Labora dan Bambang Hery Santoso adalah Alumni Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen Labora)

ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui apakah terdapat faktorfaktor kritis yang sangat dominan di galeri, untuk menentukan suksesnya pelayanan di galeri dalam rangka memenangkan persaingan di dunia bisnis telekomunikasi, (2) Mengetahui strategi apa yang sebaiknya dilakukan oleh PT. Indosat dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan. Penelitian ini menggunakan analisis SWOT terhadap faktor-faktor kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor kritis yang sangat dominan dalam menentukan suksesnya pelayanan di galeri Indosat agar dapat memenangkan persaingan di dunia bisnis telekomunikasi yang dirasakan persaingannya semakin tajam adalah: (1) Melakukan standarisasi pelayanan galeri dengan dukungan teknologi informasi, (2) Melakukan standarisasi bandwidth untuk peningkatan layanan di Galeri, (3) Standarisasi pelayanan galeri untuk mendukung peningkatan pelayanan, dan (4) Dengan meningkatkan performance customer service representative-nya diharapkan pelanggan tidak beralih ke operator lain. Sedangkan alternative strategi yang dilakukan oleh Indosat agar kepuasan pelanggan yang datang ke galeri dapat terwujud, adalah: (1) Meningkatkan kondisi interior dan eksterior dari galeri, (2) Meningkatkan performansi CSR, (3) Mempercepat proses pelayanan galeri Indosat, dan (4) Meningkatkan performansi sarana pendukung kerja. Kata kunci: Kepuasan Pelanggan, SWOT, Standarisasi Pelayanan.

92

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Persaingan dalam dunia jasa telekomunikasi yang berjalan saat ini dirasakan sangat ketat, oleh karena itu masing-masing operator penyelenggara berlomba-lomba untuk menawarkan produknya dengan memberikan layanan dan solusi yang sangat inovatif dan menarik, agar pelanggan mau menggunakan dan membeli produknya. Mereka berupaya agar produknya tetap diminati oleh pelanggan setianya, disamping itu menarik minat dari pelanggan baru untuk masuk sebagai pelanggan. Kondisi tersebut menuntut Indosat sebagai salah satu operator telekomunikasi terkemuka di Indonesia terus berusaha melakukan terobosanterobosan melalui ide-ide kreatif yang dapat menjadikan pembeda dalam menghadapi dan sekaligus memenangkan persaingan. Salah satu strategi yang dilakukan Indosat adalah meningkatkan dan memberikan pelayanan yang terbaik ke pelanggannya adalah dengan melakukan pelayanan satu atap melalui penggabungan galeri yaitu menjadi Galeri Indosat, dari galeri masing- masing produk yaitu Galeri Satelindo untuk melayani produk Matrix dan Mentari, Galeri IM3 untuk melayani produk IM3 bright dan IM3 smart serta Galeri Indosat untuk melayani produk Fixed number & StarOne, dimana ke tiga galeri tersebut memiliki karakteristik pelanggan berbeda tetapi mempunyai skala prioritas yang sama dalam pelayanan. Melalui strategi ini Indosat yang dikenal memiliki performance layanan yang berkualitas tinggi, mengharapkan agar pelanggan selalu mendapatkan kepuasan pelayanan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, sehingga akan terjalin hubungan yang harmonis antara pelanggan dengan perusahaan yang pada akhirnya akan tercipta pula loyalitas pelanggan serta adanya sinergi antara PT Indosat dengan para pelanggannya. Untuk melihat performansi perusahaan telah dilakukan beberapa kegiatan diantaranya : Focus Group Discussion (FGD) oleh Divisi Marketing Strategy dengan pelanggan yang telah terpilih dari beberapa kota besar ; monitoring perkembangan peningkatan dan atau penurunan revenue yang didapat serta terus memonitoring tingkat pertumbuhan dan peningkatan jumlah pelanggan dan penurunan (churn pelanggan) dari data base pelanggan yang telah ada ; melakukan mistery shopping yang dilakukan oleh pihak ketiga terhadap pelayanan galeri hasil penggabungan. Dari hasil kegiatan tersebut didapatkan hasil yang kurang menggembirakan dimana tingginya tingkat perpindahan pelanggan (churn rate) yang terjadi dalam kurun waktu terakhir. Hasil dari Focus Group Discussion

93

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

(FGD) yang menyatakan pelayanan galeri Indosat kurang memuaskan, hal itu dikarenakan implementasi dari standarisasi pelayanan yang belum maksimal, sehingga memungkinkan rendahnya tingkat kepuasan pelanggan. Serta hasil laporan dari pihak ketiga yang melakukan mistery shopping, menyatakan bahwa layanan dari Galeri Indosat bila dibandingkan dengan galeri milik kompetitor masih berada di level menengah. Menyadari pentingnya pelayanan yang baik dan harus diberikan kepada pelanggan jasa telekomunikasi dalam kaitannya untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan di Galeri Indosat akibat merger antara Indosat, IM3 dan Satelindo, dimana masing-masing galeri mempunyai tingkat pelayanan yang berbeda. Tentunya PT Indosat haruslah melihat tingkat pelayanan dari Galerinya. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai performansi Galeri Indosat, maka dilakukan penelitian dengan judul “Strategi Pelayanan Customer Service Representative (CSR) dalam Meningkatkan Kepuasan Pelanggan (Studi Kasus di Galeri Indosat)” 1.2. Tujuan Penelitian a. Mengetahui apakah terdapat faktor-faktor kritis yang sangat dominan di galeri, untuk menentukan suksesnya pelayanan di galeri dalam rangka memenangkan persaingan. b. Mengetahui strategi apa yang sebaiknya dilakukan oleh PT Indosat dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan. 1.3. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian akan membahas masalah kepuasan konsumen dengan menganalisis faktor-faktor dari dimensi pelayanan pelanggan, beberapa keterbatasan sebagai berikut: a. Penelitian membahas pada masalah kepuasan pelanggan dengan subjek penelitian galeri Indosat. b. Tidak ada perbedaan tingkat pelayanan untuk masing-masing pelanggan di galeri Indosat, baik yang berada di Jakarta maupun di daerah, dan untuk seluruh produk (Matrix, Mentari, IM3 dan Star One).

II.

KERANGKA KONSEPTUAL

Dalam penelitian ini, kerangka konseptual dari penelitian kepuasan pelanggan dapat digambar seperti berikut:

94

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Lingkungan Internal Kekuatan Akses kebijakan Upgrade product knowledge Performance CSR Satu garis komando Program pelatihan Kelemahan Technical support Koordinasi lemah Standarisasi pelayanan Keputusan terpusat Biaya operasional Bandwith

Arah Perusahaan Visi, Misi, Tujuan

Analisis Lingkungan

Eksternal

Internal

Peluang Ancaman

Kekuatan Kelemahan

Lingkungan Eksternal Peluang Rencana perluasan Kecepatan feedback Pertumbuhan pelanggan Peningkatan layanan Ancaman Permasalahan pelanggan Churn rate Teknologi informasi Tarif

Formulasi Strategi Matriks TOWS Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian

95

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

III. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian menggunakan analisis SWOT terhadap faktor-faktor kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang perusahaan. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilakukan konfigurasi untuk masing-masing item, yang selanjutnya gabungan dua item atau lebih merupakan langkah starategi yang dapat dilaksanakan. Walau demikian langkah tersebut bukanlah keputusan final, melainkan masih ada alternatif strategi lain yang dapat dipilih. 3.2. Teknik Analisis Data Analisa SWOT atau analisa Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threats) digunakan untuk menganalisa lingkungan strategis yang mempengaruhi kebijakan strategi internal perusahaan dalam struktur pasar persaingan. Implementasi dari analisa SWOT, yaitu dengan menguraikan elemen-elemen dari SWOT itu sendiri, langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut : a. Langkah pertama dengan menguraikan kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) perusahaan dalam satu tabel sebagai analisa internal b. Langkah kedua, uraikan pula peluang (opportunity) dan ancaman (threats) perusahaan dalam satu tabel sebagai analisa eksternal. c. Langkah ketiga membuat suatu matriks yang disebut dengan SWOT Matrix, yang menggambarkan alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada hasil analisa SWOT. d. Langkah berikutnya adalah melakukan formulasi strategi dari kombinasi yang ada. Strategi SO dalam SWOT Matrix ini adalah strategi yang digunakan dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Strength untuk memanfaatkan berbagai peluang atau Opportunity yang ada. e. Sedangkan Strategi WO, adalah strategi yang digunakan perusahaan dengan meminimalisasi kelemahan atau Weakness yang ada untuk memanfaatkan berbagai peluang (opportunity). Strategi ST digunakan perusahaan dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan (strength) untuk mengurangi berbagai macam ancaman (threats) yang mungkin melingkupi perusahaan. f. Terakhir strategi WT adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi kelemahan (weakness) dalam meminimalisasi menghindari ancaman (threats).

IV.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

96

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Sebagai salah satu kunci sukses pelayanan after sales produk, perusahaan sangat menaruh perhatian yang tinggi terhadap pengembangan galeri Indosat. Hingga bulan April 2005 terdapat 113 Galeri Indosat, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Penurunan jumlah galeri pada awal tahun 2004 dikarenakan adanya program penggabungan galeri Indosat, IM3 dan Satelindo yang beroperasi di lokasi yang berdekatan dan cakupannya belum maksimal. Untuk melakukan evaluasi performansi masing-masing galeri, dilakukan service audit pada tanggal 10 Juli 2006 sampai dengan 13 Oktober 2006, dan diperoleh temuan fakta sebagai berikut : 1. Pelayanan produk terpadu di galeri Indosat. Dari hasil survei, ditemukan bahwa pelayanan produk di galeri Indosat masih belum terpadu. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya produk yang memiliki galeri terpisah, meskipun di area tersebut tersedia semua layanan. Tabel 1. Distribusi Lokasi Galeri Indosat Area layanan Jumlah Produk Jumlah Galeri Galeri Jabotabek dan Banten 26 Lengkap (Seluler, FWA, 5 FTM) Sumatera 27 FWA 7 Jawa barat & jawa Tengah 23 Seluler + FWA 2 Jawa Timur & Kalimantan 22 Seluler 99 Bali, Nusra & Sulampapua 15 Sumber : Indosat 2. Fisik Eksterior dan Interior galeri Indosat. Dari hasil survei, ditemukan bahwa fisik baik eksterior maupun interior galeri Indosat masih belum standar dan perlu ditingkatkan, antara lain : Interior Galeri : a. Beberapa galeri terdapat kerusakan di interiornya, seperti atap, lantai dan dinding. b. Interior masih belum standar di seluruh galeri, baik warna, pengaturan ruangan, furniture dan kelengkapan ruang tunggu (TV, Dispenser, Koran/Majalah). c. Karena keterbatasan ruangan, sebagian besar galeri tidak memiliki utilty room untuk sholat, gudang, pantry, sehingga mempengaruhi kenyamanan suasana kerja. Eksterior Galeri : 1) Eksterior belum standar di seluruh galeri Indosat.

97

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

2) Penamaan galeri masih belum standar (Satelindo Direct, One Galery, dan lain-lain). 3) Terdapat 15 jenis design signboard yang berbeda. 4) Lokasi galeri masih belum standar, sehingga masih ada yang saling berdekatan. 3. Distribusi SDM Galeri. Dari hasil survei, ditemukan terdapat galeri yang memiliki okupansi rendah tetapi memiliki SDM yang cukup banyak sedangkan di galeri lain memiliki okupansi yang sangat tinggi, tetapi anya memiliki SDM yang sangat terbatas. 4. Tingkat kepuasan SDM Galeri Indosat Dari hasil survei yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa tingkat kepuasan SDM galeri Indosat masih relatif rendah, seperti diperlihatkan dalam Tabel berikut ini : Tabel 2. Kepuasan SDM Galeri Indosat No.

Aspek SDM

Freq (%)

1.

Kepuasan terhadap lingkungan kerja

78

2.

Keharmonisan hubungan sesama rekan kerja

82

3.

Keharmonisan hubungan dengan atasan

60

4.

Penilaian atasan selama ini dirasakan objektif

91

5.

Pelaksanaan konseling di Galeri

84

6. 7. 8.

Kesempatan dari atasan untuk mengikuti pelatihan & pengembangan kompetensi Gaji dan remunerasi yang diterima selama ini telah sesuai dengan pekerjaan Kebutuhan akan aktualisasi diri telah terpenuhi

Fasilitas dan infrastruktur telah mendukung operasional Galeri secara baik Outsoucer (BPL/Kopindosat) bersifat transparan 10. terhadap kebijakan dan kontrak kerja Sumber : Indosat 9.

52 29 28 38 38

5. Pembinaan SDM galeri Indosat.

98

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

Dari hasil survei yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa pembinaan SDM galeri Indosat perlu ditingkatkan, seperti diperlihatkan pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Top 10 Kebutuhan Customer Service Representative Galeri Indosat No.

Top 10 Kebutuhan Customer Service Representative

Freq (%)

1.

Dapat diberikan kesempatan diangkat menjadi pegawai tetap dan diberi informasi apabila ada proses pengangkatan SDM

79

2.

Kebijakan dan kontrak yang menyangkut hak dan kewajiban harus disosialisasikan dengan baik dan transparan (seperti aturan kepegawaian, fasilitas kesehatan, dan lain-lain)

58

3.

Penyediaan, perbaikan dan peningkatan fasilitas kerja seperti PC, aplikasi, telepon, nomor operasional, dll

46

4.

Agar segera dan rutin melakukan sosialisasi dan training produk dan pelayanan secara merata.

45

5.

Penanganan segera untuk sistem aplikasi pendukung di call center dan galeri yang lambat, sering hang dan sering log out (CX, Galaxi, Andromeda, dan Intan)

43

6.

Meningkatkan kesejahteraan serta fasilitas bagi karyawan

41

7.

Menghilangkan kesenjangan antara karyawan kontrak dan permanen (bonus, hal libur, dll)

24

8.

Tidak terlalu banyak mengeluarkan produkatau layanan fitur baru, setidaknya dimatangkan dahulu sebelum di-launching ke pelanggan, sedangkan produk atau layanan fitur yang eksisting diperbaiki atau ditingkatkan kualitasnya

23

9.

Kenaikan gaji setiap tahun (disesuaikan dengan masa kerja, wilayah)

21

10.

Peningkatan coverage jaringan, karena sering dikeluhkan oleh pelanggan

17

Sumber : Indosat

99

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

5.

Performansi fisik Customer Service Representative galeri Indosat. Hasil survei yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa performansi fisik Customer Service Representative galeri Indosat perlu ditingkatkan, seperti diperlihatkan pada tabel berikut ini : Tabel 4. Hasil Evaluasi Performansi Fisik CSR Seragam Customer Service Representative No. Aspek Penilaian 1. Ada seragam Digunakan sesuai jadual Digunakan tidak sesuai jadual 2. Tidak ada seragam

Freq (%) 74.4 97 3 25.6

Karena belum ada standar seragam Customer Service Representative, sehingga terjadi variasi dalam penggunaan seragam di masing-masing Galeri, yaitu, sebanyak 25.6% Customer Service Representative tidak ada seragam, sedangkan dari 74.4% yang memiliki seragam 97% digunakan sesuai jadual dan 3% digunakan tidak sesuai dengan jadual. Cara Berpakaian No. Aspek Penilaian 1. Rapi, sopan dan serasi 2. Tidak rapi dan tidak serasi 3. Tidak sopan

Freq (%) 100 0 0

Dalam berpakaian 100% CSR rapi, sopan dan serasi dengan aksesoris yang digunakan. Menggunakan ID Card No. Aspek Penilaian 1. Selalu digunakan 2. Tidak digunakan Sumber : Indosat

Freq (%) 28.8 71.2

Sedangkan mengenai kedisiplinan menggunakan ID Card, masih sangat kurang yaitu 71.2% tidak menggunakan ID Card pada saat bekerja. Hanya 28.8% yang selalu menggunakan ID Card, dimana ID Card yang digunakan Customer Service Representative sangat membantu pelanggan untuk mengidentifikasi Customer Service yang melayaninya.

100

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

6.

Sikap Pelayanan CSR Galeri Indosat Hasil survei yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa performansi attude pelayanan Customer Service Representative Galeri Indosat perlu ditingkatkan, seperti diperlihatkan pada tabel berikut ini : Tabel 5. Hasil Evaluasi Sikap Pelayanan CSR Sikap Pelayan No. Aspek Penilaian Freq (%) 1.

Hangat dan antusias

85.5

2.

Tidak peduli

3.

Judes

4.8

4.

Terlihat bosan

3.6

5.

Empati

44.2

6

Sikap pelayanan yang ditunjukkan Customer Service Representative sebanyak 85.5% menunjukkan sikap hangat dan antusias. Namun hanya 44.2% yang menunjukkan sikap empati kepada pelanggan dan masih ada 6% yang menunjukkan sikap tidak peduli, 4.8% judes serta 3.6% tampak bosan melayani pelanggan. Ucapan selamat (Greeting) Aspek Penilaian No. 1.

Mengucapkan selamat (Greeting)

2. Menawarkan bantuan Sumber : Indosat

Freq (%) 58.9 62.1

Tidak semua Customer Service Representative melakukan greeting dan menawarkan bantuak kepada pelanggan pada saat menyambut pelanggan yang akan dilayani. 7. Pengetahuan Customer Service Galeri Indosat. Dari hasil survei yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa pengetahuan Customer Service Representative perlu ditingkatkan, seperti diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel 6. Hasil Evaluasi Pengetahuan CSR Product Knowledge No. Aspek Penilaian

Freq (%)

101

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

1.

Mampu menjelaskan benefit produk

61.1

2.

Mampu melakukan demo produk

31.6

3.

Good complaint handling 92 Pengetahuan produk masih perlu ditingkatkan, dimana 61.1% dapat menjelaskan benefit produk dan hanya 31.6% yang mampu melakukan demo produk. Sedangkan pengetahuan mengenai bisnis proses galeri Indosat, hampir seluruh CSR mengetahuinya. Procedure Knowledge Aspek Penilaian

No.

Freq (%)

1.

Mengetahui kebijakan terakhir

91.7

2.

Melaksanakan prosedur sesuai SOP

97.8

3.

Memahami alur kerja dengan tepat

96.2

Sumber : Indosat 8.

Proses pelayanan galeri Indosat Hasil survey yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa proses pelayanan galeri Indosat perlu ditingkatkan, antara lain : a. Berdasarkan hasil report dari galeri dan observasi yang dilakukan di galeri Indosat, waktu pelayanan : 1) Rata-rata waktu tunggu tiap pelanggan 13 menit 2) Rata-rata waktu layanan tiap pelanggan 10 menit b. Proses pelayanan yang berjalan saat ini di galeri Indosat : 1) Belum ada standar tolok ukur pelayanan di galeri Indosat. 2) SLA yang berjalan saat ini masih mengikuti standar prosedur dari eks IM3 dan eks Sat-C, sehingga implementasinya tidak sama di masing-masing galeri. 3) Proses eskalasi menggunakan sarana email dan telephone karena dianggap lebih cepat. d. Proses pencatatan dan pelaporan aktivitas galeri dilakukan secara berbeda di seluruh galeri, yaitu : 1) Menggunakan Q-Matic dimana aktivitas pelanggan tercatat sejak antri sampai dengan memperoleh pelayanan ke CSR, termasuk waktu pelayanannya. 2) Menggunakan ORGI (Online Reporting Galery Indosat), dimana CSR mengimput di aplikasi tersebut untuk setiap pelanggan yang datang ke

102

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

galeri. Namun tidak tercatat waktu pelayanannya (dalam implementasinya tidak dapat dilakukan secara konsisten). 3) Menggunakan log book manual, karena aplikasi ORGI seringkali tidak dapat diakses, CSR mendapatkan sosialisasi tentang penggunaan ORGI, dan masalah ketersediaan user name. Dari analisis S,W,O,T, maka dapat dikembangkan Matriks SWOT yang menghasilkan strategi-strategi SO, WO, ST, dan WT sebagai berikut: Tabel 7. Matriks SWOT Kekuatan/Strength (S) 1. Standarisasi sistem 2. Akses kebijakan lebih cepat 3. Upgrade product knowledge 4. Performance CSR 5. Satu garis komando 6. Program pelatihan terpadu bagi CSR

Peluang/Opportunity (O) Strategi S-O 1. Mengantisipasi rencana 1. Peningkatan standarisasi jangkauan Nasional sistem guna mendukung 2. Kecepatan feed back pertumbuhan pasar seluler untuk kemajuan galeri (S1, O3). 3. Pertumbuhan pelanggan seluler 2. Meningkatkan kemampuan masih tinggi CSR, guna memberikan 4. Peningkatan layanan di pelayanan terbaik bagi galeri pelanggan (S6, O4).

Ancaman/Threat (T) Strategi S-T 1. Permasalahan 1. Penerapan standarisasi dan pelanggan yang upgrade product knowledge semakin komplek para CSR galeri untuk 2. Beralihanya pelanggan mengantisipasi masalah ke operator lain pelanggan yang semakin 3. Dukungan teknologi komplek (S1, S3, T1). Informasi 2. Pengaturan tarif berdasarkan 4. Persaingan tarif. kebijakan pusat (satu garis komando) T4, S5 3. Dengan performance CSR,

Kelemahan/Weaknesses (W) 1. Tergantung technical support 2. Lemahnya koordinasi 3. Standarisasi pelayanan galeri 4. Keputusan tergantung pusat 5. Biaya operasional lebih tinggi 6. Bandwith antar daerah yang tidak standar Strategi W-O 1. Memperkuat koordinasi antara pusat dan daerah, untuk perkembangan galeri (W2, O2). 2. Standarisasi bandwith antara daerah untuk peningkatan layanan di galeri (W6, O4). 3. Standarisasi pelayanan galeri untuk mendukung peningkatan pelayanan (W3, O4). Strategi W-T 1. Briefing harian untuk mendapatkan komitmen dukungan daerah, untuk mengantisipasi permasalahan pelanggan (W1, T1) 2. Standarisasi pelayanan di galeri dengan dukungan teknologi informasi (W3, T3). 3. Antisipasi permasalahan alat

103

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

diharapkan pelanggan tidak beralih ke operator lain (S4, T2).

V. 1)

pendukung kerja CSR untuk menghindari biaya operasional yang lebih tinggi (W5, T1)

KESIMPULAN Faktor-faktor kritis yang sangat dominan dalam menentukan suksesnya pelayanan di galeri Indosat agar dapat memenangkan persaingan di dunia bisnis telekomunikasi yang dirasakan persaingannya semakin tajam adalah: a. Melakukan standarisasi pelayanan galeri dengan dukungan teknologi informasi. Dari sebagian galeri Indosat di Indonesia, masih didapatkan bahwa: Sistem IT galeri yang belum terpadu, seluruh aplikasi yang terpasang pengoperasiannya belum bisa digunakan sepenuhnya, perekaman / pencatatan dan pelaporan aktivitas dan performansi galeri yang masih berbeda- beda. Untuk itu pihak Indosat harus secepatnya melakukan pembenahan dan penyempurnaan, agar seluruh aplikasi IT bisa di Standarisasikan. b. Melakukan standarisasi bandwidth untuk peningkatan layanan di Galeri. Dengan masih lemahnya sisi technical support terutama masalah Bandwidth, dimana bandwidth yang digunakan belum semuanya memenuhi standar bandwidth yang telah ditetapkan, sehingga belum dapat dilakukan standarisasi. Dengan menetapkan standarisasi bandwidth galeri, maka harapan agar kesamaan kecepatan layanan yang diberikan oleh galeri di seluruh Indonesia dapat segera terlaksana. Kendala inilah sebenarnya yang paling menghambat tingkat waktu layanan yang diberikan oleh CSR. c. Standarisasi pelayanan galeri untuk mendukung peningkatan pelayanan. Sikap pelayanan CSR yang terdiri dari 2 item yaitu : Sikap Pelayan dan Ucapan selamat (Greeting) didapatkan hasil yang masih harus diperbaiki, dimana tingkat nilai yang didapatkan masih jauh dari memuaskan. Dengan hasil nilai yang kurang memuaskan tersebut, jelas bahwa pelayanan di galeri terhadap pelanggan yang datang masih harus ditingkatkan.

104

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

d.

2)

Agar standarisasi pelayanan terhadap pelanggan dapat selalu dijaga, maka pihak Supervisor galeri wajib melakukan breffing setiap hari yang berisikan tentang up-date product knowledge serta selalu melakukan pelatihan secara kontinyu perihal pelayanan prima terhadap CSR-nya. Dengan meningkatkan performance Customer Service Representative-nya, diharapkan pelanggan tidak beralih ke operator lain. Dengan begitu banyaknya permasalahan pelanggan, baik berupa ketidakpuasan, kekecewaan dan komplain atas keandalan sistem komunikasi, merupakan salah satu faktor ancaman terbesar untuk saat ini. Pelanggan yang merasa tidak puas, dampaknya akan langsung terlihat dari berkurangnya jumlah penjualan dan menurunnya jumlah pelanggan, dikarenakan pelanggan beralih ke opertor lain. Agar pelanggan tidak beralih ke operator lain, Indosat harus memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan peningkatan kemampuannya, khususnya pihak CSR-nya dengan memberikan pendidikan, pelatihan dan seminar. Peningkatan kemampuan tersebut harus terus dilakukan agar CSR dapat tetap memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan, sehingga performance dari para CSR dapat diharapkan sama (standar) untuk setiap galeri, baik di pusat maupun daerah. Selain hal tersebut, Indosat harus memperhatikan masalah yang berhubungan dengan : Technical support, kualitas layanan, kesetiaan pelanggan, standarisasi pelayanan dan fasilitas pelayanan.

Alternatif strategi yang dilakukan oleh Indosat agar kepuasan pelanggan yang datang ke galeri dapat terwujud. Maka strategi yang harus segera dilakukan yaitu : a. Meningkatkan kondisi Interior dan Eksterior dari Galeri. Untuk Interior, dengan memberlakukan standarisasi Interior di seluruh galeri meliputi : baik warna, pengaturan ruangan, furniture dan kelengkapan ruang tunggu (TV, Dispenser, Koran/Majalah). Untuk Eksterior dengan memberlakukan standarisasi Eksterior di seluruh galeri, meliputi : Menstandarisasi nama galeri menjadi Galeri Indosat dengan menggunakan satu design signboard, menghitung kembali jarak antar galeri. b. Meningkatkan performansi CSR

105

Jurnal LABORA Vol.10 No.2 Desember 2008

c.

Dalam upaya untuk meningkatkan performansi CSR yang ada, pihak management Indosat harus melakukan terobosan – terobosan yang berhubungan dengan diri CSR- nya meliputi : i. Meningkatkan kepuasan dari SDM galeri, terutama mengenai kebijakan –kebijakan Indosat. Saat ini tingkat kepuasannya berkisar di level 58%. ii. Meningkatkan kepuasan terhadap pembinaan SDM. Saat ini tingkat kepuasannya baru pada level 32,5%. iii. Meningkatkan performansi fisik CSR. Yaitu dengan menstandarisasikan penggunakan wajib seragam, wajib ID-Card, melakukan pelatihan mengenai cara melayani, empathy, membekali pengetahuan dan cara menggunakan produk indosat. iv. Mempercepat proses pelayanan galeri Indosat Agar supaya proses pelayanan bisa dipercepat, beberapa perubahan harus dilakukan dalam mempercepat proses pelayanannya meliputi : merubah SLA yang berjalan saat ini, dimana masih mengikuti standar prosedur dari eks IM3 dan eks Sat-C, dirubah menjadi SLA Indosat dengan membuat standar waktu tolok ukur pelayanan. Meningkatkan performansi sarana pendukung kerja Dengan membuat standarisasi peralatan proses pencatatan dan pelaporan aktivitas galeri dengan memasang Q-Matic di seluruh galeri serta menstandarisasikan aplikasi dengan menterpadukan aplikasi yang terpasang di seluruh galeri yang ada. Menstandarisasi Personal komputer yang dapat mensupport aplikasi yang digunakan serta sarana pendukung lainnya.

DAFTAR PUSTAKA David, R. Fred. 2004. Manajemen Strategis (Konsep-konsep). Penerbit Indeks (Kelompok Gramdedia). Jakarta. Hutomo, A. 2004. Desain Sistem Customer Relationship Management (CRM) difokuskan Untuk Mengatasi Turn Over Customer, Industrial Engineering and Mangement. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Pasaribu. 2003. Analisis Kepuasan Pelanggan dan Perilaku Pelanggan Terhadap Jasa (Pelayanan) Telekomunikasi Pada PT. Telkom Kandatel Jakarta Pusat. Universitas Mpu Tantular. Jakarta. Supranto, J. 2003. Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran. Edisi Revisi Ketujuah. Rineka Cipta. Jakarta. Tjiptono, Fandy. 2000. Perspektif dan Manajemen Pemasaran Kontemporer. Penerbit Andi. Yogyakarta.s Umar, Husein. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

106