JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 NO. 1, APRIL 2012: 501

Download JURNAL PSIKOLOGI. VOLUME 7 NO. 1, APRIL 2012: 501 – 508. 501. CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL. Muhammad Muchlish Hasyim1. Fak...

1 downloads 434 Views 170KB Size
JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 NO. 1, APRIL 2012: 501 – 508 CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL Muhammad Muchlish Hasyim1 Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 45 Muhammad Farid2 Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum Abstract Experimental study examines the moral-themed stories to foster empathy on adolescence. Research subjects 205 early adolescents, 103 adolescents (56 males, 47 females) selected as the experimental group, and 102 (61 male, 41 female) were selected as the control group. Sixteen given moral-themed stories twice a week. Experiments using the One Group Post-test Design. Control is done by banning adolescence on the experimental group discuss, or lend anything to do with the course of the experiment. Reinforcement is done by discussion and question and answer, draw conclusions in the form of wisdom, and benefits in daily life; Any story, story teller lend sheets to adolescence groups of experiments to be read again at home to make it more understandable. After the eighth week end of the experiment, measurements of empathy were taken with the Davis Interpersonal Relativity Index (IRI). Experimental results showed: 1) Empathy fantasy of experimental was higher than the control group; 2) Average of empathy at all aspects no differ between the experimental and the control group; 3) Average of perspective taking empathy on girls was higher than boys; 4) Average on all aspects of empathy did not differ between boys and girls. Themed story can only cultivate the moral character of fantasy empathy. Moral themed stories will make adolescent lost in fictional stories and imagine themselves in the same situation as fictional characters. The findings are discussed in terms of their implications for early adolescent in context. Key words: Themed Strory Moral, Emphaty, Early Adolescence

1

Korespondesi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected] 2 Korespondesi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi: [email protected]

501

CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL Masyarakat

cenderung

mengalami

Tumbuh kembang empati akan menjadikan

penurunan empati dalam interaksi sosial antar

remaja

individu. Anak-anak yang tidak empati pelit

berteman, dan memiliki inisiatif membantu

kepada temannya, tiba masa remaja suka

orang lain yang berada dalam kesulitan

berkelahi.

(Risman dalam Ummi, 2001).

Remaja

yang

tidak

empati

bergaul

dengan

baik,

mampu

perilakunya brutal terhadap orang lain yang dianggap berbeda atau tidak disukainya, kelak

Empati

dewasa tidak ambil peduli terhadap kesusahan

Empati adalah keadaan psikologis

orang lain, bila sudah bekerja suka korupsi

yang mendalam, seseorang menempatkan

(Sejiwa, 2008), bila menjadi politikus tidak

pikiran dan perasaan diri sendiri ke dalam

menerapkan politik empati (Yunarto, 2010).

pikiran dan perasaan orang lain yang dikenal

Sikap keseharian akan mempermudah

maupun orang yang tidak dikenal. Empati

dalam

terdiri dari pengambilan perspektif, fantasi,

lingkungan sekitar. Bukan tidak mungkin

keprihatinan empatik, dan personal distres.

suatu saat budaya kepedulian menular kepada

Pengambilan

lingkup

kecenderungan

membudayakan

yang

sikap

lebih

peduli

besar

(Ho,

2010).

perspektif untuk

sudut

Fantasi

adalah

pandang

diri yang lebih mencair dan menyatu ke dalam

kecenderungan hanyut dalam cerita-cerita

semua peluang dan tantangan kehidupan

fiksi dan membayangkan diri dalam situasi

(Djajendra, 2010). Mumpung belum terlanjur,

yang

remaja perlu dicekoki dan dirasuki empati.

Keprihatinan empatik adalah tindakan simpati

Cerita bertema moral diharapkan dapat dapat

dan kepedulian terhadap orang lain yang

digunakan

mengalami kesulitan. Distres pribadi adalah

menumbuhkembangkan

sama

lain.

mengambil

Kekuatan empati dapat membangun karakter

untuk

orang

adalah

sebagai

karakter

fiksi.

respon emosional yang berfokus pada diri

empati remaja. Wawasan yang luas dan perilaku yang

terhadap keadaan atau kondisi orang lain,

menghormati perbedaan akan menjadi modal

seperti ketidaknyamanan atau kecemasan

yang kuat untuk memperkuat perasaan empati

(Davis, 1980).

(Djajendra, 2010). Cerita memiliki kekuatan dalam membangun imajinasi, menanamkan

Cerita bertema moral

(transformasi) nilai-nilai dan etika, bahkan

Cerita bertema moral adalah tuturan

menanamkan empati dan rasa kesetiakawanan

yang membentangkan peristiwa berdasarkan

pada sesama (Sarumpaet, 1996). Cerita

pokok pikiran moral, yaitu moral dan

bertema

kelakuan baik dalam menjalani kehidupan

moral

menumbuhkan 502

dan

diharapkan

akan

memelihara

empati. JURNAL PSIKOLOGI

HASYIM & FARID

sebagai suatu pesan ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya.

Ada suatu proses belajar dimana dalam diri remaja akan terbentuk sikap dan

Eksperimen menggunakan 16 cerita

perilaku moral yang hendak diajarkan. Teori

bertema moral terbaik dari 2 buku cerita

belajar

moral populer versi penjualan terbanyak.

menekankan pada sisi kogitif seseorang. Hal

Masing-masing buku terdiri dari 100 cerita.

ini memberi kesan bahwa pikiran (mind)

Pada penilaian pertama terpilih 50 cerita, pada

merupakan

penilaian ke dua terpilih 40 cerita, pada

membentuk realitas sesorang, mengkodekan

penilaian ke tiga terpilih 30 cerita, pada

informasi secara selektif, melakukan suatu

penilaian ke empat terpilih 20 cerita, pada

perilaku

penilaian terakhir terpilih 16 cerita.

harapan-harapan, serta menentukan struktur

Cerita bertema moral dan empati

atas perilakunya sendiri (Bandura dalam

Orang yang mengikuti cerita akan berimajinasi dalam pikirannya untuk selalu

sosial

atau

teori

kekuatan

berdasar

kognsi

(daya)

pada

aktif

nilai-nilai

sosial

yang

dan

http://id.wikipedia.org /wiki/Teori_Kognitif_Sosial).

melakukan sikap empati kepada orang lain (Muhtadi, 1998). Orang yang mempunyai rasa

Hipotesis Cerita

empati yang sudah cukup tinggi, biasanya

bertema

moral

dapat

akan ikut terhanyut dalam cerita, dan tak

menumbuhkan dan mengembangkan empati

jarang ikut sedih atau menangis. Pada saat

remaja awal.

suasana seperti ini, terjadilah tanggapan dalam diri tentang konsep orang baik dan orang yang tidak baik atau jahat, serta konsep perlunya sikap empati.

Metode Subjek Subjek penelitian adalah 205 remaja, terdiri

Kegiatan bercerita akan memberikan dua hal yang amat dalam kehidupan siswa,

dari 103 remaja laki-laki dan 102 perempuan, remaja awal (usia 12-13 tahun)

yaitu akar dan sayap. Memberikan akar, artinya memberikan seperangkat nilai yang akan

menolong

siswa

menghadapi

kehidupan, membedakan mana yang abadi dan mana yang sekedar mode. Memberikan sayap, artinya menolong siswa menemukan kebebasan

sejati,

kebebasan

merumuskan

harapan

masa

untuk

depan

kesanggupan untuk rnemperjuangkannya JURNAL PSIKOLOGI

Alat ukur

dan

Penelitian ini menggunakan 28 aitem Davis’ Interpersenal Reactivity Index (IRI) (Davis, mengukur

1980; empat

Navarro, aspek

2004)

untuk

empati

yaitu

pengambilan perspektif, fantasi, keprihatinan empatik, dan distres pribadi. IRI diberikan dalam skala 4-poin, kontinum sesuai skor 4, 503

CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL hampir sesuai skor 3, cukup sesuai skor 2,

kelamin,

kurang sesuai skor 1, tidak sesuai skor 0.

perspektif, keprihatinan empatik, dan item

IRI versi pertama terdiri dari 50 item.

yaitu

fantasi,

pengambilan

personal distres.

Beberapa item diadopsi dari Mehrabian &

Seleksi sub skala empati dilakukan

dan

untuk menghasilkan instrumen terkuat yang

Epstein

Emotional

Emphaty

Scale

Stotland’s Fantasy-Empathy Scale. Item-item

dapat

baru

aspek

keempat subskala didasari dua pertimbangan,

kognitif empati dan berbagai macam respon

yaitu; 1) Item diperiksa untuk memastikan

emosional. Analisis faktor melibatkan 201

bobot item-item yang paling banyak dimuat

responden

responden

pada responden laki-laki dan perempuan; 2)

perempuan. Item-item diberikan dalam 5-poin

Item-item yang memiliki bobot tertinggi pada

dari 0 sampai 4. Hasil analisis diperoleh

responden laki-laki dan perempuan dipilih

empat pengelompokan, yaitu kelompok item

untuk dimasukkan dalam sub skala.

digunakan

untuk mengukur

laki-laki

dan

251

diandalkan.

Pemilihan

item

pada

fantasi, pengambilan perspektif, keprihatinan

Hasil pemeriksaan dan pemilihan 45

empatik, dan personal distres. Walaupun

item IRI versi ke dua menghasilkan 28 item,

empat faktor sangat kuat terdapat pada laki-

terdiri

laki dan perempuan, beberapa item dalam

(Standardized alpha coefficients: laki-laki

faktor kurang dapat diinterpretasi.

0,78; perempuan 0,79), 7 item sub skala

dari

7

item

sub

skala

fantasi

IRI versi ke dua terdiri dari 45 item,

pengambilan perspektif (Standardized alpha

terdiri dari item-item yang diambil secara

coefficients: laki-laki 0,71; perempuan 0,75),

utuh dari versi pertama, item-item versi

7

pertama yang diadaptasi, dan item-item baru

(Standardized alpha coefficients: laki-laki

yang ditulis untuk memenuhi salah satu dari

0,68; perempuan 0,73), dan 7 item sub skala

empat faktor empati. Analisis faktor IRI versi

personal

kedua melibatkan 221 laki-laki dan 206

coefficients: laki-laki 0,77; perempuan 0,75).

perempuan

Desain Eksperimen

yang

diambil

dari

kelas

item

subskala

distres

keprihatinan

empatik

(Standardized

alpha

Cerita bertema moral diberikan dalam

mahasiswa fakultas psikologi. Analisis faktor terpisah dilakukan

kondisi

terkontrol

untuk

pada data yang dikumpulkan dari responden

pengaruhnya

laki-laki dan perempuan. Analisis untuk

eksperimen yang digunakan adalah One

mengetahui apakah ada atau tidak struktur

Group Post-test Design. Menggunakan satu

faktor

variabel

yang

disarankan

oleh

analisis

terhadap

mengatahui

tergantung, terlebih

empati.

tidak

Desain

dilakukan

sebelumnya akan muncul dari respon terhadap

pengukuran

dahulu,

dan

versi kedua. Faktor-faktor yang muncul dari

menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok

analisis hampir identik dalam kedua jenis 504

JURNAL PSIKOLOGI

HASYIM & FARID

eksperimen yang diberikan cerita bertema

Independent t-test digunakan untuk uji beda

moral dan kelompok kontrol non perlakuan.

empati dan aspek-aspek empati laki-laki dan

Teknik Analisis

perempuan dan empati dan aspek-aspek

One Way Anova digunakan untuk menguji perbedaan empati laki-laki dan

empati kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

perempuan, dan perbedaan empati kelompok eksperimen

dan

kelompok

kontrol.

Uji hipotesis

Hasil Rerata

aspek

empati

fantasi,

Rerata aspek empati pengambilan

keprihatinan empatik, dan distres pribadi

perspektif secara signifikan berbeda antara

tidak berbeda antara remaja laki-laki dan

remaja laki-laki dan perempuan. Empati

perempuan. Rerata empati tidak berbeda

pengambilan

antara remaja laki-laki dan perempuan.

perspektif

pada

remaja

perempuan lebih tinggi dari remaja laki-laki. Rerata empati laki-laki dan perempuan Rerata Laki-laki (N 117) Perempuan (N 88) Pengambilan perspektif 19,96 21,28 Fantasi 20,68 20,80 Keprihatinan empatik 20,89 21,25 Distres pribadi 19,05 19,36 Empati 80,58 82,69 * p < 0,05 signifikan Aspek-aspek

Rerata aspek empati fantasi secara

pengambilan

F

p

6,559 0,045 0,620 0,346 1,964

0,011* 0,832 0,432 0,557 0,163

perspektif,

keprihatinan

kelompok

empatik, dan distres pribadi tidak berbeda

eksperimen dan kelompok kontrol. Empati

antara kelompok eksperimen dan kelompok

fantasi kelompok eksperimen lebih tinggi dari

kontrol. Rerata empati tidak berbeda antara

kelompok kontrol. Rerata aspek empati

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

signifikan

berbeda

antara

Rerata empati kelompok eksperimen dan kontrol Rerata Eksperimen (N 103) Kontrol (N 102) Pengambilan perspektif 20,82 20,24 Fantasi 21,34 20,12 Keprihatinan empatik 20,94 21,15 Distres pribadi 19,19 19,18 Empati 82,29 80,68 * p < 0,05 signifikan Aspek-aspek

JURNAL PSIKOLOGI

F

p

1,247 5,680 0,204 0,001 1,167

0,256 0,018* 0,652 0,973 0,281

505

CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL Hipotesis

cerita

bertema

moral

berpengaruh positif terhadap empati remaja

awal, ditolak. Cerita bertema moral hanya

(IRI) ditujukan pada remaja awal usia 12-13

dapat menumbuhkan empati fantasi. Cerita

tahun dalam perkembangan kognitif tahap ke

bertema moral akan membuat remaja hanyut

tiga,

dalam cerita-cerita fiksi dan membayangkan

karakteristik norma sebagai nilai. Nilai-nilai

diri dalam situasi yang sama sebagai karakter

empati belum terinternalisasi sebagai norma

fiksi.

yang berguna sebagai pedoman perilaku

yaitu

generalisasi

konkrit

dengan

empatis yang termasuk pada perkembangan kognitif yang lebih matang (tahap operasional

Diskusi

formal). Kandungan empati dalam 16 cerita

Eksperimen

cerita

bertema

moral

bertema moral yang disampaikan dalam

hanya meningkatkan empati fantasi. Temuan

waktu dua bulan belum menghasilkan proses

penelitian kemungkinan karena IRI versi asli

internalisasi nilai-nilai empati. Skala yang

didesain untuk mengukur empati remaja akhir

digunakan

(IRI)

berstatus mahasiswa. Modifikasi aitem-aitem

perbedaan

kompleksitas

tidak

memperhitungkan dalam

IRI tidak dilakukan dalam penelitian dengan

tidak

subjek remaja awal. Perbedaan subjek pada

membedakan antara perkembangan nilai yang

desain IRI versi assli dan penelitian remaja

matang dan tidak matang (mature and

awal

immature).

memungkinkan eksperimen hanya mampu

hirarkhi

nilai-nilai

kognitif

subjek

dan

Nilai tampak sebagai nilai hanya pada

menjadi

meningkatkan

sumber

empati

bias

fantasi

dan

yang tidak

tahap ke tiga dan keempat dalam teori

mempertinggi empati pengambilan perspektif,

perkembangan kognitif Piaget’s. Pada tahap

empati keprihatinan empatik, serta empati

pertama {pra operasional (2 s/d 7 tahun)},

distres pribadi.

karakteristiknya adalah bukan norma – bukan

Experimen

cerita

bertema

moral

nilai, dan tahap kedua {operasional konkrit (7

disampaikan

s/d 11 tahun)}, karakteristiknya adalah norma

kemungkinan menjadi sumber bias. Remaja

bukan nilai. Pada tahap ketiga {generalisasi

awal kemungkinan memiliki tanggapan cerita

konkrit (> 12 tahun)}, karakteristiknya adalah

yang disampaikan guru adalah kegiatan yang

norma sebagai nilai, dan pada tahap keempat

terkait dengan pelajaran Bahasa Indonesia.

(operasional formal), karakteristiknya adalah

Remaja awal kemungkinan menjadi kurang

nilai-nilai

norma

fokus pada substansi empati di dalam unsur-

(Keats, 1986). Nilai-nilai empati yang terukur

unsur dan tokoh-tokoh cerita. Remaja awal

dengan Davis’ Interpersonal Relativity Index

kemungkinan lebih fokus pada isi ceritera

506

terinternalisasi

sebagai

guru

Bahasa

Indonesia

JURNAL PSIKOLOGI

HASYIM & FARID

sebagai bagian dari materi mata pelajaran

pada materi, tetapi pada kegiatan. Tujuan

Bahasa Indonesia yang harus diingat dan

pendidikan karakter empati adalah membantu

dihafal, bukan bagaimana pengaruh substansi

remaja mengembangkan potensi kebajikan,

isi ceritera empati akan diwujudkan dalam

sehingga terwujud dalam kebisaan baik (hati,

perilaku sehari-hari.

pikiran, perkataan, sikap, dan perbuatan).

Karakter adalah sifat khas, kualitas, dan

kekuatan

moral,

atau

kepribadian.

Kepustakaan

Karakter terbentuk dari hasil internalisasi nilai-nilai kebajikan (vittue) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir,

bersikap,

dan

bertindak.

Nilai

terbentuk melalui pendidikan, pengalaman, cobaan hidup, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan, kemudian terinternalisasi. Nilainilai menjadi intrinsik dan melandasi sikap dan perilaku yang dilakukan berulang-ulang dalam

bentuk

kebiasaan-kebiasaan

yang

terjaga dan terpelihara, dan akhirnya menjadi karakter. Pendidikan karakter merupakan usaha

sadar

dan

menanamkan

terencana

nilai-nilai

dalam sehingga

terinternalisasi dalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku yang baik. Pendidikan karakter berusaha

menanamkan

dan

Temuan penelitian memberi wawasan bahwa pendidikan karakter bukan terletak pada materi pembelajaran, melainkan pada aktivitas yang melekat, mengiringi, dan tercermin

(suasana dan

yang

melingkupi

mewarnai, proses

pembelajaran pembiasaan sikap dan perilaku yang baik) pendidikan karakter tidak berbasis JURNAL PSIKOLOGI

Davis, M. H. (1980). A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy. JSAS Catalog of Selected Documents in Psychology, 10, 85. Djajendra (2010). Empati dapat mengurangi konflik. http://kecerdasanmotivasi.wordpress.c om/2010/09/11/empati-dapatmengurangi-konflik/. Download 14-92011. Ho, A. (2010). Ciptakan kehidupan ideal dengan kepedulian. http://www.andriewongso.com/artikel/ viewarticleprint.php?idartikel=3187. Download 14-9-2011. Keat, D.M. (1986). Using the Cros-Cultural Method to Study the Development of Values. Australian Journal of Psychology, 30, 3, 297-308.

menebarkan

kebajikan.

menyertainya

Bandura dalam http://id.wikipedia.org /wiki/Teori_Kognitif_Sosial

Muhtadi, A. (2008). Pengembangan empati anak sebagai dasar pendidikan moral. Naskah Publikasi. http://staff.uny.ac.id/sitesampaiefault/f iles/132280878/ 2.%20Pengembangan%20Empati%20 Anak%20sebagai%20dasar%20pendid ikan%20moral.pdf. Download 1-92011. Navarro, M.D.F. (2009). Davis' Interpersonal Reactivity Index (IRI). Manuscript no published. Universidad de Valencia. Spain. 507

CERITA BERTEMA MORAL DAN EMPATI REMAJA AWAL http://www.uv.es/~friasnav/unidinves. html. Sarumpaet, R. K. (1996). Bacaan anak-anak: suatu penyelidikan pendahuluan ke dalam hakekat, sifat, dan corak bacaan anak-anak serta minat anak pada bacaannya. Jakarta: Pustaka Jaya.

Ummi. (2001). Mengasah Empati Pada Anak. Jakarta: Kamus Bina Tadzkia 7, 13, 64-65. Yunarto, Y. (2010). Krisis empati wakil rakyat. http://matanews.com/2010/10/30/krisi s-empati-wakil-rakyat/. Download 149-2011.

Sejiwa/ Semai Jiwa Amini. (2008). Bullying, mengatasi kekerasan di sekolah dan lingkungan. Jakarta: Grasindo.

508

JURNAL PSIKOLOGI