JURNAL PSIKOLOGI VOLUME 7 No. 2, AGUSTUS 2012: 562 – 584 RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Lidya Sayidatun Nisya’1 Universitas PGRI Nusantara Kediri Diah Sofiah2 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Abstract This research aims to find out the relationship of religiosity and emotional intelligence with juvenile delinquency. Subject of research is the students who sit in class VIII SMP Negeri 1 Kediri. The population was 997 people research but researchers only took a sample of 99 people. Research data collected by using the tools in the form of three scale corresponds to the number of variables is to study the scale of religiosity, emotional intelligence scale and the scale of juvenile delinquency. Of 99 pieces of the scale has been dispensed so as much as 86 pieces of the back. After checking the feasibility of such a scale, then the test is done by using correlation program SPSS version 16. The results showed that there is no relationship between religiosity and juvenile delinquency. Similarly, there is no relationship between emotional intelligence dan juvenile delinquency. Keywords: religiosity, emotional intelligence, juvenile delinquency
Saat ini kenakalan remaja menunjukkan
membolos sekolah, merokok, minum-minuman
trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan
keras, atau menggoda lawan jenisnya, tetapi
remaja bukan hanya terjadi di kota-kota besar
tak jarang mereka terlibat dalam aksi tawuran
saja tetapi sudah merambah sampai di kota-kota
layaknya preman, penjambretan, pemerasan,
kecil dan daerah pedesaan. Kenakalan remaja
pencurian,
yang
diberitakan
penganiayaan,
media
massa
perkelahian secara perorangan atau kelompok,
meresahkan
dan
mabuk-mabukan, penyalahgunaan obat-obatan
membahayakan masyarakat. Beberapa contoh,
seperti narkoba, terjerumus dalam kehidupan
ulah
seksual pra-nikah, dan berbagai bentuk perilaku
dianggap
berbagai
perampokan,
makin
remaja
belakangan
ini
makin
mencemaskan masyarakat. Mereka tidak lagi sekadar terlibat dalam aktivitas nakal seperti
menyimpang lainnya. Sampai tahun 2011 ini kenakalan remaja terus mengalami peningkatan, hal ini dapat
1
Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi:
[email protected] 2 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan dengan menghubungi:
[email protected]
JURNAL PSIKOLOGI
diketahui dengan melakukan pengamatan pada perilaku remaja di sekitar lingkungan kita, atau melalui media massa. Hampir tiap hari media
562
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA cetak maupun elektronik memberitakan tentang
tak acuh dengan perkembangan anaknya, orang
perilaku
di
tua yang meninggalkan anak di rumah dan
Surabaya ada sebuah SMA dilaporkan telah
hidup dengan kakek nenek mereka atau asuhan
mengeluarkan
tertangkap
keluarga lainnya. Selain itu, berkembangnya
basah menyimpan dan menikmati obat dari
teknologi komunikasi dan internet membuat
jenis
kos-kosan,
lonjakan kenakalan remaja. Bentuk kenakalan
ditemukan kasus beberapa ABG (anak baru
remaja yang banyak timbul adalah membolos
gede = remaja) menggelar pesta narkoba hingga
sekolah karena alasan bermain playstation atau
ada salah satu korban tewas karena over dosis.
ngenet. Ada pula alasan membolos sekolah
Selain itu berbagai aksi kejahatan yang
karena malas berangkat ke sekolah, ingin
sebagian melibatkan anak usia remaja, seperti
tiduran-tidur di rumah. Anehnya, semua itu
perampasan dan perampokan yang dilakukan
mereka lakukan tanpa sepengatahuan orang tua.
oleh
dan
Setiap hari mereka berangkat sekolah dengan
penggunaan obat-obat terlarang (seperti pil
mendapatkan uang saku yang rutin mereka
megadon dan ecstasy) dan pergaulan bebas lain
dapatkan, tetapi mereka tidak pernah sampai di
yang semuanya menjurus pada perilaku remaja
sekolah.
kenakalan
remaja.
siswanya
narkoba.
kelompok
Di
Misalnya
karena
sejumlah
ABG,
transaksi
yang menyimpang dari norma-norma agama
Sebenarnya di rumah, mereka ingin sekali mendapatkan perhatian dari orang tua, tetapi
dan sosial. Fenomena kenakalan remaja di kota-kota
semua itu hanya dalam impian saja, sehingga
besar ini searah dengan pernyataan Kartini
mereka mencari perhatian di luar rumah, tak
Kartono dalam bukunya Patologi Sosial 2
peduli apakah yang mereka lakukan itu
bahwa di kota-kota industri dan kota besar yang
membawa resiko buruk pada mereka yang
cepat berkembang secara fisik, terjadi kasus
penting
kejahatan yang jauh lebih banyak daripada
kelompoknya. Muncullah geng-geng remaja
dalam masyarakat primitif atau di pedesaan.
yang sering memicu perkelahian atau tawuran
Uraian di atas tampaknya selaras dengan yang terjadi di wilayah Kota Kediri, khususnya
mereka
bisa
diakui
dalam
antar remaja atau antar sekolah karena masalah sepele.
di lingkungan SMP Negeri 7. Data lima tahun
Banyak remaja yang tergiur oleh rayuan
terakhir menunjukkan kenakalan remaja terus
yang tidak bertanggungjawab, asal mereka
meningkat.
timbulnya
merasa senang dan puas tidak ada masalah,
kenakalan remaja ini diawali dari faktor
walau semua itu akan merugikan masa depan
lingkungan keluarga, misalnya orang tua yang
mereka. Beberapa jenis kenakalan remaja yang
sibuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga,
sering timbul di sekolah antara lain: membolos
orang tua yang bercerai, orang tua yang acuh
(karena malas sekolah, takut dengan tugas
563
Rata-rata
penyebab
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH playstation
atau
internet,
ingin
sekolah yang belum mereka kerjakan, takut
bermain
dengan guru, takut dengan teman, ingin
mencoba apa yang baru mereka ketahui seperti
melihat
gambar
atau
film
porno),
gambar/film porno yang akhirnya mereka ingin
merokok, minum-minuman keras, narkoba,
mempraktekkannya,
perkelahian
pencurian, dan sebagainya.
memalak/
atau
tawuran
menarget
antar
teman,
teman,
pelecehan
seksual,
mengoleksi
Tabel 1 Jenis Pelanggaran/Kenakalan Remaja Tahun 2006 - 2010 Tahun [Dalam prosentase] 2006 2007 2008 2009 2010 1 Membolos 6 7 8 9 11 2 Merokok, minum alkohol, narkoba 5 6 7 7 9 3 Tawuran antar teman 1 1 2 2 2 4 Memalak/menarget teman 5 4 2 2 1 5 Melihat, mengoleksi gambar/film porno 2 2 3 4 5 6 Pergaulan bebas 0 0 1 1 2 7 Pelecehan seksual 0 1 1 2 2 8 Mencuri 1 2 2 3 3 Jumlah 20 23 26 30 35 Sumber: Bagian Bimbingan Konseling (BK) SMP Negeri 7 Kota Kediri
No.
Jenis Pelanggaran
Semua bentuk kenakalan remaja seperti
dugaan hubungan antara religiusitas dengan
disebutkan di atas diduga disebabkan oleh
kenakalan remaja, jika tingkat religiusitasnya
faktor-faktor sebagai berikut :
tinggi maka tingkat kenakalan remaja semakin
1. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari
rendah. Tetapi tidak menutup kemungkinan
orang tua.
meskipun ada sebagian dari mereka yang
2. Kurangnya bekal ilmu religiusitasnya.
memiliki religiusitas tinggi tetapi mereka tetap
3. Rendahnya kecerdasan emosional mereka.
terbawa arus trend kenakalan remaja, dan
4. Orang tua yang bercerai.
diduga pula ada hubungan antara kecerdasan
5. Orang tua yang pergi keluar negeri, menjadi
emosional dengan kenakalan remaja. Jika
TKI untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
kecerdasan emosionalnya tinggi maka akan
keluarga, sehingga anak di rumah hidup
berkurang tingkat kenakalan remaja. Sehingga
bersama kakek nenek atau saudara lainnya.
mereka tidak terjerumus dalam kenakalan
6. Kondisi ekonomi keluarga yang masuk ke-
mereka yang mempunyai kecerdasan emosional
lompok pra-sejahtera, dan sebaginya. Indikasi disebabkan
kenakalan banyak
remaja
faktor,
remaja. Tetapi tidak menutup kemungkinan
diduga
diantaranya
yang baik juga akan terpengaruh dengan trend kenakalan remaja.
berkaitan dengan religiusitas mereka. Ada JURNAL PSIKOLOGI
564
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Dari uraian di atas, maka penelitian ini dapat
Remaja memiliki proses perkembangan
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
yang
a. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-
menimbulkan permasalahan, baik pada remaja
ra religiusitas dengan kenakalan remaja?
itu sendiri maupun lingkungannya. Hal ini
b. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-
didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti, 2002)
ra kecerdasan emosional dengan kenakalan
bahwa remaja adalah masa perkembangan yang
remaja?
penuh dinamika, warna dan gejolak.
sangat
kompleks,
sehingga
sering
c. Apakah ada hubungan yang signifikan anta-
Hal senada diutarakan Monks (1992)
ra religiusitas dan kecerdasan emosional
bahwa masa remaja merupakan salah satu tahap
dengan kenakalan remaja?
dalam perkembangan manusia, seperti dalam masa perkembangan yang lainnya, masa ini
Kenakalan Remaja Istilah Adolescence berasal dari kata
mempunyai ciri-ciri khusus seperti susah diatur,
adolescere yang berarti remaja atau tumbuh
mudah
menjadi dewasa (Hurlock, 1996). Remaja
sebagainya.
terangsang
perasaannya,
dan
adalah individu yang sedang mengalami masa
Masa remaja merupakan masa yang
pertumbuhan atau peralihan dari masa kanak-
penuh konflik. Hal ini sering menimbulkan
kanak menuju ke masa dewasa, yang pada masa
keresahan dan kontradiksi pada diri remaja.
tersebut terjadi perkembangan-perkembangan,
Menurut Salzman (dalam Yusuf, 2005), remaja
baik fisik, psikologis, dan sosial. Hal senada
merupakan
dikemukakan Atkinson (1991) bahwa masa
tergantung (dependence) terhadap orangtua ke
remaja adalah masa transisi atau masa peralihan
arah kemandirian (independence), minat-minat
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
seksual,
Piaget
(dikutip
Hurlock,
1992)
masa
perenungan
perkembangan
diri,
dan
sikap
perhatian
terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
mengatakan secara psikologis masa remaja
Masa remaja menunjukkan dengan jelas
adalah usia saat individu berintegrasi dengan
sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena
masyarakat dewasa, usia dimana anak-anak
remaja belum memperoleh status orang dewasa
tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang
tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.
yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat
Masa remaja secara global berlangsung pada
yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah
usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian 12
hak. Mereka tidak dapat dan tidak mau
sampai 15 tahun adalah masa remaja awal, 15
diperlakukan
sampai
sebagai
kanak-kanak
karena
18
tahun
adalah
masa
remaja
mereka sekarang hidup dengan orang dewasa,
pertengahan, dan 18 sampai 21 tahun adalah
dimana
masa remaja akhir (Monks dkk, 2004). Masa
dalam
masyarakat
orang
dewasa
menuntut penyesuaian dengan orang dewasa. 565
remaja awal (early adolescence) terjadi kiraJURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH kira sama dengan sekolah menengah pertama,
sampai 18 tahun, karena adanya kebingungan
biasanya pada masa ini terfokus kebanyakan
identitas pada periode tersebut.
remaja
Kenakalan remaja (juvenile delinquency)
mulai
adalah perilaku negatif atau kenakalan anak-
merujuk untuk mengembangkan minat, senang
anak muda, merupakan gejala sakit (patologis)
mempunyai banyak teman, pencapaian karir,
secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
pacaran dan eksplorasi identitas seringkali lebih
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial,
nyata pada remaja pertengahan dibandingkan
sehingga
remaja
kerapkali
perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan
mengalami kebingungan-kebingungan (identity
remaja mengacu pada suatu rentang yang luas,
pada
perubahan
pertengahan
pubertas.
adolescence)
(middle
awal,
Masa
akibatnya remaja remaja
akhir
mengembangkan
bentuk
(late
dari tingkah laku yang tidak dapat diterima
adolescence) ditandai dengan identitas yang
sosial sampai pelanggaran status hingga tindak
terbentuk pada masa remaja pertengahan, mulai
kriminal (Kartono, 2003).
confusion).
Masa
mereka
melakukan koping sebagai seorang dewasa,
Semua tindakan perusakan yang tertuju
mampu berpikir abstrak dan mampu membuat
ke luar tubuh atau ke dalam tubuh remaja dapat
keputusan dalam kehidupannya.
digolongkan
sebagai
kenakalan
remaja
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
(Gunarsa, 2004). Kenakalan remaja merujuk
bahwa remaja adalah individu yang menjalani
pada tindakan pelanggaran suatu hukum atau
masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa
peraturan oleh seorang remaja. Pelanggaran
dewasa, yang berlangsung pada umur 12
hukum
sampai 21 tahun, dengan pembagian 12 sampai
pelanggaran berat seperti membunuh atau
15 tahun adalah masa remaja awal, 15 sampai
pelanggaran seperti membolos, menyontek.
atau
peraturan
bisa
termasuk
18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan
Pembatasan mengenai apa yang termasuk
18 sampai 21 tahun adalah masa remaja akhir.
sebagai kenakalan remaja dapat dilihat dari
Masa remaja awal terfokus pada perubahan
tindakan yang diambilnya, tindakan yang tidak
pubertas,
pertengahan
dapat diterima oleh lingkungan sosial, tindakan
mengeksplorasi identitas secara mendalam
pelanggaran ringan/status offenses dan tindakan
seringkali
pelanggaran berat/ index offenses (Santrock ,
masa terjadi
remaja
kebingungan
identitas
(identity confusion) dan masa remaja akhir menikmati identitas yang terbentuk pada masa remaja
pertengahan.
Fenomena
perilaku
2003). Mussen kenakalan
dkk
(1994),
mendefinisikan
remaja
sebagai
perilaku
yang
menyimpang remaja seringkali terjadi pada
melanggar hukum atau kejahatan yang pada
masa remaja pertengahan dalam rentang usia 15
umumnya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun. Jika perbuatan ini
JURNAL PSIKOLOGI
566
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA dilakukan oleh orang dewasa maka akan
berada di luar dirinya disebut Realitas Mutlak,
mendapat sanksi hukum. Hurlock (1973) juga
Tuhan. Religiusitas (Religiosity) adalah kata
menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan
sifat dari kata Religion (Bahasa Inggris) atau
pelanggaran hukum yang dilakukan
oleh
religie (Bahasa Belanda). Religiusitas dalam
dapat
Kamus Latin Indonesia diterjemahkan dengan :
remaja,
dimana
tindakan
tersebut
membuat individu yang melakukannya masuk
agama, jiwa keagamaan, kesalehan. Pada dasarnya agama merupakan suatu
penjara. Mulyadi, dkk (2006) mendefinisikan
sistem yang terdiri dari berbagai aspek.
kenakalan remaja sebagai keinginan untuk
Menurut Hurlock agama terdiri dari dua unsur :
mencoba segala sesuatu yang kadang-kadang
keyakinan
menimbulkan
yang
pelaksanaan ajaran-ajaran. Dalam kajiannya,
dan
agama bagi Durkheim sebagaimana dikutip
(2002)
oleh Jalaluddin Rahmat (1989) dapat dibedakan
mengungkapkan kenakalan remaja sebagai
dalam dua hal : belief dan pracyice. Lebih jauh
tingkah laku yang menyimpang dari norma-
Jalaluddin Rahmat menerangkan bahwa aspek
norma
(1990)
pertama lebih menekankan pada ajaran dalam
menyebutkan kenakalan remaja adalah suatu
bentuk teks, baik yang tertulis yang menjadi
tindakan anak muda yang dapat menggangu
sumber rujukan bagi pemeluk agama. Aspek
dan merusak, baik terhadap diri sendiri maupun
kedua, merupakan keberagamaan (religiosity),
orang lain. Santrock (1995) menambahkan
yaitu : perilaku yang bersumber baik secara
bahwa kenakalan remaja sebagai kumpulan dari
langsung meupun tidak langsung kepada nash
berbagai perilaku yang tidak dapat diterima
agama.
kesalahan-kesalahan
menyebabkan orangtua.
kekesalan
Sedangkan
hukum
pidana.
lingkungan Sarwono
Fuhrmann
terhadap
Menurut
secara sosial sampai tindakan kriminal.
ajaran
Amin
agama,
Abdulah
dan
(1994),
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan
religiusitas (religiosity) atau keberagamaan
kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang
manusia pada umumnya bersifat universal,
melakukan tindakan merusak dan menggangu,
infinite
baik terhadap diri sendiri maupun orang lain
transhistoris (melewati batas pagar historisitas-
hingga tingkah laku yang menyimpang dari
kesejarahan manusia). Namun religiusitas yang
norma-norma hukum pidana.
demikian mendalam abstrak, pada hakekatnya
Religiusitas
tidak dapat dipahami dan tidak dapat dinikmati
Manusia
tidak
bersekat),
oleh manusia tanpa sepenuhnya terlihat dalam
berhubungan
bentuk ungkapan religiusitas yang konkret,
dengan suatu kekuatan yang ada di luar dirinya.
terbatas, terikat, historis, terkurung oleh ruang
Dalam kajian agama sesuatu kekuatan yang
dan waktu secara subyektif. Oleh karena itu
567
dorongan
makhluk
terbatas,
yang
mempunyai
adalah
(tidak
untuk
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH penelitian-penelitian mengungkap
empirik
fenomena
untuk
keberagamaan
seseorang atau sekelompok masyarakat dengan
oleh ajaran agama di dalam kehidupan sosial. Dimensi-dimensi
keberagamaan
pendekatan antropologis (psikologi, sosiologi,
sebagaimana dikemukakan Stark dan Glock
sejarah) menjadi perlu adanya.
tersebut, oleh Neil C. Warren (dalam Amin
Religiusitas (keberagamaan) seseorang,
Abdullah, ) juga menyatakan sebagi kategori
menurut Stark dan Glock (dalam Amin
yang cukup rinci dan menyeluruh. Karenanya
Abdullah, 1994) terdiri dari lima dimensi, yaitu
dapat untuk menerangkan ciri-ciri dan kualitas
:
keagamaan
a. Religious Belief (The ideological dimen-
beberapa pribadi secara lebih nyata.
sion), yaitu tingkat sejauh mana seseorang
tanpa
Pendapat
harus
Stark
ada
penyamaan
dan Glock
tersebut
menerima hal-hal yang dogmatic dalam
dikuatkan oleh Jalaluddin Rahmat. Dengan
agamanya. Misalnya kepercayaan adanya
istilah yang agak berbeda, menurut Rahmat,
tuhan, malaikat, surga, neraka, dan se-
keberagamaan seseorang terdiri dari lima
bagainya.
aspek, yaitu :
b. Religious Practise (The ritualistic dimen-
a. Aspek ideolois adalah seperangkat ke-
sion), yaitu tingkat sejauh mana seseorang
percayaan (belief) yang memberikan premis
melakukan kewajiban-kewajiban ritual da-
aksistensial.
lam agamanya.
b. Aspek ritualistik adalah aspek pelaksanaan
c. Religious Feeling (The experiental dimension), yaitu perasaan-perasaan atau pen-
ritual/ibadah suatu agama. c. Aspek eksperiensial adalah bersifat afektif :
yang
keterlibatan emosional dan sentimental pada
pernah dialami dan dirasakan oleh seseoran.
pelaksanaan ajaran agama, yang membawa
Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, mera-
pada religious feeling.
galaman-pengalaman
sa
takut
berbuat
keagamaan
dosa,
atau
merasa
d. Aspek intelektual adalah pengetahuan agama
diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya.
: seberapa jauh tingkat melek agama pengi-
d. Religious Knowledge (The intelektual di-
kut agama yang bersangkutan, tingkat ket-
mension), yaitu seberapa jauh mengetahui
ertarikan penganut agama untuk mempela-
tentang ajaran agamanya terutama yang ada
jari agamanya.
dalam kitab suci maupun lainnya.
e. Aspek konsekuensial, disebut juga aspek
e. Religious Effect (The consecquental dimen-
sosial. Aspek ini merupakan implementasi
sion), yaitu dimensi yang menunjukkan se-
sosial dari pelaksanaan ajaran agama se-
jauh mana perilaku seseorang dimotivasi
hingga dapat menjelaskan efek ajaran agama
JURNAL PSIKOLOGI
568
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA terhadap, seperti etos kerja, kepedulian, per-
dan mengalami perasaan dan pengalaman
saudaraan, dan lain sebagainya.
religius. Seperti merasa dekat dengan Allah
Kelima aspek sebagaimana dikemukakan
SWT, merasa pernah ditolong oleh Allah,
oleh Stark dan Glock serta Rahmat yang
merasakan doa-doanya terkabulkan, merasa-
menjadi acuan penelitian ini bisa disebut
kan nikmat dan hikmat ketika beribadah,
dengan: aspek akidah, ibadah, ihsan, ilmu, dan
merasa
akhlaq muamalah. Aspek-aspek tersebut dapat
mendengar ayat-ayat Al Qur'an, tersentuh
dirumuskan sebagai berikut :
ketika mendengar asma Allah, serta perasaan
a. Aqidah (idiologi), adalah dimensi yang
syukur akan nikmat Allah.
mengungkap
hubungan
manusia
dalam
d. Ilmu
tentram
(religius
ketika
membaca
dan
knowledge/pengatahuan).
penelitian ini remaja (responden) dengan
Dimensi ini berkaitan dengan sejauh mana
pokok-pokok keyakinan yang terumuskan
pengetahuan dan pemahaman remaja ter-
dalam rukun iman (iman kepada Allah, iman
hadap ajaran Islam. Jalaludin Rahmat me-
kepada malaikat, rasul, kitab, hari akhir serta
nyebut tidak hanya pada ajaran Islam yang
qodlo dan qodar), doktrin kebenaran agama
telah dimengerti, akan tetapi juga sejauh
dan masalah-masalah ghaib yang diajarkan
mana semangat untuk mengkaji Islam secara
agama.
lebih mendalam. Dalam penelitian ini aspek
b. Ibadah (religius practice), merupakan di-
tersebut akan dilihat dari prestasi (nilai)
mensi yang menyangkut sejauh mana tingkat
raport responden pada mata plajaran Pen-
kepatuhan remaja yang bersangkutan dalam
didikan Agama Islam yang meliputi materi
menunaikan kewajiban-kewajiban agama.
bidang Aqidah, Al Qur'an-Hadits, Akhlaq
Hal ini berkaitan dengan frekuensi, inten-
dan Ibadah Muamalah, dan Tarikh (Sejarah
sitas dan pelaksanaan ibadah mahdhah. Iba-
Kebudayaan Islam), Bahasa Arab.
dah mahdhah dipahami sebagai ibadah yang
e. Amal-Akhlaq,
Muamalah
(religius
ef-
aturan dan tata caranya, seperti syarat dan
fect/dimensi konsekuensial). Dimensi ini
rukun, telah diatur dan ditetapkan berdasar-
berkaitan
kan pada Al Qur'an dan Al Hadits. Yang
pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran
termasuk dimensi ibadah (dalam penelitian
agama yang dianut dalam kehidupan sehari-
ini) adalah sholat, puasa, infaq-shodaqoh,
hari, baik dalam sikap maupun tindakan, ser-
haji, doa, dzikir, membaca Al Qur'an dan
ta perilakunya yang berlandaskan pada etika
Qurban.
agama. Tindakan, sikap dan perilaku yang
dengan
keharusan
seseorang
c. Ihsan (religios feeling/penghayatan), yaitu
dimaksud adalah bagaimana individu (rema-
dimensi yang berhubungan dengan masalah
ja) berhubungan dengan lingkungannya atas
seberapa jauh seseorang (remaja) merasakan
dasar ajaran agama.
569
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH c. Banyak bersangkutpaut dengan peristiwa pengenalan panca indra.
Kecerdasan Emosional Emosi adalah perasaan yang dialami seseorang.
Emosi
pada
dasarnya
adalah
Emosi tidak selalu menunjukan perilaku yang cenderung negatif, tapi juga menunjukkan
dorongan untuk bertindak, rencana seketika
perilaku
untuk mengatasi masalah yang ditanamkan
memberikan nuansa tersendiri dalam kehidupan
secara berangsur-angsur yang berkaitan dengan
dan bagaimana emosi dikendalikan. Menurut
pengalaman dari waktu ke waktu.
Coleman
Emosi yang muncul dalam diri sering
yang
dan
cenderung
Hamen
positif.
(dalam
Emosi
Jamaludin
Rahmat, 2001:41) terdapat empat fungsi emosi,
diungkapkan dalam berbagai bentuk seperti
yaitu :
sedih, gembira, kecewa, semangat, marah,
a. Emosi sebagai pembangkit energi (energiz-
benci dan cinta. Sebutan yang diberikan kepada
er). Tanpa emosi manusia tidak sadar atau
perasaan tertentu mempengaruhi pola pikir
mati. Hidup berarti merasaikan, mengalami,
mengenai perasaan itu dan cara bertindak.
bereaksi, dan bertindak. Emosi membang-
Karena emosi merupakan faktor dominan yang
kitkan dan memobilisasi energi kita; marah
mempengaruhi tingkah laku individu. Menurut
menggerakkan individu untuk menyerang;
Daniel Goleman (1999) emosi merujuk pada
takut mengerakan individu untuk lari; dan
suatu perasaan dan pikiran yang khas, yakni
cinta
suatu keadaan biologis dan psikologis serta
bermesraan dan mendekat.
menggerakan
individu
untuk
serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
b. Emosi sebagai pembawa informasi (massen-
Emosi pada dasarnya merupakan dorongan
ger). Keadaan diri individu dapat diketahui
untuk bertindak.
dari emosi. Pada saat individu marah, terhadap
mengetahui bahwa individu telah dihambat
rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
atau diserang oleh orang lain; sedih berarti
Sebagai contoh emosi gembira mendorong
kehilangan sesuatu yang dicintai; bahagia
perubahan suasana hati seseorang, sehingga
berarti memperolah sesuatu yang disenangi
secara fisiologi terlihat tertawa, atau emosi
atau berhasil menghindari dari hal yang
sedih
dibenci.
Emosi
merupakan
mendorong
reaksi
seseorang
berperilaku
menangis. Emosi sebagai peristiwa psikologis
c. Emosi bukan hanya pembawa pesan dalam
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
komunikasi interpersonal, ungkapan emosi
a. Lebih bersifat subjektif dari pada peristiwa
dapat dipahami secara universal.
lainnya, seperti pengamatan dan pikiran. b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap).
d. Emosi sebagai sumber informasi mengenai keberhasilan individu. Indin\vidu mendambakan kesehatan dan mengetahuinyapada
JURNAL PSIKOLOGI
570
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA saat merasa sehat. Individu mencari keinda-
Emosi menurut Goleman pada dasarnya
han dan mengetahuinya bahwa telah mem-
adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai
perolehnya ketika merasakan kenikmatan es-
macam emosi itu mendorong individu untuk
tetis dalam diri.
memberikan respon atau bertingkah laku
Emosi merupakan warna afektif yang menyertai
setiap
keadaan
atau
terhadap stimulus yang ada.
perilaku
Emosi merupakan salah satu faktor yang
individu. Warna afektif adalah perasaan-
mempengaruhi
perasaan tertentu yang dialami pada saat
Kemampuan seseorang dalam mengarahkan
mengahadapi suatu situasi tertentu. Contoh
dan menyesuaikan emosi terhadap suatu situasi
yaitu gembira, bahagia, putus asa, terkejut atau
akan berpengaruh pada perilaku dan hubungan
benci. Goleman menggolongkan bentuk emosi
sosial. Stern (dalam Abu Ahmadi, 1998:104)
sebagai berikut:
mengemukakan bahwa terdapat tiga golongan
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah
dalam membedakan emosi seseorang, yaitu:
tingkah
laku
manusia.
besar, jengkel, kesal hati, terganggu, ter-
a. Emosi individu yang bersangkutan dengan
singgung, bermusuhan, dan yang paling he-
keadaan-keadaan sekarang yang dihadapi.
bat adalah tindakan kekerasan dan kebencian
Hal ini berhubungan dengan situiasi aktual;
patologis; b. Kesedihan:
b. Emosi yang menjangkau maju, merupakan pedih,
muram,
suram,
jangkauan kedepan dalam kejadian-kejadian
melankolis, megasihi diri, kesedihan, di-
yang akan
tolak, dan depresi berat;
pengharapan;
datang, jadi masih
dalam
c. Rasa takut: takut, gugup, khawatir, was-was,
c. Emosi yang berhububungan dengan masa
perasaan takut sekali, khawatir, waspada,
lampau, atau melihat kebelakang hal-hal
tidak senang, ngeri, takut sekali, fobia dan
yang telah terjadi. Istilah “Emotional Intelligence” pertama
panik; d. Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, terhi-
kali dipergunakan oleh Petter Salovey dari
bur, bangga, takjub, terpesona, senang sekali
Harvard University dan John Mayer dari New
dan manis;
Hampshire University pada tahun 1990 untuk ke-
melukiskan kualitas emosi. Keduanya men-
percayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
gidentifikasi Emotional Intelligence sebagai
hormat, dan kasmaran;
ability to monitor one’s own and other’s feeling
e. Cinta:
persahabatan,
penerimaan,
f. Terkejut: terpana dan takjub;
and emotion to discriminate among them, and
g. Jengkel: hina, jijik,muak, benci;
to use this information to guide one’s thinking
h. Malu: rasa bersalah, malu hati, kesal hati,
and action (Goleman, 2000). Keduanya menya-
sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. 571
takan
perlu
membedakan
kemampuan-
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH kemampuan yang bersifat kognitif (mental)
merupakan
dengan kemampuan yang bersifat sosial.
Kesadaran ini berarti waspada baik terhadap
dasar
kecerdasan
emosional.
Sementara Baron (dalam Goleman, 2000)
suasana hati maupun pikiran tentang suasana
mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai
hati. Indivdu yang sadar akan emosinya,
serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan
umumnya mandiri dan yakin akan batas-batas
sosial
kemampuan
yang dibangun, kesehatan jiwanya bagus dan
seseorang untuk berhasil dalam mengatasi
cenderung berpendapat positif terhadap ke-
tuntutan dan tekanan lingkungan. Menurut
hidupan. Dalam aspek mengenali diri terdapat
Goleman (1999: 45) mengatakan bahwa kecer-
tiga indikator, yaitu: (1) Mengenal dan merasa-
dasan emosional adalah kemampuan yang di-
kan emosi sendiri, (2) memahami sebab
miliki
perasaan yang timbul, dan (3) mengenal
yang
mempengaruhi
seseorang
dalam
memotivasi
diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, men-
pengaruh perasaan terhadap tindakan.
gendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta
b. Mengelola Emosi
mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional,
seseorang
dapat
Mengelola
emosi
berarti
menangani
menempatkan
perasaan agar perasaan terungkap dengan tepat
emosinya pada porsi yang tepat, memilah
merupakan kecakapan yang tergantung pada
kepuasan dan mengatur suasana diri.
kesadaran diri. Pada intinya bukan menjauhi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
perasaan yang tidak menyenangkan agar selalu
bahwa kecerdasan emosional merupakan ke-
bahagia, tapi tidak membiarkan perasaan ber-
mampuan untuk mengenali, mengelola dan
langsung tak terkendali sehingga menghapus
mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk
perasaan hati yang menyenangkan. Dalam
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
mengelola emosi, terdapat enam aspek yaitu:
lain, serta membina hubungan dengan orang
(1) bersikap toleran terhadap toleransi, (2)
lain.
mampu mengendalikan marah secara lebih Kecerdasan emosional terbagi dalam be-
baik, (3) dapat mengendalikan perilaku agresif
berapa wilayah kemampuan yang memben-
yang dapat merusak diri dan orang lain, (4)
tuknya.
Goleman
memiliki perasaan positif tentang diri sendiri
1999:57) memaparkan lima wilayah kecerdasan
dan orang lain, (5) memiliki kemampuan
emosional dan dapat digunakan untuk melihat
mengatasi stress, dan (6) dapat mengurangi
bagaimana kecerdasan emosional, yaitu :
perasaan kesepian dan cemas.
a. Mengenali Emosi Diri
c. Memotivasi Diri Sendiri
Peter
Salovey
(dalam
Mengenali emosi diri adalah kesadaran
Memotivasi diri sendiri adalah ketrampi-
diri yaitu tentang perasaan sewaktu perasaan
lan menata emosi sebagai alat untuk mencapai
terjadi. Kemampuan mengenali perasaan diri
tujuan berkenaan dengan pemberian perhatian
JURNAL PSIKOLOGI
572
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA dalam menguasai diri sendiri serta untuk be-
hadap orang lain, dan (3) mampu mendengar-
reaksi. Orang-orang yang memiliki keterampi-
kan orang lain.
lan ini cenderung jauh lebih produktif dan efek-
e. Membina Hubungan
tif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
Keterampilan untuk berhubungan dengan
Orang yang mampu memotivasi diri sendiri
orang lain yang merupakan kecakapan emo-
adalah orang yang memiliki ciri-ciri mampu
sional yang mendukung keberhasilan dalam
mengendalikan kecemasan, memiliki pola pikir
bergaul dengan orang lain. Keterampilan mem-
yang positif, optimisme, mampu mencapai
bina hubungan dapat menunjang popularitas,
keadaan flow yaitu keadaan ketika seseorang
kepemimpinan dan keberhasilan seseorang. In-
sepenuhnya terserap ke dalam apa yang sedang
dividu yang hebat dalam keterampilan menjalin
dikerjakannya, perhatiannya hanya terfokus
hubungan dengan orang lain akan sukses dalam
pada apa yang sedang dikerjakannya serta
bidang apapun. Dalam membina hubungan ini,
kesadaran manyatu dengan tindakan (Goleman,
terdapat sembilan aspek yaitu: (1) memahami
2000: 127). Dalam aspek memotivasi diri
pentingnya membina hubungan dengan orang
sendiri ini terdapat tiga indikator, yaitu: (1)
lain, (2) mampu menyelesaikan konflik dengan
mampu mengendalikan impuls, (2) bersikap
orang lan, (3) memiliki kemampuan berkomu-
optimis, dan (3) mampu memusatkan perhatian
nikasi dengan orang lain, (4) memiliki sikap
pada tugas yang dikerjakan.
bersahabat atau bergaul dengan orang lain, (5)
d. Mengenali Emosi Orang Lain
Memiliki sikap tenggang rasa, (6) Memiliki
Mengenali emosi orang lain merupakan
perhatian terhadap kepentingan orang lain, (7)
kemampuan untuk membaca perasaan orang
Dapat hidup selaras dalam kelompok, (8) Ber-
lain yang diwujudkan melalui isyarat-isyarat
sikap senang berbagi dengan anggota kelompok
yang ditangkap. Ciri orang yang mampu
lainnya, (9) Bersikap demokratis.
mengenali emosi orang lain adalah mampu ber-
Hubungan Religiusitas, Kecerdasan
empati. Empati diartikan sebagai kemampuan
Emosional dan Kenakalan Remaja
yang bergabung pada kesadaran diri yang
Saat ini kenakalan remaja bukan saja
merupakan “keterampilan bergaul” dasar. Indi-
monopoli remaja di kota-kota besar, tetapi
vidu yang memiliki empati tinggi lebih mampu
kenakalan remaja sudah merambah ke berbagai
menangkap sinyal-sinyal yang dikehendaki
pelosok desa. Kenakalan remaja juga bukan
orang lain. Dalam aspek mengenali emosi
monopoli anak-anak orang berada, tetapi
orang lain ini terdapat tiga aspek yaitu: (1)
hampir semua remaja memiliki potensi atau
mampu menerima sudut pandang orang lain,
kecenderungan melakukan apa yang disebut
(2) memiliki sikap empati atau kepekaan ter-
dengan kenakalan tersebut.
573
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH Agak sulit dijelaskan secara nalar sehat,
besarnya
pengaruh
pergaulan
dalam
kadang-kadang kenakalan remaja dipicu oleh
membentuk watak dan kepribadian seorang
hal-hal yang remeh. Namun itulah yang terjadi
remaja.
dengan remaja dewasa ini. Menurut Kartini
Masa remaja identik dengan lingkungan
Kartono (2003) kenakalan remaja (juvenile
sosial dimana mereka berinteraksi, maka
delinquency) adalah perilaku negatif atau
remaja juga dituntut pandai dan mampu
kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala
menyesuaikan
sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak
menekan
dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
sekitarnya. Untuk menghindari hal-hal negatif
pengabaian
mereka
yang dapat merugikan dirinya dan orang lain,
yang
remaja hendaknya membentengi diri dengan
sosial,
mengembangkan
sehingga
bentuk
perilaku
menyimpang. lingkungan
keluarga,
sosial
(masyarakat), sekolah. Orang tua yang sibuk dengan
secara
efektif
pengaruh
buruk
yang
untuk ada
di
keagamaan (religiusitas) yang tinggi serta mau
Timbulnya kenakalan remaja bisa karena faktor
diri
urusan
nafkah
yang tinggi. Keadaan emosi yang tidak stabil akan
untuk
berakibat buruk jika tidak didukung dengan
keluarganya, orang tua yang bercerai, orang tua
adanya tingkat religiusitas dan kecerdasan
yang mengabaikan perkembangan anaknya,
emosional yang tinggi. Religiusitas yang tinggi
masyarakat yang membiarkan bentuk-bentuk
artinya remaja dapat membentengi dirinya
kenakalan terjadi. Hal itu sejalan dengan hasil
dengan kemampuan mengendalikan diri dengan
penelitian Ulfa Maria (2007) menyimpulkan
landasan nilai-nilai moral (agama) yang dianut
ada peran persepsi keharmonisan keluarga dan
dan dipahami dengan baik. Hasil penelitian
konsep diri terhadap kecenderungan kenakalan
Andist, Miftah Aulia dan Ritandiyono (2008)
remaja.
tentang Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas
Juga
mencari
memahami dan memiliki kecerdasan emosional
teknologi
Pada Dewasa Awal, menyimpulkan bahwa
komunikasi dan internet membuat lonjakan
terdapat hubungan yang signifikan antara
kenakalan
remaja
bertambah.
religiusitas dengan perilaku seks bebas. Hasil
Lingkungan
masyarakat
berperan
koefisien korelasi yang negatif menunjukkan
membentuk remaja seperti keadaan sekarang
arah korelasi kedua variabel adalah negatif,
ini. Banyak remaja ikut dan larut dalam bentuk
bahwa
penyesuaian
semakin
Pengaruh
berkembangnya
diri
makin sangat
dengan
kawan
bermain
lingkungannya. juga
bisa
mencemaskan orang tua karena pengaruh
semakin rendah
tinggi perilaku
religiusitas seks
maka
bebasnya.
Sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya.
pertemanan cukup besar. Hal ini menunjukkan JURNAL PSIKOLOGI
574
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Sedangkan kecerdasan emosional yang
1. Aspek ideologis (keyakinan terhadap ajaran
tinggi artinya remaja memiliki kemampuan
agama) adalah seperangkat kepercayaan (be-
dalam
lief) atau keyakinan terhadap ajaran agama
hal
pengendalian
diri,
semangat,
ketekunan dan memotivasi diri. Mengingat remaja
memiliki
pengungkapan
diri
kebutuhan
untuk
disclosure)
(self
di
lingkungan sosialnya. Remaja yang memiliki
yang memberikan premis aksistensial. 2. Aspek ritualistik adalah pelaksanaan ritual/ibadah suatu agama atau kepatuhan menjalankan ajaran agama.
kemampuan pengungkapan diri akan dapat
3. Aspek eksperiensial (bersifat afektif) adalah
menerima keadaan dirinya dan orang lain
keterlibatan emosional dan sentimental pada
termasuk kekurangan-kekurangannya.
pelaksanaan ajaran agama atau pengalaman
Kekurangan dalam
mengelola emosi
seberapa besar dalam merasakan dan men-
adalah hal yang vital dalam kehidupan remaja.
jalani hidup beragama yang membawa pada
Pengelolaan emosi dalam arti luas, yaitu
religious feeling.
kemampuan mengendalikan emosi dalam setiap
4. Aspek intelektual (pengetahuan agama) ada-
harus
lah seberapa tingkat pengetahuan dan pema-
mampu menempatkan dirinya sesuai dengan
haman pengikut agama terhadap norma
situasi dan kondisi yang ada secara bijak.
agama dan tingkat ketertarikan penganut
Namun yang justru sering terjadi di kalangan
agama untuk mempelajari agamanya.
keadaan
yang
dialaminya.
Remaja
dalam
5. Aspek konsekuensial (disebut juga aspek
hanya
sosial) adalah konsekuensial tingkah laku
mengedepankan kemauan dan egonya sendiri
seseorang yang merupakan implementasi so-
tanpa memperhatikan kepentingan orang lain.
sial dari pelaksanaan ajaran agama sehingga
remaja
adalah
mengelola
ketidakmampuannya
emosi.
Remaja
sering
dapat menjelaskan efek ajaran agama yang Metode Penelitian Variabel penelitian Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang dipergunakan, yaitu variabel terikat adalah kenakalan remaja atau dilambangkan dengan
diyakininya terhadap kehidupan sehari-hari. Sedangkan
variabel
kecerdasan
emosional
terdiri atas lima indikator, yaitu: 1. Mengenali emosi diri atau kesadaran diri (self awareness).
huruf Y dan variabel bebas terdiri atas: variabel
2. Kemampuan mengelola emosi atau menga-
religiusitas atau yang dilambangkan dengan
tur diri sendiri (self regulation / self man-
huruf X1 dan variabel kecerdasan emosional
agement).
atau yang dilambangkan dengan huruf X2.
3. Motivasi diri sendiri (motivating).
Dalam penelitian ini variabel religiusitas terdiri
4. Mengenali emosi orang lain atau empati
atas lima indikator, yaitu: 575
(empathy). JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH 5. Memelihara hubungan dengan orang lain
Arikunto (2002) jika subjeknya kurang dari
(hubungan sosial) atau kesadaran sosial (so-
100, maka lebih baik diambil semua sehingga
cial awareness).
penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Sementara variabel kenakalan remaja terdiri
Jika jumlah subjek lebih besar dari 100 dapat
atas empat indikator yaitu:
diambil 10-15%, atau 20-25% atau lebih.
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik
Dalam penelitian ini jumlah populasi tercatat 997 orang siswa maka dengan berpedoman
pada orang lain. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban mate-
pada pendapat di atas, peneliti mengambil 10% dari 997 orang siswa, yaitu 99 (angka
ri. 3. Kenakalan sosial yang menimbulkan bahaya
dibulatkan) orang siswa sebagai sampel. Pengambilan sampel sebanyak 99 orang
diri sendiri dan orang lain. 4. Kenakalan yang melawan status menimbulkan pelanggaran hukum atau aturan.
siswa
tersebut
menggunakan
teknik
proportional random sampling. Tujuannya agar
Berdasarkan pada beberapa konsep yang
semua populasi terwakili atau berpeluang untuk
telah dijelaskan di atas, maka hipotesis yang
menjadi sampel. Oleh karena menggunakan
diajukan dalam penelitian ini adalah :
teknik proportional random sampling maka
1. Ada hubungan antara religiusitas dengan
tidak
semua
anggota
populasi
dilibatkan
sebagai sampel tetapi jumlah sampel terpilih
kenakalan remaja. 2. Ada hubungan antara kecerdasan emosional
sebanyak 99 orang siswa. Analisis data dilakukan untuk mengetahui
dengan kenakalan remaja. 3. Ada hubungan antara religiusitas dan kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja.
derajat
atau
keeratan
hubungan
antara
religiusitas dan kecerdasan emosional terhadap kenakalan remaja. Untuk mengetahui derajat
Populasi dan sampel Populasi adalah seluruh objek yang ingin
hubungan dua variabel digunakan koefisien
diketahui besaran karakteristiknya. Penelitian
korelasi pearson product moment. Untuk
ini
analitik
mengetahui bentuk hubungan antara variabel
kuantitatif di mana populasinya adalah para
penelitian dilakukan uji statistik yaitu analisis
siswa SMP Negeri 7 kota Kediri.
Populasi
regresi. Untuk keperluan analisis tersebut
berjumlah 997 orang yang terdiri atas kelas 7
digunakan program SPSS for windows release
(324 orang), 8 (343 orang), dan 9 (330 orang)
16 untuk menentukan ada tidaknya hubungan
masing-masing berjumlah 9 kelas.
antara Religiusitas dan Kecerdasan Emosional
merupakan
Sampel
jenis
penelitian
merupakan
sebagian
objek
populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan
karakteristik
JURNAL PSIKOLOGI
populasi.
dengan Kenakalan Remaja di SMP Negeri 7 Kediri.
Menurut 576
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Sebelum dilakukan analisis data, maka
Analisis uji korelasi antara variabel kecer-
terlebih dahulu akan dilakukan uji instrumen
dasan emosional dan variabel kenakalan
(skala). Tujuannya untuk mengetahui apakah
remaja
indikator-indikator
Dari Tabel 13 hasil uji korelasi antara
penelitian tersebut telah memenuhi syarat untuk
kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja
dipakai sebagai alat ukur.
Pada pengujian
diperoleh nilai rx2y sebesar 0.032 dengan p =
validasi, teknik yang dipakai adalah teknik
0.770; p > 0.05, maka tidak signifikan.
korelasi, di mana korelasi yang diukur adalah
Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada korelasi
korelasi antara skor atribut terhadap skor total
antara kecerdasan emosional dengan kenakalan
penyusun variabel penelitian. Pada penelitian
remaja.
ini pengujian validasi dilakukan pada tiap-tiap
penelitian ini yang menyatakan bahwa ada
dimensi atau item-item yang ada.
hubungan antara kecerdasan emosional dengan
variabel-variabel
dan
Sehingga
hipotesis
kedua
dari
kenakalan remaja, ditolak. Hasil Penelitian
Analisis uji antara variabel religiusitas dan
Berdasarkan analisa data maka diperoleh hasil penelitian sebagaimana yang tergambar
variabel
kecerdasan
emosional
dengan
variabel kenakalan remaja Hasil olah statistik menggunakan SPSS
dalam tabel berikut ini : Analisis uji korelasi variabel religiusitas dan
16 for Windows melalui program Analisa
variabel kenakalan remaja
Regresi untuk menguji korelasi antara variabel
Dari Tabel 13 hasil uji korelasi antara
religiusitas & Kecerdasan Emosional dengan
religiusitas dengan kenakalan remaja diperoleh
Kenakalan Remaja, menunjukkan harga F =
nilai rx1y sebesar 0.106 dengan p = 0.331; p >
0,480 pada p = 0,620 (p > 0,05) sehingga dapat
0.05,
Sehingga
ditarik kesimpulan bahwa korelasi antara
disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara
variabel religiusitas & Kecerdasan Emosional
religiusitas dengan kenakalan remaja. Sehingga
dengan
hipotesis pertama dari penelitian ini yang
signifikan. Artinya, hipotesis penelitian yang
menyatakan
berbunyi : “Ada hubungan antara religiusitas &
maka
tidak
signifikan.
bahwa ada
hubungan antara
Kenakalan
Remaja
Kecerdasan
ditolak.
Remaja” tidak dapat diterima / ditolak. Hasil ANOVAb
dengan
tidak
religiusitas dengan kenakalan remaja, berarti
uji
Emosional
adalah
sebagai
Kenakalan berikut:
Tabel 2. Hasil Uji ANOVAb ANOVAb
577
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH Sum of Model 1
Squares Regression
Df
Mean Square
.081
2
.040
Residual
6.997
83
.084
Total
7.078
85
F
Sig.
.480
.620a
a. Predictors: (Constant), Religiusitas, Kecerdasan Emosional, b. Dependent Variable: Kenakalan Remaja Sumber : output SPSS dewasa.
Pembahasan
Remaja
memiliki
proses
Penelitian ini dilakukan untuk menguji
perkembangan yang sangat kompleks, sehingga
hubungan antara Religiusitas dan Kecerdasan
sering menimbulkan permasalahan, baik pada
Emosional
Remaja.
remaja itu sendiri maupun lingkungannya. Hal
Penelitian ini menekankan arti penting religi-
ini didukung oleh Tambun (dikutip Hartanti,
usitas yang dikaitkan dengan kematangan emo-
2001)
sional remaja dengan kenakalan remaja yang
perkembangan yang penuh dinamika, warna
akhir-akhir ini semakin marak terjadi dalam
dan gejolak.
terhadap
Kenakalan
masyarakat.
penelitian berjumlah 997 orang yang
remaja
adalah
masa
Hal senada diutarakan Monks (1992)
Penelitian ini dilakukan terhadap para siswa SMP Negeri 7 kota Kediri.
bahwa
Populasi terdiri
bahwa masa remaja merupakan salah satu tahap dalam perkembangan manusia, seperti dalam masa
perkembangan
lainnya,
masa
ini
atas kelas 7, 8, dan 9 masing-masing berjumlah
mempunyai ciri-ciri khusus seperti susah diatur,
9 kelas, namun peneliti hanya mengambil 10%
mudah
dari 997 orang siswa, yaitu 99 (angka dibulat-
sebagainya.
kan) orang siswa sebagai sampel.
tersinggung
perassaannya,
dan
Religiusitas merupakan dasar/tumpuan
Remaja adalah individu yang sedang
akhlak dan perangkat undang-undang. Segala
mengalami masa pertumbuhan atau peralihan
sesuatu yang dianggap sakral seperti nilai-nilai
dari masa kanak-kanak menuju ke masa
akhlak dan peraturan-peraturan yang sering
dewasa, yang pada masa tersebut terjadi
didengung-dengungkan tidak akan berjalan
perkembangan baik fisik, psikologis dan sosial.
dengan baik bila tanpa tumpuan dan landasan
Hal senada juga dikemukakan atkinson (1991)
agama. Tidak ada sesuatu selain agama yang
bahwa masa remaja adalah masa transisi atau
mampu mengarahkan manusia kepada situasi
masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
moralis.
JURNAL PSIKOLOGI
578
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA Menurut Hendropuspito (1993), bagi
Karena pada usia remaja merupakan usia yang
manusia dan masyarakat agama memiliki
labil, yang mana mereka sangat mudah sekali
empat fungsi, yaitu: (1) fungsi edukatif; (2)
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sudah
fungsi penyelamat; (3) fungsi pengawasan
banyak contoh yang terjadi. Mereka yang sudah
sosial (social control)
dan (4) untuk
mempunyai religiusitas yang baik masih rela
memupuk persaudaraan. Tetapi peran agama
melakukan perbuatan asusila di tempat umum,
begitu luhur dan mulia tersebut pada tataran
begitu juga dengan lingkungan juga sangat
praktis sering tidak terbukti.
berpengaruh pada masa remaja. Para remaja
Pengambilan
dengan
mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, bila
menggunakan tehnik pengambilan data berupa
mereka sudah mengetahui maka mereka ingin
skala
melakukan.
yang
data
disusun
dilakukan
berdasarkan
variabel
penelitian yang sudah ditetapkan yaitu Religi-
Kenakalan remaja yang semakin marak
usitas, Kecerdasan Emosional dan Kenakalan
pada saat ini tidak bisa berkurang begitu saja
Remaja. Dari 99 kuisioner yang dibagikan,
dengan anak mempunyai religiusitas yang baik,
kembali 86 kuisioner, sehingga hanya 86 itulah
tetapi perhatian dari orang tua, pengaruh
data yang dilakukan proses pengolahan data.
lingkungan yang baik serta motivasi dari
Analisis data yang digunakan meliputi uji va-
lingkungan sekitar sangat mendukung sekali
liditas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan
untuk mengurangi kenakalan remaja pada masa
analisis regresi linier dengan bantuan program
sekarang ini.
SPSS versi 16.
Kecerdasan
Berdasarkan
uji
merupakan
korelasi
kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk
religiusitas
remaja.
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
Sehinggga hipotesis bahwa ada hubungan
lain, serta membina hubungan dengan orang
antara religiusitas dan kenakalan remaja tidak
lain. Sementara Baron (dalam Goleman, 2000)
diterima, berarti ditolak. Jadi belum tentu
mengidentifikasi kecerdasan emosional sebagai
mereka yang memiliki religiusitas tinggi tidak
rangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan
akan terpengaruh oleh aksi kenakalan remaja
sosial
yang semakin marak.
seseorang untuk berhasil dalam mengatasi
dengan
hasil
emosional
kenakalan
Pada jaman sekarang ini tidak menutup
yang
mempengaruhi
kemampuan
tuntutan dan tekanan lingkungan. Dengan
kemungkinan walaupun mereka mempunyai
kecerdasan
religiusitas yang tinggi mereka tidak akan
menempatkan emosinya pada porsi yang tepat,
terpengaruh oleh trend kenakalan remaja.
memilah kepuasan dan mengatur suasana diri.
579
emosional,
seseorang
dapat
JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH Masa remaja merupakan masa yang
terdapat hubungan yang tidak signifikan.
penuh konflik. Hal ini sering menimbulkan
Sehingga hipotesis yang menyatakan ada
keresahan dan kontradiksi pada diri remaja.
hubungan antara kecerdasan emosional dengan
Menurut Salzman (dalam Yusuf, 2005), remaja
kenakalan
merupakan
ditolak.
masa
perkembangan
sikap
remaja
tidak
diterima,
berarti
Jadi belum tentu mereka yang
tergantung (dependence) terhadap orangtua ke
memiliki kecerdasan emosional tinggi juga
arah kemandirian (independence), minat-minat
tidak akan terpengaruh oleh aksi kenakalan
seksual, perenungan diri,dan perhatian terhadap
remaja yang semakin marak. Seharusnya
nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
dengan memiliki kecerdasan emosional yang
Dalam budaya Amerika, periode remaja
tinggi, remaja memiliki kemampuan dalam hal
dipandang sebagai masa “Strom and Stress”,
pengendalian diri, semangat, ketekunan dan
dimana pada massa ini sering terrjadi frustasi
memotivasi diri. Remaja seharusnya mampu
dan
krisis
menempatkan dirinya sesuai dengan situasi dan
penyesuaian, mimpi dan melamun tentang
kondisi yang ada secara bijak. Namun yang
tentang
tereliminasi
justru sering terjadi di kalangan remaja adalah
(tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya
ketidakmampuannya dalam mengelola emosi.
orang dewasa (Lustin Pikunas, dalam Yusuf,
Remaja sering hanya mengedepankan kemauan
2005).
dan egonya sendiri tanpa memperhatikan
penderitaan, cinta,
konflik
dan
dan
perasaan
Kenakalan remaja adalah perilaku remaja yang
melakukan
dan
mengelola emosi adalah hal yang vital dalam
mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun
kehidupan remaja. Pengelolaan emosi dalam
orang
arti luas, yaitu kemampuan mengendalikan
lain
tindakan
hingga
tingkah
merusak
kepentingan orang lain. Kekurangan dalam
laku
yang
menyimpang dari norma-norma hukum pidana. Santrock
(1995)
menyebutkan
bahwa
emosi dalam setiap keadaan yang dialaminya. Hasil
uji
korelasi
antara
variabel
kenakalan remaja sebagai kumpulan dari
religiusitas dengan kenakalan remaja maupun
berbagai perilaku yang tidak dapat diterima
antara variabel kecerdasan emosional dengan
secara
kenakalan remaja tidak memiliki hubungan.
sosial
Sedangkan
sampai
tindakan
kriminal.
sarwono menambahkan
bahwa
Sehingga dengan demikian hubungan antara
kenakalan remaja adalah sebagai tingkah laku
religiusitas dan kecerdasan emosional dengan
yang menyimpang dari norma-norma hukum
kenakalan remaja tidak terbukti. Hipotesis
pidana.
ketiga dari penelitian ini yang menyatakan
Berdasarkan hasil uji korelasi antara
bahwa ada hubungan antara religiusitas dan
kecerdasan emosional dengan kenakalan remaja JURNAL PSIKOLOGI
580
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA kecerdasan
emosional
dengan
kenakalan
anak-anak dan remaja juga ikut meningkat. Kejahatan remaja justru menjadi semakin
remaja, berarti ditolak. Penelitian di atas mendukung penelitian
berkembang
dengan
pesat,
dan
ada
Purwati (2008), khususnya berkaitan dengan
pertambahan yang sangat banyak dari kasus-
kecerdasan emosional dan kenakalan remaja.
kasus yang berhubungan dengan hal tersebut.
Purwati
penelitiannya
Di Indonesia, pada tahun 1970-an kenakalan
kecerdasan emosional
remaja sudah diindikasikan telah menjurus
(2008)
dalam
menyimpulkan bahwa
tidak memiliki hubungan yang signifikan
pada
dengan kenakalan remaja dengan sumbangan
penjambretan secara terang-terangan di siang
efektif sebesar 0,11%. Tetapi penelitian di atas
hari,
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
beramai-ramai sampai melakukan pembunuhan,
Ritandiyono,dkk
dan perbuatan kriminal lainnya yang berkaitan
(2008)
yang
menyatakan
kejahatan perbuatan
seperti
tindak
seksual
bahan
perkosaan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan
dengan
antara religiusitas dengan perilaku seks bebas
tersebut tampaknya terus terjadi sampai saat
(salah satu bentuk kenakalan remaja). Artinya
ini. Kenakalan dan kejahatan remaja itu tidak
semakin tinggi religiusitas maka semakin
hanya melibatkan anak-anak remaja putus
rendah perilaku seks bebasnya. Sebaliknya
sekolah saja, akan tetapi juga berjangkit di
semakin rendah religiusitas maka semakin
kalangan anak-anak remaja yang masih aktif
tinggi perilaku seks bebasnya.
belajar di sekolah-sekolah lanjutan, akademi,
Dari bukti empiris di atas, perlu dikatakan
kecanduan
dalam
kekerasan,
narkotika.
Hal
dan perguruan tinggi (Kartono, 2006).
pula bahwa masalah kenakalan remaja, saat ini
Sekitar tahun 1980-an sampai saat ini
sudah cukup banyak terjadi, baik di negara-
gejala kenakalan remaja semakin meluas, baik
negara maju maupun negara-negara sedang
kuantitas maupun kualitas kejahatannya. Hal ini
berkembang. Menurut Hadisuprapto (1997),
dapat dilihat dari semakin banyaknya peredaran
delinquency)
dan penggunaan ganja serta bahan-bahan
merupakan perilaku remaja yang melanggar
psikotropika di tengah masyarakat yang juga
hukum yang apabila dilakukan oleh orang
memasuki kampus dan ruang sekolah, dan
dewasa termasuk kategori kejahatan, dalam hal
semakin meningkatnya jumlah remaja yang
ini termasuk perilaku pelanggaran terhadap
terbiasa
ketentuan perundang-undangan yang khusus
penjambretan dan tindakan kekerasan oleh
diperuntukkan bagi mereka.
kelompok
remaja,
perkosaan,
pembunuhan,
kenakalan
remaja
(juvenile
Saat masyarakat dunia semakin maju dengan meningkatnya kesejahteraan, kejahatan 581
meminum
minuman penganiayaan pemerasan
keras, berat, yang
terjadi di sekolah-sekolah, dan juga banyak JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH terjadi pelanggaran terhadap norma-norma
dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin
susila lewat praktek seks bebas, gadis yang
mereka sudah mengetahui perbedaan antara
melacurkan diri, serta perkelahian massal antar
keduanya
kelompok dan antar sekolah. Bentuk-bentuk
kontrol yang tepat dalam perbuatan mereka.
kenakalan
ini
Menurut Feldman & Weinberger (1994),
merupakan wujud dari perilaku delinkuen atau
pengendalian diri (self control) mempunyai
delinkuensi (Kartono, 2006).
peranan penting dalam perilaku delinkuen.
yang
dilakukan
remaja
namun
gagal
mengembangkan
yang
Pengasuhan yang efektif pada masa kanak-
menyebabkan perilaku kenakalan remaja, salah
kanak (penerapan strategi yang konsisten,
satunya adalah jenis kelamin (Santrock, 1998).
berpusat
Anak
melakukan
berhubungan dengan dicapainya kemahiran
perilaku antisosial daripada anak perempuan.
dalam pengaturan diri (self regulatory) oleh
Kartono (2006), mengungkapkan perbandingan
anak, misalnya melalui penanaman nilai-nilai
perilaku delinkuen (kenakalan) anak laki-laki
moral dalam pendidikan agama (religiusitas)
dengan perempuan diperkirakan 50:1. Anak
yang akan memperkuat anak dalam hal
laki-laki pada umumnya melakukan perilaku
bertindak
delinkuen dengan jalan kekerasan, perkelahian,
kemampuan ini merupakan atribut internal
penyerangan,
pengacauan,
yang akan berpengaruh pada menurunnya
perampasan dan agresivitas. Hal ini didukung
tingkat perilaku delinkuen yang dilakukan
oleh penelitian Kelly et al. (1997) dalam
remaja (Santrock, 1998). Selain itu, perilaku
Gracia, et al., (2000) yang menyatakan anak
delinkuen
laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk
pergolakan emosi yang sangat labil (Kartono,
munculnya perilaku merusak.
2006).
Terdapat
laki-laki
beberapa
lebih
faktor
banyak
perusakan,
Perilaku delinkuen pada remaja dapat
pada
atau
anak
dan
tidak
berperilaku.
tersebut
merupakan
asersif)
Terdapatnya
hasil
dari
Munculnya bentuk perilaku seperti yang
mengembangkan
telah disebutkan diatas menurut Goleman
pengendalian diri yang cukup dalam hal
(2001) merupakan gambaran adanya emosi-
bertingkah laku. Kebanyakan remaja telah
emosi yang tidak terkendali, mencerminkan
mempelajari perbedaan antara tingkah laku
meningginya
yang dapat diterima dan tingkah laku yang
Menurut Goleman (1995),
terjadi
karena
kegagalan
ketidakseimbangan
emosi.
tidak dapat diterima, namun remaja yang
emosi memainkan peranan penting dalam
melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.
perilaku individu. Bila emosi berhasil dikelola
Para
gagal
dengan baik maka individu akan mampu
membedakan tingkah laku yang dapat diterima
menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat
remaja
tersebut
JURNAL PSIKOLOGI
mungkin
582
RELIGIUSITAS, KECERDASAN EMOSIONAL DAN KENAKALAN REMAJA atau
bahwa keduanya tidak saling berhubungan.
ketersinggungan dan bangkit kembali dengan
Demikian pula dapat disimpulkan bahwa
cepat dari semua itu. Sebaliknya, individu yang
korelasi
buruk kemampuannya dalam mengelola emosi
Kecerdasan
maka terus-menerus akan bertarung melawan
Remaja
perasaan murung atau melarikan diri pada hal-
signifikansinya lebih besar dari ketentuan yang
hal yang merugikan diri sendiri (Goleman,
diperkenankan
2001). Sehingga diperlukan adanya suatu
penelitian yang berbunyi : “Ada hubungan
kemampuan
antara religiusitas & Kecerdasan Emosional
melepas
kecemasan,
dalam
kemurungan
manajemen
emosi.
antara
variabel
Emosional tidak
adalah
(0,05).
Kemampuan ini merupakan hal yang berkaitan
dengan
erat dengan emotional intelligence (kecerdasan
diterima / ditolak.
emosional).
Dengan
adanya
Kenakalan
religiusitas
dengan
Kenakalan
signifikan, Artinya,
Remaja”
& nilai
hipotesis
tidak
dapat
kecerdasan
emosional yang tinggi, individu akan lebih mudah mengendalikan diri dan mengendalikan dorongan-dorongan negatif dalam diri individu
Kepustakaan Ancok, Djamaludin dan Suroso, FN. (2005). Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
tersebut dalam melakukan suatu tindakan. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan terhadap out put dari hasil penelitian seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak ada
hubungan
antara
nilai
religiusitas dan kenakalan remaja karena nilai signifikansi religiusitas terhadap kenakalan remaja
lebih besar dari ketentuan tidak ada
kecerdasan
hubungan
emosional
antara
terhadap
kenakalan
emosional terhadap kenakalan remaja lebih besar dari ketentuan yang diperkenankan
583
Asfriyati (2003). Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak. 2003 Digitized By USU Digital Library. As’ad, Moh., (2008). Psikologi Yogyakarta : Liberty.
Industri.
nilai
remaja karena nilai signifikansi kecerdasan
(0.05).
Arkan, Arnadi (2006). Strategi Penanggulangan Kenakalan Anak-Anak Remaja Usia Sekolah. Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No.6 Oktober 2006.
yang
diperkenankan (0.05). Begitu juga disimpulkan bahwa
Andisti, Miftah Aulia dan Ritandiyono. (2008). Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas Pada Dewasa Awal. Jurnal Psikologi Volume 1, No. 2, Juni 2008.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan
Aprilia, Farhana dan Kurniati, Ni Made Taganing (2008). Hubungan antara komunikasi efektif orang tua-anak dan kenakalan remaja pada remaja di rumah tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur. Jurnal Penelitian Psikologi No.2 Vol.13 Desember 2008. JURNAL PSIKOLOGI
NISYA’ & SOFIAH Azis,
Rahmat (1999). Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri dan Kecenderungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Ulul Albab, Jurnal Studi Islam, Sains dan Teknologi, Vol 1, No 2, 1999.
Dister, NS. (1988). Psikologi Yogyakarta: Kanisius.
Agama.
Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence, Adolecent. London: Foresman aand Co. Goleman, D. (1995). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hasibuan, JJ (1986). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya. Hurlock, Elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi Perkembangan Anak. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini (2003). Bandung: Alumni.
Psikologi Anak.
Kreitner, Robert dkk. (2005). Perilaku Organisasi. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat. Maria, Ulfah (2007). Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Mulyasri, Dian (2010). Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Persepsi Remaja Terhadap
JURNAL PSIKOLOGI
Keharmonisan Keluarga. Skripsi. Surakarta: Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Mulyadi, Seto. (2006). Kekerasan Pada Anak. Dalam http://www.mailarchive.com. Mussen, P.H. dkk (1994). Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Arcan. Pasaribu, I.L. dan Simanjuntak (1983). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Purwati (2008). Hubungan Antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosional Dengan Kenakalan Remaja. Tesis Magister psikologi Untag Surabaya. Surabaya: Prodi Magister Psikologi. Program Pasca Sarjana Untag Surabaya. Rahmat, Jalaluddin (1989). Psikologi dan Agama. Bandung: Rosdakarya. Santrock, John W. (1995). Perkembangan Masa Hidup. Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Sardiman A.M. (1988). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV. Rajawali. Sarwono, S.W. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Pustaka. Syah, Muhibbin (2000). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Thontowi, Ahmad. Hakekat Religiusitas. dalam www.sumsel.kemenag.go.id. Tim Prima Pena (Tanpa Tahun). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Terbaru. Gitamedia Press.
584