HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN RESILIENSI PADA PENGHUNI LAPAS DI KELAS II A SAMARINDA
Rini gustiana Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
INTISARI Resiliensi merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan mengatasi masalah dan mempertahankan optimisme dalam menghadapi lingkungan yang beresiko. Resiliensi berhubungan dengan cara seseorang untuk bisa berdiri tegak menghadapi permasalahan, dan mencari solusi untuk permasalahan yang sedang dihadapi. Resiliensi juga dikatakan sebagai daya tahan seseorang untuk bisa bertahan dalam segala kondisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas di kelas II A Samarinda. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, media elektronik, media cetak dan wawancara. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 78 subyek narapidana Lapas Kelas II A Samarinda. Analisis data dilakukan dengan mengunakan teknik purposive sampling dan bantuan program statistik SPSS 20 for window. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini diterima. Hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas Kelas IIA Samarinda. Dengan hasil analisis menunjukan bahwa koefisien korelasi r=0,278 dengan p=0,000 (p<0,01) dimana jika kecerdasan emosi tinggi maka resiliensi tinggi, jika kecerdasan emosi rendah maka resiliensi rendah. Kata Kunci : Kecerdasan Emosi, Resiliensi
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
1
ABSTRACT Resilience is a factor that plays an important role in order to survive troubleshooting and maintaining optimism in the face of environmental risk. Resilience related to how someone can stand upright face problems, and find solutions to the problems being faced. Resilience is also said to be a person's endurance to survive in all conditions. The purpose of this study was to see whether there is a relationship of emotional intelligence to the resilience of the occupants of prisons in the class II A Samarinda. Source data from this study were obtained from books, journals, electronic media, print media and interviews. Subjects in this study amounted to 78 subjects narapina Prison Class II A Samarinda. Data analysis was done by using purposive sampling technique and help SPSS 20 for windows. These results indicate that the hypothesis proposed in this study received. Positive relationship between emotional intelligence and resilience in prison occupant Class IIA Samarinda. With the results of the analysis showed that the correlation coefficient r = 0.278, p = 0.000 (p <0.01) in which if a high emotional intelligence, the high resilience, if the emotional intelligence is low, low resilience. Keywords: Emotional Intelligence, Resilience
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
2
PENDAHULUAN Resiliensi faktor
yang
untuk dapat masalah
berperan bertahan
dan
optimisme
merupakan penting mengatasi
mempertahankan
dalam
menghadapi
15). Holaday (dalam
dan
Issacson,
menyatakan
mempengaruhi adalah kemampuan
(2002:
natured
bahwa
29)
individu yang resilien yang dapat
untuk bangkit
menyatakan
2002:
beberapa karakteristik
lingkungan yang beresiko. Issacson 4)
McPhearson
kembali,
personality,
good-
focus pada
resiliensi berarti kemampuan untuk
bakat, otonomi, tanggung jawab,
mengatasi
kesabaran, optimisme, kemampuan
kesulitan
traumatis.
Selain itu juga untuk merespon
memecahkan
tekanan hidup sehari-hari secara
hidup, kreativitas, moral, rasa ingin
fleksibel. Seseorang harus memiliki
tahu,
kemampuan untuk mengontrol atau
religiusitas.
mengatur diri untuk tetap efektif di
masalah,
coping
tujuan
di
skills, empati dan
Menurut
Santrock
(2003:
dalam menghadapi masalah yang
557) stres adalah respon individu
dihadapi, hal ini
terhadap
disebut
dengan
keadaan
atau kejadian
emotion regulation (Jackson, 2004:
yang memicu stres (stresor), yang
15). Selain itu, seseorang harus
mengancam
memiliki kemampuan untuk tetap
kemampuan
positif
menanganinya (coping).
dan
memandang masa bersikap
perencanaannya
depan
dan
mengganggu
seseorang
untuk
realistis
dalam
Menurut Williams (2007:67)
(Jackson,
2004:
dalam artikel Prison Health and the
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
3
Health of the Public, situasi ketika
menggunakan perasaan-perasaan itu
awal masuk penjara adalah keadaan
untuk
yang
tindakan.
paling
mempengaruhi
psikologis narapidana. Dalam resiliensi,
pikiran
dan
Seligman (dalam Goleman,
mengembangkan peran
memandu
kecerdasan
2009)
mengungkapkan
bahwa
individu yang cerdas emosinya akan
emosional sangatlah penting hal ini
bersikap
dibuktikan dengan penelitian yang
sesuatu
dilakukan
teratasi kendati ditimpa kemunduran
oleh
Alcoholics
Anonymous dan program pemulihan obat terlarang yang didasarkan pada lebih dari 200 orang pasien pecandu heroin dapat disembuhkan dengan mengajarkan kecerdasan emosional yang
mendasar
menghilangkan
cenderung keinginan
untuk
segala
kehidupan
dapat
atau frustrasi. Hasil
penelitian
Gottman
(2003) menunjukkan fakta bahwa pentingnya
kecerdasan
emosional
dalam berbagai aspek kehidupan. Individu
Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2009), kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengendalikan
perasaan sendiri dan orang lain, serta
yang
memiliki
kecerdasan emosional akan mampu menghadapi
Goleman, 2007).
dan
dalam
bahwa
akan
menggunakan obat terlarang (dalam
memantau
optimis,
mempertahankan
tantangan semangat
dan hidup
(Patton, 1998). KAJIAN PUSTAKA Resiliensi
berhubungan
dengan cara seseorang untuk bisa
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
4
berdiri
tegak
menghadapi
Seseorang
yang
menjalani
permasalahan, dan mencari solusi
pembinaan
untuk permasalahan yang sedang
pidana
dihadapi. Resiliensi juga dikatakan
yang
sebagai daya tahan seseorang untuk
menjalani
bisa bertahan dalam segala kondisi.
optimisme
Menurut
Shatte
putusan. Seseorang harus memiliki
adalah
kemampuan untuk mengontrol atau
kemampuan untuk mengatasi dan
mengatur diri untuk tetap efektif di
beradaptasi terhadap kejadian yang
dalam tekanan yang menerpa, hal ini
berat atau masalah yang terjadi
disebut dengan emotion regulation
dalam kehidupan. Bertahan dalam
(Jackson, 2004:
keadaan
seseorang
Reivich
(2002,43),
dan
resiliensi
tertekan,
berhadapan
dan
dengan
bahkan
kesengsaraan
dalam proses
membutuhkan tinggi
dalam
untuk
bersikap
menyatakan berarti mengatasi
Selain
harus
kemampuan
itu,
memiliki tetap
positif
depan
realistis
perencanaannya
dan
menghadapi
15).
dalam kehidupannya. 4)
mampu
tekanan peradilan
memandang masa
(2002:
resiliensi
untuk
(adversity) atau trauma yang dialami
Issacson
hukum
(Jackson,
dan dalam 2004:
bahwa
resiliensi
kemampuan
untuk
Paradigma resiliensi didasari
traumatis.
oleh pandangan kontemporer yang
kesulitan
15).
Selain itu juga untuk merespon
muncul
tekanan hidup sehari-hari secara
psikologi,
fleksibel.
bagaimana anak, remaja, dan orang
dari dan
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
lapangan sosiologi
psikiatri, tentang
5
dewasa sembuh dari kondisi stres,
c. Optimism
trauma dan resiko dalam kehidupan
Optimism adalah ketika kita
mereka (Deswita, 2006: 228).
melihat bahwa masa depan
Reivich dan Shatte (2002,43)
kita cemerlang (Reivich &
juga mamaparkan tujuh kemampuan
Shatte, 2002;44). Optimism
yang membentuk resiliensi, yaitu
yang dimiliki oleh seorang
sebagai berikut:
individu menandakan bahwa
a. Emotion Regulation
individu
tersebut
percaya
Emotion regulation adalah
bahwa
kemampuan
tetap
kemampuan untuk mengatasi
tenang di bawah kondisi yang
kemalangan yang mungkin
menekan (Reivich & Shatte,
terjadi di masa depan.
untuk
2002,44-45).
Causal analysis merujuk pada
control
adalah
kemampuan individu untuk
kemampuan individu untuk
mengidentifikasikan
mengendalikan
akurat
dorongan,
memiliki
d. Causal Analysis
b. Impulse Control Impulse
dirinya
keinginan,
kesukaan,
penyebab
secara dari
serta
permasalahan yang mereka
tekanan yang muncul dari
hadapi. Individu yang tidak
dalam diri (Reivich & Shatte,
mampu mengidentifikasikan
2002;44).
penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
6
tepat, akan terus menerus
g. Reaching Out
berbuat kesalahan yang sama.
Reaching
e. Empathy
out
merupakan
kemampuan individu meraih
Empati sangat erat kaitannya
aspek positif dari kehidupan
dengan kemampuan individu
setelah
untuk membaca tanda- tanda
menimpa (Reivich & Shatte,
kondisi
2002;45).
emosional
dan
psikologis orang lain (Reivich & Shatte, 2002;45).
kemalangan
yang
1. Faktor-faktor Pengaruh Resiliensi a. Faktor resiko
f. Self Efficacy
Faktor
Self
efficacy
merepresentasikan
resiko
hal-hal
mencakup
yang
dapat
sebuah
menyebabkan dampak buruk
keyakinan bahwa kita mampu
atau menyebabkan individu
memecahkan masalah yang
beresiko
kita
gangguan perkembangan atau
alami
dan
kesuksesan.
mencapai
Kepercayaan
gangguan
akan kompetensi membantu
(Garmezy,
individu
2002;83).
untuk
tetap
berusaha, dalam situasi yang penuh
tantangan
mempengaruhi untuk harapan.
untuk
mengalami
psikologis dalam
Davis,
b. Faktor Pelindung
dan
Faktor pelindung merupakan
kemampuan
faktor yang bersifat menunda,
mempertahankan
meminimalkan, menetralisir
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
bahkan hasil
akhir
7
yang negatif. Masten dan
resilensi,
Coatsworth
(dalam Davis,
yang dekat dengan orangtua
2002;83)
mengemukakan
yang
memiliki
kepedulian
tiga faktor pelindung yang
dan
perhatian,
pola asuh
berhubungan
yang
hangat,
resiliensi
dengan
pada
individu,
yaitu:
yaitu
hubungan
teratur
kondusif
bagi
perkembangan
1) Faktor Individual
sosial
dan
individu,
ekonomi
yang
Faktor individu merupakan
berkecukupan,
faktor-faktor yang bersumber
hubungan harmonis dengan
dari
anggota
dalam
sendiri,
yaitu
intelektual namun
individu
itu
mempunyai yang
baik,
individu
yang
memiliki
keluarga-keluarga
lain. 3) Faktor
masyarakat
disekitarnya
mempunyai intelektual yang
Faktor
tinggi belum tentu individu
yang memberikan pengaruh
itu resilien, sociable, self
terhadap
resiliensi
confident, self-efficacy, harga
individu,
yaitu
diri yang tinggi, memiliki
perhatian
dari
lingkungan,
talent (bakat).
aktif
dalam
organisasi
kemasyarakatan
di
2) Faktor Keluarga Faktor-faktor keluarga yang berhubungan
dari
masyarakat
pada
mendapat
lingkungan tempat tinggal.
dengan
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
8
Menurut
Para
Ahli,
Istilah
membina hubungan (bekerjasama)
“kecerdasan emosional” pertama kali
dengan orang lain (Golemen, 2009:
dilontarkan pada tahun 1990 oleh
45).
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan
kualitas-kualitas
emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Slovey dan Mayer (Goleman,
2009:
mendefinisikan
513) kecerdasan
emosional
sebagai
memantau
dan
kemampuan mengendalikan
Lebih
lanjut
pengertian
tentang kecerdasan emosi dijelaskan juga oleh Ginanjar (2007;43) yang mengutip Cooper
pendapat Phd.
Robert
yang
bahwa kecerdasan
K.
mengatakan emosi
“hati
mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling
dalam mengubahnya dari
sesuatu
yang
kita
pikirkan
menjadisesuatu yang kita jalani.
perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
memandu
pikiran
dan
Menurut
Goleman
terdapat
lima
komponen
tindakan.
yaitu: Kecerdasan emosional (emotional inteligence) untuk
adalah
mengenali
kemampuan emosi
diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati)
dan
kemampuan
untuk
1)
(2009;112)
dimensi
atau
kecerdasan emosional Pengenalan
diri
(self
awareness), 2) Pengendalian diri (self regulation),
3)
Motivasi
(motivasion), 4) Empati (emphaty), dan 5) Keterampilan sosial ( Sosial skill). Sementara itu, Cooper dan Sawaf
(2000:
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
496)
menyatakan 9
bahwa
kecerdasan
emosional
(Goleman, 2009:50-53) mengatakan
merupakan kemampuan mengindra,
bahwa
memahami
efektif
kecerdasan yang monolitik yang
menerapkan kekuatan dan ketajaman
penting untuk meraih sukses dalam
emosi
energi,
kehidupan, melainkan ada spektrum
yang
kecerdasan yang lebar dengan tujuh
dan
dengan
sebagai
informasi,
sumber
dan
pengaruh
varietas
manusiawi. Selain
bukan
itu,
EQ
tidak
begitu
dipengaruhi oleh faktor keturunan
hanya
utama
yaitu
jenis
linguistik,
matematika/logika,
spasial,
kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
(Shapiro, 2001-10).
satu
Kecerdasan
ini
dinamakan oleh Gardner sebagai Pendapat lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Baron pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel,
yang
kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman
disebut
sebagai
dkecerdasan emosi.
mendefinisikan
kecerdasan
emosional
sebagai
serangkaian
kemampuan
pribadi,
emosi dan sosial yang mempengaruhi
Menurut
Slovey
(dalam
Goleman, 2009: 58) terdapat lima indikator
kecerdasan
emosional,
yaitu: kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi
tekanan
tututan
lingkungan
dan
(Goleman,
2009:180). Gardner dalam bukunya yang
berjudul
Frame
Of
Mind
a. Mengenali emosi diri. Yaitu kesadaran
diri
atau
kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
10
b. Mengelola
emosi.
Yaitu
e. Membina hubungan. Adalah
kemampuan menangani agar
mampu
perasaan
masing-masing individu dan
dapat
dengan
pas
terungkap
atau
hingga keseimbangan
mengendalikannya. Sebelum
tercapai
dapat mengendalikan emosi
dalam
diri
orang lain, seseorang harus
Yaitu
mampu diri
emosi
selaras
individu. c. Memotivasi
mengenali
sendiri.
kemampuan
mengendalikan
emosinya sendiri dan mampu
untuk
berempati.
Individu
yang
menata emosi sebagai alat
hebat
untuk mencapai tujuan.
hubungan dengan orang lain
dalam
membina
d. Mengenali emosi orang lain.
akan sukses dalam bidang
Kemampuan untuk mengenali
apapun yang mengandalkan
orang disebut juga empati.
pergaulan yang mulus dengan
Individu
orang lain.
kemampuan
yang
memiliki
empati
lebih
Menurut Goleman (2009:7),
mampu menangkap sinyal-
asal kata emosi adalah movere,
sinyal
yang
kata kerja Bahasa Latin yang berarti
yang
”menggerakkan, bergerak”, ditambah
mengisyaratkan apa-apa yang
awalan ”e-” untuk memberi arti
dibutuhkan orang lain keluar
”bergerak
dari kesusahannya.
bahwa
sosial
tersembunyi
menjauh”,
menyiratkan
kecenderungan bertindak
merupakan
hal mutlak
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
dalam
11
emosi, emosi memancing tindakan
(Kecerdasan
dan akar dorongan untuk bertindak
adalah
dalam menyelesaikan suatu masalah
memahami,
dengan seketika. Menurut Goleman
mengaplikasikan
(2009:45) kecerdasan emosi merujuk
kecerdasan emosi
pada kemampuan untuk memotivasi
sebuah
diri
informasi,
sendiri
dan
bertahan
menghadapi
frustasi,
mengendalikan
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, dan berempati. Cooper dan Sawaf (dalam Efendi, 2005
:
172)
mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagaimana di bawah ini : ”Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectivelly
apply the power and
acumen of emotions as a source of human
energy,
information,
connection, and influence.”
kemampuan dan
merasakan,
secara
efektif
kekuatan
serta
sebagai
sumber
energi manusia,
hubungan,
dan
pengaruh).
dorongan hati dan
tidak melebih–lebihkan kesenangan,
emosional
Menurut
Salovey
dan
Mayer (dalam Goleman, 2009 : 513)
kecerdasan
emosi adalah
kemampuan
memantau
mengendalikan
perasaan
dan sendiri
dan orang lain, serta menggunakan perasaan
–
perasaan
itu
untuk
memandu pikiran dan tindakan. Seperti
dikatakan
Lennick
seorang
president
di
Financial
oleh Doug executive
vice
Amerika
Express
Services
(dalam
Goleman, 2009 : 36) bahwa yang diperlukan dengan
untuk sukses ketrampilan
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
dimulai
intelektual,
12
tetapi
orang
kecakapan
memerlukan
emosi
memanfaatkan
potensi
mereka
maksimal,
secara
kecerdasan
emosional
membantu
adalah
suatu
untuk
ukuran yang menunjukkan
bakat
tingkat-tingkat
kesahihan
sesuatu
instrumen
jadi dapat
(Arikunto,
dalam
Pengukuran validitas dalam
kemampuan
penelitian ini menggunakan
seseorang
menggunakan
Validitas
2006).
kognitifnya sesuai dengan potensi
validitas
yang dimilikinya secara maksimum.
validity) dan validitas item
Individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menghadapi tantangan
dan
mempertahankan
isi
(content
(item validity). Validitas isi mengacu pada sejauh mana tes
yang
merupakan
seperangkat
semangat hidup (Patton, 1998).
soal-soal,
dilihat dari isinya memang METODE PENELITIAN
mengukur
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Validitas dan Reliabilitas sebanyak 78 orang dengan kriteria 63 orang narapidana laki-laki dan 15 orang narapidana
perempuan
Pada
Penghuni Lapas di Kelas II A Samarinda.
apa
yang
dimaksud untuk diukur dan dapat
dilakukan
dengan
membandingkan antara isi instrumen yang
dengan
telah
materi
diajarkan
(Sugiyono, 2011). Sedangkan cara untuk mengetahui validitas item
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
13
ini
yaitu
dengan
menggunakan
teknik
hitung > r tabel (0,194). Skala
resiliensi
yang
korelasi corrected item-total
berjumlah 72 aitem yang
correlation. dengan
Uji
validitas
diberikan kepada 78 subyek
teknik
korelasi
didapatkan 71 aitem yang
corrected
item-total
memenuhi
correlation
dilakukan
diskriminasi aitem dan 1
dengan cara mengorelasikan masing-masing skor item dengan
skor
melakukan
total,
koreksi
indeks
aitem dinyatakan gugur. Realibitas
adalah
lalu
indeks yang menunjukkan
atau
sejauh mana
suatu
alat
perbandingan dengan nilai
ukur dapat dipercaya dan
koefisien
dapat diandalkan (Arikunto,
korelasi
yang
overestimasi (r-tabel). Taraf
2006).
kepercayaan
yang
menunjukkan sejauh mana
uji
hasil pengukuran akan tetap
pada
konsisten apabila dilakukan
digunakan validitas
dalam item
Realibilitas
penelitian ini adalah 95%
pengukuran
dengan
subyek
Menurut Arikunto (2006)
penelitian 78 (N=78). Pada
realibitas menunjuk pada
penelitian ini peneliti akan
tingkat
memilih
sesuatu,
jumlah
nilai
corrected
berulang.
keterandalan artinya
dapat
item yang memiliki nilai r
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
14
dipercaya
jadi
dapat
diandalkan.
dengan
bantuan
(Statistical
Skala
resiliensi
program
Packade
SPSS
for
Social
Science) 20 for Windows.
terdapat 1 aitem gugur Pada no 33 dari 72 aitem jumlah
HIPOTESIS
keseluruhan, karena nilai r
Uji hipotesis dilakukan untuk
hitungnya lebih besar dari
mengetahui
nilai r table yaitu 0,149.
resiliensi dengan kecerdasan emosi
hubungan
antara
dari penghuni Lapas Kelas IIA HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data yang dilakukan
Samarinda.
Uji
hipotesis
ini
mengunakan teknik korelasi product
untuk pengolahan data penelitian
moment
adalah dengan menggunakan korelasi
mengunakan bantuan program SPSS
product moment untuk mengetahui
for windows 20.
dari
hubungan antara kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas kelas II A Samarinda. Sebelum dilakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang telah dirumuskan,
pearson
dengan
Tabel 11 Hasil Analisis Korelasi Variabel
r2
R
p
Keterangan
Resiliensi 0,278 0,077 0,000 Sangat * Signifikan Kecerdasan emosi
terlebih dahulu dilakukan analisis Hasil
data berupa analisis deskripsi, uji normalitas, Perhitungan
dan
uji
statistik
linieritas. dilakukan
analisis
menunjukan
bahwa koefisien korelasi r =0,278 dengan
p=0,000
(p<0,01).
Berdasarkan hasil tersebut dapat Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
15
dilihat
bahwa
terdapat
korelasi
tinggi pula resiliensi pada penghuni
positif yang sangat signifikan antara
lapas Kelas IIA Samarinda begitu
resiliensi dengan kecerdasan emosi
juga sebaliknya semakin
dari penghuni Lapas Kelas IIA
kecerdasan emosi maka semakin
Samarinda.
rendah pula resiliensi pada penghuni
Analisis
rendah
koefisien
lapas Kelas IIA Samarinda. Dari
determinasi (r2) dengan resiliensi
hasil uji hipotesis di peroleh hasil
sebesar 0,077. Hal ini menunjukan
yaitu terdapat korelasi yang positif
bahwa
dan
kecerdasan
memberikan
emosi
sumbangan
sangat
signifikan
antara
sebesar
kecerdasan emosi dengan resiliensi
70,7% terhadap tingkat resiliensi
pada penghuni lapas kelas II A
penghuni
Samarinda.
Lapas
Kelas
IIA
Samarinda. SARAN Berapa
KESIMPULAN Berdasarkan yang
telah
menemukan
penelitian
dilakukan, hasil
peneliti
bahwa
ada
hubungan positif antara kecerdasan emosi
dengan
resiliensi
pada
Berdasarkan
hasil
penelitian
yang diperoleh, maka
peneliti
ingin
mengemukakan
beberapa saran, yaitu: 1. Bagi
Subjek
Penelitian
ini
penelitian, diharapkan
penghuni lapas Kelas IIA Samarinda.
dapat
Hal
tinggi
dalam hal ini penghuni lapas
kecerdasan emosi maka semakin
Kelas IIA Samarinda untuk
ini
berarti
semakin
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
membantu
subjek
16
menyadari bahwa kecerdasan
3. Bagi
peneliti
selanjutnya,
emosi berkontribusi terhadap
Peneliti lain dapat mengambil
resiliensi.
variabel-variabel lain yang
Pada
subjek
senantiasa
diharapkan
mempengaruhi
meningkatkan
kecerdasan
seperti dukungan keluarga,
emosi
dengan
mendekatkan Tuhan
selalu
diri
YME
tantangan,
pengalaman
resiliensi
hidup,
sosial
kepada
ekonomi, dan usia. Skala
sehingga
penelitian untuk mengungkap
hambatan
dan
resiliensi
dan
kecerdasan
kondisi apapun yang dihadapi
emosi dapat dikhususkan lagi
tidak
sehingga hasil yang didapat
akan
masalah
mempengaruhi
dalam
menjalani
lebih memuaskan.
kehidupan. 2. Kepada pemerintah khusunya pejabat pengelola Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Samarinda melaksanakan
harus
dapat
pembinaan
DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S., (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Deswita.
(2006). Psikologi Perkembangan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Ginanjar,
A.,(2007). Rahasia Sukses Membngun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. (ed 33). Jakarta: Arga Maret.
yang positif dan bermanfaat untuk para narapidana yang bisa di pakai setelah keluar dari lapas.
Goleman, D., (2009), Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Mengapa EI
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
17
Lebih Penting dari IQ.,Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama
Santrock, J. W. (2003). Adoplescene (Edisi ke-6). Jakarta : Erlangga.
Gottman, John. Joan Deklaire. 2003. Kiat-kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono,(2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Issacson, B.,(2002)., Characteristics And Enhancement Of Resiliency In Young People. London: University of WisconsinStout. Jakcson, R & Watkin, C., (2004). The Resilience inventory: Seven essential skills for overcoming life’s obstacles and determining happiness. Journal Selection and Development Review. 20/6: 13-17. Patton, P, 1998, Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja, Alih Bahasa : Zaini Dahlan, Pustaka Delaprata, Jakarta Peters, R.D., Leadbeater, B., & Mc Mahon, J.(2005). Resilience in Children Families, and Communitie. New York: Klewer Academic/ Plenum Publisher.
Williams, N. H., (2007). Prison health and the health of the public: Ties that bind. Community Voice Healthcare for the Underserved. Atlanta: National Center for Primary Care. Website Davis, N. J. (2002 September). Subtance Abuse and Mental Health Services Administration Center for Mental Health Services Division of Program Development, Special Populations & Projects Special Programs Development Branch (301). pp.443-2844. Status of Research and Research-based Programs. [on-Line]. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014 dari http://mentalhealth.samhsa .gov/schoolviolence/
Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The resilience factor ,Seven keys to finding your inner stregth and overcoming life's hurdles. New York: Broadway Books.
Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
18