JURNAL RINI & DWI (SITI MISKAH)-3 - JURNAL TEKNIK KIMIA

Download Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. ... mengakibatkan waktu fermentasi tempe menjadi lebih singkat yaitu berkisar 35 jam. ... begitupula dalam...

0 downloads 386 Views 52KB Size
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE Siti Miskah, Rini Daslam, Dwi Endah Suryani Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstrak Nanas merupakan buah yang segar dan mudah didapatkan, selama ini pemanfaatannya hanya terbatas pada daging buahnya saja padahal kulit dan bonggol nanas diperkirakan masih memiliki manfaat salah satunya untuk membantu membuat pH air rendaman kedelai menjadi lebih asam yaitu berkisar 4 – 5 yang mengakibatkan waktu fermentasi tempe menjadi lebih singkat yaitu berkisar 35 jam. Perbandingan ekstrak kulit atau bonggol nanas dan air yang digunakan adalah 1:1, 1:2, 1:3, 2:1, dan 3:1. Perendaman kedelai dilakukan selama 12 jam setelah direndam lalu dicuci bersih baru kemudian direbus sampai mendidih. Angin-anginkan untuk beberapa saat sampai cukup dingin yang kemudian dilakukan peragian sebanyak 0.5 g, 1 g dan 1.5 g. Dari percobaan yang dilakukan terbukti bahwa dengan penambahan ekstrak kulit dan bonggol nanas yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kadar air, pH menjadi lebih asam dan menghasilkan waktu fermentasi yang jauh lebih singkat, serta rasa dan aroma nanas . Hasil ini berlaku untuk semua perbandingan ekstrak kulit dan bonggol nanas. Kata kunci : kedelai, ekstrak nanas, ragi, air

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempe adalah makanan yang enak, sehat dan banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat di desa maupun di kota. Kendala yang masih sering dihadapi para pengusaha tempe saat ini adalah lamanya proses fermentasi, yaitu sekitar 72 jam. Fermentasi yang lama akan menghambat produktifitas tempe. Nanas merupakan buah yang sangat Selama ini pemanfaatan buah nanas terbatas pada daging buahnya saja, sementara kulit dan bonggolnya dibuang. Padahal, kulit dan bonggol nanas tersebut diperkirakan masih memiliki manfaat. Oleh karena itu, penyusun ingin mencoba memanfaatkan ekstrak kulit dan bonggol nanas tersebut dalam proses perendaman kedelai pada proses fermentasi tempe. 1.2.

Perumusan Masalah Kedelai akan direndam dengan bantuan ekstrak kulit atau bonggol nanas dengan perbandingan ekstrak tertentu serta pengaruhnya terhadap waktu fermentasi dan kadar protein tempe tersebut. 1.3. 18

Tujuan

1. 2.

3.

4.

Untuk mendapatkan kondisi optimum pada proses fermentasi tempe. Untuk dapat mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak kulit dan bonggol nanas dalam proses fermentasi tempe, kondisi fisik, bau serta rasa tempe. Untuk dapat mengetahui pengaruh penggunaan jumlah ragi dalam proses fermentasi tempe. Untuk dapat mengetahui pengaruh ekstrak kulit dan bonggol nanas terhadap kadar protein tempe.

1.4.

Hipotesis Kualitas dan kecepatan dalam proses produksi tempe dipengaruhi oleh kondisi fermentasi seperti pH (derajat keasaman) dan temperatur. Pada kondisi fermentasi yang optimal, pertumbuhan jamur tempe akan meningkat sehingga proses akan berlangsung lebih cepat dan kualitas tempe seperti rasa dan aroma yang dihasilkan juga lebih baik. Pemanfaatannya berprinsip pada kemampuan kulit dan bonggol nanas untuk membuat suasana asam yang sesuai bagi pertumbuhan jamur tempe yaitu pada pH 4 – 5 dan pada temperatur ambient atau suhu ruang. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

1.5.

Manfaat 1. Menambah ilmu pengetahuan. 2. Meminimalisasi limbah nanas. 3. Membuka lapangan pekerjaan sehingga mengurangi jumlah pengangguran.

1.6.

Ruang Lingkup 1. Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya. 2. Penelitian ini menitikberatkan pada pengaruh ekstrak kulit dan bonggol nanas terhadap waktu fermentasi dan kadar protein tempe. 3. Kedelai yang digunakan untuk tiap sample 30 gr, dengan perbandingan ekstrak kulit atau bonggol nanas dan air : 1:1, 1:2, 1:3, 2:1, 3:1 serta jumlah ragi 0,5 gr, 1 gr, dan 1,5 gr.

II. FUNDAMENTAL Tempe adalah campuran biji kedelai dengan massa kapang. Hifa kapang tumbuh dengan intensif dan membentuk jalinan yang mengikat biji kedelai yang satu dengan biji yang lain sehingga menjadi masa yang kompak dan kuat. Ragi tempe KEDELAI --------------> TEMPE Nanas Nanas merupakan buah yang sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Selama ini pemanfaatan nanas terbatas pada daging buahnya saja, sementara kulit dan bonggolnya dibuang. Padahal, kulit dan bonggol nanas tersebut diperkirakan masih memiliki manfaat. Salah satu manfaatnya adalah kemampuannya mempercepat proses fermentasi tempe. Untuk melihat manfaat kulit dan bonggol nanas tersebut pada proses fermentasi tempe, akan terlihat pada waktu terbentuknya tempe nanti. Tahapan membuat tempe : a) Mencuci kedelai Mencuci merupakan salah satu hal penting dalam proses pembuatan makanan, begitupula dalam pembuatan tempe. Selain mencuci kedelai, kita juga membuang kotoran dan menyortir kedelai. Kedelai yang rusak atau tidak ada isinya biasanya akan mengambang dan sebaiknya dibuang. b) Perebusan Setelah bersih, kedelai kemudian direbus dalam panci. Perebusan kedelai sebaiknya Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

menggunakan air bersih dari sumur atau bukan air PAM yang mengandung bahan kimia. Pasalnya, bahan kimia bisa menghambat proses fermentasi oleh kapang atau ragi tempe. Perebusan dilakukan hingga matang. Biasanya, kedelai akan matang setelah direbus selama empat jam. c) Perendaman kedelai Setelah selesai direbus, kedelai diangkat dan didinginkan terlebih dahulu. Setelah itu, air rendaman diganti dengan air bersih, biarkan selama semalam. Perendaman ini akan menyebabkan kedelai mengembang. Setelah direndam, kedelai dibuang kulitnya. Cara tradisional yang sering dilakukan oleh para pengrajin tempe adalah menempatkan kedelai dalam keranjang bambu. Sambil disiram dengan air dingin, kedelai diinjak berulang-ulang. Perlakuan ini akan membuat kulit kedelai terkelupas dari bijinya. Kulit yang terkelupas akan mengambang diatas permukaan air, sebaiknya kulit-kulit yang terkelupas ini segera dibuang. Beberapa pengrajin ada juga yang tidak membuang kulit kedelai. Walaupun tidak dibuang kulitnya, proses penggilesan tetap dilakukan untuk membuang kotoran, memecah kedelai, dan menghilangkan bau khas kedelai yang biasanya tidak disukai oleh konsumen. d) Perebusan kedelai kembali Setelah mengalami proses penggilesan, kedelai yang sudah terpecah ini direbus kembali untuk menghilangkan bau dan bakteri lain yang bisa mengganggu proses fermentasi. Bau dan bakteri serta kotoran ini biasanya timbul ketika perendaman. Proses perebusan dilakukan sampai air mendidih, lalu biarkan selama kurang lebih 15 menit hingga kuman dan bakteri mati oleh panas. Selain dengan perebusan, pengrajin tempe ada juga yang hanya menyiram kedelai yang sudah digiles menggunakan air panas. e) Penyaringan Selesai direbus, saring kedelai dengan menggunakan serokan. Penggunaan serokan ini bertujuan untuk mengambil kacang kedelai tanpa air rebusannya. Kedelai hasil rebusan ini kemudian dihamparkan tipis-tipis dalam tampah. Setelah kering atau airnya meresap, kedelai siap dicampur dengan ragi tempe. f) Peragian Kunci sukses pembuatan tempe adalah saat pemberian ragi tempe pada kedelai. Ragi inilah yang kemudian bertugas melakukan fermentasi pada kedelai hingga menjadi 19

tempe. Peragian dilakukan setelah kedelai kering dan masih dalam keadaan agak hangat. Kedelai yang terlalu panas akan mematikan ragi tempe, sedangkan kedelai yang terlalu dingin akan menghambat pertumbuhan ragi atau kapang. Ragi yang dibutuhkan untuk pembuatan tempe adalah sebanyak 2% dari kedelai yang dimasak. Namun, kebutuhan ragi untuk pembuatan tempe ini berbeda-beda untuk setiap pembuat tempe. Biasanya, perbedaan jumlah ragi tempe ini dipengaruhi oleh suhu udara. Pada suhu udara normal, biasanya pembuat tempe yang memasak 100 kg kedelai memberikan ragi sebanyak tujuh sendok makan. Jika suhunya dingin, ragi bisa ditambah sebanyak satu sendok makan lagi. Teknik pemberian ragi dilakukan dengan cara menaburkan ragi secara merata diatas kedelai, kemudian diaduk atau dibalik-balik hingga raginya tercampur merata. g) Pembungkusan Setelah peragian selesai, kedelai siap dibungkus atau dicetak. Bungkus yang bisa dipakai adalah plastik atau daun pisang dan jati. Bahkan, dibeberapa daerah masih ada pembuat tempe yang mencetak dengan bumbung bambu. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembungkusan plastik atau daun yang digunakan untuk membungkus sebaiknya dilubangi dahulu dengan lidi di beberapa tempat agar kapang mendapat udara untuk fermentasi dan tempe menjadi berwarna putih. h) Pemeraman Pemeraman merupakan proses penyimpanan kedelai yang sudah diberi ragi dalam suhu hangat agar kedelai terfermentasi. Umumnya, setelah kedelai diberi ragi dan dibungkus. i) Pengangin-anginan Kedelai yang sudah difermentasi atau diperam selanjutnya dibuka lalu dianginanginkan. Ciri tempe yang sudah jadi yakni ditandai dengan kedelai yang sudah terbungkus dengan bulu-bulu putih yang menutup kedelai. Faktor-Faktor Penentu Kualitas Tempe 1. Cita Rasa Cita rasa tempe baru dapat diketahui setelah tempe diolah, yakni ada yang lezat (gurih atau sedap), asam, ada juga yang tidak enak. Cita rasa tempe tersebut ditentukan antara lain oleh jenis dan tingkat ketuaan kedelai, bahan campuran yang digunakan, dan tingkat kebersihan dalam pengolahan. 20

2.

3.

4.

5.

6.

Kelunakan atau tingkat kelapukan kedelai Tempe yang lunak umumnya lebih disenangi konsumen. Kedelai tidak dapat menjadi lunak meskipun direbus atau dikukus selama berjam-jam. Proses pelunakan kedelai terjadi pada saat proses peragian dimana semakin sempurna proses peragian maka semakin tinggi tingkat kelunakan tempe. Kebersihan Tingkat kebersihan tempe juga sangat menentukan tingkat penerimaan konsumen. Dimana sebelum diproses, kedelai harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran yang tercampur, misalnya batang dan kulit kedelai. Benda-benda tersebut akan menimbulkan gangguan pada saat tempe dikonsumsi, mengganggu fermentasi dan juga mempengaruhi kualitas tempe yang dihasilkan. Kemurnian Pada proses pembuatan tempe, ada beberapa jenis bahan yang perlu dicampurkan. Namun, perlu dibedakan antara bahan yang memang diperlukan untuk membantu proses fermentasi dan bahan yang justru akan menurunkan kualitas tempe, diantaranya pepaya mentah, tepung ketan, jagung, nasi kering, singkong dan ampas kelapa. Daya tahan Tempe yang memiliki daya simpan tinggi adalah tempe murni (hanya dicampur dengan bahan pembantu). Tempe seperti ini akan tetap kering meskipun sudah membusuk. Sementara, tempe yang dibuat dengan bahan campuran akan cepat menjadi busuk, basah dan berulat. Kesuburan kapang Kapang yang tumbuh lebat dan berwarna putih akan menunjukkan bahwa tempe tersebut berkualitas baik.

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Alat : -beker gelas -gelas ukur -pH meter -neraca analitis -baskom -kompor -panci -pengaduk -pisau -kantong plastik Bahan : 1. Kacang kedelai 2. Ragi tempe 3. Ekstrak bonggol dan kulit nanas 4. air Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

3.2.2.

Pembuatan tempe : Bersihkan kacang kedelai dari kotoran dan bahan-bahan lainnya. 2. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 12 jam dengan ekstrak bonggol atau kulit nanas berdasarkan perbandingan yang telah ditetapkan diatas, agar menjadi lunak dan lebih asam. 3. Setelah perendaman selama 12 jam, kedelai dicuci bersih lalu direbus, tiriskan dan biarkan sampai suhunya tidak terlalu panas lagi baru kemudian dilakukan peragian. 4. Kemudian masukkan kedelai ke dalam kantung plastik yang telah diberi lubang kecil dengan jarum, ujung kantung plastik diratakan sehingga terbentuk lempengan yang cukup tebal. Hindarkan terlalu banyaknya sentuhan tangan pada kantung plastik yang telah diberi isi bahan. Inokulasikan pada suhu ambient. Diamkan sampai hangat, di tempat yang terlindung atau ditutup dengan kain kasa. 5. Saat hifa tersebut menyelimuti seluruh tubuh kedelai, proses fermentasi tempe dikatakan telah mencapai akhir.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Grafik 1. Hubungan antara kadar ekstrak kulit nanas dan derajat keasaman (pH) pada proses perendaman kedelai

6

4.5

pH

3.2. PROSEDUR PERCOBAAN 3.2.1. Pembuatan ekstrak kulit dan bonggol nanas : 1. Ambil sejumlah kulit atau bonggol nanas kemudian iris tipis untuk membantu proses penghalusan. 2. Kemudian campurkan kulit atau bonggol nanas dan air dengan perbandingan 1:1, lalu blender sampai halus. 3. Setelah halus, hasil blenderan tersebut disaring sehingga ampas nanas terpisah dari ekstrak kulit atau bonggol nanas. 4. Masukkan ekstrak tersebut ke dalam botol dan simpan dalam lemari pendingin.

3

0.5 gr 1 gr

1.5

0 s1

s2

s3 s4 sampel

s5

s6

1.

3.3.

Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 5 Maret sampai 22 Oktober 2008 di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya.

Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

Grafik 2. Hubungan antara kadar ekstrak bonggol nanas dan derajat keasaman (pH) pada proses perendaman kedelai

6

pH

4.5 3 0.5 gr

1.5

1 gr 1.5 gr

0 s1

s2

s3 s4 sampel

s5

s6

Pada kondisi perendaman kedelai yang dilakukan selama 12 jam dengan perbandingan ekstrak : air (dimana s1 = 1:1, s2 = 1:2, s3 = 1:3, s4 = 2:1, s5 = 3:1, s6 = sampel normal), rendaman kedelai yang jumlah ekstraknya jauh lebih banyak mempunyai bau yang lebih asam dan terdapat sisa-sisa kulit atau bonggol nanas pada permukaan sehingga menutupi permukaan rendaman kedelai tersebut. Pada grafik 1 dan 2 terlihat pH yang dihasilkan rendaman kedelai dengan menggunakan ekstrak nanas untuk jumlah ragi 1.5 gr, 1 gr dan 0,5 gr tidak jauh berbeda sehingga grafik yang digambarkan berhimpit. Rendaman dengan bantuan ekstrak kulit atau bonggol nanas ini dengan kadar ekstrak nanas yang jauh lebih banyak seharusnya menghasilkan derajat keasaman (pH) yang lebih asam bila dibandingkan dengan rendaman yang lebih sedikit ekstrak 21

waktu fermentasi (jam)

Grafik 3. Hubungan antara kadar ekstrak kulit nanas dan waktu fermentasi

60

40 0.5 gr 1 gr 1.5 gr

20

0 s1

22

s2

s3 s4 sampel

s5

s6

Berdasarkan penelitian yang penyusun lakukan, secara umum terlihat bahwa pH rendaman yang dihasilkan dengan penambahan ekstrak mengakibatkan waktu fermentasi tempe menjadi lebih singkat daripada pembuatan tempe secara konvensional yang waktu fermentasinya sekitar 72 jam. Tempe dengan kadar ekstrak yang jauh lebih banyak mempunyai waktu fermentasi yang lebih singkat bila dibandingkan dengan tempe yang kadar ekstraknya jauh lebih sedikit. Ini terlihat pada sampel tempe dengan jumlah ragi 1.5 gr, pada sampel 1 sampai sampel 6 waktu fermentasinya berturut-turut 30 jam, 30 jam, 42 jam, 30 jam, 28 jam dan 62 jam. Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada tempe dengan jumlah ragi 0.5 gr yang waktu fermentasinya berturutturut 32 jam, 32 jam, 37 jam, 32 jam, 32 jam 65 jam. Tetapi hal ini tidak terjadi pada tempe dengan jumlah ragi 1 gr dimana pada perbandingan ekstrak kulit nanas dan air 1:3, waktu fermantasinya justru lebih singkat bila dibandingkan dengan sampel lainnya yaitu 32 jam. Grafik 4. Hubungan antara kadar ekstrak bonggol nanas dan waktu fermentasi

waktu fermentasi (jam)

nanasnya tetapi dalam prakteknya pH yang dihasilkan dari hasil perendaman tidak seluruhnya menjadi lebih asam, sebagai contoh pada ragi 0.5 gr ekstrak kulit nanas 3:1 dengan pH 4.14 dan sampel 2:1 yang malah lebih asam yaitu 4.07. Kondisi seperti ini kerap terjadi karena adanya kontaminasi oleh lingkungan luar yang terkadang tidak disadari oleh pembuat tempe. Derajat keasaman ekstrak bonggol nanas jauh lebih asam bila dibandingkan dengan ekstrak kulit nanas, terlihat pada pH ekstrak kulit nanas pada jumlah ragi 0.5 gr dari sampel 1 sampai 5 berturut-turut 4.16, 4.18, 4.11, 4.07, dan 4.14 sedangkan untuk ekstrak bonggol nanas pada jumlah ragi 0.5 gr sampel 1 sampai 5 berturut turut 3.94, 3.86, 3.77, 3.74, dan 3.72. Sampel rendaman tempe normal (s6), yang menghasilkan pH 5.13 , 5.21, dan 4.74. Keadaan yang cukup signifikan ini terlihat pada grafik 1 dan 2 yang meningkat pada sampel 6. Setelah dilakukan perendaman kedelai selama 12 jam, kedelai kering yang berukuran kecil menjadi lebih besar tiga kali lipat dari ukuran semula dan kulit ari biji kedelai mengelupas. Pisahkan kedelai dengan air rendaman ekstrak dan cuci bersih lalu kemudian rebus sampai kedelai matang. Pada proses perebusan kedelai, kulit ari kedelai yang belum mengelupas akan lebih mudah terkelupas karena pengaruh air panas. Setelah perebusan kedelai, kedelai langsung diangin-anginkan. Setelah cukup dingin lalu diberi ragi sesuai ukuran yang telah ditentukan. Yang perlu diingat dalam penganginanginan setelah direbus ialah jangan terlalu kering karena keberadaan air juga membantu proses perekatan ragi pada kedelai. Tetapi jangan pula terlalu banyak air karena akan mengakibatkan campuran kedelai dan ragi menjadi basah yang justru tempe menjadi busuk atau dengan kata lain tidak jadi.

0.5 gr 1 gr 1.5 gr

60

40

20

0 s1

s2

s3

s4

s5

s6

sampel

Waktu fermentasi yang dihasilkan dalam pembuatan tempe dengan menggunakan ekstrak bonggol nanas dengan jumlah ragi 0.5 gr berturutturut dari sampel 1 sampai 6 yaitu 32 jam, 31 jam, 34 jam, 29 jam , 28 jam dan meningkat tinggi pada sampel 6 (tempe normal) yaitu 70 jam. Hasil serupa juga terjadi pada tempe dengan jumlah ragi 1 gr dan 1.5 gr yang memiliki waktu fermentasi lebih singkat bila dibandingkan dengan tempe yang kadar ekstrak bonggol nanasnya jauh lebih sedikit. Dan bila dibandingkan tempe dengan yang menggunakan ekstrak kulit nanas, pembuatan tempe dengan ekstrak bonggol ternyata jauh lebih singkat. Waktu fermentasi tercepat untuk ekstrak bonggol nanas adalah 24 jam pada ekstrak bonggol 3:1 dengan jumlah ragi 1.5 gr sedangkan Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

untuk ekstrak kulit nanas waktu fermentasi tercepatnya adalah 28 jam dengan kadar ektrak kulit 3:1 dan ragi 1.5 gr. Hal ini terjadi karena ekstrak bonggol nanas jauh lebih bersih bila dibandingkan dengan ekstrak kulit nanas. Kondisi fisik tempe dengan perbandingan ekstrak kulit dan bonggol nanas yang jauh lebih besar menghasilkan hifa yang jauh lebih rapat bila dibandingkan dengan tempe yang perbandingan ekstrak nanasnya jauh lebih kecil. Tempe dengan perbandingan ekstrak air 1:3, tidak semua permukaannya tertutupi oleh hifa dan bila ditekan tempe akan mudah tercerai. Kondisi sebaliknya dihasilkan pada perbandingan ekstrak air 1:1, 1:2, 2:1, dan 3:1, hifa yang terbentuk menutupi semua permukaan kedelai dan bila ditekan tempe tidak mudah tercerai. Kondisi fisik perbandingan ekstrak nanas 1:2 pada jumlah ragi 0.5 gr saja yang rapuh dan mudah tercerai. Kondisi fisik seperti ini terjadi untuk semua perbandingan ekstrak nanas yang lebih banyak dan untuk semua ukuran ragi. Aroma dan rasa yang dihasilkan tempe dengan bantuan ekstrak nanas ini juga beraroma nanas yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan tempe yang dibuat secara konvensional. Kondisi seperti ini terjadi pada semua perbandingan ekstrak nanas. Ukuran ragi tidak terlalu berpengaruh. Hal ini terlihat pada waktu fermentasi tempe dengan ukuran ragi 0,5 gram untuk tiap perbandingan ekstrak selama 32 jam terkecuali ekstrak dengan perbandingan 1:3 yaitu 37 jam. Dari grafik diatas terlihat pada sampel 3 yaitu dengan perbandingan ekstrak kulit nanas dan air 1:3 maka, waktu fermentasinya lebih tinggi dari perbandingan ekstrak dan air lainnya yaitu 37 jam pada ragi 0,5 gr, 32 jam pada ragi 1 gr serta 42 jam pada ragi 1,5 gr. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa bila kondisi fermentasi yang sesuai yaitu pH berkisar 4 pada temperatur ambient (ruang), dengan semua ukuran perbandingan ekstrak kulit maupun bonggol nanas maka akan menghasilkan waktu fermentasi tempe, kondisi fisik, aroma serta rasa yang lebih baik dari pembuatan tempe secara konvensional. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Ekstrak kulit dan bonggol nanas terbukti dapat membuat keasaman rendaman kedelai jauh lebih asam (pH berkisar 3-4) yang berdampak pada

Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16, Januari 2009

2.

3.

4.

waktu fermentasi tempe yang jauh lebih singkat dari pembuatan tempe konvensional yaitu 24 jam dengan bantuan ekstrak bonggol dan 28 jam dengan bantuan ekstrak kulit nanas. Kondisi fisik tempe jauh lebih bersih, terlihat dari hifa yang berwarna putih bersih, biji kedelai menjadi satu kesatuan yang rekat, rasa yang dihasilkan berasa nanas dan aroma yang dihasilkan juga beraroma nanas. Jumlah ragi (0.5 gr, 1gr dan 1.5 gr) tidak terlalu berpengaruh, yang terlihat pada waktu fermentasi tempe yang hampir berdekatan untuk tiap jumlah ragi. Kadar protein yang dihasilkan dalam pembentukan tempe dengan bantuan ekstrak nanas untuk tiap-tiap perbandingan ekstrak tidak terlalu jauh yakni berkisar 10,095 gram sampai 11,349 gram dan secara keseluruhan sedikit jauh lebih tinggi bila dibandingkan kedelai kering yang kadar proteinnya 10,47 gram.

5.2.

Saran Diharapkan para pengusaha tempe dapat menggunakan ekstrak nanas ini dalam pembuatan tempe dimana waktu fermentasinya jauh lebih singkat dan mempunyai aroma dan rasa yang lebih baik bila dibandingkan dengan pembuatan tempe secara konvensional.

DAFTAR PUSTAKA Alcamo Ph,D. I Edward. Fundamentals of microbiology. Fifth edition. University of New York. 1996. Homeblog. Manfaat Limbah Nanas Dalam Pembuatan Tempe @ yahoo.com. 28 Mei 2008 : 14.56. Kelly M.S., Ph.D., M.d. Florence C and Hite, Ph.D., M.D, K Eileen. Microbiology. Second edition. University of Chicago. 1949. PERSAGI Jateng, DPD. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Edisi 3. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Jakarta. 2005. Purwadaksi. Membuat tahu dan tempe. Agromedia Pustaka. Jakarta. 2007. Suprapti, M. Lies. Pembuatan Tempe. Kanisius. Jogyakarta. 2003.

23