JURNAL SKRIPSI

Download Pentingnya CSR perlu dilandasi oleh kesadaran perusahaan terhadap fakta tentang adanya jurang yang semakin lebar antara kemakmuran dan keme...

1 downloads 424 Views 161KB Size
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN ERIDA GABRIELLA HANDAYANI TAMBA ANIS CHARIRI, SE., M.COM., AKT, PH. D

ABSTRACT The aim of this research is to prove the relationship between the ownership structure on the disclosure of corporate social responsibility on manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange. The ownership structure which are examined are institutional ownership, managerial ownership, and foreign ownership, and firm size, leverage, and ROA( Return On Asset as control variable. The extent of CSR Disclosure based on the method that used by Saleh et.al (2010). The population of this research is the companies listed in BEI (Bursa Efek Indonesia) in the year of 2009. Reasons for using 2009 data because this year there is increasing development of CSR disclosure. Based on purposive sampling method, sample size of this research is 45 companies while data source is the annual reports of companies in Indonesia. Data analysis is used contents analysis, process by classic assumption, and then hypothesis test is used multiple linear regression method in SPPS 16.0 software. This research’s results show that only foreign ownership which have a positive and significant effect to CSR disclosure. In other hand, institutional ownership and management ownership have no positive and no significant effect to CSR disclosure. Keywords: Corporate Social Responsibility (CSR) disclosure, institutional ownership, managerial ownership, foreign ownership

1. PENDAHULUAN Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) belakangan ini, patut untuk dirayakan. Betapa tidak, korporasi yang dulu hanya peduli pada keuntungan (profit), kini juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat (people) disamping keseimbangan lingkungan (planet). Melalui CSR, korporasi kini lebih manusiawi. Jika kegiatan sosial dilakukan oleh lembaga sosial, tentu telah menjadi hal yang wajar. Namun, perusahaan yang lazimnya hanya bertugas mengumpulkan keuntungan, kini justru akrab dengan kegiatan- kegiatan sosial yang mulia. Praktik pengungkapan sukarela berupa pengungkapan sosial dan lingkungan (PSL) makin meningkat selama beberapa tahun terakhir. Berbagai hasil studi telah dilakukan di berbagai negara dan dimuat di berbagai jurnal internasional. Studi tersebut tidak saja dilakukan dengan menggunakan pendekatan positive tetapi juga interpretive dan critical theory (Deegan 2002). Lebih dari itu, isu berkaitan dengan PSL telah ditulis dalam beberapa buku teori akuntansi di bab tersendiri misalnya Mathew dan Perera (1996) dan Deegan (2000). Pentingnya CSR perlu dilandasi oleh kesadaran perusahaan terhadap fakta tentang adanya jurang yang semakin lebar antara kemakmuran dan kemelaratan, baik pada tataran global maupun nasional. Oleh karena itu, diwajibkan atau tidak, CSR harus merupakan komitmen dan kepedulian genuine bagi para pelaku bisnis. Good CSR memadukan kepentingan shareholders dan stakeholders. Karenanya, CSR tidak terlalu fokus pada hasil yang ingin dicapai. Melainkan pula pada proses untuk mencapai hasil tersebut (Suharto, 2008). Menghadapi kenyataan yang seperti ini, tuntutan kepada perusahaan untuk melakukan dan mengungkapkan CSR tidak terelakkan. Tanggung jawab pengelolaan perusahaan tidak hanya terbatas kepada pemegang saham tetapi kepada stakeholder. Hal ini menjadi penting dan perlu diungkapkan kepada pihak stakeholder. Kesadaran perusahaan untuk mengungkapkan tanggug jawab sosialnya telah meningkat dari masanya yang dulu ke tahap yang semakin maksimal pada saat ini sebagai sarana untuk menunjukkan eksistensinya. Perkembangan signifikan tanggung jawab sosial perusahaanperusahaan di Indonesia ditandai dengan adanya Undang- Undang Tentang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 ( UU PT) yang mengharuskan perseroan untuk melaksankan CSR.

Tujuan dikeluarkannya Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, selain meregulasi perusahaan mengenai CSR, yaitu untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik atau biasan disebut Good Coorporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik. Djalil (2000) menyatakan bahwa investor bersedia membayar premium pada perusahaan- perusahaan yang telah menerapkan good corporate governance dibandingkan perusahaan dengan kinerja setara tetapi praktik corporate governance yang buruk. Pelaksanaan mekanisme corporate governance dalam perusahaan akan meyakinkan investor bahwa mereka akan menerima return yang cukup atas investasi mereka (Shleifer dan Vishny, 1997). Hal ini akan berhubungan secara langsung dengan struktur kepemilikan yang ada di perusahaan. Struktur kepemilikan perusahaan timbul akibat adanya perbandingan jumlah pemilik saham dalam perusahaan. Sebuah perusahaan dapat dimiliki oleh seseorang secara individu, masyarakat luas, pemerintah, pihak asing, maupun orang dalam perusahaan tersebut( manajerial). Perbedaan dalam proporsi saham yang dimiliki oleh investor dapat mempengaruhi tingkat kelengkapan pengungkapan oleh perusahaan. Semakin banyak pihak yang butuh informasi tentang perusahaan, maka semakin detail pula pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling (1976), kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu masalah keagenan. Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen (Sujono dan Soebiantoro,2007), sedangkan kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pemerintah, institusi keuangan, institusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan perwalian serta institusi lainnya pada akhir tahun (Shien, et, al. 2006). Dalam kaitannya dengan kepemilikan manajerial, pengungkapan perusahaan biasanya dilakukan seperlunya mengingat kepemilikan dimiliki oleh pihak insider yang dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai perusahaan tanpa adanya pengungkapan dalam laporan tahunan. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri,2006). Menurut Shleifer dan Vishny (dalam Tendi

Haruman,2008), jumlah pemegang saham yang besar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti kepemilikan institusi akan dapat memonitor tim manajemen secara lebih efektif dan nantinya dapat mengingkatkan nilai perusahaan. Tingginya kepemilikan oleh institusi akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan yang tinggi ini akan meminimalisasi tingkat penyelewenganpenyelewengan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang akan menurunkan nilai perusahaan. Selain itu, pemilik institusional akan berusaha melakukan usaha-usaha positif guna meningkatkan nilai perusahaan miliknya. Hal ini konsisten dengan Lins (2002) yang menyatakan bahwa konsentrasi kepemilikan pada pihak luar perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Kebanyakan investor pribadi tidak mempunyai saham yang cukup untuk mempengaruhi manajemen perusahaan. Walaupun demikian, dewasa ini semakin banyak saham perusahaan yang dibeli oleh investor institusional. Karena mereka mengontrol berbagai sumber daya, maka investor itu, khususnya dana yayasan (mutual fund) dan dana pension (pension fund) dapat membeli saham dalam jumlah besar. Contohnya sistem pensiun guru-guru nasional (TIAACREF) memiliki asset lebih dari $225 milyar dan telah menginvestasikan sebagian besar asetnya dalam berbagai saham. Investor institusional sekarang ini memiliki 40 % dari total saham yang ada di Amerika Serikat. Ririn (2011) menyatakan bahwa secara teoritis semakin tinggi kepemilikan institusional dan kepemilikan asing menjadikan pengawasan yang lebih ketat terhadap manajemen perusahaan untuk melakukan dan mengungkapkan kegiatan sosial perusahaan. Perusahaan yang mempunyai struktur kepemilikan yang terdispersi, pada umumnya akan memperbaiki kebijakan pelaporan keuangan perusahaan dengan menggunakan pengungkapan CSR untuk mengurangi asimetri informasi. Sedangkan perusahaan dengan struktur kepemilikan yang terpusat

pada umumnya lebih kurang termotivasi untuk mengungkapkan informasi

tambahan pada kegiatan CSR perusahaan. Hal ini dikarenakan perusahaan

tersebut

dapat

memperoleh

informasi

secara

para langsung

shareholder dari

pada

perusahaan

(Reverte,2008). Penelitian yang dilakukan Brammer and Pavelin (2008); Prencipe (2004); dalam Reverte (2008) menunjukkan hubungan yang positif antara struktur kepemilikan dan pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian tersebut memberikan informasi bahwa struktur

kepemilikan merupakan salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pengungkapan CSR untuk dapat meningkatkan reputasi dan legitimasi perusahaan di masyarakat. Penelitian yang telah ada sebelumya dilakukan untuk menguji kembali hubungan struktur kepemilikan dengan pengungkapan CSR. Adanya hasil yang tidak konsisten dari penelitianpenelitian sebelumnya menyebabkan isu ini menjadi topik yang penting untuk diteliti. Penelitian ini menggunakan kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Semakin besar kepemilikan manajerial maupun kepemilikan institusional maka semakin besar pula tekanan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Pengungkapan CSR

merupakan salah satu media yang digunakan untuk menunjukkan kepedulian perusahaan pada masyarakat sekitarnya. Penelitian ini mencoba menguji kembali variabel kepemilikan institusional terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan dalam

annual report setelah

dikeluarkannya UU No.40 pasal 74 tahun 2007 dengan menambahkan dua variabel baru yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan asing. Penelitian ini melanjutkan penelitian Mustaruddin dan Norhayah (2009) dengan mengadopsi beberapa faktor dan menambahkan faktor baru. Faktor yang diadopsi adalah faktor kepemilikan institusional, kepemilikan saham oleh publik (public shareholders), sedangkan faktor baru yang dicoba dimasukkan dalam penelitian ini adalah kepemilikan saham manajerial dan kepemilikan saham asing. Adapun judul dalam penelitian ini adalah ‘‘ Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufacturing Secondary Sector yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009)‘‘. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dikembangkan dengan menguji kembali pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dan variabel baru yakni kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan memberikan informasi bahwa struktur kepemilikan merupakan salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pengungkapan CSR untuk dapat meningkatkan reputasi dan legitimasi perusahaan di mata masyarakat. Untuk itu, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh kepemilikan institusional terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan?

2. Apakah ada pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan? 3. Apakah ada pengaruh kepemilikan asing terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan?

2. TELAAH TEORI 2.1

Teori Stakeholder Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Teori Stakeholder Freeman (1984) dalam Roberts (1992) mendefinisikan stakeholder seperti sebuah kelompok atau individual yang dapat memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan perusahaan. Yang termasuk dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees, customers, suppliers, public interest groups, dan govermental bodies (Roberts, 1992). Dalam artikelnya Roberts, perkembangan konsep stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan, kebijakan bisnis dan corporate social responsibility. Ulman (1985) menyimpulkan bahwa teori stakeholder menyediakan aturan yang tidak sah dalam pembuatan keputusan stategi perusahaan yang dipelajari dari aktivitas CSR. Hasil dari penelitian Roberts yang penelitiannya menggunakan teori stakeholder yaitu stakeholder power, stategic posture, dan kinerja ekonomi berhubungan dengan corporate social disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat mempengaruhi corporate social disclosure. Juga sebaliknya dimana investor dalam melakukan investasi dapat menggunakan corporate social disclosure sebagai pertimbangan selain menggunakan laba.

2.2

Teori Legitimacy Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang diimplikasikan antara

institusi sosial dan masyarakat (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Teori tersebut dibutuhkan oleh institusi-institusi untuk mencapai tujuan agar kongruen dengan masyarakat luas. Menurut Gray et

al (1996:46) dalam Ahmad dan Sulaiman (2004) dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat. Dengan adanya penerimaan dari masyarakat tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan. Hal tersebut dapat mendorong atau membantu investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi. Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku organisasi, karena teori legitimasi adalah hal yang paling penting bagi organisasi. Batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai- nilai sosial serta reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan. Teori legitimasi dilandasi oleh kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Praktik- praktik tanggung jawab sosial dan pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk memenuhi harapan- harapan masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan yang selalu berusaha untuk menyelaraskan diri dengan normanorma yang ada di dalam masyarakat dan mengantisipasi terjadinya legitimacy gap maka perusahaan tersebut dapat terus dianggap sah dalam masyarakat dan dapat terus bertahan hidup.

2.3

Corporate Social Responsibility dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut Untung (2008, hal.1) memberikan pengertian mengenai corporate social

responsibility sebagai berikut: Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan.

Adapun arti CSR menurut ISO 26000 ( dalam Joko Prastowo, hal. 100) adalah: “ Responsibility of an organization for the impacts of its decisions activities on society and the environment, through transparent and ethical behavior that contributes to sustainable development, including health and the welfare of society; takes into account the expectations of stakeholder; is in compliance with applicable law and consistent with international norms of behavior; and is integrated throughout the organization and practiced in its relationship”.

Tujuan dari adanya CSR yaitu sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan karena dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Kondisi dunia yang tidak menentu seperti terjadinya global warming , kemiskinan yang semakin meningkat serta memburuknya kesehatan masyarakat memicu perusahaan untuk melakukan tanggung jawabnya. CSR bagian yang penting dalam strategi perusahaan dalam berbagai sektor dimana terjadi ketidakkonsitenan antara keuntungan perusahaan dan tujuan sosial, atau perselisihan yang dapat terjadi karena isu-isu tentang kewajaran yang berlebihan (Heal, 2004). Jadi CSR merupakan suatu bentuk kepedulian sosial sebuah perusahaan untuk melayani kepentingan organisasi maupun kepentingan publik eksternal. CSR juga dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi serta lingkungan. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah golden-rules, yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan (Suranta, 2008). Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. Prinsip-prinsip dasar tanggung jawab sosial yang menjadi dasar bagi pelaksanaan yang menjiwai atau menjadi informasi dalam pembuatan keputusan dan kegiatan tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 meliputi:



Kepatuhan kepada hukum



Menghormati instrumen/badan-badan internasional



Menghormati stakeholders dan kepentingannya



Akuntabilitas



Transparansi



Perilaku yang beretika



Melakukan tindakan pencegahan



Menghormati dasar-dasar hak asasi manusia

Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di mancanegara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia. Tanggung jawab sosial perusahaan diartikan sebagai seperangkat kebijakan yang komprehensif, praktek dan program yang terintegrasi dalam kegiatan bisnis, jaringan pemasok dan proses pengambilan keputusan diseluruh perusahaan dimanapun perusahaan itu menjalankan kegiatannya, dan termasuk tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang diambil pada masa lalu dan sekarang, dan implikasinya di masa depan. Tujuan CSR adalah untuk pemberdayaan masyarakat, bukan memperdayai masyarakat. Pemberdayaan bertujuan mengkreasikan mayarakat mandiri. Pada prakteknya CSR hanya diukur dari seberapa besar uang yang dikeluarkan oleh perusahaan, tapi sebenarnya di sisi lain ada sesuatu yang tidak dapat dihitung dengan uang. Nilai intangible tersebut adalah sejauh mana perusahaan tersebut aktif dan proaktif terhadap lingkungan. Corporate responsibilities ada dua. Pertama, yang sifatnya ke dalam atau internal. Hal ini menyangkut transparansi, sehingga ada yang namanya Good Corporate Governance. Di kalangan perusahaan publik diukur dengan keterbukaan informasi. Kedua, yang sifatnya ke luar atau eksternal. Apabila perusahaan ingin melakukan sesuatu kepada masyarakat, harus diketahui lebih dulu apa yang dibutuhkan masyarakat ( Suranta, 2008). Oleh karena itu, harus terjadi komunikasi sebelum membuat

program. CSR itu jauh lebih besar dari kedermawanan yang biasanya lebih karena bencana alam ( Sukir, 2005). CSR yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan. Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Pengungkapan mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Ghozali dan Chariri, 2007). Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh laporan keuangan (Suwardjono, 2005). Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda (Suwardjono, 2005). Jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap perusahaan (Edi, 2008) : Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR

bisa

memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan

customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera

“Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan. Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.

License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas. Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.

Informasi yang dimuat dalam laporan tahunan ada dua jenis. Yang pertama adalah laporan tahunan dengan pengungkapan wajib yaitu pengungkapan wajib yaitu pengungkapan informasi yang wajib diberitahukan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bapepam No. : Kep38/PM/1996 tgl 17 Januari 1996. Jenis yang kedua adalah laporan tahunan dengan pengungkapan sukarela yaitu pengungkapan informasi diluar pengungkapan wajib yang diberikan dengan sukarela oleh perusahaan para pemakai (Yuliarto dan Chariri, 2003 dalam Mahdiyah, 2008). Salah satu bagian dari pengungkapan sukarela yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaaan. Pengungkapan kinerja sosial pada laporan tahunan perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela oleh perusahaan. Ada berbagai motivasi yang mendorong manajer secara sukarela mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Menurut Deegan (2002) dalam Ghozali dan Chariri (2007), alasan tersebut antara lain : a.

Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang. Ini

sebenarnya bukanlah alasan utama yang ditemukan di berbagai negara karena ternyata tidak banyak aturan yang meminta perusahaan mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. b. Pertimbangan rasionalitas ekonomi (economic rationality). Atas dasar alasan ini, praktik pengungkapan sosial dan lingkungan memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan alasan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama.

c.

Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. Artinya, manajer

berkeyakinan bahwa orang yang memiliki hak tidak dapat dihindari untuk memperoleh informasi yang memuaskan tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut. Namun demikian, kelihatannya pandangan ini bukanlah pandangan dalam kebanyakan organisasi bisnis yang beroperasi dan lingkungan kapitalis. d. Keinginan untuk mematuhi persyaratan peminjaman. Lembaga pemberi pinjamansebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko mereka, cenderung menghendaki peminjam untuk secara periodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja dan kebijakan sosial dan lingkungannya. e.

Untuk mematuhi harapan masyarakat, barangkali refleksi atas pandangan bahwa

kepatuhan terhadap “ijin yang diberikan masyarakat untuk beroperasi” (atau “kontrak sosial”) tergantung pada penyediaan informasi berkaitan dengan kinerja sosial dan lingkungan. f.

Sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan. Misalnya,

pelaporan mungkin dipandang sebagai respon atas pemberitaan media yang bersifat negatif, kejadian sosial atau dampak lingkungan tertentu, atau barangkali sebagai akibat dari rating yang jelek yang diberikan oleh lembaga pemberi peringkat perusahaan. g. Untuk memanage kelompok stakeholder tertentu yang powerfull. h. Untuk menarik dana investasi. Di lingkungan internasional, funds”merupakan bagian dari

“ethical investment

pasar modal yang semakin meningkat peranannya,

misalnya The Dow Jones Sustainability Group Index. Pihak yang bertanggungjawab dalam merangking organisasi tertentu untuk tujuan analisis portfolio menggunakan informasi dari sejumlah sumber termasuk informasi yang dikeluarkan oleh organisasi tersebut. i. Untuk mematuhi persyaratan industri, atau code of conduct tertentu. Misalnya, di Australia-Industri pertambangan memiliki Code for Environmental Management. Jadi ada tekanan tertentu untuk mematuhi aturan tersebut. Aturan tersebut dapat mempengaruhi persyaratan pelaporan.

j. Untuk menenangkan penghargaan pelaporan tertentu. Ada berbagai penghargaan yang diberikan oleh beberapa negara kepada perusahaan yang melaporkan kegiatannya termasuk kegiatan yang berkaitan dengan

aspek sosial dan dampak lingkungan.

Contohnya penghargaan yang diberikan oleh The Association of Chartered Certified Acountants. Banyak organisasi yang berusaha memenangkan penghargaan tersebut dengan harapan memperbaiki image positif perusahaan. Memenangkan penghargaan memiliki implikasi positif terhadap reputasi perusahaan di mata stakeholdernya. Oleh karena itu, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996 dalam Mahdiyah 2008) diartikan sebagai suatu proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (Sembiring, 2005 dalam Mahdiyah, 2008). 2.4

Struktur Kepemilikan 1. Kepemilikan Institusional Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kinerja manajemen sehingga secara otomatis manajemen akan menghindari perilaku yang merugikan prinsipal. Semakin besar institusional ownership maka semakin kuat kendali yang dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan. 2. Kepemilikan Manajemen Peningkatan atas kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan manajemen, secara pribadi, semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha mengurangi resiko kehilangan kekayaanya. Kepemilikan manajerial yang tinggi berakibat pada rendahnya dividen yang dibayarkan kepada shareholder. Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang dilakukan oleh manajemen terhadap nilai investasi di masa yang akan datang bersumber dari biaya internal. 3. Kepemilikan Asing Jika dilihat dari sudut pandang stakeholder, pengungkapan CSR merupakan alat yang dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. Menurut Angling ( 2010), apabila perusahaan memiliki kontrak dengan

foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade, maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan CSR. 4. Variabel Kontrol a. Size Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat didasarkan pada jumlah aktiva, jumlah tenaga kerja, volume penjualan, dan kapitalisasi pasar ( Adiaksa, 2007 dalam Dyah 2009). Perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memeperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunan, yang merupakan media untuk menyabarkan informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tapi tidak semua semua peneliti mendukung hubungan antara size dengan pengungkapan sosial oleh karena itu perlu diteliti lagi.

b. Leverage Leverage memiliki arti penting bagi perusahaan, karena dapat diketahu dampak leverage terhadap profitabilitas. Semakin tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya- biaya termasuk biaya pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan. c. ROA Ada satu argumen yakni bahwa ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi, perusahaan tidak perlu mengganggu informasi tentang suksesnya keuangan. Ini berarti semakin tinggi tingkat profitabilitas, akan semakin rendah tingkat pengungkapan sosial perusahaan. Hasilnya beragam. Ada yang mengatakan jika profitabilitas signifikan terhadap CSRD, ada yang mengatakan bahwa profitabilitas tidak signifikan terhadap CSRD.

2.5

Kerangka Pemikiran Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Pengungkapan CSR Teori Stakeholder Freeman (1984) mendefinisikan stakeholder seperti sebuah kelompok atau individual yang dapat memberi dampak atau terkena dampak oleh hasil tujuan perusahaan. Hal ini juga terkait dengan stakeholder yang berada di luar pemilik ( manajer). Yang termasuk dalam stakeholder yaitu stockholders, creditors, employees, customers, suppliers, public interest groups, dan govermental bodies (Roberts, 1992). Roberts juga mengemukakan perkembangan konsep stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan, kebijakan bisnis dan corporate social responsibility. Semakin tinggi rasio/ tingkat kepemilikan publik dalam saham perusahaan, maka perusahaan tersbeut diprediksi akan melakukan pengungkapan yang lebih tinggi ( Hasibuan, 2001). Hal ini terjadi karena adanya hubungan timbal balik yang kuat antara tanggung jawab perusahaan dengan pihak luar yaitu masyarakat (publik). Yang dimaksud dengan rasio kepemilikan publik disini adalah persentase saham yang dimiliki oleh publik sesuai yang tercantum dalam ICMD. Berdasarkan asumsi tersebut di atas, maka penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Besarnya kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR.

Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Pengungkapan CSR Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain adalah dirinya sendiri (Ross,et al., 2002) dalam Widy (2009). H2: Besarnya kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR.

Pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Pengungkapan CSR Perusahaan berbasis asing memiliki teknologi yang cukup, skill karyawan yang baik, jaringan informasi yang luas, sehingga memungkinkan untuk melakukan disclosure secara luas. Melalui faktor- faktor tersebut, perusahaan asing akan berusaha

meningkatkan nilai perusahaan yang dibentuk oleh para investor asing dalam kegiatan operasional dimana perusahaan anak atau afiliasi didirikan. Perusahaan yang berbasis asing kemungkinan memiliki stakeholder yang lebih banyak dibanding perusahaan berbasis nasional sehingga permintaan informasi juga lebih besar dan dituntut untuk melakukan pengungkapan yang lebih besar juga. H3: Besarnya kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan CSR.

Gambar Hubungan Antar Variabel Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen

H1 (+) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan Manajemen

H2 (+)

Kepemilikan Asing

H3 (+)

Indeks Pengungkapan Tanggungjawab Sosial

Variabel Kontrol

Size Perusahaan ROA Leverage

3. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian deduktif yang bertujuan untuk menguji hipotesis melalui validitas teori atau pengujian aplikasi kepada teori tertentu. Ruang lingkup penelitian ini hanya membatasi pembahasannya pada menguji apakah kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, dan kepemilikan asing berpengaruh terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Penelitian ini menggunakan variabel pengungkapan tanggung jawab sosial sebagai variabel dependen, kepemilikan institusional,kepemilikan manajemen, dan kepemilikan asing

sebagai variabel independen, dan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas, dan variabel leverage sebagai variabel kontrol. Penelitian ini mengambil sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009. Variabel independen penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan kepemilikan asing. Kepemilikan institusional

diukur dengan persentase

kepemilikan saham oleh perbankan, asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain dalam perusahaan.Kepemilikan manajerial diukur dengan persentase kepemilikan saham dewan direksi dan komisaris dalam perusahaan. Kepemilikan asing diukur dengan persentase kepemilikan saham asing dalam perusahaan. Variabel dependen penelitian ini adalah pengungkapan CSR yang diukur menggunakan content analysis untuk mengukur keempat variabel pengungkapan CSR per dimensi tersebut. Adapun keempat variabel bebas itu adalah sebagai berikut ( Saleh et al , 2010) : 1.

Pengungkapan CSR dimensi hubungan dengan karyawan.

2.

Pengungkapan CSR dimensi keterlibatan dengan komunitas.

3.

Pengungkapan CSR dimensi produk.

4.

Pengungkapan CSR dimensi lingkungan.

Pertimbangan menggunakan content analysis dalam penelitian ini karena berfokus pada luas atau jumlah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Checklist dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam empat kategori yaitu pengungkapan CSR dimensi karyawan, CSR dimensi produk, CSR dimensi hubungan komunitas, dan CSR dimensi lingkungan. Keempat kategori tersebut terbagi dalam dua puluh item pengungkapan. Penggunaan metode ini telah secara luas diadopsi oleh penelitian Saleh et al (2010) mengenai tanggung jawab sosial dan kepemilikan institusional. Setelah itu, checklist daftar item pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diukur menggunakan pendekatan dikotomi dengan menggunakan variabel dummy yaitu skor 0 : jika perusahaan tidak mengungkapkan item pengungkapan pada daftar pernyataan dan skor 1 : jika perusahaan mengungkapkan item pengungakapan pada daftar. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Sebelum dilakukan analisis regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik menggunakan uji normalitas,

multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Berikut merupakan persamaan regresi yang digunakan penelitian ini: Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + e Keterangan : Y

= CSDI

X1 = Kepemilikan Institusional X2 = Kepemilikan Manajemen X3 = Kepemilikan Asing X4 = Size X5 = Leverage X6 = ROA β = Koefisien regresi e = error 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Dalam penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2009 dengan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam purposive sampling. Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory 2009 diketahui bahwa perusahaan yang tercatat sebanyak 148 perusahaan. Dari jumlah tersebut, terdapat 45 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Periode pengamatan perusahaan adalah tahun 2009 sehingga perusahaan yang diobservasi adalah 45 perusahaan. Penentuan sampel perusahaan dilakukan dengan purposive sampling, sebagai berikut:

Objek Penelitian Perusahaan Manufacturing Secondary Sector Total perusahaan Manufacturing Secondary Sectors yang 148 terdaftar di BEI 2009 Perusahaan yang mengalami delisting

(98)

Annual report tidak tersedia secara lengkap selama tahun 2009

(2)

Data variabel- variabel yang diperlukan tidak lengkap

(3)

Jumlah sampel

45

Sumber: Data yang telah diolah (2011) 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Hasil Uji Statistik Deskriptif dilakukan sebagai pengujian awal terhadap data yang ada. Dari grafik histogram yang ada tampak bahwa residual terdistribusi secara normal dan berbentuk simetris tidak menceng ke kanan atau ke kiri. Pada grafik normal probability plots titik-titik menyebar berhimpit di sekitar diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual terdistribusi secara normal. Kedua grafik ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Untuk lebih memastikan data residual terdistribusi secara normal, maka dilakukan pengujian one sample kolmogorov-smirnov. Hasil uji Kolmogorov- Smirnov menunjukkan nilai Kolmogorov Smirnov sebesar 0,695 dengan taraf signifikansi sebesar 0,720. Karena p value = 0,720 > 0,05; maka dapat disimpulkan residual berdistribusi normal. Hasil uji asumsi klasik dilakukan menggunakan tiga uji asumsi klasik yaitu uji normalitas ,multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Melihat besaran hasil korelasi antar variabel independen di atas, tampak bahwa tidak ada variabel yang memiliki tingkat korelasi cukup tinggi dengan variabel lainnya. Oleh karena korelasi antar variabel independen dalam penelitian ini masih di bawah 95 % dan bahkan di bawah 50 %, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius. Hasil perhitungan nilai Tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai Tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95 %. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan tidak ada satupun variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih

dari 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi pada penelitian ini. Hasil Uji Heterokedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplots terlihat titik-titik menyebar secara acak (random) baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD) berdasarkan masukan variabel independen Kepm. Institusi (Kepemilikan Institusional), Kepm. Manajemen ( Kepemilikan Manajemen), Kepm. Asing ( Kepemilikan Asing). Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R2 adalah 0,197. Hal ini berarti 19,7 % variasi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel kepemilikan institusi, kepemilikan manajemen, kepemilikan asing,size, leverage, dan ROA. Sedangkan sisanya (100 % - 19,7 % = 80,3 %) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model. Standar Error of Estimate (SEE) adalah sebesar 19,686. Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Dari uji ANOVA atau F test ditemukan bahwa nilai F hitung sebesar 2,797 dengan p value sebesar 0,024a. Karena p value jauh lebih kecil dari 0,05; maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi tingkat pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan atau dapat dikatakan bahwa kepemilikan intitusi, kepemilikan manajemen, kepemilikan asing, ukuran perusahaan, leverage, dan ROA secara bersama- sama berpengaruh terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil Uji Signifikansi menunjukkan bahwa dari variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, ditemukan bahwa variabel kepemilikan institusi, kepemilikan manajemen, variabel leverege, dan variabel ROA; tidak signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD). Sedangkan probabilitas signifikansi (P value) untuk kepemilikan asing dan ukuran perusahaan signifikan pada 0,05. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD) dipengaruhi secara signifikan oleh pengungkapan kepemilikan asing dan ukuran perusahaan.

Pengujian Hipotesis 1 Probabilitas signifikansi (P value) variabel kepemilikan institusi adalah 0,815 (p value > 0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusi tidak signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD) . Dengan demikian, hipotesis 1 dalam penelitian ini yaitu “kepemilikan institusi berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan ” tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa kepemilikan saham oleh institusi yang terdiri dari perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain di Indonesia belum mulai mempertimbangkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai salah satu kriteria dalam melakukan investasi, sehingga para investor institusi ini juga cenderung tidak menekan manajemen perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan secara detail dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Diyah dan Erman (2009) dalam Fitri (2010), investor institusional mayoritas memiliki kecenderungan dalam berpihak kepada manajemen dan mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas. Hal ini mengakibatkan tindakan manajemen cenderung mengarah pada kepentingan kepentingan pribadi. Apabila dikaitkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka manajemen perusahaan mengungkapkannya tidak secara detail. Pengujian Hipotesis 2 Probabilitas signifikansi (P value) variabel kepemilikan manajemen adalah 0,313 (p value > 0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen tidak signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD). Dengan demikian, hipotesis 2 dalam penelitian ini yaitu “kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD)” tidak dapat diterima. Ada hal- hal yang dapat menjadi alasan mengapa kepemilikan manajemen tidak berpengaruh

terhadap

kebijakan

perusahaan

dalam

mengungkapkan

informasi

pertanggungjawaban sosialnya, antara lain: 1. Kepemilikan manajemen dalam penelitian ini pada umumnya mempunyai proporsi kepemilikan yang kecil, sehingga perasaan memiliki dalam diri manajemen tidaklah terlalu besar, yang pada akhirnya sikap manajer untuk meningkatkan nilai perusahaan

tidaklah begitu besar, sebaliknya tindakan untuk memaksimalkan keuntungan pribadinya menjadi lebih besar. 2. Ukuran sampel perusahaan dimungkinkan tidak dapat menjawab atau ,mempresentasikan populasi, sehingga hasil yang diperoleh menjadi bias. Pada umumnya ampel dalam penelitian ini memiliki proporsi manajemen yang kecil. 3. Investor yang ada di lapangan, lebih mengandalkan alat analisis yang bersifat fundamental, sehingga luas pengungkapan laporan keuangan tidak berpengaruh.( Widy, 2009). Pengujian Hipotesis 3 Probabilitas signifikansi (P value) variabel kepemilikan asing adalah 0,025 (p value < 0,05). Nilai ini menunjukkan bahwa kepemilikan asing berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD). Dengan demikian, hipotesis 3 dalam penelitian ini yaitu “kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD)” dapat diterima.

Ringkasan Hipotesis Penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan. Kepemilikan institusional menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan. Kepemilikan Manajemen menunjukkan pengaruh yang negatif dan tidak signifikan. Hanya satu variabel independen yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pengungkapan CSR yaitu kepemilikan asing. Sementara kesimpulan untuk variabel kontrol adalah bahwa yang berpengaruh dan signifikan terhadap pengungkapan CSR hanya variabel size (ukuran perusahaan). Sedangkan variabel leverage dan ROA tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility.

5. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Adanya keanekaragaman hasil penelitian sebelumnya mengenai karakteristik corporate governance yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan motivasi dilakukannya penelitian ini. Dari dua hipotesis yang diajukan, keduanya tidak dapat

diterima. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa, secara simultan struktur kepemilikan saham manajerial dan kepemilikan saham institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan infromasi tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti kepemilikan saham yang menyebar tidak dapat menjamin bahwa pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan, karena kepemilikan saham di Indonesia masih didominasi oleh pemegang saham institusi yang merupakan pihak- pihak yang terdapat di luar perusahaan tersebut. 2. Berdasarkan hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa secara parsial struktur kepemilikan saham manajerial dan kepemilikan saham institusional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti bertambahnya kepemilikan manajerial tidak mempengaruhi keputusan investor untuk membeli saham di perusahaan, dikarenakan investor cenderung mempertimbangkan

kinerja

yang

dihasilkan

perusahaan

daripada

penambahan

kepemilikan. Besarnya kepemilikan saham institusi dengan pengaruh yang tidak signifikan dikarenakan sebagian besar saham perusahaan di Indonesia masih didominasi oleh kalangan keluarga pendiri perusahaan. Mekanisme pengawasan dan pengendalian perusahaan yang lebih besar yang dikarenakan kepemilikan institusi tidak mempengaruhi keputusan investor untuk membeli saham perusahaan. 3. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan oleh perusahaan high-profile industry, dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur, di Indonesia masih rendah. Hal ini tercermin dari rata-rata pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebesar 37,30% dari jumlah item yang diharapkan diungkapkan perusahaan sesuai dengan indikator yang digunakan oleh Saleh et. al(2010). 4. Penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen, kepemilikan asing, ukuran perusahaan, leverage dan ROA secara bersama- sama berpengaruh terhadap pengungkapan infromasi tanggung jawab sosial perusahaan. 5. Penelitian ini menemukan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen tidak berpengaruh secara positif dan tidak signifikan terhadap pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor- faktor

tersebut membutuhkan distribusi data yang merata dalam populai dan sampel data penelitian yang akan digunakan. 6. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat aktivitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial yang tinggi akan memperlihatkan citra yang baik dan menurunkan risiko jangka panjangnya.

Beberapa keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: a. Penelitian ini hanya menggunakan metode penilaian pengungkapan tanggung jawab sosial yang digunakan oleh Saleh et. al ( 2010) sebagai dasar item pengungkapan tanggung jawab sosial. b. Terdapat unsur subjektifitas dalam menentukan indeks pengungkapan. Hal ini dikarenakan tidak adanya suatu ketentuan baku dalam penentuan standar pengungkapan, sehingga nilai pengungkapan yang diperoleh dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya. c. Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial yang digunakan dalam penelitian ini masih belum terlalu rinci dan mendetail. d. Penelitian ini hanya terfokus melihat pada pengungkapan CSR (Corporate Social Responsibility) pada laporan tahunan (annual report). e. Jumlah sampel yang diperoleh relative sedikit, dikarenakan terbatasnya jumlah perusahaan di Indonesia yang memiliki proporsi kepemilikan manajerial dan kepemilikan asing.

Berdasarkan hasil dan simpulan yang diperoleh, maka saran bagi penelitian yang akan datang yaitu: 1. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan dasar item pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang digunakan sebagai acuan di Indonesia. 2. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mempertimbangkan juga media lain yang digunakan perusahaan selain laporan tahunan (annual report) dalam mengungkapkan CSR (Corporate Social Responsibility). Misalnya seperti iklan perusahaan, website perusahaan, dan berita di media massa.

3. Penelitian ini berguna bagi manajemen perusahaan kategori high-profile di Indonesia dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan. 4. Penelitian ini berguna bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi terkait dengan keputusan investasi dengan melihat pertimbangan atas praktik dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 5. Penelitian ini berguna bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan standar akuntansi sosial dan lingkungan.. 6. Penelitian ini membantu pemerintah untuk memastikan tingkat aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan high profile melalui pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Ririn Dwi. 2011. “Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Asing terhadap Pengungkapan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan dalam Annual Report.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Anggraini, Astri Ratna. 2010. ”Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure dan Institutional Ownership terhadap Firm Value.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Chrismawati, Dian Tanila. 2007. “Pengaruh Karakteristik Keuangan dan Non- Keuangan Perusahaan terhadap Praktik Environmental Disclosure di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Deegan, Craig. 2002. “Introduction: The Legitimising Effect of Social and Environmental Disclosures – A Theoritical Foundation.” Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, Hal. 282-311. Deegan, Craig. 2003. Financial Accounting Theory. Australia: The McGraw Hill Companies, Inc. Ebert, R. W. 2007. Bisnis. Jakarta: Penerbit Erlangga. Faizal. 2004. “Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance.” Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar Bali, 2-3 Desember Freeman, R.E., dan R.A. Philips. 2002. “Stakeholder Theority: a liberalization defense”. Business Ethics Quarterly. Vol 12. No.3, hal 333. Ghozali, Imam. 2007. “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.” Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gray, Rob, Reza Kouhy dan Simon Lavers. 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The Literature and A Longitudinal Study of UK Disclosure.” Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, h. 47-77. Handayani, Fitri. 2011. “Hubungan antara Karakteristik Corporate Governance dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial.” Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Haruman, Tendi. 2008. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi XI, Pontianak, 23 – 24 Juli.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol 3. No 4. Pp. 305360. KS, Angling Mahatma Pian. 2010. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Regulasi Pemerintah terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility ( CSR) pada Laporan Tahunan di Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Machmud, Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan: Studi Empiris Pada Perusahaan Publik Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006”. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 23 – 24 Juli. Mahdiyah, Fathimatul. 2010. “Analisis Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Mardi T. W., Aegidius. 2010. “Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibilty pada Industri High Profile”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Mulya Rizky. 2010. “Pengaruh Karakter Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) ”. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Nugroho, Fachrur Rifqi. 2009. “Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial ( CSR Disclosure) dalam Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang lIsted di BEI”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Nurlela, Rika dan Ishlahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating”. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 23 – 24 Juli. Permanasari, Wien Ika. 2010. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Puspitasari, Apriani Daning. 2005. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia”. Skripsi Tidak dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Roberts, R.W. 1992. “Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure: An Application of Stakeholder Theory.” Accounting, Organisations and Society, Vol. 17, No. 6, h. 595-612.

Rustiarini, Ni Wayan. 2011. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham Pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility”. AUDI Jurnal Akuntansi dan Bisnis- Volume I. Bali, 1 Januari. Saleh, Mustaruddin. 2010. “Corporate Social Responsibility Disclosure and Its Relation on Institutional Ownership”. Managerial Auditing Journal, Vol 25, No. 6, Hal. 591-613. Samsul. 2006. Pasar Modal & Manajemen Portofolio . Jakarta: Erlangga. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach, Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sembiring, Eddy Rismanda. 2003. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris Pada Perusahaan yang Tercatat (Go Public) di BEJ.” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Magister Akuntansi, Universitas Diponegoro. Suharto, E. 2008. CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: What is the benefit for Corporate?. Jakarta: google. Sukir. 2010. “Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Kinerja Intelectual Capital Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia ( BEI) Tahun 2004- 2007”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Suranta, Edi dan Puspita, Pratama Merdistuti. 2004 “Income Smoothing, Tobin’s Q, Agency Problem dan Kinerja Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar Bali, 23 Desember . Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta : Badan Penerbit Universitas Gadjah Mada. Tarjo. 2008. “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital”. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak, 23 – 24 Juli. Untung, H. B. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika Wardani, Dyah Kusuma. 2009. “Pengaruh Karakter Perusahaan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Laporan Tahunan Perusahaan ( Studi empiris pada perusahaan Low- Profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007)”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. Waryanti. 2009. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sosial pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang. www.google.com www.idx.com