KAJIAN MITIGASI BENCANA BANJIR BANDANG KECAMATAN LEUSER

Lingkungan Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 L - 1 KAJIAN MITIGASI BENCAN...

6 downloads 546 Views 497KB Size
Lingkungan

KAJIAN MITIGASI BENCANA BANJIR BANDANG KECAMATAN LEUSER ACEH TENGGARA MELALUI ANALISIS PERILAKU SUNGAI DAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (018L) Azmeri1 dan Devi Sundary1 1

Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Syiah Kuala, Jl.Syaech Abdurrauf No. 7 Darussalam Banda Aceh Email: [email protected], [email protected]

ABSTRAK Banjir bandang yang terjadi pada Jumat malam, 17 Agustus 2012 sekitar pukul 22.00 di Sungai Lawe Liang Pangi Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi Aceh diawali hujan dengan intensitas yang cukup tinggi selama 3 (tiga) hari berturut-turut. Banjir tersebut mengakibatkan jalan longsor pada 15 lokasi. Daerah yang paling parah mengalami kerusakan adalah Desa Naga Timbul, Suka Damae, Sepakat, Gaya Sendah, Punce Nali, dan Bun-bun Indah. Tujuan kajian ini dilaksanakan untuk menganalisa perilaku sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) agar dapat memberikan rekomendasi bagi mitigasi bencana bandang yang merupakan kejadian yang berulang di daerah studi. Dari hasil kajian diperoleh data sebagai informasi bahwa jenis tanah yang menghampar merupakan lanau berpasir halus sedikit lempung dan berwarna coklat tua, yang merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi. Sementara topografi DAS Lawe Liang Pangi merupakan pegunungan dengan kemiringan sedang hingga curam dan banyak dijumpai alur sungai yang berbelok (meandering). Berdasarkan perilaku sungai, bahwa perubahan kemiringan dasar sungai yang mendadak pada saat alur keluar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses pengendapan yang sangat intensif. Hal ini menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai dan terbentuknya meander. Pada alur sungai tidak stabil, maka terbentuk erosi pada tebing belokan luar. Proses terbentuknya meander sungai merupakan keadaan yang alami dan tidak mengganggu proses alur sungai pada kondisi aliran normal. Oleh karena itu harus dihindari pekerjaan pelurusan sungai (sodetan/shortcut sungai). Berdasarkan hasil kajian karena telah terlanjur terjadi sodetan, maka direkomendasikan untuk memberikan perlindungan berupa penempatan peredam energi untuk daerah sungai yang kemiringannya terjal untuk menghindari perubahan rezim sungai. Rekomendasi lainnya terhadap penanggulangan dan mitigasi bencana banjir bandang di Kecamatan Leuser Kabupaten Aceh Tenggara, yaitu penanggulangan dan mitigasi bencana berupa tindakan struktural yang disesuaikan dengan tipikal lokasi rawan banjir bandang dan tindakan non-struktural termasuk pekerjaan vegetasi dan edukasi publik untuk pengelolaan lahan budidaya. Kata kunci: Banjir bandang, intensitas hujan, meandering, sodetan, stabilitas tebing

1. PENDAHULUAN Topografi daerah aliran sungai Lawe Liang Pangi Kecamatan Leuser Aceh Tenggara merupakan pegunungan dengan kemiringan sedang hingga curam. Desa-desa yang berada di kawasan DAS memiliki morfologi lembah yang memanjang dan menghampar di antara pegunungan yang ada di dalamnya. Penggunaan lahan didominasi hutan primer, persawahan, dan perladangan. Jenis tanah yang menghampar merupakan lanau berpasir halus sedikit lempung dan berwarna coklat tua. Jenis tanah ini peka terhadap erosi. Secara alamiah dari kondisi iklim, topografi dan jenis tanah, daerah ini sangat rawan terhadap banjir dan longsor. Kondisi ini semakin rentan bila terjadi pengrusakan daerah hijau pada bagian hulu sungai. Banjir bandang yang terjadi pada daerah aliran sungai pada tanggal 17 Agustus 2012 yang lalu merupakan salah satu contoh dari kondisi yang disebutkan di atas. Berdasarkan kejadian banjir bandang yang menyebabkan tingkat kerusakan yang besar, maka diperlukan upaya mitigasi bencana yang terjadi, baik secara struktural maupun non-struktural. Perlakuan struktural saja (diantaranya pelurusan sungai/sodetan) tidak akan menyelesaikan permasalahan banjir bandang Leuser untuk jangka panjang. Untuk memastikan kesesuaiannya pada daerah studi, maka penelitian ilmiah ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dan analisis yang lebih lengkap terkait dengan banjir bandang Kecamatan Leuser tersebut. Oleh karena itulah maka penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kejadian dan tingkat kerusakan yang terjadi akibat banjir bandang, yang kemudian akan dianalisis perilaku sungai dan DAS secara hidrologi, hidrolika, dan tata guna lahan. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

L-1

Dengan analisis hidrologi, hidrolika, dan tata guna lahan dapat membantu dalam pengambilan keputusan dengan lebih akurat sebagai tindakan mitigasi bencana banjir bandang khususnya di Leuser Aceh Tenggara sebagai daerah yang rawan bencana tersebut.

2.

METODE PENELITIAN

Kebutuhan Data Pengumpulan data penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu: 1. Data sekunder yang didapat dari beberapa instansi terkait, berupa data hujan, peta Daerah Aliran Sungai (DAS), peta tata guna lahan. 2. Data primer yang diambil langsung di lapangan, berupa kondisi dan lokasi dampak, pengambilan sampel tanah tebing lereng sungai, kecepatan dan luas penampang sungai, serta kerusakan infrastuktur. Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data primer, yaitu: 1. GPS Garmin; digunakan untuk penelusuran kawasan genangan akibat banjir bandang, penentuan titik longsor dan lokasi infrastruktur rusak. Tube digunakan untuk pengambilan sampel tanah tebing lereng sungai; dan 2. Tube sampel tanah; digunakan untuk pengambilan data tanah untuk analisis kestabilan lereng. Data primer dan sekunder digunakan untuk identifikasi bencana banjir bandang. Hasil dari pengolahan data ini menghasilkan rekomendasi untuk perencanaan perbaikan dan pembangunan kembali infrastruktur pasca bencana banjir bandang. Kegiatan Survey Langkah-langkah yang ditempuh oleh tim survey untuk mendapatkan data adalah: 1. Menginventarisir data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait (PU Pengairan) sehingga susunannya lebih mudah diinterprestasikan. 2. Melakukan survey sebagai penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer tentang lokasi, pengambilan sampel tanah, arus normal, dan kerusakan akibat banjir bandang. 3. Mencatat seluruh data yang telah dikumpulkan, kemudian mengevaluasi dan mengolah serta menganalis data yang telah tersusun. Rincian kegiatan survey kondisi lapangan, karakteristik dan dampak banjir terhadap infrastruktur (pengairan, perumahan, dan transportasi) adalah: 1. Pengumpulan data, peta dan informasi kondisi banjir bandang dari badan/intansi terkait (PU Pengairan) di lokasi studi; 2. Pengamatan langsung bekas ketinggian aliran banjir bandang yang terjadi, dengan melihat bekas-bekas garis banjir pada bangunan dan infrastruktur yang ada; 3. Inventarisasi kondisi prasarana infrastruktur di daerah yang terkena banjir secara langsung dan mengkombinasikan dengan data yang diperoleh dari dinas terkait (PU Pengairan); 4. Pengamatan morfologi sungai, alur sungai, dan morfologi lereng. 5. Melaksanakan diskusi (tanya jawab) dengan masyarakat yang terkena dampak langsung bencana banjir bandang; Data yang dikumpulkan dalam pekerjaan survey adalah: 1. Karakteristik banjir meliputi lokasi dan ketinggian genangan banjir. 2. Kelongsoran tebing-tebing sungai. 3. Kerusakan infrastruktur khususnya prasarana dasar pengairan dan transportasi. 4. Data dan peta penunjang meliputi: Peta Topografi dan Peta Tata Guna Lahan.

3. HASIL DAN DISKUSI Gambaran daerah studi DAS Lawe Liang Pangi mempunyai luas tangkapan hujan (catchment area) sebesar 19,80 km2 dan panjang sungai utama sekitar 6,90 km. Penggunaan lahan daerah studi umumnya adalah hutan sekunder dan kebun campuran yang ditanami jagung dan palawija (Gambar 1). Sungai ini merupakan salah satu anak sungai Lawe Renun yang bermuara ke sungai Lawe Alas, dan sesuai dengan Keputusan Presiden RI nomor 12 tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai termasuk ke dalam SWS 01.09.A2 Lawe Alas-Singkil. Secara geografis DAS Lawe Liang Pangi terletak pada koordinat antara 97o57’02” - 97o58’57” BT dan 03o07’03” - 03o08’28” LU, sementara lokasi desa yang terkena bencana banjir bandang terletak pada sekitar koordinat 97o58’09” BT dan 03o06’05” LU. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

L-2

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Lingkungan

Morfologi sungai Kondisi topografi lokasi studi secara umum bergelombang dan merupakan perbukitan terjal, dengan elevasi hulu sungai berada pada ketinggian sekitar +680 m dpl dan hilir sungai (pertemuan dengan sungai Lawe Renun) pada elevasi +60 m dpl. Bagian tengah ke hulu mempunyai slope sungai sekitar 0,11; bagian tengah ke hilir (pertemuan dengan sungai Lawe Renun) sekitar 0,06. Iklim di Sub DAS Lawe Liang Pangi dapat digolongkan beriklim basah dengan curah hujan yang cukup tinggi berkisar antara 1400-4000 mm/tahun dan curah hujan harian maksimumnya berkisar antara 40 -182 mm/hari.

L = 6.90 km A = 19.80 km2

Gambar 1. Peta DAS Lawe Liang Pangi

Dampak banjir terhadap infrastruktur Berdasarkan hasil survey ke lokasi dampak banjir bandang dan data sekunder dari BPBA, diperoleh informasi bahwa banjir bandang Leuser pada tanggal 17 Agustus 2012 menyebabkan kerugian material yang besar. Dampak banjir yang terjadi terhadap infrastruktur milik masyarakat dan pemerintah merupakan hasil pengumpulan data sekunder dan diklarifikasi dari hasil survey lapangan. Dampak banjir terhadap korban jiwa dan infrastruktur seperti yang diberikan pada Tabel 1. Hancurnya rumah penduduk, rumah ibadah, kantor pemerintahan, jembatan, jalan, dan rusaknya sekolah yang terkena dampak banjir bandang tersebut menjadi permasalahan yang kompleks. Setelah terjadinya banjir bandang Leuser, banyak pendapat dan saran yang diberikan kepada Dinas Pengairan Aceh terkait dengan penanganan banjir bandang.

Penyebab banjir bandang Banjir bandang merupakan suatu proses aliran air yang deras dan pekat karena disertai dengan muatan masif bongkah-bongkah batuan dan tanah serta batang-batang kayu (debris) yang berasal dari arah hulu sungai. Banjir bandang ini dipicu oleh faktor hidrologi yaitu intentitas hujan yang tinggi, faktor klimatologis, dan juga geologis antara lain longsor dan pembendungan alamiah di daerah hulu (Meon, 2006). Selain berbeda dari segi muatan yang terangkut di dalam aliran air tersebut, banjir bandang ini juga berbeda dibandingkan banjir biasa. Sebab, dalam proses banjir ini, terjadi kenaikan debit air secara tiba-tiba dan cepat (Price, 2009).

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

L-3

Tabel 1. Dampak Banjir terhadap Korban Jiwa dan Infrastruktur " && $ */*%14+:3

& &  (

 

!# (

#&$ #&

  

#% $  # 

$%$"# % #&$











#&  

$!

% 

 %!#  "$ $  

$:2**4.























$.6*2*9























*;.$.5-*0























":5,. *31























%:5*8:-*























:5+:55-*0













































Sumber: Anonim (2012) Namun kebanyakan banjir bandang disebabkan oleh hujan ekstrim yang berlangsung dengan durasi lebih dari 6 jam, sementara kejadian hujan di Leuser selama 3 hari (72 jam). Hujan yang jatuh ditampung dalam cekungan tebing yang diawali oleh proses pembendungan alamiah di daerah hulu sungai yang berada pada lereng-lereng perbukitan tinggi. Pembendungan alamiah ini biasanya terjadi sebagai akibat terakumulasinya endapan tanah dan batuan yang longsor, dahan ranting dan daun tanaman yang berasal dari bagian atas lereng. Proses pembendungan ini dapat terjadi lebih cepat apabila disertai dengan penumpukan batang kayu yang terseret saat longsor terjadi. Menurut informasi dari warga setempat bahwa pada tahun 1996-2004 terjadi aktivitas penebangan hutan yang dilakukan empat perusahaan yang pemilik HPH. Selain itu, dalam lima tahun terakhir, warga menanami ladang kritis dengan tanaman kemiri. Bahkan dalam tiga tahun terkahir warga beramai-ramai menanam jagung. Menurut aktivis LSM setempat, pemantau kehutanan di Aceh Tenggara, saat ini setidaknya 100 ribu Ha hutan di kawasan ekosistem Leuser dalam kondisi kritis. Pada saat tim survey ke lapangan kayu yang tertumpuk di lokasi merupakan batang-batang kayu yang sebelumnya tertanam di pinggi sungai, namun akibat terjangan banjir bandang, pohon-pohon teresbut tumbang. Untuk batang kayu yang tersangkut masih disertai dengan akar dan ranting pohon, maka kayu yang membendung hulu sungai mungkin saja berasal dari akibat terjadinya tanah longsor yang menyeret pohon yang tumbuh di lereng pegunungan (Gambar 2). Kerusakan rumah dan infrastruktur diberikan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 2. Tumpukan Kayu Akibat Banjir Bandang

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

L-4

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Lingkungan

Gambar 3. Kerusakan Jalan dan Jembatan Akibat Banjir Bandang

Gambar 4. Kerusakan Perumahan dan Sekolah Akibat Banjir Bandang Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan dan dikaitkan dengan teori yang ada, maka kejadian banjir bandang di Leuser terjadi disebabkan oleh kondisi yang telah diuraikan di atas. Analisis hidrolika aliran Saat tim melakukan survey di lapangan, sedang dilakukan perlakuan struktural penguatan tebing dan normalisasi aliran sungai pada daerah-daerah rawan seperti dalam wilayah empat desa yang dihantam banjir bandang dan tanah longsor di Kecamatan Leuser. Dari hasil survey lapangan juga diperoleh fakta bahwa telah dilakukan pelurusan sungai (shortcut) pada 2 (dua) lokasi di alur sungai yang berbelok (meander) oleh BPBA yang sedang ditindaklanjuti pengerjaannya oleh Dinas Pengairan Provinsi Aceh (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Shortcut pada Meander Sungai Lawe Liang Pangi

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

L-5

Berdasarkan teori perilaku sungai, bahwa perubahan kemiringan dasar sungai yang mendadak pada saat alur keluar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses pengendapan yang sangat intensif. Hal ini menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai dan terbentuknya meander. Pada dataran yang rata alur sungai tidak stabil, maka terbentuk erosi pada tebing belokan luar. Proses terbentuknya meander sungai merupakan keadaan yang alami dan tidak mengganggu proses alur sungai pada kondisi aliran normal (Sosrodarsono dan Tominaga, 1985).

Analisis stabilitas lereng Analisis stabilitas lereng sungai diawali dengan pengambilan sampel tanah yang dilakukan pada 2 (dua) lokasi di tebing Sungai Lawe Liang Pangi. Sampel tanah yang diambil adalah sampel tak terganggu. Selanjutnya sampel tanah dimasukkan ke Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil FT Unsyiah. Dari hasil uji kedua sampel tanah, memiliki karakteristik tanah yang sama, dengan jenis tanah lanau berpasir halus sedikit lempung dan berwarna coklat tua. Berat unit tanah untuk sampel I sebesar 18,85 kN/m2, harga kohesi 34,3 kPa, dan sudut geser 31,17o. Berat unit tanah untuk sampel II sebesar 18,54 kN/m2, harga kohesi 34,3 kPa, dan sudut geser 30o. Kedua hasil uji sampel tanah tersebut dilakukan uji stabilitas lereng dengan menggunakan software Geo Studio 2007 untuk kondisi tanpa luapan air dan dengan luapan air. Pada lereng I dengan kondisi normal menghasilkan faktor keamanan (Safety Factor, SF) sebesar = 2,10 dan SF pada kondisi banjir sebesar = 1,343. Pada lereng II dengan kondisi normal memiliki SF = 2,09 dan SF pada kondisi banjir memiliki SF = 1,345 (Azmeri dan Sundary, 2013). Faktor keamanan rekomendasi adalah SF = 2 untuk kondisi beban normal dan SF = 1,50 untuk kondisi beban ekstrim (Abramson, et al, 1995). Dan terlihat bahwa pada kondisi ekstrim yaitu pada saat banjir tebing sungai lebih kecil dibandingkan nilai 1,50. Hal ini memberikan informasi bahwa pada kondisi banjir (genangan) tebing sungai tidak aman terhadap gerusan. Hal ini tentu lebih berbahaya bila dilalui oleh banjir bandang dengan kecepatan aliran yang sangat besar dan diiringi dengan muatan masif. Rekap tindakan/program mitigasi bencana banjir bandang Kecamatan Leuser diberikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rekap Tindakan Mitigasi Banjir Bandang Leuser No

Jenis

1.

Struktural

Pekerjaan Bendung Penahan dan pengatur sedimen sebagai dampak erosi lereng, Bendung konsolidasi, Bendung Fleksibel. Penahan/pelindung lereng dengan konstruksi bronjong kayu, kawat, tembok pasangan, tembok beton, blok beton, Pelindung Tebing pada Meander Sungai Peredam Energi pada Kemiringan Dasar Sungai Terjal Pekerjaan Terrasering

Pekerjaan Drainase

2.

Non-Struktur

Pekerjaan Terrasering (vegetasi)

Tindakan

Pembuatan saluran-saluran air terbuka di lereng-lereng pegunungan dengan konstruksi pasangan batu, beton, blok beton “U”, saluran tanah yang digebal. Pembuatan saluran-saluran drainase tertutup dengan gulungan ranting, kerikil, pipa berlubang, bronjong berisi kerikil. Pekerjaan terrasering dengan gebalan rumput dan hamparan jerami Pekerjaan terrasering dengan anyaman ranting dan diperkuat dengan gebalan

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)

L-6

Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

Lingkungan

No

Jenis

Pekerjaan Penutupan permukaan tanah lereng pegunungan (vegetasi)

Soft-skill

4.

Tindakan Penanaman berbagai jenis rumput Penanaman berbagai jenis tumbuhan semak Penanaman berbagai jenis pepohonan. Peta risiko bencana banjir bandang Kecamatan Leuser Agara, peringatan dini (curah hujan dan debit tinggi) dan latihan evakuasi (mock drill), Desa Siaga Bencana, edukasi publik terhadap teknik pengelolaan hutan dan pengolahan pertanian.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bencana banjir bandang di Kecamatan Leuser salah satu penyebabnya adalah hujan dengan intensitas yang tinggi yang terjadi selama 3 hari (72 jam). Hujan yang jatuh ditampung dalam cekungan tebing yang diawali oleh proses pembendungan alamiah di daerah hulu sungai yang berada pada lereng-lereng perbukitan tinggi. 2. Menurut informasi dari warga setempat bahwa pada tahun 1996-2004 terjadi aktivitas penebangan hutan yang dilakukan empat perusahaan yang pemilik HPH. Selain itu dalam lima tahun terakhir, warga menanami ladang kritis dengan tanaman kemiri. Bahkan dalam tiga tahun terkahir warga beramai-ramai menanam jagung. Menurut aktivis LSM setempat sebagai pemantau kehutanan di Aceh Tenggara, saat ini setidaknya 100 ribu hektar hutan di kawasan ekosistem Leuser dalam kondisi kritis. 3. Berdasarkan teori perilaku sungai, bahwa perubahan kemiringan dasar sungai yang mendadak pada saat alur keluar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses pengendapan yang sangat intensif. Hal ini menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai dan terbentuknya meander. Pada dataran yang rata alur sungai tidak stabil, maka terbentuk erosi pada tebing belokan luar. Proses terbentuknya meander sungai merupakan keadaan yang alami dan tidak mengganggu proses alur sungai pada kondisi aliran normal. Oleh karena itu harus dihindari pekerjaan pelurusan sungai (sodetan/shortcut sungai). Bila telah terlanjur terjadi sodetan, maka harus diberikan perlindungan berupa penempatan peredam energi untuk daerah sungai yang kemiringannya terjal untuk menghindari perubahan rezim sungai. 4. Dari hasil uji stabilitas tebing sungai untuk kedua lokasi pengambilan sampel, memberikan informasi bahwa faktor keamanan pada kondisi ekstrim yaitu pada saat banjir tebing sungai lebih kecil dibandingkan nilai 1,50. Hal ini memberikan informasi bahwa pada kondisi banjir (genangan) tebing sungai tidak aman terhadap gerusan. Hal ini tentu lebih berbahaya bila dilalui oleh banjir bandang dengan kecepatan aliran yang sangat besar dan diiringi dengan muatan masif.

DAFTAR PUSTAKA Abramson, L. W., Lee, T. S., Sharma, S., and Boyce, G. M. (1995). “Slope Stability and Stabilization Methods”, John Wiley & Sons, Inc, New York. Anonim. (2012). Data dan Informasi Bencana Banjir Bandang Lawe Liang Pangi. Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Kecamatan Leuser Aceh Tenggara. Azmeri dan Sundary, D. (2013). “Stability Analysis of Edge River Liang Pangi at Leuser Sub-District, Southest Aceh Regency Towards Flash Flood”. Jurnal Inersia Teknik Sipil FT Universitas Bengkulu, No. 1, Vol.5, hal. 73-83. Meon, G. (2006). Past and Present chalenges in Flash Flood Forcasting, Dept. of Hydrology. Water Management and Water Protection, LWI, Technology. University of Brounschweig, Germany. Price, C. (2009). Early Warning System to Predict Flash Flood, Geophysics and Planetary Physics Department, Tel Aviv University, Israel. Sosrodarsono, S. Dan Tominaga, M. (1985). “Perbaikan dan Pengaturan Sungai”, Pradnya Paramita, Jakarta.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

L-7