KARAKTERISASI Α-AMILASE DAN GLUKOAMILASE DARI

Download Gambar 8 Aktivitas glukoamilase isolat NU-2 ... Enzim- enzim ini dapat memecah makromolekul. (protein, karbohidrat ... mampu menghasilkan e...

0 downloads 597 Views 424KB Size
5 PEMBAHASAN

Gambar 7 Aktivitas α-amilase isolat NU-2 yang diproduksi pada tepung ikan dan pati tapioka pada berbagai pH. Pengukuran aktivitas pada suhu optimum 37 oC.

Gambar 8 Aktivitas glukoamilase isolat NU-2 yang diproduksi pada tepung ikan dan pati tapioka pada berbagai suhu. Pengukuran aktivitas pada pH 7.0.

Gambar 9 Aktivitas glukoamilase isolat NU-2 yang diproduksi pada tepung ikan dan pati tapioka pada berbagai pH. Pengukuran aktivitas pada suhu optimum 40 oC.

Ikan nila galur GIFT (Genetic Improvement of Farmed Tilapias) atau Oreochromis niloticus (Linnaeus) Trewavas merupakan ikan nila unggul hasil seleksi dan persilangan dari delapan galur ikan nila yang dikumpulkan dari delapan negara yaitu Mesir, Ghana, Senegal, Kenya, Israel, Singapura, Thailand, dan Taiwan. Ikan nila GIFT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan varietas lokalnya, diantaranya yaitu tingkat pertumbuhan yang cepat, fekunditas (kesuburan) yang tinggi, serta ketahanannya terhadap penyakit (Usni 2000). Penelitian Rachmadi (2008) juga menunjukkan bahwa beberapa bakteri proteolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan nila GIFT ternyata mampu mengambat pertumbuhan Microcystis aeruginosa yang bersifat toksik bagi ikan lain. Oleh sebab itu, potensi diperolehnya kandidat isolat-isolat probiotik dari saluran pencernaan ikan nila GIFT cukup besar. Terkait dengan fungsinya dalam meningkatkan efisiensi pakan, isolat-isolat probiotik diharapkan mampu menghasilkan enzim-enzim yang bersifat digestif. Enzimenzim ini dapat memecah makromolekul (protein, karbohidrat, lemak) yang terdapat di dalam pakan ikan sehingga membuat penyerapan makanan menjadi lebih efektif dan efisien. Hasil penelitian Mubarik et al. (2006) menunjukkan bahwa isolat NU-2 merupakan bakteri proteolitik dengan nilai Indeks Proteolitik (IP) sebesar 1.89. Meskipun protease ekstraseluler dari isolat NU-2 belum dikarakterisasi, akan tetapi isolat bakteri ini berpotensi untuk dijadikan probiotik karena mampu menghasilkan baik protease, αamilase, dan glukoamilase ekstraseluler. Pembentukan zona bening di sekitar koloni pada agar-agar nutrien setelah disiram larutan iodin menunjukkan bahwa bakteri mampu menghasilkan enzim amilase ekstraseluler yang dapat menghidrolisis pati (amilosa dan amilopektin) yang terkandung dalam media. Dari 18 bakteri amilolitik yang diamati nilai indeks amilolitiknya (IA) bervariasi. Perbedaan nilai IA antara isolat amilolitik disebabkan oleh kemampuan difusi enzim amilase ekstrakseluler yang tidak selalu sama. Oleh sebab itu, uji hidrolisis pati hanya bersifat kualitatif. Penapisan isolat proteolitik yang mampu menghasilkan baik α-amilase dan glukoamilase dilakukan dengan menguji aktivitas enzim pada supernatan. Pengujian aktivitas enzim pada supernatan dilakukan pada dua suhu yaitu 37 oC, yang merupakan suhu pertumbuhan bakteri koliform penghuni

6 saluran pencernaan dan 50 oC, yang merupakan suhu rata-rata aktivitas optimum amilase (Fogarty 1983). Berdasarkan pengamatan morfologi sel dengan teknik pewarnaan Gram, isolat bakteri NU2 termasuk ke dalam genus Bacillus yang memiliki morfologi berbentuk batang berantai, bersifat Gram positif, dan memiliki endospora pada bagian sentral sel (Gambar 2). Selain itu, berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri NU-2 tergolong sebagai bakteri aerob atau anaerobik fakultatif yang merupakan salah satu ciri fisiologi bakteri genus Bacillus (Holt et al. 1994). Bacillus merupakan genus bakteri penghasil enzim amilase ekstraseluler terbesar. Beberapa spesies genus ini, seperti B. subtilis, B. stearothermophilus, B. licheniformis, B. amiloquefaciens seringkali digunakan untuk memproduksi enzim amilase secara komersial untuk berbagai keperluan (Sivaramakrishnan et al. 2006). Hasil pengukuran kurva aktivitas menunjukkan bahwa aktivitas maksimum αamilase terjadi pada jam ke-3 ketika sel berada pada fase lag dan jam ke-15 ketika sel berada pada fase stasioner. Untuk glukoamilase aktivitas maksimumnya terjadi pada saat jam ke-6 (fase lag) dan jam ke-15 (fase stasioner) setelah inkubasi. Hasil ini memang sedikit berbeda dari hasil penelitian lainnya yang melaporkan bahwa enzim amilase diproduksi pada saat fase log atau pada saat sel mengalami fase stasioner. Ashger et al. (2007) melaporkan bahwa aktivitas α-amilase B. subtilis JS-2004 terjadi pada jam ke-48 setelah inkubasi atau pada saat sel mengalami fase stasioner. Oleh sebab itu, tingginya aktivitas α-amilase pada jam ke3 dan glukoamilase pada jam ke-6 setelah inkubasi diduga disebabkan oleh pengaruh inokulum. Ray et al. (2007) menyatakan bahwa kondisi inokulum seperti keadaan sel dan jumlah optimum sel di dalam inokulum berpengaruh terhadap proses fermentasi. Di dalam memenuhi kebutuhan akan nutrisinya, beberapa bakteri mampu memproduksi enzim-enzim ekstraseluler. Enzim-enzim ekstraseluler seperti amilase dan protease, dihasilkan dengan tujuan untuk merombak molekul kompleks di luar sel menjadi lebih sederhana, sehingga molekulmolekul yang sederhana tersebut mampu masuk ke dalam sel. Enzim-enzim ekstraseluler ini bersifat induktif dan dipengaruhi oleh substrat yang tersedia di lingkungan (Whitaker 1994). Menurut Murtidjo (2001), tepung ikan merupakan bahan makanan pokok ikan yang

digunakan sebagai sumber protein hewani dan mineral. Sebagai komponen utama penyusun pakan ikan, tepung ikan memiliki kadar protein yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pati tapioka. Sebaliknya, pati tapioka memiliki kandungan karbohidrat yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung ikan (Tabel 2). Hasil pengukuran kadar protein dari media kontrol tanpa inokulasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada media tepung ikan sebesar 0.546 mg/ml, dibandingkan pati tapioka sebesar 0.441 mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri NU-2 tumbuh lebih optimum dengan menggunakan protein sebagai sumber energi untuk pertumbuhan selnya. Tabel 2 Kadar protein dan karbohidrat pada tepung ikan dan pati tapioka (Alamsyah 2005) Jenis tepung Kadar Kadar protein karbohidrat (%) (%) Tepung ikan 55.7 2.9 Pati tapioka 2.6 65.84 Selain mengandung kadar protein tinggi, tepung ikan juga mengandung kadar mineral yang cukup tinggi, terutama kalsium (Ca) dan fosfor (P) (Tabel 3 dan Lampiran 8). Tabel 3

Kadar kalsium dan fosfor pada tepung ikan dan pati tapioka (Alamsyah 2005) Jenis tepung Kadar Kadar fosfor kalsium (%) (%) Tepung ikan 4.75 2.45 Pati tapioka 0.17 0.19 Di antara berbagai ion logam lainnya, ion kalsium seringkali dilaporkan mampu meningkatkan baik produksi maupun aktivitas amilase (Srivastava & Baruah 1986; Sivaramakrishnan et al. 2006). Namun demikian, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai pengaruh kation terutama kalsium dalam meningkatkan produksi dan aktivitas amilase dari isolat bakteri NU-2. Enzim merupakan senyawa biomolekul yang memiliki struktur dasar berupa protein. Sebagai suatu protein, suatu enzim mempunyai kondisi tertentu untuk bekerja secara optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut antara lain suhu dan pH. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa enzim α-amilase tergolong sebagai enzim netral yaitu enzim yang aktivitas optimumnya berada pada kisaran pH normal (6.0-7.0) sedangkan glukoamilase tergolong

7 enzim asam (pH optimum < 6.0). Masingmasing dengan suhu optimum untuk αamilase yaitu 37-40 oC dan 40 oC untuk glukoamilase. Sivaramakrishnan et al. (2006) melaporkan bahwa suhu optimum produksi enzim amilase yang dihasilkan oleh suatu organisme memiliki keterkaitan dengan suhu optimum pertumbuhan selnya. Pada umumnya bakteri mesofilik memiliki aktivitas enzim amilase pada kisaran 40-60 oC. Meskipun demikian, beberapa spesies Bacillus, seperti B. subtilis, B. stearothermophilus, B. licheniformis, B. amiloliquefaciens dilaporkan mampu memproduksi amilase dengan kisaran suhu yang lebih luas yaitu 37-60 oC (Sivaramakrishnan et al. 2006). Sementara itu, Fogarty (1983) menyatakan bahwa suhu optimum untuk aktivitas glukoamilase berada pada kisaran 40-60 oC, sedangkan pH optimumnya pada kisaran 4.5-5.0. Hasil perbandingan dengan referensi menunjukkan bahwa karakter setiap enzim tidaklah selalu sama (Tabel 4). Perbedaan karakter suhu dan pH yang dimiliki oleh enzim menunjukkan bahwa enzim bersifat khusus, tergantung spesies yang menghasilkannya. Jika enzim akan diaplikasikan untuk pemakaian industri atau aplikasi praktis sudah selayaknya dilakukan pengujian keamanan apakah mengandung bahan yang toksik yang tidak diharapkan ada di dalam enzim tersebut. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini sehubungan dengan hal tersebut yaitu menguji kemampuan melisis darah. Bakteri penghasil hemolisin akan mampu melisis sel darah merah. Beberapa anggota dalam genus

Bacillus diketahui bersifat patogen dan memiliki kemampuan dalam menghidrolisis darah, salah satunya yaitu B. cereus. B. cereus diketahui mampu memproduksi beberapa enterotoksin, antara lain protease, fosfolipase, dan hemolisin (Drobniewski 1993). Meskipun demikian, penggunaan B. cereus sebagai agen probiotik telah dilaporkan oleh Duc et al. (2004). Duc et al. (2004) menyatakan bahwa bakteri tidak selalu memproduksi enterotoksin. Faktor-faktor lingkungan mikro, seperti faktor adhesi dan kompetisi terhadap bakteri komensal lainnya, perolehan nutrisi, dan pH di dalam saluran gastrointestinal berpengaruh terhadap produksi enterotoksin. Bakteri NU-2 ternyata dapat melisis sel darah merah, namun ekstrak kasar enzim amilase yang dihasilkannya tidak dapat melisis sel darah merah. Dengan demikian apabila enzim akan diaplikasikan harus terbebas dari sel bakteri penghasilnya. SIMPULAN Isolat bakteri NU-2, yang merupakan genus Bacillus, mampu menghasilkan baik enzim α-amilase dan glukoamilase. Produksi optimum α-amilase dan glukoamilase terjadi pada saat jam ke-15 setelah inkubasi. Penggunaan media NB yang menggunakan 0.5% tepung ikan mampu meningkatkan produksi kedua enzim. Aktivitas α-amilase optimum pada suhu 37-40 oC, pH 6.0 yang diproduksi pada media pati tapioka, dan pH 6.0-7.0 pada media tepung ikan. Aktivitas

Tabel 4 Ciri-ciri α-amilase dan glukoamilase dari sejumlah bakteri Enzim

Bakteri

Suhu Optimum (oC)

pH Optimum

α-amilase

B. acidocaldaricus

75

3.5

α-amilase

Clostridium acetobutylicum ATCC 824

45

5.6

α-amilase

Streptomyces rimosus

35-50

6.0-6.7

α-amilase

B. subtilis JS-2004

70

8.0

α-amilase

Bacillus sp. TS-23

70

9.0

α-amilase

Bacillus sp. IMD370

40

10.0

Glukoamilase

C. thermohydrosulfuricum

75

4.0-6.0

Glukoamilase

Bacillus sp. Termofil

70

5.0

Glukoamilase

Streptomyces rimosus

35-50

6.0-6.7

Glukoamilase

Sulfolobus solfataricus

90

5.5-6.0

Referensi Buonocore et al. (1976) Paquet et al. (1991) Yang & Wang (1999) Ashger et al. (2007) Lin et al. (1998) Mc Tigue et al. (1995) Hyun & Zeikus (1985) Gill & Kaur (2004) Yang & Wang (1999) Kim et al. (2004)