KARAKTERISTIK FISIK

Download Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 ... METODE MASERASI. Characteristic of Physical- Chemistry from Extract Snake Fruit with a Metho...

0 downloads 604 Views 353KB Size
Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015

KARAKTERISTIK FISIK- KIMIA DARI EKSTRAK SALAK GULA PASIR DENGAN METODE MASERASI Characteristic of Physical- Chemistry from Extract Snake Fruit with a Method of Maserasi Putu Bayu Tantrayana1*, Elok Zubaidah1 1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: [email protected] ABSTRAK Salak merupakan buah tropis khas Indonesia dengan jumlah produksi salak gula pasir meningkat setiap tahun. Hal ini tentunya menjadi potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk olahan pangan. Meskipun demikian, eksplorasi buah salak di Indonesia terkait potensinya yang besar masih belum banyak dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antioksidan dalam ekstrak salak gula pasir. Disamping itu penelitian ini juga untuk mengetahui pengaruh rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut dalam menghasilkan ekstrak salak. Penelitian ini menggunakan Rancngan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yaitu rasio bahan : pelarut (1:2), (1:3) (b/v) dan konsentrasi pelarut (70%, 80%, 90%). Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak salak perlakuan terbaik diperoleh pada rasio bahan:pelarut (1:2) dengan penambahan konsentrasi pelarut 90% menghasilkan ekstrak dengan kadar total fenol 0.36%, aktivitas antioksidan 149.08 ppm, total asam 2.55%, TPT 58.27, pH 4.44, volume produk akhir 192.82 gram, nilai L 29.03, nilai a 25.78, nilai b 24.88. Kata kunci: Ekstrak Salak, Rasio Bahan:Pelarut & Konsentrasi Pelarut, Salak ABSTRACT Snake fruit is a typical of tropical fruit in Indonesia with increasing in production every year. It is to be a great potential to developed to processed of food product. However, exploration of Indonesia snake fruit related to snake’s fruit potential has not been done much yet. The objectives of this research were to determine antioxidant activity in snake fruit extract. Beside that, this research also to know effect ratio of material:solvent (b/v) and concentration of solvent in addition to produce of sanke fruit extract. This research used Group Randomized Design (GRD) with two factor that is ratio of material:solvent (1:2)(1:3)(b/v) and concentration of solvent (70%, 80%, 90%). The research showed that the best action taken to snake fruit extract was through from ratio of material:solvent (b/v) 1:2 with an addition of the concentration of solvent 90% that produce extract containing total phenolic content 0.36%, antioxidant activity 149.08 ppm, total acid content 2.55%, total solid 5.27, pH 4.44, volume product 192.82 grams, L value 29.03, a value 25.78, b value 24.88 Keywords: Extract Snake Fruit, Ratio Of Material: Solvent & Solvent Concentration, Snake fruit PENDAHULUAN Buah salak (Salacca zalacca) adalah buah tropis asli Indonesia yang tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia. Tanaman salak berbunga dan berbuah sepanjang tahun, Panen raya buah salak terjadi antara bulan Januari-April. Tanaman buah salak tumbuh baik

1608

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 pada ketinggian 0-700m di atas permukaan laut [1]. Keunggulan buah salak yakni memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi [2]. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2012, produksi salak di Indonesia mencapai 1.035.407 ton. Hal ini tentu merupakan potensi yang luar biasa dari buah salak untuk dikembangkan menjadi berbagai produk olahan pangan, disamping itu bisa dikembangkan menjadi produk bio–etanol [3]. Salak mengandung senyawa nutrisi dasar yang cukup tinggi (serat, protein, lemak, dan karbohidrat) dan memiliki aktivitas antioksidan dan proliferasi yang tinggi [4]. Buah salak telah diketahui memiliki kandungan antioksidan yang lebih baik dari apel dan jeruk [5]. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah terjadinya oksidasi lipid atau molekul lain. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu reaksi rantai, menyebabkan kerusakan sel tubuh. Ekstraksi salak menggunakan metode ekstraksi maserasi. Prinsip dari metode maserasi ini adalah merendam bubuk simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi dari cahaya.. Menurut [6] menjelaskan bahwa ektraksi dipengaruhi oleh jenis bahan, jenis pelarut, dan kondisi ekstraksi. Kondisi ekstraksi meliputi metode, waktu, jenis pelarut, perbandingan bahan dengan pelarut, suhu, dan derajat kehalusan bahan. Pelarut ytang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut etanol. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan untuk kosmetik, disinfektan dan senyawa essens. Contohnya adalah pada parfum, pengharum makanan, sebagai bahan bakar motor dan dibidang farmasi [7]. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: salak gula pasir, etanol (konsentrasi 70%, 80%, 90%), DPPH, aquades, reagen Folin Ciocalteau, reagen Anthrone, larutan H2SO4, larutan Na2CO3, indikator PP, NaOH, larutan Pb-Asetat, Na-Oksalat Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan ekstrak salak gula pasir: toples, timbangan analitik, kertas saring, erlenmeyer, talenan, pisau, aluminium foil, rangkaian alat magneitik stirer, beaker glass. Alat yang digunakan untuk analisis aktivitas antioksidan, total fenol, total asam, total gula, pH, TPT: tabung reaksi, vortex, spektrofotometer, pipet ukur, bola hisap, kuvet, rangkaian alat buret, rak tabung reaksi, pH meter, hand refraktometer, color reader Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 2 faktor, faktor 1 terdiri dari 2 level yaitu rasio bahan:pelarut (1:2 (b/v)); ((1:3 b/v)) dan faktor 2 terdiri dari 3 level yaitu konsentrasi pelarut (70%,80%,90% (v/v)) . Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 satuan perlakuan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji BNT atau DMRT dengan selang kepercayaan 5% dan penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode zeleny. Tahapan Penelitian Salak dikupas kulitnya dan dibersihkan dari kulit arinya kemudian dicuci bersih. Selanjutnya salak diiris tipis-tipis dengan pisau. Sampel ditimbang sebanyak 1000 gram kemudian dimasukan ke dalam toples dan dicampur dengan pelarut etanol dengan berbagai perbandingan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut. Setelah semua bahan dan pelarut tercampur, kemudian siap untuk melakukan ekstraksi dengan metode maserasi selama 24 jam pada suhu 20oC dengan berbagai perbandingan bahan:pelarut (b/v) (1:2 ; 1:3) dan kosnentrasi pelarut (70%,80%,90%). Setelah ekstraksi selesai filtrat dipisahkan 1609

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 dengan menggunakan kertas saring. Setelah diperoleh filtrat ekstrak salak, dilakukan proses evaporasi atau penguapan untuk menghilangkan pelarut. Prosedur Analisis Ekstrak salak yang telah diperoleh dari proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol dengan rasio bahan:pelarut (b/v) (1:2 dan 1:3) dan konsentrasi pelarut 70%, 80%, dan 90%, dilakukan analisis berupa uji total gula [8], uji kadar alkohol [9], uji total asam [10], uji total fenol [11], uji aktivitas antioksidan [12], uji fisik (total padatan terlarut [13], pH dan color reader [14]. Uji organoleptik dilakukan pada 20 panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk ekstrak salak dilakukan dengan uji hedonic scale dengan skala 1-4 meliputi 1= sangat tidak menyukai, 2= tidak menyukai, 3= menyukai dan 4= sangat menyukai [15]. Sedangkan penentuan perlakuan terbaik menggunakan metode zeleny [16] terdiri dari total fenol, total asam, total gula, aktivitas antioksidan, pH, TPT, tingkat kecerahan (L), tingkat kemerahan (a), tingkat kekuningan (b) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Ekstrak Salak Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah salak gula pasir (Zalacca Var Amboinensis). Analisis kimia awal yang dilakukan pada bahan baku salak yaitu analisis total fenol, analisis total gula dan analisis aktivitas antioksidan. Data analisis bahan baku salak gula pasir dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel .1 Hasil analisis total gula, total fenol, dan aktivitas antioksidan pada bahan baku berupa sari salak Parameter Total Gula (%) Total Asam (%) Total Fenol (%) Aktivitas Antioksidan (mg/l)

Bahan baku Hasil Analisis Salak Gula Pasir 4.86 0.56 0.64 198.25

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai total gula dari sari buah salak adalah sebesar 4,86%, nilai total asam adalah sebesar 0.56%, nilai total fenol dari sari salak adalah 0.645% dan nilai aktivitas antioksidan dari sari salak sebesar 198.25 mg/L. Pada buah salak terdapat senyawa polifenol dan flavonoid yang dikenal sebagai antioksidan alami. Polifenol dan flavonoid bekerja bersama-sama untuk menangkal radikal bebas [17]. Menurut [18] senyawa aktif yang terdapat pada buah salak menunjukan kandungan fitokimia paling banyak dalam ekstrak etanol 70% daging buahnya yaitu flavonoid dan tanin Analisis Ekstrak Salak 1. Analisis Total Fenol Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukan peningkatan total fenol terjadi seiring dengan meningkatnya konsentrasi pelarut. Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan rasio bahan:pelarut tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0,05) terhadap nilai total fenol ekstrak salak gula pasir. Namun pada perlakuan konsentrasi pelarut menunjukan adanya pengaruh berbeda nyata (α=0.05). Nilai rerata total fenol ditampilkan pada Tabel 2.

1610

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 Tabel 2. Rerata Total Fenol Akibat Perlakuan Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Salak Konsentrasi Pelarut (%) Rerata Total Fenol (%) BNT 5% 70 0.27a 80 0.30a 0.038 90 0.43b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05) Menurut [19] dengan lama waktu ekstraksi yang sama, semakin tinggi konsentrasi pelarut, maka yield ekstra, TPC (Total Phenolic Content), dan yield senyawa phenolic yang diperoleh juga semakin banyak. Hal ini diduga disebabkan karena perbandingan bahan dan pelarut serta konsentrasi pelarut yang tinggi akan menyebabkan kelarutan senyawa phenolic dalam pelarut semakin besar. Dengan meningkatnya perbandingan bahan dan pelarut serta konsentrasi pelarut, proses difusi yang terjadi semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan dengan cepat. 2.

Analisis Total Gula Analisis total gula athrone bertujuan untuk mengetahui kadar gula pada sampel yang diuji dengan menggunakan pereaksi anthrone yang merupakan hasil reduksi anthrquinone. Anthrone bereaksi secara spesifik dengan gula dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas [2]. Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap nilai total gula ekstrak salak gula pasir. Nilai rerata total gula ditampilkan pada Tabel 3 Tabel 3. Rerata Total Gula Akibat Perbedaan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Salak Rasio Bahan dan Pelarut 1:2

1:3

Konsentrasi Pelarut (%) 70 80 90 70 80 90

Rata-rata Nilai Total Gula (%) 39.72 36.18 32.63 48.05 47.57 46.59

Pada data Tabel 3 diatas menunjukan rata-rata nilai total gula dari ekstrak salak. Penurunan total gula pada ekstrak salak gula pasir dikarenakan gula tersebut larut didalam air sehingga semakin tinggi konsentrasi pelarut maka larutnya gula di dalam pelarut akan semakin rendah. Selain itu literatur juga menyebutkan yaitu [21], yang menyatakan bahwa total gula pada bahan baku juga memiliki jumlah pada batasan tertentu dan pelarut yang digunakan mempunyai batasan kemampuan untuk melarutkan bahan yang ada, sehingga walaupun waktu ekstraksi diperpanjang solute yang ada pada bahan sudah tidak ada. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh [22] didapatkan bahwa ekstraksi dengan etanol 70% memberikan hasil perolehan oleoresin dengan konsentrasi etanol yang lebih tinggi memberikan hasil yang lebih baik dari pada konsentarsi yang lebih rendah. 3.

Analisis Total Asam Pada penelitian yang telah dilakukan hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh

1611

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 berbeda nyata (α= 0.05) terhadap nilai total asam yang dihasilkan. Tidak terjadi interaksi antara kedua perlakuan. Rerata nilai total asam ditampilkan pada Tabel 4 Tabel 4. Rerata Nilai Total Asam Akibat Perlakuan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Salak Rasio Bahan dan Pelarut 1:2

Konsentrasi Pelarut (%) 70 80 90 1:3 70 80 90 Keterangan: - data merupakan rerata 3 Ulangan

Rerata Nilai Total Asam (%) 2.95 2.68 2.55 2.72 2.29 2.23

Perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai total asam dari ekstrak salak. Hal ini diduga karena asam–asam organik yang kemungkinan terekstrak selama ekstraksi seperti asam sitrat, sehingga komponen bahan akan terekstrak lebih banyak , dan total asam turun. Hal ini sesuai dengan pendapat [23] menyatakan semakin murni suatu komponen bahan pangan maka tingkat keasaman suatu bahan akan semakin rendah, karena komponen yang ada didalam bahan hilang. 4.

Analisis Aktivitas Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah.antioksidan memiliki struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas sehingga memiliki kemampuan untuk memutus reaksi berantai, memperlambat, menunda dan mencegah reaksi oksidasi lipid [24]. Metode analisis antioksidan yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji DPPH. Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk mengukur dan memperkirakan efisiensi kerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan [25]. Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan rasio bahan: pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap nilai aktivitas antioksidan ekstrak salak gula pasir. Kedua perlakuan tersebut terjadi interaksi sehingga dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (α=0.05). Hasil uji lanjut DMRT (α=0,05) pengaruh perlakuan rasio bahan:pelarut dan konsentrasi pelarut terhadap nilai aktivitas antioksidan ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan data pada Tabel 5 rerata nilai dari aktivitas antioksidan pada perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) mengalami peningkatan dengan seiring bertambah tingginya konsentrasi pelarut sehingga membuat banyak senyawa-senyawa fenolik yang terekstrak dari bahan. Menurut [26] rasio bahan:pelarut (b/v) yang semakin tinggi akan mampu meningkatkan jumlah senyawa target yang terekstrak sampai taraf tertentu. Peningkatan perbandingan bahan:pelarut (b/v) sampai taraf tertentu dapat menyebabkan kadar antioksidan yang terekstrak semakin banyak, sehingga aktivitas antioksidannya juga meningkat.

1612

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 Tabel 5. Rerata Aktivitas Antioksidan Akibat Perbedaan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Salak

Rasio Bahan dan Pelarut

Konsentrasi Pelarut (%)

Rata-rata Nilai Aktivitas Antioksidan (mg/l)

DMRT 5%

145.80 b 70 1.130 146.73 b 80 1.181 d 149.08 90 1.211 1:3 143.85 a 70 1.230 167.08 e 80 1.230 182.39 f 90 1.243 Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05) 1:2

5.

Analisis pH Berdasarkan analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan perbandingan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap nilai pH ekstrak salak gula pasir. Kedua perlakuan tersebut tidak terjadi interaksi interaksi. Rerata nilai pH ekstrak salak ditampilkan pada Tabel 6 Tabel 6. Rerata pH Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Perbedaan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Salak Rasio Bahan dan Pelarut 1:2

Konsentrasi Pelarut (%)

70 80 90 1:3 70 80 90 Keterangan: - data merupakan rerata 3 Ulangan

pH 4.47 4.46 4.44 4.48 4.47 4.45

Semakin tinggi rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut yang tinggi menyebabkan nilai pH naik sebab volume pelarut yang dibarengi dengan konsentrasi pelarut yang tinggi diduga akan menaikan kelarutan asam [27]. Kandungan asam-asam organik dari salak yang terekstrak semakin banyak, sehingga tingkat ionisasi juga akan semakin bertambah. Jika kelarutan asam semakin baik, maka kecenderungan untuk melepas proton (ion H+) juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur [28], yang menyatakan bahwa semakin besar tingkat keasaman suatu asam pada larutan maka semakin besar tendensi untuk melepaskan proton (H+) sehingga pH turun. Namun berdasarkan data penelitian yang didapat rata-rata nilai pH hampir sama untuk setiap perlakuan yang diberikan. 6.

Analisis Total Padatan Terlarut Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap total solid ekstrak salak. Adapun rerata nilai total solid dari perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut ditampilkan pada Tabel 4.7

1613

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 Tabel 7. Rerata Total Padatan Terlarut Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Perbedaan Rasio Bahan: Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut (%) Rasio Bahan dan Pelarut 1:2

Konsentrasi Pelarut (%)

70 80 90 1:3 70 80 90 Keterangan: - data merupakan rerata 3 Ulangan

Total Padatan Terlarut (oBrix) 57.93 58.40 58.27 58.33 58.87 58.67

Tabel 7 menunjukan bahwa perlakuan rasio bahan: pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut (%) tidak memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap nilai Total Solid (Total Padatan Terlarut). Menurut literatur [29], terjadinya pelunakan jaringan akibat perlakuan panas akan menyebabkan partikel-partikel kecil permukaan padat ikut terekstrak menuju pelarut. Dengan kata lain, semakin tinggi suhu proses ekstraksi akan menyebabkan kandungan padatan dalam bahan semakin besar. 7.

Analisis Volume Produk Akhir Pada hasil analisis ragam terhadap volume produk akhir menunjukan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) memberikan pengaruh berbeda nyata (α = 0.05) terhadap volume produk akhir ekstrak salak sehingga dilanjutkan dengan uji BNT (α=0.05). Namun perlakuan perbedaan konsentrasi pelarut tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap produk ekstrak salak. Nilai rerata volume produk akhir ekstrak salak ditampilkan pada Tabel 8 Tabel 8. Rerata Volume Produk Akhir Ekstrak Salak Akibat Perbedaan Bahan dan Pelarut (b/v) Rasio Bahan dan Volume Produk Akhir BNT 5% Pelarut (gram) a 1:2 18901 7.079 1:3 210.67 b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyatan (α= 0.05) Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa volume produk akhir dari formulasi rasio bahan:pelarut (b/v) berbeda nyata. Hal tersebut didukung oleh literatur [30], bahwa semakin banyak jumlah pelarut pengekstrak maka volume filtrat ekstrak salak yang dihasilkan juga semakin besar. 8.

Analisis Kadar Alkohol Kromatografi adalah teknik pemisahan zat untuk analisis dan preparat dengan melarutkan campuran dalam fase bergerak (cairan atau gas), mengalir melalui fase stasioner: Zat yang hendak dipisah-pisahkan harus berinteraksi dengan fase stasioner dengan kuat yang berbeda-beda [31]. Berikut diperoleh data sisa pelarut ekstrak salak pada Tabel 9. Pada Tabel 9 menunjukan bahwa kadar alkohol dari ekstrak salak memiliki nilai yang rendah. Hal ini merujuk pada Keputusan Fatwa MUI No 4 Tahun 2003 Tentang Pedoman Fatwa Produk Halal. Fatwa MUI No 4 Tahun 2003 menyebutkan bahwa makanan atau

1614

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 minuman yang diperbolehkan dengan batas maksimal kandungan alkohol (sebagai senyawa tunggal, etanol) yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan yaitu 1 persen (%). Tabel 9. Nilai Kadar Alkohol (%) dari Ekstrak Salak Akibat Perlakuan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) dan Konsentrasi Pelarut Rasio Bahan dan Pelarut 1:2

Konsentrasi Pelarut (%)

70 80 90 1:3 70 80 90 Keterangan: - Data merupakan nilai 1 ulangan

Kadar Alkohol (%) 0.35 0.62 0.30 0.72 0.17 1.35

9.

Analisis Warna (Kecerahan (L*), Kemerahan (a*), Kekuningan (b*)) Warna dapat menentukan 45% dari keseluruhan mutu makanan. Warna dari Ekstrak Salak ini diukur dengan menggunakan colour reader dengan 3 parameter taitu L, a, dan b [32]. Nilai L memiliki kisaran 0 (hitam)- 100 (putih). Nilai a* (tingkat kemerahan) menyatakan tingkat warna hijau sampai merah dengan kisaran nilai -100 sampai +100. Nilai b* (tingkat kekuningan) menyatakan tingkat warna biru sampai kuning kisaran -100 sampai +100 [33]. Tabel 10. Rerata Tingkat Kecerahan (L*) Ekstrak Salak Akibat Perlakuan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) Rasio Bahan dan Pelarut Tingkat Kecerahan BNT 5% a 1:2 36.00 1.004 1:3 25.94 b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada uji BNT (α= 0.05) Tabel 11. Rerata Tingkat Kecerahan Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Konsentrasi Pelarut (%) Konsentrasi Pelarut Tingkat Kecerahan BNT 5% (%) a 70 28.78 80 29.52 a 0.820 90 34.62 b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyatan (α= 0.05) Tabel 10 dan Tabel 11 memperlihatkan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap tingkat kecerahan dari ekstrak salak yang dihasilkan. Menurut [34] menjelaskan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi senyawa fenol yang terekstrak akan mengakibatkan warna menjadi lebih gelap dan pekat. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α=0.05) terhadap tingkat nilai kemerahan (a*) sehingga dilanjutkan dengan uji BNT (α=0.05). Adapun rerata nilai kemerahan yang ditampilkan pada Tabel 12 dan Tabel 13

1615

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 Tabel 12. Rerata Tingkat Kemerahan (a*) Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Perbadaan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) Rasio Bahan dan Pelarut Tingkat Kecerahan BNT 5% a 1:2 23.05 3.625 1:3 17.72b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05) Tabel 13. Rerata Nilai Kemerahan (a*) Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Konsentrasi Pelarut (%) Konsentrasi Pelarut Tingkat Kekuningan BNT 5% (%) a 70 16.68 80 19.55 b 2.960 90 24.93 c Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05) Warna merah yang terjadi pada ekstrak salak karena adanya enzim polifenol oksidase. Menurut [35], ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan salah satunya adalah keberadaan enzim. Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (α=0.05) terhadap tingkat nilai kekuningan (b*) sehingga dilanjutkan dengan uji BNT (α=0.05). Adapun rerata nilai kekuningan yang ditampilkan pada Tabel 14 dan Tabel 15 Tabel 14. Rerata Nilai Kekuningan (b*) Ekstrak Salak Akibat Perbedaan Rasio Bahan:Pelarut (b/v) Rasio Bahan dan Pelarut Tingkat Kekuningan BNT 5% 1:2 19.38a 1.892 1:3 5.07b Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05) Tabel 15. Rerata Nilai Kekuningan (b*) Ekstrak Salak Akibat Pengaruh Konsentrasi Pelarut (%) Konsentrasi Pelarut Tingkat Kekuningan BNT 5% (%) a 70 8.43 80 10.41 b 1.545 90 17.85 c Keterangan: - Data merupakan rerata 3 Ulangan - Angka yang didampingi notasi yang tidak sama menunjukan berbeda nyata (α= 0.05)

1616

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 Hal ini tentunya berhubungan dengan literature yang menyatakan bahwa perbandingan dengan bahan pelarut akan berpengaruh dengan mutu ekstrak yang dihasilkan. Dimana semakin tinggi konsentrasi pelarut yang diberikan maka ekstrak tersebut akan semakin pekat, hal ini disebabkan lamanya waktu penguapan pelarut sehingga tingkat kekuningan akan semakin tinggi [36]. 10. Analisis Parameter Organoleptik Uji hedonic merupakan pengujian yang paling banyaj digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan jumlah panelis yang digunakan adalah 20 orang. Berikut ini adalah hasil organoleptik ekstrak salak gula pasir: Tabel 16. Nilai Kombinasi Perlakuan Organoleptik Ekstrak Salak Gula Pasir Parameter Rasa Warna Aroma 2.80 R1P1 2.75 2.95 R1P2 2.85 2.85 2.40 2.95 R1P3 2.90 2.70 R2P1 2.80 2.55 2.80 R2P2 2.55 3.05 2.40 3.10 R2P3 2.65 2.25 Nilai Tertinggi 2.95 3.10 2.80 Nilai Terendah 2.55 2.55 2.25 Keterangan: angka bercetak tebal menunjukan nilai tertinggi Perlakuan

Kenampakan 2.85 2.85 3.05 2.70 2.95 3.25 3.25 2.85

11. Perlakuan Terbaik Metode Zeleny Metode yang digunakan untuk penentuan perlakuan terbaik secara kimia dan fisik dari ekstrak salak adalah dengan menggunakan metode Multiple Attributes [387. Pemilihan perlakuan terbaik ditentukan dengan membandingkan nilai ideal pada masing-masing parameter. Perlakuan dengan nilai L1, L2 dan L∞ yang minimal/ terkecil merupakan perlakuan terbaik. Pemilihan perlakuan terbaik untuk ekstrak salak dengan perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) dan konsentrasi pelarut diperoleh dari perhitungan berdasarkan metode zeleny adalah ekstrak salak gula pasir dengan perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) 1:2 dengan konsentrasi pelarut 90%. Nilai dari masing-masing parameter kimia fisik untuk perlakuan terbaik ditampilkan pada Tabel 17 Tabel 17. Perlakuan Terbaik Ekstrak Salak Gula Pasir Parameter Fisik-Kimia Parameter Kimia dan Fisik Total Fenol (%) Total Asam (%) Total Gula (%) Aktivitas Antioksidan (mg/l) TPT (oBrix) pH Volume produk Akhir (gram) Kecerahan (L) Kemerahan (a*) Kekuningan (b*)

Nilai 0.36 2.55 32.63 149.08 58.27 4.44 192.82 29.03 25.78 24.88

1617

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 SIMPULAN Berdasarkan parameter fisik dan kimia perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap tingkat kecerahan, tingkat kemerahan, tingkat kekuningan, dan volume produk akhir. Penambahan konsentrasi pelarut memberikan pengaruh berbeda nyata (α=0.05) terhadap nilai total fenol, tingkat kecerahan, tingkat kemerahan, tingkat kekuningan. Perlakuan rasio bahan:pelarut (b/v) 1:2 dengan konsentrasi pelarut 90% (R1P3) merupakan perlakuan terbaik dengan total fenol 0.36%, total asam 2.55%, total gula 32.63%, aktivitas antioksidan 149.08 ppm, total padatan terlarut 58.27, pH 4.44, volume produk akhir 192.82 gram, kecerahan (L) 29.03, kemerahan (a*) 25.78 dan kekuningan (b*) 24.88. DAFTAR PUSTAKA 1) Tjahjadi, N. 1989. Bertanam Salak. Kanisius. Yogyakarta. 2) Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budi Daya Buah Salak. Penerbit Nuansa Aulia. Bandung 3) Thamrin, R., Runtuwene, Max J.R., dan Sangi, Meiske S. 2011. Produksi Bio – Etanol Dari Daging Buah Salak (Salacca zalacca). Jurnal Ilmiah Sains Vol 11 No.2. Universitas Sam Ratulangi. Manado 4) Gorinstein, S., Haruenkit, R., Poovarodom, S., Park, Y., Vearasilp, S., Suhaj, M., Ham, K.S., Heo, B.G., Cho J.Y., and Jang, H.G. 2009. The Comparative Characteristics of Snake and Kiwi Fruits. Food and Chemical Toxicology, 47, 1884-1891 5) Leong, L.P. and Shui, G. 2002. An Investigation of Antioxidant Capacity of Fruits in Singapore Markets. Food Chemistry. 76: 69-75. 6) Komara. 1991. Mempelajari Ekstraksi Oleoresin dan Karakteristik Mutu Oleoresin dari Bagian Cabe Rawit (Capsicum frutences). Skripsi FTP. IPB. Bogor 7) Esti, C dan Isana SYL. 2002. Termogram Suhu Terhadap Waktu Untuk Etanol. Laporan Penelitian Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia. FMIPA. UNY. Yogyakarta 8) AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. Washington D. C. USA 9) AOAC.1990. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Washington D. C. USA. 10) AOAC.1995. Official Methods of Analysis of AOAC International. Sixteenth edition. 5th revision. Volume II. Edited by P. Cunnif. AOAC International. USA 11) Yang et al. 2006. Free-radical-scavenging activity and Total Phenols of Noni (Morinda citrifolia L,.) Juice and Powder in Processing and Storage. http://www.food.actapol.net/volume6/issue2/5_2_2007.pdf. Tanggal akses: 25/02/ 2013 12) Hatano, T., Kagawa, H., Yasuhara and T., Okuda. 1989. Two New Flavonoids and Other Contituents in Licore Root: Their Relative Astringency and Radical Scavenging Effect. Chem Pham Bull 36:2090-7 13) AOAC.1995. Official Methods of Analysis of AOAC International. Sixteenth edition. 5th revision. Volume II. Edited by P. Cunnif. AOAC International. USA 14) AOAC.1990. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Washington D. C. USA 15) Rahayu, S. S. 2009. Ekstrak Cair. http://.chem-is-try.org/materi_kimia/kimiaindustri/teknologi-proses/ekstrak-cair. Tanggal akses: 07/05/2014. 16) Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill. New York 17) Bratasasmita, Ningrum. 2011. Panjang Umur Simpan dengan Sirsak dan Warisan Herbal Nusantara. Grafindo Litera Media. Yogyakarta 18) Sahputra, F.2008. Potensi Ekstrak Kulit dan Daging Buah Salak sebagai Antidiabetes. Skripsi. FMIPA Institut Pertanian Bogor. Bogor. 19) Margaretta, S., Handayani, S. D., Indraswari, N., dan Hindarso H. 2011. Ekstraksi Senyawa Phenolic Pandanus Amaryllifolius Roxb. Sebagai Antioksidan Alami. WIDYA TEKNIK Vol. 10, No. 1, 2011 (21-30) 1618

Karakteristik Fisik Kimia Ekstrak Salak Gula Pasir – Tantrayana, dkk Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 p.1608-1619, September 2015 20) Apriyanto, A., D. Ferdiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyono. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor 21) Kurniati, S. 2011. Ekstraksi Antosianin Ubi Jalar Ungu. (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) Menggunakan Ultrasonik Batch. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang 22) Sundari, E. 2002. Pengambilan Minyak Atsiri dan Oleoresin dari Kulit Kayu Manis. ITB Central Library. Bandung 23) Sudrajat. 2011. Kajian Lama Blanching dan Konsentrasi CaCl2 Terhadap Sifat Fisik Pembuatan French Fries Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 24) Prakasah, A., Rigelhof, F., Miller, E. 2001. Antioxidant Activity. Medalliaon Laboratories Analitycal Progress. Vol 10. No.2. 25) Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of Science and Technology 26(2):211-219 26) Yang, Z., and W. Zhai. 2010. Optimization of Microwave – Assited Extraction of Anthocyanins From Purple Corn (Zea mays L.) Cob and Identification With HPLC – MS. J Innovative Food Science and Emerging Technologies, 11 : 470 – 476 27) Noelia J. V, M. J. M Roberto, Z. M. J. De Jesus and G. I. J Alberto. 2011. Physicochemical, technological properties and health benefits of Cucurbita moschata Duchense vs. Cehualca. Review Food Research International 44 (2011). 2587-2593 28) Corlett, D. A dan Brown, M. H. 1980. pH and Acidity dalam Microbial Biology of Food. Volume I. Academic Press. New York 29) Maryanti, A., Sapei L., Budiono K dan Indra S. 2011. Ekstraksi Antioksidan dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Universitas Katolik Parahyangan Bandung 30) Giusti, M. M., and P. Jing. 2008. Analysis Of Anthocyanins. Di dalam Socaciu, C. (eds). 2008. Food Colorants: Chemical and Functional Properties. Taylor & Francis : Boca Raton 31) Hadiat, Moedjadi, Nyoman Kertiasa, Sukarno, S. Soepomo. 2004. Kamus Sains. Balai Pustaka. Jakarta 32) Nurdin, M. H. 2012. Pengembangan Produk Minuman Fungsional Teh Instan Berbahan Cincau Hitam (Mesona palustria BI) Dengan Metode Pengeringan Hampa Udara. Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang. 33) Pomeraz, Y and Maloan, C. E. 1994. Food Analysis. Chapman and Hall. New York 34) Cavalcanti, R. N., Santos, D. T., and M. A. A Meireles. 2011. Non-Thermal Stabilization Mechanism of Anthocynins in Model and Food System An Overview. Food Research International, 44 :499-509 35) Winarno, F.G . 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 36) Susanto, W. H. 1999. Teknologi Lemak dan Minyak Makan. FTP UB. Malang 37) Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill. New York

1619