KECEMASAN PADA PEMAIN FUTSAL DALAM MENGHADAPI TURNAMEN

Download Muhammad Ardianto. Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta [email protected] ... Metode penelitian yang digunakan ada...

0 downloads 458 Views 312KB Size
Kecemasan pada Pemain Futsal Dalam Menghadapi Turnamen

Muhammad Ardianto Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta [email protected]

Abstrak Saat ini olahraga futsal sedang populer pada masyarakat Indonesia, bahkan menjamur hingga ke kalangan mahasiswa. Seiring menjamurnya lapangan futsal, membuat banyak pengelola lapangan giat mengadakan turnamen baik umum, instansi pemerintah, hingga antar universitas. Banyak team futsal yang potensial, gagal k arena faktor mental. Faktor kecemasan yang dimiliki individu pemain berpengaruh terhadap penampilan team secara menyeluruh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab kecemasan, gejala kecemasan, upaya untuk menguranginya, dan dampak yang ditimbulkan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek penelitian adalah dua mahasiswa yang tergabung dalam team futsal Psychosoccer Universitas Ahmad Dahlan. Sedangkan untuk triangulasi data, peneliti menggunakan perbandingan data dan tiga orang significant person. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara semi terstruktur dan observasi partisipan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab kecemasan pemain futsal adalah minimnya pengalaman bermain dalam turnamen, takut akan kegagalan, takut mengalami cidera, intimidasi suporter lawan, dan ketidaktahuan pemain terhadap informasi pertandingan. Gejala kecemasan yang dialami subjek adalah tidak konsentrasi, sulit memahami instruksi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan, otot kaku, keringat dingin, dan fisik menurun. Upaya yang dilakukan subjek adalah relaksasi, pengalihan kognitif, dan tim support. Sedangkan dampak yang ditimbulkan kecemasan terhadap subjek adalah cepat lelah, menurunnya kondisi tubuh, kebimbangan, koordinasi otot dan otak tidak berjalan baik. Kata kunci: Kecemasan, Pemain Futsal

The Anxiety of the Futsal Player in Facing A Tournament Abstract Nowadays, futsal is becoming a popular sport in Indonesia. It is mainly played by teenagers up to adult people. Since there are many futsal fields built , many tournaments are also conducted by the futsal fields’ management, by the goverment and collagues or universities. In fact, there are many futsal teams failed in the tournament because of their players’ mental condition. The anxiety factor of the futsal player influenced the team performance. This study is intended to know the leading factors of the futsal players’ anxiety, the anxiety symptoms, the problem solving and the effect of the anxiety toward the futsal players.This research belongs to qualitative research by using case study approach. The subject of this study are two students included on the futsal team “Psychosoccer” at Ahmad Dahlan University. In this sudy, the writer uses data triangulation by comparing the data and use three significant persons. In collecting the data, the writer uses semi structured interview and participant observation.The result of this research shows that there are many factors arising the anxiety of the futsal players such as the minimum experiences on tournament, afraid of being failed and injured, intimidation from the opponent supporters and disinformation of the players toward the tournament information. The anxiety symptoms faced by the players are they lose of concentration, difficult to understand the instructions, hesitate in making a decision, muscle-tied, cold sweat, and physical decline. Some efforts done by the subjects are doing relaxation, cognitive displacement and team support. Whereas the effects of anxiety toward the subjects are they easy to be fatigue, stamina discharge, hesitation, and discoordination between the brain and muscles. Keywords: anxiety, futsal player.

PENDAHULUAN

Olahraga sudah menjadi suatu kebutuhan dalam kehidupan manusia sehari-hari, sebab dengan olahraga manusia mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin, selain itu dengan olahraga secara rutin dan tepat dapat membuat manusia menjadi sehat dan kuat, baik secara jasmani maupun rohani. Motto yang berbunyi “mens sana en corpore sano” yang artinya dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat merupakan bukti bahwa sudah sejak jaman dahulu manusia menyadari betapa pentingnya badan dan jiwa yang sehat (Hartanti dkk., 2004). Sebagai salah satu unsur yang berpengaruh dalam kehidupan manusia, olahraga telah ikut berperan dalam mengharumkan nama daerah, bangsa dan negara. Baik melalui kompetisi di tingkat daerah, nasional maupun internasional. Setiap negara di seluruh belahan dunia berlomba-lomba untuk menciptakan prestasi dalam kegiatan olahraga, karena prestasi olahraga yang baik akan meningkatkan citra bangsa di dunia internasional. Berbagai cabang olahraga dipertandingkan dalam turnamen antar wilayah sampai antar negara. Salah satu yang dipertandingkan adalah Futsal. Futsal diciptakan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani. Futsal berasal dari bahasa Spanyol, yaitu futbol (sepakbola) dan sala (ruangan), yang jika digabung artinya menjadi ‘’sepakbola dalam ruangan’’. Futsal hampir sama dengan sepak bola, yaitu dimainkan oleh dua tim, tujuannya juga sama yaitu memasukkan bola ke gawang lawan namun, bedanya dalam permainan futsal masing-masing tim beranggotakan lima orang, dan mempunyai peraturan yang berbeda, ukuran lapangan lebih kecil, bola lebih kecil dan lama bermain 2x20 menit. Futsal masuk ke Indonesia pada tahun 2002 setelah Indonesia ditunjuk oleh AFC (Asian Footbal Federation) menjadi tuan rumah turnamen ‘’Futsal Asian Championship’’. Pada saat itu disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia dapat menonton dan mengenal olahraga futsal. Dalam beberapa tahun terakhir, futsal berkembang sangat pesat dan dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama di perkotaan. Olahraga futsal sangat menarik, karena olahraga ini mempunyai ciri yang khas yaitu cepat, dinamis, serta seluruh pemainnya dituntut mempunyai determinasi yang tinggi, dikarenakan bola bergulir secara cepat dari kaki ke kaki. Pada permainan futsal perubahan situasinya sangat cepat dan dibutuhkan kemampuan membuat keputusan yang tepat dan benar dalam waktu yang singkat. Pada dasarnya seorang pemain futsal diharapkan memiliki jasmani yang sehat dan tentu saja kuat. Harapan tersebut akan tercapai apabila sebuah klub dapat menerapkan latihan fisik yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah latihan fisik bukan hanya harus rutin, tetapi juga harus variatif dan menyenangkan. Akan tetapi dalam olahraga, khususnya futsal, bukan sisi jasmani saja yang berpengaruh, melainkan juga faktor psikis pemain. Hal ini membuktikan adanya hubungan timbal balik psikis-fisik. Bila aspek psikis terganggu maka fungsi fisik juga ikut terganggu yang kemudian akan mengganggu keterampilan motorik. Faktor psikis banyak diremehkan oleh seorang atlet atau bahkan pelatih futsal. Menurut peneliti, faktor ini justru kunci dari keberhasilan tim. Pemain

harus mempunyai psikis yang stabil. Maksudnya ialah dia harus dapat mengalahkan segala tekanan non-teknis yang datang kepada dirinya. Hal ini ditujukan untuk meraih prestasi yang setinggi-tingginya. Banyak ahli olahraga berpendapat bahwa tingkat pencapaian prestasi puncak sangat ditentukan oleh kematangan dan ketangguhan mental atlet dalam mengatasi berbagai kesulitan selama bertanding. Salah satu aspek kematangan mental ditentukan oleh tingkat kematangan emosi. Banyak atlet yang tidak sukses mewujudkan kemampuan optimalnya hanya karena rasa cemas dan takut gagal yang berlebihan. Kenyataannya ketika turnamen bergulir, sering kita lihat seorang atlet atau tim yang sudah mempunyai kemampuan fisik yang baik, teknik yang sempurna, dan sudah dibekali berbagai taktik, tetapi tidak dapat mewujudkannya dengan baik di arena pertandingan/perlombaan, dan akhirnya mengalami kekalahan. Kecemasan pada atlet tidak hanya merugikan diri sendiri, namun juga mengakibatkan permainan dalam tim terganggu. Seperti pengakuan seorang pelatih futsal pada peneliti: “Akibatnya ya bisa mempengaruhi permainan tim, pemain lain juga bisa ikut cemas, bahkan bisa mengakibatkan timnya kalah” (SP) Dari hasil observasi penjajagan peneliti pada beberapa subjek yang dilakukan tanggal 06 Maret 2012, subjek menunjukkan tanda-tanda kecemasan saat menghadapi pertandingan atau suatu turnamen, antara lain menunjukkan perilaku gelisah seperti mondar-mandir di pinggir lapangan, menurunnya performa fisik, tegang, hilang konsentrasi dan sering buang air kecil. Kecemasan akan menyertai di setiap kehidupan manusia terutama bila dihadapkan pada hal-hal yang baru. Sebenarnya kecemasan merupakan suatu kondisi yang pernah dialami oleh hampir semua orang, hanya tarafnya saja yang berbeda-beda. Pada taraf sedang, kecemasan justru meningkatkan kewaspadaan pada diri individu. Namun sebaliknya apabila kecemasan pada tingkat berlebihan akan menghilangkan konsentrasi dan menurunnya koordinasi antara otak dan gerak motorik. Kecemasan merupakan perasaan campuran berisikan ketakutan dan berisi keprihatinan mengenai masa-masa yang akan datang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut (Chaplin, 2006). Amir (2004) menjelaskan bahwa kecemasan yang timbul saat akan menghadapi pertandingan disebabkan karena atlet banyak memikirkan akibatakibat yang akan diterimanya apabila mengalami kegagalan atau kalah dalam pertandingan. Kecemasan juga muncul akibat memikirkan hal-hal yang tidak dikehendaki akan terjadi, meliputi atlet tampil buruk, lawannya dipandang demikian superior, dan atlet mengalami kekalahan (Satiadarma, 2000). Rasa cemas yang muncul dalam menghadapi pertandingan ini dikenal dengan kecemasan bertanding (Sudradjat, 1995). Penelitian tentang kecemasan sudah pernah dilakukan antara lain berjudul “Tingkat Kecemasan Pemain Futsal Sebelum Bertanding pada Peserta Liga Futsal Antar Instansi Kota Yogyakarta Tahun 2010” yang dilakukan oleh Afandi (2010). Penelitian tersebut menggunakan metode penelitian Kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 135 orang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada pemain termasuk kategori sedang. Terdapat 22 orang pemain dengan persentase 16,30% kategori rendah, terdapat 85 orang pemain dengan

persentase 62,30% kategori sedang dan terdapat 28 orang pemain dengan persentase 20,74% kategori tinggi. Penelitian lain berjudul “Tingkat Kecemasan Atlet Sepakbola Peserta Invitasi Sepakbola Rektor USD CUP II dalam rangka Selekda Tim Sepakbola Mahasiswa DIY Tahun 2005” oleh Santoso (2005). Penelitian tersebut menggunakan metode Kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 144 atlet. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada pemain termasuk kategori tinggi. Terdapat 4,9% kategori rendah, terdapat 36,8% kategori sedang dan terdapat 58,3% kategori tinggi. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kecemasan yang melanda para pemain futsal ketika menghadapi sebuah turnamen. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkaan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang ingin dijawab adalah: 1. Faktor apa saja yang menyebabkan kecemasan pada pemain futsal ketika menghadapi turnamen? 2. Gejala-gejala kecemasan apa saja yang muncul ketika pemain futsal menghadapi turnamen? 3. Upaya apa saja yang dilakukan pemain futsal untuk mengatasi kecemasan? 4. Bagaimana dampak kecemasan terhadap penampilan pemain futsal? Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, seperti perasaan tidak enak, perasaan kacau, was-was dan ditandai dengan istilah kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang dialami dalam tingkat dan situasi yang berbeda-beda (Atkinson,1999). Barlow dan Durand (2006) menyatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir. Kecemasan mungkin melibatkan perasaan, perilaku dan respon-respon fisiologis. Menurut Hurlock (Mu’arifah, 2005), kecemasan digambarkan sebagai suatu kekhawatiran umum mengenai suatu peristiwa yang tidak jelas, tidak pasti terhadap peristiwa yang akan datang. Senada dengan hal ini, Gunarsa (2008) secara jelas merumuskan kecemasan sebagai suatu ketegangan mental yang disertai gangguan tubuh yang menyebabkan kelelahan dan merasa tidak berdaya, karena senantiasa berada dalam keadaan was-was terhadap ancaman bahaya yang tidak jelas. Berdasarkan pernyataan di atas, kecemasan secara umum dapat diartikan sebagai suatu reaksi emosi negatif yang tidak menyenangkan ditandai dengan perasaan khawatir dan was-was ketika mengalami tekanan perasaan dan pertentangan. 2. Pengertian Kecemasan dalam Menghadapi Turnamen

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyatakan turnamen adalah pertandingan yang diikuti oleh beberapa regu. Sedangkan dalam terjemahan bebas wikepedia disebutkan Turnamen adalah sebuah kompetisi terorganisasi di mana sejumlah tim berpartisipasi dalam sebuah pertandingan atau olahraga. Satiadarma (2000) menjelaskan bahwa dalam dunia olahraga kecemasan (anxiety), gugahan (arousal), dan stres (stress) merupakan aspek yang memiliki kaitan yang sangat erat satu sama lain sehingga sulit dipisahkan. Terkait dengan olahraga, kecemasan seringkali dialami oleh atlet ketika atlet akan menghadapi suatu turnamen. Menurut Gunarsa (2008), kecemasan adalah perasaan tidak berdaya, tidak aman tanpa sebab yang jelas, kabur, atau samar-samar. Kecemasan dalam turnamen akan mengakibatkan tekanan emosi yang berlebihan yang dapat mengganggu penampilan dan pelaksanaan pertandingan. Cox (2002) mengungkapkan bahwa kecemasan menghadapi turnamen merupakan keadaan distress yang dialami oleh seorang atlet, yaitu sebagai suatu kondisi emosi negatif yang meningkat sejalan dengan seseorang atlet menginterpretasi dan menilai situasi pertandingan resmi. Persepsi ataau tanggapan atlet dalam menilai situasi dan kondisi saat menghadapi pertandingan, baik jauh sebelum pertandingan atau mendekati akan menimbulkan reaksi yang berbeda. Apabila atlet menganggap situasi dan kondisi tersebut mengancam, maka atlet tersebut akan merasa tegang dan mengalami kecemasan (Gunarsa, 2008). Husdarta (2010) mengemukakan bahwa kecemasan dapat diinterpretasikan dalam dua cara, yaitu kecemasan yang dirasakan oleh atlet dalam waktu tertentu, misalnya menjelang pertandingan (state anxiety), atau kecemasan yang dirasakan karena atlet tergolong pencemas (trait anxiety). Gunarsa (2008) dalam bukunya menyebutkan sebelum pertandingan dimulai, kecemasan akan naik yang disebabkan oleh bayangan berat tugas atau pertandingan yang akan dihadapi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam menghadapi turnamen merupakan reaksi emosi negatif atlet dalam menilai situasi pertandingan yang ditandai dengan kehilangan kendali, khawatir, was-was, sehingga menyebabkan atlet merasa tidak berdaya dan cepat merasa kelelahan karena senantiasa berada dalam keadaan yang dipersepsi mengancam. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan berikut: 1. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan pada pemain futsal ketika turnamen 2. Mengetahui gejala-gejala kecemasan yang muncul pada pemain futsal ketika menghadapi turnamen. 3. Mengetahui upaya apa saja yang dilakukan pemain futsal untuk mengatasi kecemasan. 4. Mengetahui dampak kecemasan pada pemain futsal METODE PENELITIAN

Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif. Menurut Creswell (2007) penelitian kualitatif adalah proses penyelidikan untuk mendapatkan pemahaman berdasarkan tradisi metodologi penyelidikan yang berbeda untuk mengeksplorasi permasalahan sosial ataupun permasalahan manusia. Lebih lanjut Creswell menjelaskan peneliti membangun gambaran yang komplek dan menyeluruh, menganalisis kata-kata, melaporkan secara detail mengenai pandangan informan, dan melakukan penelitian dalam seting yang natural. Poerwandari (2009) mengatakan bahwa penelitian kualitatif sengaja dilakukan dengan tujuan eksplorasi dan deskripsi, namun menurut Glesser dan Strauss, mengatakan bahwa pengembangan teori dari dasar, pendekatan kualitatif tidak berhenti pada tahap eksplorasi dan deskripsi saja namun sangat mungkin menemukan dan membangun suatu teori baru (Poerwandari, 2009). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, yang didefinisikan sebagai kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatas. Kasus tersebut dapat berupa individu, kelompok kecil, peran, komunitas, bahkan suatu negara. Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2009). Penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis tema (thematic analisys). Analisis tema adalah seperangkat prosedur untuk memahami secara holistik pemandangan yang sedang diteliti, sebab setiap kebudayaan terintegrasi dalam beberapa jenis pola yang luas (Moleong, 2011). Menurut Satori dan Komariah (2009), analisis tema adalah melakukan analisis data dengan menggambarkan makna-makna (meaning) atau mencari tema-tema pokok dari keseluruhan teks (meaning unit) yang diformulasikan dalam sebuah tema sederhana. A. Sampling Patton menguraikan pedoman pengambilan sampel pada penelitian kualitatif, yang harus disesuaikan dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2009). Sampling juga harus dapat menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul (Moleong, 2011). Sarantakos mengatakan bahwa prosedur pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik 1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian; 2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian; dan 3. Tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan pada kecocokan konteks (Poerwandari, 2007). Menentukan sampling sesuai dengan kriteria-kriteria khusus yang telah ditentukan (criterion sampling) akan menjadi sangat bermanfaat ketika individu yang diteliti mempresentasikan sebagai sosok yang memiliki pengalaman seperti kriteria. Kriteria subjek penelitian ini adalah pemain futsal yang berusia 18-25 tahun, mengalami kecemasan berlebih dan merupakan anggota Psychosoccer yang pernah mengikuti turnamen. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian,

peneliti melakukan observasi penjajagan terhadap calon responden agar ditemukan sampel yang sesuai dengan kriteria. B. Metode Pengambilan Data 1. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti (Hadi, 2004). Observasi merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian kualitatif. Burns berpendapat, dengan observasi peneliti dapat mendokumentasikan dan merefleksi secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi subjek penelitian (Moloeng, 2007). Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Jika hal itu sudah ditemukan, maka peneliti dapat menemukan tema-tema yang akan diteliti ( Sarwono, 2006). Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang yang dialami. Menurut Patton (Alsa, 2003), data dari observasi terdiri dari uraian rinci aktivitas peneliti atau program, perilaku partisipan, dan interaksi antara manusia yang dapat menjadi bagian dari pengalaman-pengalaman penelitian. 2. Wawancara Menurut Banister dkk (Poerwandari, 2009) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Format wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, yaitu wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi pedoman wawancara umum tanpa bentuk pertanyaan yang konkrit (Poerwandari, 2009). C. Desain Penelitian Lokasi peneletian berada di daerah Yogyakarta dikarenakan lokasi tersebut banyak terdapat pemain futsal. Efisiensi lokasi yang berada dalam satu kota dengan tempat tinggal peneliti dapat menghemat tenaga, biaya, serta waktu. Peneliti akan memilih lokasi maupun responden lain, apabila ternyata rencana mengalami hambatan yang berarti. Pertama, peneliti melakukan survei awal dengan mencari pemain futsal yang sesuai dengan kriteria. Setelah itu, memilih subjek yang sesuai untuk dijadikan subjek dalam penelitian. Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemain yang pernah mengikuti turnamen. Setelah mendapatkan subjek, peneliti minta surat izin riset ke TU Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan sebagai pengantar peneliti untuk melakukan penelitian di wilayah subjek penelitian berlangsung.

Setelah surat izin riset diperoleh, peneliti berkunjung ke tempat pondokan subjek dan menyampaikan maksud kedatangannya. Peneliti melakukan building raport terhadap subjek. Setelah melakukan building raport, peneliti menetapkan waktu wawancara terhadap subjek. Wawancara tersebut dilakukan dengan 2 Pemain futsal dan 3 significant person (orang terdekat dengan subjek) untuk melengkapi data yang peneliti butuhkan. Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan transkrip hasil wawancara kemudian peneliti melakukan analisis data. Analisis data yang dipakai dalam penelitian tersebut adalah thematic analysis. D. Keterpercayaan Penelitian Keterpercayaan penelitian atau uji kredibilitas dilakukan untuk keperluan menguji data yang telah dikumpulkan, agar dapat mengintrepretasi kecemasan pemain futsal menghadapi turnamen. Dalam studi kualitatif, kredibiltas terletak pada keberhasilan mencapai maksud, mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2009). Pada penelitian kualitatif, data akan lebih diyakini kebenarannya bila ada dua sumber atau lebih menyatakan hal yang sama. Untuk itu dalam mencapai kredibilitas penelitian, peneliti melakukan pendekatan triangulasi. Menurut Moleong (2011) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (Poerwandari, 2009) triangulasi dapat berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi ini dapat dicapai dengan melalui tahap-tahap : 1. Membandingkan data dari hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan data keadaan dan perspektif responden penelitian dengan pandangan dan pendapat orang lain (significant person). Keterpercayaan penelitian menjadi penting karena akan mempengaruhi hasil penelitian, terutama hasil penelitian itu menjadi sumber informasi tentang pengalaman dan kejadian yang dialami. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan dalam Menghadapi Turnamen Menurut Husdarta (2010) kecemasan menghadapi pertandingan turnamen dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: ketakutan akan kegagalan, ketakutan akan cedera fisik, ketakutan akan penilaian sosial, sedangkan faktor eksternal meliputi: ketidaktahuan akan kekuatan lawan yang akan dihadapi, teror dari penonton, dan kekacauan terhadap latihan rutin. 1. Faktor Internal Penyebab kecemasan pada subjek pertama adalah minim pengalaman dan takut bermain buruk. Hal ini dikarenakan subjek baru pertama kali mengikuti turnamen futsal. Subjek takut gagal membawa kemenangan bagi tim, karena telah menjadi pemain terpilih dari seleksi sebelum turnamen. Hal ini senada dengan

pendapat Husdarta (2010) yang menyebutkan bahwa salah satu sumber kecemasan atlet adalah takut akan kegagalan. Pada subjek kedua faktor internal penyebab kecemasan adalah minim pengalaman dan sifat pelupa. Sifat lupa subjek sering muncul ketika akan bertanding, membuat perlengkapan bermain, atau hal-hal penting lain tertinggal. Hal ini membuat subjek kehilangan fokus bertanding dan merasa cemas. Selain minim pengalaman dan sifat pelupa, faktor internal yang membuat subjek kedua cemas adalah merasa terbebani karena membawa nama universitas. Hal ini merujuk pada pernyataan dari significant person yang mendengar langsung dari subjek. 2. Faktor Eksternal Pada subjek pertama faktor eksternal yang menyebabkan subjek cemas adalah intimidasi dari suporter lawan. Sorakan, ejekan, serta kata-kata yang merendahkan, meningkatkan kecemasan subjek. Selain itu subjek pertama juga merasa takut apabila bertemu lawan yang bermain kasar, karena subjek pertama mempunyai riwayat cidera di kakinya. Kedua hal ini senada dengan pendapat Husdarta (2010) yang menyebutkan bahwa sumber kecemasan atlet adalah ketakutan akan penilaian sosial dan ketakutan akan cidera fisik. Pada subjek kedua jadwal pertandingan yang berkelanjutan menyebabkan dirinya cemas. Tim yang menang akan bertanding lagi pada waktu yang belum dipastikan. Hal ini menyebabkan subjek cemas karena tidak mengetahui informasi tentang jadwal pertandingan berikutnya. Senada dengan hal ini, Husdarta (2010) mengemukakan penyebab cemas seorang atlet adalah ketidaktahuan pemain terhadap informasi pertandingan. B. Gejala-gejala Kecemasan dalam Menghadapi Turnamen Kecemasan yang dialami para subjek menghadapi pertandingan turnamen memperlihatkan gejala fisik dan psikis (Gunarsa, 2008). Berikut penjabarannya: 1. Gejala Fisik Pada subjek pertama gejala fisik yang tampak adalah kaki dan tangan keringat dingin, otot terasa kaku sehingga harus menggunakan salep, sering menggerakkan anggota badan, merokok dengan cepat, dan kurang konsentrasi. Tak jauh berbeda dengan subjek pertama, subjek kedua juga mengalami keringat dingin dan otot terasa kaku. Selain itu subjek juga merasa mual dan ingin buang air besar. Selain itu kondisi fisik subjek kedua terlihat menurun. Gejala-gejala fisik yang tampak pada kedua subjek tersebut, sesuai dengan pendapat Gunarsa (2008) yang mengindikasikan kecemasan dengan keringat berlebihan, jantung berdegup kencang, otot kaku, mengalami gangguan pencernaan, dan cepat lelah. 2. Gejala Psikis Gejala-gejala psikis yang tampak pada subjek pertama ketika pengambilan data adalah berkurangnya tingkat konsentrasi dan sulitnya subjek memahami intruksi. Subjek bersikap aneh dan fokusnya terganggu dengan hal lain. Gunarsa (2008) menyatakan, gejala psikis atlet yang sedang cemas adalah konsentrasi yang terhambat dan kesulitan memahami intruksi pelatih. Subjek kedua terlihat kurang konsentrasi, ragu-ragu dalam mengambil keputusan, fisik juga terlihat menurun akibat cemas. Gejala psikis menurut

Gunarsa (2008) salah duanya adalah keraguan dalam pengambilan keputusan dan kemampuan membaca permainan menjadi tumpul. C. Upaya Mengatasi Kecemasan Ketika atlet sedang dalam kecemasan, ada upaya-upaya tertentu yang dilakukan untuk mereduksi ketegangan. Berikut adalah pembahasan mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh subjek: 1. Relaksasi Relaksasi merupakan hasil penelitian Jacobson, pada tahun 1938 di Laboratorium Universitas Harvard yang kemudian dipublikasikan dalam buku “Progressive Relaxation”. Menurut Kartono (2008), relaksasi adalah kembalinya otot ke keadaan istirahat setelah kontraksi. Sedangkan Thantawy (1997) menyebut relaksasi sebagai teknik mengatasi kecemasan melalui pengendoran otot-otot dan syaraf. Relaksasi ini bertujuan agar keadaan atlet menjadi relak/santai. Relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang (Gunarsa, 2008). Menurut Hakim (2004) relaksasi merupakan suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun, lebih lanjut terapi relaksasi adalah terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks. Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol. Pada kedua subjek penelitian terungkap bahwa mereka menggunakan metode relaksasi. Kedua subjek mengurangi kecemasan dengan mendegarkan musik sehingga membuatnya lebih relaks. Selain itu kedua subjek juga melakukan peregangan dan pelemasan otot-otot sebelum memulai pertandingan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Satiadarma dan Hardjolukito (1996), yang berpendapat peregangan dan pelemasan dapat menciptakan keadaan tenang. 2. Pengalihan Kognitif Subjek kedua mengalihkan kecemasan saat akan bertanding dengan berbincang-bincang, bermain game dan merokok. Subjek pertama mengaku dengan merokok membuatnya lebih santai dan tenang. Perbuatan ini dilakukan agar perhatian terhadap hal-hal yang membuat cemas saat akan bertanding menjadi berkurang bahkan hilang teralihkan. Kognitif Behavioral Therapy dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan, tentu saja dalam hal ini dibutuhkan terapis yang kompeten. Pendekatan terapi kognitif ini mampu merubah pola pemikiran seseorang terhadap sumber kecemasan yang dihadapinya. Selain itu penggunan terapi relaksasi, dengan mengatur system pernafasan seseorang juga mampu mereduksi kecemasan (US Departement Of Health And Human Service, 2009). 3. Dukungan Sosial Menurut Baron dan Byrne (2005), dukungan sosial adalah kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman, keluarga, dan orang-orang sekitar. Dalam konteks ini, kedua subjek mendapatkan kenyamaanan psikologis dari dukungan yang pelatih berikan.

Pada subjek pertama mendapat support dari pelatih. Pelatih memberi kalimat-kalimat nasehat yang menenangkan pemain. Seperti “konsentrasi,..kontrol bolanya, dan mainnya gak usah buru-buru..”. Dukungan yang melibatkan ekspresi empati, perhatian, pemberian semangat dari pelatih ini disebut Emotional Support (Sarafino, 2006). Sedangkan subjek kedua diberikan kepercayaan oleh pelatih untuk menjadi kapten, dengan harapan bermain lebih baik. Motivasi yang pelatih berikan ini setidaknya memberi dampak positif terhadap permainan subjek. Dukungan pelatih ini terjadi melalui ekspresi penghargaan yang positif dan dorongan semangat kepada subjek disebut Esteem Support (Sarafino, 2006). Selaras dengan hal ini namun dengan penyebutan yang berbeda Husdarta (2010) mengemukakan, kedekatan pelatih terhadap atlet membantu mengurangi kecemasan saat menghadapi turnamen dengan memberi dukungan atau motivasi. D. Dampak Kecemasan Dampak kecemasan terhadap subjek ada 2, yaitu fisik dan psikis. Berikut pembahasan secara detailnya: 1. Pengaruh Kecemasan Terhadap Fisik Pengaruh kecemasan pada subjek pertama adalah cepat lelah. Gunarsa (2008) menyatakan, pemakaian energi atlet yang sedang mengalami cemas berlebih menjadi boros. Oleh karena itu, atlet menjadi cepat lelah. Sedangkan subjek dua, kondisi tubuh menurun karena cemas semalaman sehingga tidak bisa tidur. Selain itu, pengaruh kecemasan pada kedua subjek berpengaruh terhadap permainan team secara keseluruhan karena kedua subjek merupakan pemain yang diandalkan. 2. Pengaruh Kecemasan Terhadap Psikis Kecemasan membawa dampak psikis yang sangat besar bagi para subjek penelitian. Pada subjek pertama ditemukan bahwa dampak yang ditimbulkan dari kecemasan tersebut adalah salah umpan, kontrol bola yang tidak tepat, bingung ketika memutuskan, dan tidak ingin membawa bola terlalu lama karena intimidasi suporter lawan. Salah umpan dan kontrol bola lepas disebabkan karena koordinasi otot tidak sesuai dengan yang dikehendaki (Gunarsa, 2008). Lebih lanjut Gunarsa (2008), kecemasan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan atlet yang cenderung tergesa-gesa dan tidak seharusnya dilakukan. Hal yang sama dialami oleh subjek kedua, cemas yang dirasa memberi pengaruh terhadap ketepatan mengoper dan mengontrol bola. Selain itu, kedua subjek bingung ketika pelatih memberi intruksi. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemain mengalami kecemasan sebelum bertanding. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu pemain minim pengalaman, takut akan gagal, merasa terbebani, dan lupa. Sedangkan untuk faktor eksternal adalah intimidasi dari suporter lawan, ketidaktahuan terhadap informasi pertandingan.

Pemain futsal yang memiliki kecemasan saat akan bertanding menunjukkan beberapa gejala yang mampu diobservasi dan ditelaah lebih lanjut. Gejala fisik adalah gejala yang dapat diamati secara kasat mata. Beberapa gejala fisik tersebut adalah otot kaku, keringat dingin, kondisi menurun, panik, tidak konsentrasi, mual, dan ingin buang air besar. Sedangkan gejala psikis yang teridentifikasi adalah tidak konsentrasi, kemampuan membaca permainan menjadi tumpul, dan ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh subjek untuk mereduksi kecemasan. Relaksasi, pengalihan kognitif, dan tim support adalah upaya yang subjek lakukan. Relaksasi yang subjek lakukan adalah mendengarkan musik, dan bermain game. Sedangkan pengalihan kognitif subjek lakukan dengan berbincang-bincang dan main game. Support team yang diberikan kepada subjek adalah dukungan pelatih baik nasehat dan memberi kepercayaan untuk menjadi kapten. Kecemasan yang melanda para subjek, memberi pengaruh yang signifikan terhadap fisik dan psikis. Dampak terhadap fisik adalah cepat lelah, dan menurunnya kondisi tubuh. Sedangkan dampak terhadap psikis adalah kebimbangan, koordinasi otak dan otot tidak berjalan baik. Hendaknya pelatih memberi kepercayaan dan dorongan moral, membantu mengurangi kecemasan pemain dengan melakukan metode relaksasi otot, relaksasi pernafasan, dan visualisasi yang sudah terbukti mampu mengurangi kecemasan. Sebaliknya bagi pemain yang memiliki kecemasan berlebihan, hendaknya mencoba untuk lebih tenang dengan mengalihkan perhatian pada halhal positif dan berdoa. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih mendalam dalam melakukan wawancara, sehingga data yang didapat lebih kaya dan detail. Selain itu hendaknya peneliti membangun hubungan yang baik dengan melakukan pendekatan yang lebih intens terhadap subjek. Hal ini sangat membantu untuk meminimalisir kemungkinan subjek melakukan faking good karena belum bertumbuhnya kepercayaan subjek pada peneliti.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, A. 2010. Tingkat Kecemasan Pemain Futsal Sebelum Bertanding Pada Peserta Liga Futsal Antar Instansi Kota Yogyakarta Tahun 2010. Skripsi.(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Amir, N. 2004. Pengembangan Instrumen Kecemasan Olahraga. Anima. Vol. 20,No. 1, 55-69. Atkinson, R.L. Atkinson, R.C. & Hilgard, E.R. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Barlow, D.H & Durand, V. 2006. Psikologi Abnormal. Buku Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R.A & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial: Jilid 2. Jakarta: Erlangga Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. (terj: Kartini Kartono). Jakarta: PT. Raja Grafindo Jaya. Creswell, J.W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among five traditions. California: Sage Publications Cox, R.H. 2002. Sport Psychology: Concepts and Applications. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Gunarsa, S. D. 2008. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia Hadi, S. 2000. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Hartanti., Yuwanto, L., Zaenal, T., & Lasmono, H.K. 2004. Aspek Psikologis dan Pencapaian Prestasi Atlet Nasional Indonesia: Anima. vol 20, no 1, hal 4045. Husdarta, H.J.S. 2010. Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta. Kartono, K., Gulo D. 2003. Kamus Psikologi. Bandung: CV. Pionir Jaya. Moleong, L. J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mu’arifah, A. 2005. Hubungan Kecemasan dan Agresivitas. Humanitas : Indonesian Psychological Journal, vol. 2, 102-111. Poerwandari, E. K. 2007. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran Santoso. 2005. Tingkat kecemasan Atlet Sepakbola Rektor USD CUP II dalam rangka Selekda Tim Sepakbola Mahasiswa DIY Tahun 2005. Skripsi.(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta. Sarafino, E.P. 2006. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions, 5th edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Graha Ilmu. Satiadarma, M.P. 2000. Dasar-dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Satori, D. & Komariah, A. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sudradjat, N. W. 1995. Kecemasan Bertanding serta Motif Keberhasilan dan Keterkaitannya dengan Prestasi Olahraga Perorangan Dalam Pertandingan untuk Kejuaraan. Jurnal Psikologi Indonesia, no. 1, 7-13.