KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM

A. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 4 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam. ( Bandung: Angkasa Bandung, 2003). Cet. Ke-1, h. 66. 4...

12 downloads 820 Views 665KB Size
KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiah da Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd.I)

FITRI NURIA RIVAH

NIM: 206011000042

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

ABSTRAK

Nama : Fitri Nuria Rivah Nim : 206011000042 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : Konsep Pendidikan Agama Islam Untuk Anak dalam Keluarga Muslim Pendidikan agama yang diberikan pada anak sejak dini menuntut peran serta keluarga, karena keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama yang dapat memberikan pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga bertujuan untuk membimbing anak agar bertaqwa, berakhlak mulia, menjalani ibadah dengan baik serta mencerminkan dari sikap dan tingkah laku anak dalam

hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia dan sesama makhluk, serta lingkungannya. Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis konsep pendidikan agama Islam untuk anak dalam keluarga muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan. Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya. Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pendidikan agama Islam untuk anak dalam keluarga muslim adalah keluarga merupakan peranan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Yaitu menanamkan nilai-nilai aqidah pada anak, pembinaan ibadah pada anak, menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak, membina kepribadian anak serta menanamkan intelktual pada anak. Dengan demikian anak akan mampu tumbuh dan berkembang dan mampu menghadapi tantangan zaman modern sekarang ini, serta mampu menjalani kehidupannya sebagai hamba Allah.

KATA PENGANTAR  ّ ‫ ا ا ّ  ا‬ Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya, zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang terlena maupun terjaga atas sunnahnya. Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin, penulis mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Konsep Pendidikan Agama Islam untuk Anak dalam Keluarga Muslim ” Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh di Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Penulis tertarik mengangkat karya tulis ini karena berbekal

dari pendidikan merupakan jembatan bagi anak yang akan menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan masyarakat kelak. Melalui Pendidikan Islam inilah seorang anak kelak diharapkan menjadi orang dewasa sebagai seorang warga negara dan warga masyarakat yang baik, produktif dan memiliki kepribadian yang Islami. Lebih dari itu, sebagai manusia, para anak pun memiliki tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi untuk melaksanakan tugas kekhalifahannya dengan sebaik-baiknya serta bersosialisasi dengan etika-etika dan norma-norma yang berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak. Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah memberikan kemudahan bagi mahasiswanya dalam menyelesaikan studi di Fakultas ini. 2. Bapak Bahrissalim, M.Ag sebagai Kepala Jurusan PAI, yang juga selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI. 3. Drs. Sapiudin Shiddiq, M.A, Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis. 4. Prof. Dr. Armai Arief selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan motivasi dan kontribusi, selama penulis menjadi mahasiswa. 6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Kedua orang tua penulis yaitu, Ibunda (Naanih) dan Ayahanda (Muhammad Nasir Tanjung) tercinta, adik-adik ku dan Kakak yang tercinta, keponakanku yang lucu-lucu beserta keluarga besar yang selalu setia memberikan dukungkan kepada penulis baik secara moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar.

8. Seseorang yang memberikan inspirasi terbesar, Darmawan yang selalu ada buat penulis, baik suka maupun duka. Love you so much… 9. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam Non-Reg angkatan 2006. khususnya Semi, Dedes, Avni, Nurul, Astrid selalu memberi dukungan kepada penulis untuk tetap semangat. 10. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moral maupun material, penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Jakarta 28 Januari 2011

Fitri Nuria Rivah

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ....................................................... i ABSTRAK ............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 4 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................................... 4 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 5 E. Metode Penelitian ........................................................................................... 6

BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pengertian Pendidikan Agama Islam ...................................................... 8 B. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ..................................................... 12 C. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................................ 14 D. Metode Pendidikan Agama Islam............................................................ 15 E. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ............................................... 20

BAB III ANAK DAN KELUARGA MUSLIM A. Pengertian Anak ..................................................................................... 22

B. Pengertian Perkembangan anak ............................................................... 23 C. Ciri-ciri perkembangan anak ................................................................... 24 D. Fase-fase perkembangan anak ................................................................. 25 E. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak ..................................... 28 F. Pengertian keluarga muslim .................................................................... 31 G. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga .................................................... 34 H. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga muslim .................................. 37

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM A. Pengertian Pendidikan Menurut Al-Quran............................................... 42 B. Tipologi Pendidikan Luqman Al-hakim .................................................. 46 1. Pendidikan Aqidah ............................................................................ 46 2. Pendidikan Ibadah ............................................................................. 49 3. Pendidikan Akhlak ............................................................................ 52 C. Upaya-upaya Keluarga Muslim dalam Menumbuhkan Pendidikan Agama Islam Pada Anak....................................................... 60 1. Menanamkan nilai-nilai Aqidah pada anak ........................................ 61 2. Pembinaan Ibadah pada anak ........................................................... 65 3. Menanamkan nilai Moral pada anak .................................................. 68 4. Membina Kepribadian anak .............................................................. 69 5. Menanamkan Intelektual pada anak................................................... 72

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................. 78 B. Saran ...................................................................................................... 79

D A F TA R P U S TA KA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 0

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan di dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia.1 Selain itu keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan orang tua dalam keluarga amat penting, terutama ibu. Dia lah yang mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya.2 Dalam hal ini peranan seorang ibu sangat besar dalam menentukan keberhasilan karier anaknya sebagai anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari 1

Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). Cet. Ke-5, h. 57 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-2, h. 47. 2

1

pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang memegang peranan dalam menentukan kehidupan anak selain pendidikan, yang selanjutnya digabungkan menjadi pendidikan agama. Dalam pendidikan yang modern saat ini, kedua orang tua harus sering berjumpa dan berdialog dengan anak-anaknya. Pergaulan dalam keluarga harus terjalin secara mesra dan harmonis. Kekurangan kerabaan kedua orang tua dengan anak-anaknya dapat menimbulkan kerenggangan kejiwaan yang dapat menjerumus kepada kerenggangan secara jasmaniah misalnya akan kurang betah dirumah dan lebih senang berada di luar rumah dengan temantemannya. Keadaan pergaulan yang kurang terkontrol ini akan memberi pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan kepribadiannya, karena kedua orang tuanya jarang memberi pengarahan dan nasehat.3 Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Apa

saja

yang

didengarnya

dan

dilihat

selalu

ditirunya

tanpa

mempertimbangkan baik dan buruknya. Dalam hal ini sangat diharapkan kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua. Karena masa meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak anak di kemudian hari. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

‫ﺩ‬‫ُﻟﻮ‬‫ﻮ‬‫ ﻛﹸﻞﱡ ﻣ‬،‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻝﹸ ﺍﷲُ ﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺭ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻲ‬‫ﺿ‬‫ﺓﹶ ﺭ‬‫ﻳﺮ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﹶﺑﹺﻰ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬ (‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬‫ﺎﻧﹺﻪ‬‫ﺴ‬‫ﺠ‬‫ﻳﻤ‬‫ ﺍﹶﻭ‬‫ﺍﻧﹺﻪ‬‫ﺮ‬‫ﺼ‬‫ﻳﻨ‬ ‫ ﺍﹶﻭ‬‫ﺍﻧﹺﻪ‬‫ﺩ‬‫ﻮ‬‫ﻳﻬ‬ ‫ﺍﻩ‬‫ﻮ‬‫ ﻓﹶﺄﹶﺑ‬‫ﺓ‬‫ﻄﹾﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻔ‬‫ ﻋ‬‫ﻟﹶﺪ‬‫ﻳﻮ‬ “Dari Abu Hurairah R.A sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda, tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR.Muslim) Hadits ini menjelaskan tentang peran, tugas dan kewajiban orang tua dalam membimbing aqidah seorang anak. Disamping itu juga menjelaskan bahwa perkembangan mental dan kepribadian anak dipengaruhi oleh suasana kehidupan (segala yang mereka dengar dan mereka perhatikan) dirumah tempat tinggal. Dengan demikian dirumah yang tidak henti-hentinya 3

Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan…, h. 66

2

disemarakan dengan dzikir, maka aktifitas tersebut akan sangat membantu dalam membimbing bacaan kalimat tauhid Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada

yang berhak

menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah

SWT.

Mengingat

strategisnya

jalur pendidikan

keluarga,

dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN, ps. 10. 5) juga disebutkan arah yang seharusnya ditempuh yakni, pendidikan keluarga merupakan bagian dari

jalur pendidikan luar sekolah yang

diselenggarakan dalam keluarga, dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.4 Pendidikan agama yang diberikan sejak dini menuntut peran serta keluarga, karena telah diketahui sebelumnya bahwa keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama yang dapat memberikan pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga di pengaruhi oleh adanya dorongan dari anak itu sendiri dan juga adanya dorongan keluarga. Setiap orang mengharapkan rumah tangga yang aman, tentram dan sejahtera. Dalam kehidupan keluarga, setiap keluarga mendambakan anakanaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Anak merupakan amanat Allah SWT kepada orang tuanya untuk diasuh, dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian orang tua dalam pandangan agama Islam mempunyai peran serta tugas utama dan pertama dalam kelangsungan pendidikan anak-anaknya, baik itu sebagai guru, pedagang, atau dia seorang petani. Tugas orang tua untuk mendidik keluarga khusus anak-anaknya, secara umum Allah SWT tegaskan dalam al-Quran surat At Tahrim (66) ayat : 4

Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam. ( Bandung: Angkasa Bandung, 2003). Cet. Ke-1, h. 66

3

$pκöŽn=tæ äοu‘$yfÏtø:$#uρ â¨$¨Ζ9$# $yδߊθè%uρ #Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ ∩∉∪ tβρâ÷s∆÷σム$tΒ tβθè=yèøtƒuρ öΝèδttΒr& !$tΒ ©!$# tβθÝÁ÷ètƒ āω ׊#y‰Ï© ÔâŸξÏî îπs3Í×‾≈n=tΒ “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. Al-Tahrim: 6)5 Dengan demikan pendidikan dalam lingkungan keluarga sangat memberikan pengaruh dalam pembentukan keagamaan watak serta kepribadian anak. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis akan membahas tentang hal yang berkaitan dengan “KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan yang disajikan pada latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Belum Efektifnya Konsep Pendidikan Agama Islam Untuk Anak Dalam Keluarga Muslim? 2. Kurangnya Perhatian Orang Tua terhadap Pendidikan Agama Islam Pada Anak?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penulisan skiripsi ini penulis merasa perlu membatasi permasalahan yang akan dibahas mengingat keterbatasan kemampuan, waktu dan biaya, maka penulis batasi pada: 1. Peranan keluarga terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam pada anak 5

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : 1990), h. 951

4

2. Pendidikan agama yang dimaksud disini adalah pendidikan Aqidah, Ibadah dan pendidikan akhlak yang terkandung dalam surat AlLuqman 12-19 3. Anak yang dimaksud disini adalah anak pada usia Sekolah Dasar

Perumusan masalah Maka penulis merumuskan masalah ini, yaitu: 1. Bagaimana Konsep Pendidikan Islam untuk anak dalam keluarga muslim? 2. Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga dalam menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak?

D. Tujuan Peneliti dan Manfaat 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa permasalahan sebagai berikut: a) Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pendidikan Agama Islam pada anak dalam keluarga muslim. b) Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga Muslim dalam Pendidikan Agama Islam pada anak.

2. Manfaat Penelitian a) Sebagai pedoman bagi orang tua dalam mendidik anak yang berkonsepkan Islam b) Menjadi bahan bacaan bagi para pembaca yang membutuhkan tentang konsep dan teori Pendidikan Agama Islam untuk anak dalam keluarga muslim. c) Menambah wawasan bagi penulis untuk mengetahui Pendidikan Agama Islam untuk anak dalam keluarga muslim.

5

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian. Penelitian ini bersifat Kualitatif. Riset kualitatif memproses pencarian gambaran data dari konteks kejadian secara langsung sebagai upaya melukiskan peristiwa sepersis kenyataannya, yang berarti membuat pelbagai kejadiannya seperti merekat dan melibatkan perspektif yang partisipatif di dalam

pelbagai

kejadian,

serta

menggunakan

penginduksian

menjelaskan gambaran fenomena yang diamatinya.

6

dalam

Dengan demikian,

pendekatan kualitatif menekankan analisanya pada data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis tentang Konsep Pendidikan Agama Islam untuk Anak dalam Keluarga Muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan dipilihnya metode deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.7 Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya.

2. Teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

6

Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), ed. 1, h. 29-30 7 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234

6

a. Studi dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari sumber-sumber informasi milik objek yang ditulis secara langsung tanpa perantara penulis lainnya. b. Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan seperti teks book, jurnal ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini guna mendapatkan landasan teoritis. 3. Teknik analisis data. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis dekriptif yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai obyek penelitian dengan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.8 Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data secara sistimatis dan diformulasikan sedemikian rupa hingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif. 4. Sumber data penulisan. Untuk mendapatkan data-data yang valid maka diperlukan sumber data penelitian yang valid pula. Dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu: 1. Sumber Data Primer. Yang dimaksud data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diteliti. 2. Sumber Data Sekunder Yang dimaksud data sekunder adalah data-data yang mendukung data primer, yaitu buku-buku atau sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian ini.

8

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, h. 234

7

BAB II PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum menguraikan tentang pengertian pendidikan agama Islam, perlu kiranya penulis mengemukakan terlebih dahulu tentang pendidikan dan agama Islam. Pendidikan pengertiannya dapat ditinjau dari segi bahasa dan dari segi istilah. Dari segi bahasa “Pendidikan merupakan bentuk kata turunan yang bentuk kata dasarnya didik dengan awalan pe dan akhiran an yang mengandung arti cara-cara mendidik, memelihara, dan memberi latihan”.9 Sedangkan kata pendidikan yang umum di gunakan sekarang dalam bahasa arab adalah “tarbiyah” ( ) dengan kata kerjanya Rabba (‫ )ر‬yang berarti mendidik, mengasuh”.10 Dalam bentuk kata benda masdar, kata Rabba digunakan pula untuk pengertian Tuhan, karena Tuhan yang bersifat memelihara, mengasuh bahkan mencipta. Hal ini dapat dilihat dalam Quran yang berbunyi :

∩⊄⊆∪ #ZŽÉó|¹ ’ÎΤ$u‹−/u‘ $yϑx. $yϑßγ÷Ηxqö‘$# Éb>§‘ "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".(QS. Al-Isra, 17:24)11

9

Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Cet. Ke-1, h. 204 10 Ahmad Zuhri Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarya : Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996). Cet. Ke-1, h. 952 11 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 428

8

Prof H. M. Arifin Mengatakan bahwasannya “Pendidikan itu adalah sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, dan menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab.”12 Sedangkan menurut D. Marimba pada kata pendidilkan adalah “Bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.13 Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah ”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.14 Dari berbagai definisi di atas, pada dasarnya menunjukan bahwa pendidikan adalah usaha mengembangkan dan mengarahkan potensi yang dimiliki peserta didik untuk mencapai kedewasaan jasmani dan rohani serta terbentuknya kepribadian yang utama memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai bidangnya. Dan usaha tersebut dilakukan secara sadar dan sengaja ini membawa konsekuensi bahwa usaha itu harus dilaksanakan secara teratur dan sistematis. Kata Agama dikenal pula kata lainnya seperti Ad-din dari bahasa Arab dan religi dari bahasa Inggris. Pengertian Din seperti yang dikemukakan oleh Moenawar Chalil yang dikutip oleh Prof. Dr. Abudin Nata mengungkapkan kata Din dalam masdar dari kata kerja “Dana Yadinu” yang antara lain seperti

12

M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :Bumi Aksara, 1994), Cet. Ke-3, h.10 Ahmad D. marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung : PT. AlMa’rifat, 1989), Cet. Ke-8, h. 19 14 Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, (Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004), h. 4 13

9

“cara” atau “adap”, kebiasaan, peraturan, perhitungan, hari kiamat, nasihat, dan Agama.15 Pengertian-pengertian tersebut seluruhnya memperlihatkan muatan, sifat, fungsi, dan kedudukan agama yang secara umum dapat dimengerti dan dipahami dari misi dan perhatian itu sendiri. Dapat kita lihat bahwa perkataan religi menurut Harun Nasution berasal dari bahasa latin yang asal katanya adalah relage yang berarti “Mengumpulkan, membaca” kemudian diinterprestasikan dari sudut muatan yang terkandung didalam agama, yaitu agama merupakan kumpulan cara mengabdi Tuhan yang terdapat didalam kitab suci. Adapula yang berpendapat lain bahwa religi berasal dari sifat ajaran agama yang berarti mengikat para pengikutnya. 16 Fakta menunjukan bahwa dalam ajaran agama terdapat aspek yang amat dominan berupa ikatan antara roh dan manusia dengan Tuhan. Dari definisi di atas kata agama mempunyai pengertian yaitu suatu peraturan atau norma-norma yang di tetapkan Allah melalui para Nabi yang harus diyakini kebenarannya dan diamalkan perintahnya untuk dijadikan sebagai pedoman hidup dan mengatur segala aspek kehidupan serta membimbing manusia agar tunduk dan patuh terhadap peraturan Allah guna mencapai kehidupan di dunia dan akhirat baik lahir dan batin. Selanjutnya yang akan penulis uraikan adalah kata Islam. Islam berasal dari bahasa Arab yaitu Aslama (‫ ) ا‬yang berarti selamat. Jadi seluruh manusia yang dalam kehidupannya memeluk agama Islam berarti manusia yang selamat atau yang terbaik. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Ali Imran ayat 110.

15

Abudin Nata Al-quran dan Hadist, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ke-

16

Harun Nasution , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Pers, 1979),Cet.

7, h.2 Ke-I, h. 10

10

̍x6Ζßϑø9$# Çtã šχöθyγ÷Ψs?uρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ tβρâ÷ß∆ù's? Ĩ$¨Ψ=Ï9 ôMy_̍÷zé& >π¨Βé& uŽöyz öΝçGΖä. ãΝßγ÷ΖÏiΒ 4 Νßγ©9 #ZŽöyz tβ%s3s9 É=≈tGÅ6ø9$# ã≅÷δr& š∅tΒ#u öθs9uρ 3 «!$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σè?uρ ∩⊇⊇⊃∪ tβθà)Å¡≈xø9$# ãΝèδçŽsYò2r&uρ šχθãΨÏΒ÷σßϑø9$# “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali Imran: 110)17 Untuk mengetahui lebih jelas mengenai definisi Islam, di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli diantaranya pendapat Drs. Salahudin Sanusi yang dikutip oleh H. Endang Syaifudin mengatakan “Islam adalah bersih dan selamat dari kecacatan lahir dan batin selain itu Islam berarti perdamaian dan keamanan serta menyerahkan diri, tunduk, dan taat.”18 Sementara itu Mahmud Syaltut yang masih dikutip oleh H. Endang Syaifuddin mengemukakan “Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskannya untuk menyampaikan agama tersebut kepada seluruh umat manusia dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam”.19 Dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diturunkan oleh umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman bagi manusia untuk mendapatkan kehidupan yang damai, tentram, dan aman di dunia, dan mendapatkan kebahagiaan yang abadi diakhirat kelak. Menggabungkan ketiga pengertian di atas yakni “Pendidikan Agama Islam itu adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik 17

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 94 Endang Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam ( Jakarta : CV Rajawali Pers, 1989), h.73 19 Endang Syaifuddin Ansyari, Kuliah Al-Islam, h. 74 18

11

untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran Agama Islam dari sumber utamanya adalah Al-quran dan Al-Hadist”. Pendidikan agama mempunyai kedudukan yang tinggi dan paling utama karena pendidikan agama menjamin untuk memperbaiki akhlak anak dan mengangkat mereka kederajat yang tinggi serta berbahagia dalam hidup dan pendidikan agama membersihkan hati dan mensucikan jiwa serta mendidik hati nurani dan mencetak mereka agar berkelakuan baik dan mendorong mereka untuk memperkuat pekerjaan yang mulia Pendidikan agama memelihara anak-anak, supaya mereka tidak menuruti nafsu yang murka, dan menjaga mereka supaya jangan jatuh ke lembah kehinaan dan kesesatan. Pendidikan agama menerangi anak-anak supaya melalui jalan yang lurus, jalan kebaikan, jalan kesurga. Sebab itu mereka patuh mengikuti perintah Allah, serta berhubungan baik dengan teman sejawatnya dan bangsanya, berdasarkan cinta-mencintai, tolongmenolong dan nasehat-menasehati.20 Oleh sebab itu pendidikan agama harus diberikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai keperguruan tinggi. Dengan demikian pendidikan agama

sangat berperan dalam

memperbaiki akhlak anak-anak untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwa mereka. Agar mereka berkepribadian baik dalam kehidupannya. Dengan pendidikan agama, maka anak-anak menjadi tahu dan mengerti akan kewajibannya sebagai umat beragama,

sehingga ia mengikuti

aturan yang telah ditetapkan dan menjauhi larangan agama.

B. Dasar Pendidikan Agama Islam Setelah penulis membahas tentang pengertian pendidikan agama Islam yang telah dipaparkan diatas, selanjutnya penulis bahas adalah dasar pendidikan agama Islam itu sendiri. Menurut Ahmad D. Marimba dasar-dasar

20

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta :PT Hidakarya Agung, 1992). Cet. Ke-17, h. 8

12

pendidikan agama Islam adalah “Semua ketentuan dan ajaran yang berasal dari firman Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya”. 21 Menurut Zuhairini dkk, yang dimaksud dengan dasar pendidikan Islam adalah “ Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran Islam yang tertera dalam AlQuran dan Hadits. Menurut ajaran agama Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan Agama Islam merupakan perintah dari Allah dan merupakan Ibadah kepadanya”.22 Al-quran dan Sunnah merupakan sumber hukum dan ajaran Islam yang menjadi pedoman hidup. Sebagaimana Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk mengikuti petunjuk Al-quran dan Sunnah. Sebagaimana terdapat dalam surat An-Nisa ayat 59.

… ç tΑθß™§9$# (#θãè‹ÏÛr&uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& (#þθãΨtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya)…” (QS.An-Nisa 59)23 Hal ini cukup beralasan karena Al-quran diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridhoi Allah SWT. Diantara sifat orang mukmin adalah saling menasehati untuk mengamalkan ajaran Allah SWT yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan. Demikian pula sunnah Rasulullah yang mengandung ajaran-ajaran dan perilaku Rasulullah sebagai pelaksanaan hukum-hukum yang terkandung didalam Al-Quran. Sunnah berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia. Semua kehidupan Rasul semata-mata untuk menjadi teladan bagi umatnya. Ia adalah seorang guru dan pendidik utama. Al-Quran maupun sunnah rasulullah adalah pedoman hidup yang bersifat global, keduanya selalu membuka kemungkinan penafsiran yang berkembang. Untuk itu diperlukan ijtihad sebagai lapangan untuk menggali 21

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h. 41 Zuhairini, Metodik Khusus Islam, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1983). Cet. Ke-8, h. 23 23 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 128

22

13

nilai-nilai atau hukum yang lebih terperinci yang terkandung dalam al-Quran dan sunnah Rasulullah. Dengan demikian yang menjadi dasar atau landasan dari pendidikan agama Islam ialah Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia, ditambah dengan sunnah Nabi sebagai penyempurna serta ijtihad untuk memperjelas apa yang sudah ada yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam pelaksanaannya.

C. Tujuan Pendidikan Agama Islam Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Apakah kegiatan tersebut dalam proyek besar maupun kecil. Tujuan harus dirancangkan agar sebuah rencana atau kegiatan dapat berjalan secara terarah dan menghasilkan sesuatu. “Pendidikan agama merupakan pendidikan yang bertujuan untuk merealisasi idealitas Islami yaitu mengandung nilai prilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati”.24 Selain itu tujuan pendidikan agama Islam dikemukakan oleh M. Arifin beliau mengatakan “Esensi tujuan pendidikan agama Islam yang sejalan dengan tuntutan Al-Quran adalah sikap penyerahan diri secara total kepada Allah”.25 Dan tujuan pendidikan Agama Islam lebih lanjut menurut Prof. Dr. Abudin Nata adalah “Membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT yakni melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan ketulusan”.26 Tujuan ini tampaknya di dasarkan pada salah satu sifat dasar yang cenderung 24

menjadi

orang

yang

baik,

yakni

kecenderungan

untuk

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : PT Bina Aksara, 1987) Cet. Ke-1, h.

119 25 M. Arifin, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, (Jakarta : Golden Terayon, tth), h. 80 26 Abudin Nata, Pendidikan dalam perspektif Al-quran, (Jakarta : UIN Pres Jakarta, 2005). Cet. Ke-1, h. 166

14

melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangannya, di samping kecenderungan untuk menjadi orang yang jahat. Jelaslah bahwa sesungguhnya tujuan pendidikan agama Islam identik dengan tujuan hidup seseorang muslim, yaitu manusia yang selalu beribadah setiap gerak hidupnya. Selain itu tujuan pendidikan agama Islam adalah menghasilkan manusia muslim yang mempunyai kepribadian sempurna dengan pola taqwa yang berarti bahwa pendidikan agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang berguna baik untuk dirinya maupun untuk masyarakat, serta senang dan gemar mengamalkan ajaran agama Islam dalam hubungan dengan pencipta, manusia sesamanya dengan lingkungan dan dengan dirinya sendiri agar tercapai kebahagiaan dan keselamatan hidup didunia dan di akhirat.

D. Metode Pengajaran Agama Islam Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani ”metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata: yaitu ”metha” yang berarti melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. sehingga dapat dipahami metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.27 Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat berarti bahwa metode sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi obyek dan sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain inti metode dapat pula berarti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikianlah ilmu pendidikan Islam merangkum metodologi pendidikan Islam yang tugas dan fungsinya adalah memberikan cara sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu pendidikan tersebut.

27

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40

15

Penjelasan tentang metode-metode yang dapat dipakai dalam pendidikan dan pengajaran agama Islam, dapat dilihat sebagai berikut: 1) Metode pembiasaan Yaitu sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.28 2) Metode Keteladanan Keteladanan dalam bahasa Arab disebut “uswah, iswah” yang berarti perilaku baik yang dapat ditiru oleh orang lain (anak didik). Metode keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Bila dicermati historis pendidikan di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah ternyata banyak memberi keteladanan dalam mendidik para sahabat. 3) Metode Pemberian Ganjaran Yaitu penghargaan yang diberikan kepada anak didik, atas prestasi, ucapan dan tingkah laku positif dari anak didik. Ganjaran dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif. 4) Metode Pemberian Hukuman Hukuman dalam bahasa Indonesia, diartikan dengan “siksa” dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undangundang. Dalam istilah bahasa Arab hukuman diistilahkan dengan “iqab”. Perinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan.

28

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 110

16

5) Metode Ceramah Yang

dimaksud dengan metode ceramah adalah cara

penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khlayak ramai. Sejak zaman Rasulullah metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan Rasulullah Saw dalam menyampaikan wahyu kepada umat. 6) Metode Tanya Jawab Metode Tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab, karena metode ini sering dipakai oleh Nabi Saw dan Rasul Allah. Firman Allah Swt:

̍ø.Ïe%!$# Ÿ≅÷δr& (#þθè=t↔ó¡sù 4 öΝÍκöŽs9Î) ûÇrθœΡ Zω%y`Í‘ āωÎ) y7Î=ö6s% ∅ÏΒ $uΖù=y™ö‘r& !$tΒuρ ∩⊆⊂∪ tβθçΗs>÷ès? Ÿω óΟçGΨä. βÎ) “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Nahl 12: 43)29 7) Metode Diskusi Metode

diskusi

dapat

diartikan

sebagai

jalan

untuk

memecahkan suatu permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban alternatif yang dapat mendekati kebenaran dalam proses belajar mengajar. Metode ini bila digunakan dalam proses belajar mengajar akan dapat merangsang murid untuk berfikir sistematis, kritis dan bersikap demokratis dalam menyumbangkan pikiran-pikirannya untuk memecahkan sebuah masalah. 8) Metode Sorogan Metode sorogan adalah metode individual dimana murid mendatangi 29

guru

untuk

mengkaji

suatu

kitab

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h 408

17

dan

guru

membimbingnya secara langsung. Pada prakteknya si santri diajari dan dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau lebih jauh lagi menterjemahkan atau mentafsirkannya. 9) Metode Bandongan Metode bandongan adalah salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan islam, dimana siswa/santri tidak menghadap guru/kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku/kitab

masing-masing. Kemudian

guru

membacakan, menterjemahkan menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajari, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatancatatan tertentu. Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional. 10) Metode Mudzakarah Metode mudzakarah adalah metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar (PMB) dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas masalah-masalah agama saja. Metode ini banyak digunakan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang disebut pesantren. Diantara tujuan dari metode ini adalah untuk melatih santri agar terlatih dalam memecahkan masalahmasalah yang berkembang dengan menggunakan kitab-kitab klasik yang ada. 11) Metode Kisah Metode kisah adalah suatu penyampaian materi pelajaran dengan cara menceritakan kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau berbentuk fiktif belaka saja. 12) Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas merupakan salah satu cara di dalam penyajian bahan pelajaran kepada siswa. Guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mempertangung jawabkannya.

18

13) Metode karya Wisata Metode karya wisata adalah suatu cara pengajaran yang dilaksanakan dengan jalan mengajak anak didik ke luar kelas untuk dapat memperlihatkan hal-hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan bahan pelajaran. 14) Metode Eksprimen Metode eksperimen adalah suatu metode dimana murid melakukan pekerjaan akademis dalam mata pelajaran tertentu dengan menggunakan media laboratorium. 15) Metode Drill/Latihan Metode drill adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan. 16) Metode Sosiodrama Metode sosiodrama adalah salah satu bentuk metode belajarmengajar dengan jalan mendramakan atau memerankan sejumlah aksi. Metode ini bertujuan bagaimana belajar memahami perasaan orang lain, mengambarkan bagaimana seseorang memecahkan masalah serta melukiskan bagaimana seharusnya seseorang bertindak atau bertingkah laku dalam situasi social tertentu. 17) Metode Simulasi Metode simulasi adalah salah satu dari sekian banyak cara penyampaian materi pelajaran kepada anak didik dengan jalan berpurapura bermain tentang bagaimana seseorang merasa dan berbuat sesuatu. Metode ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat memahami dirinya dan lingkungannya sehingga mampu bersikap dan bertindak sesuai dengan situasi yang dicapai. 18) Metode Kerja Lapangan Metode kerja lapangan adalah suatu metode penyampaian pelajaran dengan jalan mengajak anak didik ke lapangan sambil

19

memegang bahan dimaksud sehingga anak didik faham benar tentang bahan tersebut. 19) Metode Demonstrasi Metode

demontrasi

adalah

metode

mengajar

dengan

menggunkan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau bahan memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa. 20) Metode Kerja Kelompok Metode kerja kelompok adalah salah satu dari sekian banyak metode yang dapat digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik. Metode ini dilakukan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok baik kelompok kecil maupun kelompok besar.30

E. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Nur Uhbiyati mengatakan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam adalah mencakup segala bidang kehidupan manusia di dunia di mana manusia mampu memanfaatkan sebagai tempat menanam benih-benih amaliah yang buahnya akan dipetik di akhirat nanti, maka pembentukan sikap dan nilai-nilai amaliah Islamiah dalam pribadi manusia baru dapat efektif bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan di atas kaidah-kaidah ilmu pengetahuan kependidikan.31 Ruang

lingkup

pendidikan

Islam

mencakup

kegiatan-kegitan

kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi: 1. Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. 2. Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang sejahtera. 30 31

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h. 195 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2,

h. 16

20

3. Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi sistem kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia. 4. lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur di bawah ridha dan ampunan Allah SWT. 5. Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat dan dinamis sesuai dengan ajaran Islam. 6. lapangan hidup seni budaya, agar menjadi hidup manusia penuh keindahan dan kegairahan yang tidak gersang dari nilai moral agama. 7. lapangan hidup ilmu pengetahuan, agar berkembang menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.32 Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ruang lingkup materi pendidikan Islam meliputi kegamaan, kemasyarakatan, seni budaya dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian materi pendidikan Islam yang diberikan di sekolah berperan untuk pengembangan potensi kreatifitas peserta didik dan bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt, cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi. Berbudi pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, agama, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam sangat bertolak belakang dengan ilmu pendidikan non-Islam. Pengembangan pendidikan Islam adalah upaya mengembangkan sebuah sistem pendidikan alternatif yang lebih baik dan relatif dapat memenuhi kebutuhan umat Islam dalam menyelesaikan semua problematika kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari.

32

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam..., h 19-20

21

BAB III ANAK DAN KELUARGA MUSLIM F. Pengertian anak Anak dalam bahasa Inggris disebut child. Dalam kamus lengkap psikologi karangan J.P. Chaplin, child (anak; kanak-kanak) adalah seorang anak yang belum mencapai tingkat kedewasaan bergantung pada sifat referensinya, istilah tersebut bisa berarti seorang individu di antara kelahiran dan masa puberitas, atau seorang individu di antara kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil dan masa puberitas)33 Anak adalah keturunan yang kedua manusia, orang yang lahir dari rahim ibu, baik laki-laki maupun perempuan atau khuntsa, sebagai hasil dari persetubuhan antara dua lawan jenis.34 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak adalah manusia yang masih kecil yang belum dewasa dan sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. 35 Sebagai manusia kecil yang belum dewasa, ia membutuhkan bimbingan dan pendidikan dari orang tua dan pendidiknya dalam perkembangannya menuju kedewasaan. Muhammad Sa’id Mursi menjelaskan bahwa, anak-anak memiliki karakteristik; banyak bergerak dan tidak mau diam, sangat sering meniru, suka menentang, tidak dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, 33

J.P. Chaplin Kamus lengkap Psikologi, terj dari Dictionary of psychology, oleh Kartini Kartono, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004). Cet. Ke-9, h. 83 34 Tim Penyusun Ensiklopedia Hukum Islam, Ensklopedi Hukum Islam 1, (Jakarta : PT Ictiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. 1, h. 112 35 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 32

22

banyak bertanya, memiliki ingatan yang tajam dan otomatis, menyukai dorongan semangat, suka bermain dan bergembira, suka bersaing, berfikir khayal, senang mendapatkan ketrampilan, perkembangan bahasanya cepat, suka membuka dan menyusun kembali, berperasaan tajam.36 Beberapa ahli psikologi membagai tentang anak menjadi dua kelompok yaitu anak awal dan anak akhir. Masa awal anak-anak adalah masa secara umum kronologis ketika seseorang berumur antara 2-6 tahun. Kehidupan anak pada masa ini dikategorikan sebagai masa bermain, karena hampir seluruh waktunya digunakan untuk bermain. Masa akhir anak-anak, yakni antara usia 6-12 tahun, di mana masa ini sering disebut sebagai masa sekolah.37 Berikut pengertian anak yang peneliti batasi pada fase usia 6 sampai 12 tahun atau fase anak sekolah dasar. Elizabeth B. Hurlock menyebutkan “ akhir masa kanak-kanak (late childhood) yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Pada awal dan akhirnya, masa akhir kanak-kanak ditandai oleh kondisi yang sangat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak.38

G. Pengertian Perkembangan Anak Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van den Daele “Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif” ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemauan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak sturktur dari fungsi yang kompleks.39

36

Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, terj. Dari Fan Tarbiyah alAulad fi al-Islam Oleh Ali Yahya, (Jakarta: Cendekia, 2001), h. 16 37 Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan Konseling Islam di Sedolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet.2, h. 6 38 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 146 39 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 2

23

Perkembangan dapat juga diartikan sebagai The Progressive and Continous change in the organism from brith to death (suatu perubahan yang progresif dan kontinu dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati) Perkembangan dapat juga diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya

yang

berlangsung

secara

sistematis,

progresif,

dan

berkesinambungan.40 Jadi, perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan-urutan perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam perkembangan ini bersifat tetap, menuju ke suatu arah, yaitu ke suatu tingkat yang lebih tinggi. Contohnya : anak diperkenalkan bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak apabila proses latihan diberikan pada saat otot-ototnya telah tumbuh dengan sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperolehnya. Dengan demikian anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf. Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu mempelajari hal hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar, sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru. Dari uraian pengertian perkembangan di atas perlu disadari bahwa pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan psikis individu, karena pada suatu saat tertentu kedua istilah ini dapat digunakan secara bersamaan. Dengan kata lain, perkembangan merupakan hasil dari pertumbuhan, pematangan fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis.

H. Ciri-ciri perkembangan anak Perkembangan yang penulis maksud disini adalah pada akhir masa kanak-kanak yaitu masa sekolah : 40

Netty Hartati. Dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. rajagrafindo Persada, 2004) cet.

1, h. 13-14

24

1. Masa yang menyulitkan, yaitu suatu masa dimana ia lebih banyak di pengaruhi oleh teman-teman sebaya dari pada orang tua 2. Usia yang tidak rapih, suatu masa dimana anak cenderung tidak mempedulikan atau ceroboh dalam penampilan, meskipun peraturan keluarga yang ketat mengenai kerapihan dan perawatan barang-barangnya. 3. Usia bertengkar, yaitu suatau masa dimana banyak terjadi pertengkaran antar keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga41 4. Usia penyesuaian diri karena anak-anak pada masa ini ingin meyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara dan prilaku lainnya penyesuaian ini dirasakan anak, sehingga apabila ia tidak mampu dalam penyesuaian ini ia akan menjadi anak yang terisolir, menyisihkan diri dan hidupnya tidak bahagia, merasa tidak berarti dibandingkan dengan teman anak-anak lainnya yang popular. Pada umur kurang lebih 12 tahun, masa anak-anak sudah berakhir baginya. Tenaga,

badanya

sudah cukup berkembang, telah banyak

pengetahuan dan sudah banyak berfikir secara logis dan telah biasa menguasai hawa nafsunya dalam beberapa hal. Ia tidak menghendaki dirinya lebih dari kemampuannya dan biasanya merasa senang dengan kehidupannya. Demikian anak yang berusia 12 tahun menjadi anak yang tenang dan berkesinambungan tetapi itu tidak lama karena akan timbul kegelisahan sebagai tanda krisis baru dalam perkembangannya.

I. Fase-fase perkembangan anak Usia anak sekolah dasar, bukan lagi seperti anak-anak yang mau di timang-timang dan di perlakukan seperti anak balita. Karena sekarang mereka telah mengalami perkembangan di berbagai macam aspek, antara lain42 : 41

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta: Erlangga, 1980), h. 147

42

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (PT: Remaja Rosdakarya, 2010) Cet. Ke-11, h. 178

25

1. Perkembangan Intelektual Pada usia sekolah dasar 6-12 tahun anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti, membaca, menulis, dan menghitung). Sebelum masa ini yaitu masa pra sekolah daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berhayal) sedangkan pada usia SD daya fikirnya sudah berkembang kepada cara berfikir konkrit dan rasional (dapat diterima akal) walau sifatnya masih sangat sederhana. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan

atau

kecakapan

baru,

yaitu

mengklasifikasikan

(mengelompokan), menyusun, atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung angka-angka atau bilangan). Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Disamping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. 2. Perkembangan Bahasa Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama. 3. Perkembangan sosial Maksud perkembangan social ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan social. Dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral (agama). Perkembangan social pada anak-anak sekolah dasar ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga

26

dimulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya, teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.43 Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sifat yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperlihatkan kepentingan orang lain). Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya. Dan bertambah kuat keinginannya untuk di terima menjadi anggota kelompok, dia merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. 4. Perkembangan Emosi Menginjak usia sekolah dasar, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima dalam masyarakat. Oleh karena itu dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak

dikembangkan

dalam

lingkungan

keluarga

yang

suasana

emosionalnya stabil, maka perkembangan keluarga cenderung stabil. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil dan kurang control (seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah mengeluh kecewa atau pesimis dalam menghadapi masalah), maka perkembangan emosi anak cenderung kurang stabil. Untuk itu seyogyanya orang tua senantiasa menciptakan suasana yang tenang, tentram dengan kasih sayang. Walaupun masalah tidak dapat dijelaskan dari kehidupan ini, namun penyelesaiannya haruslah dengan sikap yang tenang dan mencari solusinya dengan kepala dingin 5. Pengembangan Moral Anak mulai mengenal konsep moral (mengenal benar-salah atau baik-buruk) pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada umumnya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tetapi lambat laun anak 43

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, h.180

27

akan memahaminya. Usaha menanamkan konsep moral sejak usia dini (prasekolah) merupakan hal yang seharusnya dilakukan, karena informasi yang diterima anak mengenali benar-salah atau baik-buruk akan menjadi pedoman pada tingkah lakunya dikemudian hari. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti pertautan atau tuntutan dari orang tua dan lingkungan sekolahnya, pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Disamping itu anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk prilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk. Misalnya, dia memandang atau menilai bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak hormat kepada orang tua merupakan suatu yang salah atau buruk. Sedangkan perbuatan jujur, adil, dan bersikap hormat kepada orang tua dan guru merupakan suatu yang benar

J. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak Perkembangan tiap-tiap anak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas tiga faktor, yaitu: 1. Faktor-faktor yang bersal dari dalam diri individu. Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu adalah: a. Bakat atau pembawaan, anak dilahirkan dengan membawa bakat tertentu. Bakat ini diumpamakan dengan bibit. Misalnya bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah bahwa bakat atau pembawaan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan individu. b. Sifat-sifat keturunan, sifat-sifat keturunan yang individu dipusatkan dari orang tua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental. c. Dorongan dan instink, dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia melakukan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang

28

menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimanan cara-cara melakasanakan dorongan batin.44 2. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu Di antara faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkembangan individu adalah: a. makanan, makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. b. Iklim, iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan anak. Sifat-sifat iklim, alam dan udara mempengaruhi pula sifat-sifat individu dan jiwa bangsa yang berada di iklim yang bersangkutan. c. Kebudayaan, latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang budaya desa keadaan jiwanya masih murni. Lain halnya dengan seseorang yang hidup dalam kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing. d. Ekonomi, latar belakang ekonomi juga mempengaruhi perkembangan anak. Orang tua yang ekonominya lemah, yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan pokok anak-anaknya dengan baik, sehingga menghambat pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak. e. Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga. Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga juga mempengaruhi perkembangan anak. Bila anak itu merupakan anak tunggal, biasanya perhatian orang tua tercurah kepadanya, sehingga ia cendrung memiliki sifat-sifat seperti, manja, kurang biasa bergaul dengan teman-teman sebaya.

44

Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet.2, h 28

29

3. Faktor-faktor Umum Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan dalam kedua penggolongan tersebut diatas, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu.45 Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah: a. Intelegensi,

intelegensi

merupakan

salah

satu

faktor

yang

mempengaruhi perkemabagan anak. Tingakat intelegensi yang erat kaitannya dengan kecepatan perkembangan,

misalnya anak yang

cerdas sudah dapat berbicara pada usia 11 bulan, anak yang rata-rata kecerdasannya pada usia 16 bulan, bagi kecerdasan yang sangat rendah pada usia 34 bulan, sedangkan bagi anak-anak idiot baru bisa bicara pada usia 52 bulan. b. Jenis kelamin, jenis kelamin juga memegang peranan yang penting dalam perkembangan fisik dan metal seseorang. Dalam hal anak yang baru lahir misalnya. Anak laki-laki sedikit lebih besar dari pada anak perempuan, tetapi anak perempuan kemudian tumbuh lebih cepat dari pada anak laki-laki. c. Kesehatan, kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu mereka, kesehatan mental dan fisiknya baik dan sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang memadai. d. Ras, ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang, misalnya anak-anak dari ras Mediterranean (sekitar laut tengah) mengalami perkembangan fisik lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari bangsa-bangsa Eropa Utara.46 Jadi, ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai tingkat kematangan tergantung pada sikap ibu dan ayah dalam menjaga dan memelihara anak dengan baik sesuai 45

Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), cet.2, h. 32 46 Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik,, h.27-33

30

kebutuhan dan perkembangannya. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan baik jika orang tuanya tidak memiliki pengetahuan dan tidak mengetahui hikmah dari anak itu sendiri sebagai orang tuanya.

K. Pengertian Keluarga Muslim Keluarga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kerabat yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya.47 Menurut Ibrahim Amini, keluarga adalah orang-orang yang secara terus menerus atau sering tinggal bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan bahkan pembantu rumah tangga diantara mereka di sebabkan mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak yang menyebabkan si anak terlahir di dunia, mempunyai peranan yang sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.48 Salah satu tujuan syariat Islam adalah memelihara kelangsungan keturunan melalui perkawinan yang sah menurut agama. Diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai dari budaya masyarakat. Keyakinan ini sangat bermakna untuk membangun subuah keluarga yang dilandasi nilainilai moral agama. Pada intinya lembaga keluarga terbentuk melalui pertemuan suami dan istri yang permanen dalam masa yang cukup lama, sehingga berlangsung proses reproduksi. Dalam bentuknya yang paling umum dan sederhana, keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak.49 Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21

Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿϵÏG≈tƒ#u ôÏΒuρ ∩⊄⊇∪ tβρ㍩3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/

47

Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamu Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991) Cet. Ke-3, h. 471 48 Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik (Jakarta : Al-Huda, 2006). Cet. Ke-1, h. 107 49 Fuaduddin TM, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta:Lembaga kajian Agama dan Jender, 1999) h. 4-5

31

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang berfikir”.(QS. Ar-Rum : 21)50 Keluarga dalam dimensi hubungan sosial ini mencakup keluarga psikologis dan keluarga pendagogis, keluarga psikologis merupakan sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota memiliki pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan keluarga pendagogis adalah suatu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri. Menurut Ali Turkamani keluarga adalah “unit dasar dan unsur fundamental masyarakat, yang dengan itu kekuatan-kekuatan yang tertip dalam komunitas sosial dirancang dalam masyarakat”.51 Pada pengertian keluarga di atas bila dikaitkan dengan muslim, bahwa muslim itu adalah penganut agama Islam, maka keluarga muslim dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang didalamnya terdapat ayah, ibu, dan anak yang menganut agama Islam. Keluarga memiliki tempat yang strategis dalam menanamkan nilai keagamaan ke dalam pribadi anak, baik melalui interaksi mendidik antara orang tua dengan anak-anaknya melalui proses sosialisasi yang berlangsung setiap waktu. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan primer bagi anak, yaitu lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan kepribadian anak.. Dalam Undang-Undang sistem pendidikan nasional No 20 Tahun 2003 menegasakan bahwa keluarga masuk dalam katagori pendidikan informal yang diakui oleh Negara, yaitu pasal II, “Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan”. Keluarga merupakan tempat sosialisasi 50

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h. 644 Ali Turkamani, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, (Jakarta : Pustaka Hidayah 1992). Cet ke-1 h. 30 51

32

yang paling dasar bagi anak dalam mengarahkan jiwa dan kehidupannya kepada pematangan pribadi sebagai muslim. Oleh karena itu pendidikan keluarga muslim dilakukan berdasarkan pada ajaran Islam. Pendidikan agama Islam dalam keluarga tidak terikat oleh kurikulum

sebagaimana

lazimnya

dalam

pendidikan

formal,

tetapi

berlangsung secara praktis dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses bimbingan orang tua, sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai kehidupan sehingga setiap orang mendapatkannya sejak lahir hingga meninggal dunia. Upaya orang tua menciptakan situasi dan kondisi bermuatan nilai moral, pada dasarnya adalah mengupayakan agar anak mempunyai kesadaran dan berprilaku taat moral yang sesungguhnya secara otonom berada di dalam dirinya sendiri. Dasar nilai otonom pada anak-anak adalah identifikasi dan orientasi diri. Oleh karena itu, pola hidup keluarga (ayah dan ibu) merupakan model ideal bagi peniruan dan pengidentifikasian perilaku dirinya. Pada anak usia sekolah dasar, diperlukan bantuan dan kontrol untuk mengorganisasikan aktivitas-aktivitasnya. Sehubungna dengan hal itu, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan bahwa : “Hubungan orang tua sesama mereka sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Hubungan yang serasi, penuh pengertian dan kasih sayang akan membawa kepada pembinaan pribadi yang tenang, terbuka, dan mudah dididik, karena ia mendapatkan kesempatan yang cukup baik untuk tumbuh dan berkembang”.52 Dari beberapa penjelasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa keluarga muslim adalah lingkungan pertama dalam pendidikan karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang memegang peranan 52

Zakiah Darajat. Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang 1996). Cet. Ke-15, h. 56

33

dalam menentukan

kehidupan anak selain pendidikan, yang selanjutnya

digabungkan menjadi

pendidikan agama. Karena sangat pentingnya

pendidikan agama, maka para orang tua harus berusaha memberikan pendidikan agama kepada anak-anak mereka.

L. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga Dalam kehidupan manusia, keperluan dan hak kewajiban, perasaan dan keinginan adalah hak yang komplek Pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari keluarga sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan diri seseorang, dan akan binasalah pergaulan seseorang bila orang tua tidak menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Secara

sosiologis

keluarga

dituntut

berperan

dan

berfungsi

untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia dan sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim dalam Masyarakat Moderen, dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan budaya keluarga sekurangnya mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif dan ekonomis.53 1. Fungsi biologis, perkawinan dilakukan antara lain bertujuan agar memperoleh keturunan, dapat memelihara kehormatan serta martabat manusia sebagai makhluk yang berakal dan beradab. Fungsi biologis inilah yang membedakan perkawinan manusia dengan binatang. 2. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani dalam dimensi kognisi, afektif maupun skill, dengan tujuan untuk mengembangkan aspek mental, spiritual, moral, intelektual, dan profesioanl. 3. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai moral agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan sehari-hari 53

Mufidah, Psikologi Keularga Islam Berwawasan Gender. (Malang : UIN Press, 2008). Cet. Ke-1, h. 43

34

sehingga mencipta iklim keagamaan didalamnya dengan demikian keluarga merupakan awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhannya. 4. Fungsi protektif, adalah dimana keluarga menjadi tempat yang aman dari gangguan internal maupun eksternal keluarga dan untuk menangkal segala pengaruh negatif yang masuk didalamnya. Gangguan internal dapat terjadi dalam kaitannya dengan keragaman kepribadian anggota keluarga, perbedaan pendapat dan kepentingan, dapat menjadi pemicu lahirnya konflik bahkan juga kekerasan. Adapun gangguan eksternal keluarga biasanya lebih mudah dikenali oleh masyarakat karena berada pada wilayah publik. 5. Fungsi

sosialisasi,

adalah

mempersiapkan

anak

menjadi

anggota

masyarakat yang baik, mampu memegang norma-norma kehidupan secara universal baik interrelasi dalam keluarga itu sendiri maupun dalam menyikapi masyarakat yang pluralistic lintas suku, bangsa, ras, golongan, agama, budaya, bahasa maupun jenis kelaminnya. 6. Fungsi rekreatif, bahwa keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan melepas lelah dari seluruh aktifitas masingmasing anggota keluarga. Fungsi rekreatif ini dapat mewujudkan suasana keluarga yang menyenangkan, saling menghargai, menghormati, dan menghibur masing-masing anggota keluarga sehingga tercipta hubungan harmonis, damai, kasih sayang dan setiap anggota keluarga merasa “rumahku adalah surgaku”. 7. Fungsi ekonomis, yaitu keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistibusikan secara adil dan proporsional, serta dapat mempertanggung jawabkan kakayaan dan harta bendanya secara social dan moral Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan agama.

35

Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nlai-nilai yang berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit seperti intepretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang berbagai interaksi manusia. Dasar-dasar Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal berikut54: 1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak. 2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Adanya tanggung jawab moral ini meliputi nilai-nilai agama atau nilai-nilai spiritual. 3. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara. 4. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena ia dapat hidup secara berkelanjutan. Disamping itu juga ia bertanggung jawab dalam hal melindungi dan menjamin kesehatan anaknya baik secara jasmaniah maupun rohaniah. 5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.

Demikanlah beberapa hal yang perlu diperhatikan sabagai tanggung jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam konteks pendidikan. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua, sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang dilihat dari orang tua,

54

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008). Cet. Ke-6. h, 44-45

36

tapi telah didasari oleh tiori-tiori pendidikan modern, sesuai dengan perkembangan zaman.

M. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga muslim Setiap orang tua tentu mendambakan anaknya menjadi anak yang shaleh, yang memberi kesenangan dan kebanggaan kepada mereka. Kehidupan seorang anak tak lepas dari keluarga (orang tua), karena sebagian besar waktu anak terletak dalam keluarga. Peran orang tua yang paling mendasar didalam mendidik agama kepada anak-anak mereka adalah sebagai pendidik yang pertama dan utama, karena dari orangtualah anak pertama kali menerima pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun agama. Adapun peranan orang tua dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu 1) orang tua berfungsi sebagai pendidik keluarga 2) orang tua berfungsi sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.55

1. Orang tua sebagai pendidik keluarga Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan, dan bentuk pertama dari pendidikan itu terdapat dalam keluarga, oleh karena itu orang tua memegang peranan penting dan sangat berpengaruh atas pendidikan anak. Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mendidik antara lain: a. Mendidik dengan ketauladanan (contoh) Ketauladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spritual dan sosial. Seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak yang tingkah laku dan sopan santunnya

55 . M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah dan keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang: 1978), Cet. IV, h. 80

37

akan ditiru, bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya. Apabila kita perhatikan cara Luqman mendidik anaknya yang terdapat dalam surat Luqman ayat 15 bahwa nilai-nilai agama mulai dari penampilan pribadi luqman yang beriman, beramal saleh, bersyukur kepada Allah SWT dan bijaksana dalam segala hal, kemudian yang di didik dan di nasehatkan kepada anaknya adalah kebulatan iman kepada Allah Swt semata, akhlak dan sopan santun terhadap kedua orang tua, kepada manusia dan taat beribadah. Sehubungan dengan hal tersebut, hendaklah orang tua selaku memberikan contoh yang ideal kepada anak-anaknya, sering terlihat oleh anak melaksanakan sholat, bergaul dengan sopan santun. Berbicara dengan lemah lembut dan lain- lainnya. Dan semua itu akan ditiru dan dijadikan contoh oleh anak b. Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan. Setiap anak lahir dalam keadaan suci, artinya ia dilahirkan di atas fitrah (kesucian) bertauhid dan beriman kepada Allah Swt. Oleh karena itu menjadi kewajiban orang tua untuk memulai dan menerapkan kebiasaan, pengajaran dan pendidikan serta menumbuhkan dan mengajak anak kedalam tauhid murni dan akhlak mulia. Hendaknya setiap orangtua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihanlatihan yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat, sehingga telah masuk menjadi bagian dari pribadinya. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa, Pendidikan dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah satu penunjang pokok pendidikan dan merupakan salah satu pilar terkuat dalam pendidikan dan motode paling efektif dalam membentuk iman anak serta

38

meluruskan akhlaknya. 56 Di sinilah bahwa pembiasaan dan latihan sebagai suatu cara atau metode mempunyai peranan yang sangat besar sekali dalam menanamkan pendidikan pada anak sebagai upaya membina akhlaknya. Peranan pembiasaan dan latihan ini bertujuan agar ketika anak tumbuh besar dan dewasa, ia akan terbiasa melaksanakan

ajaran-ajaran

agama

dan

tidak

merasa

berat

melakukannya. Pembiasaan dan latihan jika dilakukan berulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan itulah yang nantinya membuat anak cenderung melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk dengan mudah. c. Mendidik dengan nasehat Di antara mendidik yang efektif di dalam usaha membentuk keimanan anak, mempersiapkan moral, psikis dan sosial, adalah mendidik dengan nasehat. Sebab nasehat ini dapat membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan akhlak mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.57 Nasehat yang tulus berbekas dan berpengaruh jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak dan berpikir. Nasehat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan meniggalkan bekas yang dalam.

Al-Quran telah menegaskan

pengetian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang kali menyebutkan manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus. 58 Diantaranya :

∩⊂∠∪ Ó‰‹Îγx© uθèδuρ yìôϑ¡¡9$# ’s+ø9r& ÷ρr& ë=ù=s% …çµs9 tβ%x. yϑÏ9 3“tò2Ï%s! y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 56 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, (Jakarta Pustaka Amani, 1995), Cet. I, h.65 57 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam…, h. 66 58 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam..., h. 70

39

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya,sedang dia menyaksikannya”.(Q.S Qaaf: 50:37) Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak tentang segala hakekat serta menghiasinya dengan akhlak mulia. Nasehat orang tua jauh lebih baik dari pada orang lain, karena orang tualah yang selalu memberikan kasih sayang serta contoh perilaku yang baik kepada anaknya. Disamping memberikan bimbingan serta dukungan ketika anak mendapat kesulitan atau masalah, begitupun sebaliknya ketika anak mendapatkan prestasi. d. Mendidik dengan pengawasan Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral, mengasihinya dan mempersiapkan secara psikis dan sosial, memantau secara terus menerus tentang keadaannya baik dalam pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya. Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk melihat langsung tentang bagaimana keadaan tingkah laku anak sehari-harinya baik dilingkungan keluarga maupun sekolah. Dilingkungan keluarga hendaknya anak tidak selalu di marahi apabila ia berbuat salah, tetapi ditegur dan dinasehati dengan baik. Sedangkan dilingkungan sekolah, pertama-tama anak hendaknya diantar apabila ia ingin pergi kesekolah. Supaya ia nanti terbiasa berangkat kesekolah dengan sendiri. Begitu pula setelah anak tiba dirumah ketika pulang dari sekolah hendaknya ditanyakan kembali pelajaran yang ia dapat dari gurunya.

2. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga Selain mendidik, orang tua juga berperan dan bertugas melindungi keluarga dan memelihara keselamatan keluarga, baik dari segi moril maupun materil, dalam hal moril antara lain orang tua berkewajiban memerintahkan anaknya untuk taat kepada segala perintah Allah Swt, seperti sholat, puasa

40

dan lain-lainnya. Sedangkan dalam hal materil bertujuan untuk kelangsungan kehidupan, antara lain berupa mencari nafkah. 59 Menurut Abdul Rachman Shaleh, ada tida macam lingkungan keagamaan dalam kehidupan keluarga yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan keagamaan dan proses belajar pendidikan agama yaitu: Pertama, keluarga yang sadar akan pentingnya pendidikan agama bagi perkembangan anak. Orang tua dari lingkungan keluarga yang demikan yang akan selalu mendorong untuk kemajuan pendidikan Agama serta kebersamaan mengajak anak untuk menjalankan agamanya. Orang tua mendatangkan guru ngaji atau privat agama dirumah serta menyuruh anaknya untuk belajar di Madrasah Diniyah dan mengikuti kursus Agama. Kedua, keluarga yang acuh tak acuh terhadap pendidikan keagamaan anak-anaknya. Keluarga yang semacam ini tidak mengambil peranan untuk mendorong atau melarang terhadap kegiatan atau sikap keagamaan yang dijalani anak-anaknya. Ketiga, keluarga yang antipati terhadap dampak dari keberadaan pendidikan agama di sekolah atau dari masyarakat sekitarnya. Keluarga yang semacam ini akan menghalangi dan mensikapi dengan kebencian terhadap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh anak-anaknya dan keluarga lainnya. 60 Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik, khususnya didalam melindungi keluarga dan memelihara keselamatan keluarga. Melindungi keluarga bukan hanya memberikan tempat tinggal saja, tetapi memberikan perlindungan supaya keluarga kita terhindar dari mala petaka baik didunia maupun di akhirat nanti yaitu dengan cara mengajak keluarga kita kepada perbuatanperbuatan yang di perintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala laranganlarangannya. Memelihara keselamatan keluarga yaitu mengajarkan kita supaya 59

M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan sekolah dan keluarga, h. 88 60 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000). Cet. I, h. 96

41

taat kepada Allah SWT, agar keluarga kita di berikan keselamatan oleh Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Agama Islam dalam keluarga harus benar-benar dilaksanakan. Dan sebagai orang tua harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anknya, karena anak itu sifatnya menerima semua yang dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya. Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu akan hidup bahagia di dunia dan di akherat. Tetapi jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.

42

BAB IV KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK DALAM KELUARGA MUSLIM A. Pengertian Pendidikan Menurut Al-quran Berkaitan dengan istilah pendidikan dapat dipahami yaitu tarbiyah, tazkiyah, tafaqquh, tadris, ta’lim, tadabur, dan mau’idzah. 61 Istilah-istilah tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Al-Tarbiyah, Istilah ini adalah termasuk istilah yang paling populer, karena istilah ini termasuk yang paling banyak digunakan oleh para ahli pendidikan. Kata al-Tarbiyah yang berasal dari kata rabb ini menurut alRaghib al-Asfahaniy adalah Huwa insya al-syai halan fi halan ila hadd altamam yang berarti menumbuhkan/ membina sesuatu dengan setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna. 2. Al- Tazkiyah, kata al-tazkiyah adalah isim masdar dari kata zakka yuzakki tazkiyatan di dalam Al-Qur’an ayat yang berbunyi:

öΝÍκŽÏj.t“ãƒuρ ϵÏG≈tƒ#u öΝÍκöŽn=tã (#θè=÷Ftƒ öΝåκ÷]ÏiΒ Zωθß™u‘ z↵Íh‹ÏiΒW{$# ’Îû y]yèt/ “Ï%©!$# uθèδ ∩⊄∪ &Î7•Β 9≅≈n=|Ê ’Å∀s9 ã≅ö6s% ÏΒ (#θçΡ%x. βÎ)ρu sπyϑõ3Ïtø:$#uρ |=≈tGÅ3ø9$# ãΝßγßϑÏk=yèãƒuρ Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab 61

Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press: 2005) cet. 1, h. 9

43

dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, Menurut Quraish Shihab, bahwa mensucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika dan fisika. 3. Al-Tafaqquh, di dalam al-Qur’an, kata tafaqquh diulang sebanyak 20 kali dengan pengertian untuk arti memahami.

Sebagaimana

terdapat

dipotongan ayat yang berbunyi:

$ZVƒÏ‰tn tβθßγs)øtƒ tβρߊ%s3tƒ Ÿω ÏΘöθs)ø9$# ÏIωàσ‾≈yδ ÉΑ$yϑsù Artinya: Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. Yang dimaksud dengan pembicaraan pada ayat tersebut adalah pelajaran dan nasehat-nasehat yang diberikan. Berdasarkan dari ayat tersebut terlihat bahwa kata at-tafaqqahun mengandung arti memahami, mengetahui, mengerti dan memperdalam. Pengertian ini erat kaitannya dengan kegiatan memperoleh ilmu pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan sebagainya. 4. al-Tadris, istilah al-tadris. Menurut al-Raghib al-Ashafani bahwa kata darasa berarti baqiya atsaruha wa baqiya al-atsar yaqtadli inmihauhu fi nafsihi fa lizalika fussura al-durus bi al-inmiha, wa kazalika darasa alkitab wa darastu al-ilm tanawaltu atsaruhu fi al-hifdz. Wa lima tanawulu dzalima bi al-mudawamah al-qira’ah ubbiria an idamah al-qira’ah bi aldars, yang artinya tersisa bekas, dan tersisa bekasnya ini mengharuskan adanya usaha sungguh-sungguh, oleh karena pelajaran-pelajaran dijelaskan dengan cara tuntas. Demikian pula mempelajari al-kitab dan mempelajari ilmu akan tercapai dengan menghapal. 5. Al-Ta’lim, kata al-ta’lim adalah isim mashdar dari kata allama yu’allimu ta’liman. Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata al-ta’lim adalah al-tanbih al-nafs litashawwur al-ma’aniy, yang artinya memperingatkan jiwa untuk menggambar berbagai pengertian. Kata al-ta’lim terkait erat dengan proses

44

transfer of information (mengalihkan atau mengalirkan informasi) atau transfer of knowledge ( mengalihkan atau mengalirkan ilmu pengetahuan). 6. At-Tadabbur, Kata tadabbura berasal dari kata dubura yang berarti lawan dari kata menerima, yang berarti pula membelakangi. Kata al-tadabbur juga serumpun dengan kata yudabbiru yang di dalam Al-Qur’an terkadang berarti menciptakan, mengatur, memikir, dan merenungkan. 7. Al-Mau’idzah, istilah ini berasal dari kata al-wa’dz yang berarti khutbah, nasehat, ucapan, dan setelah menjadi kata al-mau’idzah jamaknya mawa’idz berarti pengajaran atau nasehat. Dalam Mu’jam Mufradat li Alfadz al-Qur’an, al-Raghib al-Asfahani mengatakan “jazru muqtarinun bitakhwif, qa al-khalil huwa al-tadzkir bi al-khair fima yariqqu luha alqalb, artinya: peringatan atau pencegahan yang dosertai menakut-nakuti. Menurut al-Khalil al-wa’dzu berarti peringatan untuk berbuat baik yang dapat menggetarkan hati nurani. 62

Dengan demikian, berbagai istilah yang terdapat di dalam Al-Qur’an itu

menghimpun

berbagai

jenis

kegiatan

pendidikan,

pengajaran,

pembelajaran, penanaman dan sebagainya. Dengan demikian terlihat jelas bahwa Al-Qur’an telah menghimpun berbagai istilah yang berkaitan dengan pendidikan. Pendidikan dalam perspektif Alquran dapat dilihat bagaimana Luqman Al-Hakim memberikan pendidikan yang mendasar kepada putranya, sekaligus memberikan contohnya, juga menunjukkan perbuatannya lewat pengamalan dan sikap mental yang dilakukannya sehari-hari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasiat pendidikan 'monumental' yang dicontohkan Luqman lewat materi billisan dan dilakukannya lewat bilamal terlebih dahulu adalah: Jangan sekali-kali menyekutukan Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, jangan mengikuti seruan syirik, ingatlah bahwa manusia itu pasti mati, hendaklah kita tetap merasa diawasi oleh Allah, 62

Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press: 2005) cet. 1, h. 88

45

hendaklah selalu mendirikan sholat, kerjakan selalu yang baik dan tinggalkan perbuatan keji, jangan suka menyombongkan diri, sederhanalah dalam berpergian, dan rendahkanlah suaramu Walaupun sederhana materi dan metode yang diajarkan Luqman AlHakim kepada putranya termasuk kepada kita semua yang hidup di jaman modern ini, namun betapa cermat dan mendalam filosofi pendidikan serta hikmah yang dimiliki Luqman untuk dapat dipelajari oleh generasi berikutnya sampai akhir jaman. Jadi pendidikan dalam al-Quran sangat penting bagi kita umat Islam, berarti berkaitan dengan mensucikan, membentuk prilaku dengan adap sopan satun,

seperti

yang

telah

dicontohkan

oleh

Nabi

pada

umatnya.

B. Tipologi Pendidikan Menurut Luqman al-Hakim 1. Pendidikan Aqidah Pendidikan

aqidah

terdiri

dari

pengesaan

Allah,

tidak

mensyarikatkan-Nya, dan mensyukuri segala nikmatnya. Larangan mensyariatkan Allah SWT termuat dalam ayat yang berbunyi :

íΟù=Ýàs9 x8÷ŽÅe³9$# āχÎ) ( «!$$Î/ õ8Ύô³è@ Ÿω ¢o_ç6≈tƒ …çµÝàÏètƒ uθèδuρ ϵÏΖö/eω ß≈yϑø)ä9 tΑ$s% øŒÎ)ρu ∩⊇⊂∪ ÒΟŠÏàtã “Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS.Luqman: 13)63 Pada ayat ini Luqman memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anaknya berupa aqidah yang mantap, agar tidak menyekutukan Allah. Itulah aqidah tauhid, karena tidak ada Tuhan selain Allah, karena

63

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

46

yang selain Allah adalah makhluk Allah, tidak berserikat menciptakan alam ini.

di dalam

64

Ketika menafsirkan ayat diatas, Ibnu Katsir mengatakan, “Sebagai orang yang sangat mengasihi dan mencintai putranya. Luqman berwasiat kepada putranya supaya menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukannya

dengan

sesuatu

apapun.

Sesungguhnya

mempersekutukan itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar.65 Kewajiban seorang pendidik menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan iman dan ajaran Islam sejak masa pertumbuhannya. Sehingga anak akan terikat dengan Islam, baik aqidah maupun ibadah, disamping menerapkan metode maupun peraturan. Setelah petunjuk dan pendidikan ini ia pahami dan diamalkan, maka ia hanya akan mengenal Islam sebagai Din-nya, Al-quran sebagai imannya dan Rasulullah SAW, sebagai pemimpin dan teladannyaa. Orang yang mempersekutukan Allah adalah suatu aniaya yang besar, bahkan doa yang paling besar yang tidak ada ampunan dari Allah walaupun ia bertaubat, karena pada dasarnya Allah mengajak manusia agar membebaskan jiwa dan keyakinannya dari segala sesuatu selain Allah. Jiwa manusia adalah mulia, sebab itu hubungan manusia haruslah langsung kepada Allah SWT. Jiwa yang di penuhi tauhid adalah jiwa yang merdeka, tidak ada yang mengikat jiwa ini kecuali hanya dengan Allah, bila manusia telah mempertuhankan yang lain, padahal yang lain itu hanyalah makhluk belaka, maka manusia sendirilah yang membawa jiwanya menjadi budak oleh makhluk yang lain Ayat ini mendidik manusia bahwa keyakinan pertama dan utama yang perlu di tanamkan dan di resapkan kepada anak (peserta didik) adalah tauhid. Kewajiban ini di pikul di pundak orang tua (rumah tangga) sebagai 64

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Pres Group 2007). Cet ke- 2, h.

185 65

Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta, Gema Insani, 2000). Cet. Ke-3, h. 789

47

pendidik awal di dalam pendidikan informal. Demikian juga yang harus dilaksanakan oleh pendidikan formal. Tujuannya agar anak (peserta didik) terbebas dari perbudakan materi dan duniawi, sehingga keyakinannya mantap dan aqidahnya kokoh, serta keyakinan itu perlu di resapkan sedini mungkin di saat anak telah mulai banyak bertanya kepada orang tuanya. Sedangkan perintah bersyukur dijelaskan ayat yang berbunyi :

Èβr& È÷tΒ%tæ ’Îû …çµè=≈|ÁÏùuρ 9÷δuρ 4’n?tã $—Ζ÷δuρ …絕Βé& çµ÷Fn=uΗxq ϵ÷ƒy‰Ï9≡uθÎ/ z≈|¡ΣM}$# $uΖøŠ¢¹uρuρ ∩⊇⊆∪ 玍ÅÁyϑø9$# ¥’n<Î) y7÷ƒy‰Ï9≡uθÎ9uρ ’Í< öà6ô©$# “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibubapanya, ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman: 14)66 Pada ayat ini Tuhan memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati, memuliakan dan berbuat baik kepada ibu bapaknya, sebab karena keduanyalah manusia dilahirkan kemuka bumi. Oleh sebab itu sudah sewajarnyalah jika keduanya dihormati dan dimuliakan. Apalagi terhadap ibu yang sudah bersusah payah mengandung, susah bertambah payahnya, mulai bulan pertama, tiap bertambah bulan bertambah pula susah payahnya, sampai di puncak kepayahan sewaktu melahirkan. Lemah sekujur tubuh kita menghejan anak keluar, kadang diikuti dengan raungan, malah ada yang mengakibatkan kematian ibu karena melahirkan67. Setelah anak lahir kewajiban orang tua khususnya ibu ialah, menyusui, mengasuh, memomong, menjaga, memelihara sakit senangnya sampai bisa tegak dan jatuh sampai bisa berjalan dalam masa dua tahun. Ayat ini mendidik manusia agar seorang anak harus memuliakan, menghormati, dan berbakti kepada ibu bapaknya, apalagi ibu bapaknya

66 67

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam,….h. 186-187

48

yang sudah renta. Bahkan setelah meninggalpun dianjurkan untuk mendoakan keampunan ibu bapak terutama yang Islam Pembinaan aqidah harus dilakukan secara bertahap tidak sekaligus sesuai dengan kapasitas Intelektual yang mereka miliki. Sebab bagaimanapun IQ mereka tidak sama. Disamping itu, juga diperlukan pendidikan dengan melalui pendekatan keteladanan, sehingga mereka tumbuh dalam rasa cinta kepada Allah Dalam membina aqidah pada anak yang perlu diperhatikan adalah harus dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang, karena sesungguhnya Allah Maha lembut dan kasih. Selain itu kita juga harus memahami tingkat usia mereka. Apabila hal yang kita ajarkan pada hari ini belum dapat dimengerti maka kita harus bersabar dengan mengulanginya pada waktu yang lain.

2. Pendidikan Ibadah Pendidikan ibadah mencakup segala tindakan dalam kehidupan sehari-hari, baik berhubangan dengan Allah seperti shalat, maupun dengan sesama manusia. Pembinaan Ibadah merupakan penyempurnaan dari pembinaan aqidah. Sebab ibadah memberikan santapan bagi aqidah dengan ruhnya. Ia juga memberikan cerminan dari aqidah. Ketika seorang anak memenuhi panggilan Rabbnya dan melaksanakan perintahperintahnya, maka hal itu berarti ia menyambut kecendrungan fitrah yang ada dalam jiwanya sehingga ia akan menyiraminya. Membentuk kesadaran beribadah akan lebih sempurna setelah membangun dasar aqidah. Aqidah tetap kokoh maka perlu dipupuk dan disiram dengan ibadah. Jadi ibadah dan aqidah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan kepada Allah swt, dalam bentuk shalat ini dinyatakan oleh QS Luqman ayat 17:

49

( y7t/$|¹r& !$tΒ 4’n?tã ÷ŽÉ9ô¹$#uρ ̍s3Ζßϑø9$# Çtã tµ÷Ρ$#uρ Å∃ρã÷èyϑø9$$Î/ öãΒù&uρ nο4θn=¢Á9$# ÉΟÏ%r& ¢o_ç6≈tƒ ∩⊇∠∪ Í‘θãΒW{$# ÇΠ÷“tã ôÏΒ y7Ï9≡sŒ ¨βÎ) “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesunggunya yang demikian itu termaksud hal-hal yang diwajibkan oleh (Allah)”. (QS; Luqman: 17)68 Pada ayat ini Allah mengabadikan empat bentuk nasihat Luqman untuk menetapkan jiwa anaknya, yaitu dirikanlah shalat, menyuruh berbuat yang baik,(ma’ruf), mencegah berbuat munkar,dan bersabarlah atas segala musibah. Inilah empat modal hidup yang diberikan Lukman kepada anaknya dan diharapkan menjadi modal hidup bagi kita semua yang disampaikan Muhammad kepada umatnya. Ibnu Kasir menjelaskan, yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah melaksanakan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya serta menjaga waktu waktunya”. Menegakan shalat juga berarti mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dibalik simbol gerakan dan bacaan dalam shalat, seperti keikhlasan, disiplin dan tawadhu. Inilah yang perlu ditegakan dalam kehidupan sehari-hari.69 Perbuatan yang makruf adalah perbuatan baik menurut garis agama (syara) dan akal serta diterima baik oleh masyarakat. Sedangkan perbuatan munkar adalah perbuatan maksiat yang diharamkan menurut agama (syara), tercela menurut penilaian akal, dimarahi Allah, tidak diterima baik oleh masyarakat, serta diancam dengan siksaan neraka. 70 Pembinaan ketaatan beribadah pada anak di mulai dari dalam keluarga. Anak yang masih kecil kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan shalat, meniru orang tuanya, kendatipun ia tidak mengerti apa yang 68

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655 Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir…, h. 792 70 Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam…h. 190 69

50

dilakukannya itu. Pengalaman keagamaan yang menarik bagi anak di antaranya shalat berjamaah, lebih-lebih lagi bila ia ikut shalat di dalam shaf bersama orang dewasa. Di samping itu anak senang melihat dan berada di dalam tempat ibadah (masjid, mushalla,surau dan sebagainya) yang bagus rapi dan di hiasi dengan lukisan atau tulisan yang indah.71 Pengalaman yang tidak mudah lupa dilupakan oleh anak, suasana shalat tarawih pada bulan ramadhan di masjid tempat tinggal dan shalat hari raya, dimana ia berpakaian baru bersama teman-temannya, orang tuanya dan orang banyak yang tampak bergembira. Pada bulan Ramadhan anak-anak senang ikut berpuasa dengan orang tuanya, walaupun ia belum kuat untuk melaksanakan ibadah puasa itu seharian penuh, kegembiraan yang dirasakannya karena dapat berbuka bersama dengan ibu bapak dan seluruh anggota keluarga. Semua pengalaman keagamaan tersebut merupakan unsur-unsur positif di dalam pembentukan kepribadiannya yang sedang tumbuh dan berkembang. Masa kanak-kanak bukan merupakan suatu masa pembebanan atau pemberian kewajiban, akan tetapi merupakan suatu masa persiapan, latihan dan pembiasaan untuk menyambut masa pembebanan kewajiban ketika ia telah baligh nanti. Dengan demikian pelaksanaan kewajiban nantinya akan terasa mudah dan ringan, disamping juga sudah memiliki kesiapan yang matang dalam mengarungi kehidupan dengan penuh keyakinan. Rasulullah SAW memberikan kabar gembira yang besar kepada anak-anak yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah. Imam Thabrani meriwayatkan dari Abu Umammah ra. Bahwa ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

‫ ﺑﻦ‬‫ﻔﹶﺮ‬‫ﻌ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ ﺣ‬،‫ﺎﻧﹺﻲ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﳊ‬‫ﻲ‬‫ﻳﺤ‬ ‫ﺎ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ ﺣ‬،‫ﺮﹺﻱ‬‫ﺴﺘ‬‫ ﺍﻟﺘ‬‫ﺎﻕ‬‫ﺤ‬‫ ﺑﻦ ﺇﺳ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺍﳊﹸﺴ‬‫ﺛﹶﻨ‬‫ﺪ‬‫ﺣ‬ ‫ﻮﻝﹸ‬‫ﺳ‬‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ ﺭ‬:‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬،‫ﺔ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﻋﻦ ﺃﰊ ﺃﻣ‬،‫ﻝﹴ‬‫ﻮ‬‫ﻜﹾﺤ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬،ّ‫ﺎﻣﻲﹺ‬‫ ﺍﻟﺸ‬‫ﺎﻥ‬‫ﻨ‬‫ ﺃﰊ ﺳ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬،‫ﺎﻥﹶ‬‫ﻠﹶﻴﻤ‬‫ﺳ‬ 71

Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, h. 61

51

‫ﻄﺎ ﻩ‬‫ ﺃﻋ‬‫ﻮﺕ‬‫ﻳﻤ‬ ‫ﱴ‬‫ ﺍﷲِ ﺣ‬‫ﺓ‬‫ﺎﺩ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹶﻰ ﻋ‬‫ﺄ ﻋ‬‫ﺸ‬‫ ﻧ‬‫ﺊ‬‫ﺎﺷ‬‫ﺎ ﻧ‬‫ﻳﻤ‬‫ "ﺃ‬:‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﺍﷲِ ﺻ‬ ."‫ ﻳﻘﺎ‬‫ ﺻﺪ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺔ‬‫ﻌ‬‫ﺴ‬‫ ﺗ‬‫ﺍﷲُ ﺃﺟﺮ‬ “Tidaklah seorang anak yang tumbuh dalam ibadah sampai ajal menyemputnya melainkan Allah akan memberikan pahala kepadanya serta dengan sembilan puluh sembilan Shiddiq (orang yang benar/jujur)”. Oleh karena itu orang tua harus memiliki peran yang utama dan dominan terhadap anak dalam persiapan memasuki usia baligh dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang ibadah sebagai tujuan penciptaan manusia.

3. Pendidikan Akhlak Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah-satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam salah-satu haditsnya beliau menegaskan:

 ْ‫ﺜﹾـ‬‫ﻌ‬‫ﺄﹶ ﺑ‬‫ﻤ‬‫ﻧ‬‫ﺍ‬ ‫ﻼﹶ ﻕﹺ‬‫ ﺍ ﻟﹾﺎﹶ ﺧ‬‫ﻜﹶﺎ ﺭﹺ ﻡ‬‫ ﻣ‬‫ﻢ‬‫ﻤ‬‫ﺄﹸ ﺗ‬‫ﺖ ﻟ‬ “Hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan akhlak ini dapat pula dilihat dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia, lahir dan bathin. Cara yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak adalah dengan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara kontinyu. Berkenaan dengan itu pada dasarnya manusia dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan dan melalui keteladanan.

52

Prof. Dr. Jalaludin mengaitkan akhlak dengan kepribadian Muslim, Menurutnya, kepribadian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan tingkah laku sebagai muslim, baik yang ditampilkan dalam tingkah laku lahiriah maupun batiniah. Tingkah laku lahiriah seperti cara berkata-kata, berjalan, makan, minum, berhadapan dengan teman, orang tua, teman sejawat, sanak family dan lain-lainnya. Sedangkan sikap batin seperti sabar, tekun, disiplin, jujur, amanat, ikhlas, toleran, dan berbagai sikap terpuji lainnya sebagai cermin dari akhlaqul al-karimah.72 Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi, dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya mengatakan jangan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan-santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang lestari. Pendekatan itu tidak akan sukses, melainkan jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.73 Tujuan pendidikan akhlak dalam Islam itu untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci.74 Tujuan akhlak hendak menciptakan manusia sebagai mahluk yang tinggi dan sempurna dan membedakannya dari mahluk-mahluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik terhadap manusia, sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah pendidikan yang terpenting dalam Islam. Karena dengan akhlak yang baik akan menjadikan kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Dan pendidikan akhlak sebaiknya dilakukan sejak kecil dengan cara 72

Jalaludin, Teologi Pendidikan , (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002), cet. Ke-2, h.

73

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), cet. ke-6,

74

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,… h.109

194-195 h. 165

53

pembiasaan dan pemberian teladan secara berkesinambungan agar dapat melekat pada diri anak hingga dewasa. Akhlak adalah implementasi dari iman dalam bentuk perilaku. Diantara contoh akhlak yang diajarkan oleh Luqman kepada anaknya adalah: a. Akhlak terhadap kedua ibu-bapak. Dengan berbuat baik kepada keduanya, dan diingatkan Allah bagaimana susah dan payahnya ibu mengandung dan menyusukan anak sampai umur dua tahun. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT. (Qs. Al-Luqman:14).

È÷tΒ%tæ ’Îû …çµè=≈|ÁÏùuρ 9÷δuρ 4’n?tã $—Ζ÷δuρ …絕Βé& çµ÷Fn=uΗxq ϵ÷ƒy‰Ï9≡uθÎ/ z≈|¡ΣM}$# $uΖøŠ¢¹uρuρ ∩⊇⊆∪ 玍ÅÁyϑø9$# ¥’n<Î) y7÷ƒy‰Ï9≡uθÎ9uρ ’Í< öà6ô©$# Èβr& “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman: 14)75

Bahkan anak harus tetap hormat dan memperlakukan kedua orang tuanya dengan baik, kendatipun mereka mempersekutukan Tuhan, hanya dilarang adalah mengikuti ajakan mereka untuk meninggalkan imantauhid. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt, Qs. Al-Luqman:15.

( $yϑßγ÷èÏÜè? Ÿξsù ÖΝù=Ïæ ϵÎ/ y7s9 }§øŠs9 $tΒ ’Î1 š‚͍ô±è@ βr& #’n?tã š‚#y‰yγ≈y_ βÎ)ρu ¥’n<Î) ¢ΟèO 4 ¥’n<Î) z>$tΡr& ôtΒ Ÿ≅‹Î6y™ ôìÎ7¨?$#uρ ( $]ùρã÷ètΒ $u‹÷Ρ‘‰9$# ’Îû $yϑßγö6Ïm$|¹uρ

∩⊇∈∪ tβθè=yϑ÷ès? óΟçFΖä. $yϑÎ/ Νà6ã∞Îm;tΡé'sù öΝä3ãèÅ_ötΒ “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di 75

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

54

dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”. (QS. Luqman: 15)76 Dari uraian tersebut jelas dipahami bahwa seburuk apapun tingkah laku yang diperbuat oleh orang tua, sebagai anak harus tetap menghormati orang tua. Karena beliaulah yang telah melahirkan dan mendidik anakanaknya. Beberapa hal pula yang harus dilakukan oleh orang tua guna pelaksanaan pendidikan akhlak dalam keluarga, yaitu diantaranya: 1) Menanamkan akidah yang sehat 2) Latihan beribadah 3) Mengajarkan kepada anak sesuatu yang halal dan yang haram 4) Belajar 5) Hukuman 6) Persahabatan orang tua dan anak 7) Membiasakan anak meminta izin 8) Adil terhadap anak-anak 9) Saling menopang keluarga 10) Membantu anak yatim.77

Dengan pembiasaan dan keteladanan sikap-sikap tersebut akan membentuk akhlak anak menjadi akhlak al-karimah. Sehingga sifat dan sikap yang telah tertanam sejak kecil akan terus melekat dalam dirinya dan akan terus menjadi kebiasan yang akan ia lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu agar pelaksanaan pendidikan dilingkungan keluarga dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua:

76

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654 Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), cet. ke-2, h. 125-148. 77

55

1) Usahakan terciptanya suasana yang baik dan harmonis dalam lingkungan keluarga, yaitu suasana kasih sayang, tolong menolong antara anggota keluarga sehingga tercipta suasana rasa tentram dan bahagia penuh kegembiraan. 2) Tiap-tiap anggota keluarga harus berpegang pada hak dan tugas kewajibannya masing-masing. 3) Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga harus mengetahui dan memahami tabiat dan sifat-sifat anak. 4) Hindarkan segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan atau perkembangan jiwa si anak. 5) Biarkan anak bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya di lingkungan keluarga.78 Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah di uraikan di atas, orang tua dapat memetik dari hasil pembinaan akhlak, yakni terhindarnya anak-anak dari tabiat-tabiat tercela dan sebagai langkah penanggulangan terhadap timbulnya kenakalan remaja. Dengan demikian pembinaan akhlak menurut Ibnu Maskawih dapat memberi sumbangan positif bagi ketentraman dan keamanan masyarakat dari kejahatan pada umumnya, terutama gangguan kenakalan remaja. Sebab pada hakikatnya penjahat yang sudah dewasa merupakan perkembangan lebih lanjut dari kebiasaan melakukan kejahatan di waktu kecil.79 Dengan pembinaan akhlak dari kecil yang ditanamkan oleh orang tua, akan menjadikan anak berbudipekerti luhur yang tidak hanya ditujukan kepada orang tuanya saja, melainkan juga kepada orang tua lainnya. b. Akhlak terhadap orang lain.

78

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Press, 2005), h.26. Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-2, h. 149. 79

56

Selain penanaman akhlak terhadap kedua orang tua, pendidikan akhlak dalam keluarga juga perlu menanamkan akhlak terhadap orang lain. Akhlak terhadap orang lain, mencakup adab, sopan santun dalam bergaul, tidak sombong dan tidak angkuh, serta berjalan sederhana dan bersuara lembut.80 Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt, Qs. Al-Luqman:1819

=Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( $—mttΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû Ä·ôϑs? Ÿωuρ Ĩ$¨Ζ=Ï9 š‚£‰s{ öÏiè|Áè? Ÿωuρ ts3Ρr& ¨βÎ) 4 y7Ï?öθ|¹ ÏΒ ôÙàÒøî$#uρ šÍ‹ô±tΒ ’Îû ô‰ÅÁø%$#uρ ∩⊇∇∪ 9‘θã‚sù 5Α$tFøƒèΧ ¨≅ä. ∩⊇∪ ΎÏϑptø:$# ßNöθ|Ás9 ÏN≡uθô¹F{$# “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburukburuk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman: 18-19)81

Pendidikan akhlak di dalam keluarga dilaksanakan dengan contoh dan teladan dari orang tua. Perilaku dan sopan santun orang dalam berhubungan dan pergaulan antara ibu dan bapak, perlakuan orang tua terhadap anak-anak mereka, dan perlakuan orang tua terhadap orang lain di dalam lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat akan menjadi teladan bagi anak-anak.82 Bila kedua orang tuanya memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, niscaya anak-anaknya pun akan memiliki hubungan yang baik pula. Hal ini dikarenakan anak-anak pada masa-masa tertentu masih mengikuti ataupun mengimitasi hal-hal yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Oleh karena itulah, orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. 80 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. Ke-2, h. 59. 81 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655 82 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, h. 59-60.

57

c. Akhlak dalam penampilan diri. Selain harus memperhatikan pembinaan akhlak terhadap orang tua dan orang lain, orang tua juga tidak boleh mengabaikan pembinaan akhlak yang harus dilakukan oleh seorang anak terhadap penampilan dirinya sendiri. Hendaknya orang tua memberikan contoh dalam berpakaian yang sesuai dengan aturan agama, yaitu menutup aurat dan tidak berlebihlebihan dalam berpakaian maupun berpenampilan. Karena sesuatu yang berlebih-lebihan itu di larang dalam agama, pernyataan ini dijelaskan dalam firman Allah swt, Qs. Al-Isra: 26.

#—ƒÉ‹ö7s? ö‘Éj‹t7è? Ÿωuρ È≅‹Î6¡¡9$# tø⌠$#uρ tÅ3ó¡Ïϑø9$#uρ …絤)ym 4’n1öà)ø9$# #sŒ ÏN#uuρ ∩⊄∉∪ “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan

haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”. (QS. Luqman: 26)83 Dalam ayat di atas telah dijelaskan bahwa janganlah menghamburhamburkan harta untuk hal-hal yang tidak terlalu dibutuhkan. Dari ayat tersebut pula orang tua dapat menerangkan kepada anak-anak agar tidak berlebih-lebihan dalam berpenampilan. Dan sebaiknya uang yang berlebih dapat disumbangkan

kepada saudara-saudara seiman

yang

lebih

membutuhkan, hal ini juga dapat menanamkan sifat dermawan dan pembiasaan beramal kepada diri anak. Pendidikan akhlak dengan cara

mempergunakan petunjuk,

tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya sesuatu, menjelaskan hal-hal yang manfaat dan yang tidak, menuntun yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela. Dapat lebih efektif dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya sejak usia dini, dikarenakan anak-anak pada

83

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 654

58

usia tersebut masih sangat mengidolakan kedua orang tuanya. Sehingga mereka masih mengikuti dan menirukan apa yang dikatakan dan diperbuat oleh kedua orang tuanya. Selain itu, wasiat-wasiat yang baik dalam bidang pendidikan akhlak anak-anak dapat disebutkan sebagai berikut: 1) Sopan-santun adalah warisan yang terbaik 2) Budi-pekerti yang baik adalah teman yang sejati 3) Mencapai kata mufakat adalah pimpinan yang terbaik 4) Ijtihad adalah perdagangan yang menguntungkan 5) Akal adalah harta yang paling bermanfaat 6) Tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan 7) Tidak ada kawan yang lebih buruk dari mengagungkan diri sendiri.84 Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak dalam keluarga harus dimulai sejak kecil, dikarenakan anak masih menirukan dan mengikuti apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya, oleh sebab itulah orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Oleh karenanya pendidikan dan pembinaan akhlak yang dilakukan sejak dini lebih efektif jika dibandingkan melakukan pendidikan dan pembinaan akhlak ketika anak sudah memasuki usia remaja. Keluarga juga perlu menciptakan suasana yang nyaman dan tentram bagi anak-anaknya agar pembinaan akhlak dapat terlaksana dan terwujud dengan baik. Pendidikan akhlak dalam keluargapun tidak hanya mencakup akhlak anak terhadap orang tua, akhlak anak terhadap orang

84

Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 111

59

lain, melainkan pula akhlak terhadap penampilan dirinya sendiri. Dengan tiga pendidikan akhlak yang ditanamkan oleh keluarga inilah, diharapkan agar terwujudnya anak-anak yang berakhlak mulia hingga mereka dewasa, tidak hanya dilingkungan keluarganya saja juga di lingkungan masyarakat tempat mereka bergaul dan berkehidupan. C. Upaya-upaya Keluarga Muslim Dalam Menumbuhkan Pendidikan Agama Islam Pada Anak Sebagaimana dikatakan Hj. Mufidah tentang keluarga yaitu “sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya”.85 Jadi keluarga disini berfungsi sebagai wadah pembinaan anak-anak. Karena masa kanak-kanak manusia berlangsung lebih lama di bandingkan makhluk lainnya. Itu karena fase kanak-kanak manusia merupakan tahapan persiapan, pembinaan dan penggemblengan agar mereka sanggup memainkan peran yang di bebankan kepadanya dalam fase berikutnya, karena itu kebutuhan kanak-kanak akan kedekatan kepada orang tuanya adalah lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan anak-anak binatang. Keluarga yang mapan, tenang, dan nyaman merupakan sarana pembinaan terbaik. Kaluarga yang demikian telah mampu membesarkan manusia yang sanggup memainkan perannya dalam kehidupan ini. Pendidikan dan Pembinaan anak dalam keluarga berbeda dengan pendidikan diluar keluarga. Diluar keluarga bisa-bisa si anak malah tersesat pada lingkungan yang tidak kondusif dan tidak patut pembinaan dan penyiapan mereka. Islam membangun system keluarga diatas asas yang kuat, cermat dan berangkat dari realitas kehidupan. Aturan yang ditawarkannya menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang di kandungnya serta keserasiannya yang dalam dengan fitrah manusia. Kita dapat dengan mudah menemukan ayat-ayat Al-Quran yang berisi aturan-aturan dan 85

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender…, h. 37

60

sendi-sendi yang merupakan pilar penopang bagi terbinanya sebuah keluarga ideal. Al-quran membangun sebuah keluarga yang kuat untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sanggup memelihara aturan-aturan Allah dalam kehidupan seorang muslim harus mempersiapkan pengabdiaanya ditengah masyarakat dalam lingkunagn keluarga. Didalamnya dia dipersiapkan dan di gembleng sedemikan rupa agar sanggup mengurangi kehidupan di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu Islam lebih intens memperhatikan keluarga membinanya diatas asas yang kokoh sejalan dengan tuntunan fitrah dasar, serta menjaganya agar tidak ternoda oleh kekejian dan kecendrungan untuk meremehkan hal-hal yang di larang agama. Adapun upaya-upaya yang dilakukan keluarga dalam hal menanamkan pendidikan keagamaan bagi anak, penulis membatasi dalam hal sebagai berikut: 1. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Anak. Anak yang baik merupakan harapan bagi setiap orang tuanya. Untuk menjadi anak yang baik, Islam memiliki tuntunan tersendiri dengan berdasarkan Al-Quran, Hadits, atau Sunnah Rasulullah SAW, dan kebijakan para ulama: Diantara tuntunan yang ada penulis hanya memilih beberapa hal yang paling esensi, antara lain: a. Nilai Tauhid Nilai tauhid merupakan nilai yang sangat utama dalam pendidikan Islam, nilai ini mutlak di miliki oleh setiap umat Islam dan di jadiakan landasan keimanan untuk mengakui keesaan sang maha pencipta, karena utamanya Allah menurunkan ayat nya dalam surat Al-Ikhlas untuk melihat keberadaan Allah SWT. Rasulullah SAW menganjurkan agar setiap anak yang baru saja dilahirkan, hendaklah di perdengarkan kalimat tauhid dengan suara azan dan

61

Iqamat.86 Dengan demikian seorang anak ketika ia di lahirkan akan mendapatkan lantunan kalimat yang menyatakan kebesaran Allah dan kesaksian Islam. Azan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat dan maksud yang sangat agung di hati kedua orang tua anak tersebut.87 . hal ini dilakukan agar suara pertama kali yang didengar dan direkam dalam memori anak tidak lain hanyalah kalimahkalimah yang indah atau thayyibah, yang memuat pengagungan dan mengesakan Allah, pengakuan kerasulan Muahammad serta ajakan shalat agar anak menjadi orang yang beruntung. Bagi anak usia sekolah penanaman nilai tauhid merupakan landasan keimanan agar kelak dapat terhindar dari penyimpangan aqidah Islam, misalnya sirik. Dan upaya agar nilai tersebut dapat mengena dihati anak, baik sekali jika penanaman nilai tauhid ini dikaitan dengan bentuk realita. Misalnya dengan menunjukan keEsaan Allah SWT, membiasakan anak meminta atau berdoa hanya kepada-nya. Hal ini diarahkan agar anak menyadari akan hakikat kehidupan di dunia. Menanamkan kalimat Tauhid kepada anak sangat penting sebab kalimat tauhid merupakan fondasi pertama dalam ajaran Islam, sehingga siapa saja yang mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh keikhlasan (bebas dari berbagai kepentingan ataupun rekayasa spiritual), maka akan dipastikan ia akan masuk surga. Sebab kalimat tersebut mampu melenyapkan, membebaskan dan membersihkan pikiran kita dari berbagai kebimbangan dan keragu-keraguan yang tidak beralasan. Pada saat yang bersamaan akan membantu akal untuk merenungkan sang khalik melalui ayat-ayat seluruh ciptaannya yang bertebaran dijagat raya ini.

86 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2207). Cet. Ke-9, h. 137 87 Syekh Muhammad Jamaludin Mahfuzh, psikologi anak dan remaja muslim. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 2001). Cet-ke 1, h. 125

62

Para keluarga muslim, di berbagai kesempatan (bersama anak-anak) harus terus mengupayakan membaca dan menanamkan kalimat tauhid kepada anak-anaknya, disamping berupaya untuk menciptakan

semacam

keterikatan

antara

mereka

dengan

penciptanya. Dengan semangat dan upaya tersebut pelan-pelan namun pasti, mereka akan melebur dengan kalimat tersebut sehingga mereka mudah mengamalkan lainnya. b. Membina rasa cinta kepada Allah Setiap anak mempunyai permasalahan sendiri-sendiri baik yang berkaitan dengan masalah psikologi, sosial, ekonomi, maupun masalah pendidikan. Yaitu seperti masalah dalam perkembangan jiwa anak atau mental, masalah dalam lingkungan bermain yang terkadang anak sulit untuk membuka diri untuk bersosialisasi, masalah dalam ekonomi keluarga yang kurang ketika ia ingin memperoleh sesuatu anak sulit untuk mendapatnya karna faktor keluarga yang kurang akan ekonomi. Dan terakhir masalah dalam pendidikan berkaitan dengan masalah ekonomi yang kurang banyak anak yang ingin bersekolah tapi karena faktor ekonomi membuat anak putus dalam

pendidikannya

Permasalahan-permasalahan

tersebut berbeda antara anak dengan yang satu dengan yang lainnya. Seorang

anak

terkadang

ada

yang

dapat

mengungkapkan

permasalahan-permasalahannya dengan penuh perasaan, namun sebagian yang lain tidak demikian. Oleh karena itu orang tua harus mempunyai cara untuk meringankan beban deritanya. Dengan cara orang tua menanamkan kecintaan kepada Allah, memohon pertolongan dari-Nya, selalu merasa diawasi, dan beriman kepada Allah. Jika seseorang anak telah memahami hal tersebut dengan baik maka ia akan dapat menyelesaikan permasalahn-permasalahan dalam kehidupannya.

63

Sebagai hamba yang selalu mengingat Allah, Luqman berwasiat kepada putranya agar menyadari keberadaan Allah. Allah berfirman dalam surat Al-Luqman ayat 16 yaitu :

’Îû ÷ρr& >οt÷‚|¹ ’Îû ä3tFsù 5ΑyŠöyz ôÏiΒ 7π¬6ym tΑ$s)÷WÏΒ à7s? βÎ) !$pκ¨ΞÎ) ¢o_ç6≈tƒ ∩⊇∉∪ ׎Î7yz ì#‹ÏÜs9 ©!$# ¨βÎ) 4 ª!$# $pκÍ5 ÏNù'tƒ ÇÚö‘F{$# ’Îû ÷ρ&r ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# “Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus.” (QS. Luqman: 16)88 Di dalam tafsir Ibn Katsir, beliau mengatakan bahwa sesungguhnya walaupun ia seberat biji sawi. Maksudnya jika kezaliman atau kesalahan itu seberat biji sawi, niscaya Allah akan menampilkannya pada hari kiamat lalu membalasnya. Jika yang seberat biji sawi itu kebaikan maka dibalas dengan kebaikan dan bila berupa keburukan maka dibalas dengan

keburukan pula.

Sesungguhnya Allah maha halus lagi maha mengetahui.89 Dengan menyadari bahwa Allah adalah zat yang maha halus dan maha mengetahui segala sesuatu, manusia akan menyadari bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah. Kecerdasan seperti ini perlu ditanamkan sejak dini kepada anak sehingga ia memiliki etika otonom, yaitu etika yang berangkat dari kesadaran bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah. c. Mengajarkan sesuatu yang Halal dan yang Haram Orang tua diwajibkan mengajarkan yang halal dan haram kepada anak. Seperti halnya memakan makanan yang halal yang dibolehkan untuk dimakan oleh anak dalam syariat Islam. Dan cara memberikan makanan yang halal juga berdampak dari bagaimana keluarga memberikan makanan yang halal dari hasil uang yang halal 88 89

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 655 Muhammad Nasib Ar-rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir…, h. 792

64

pula. Jadi orang tua pula harus bisa memberikan suatu yang terbaik dalam keluarga yaitu terutama kepada anak. Dan mengajarkan yang haram yaitu tidak boleh memakan dan meminum makanan yang dilarang dalam agama seperti, anjing, babi, minuman-minuman keras yang dapat memabukan dan semua yang dilarang dalam islam. Dan bukan hanya makanan dan minuman yang haram yag tidak boleh dilakukan oleh seorang anak tetapi perbuatan yang tidak baik seperti mencuri dan mengambil barang bukan hak sipemilik, ini pula diharamkan untuk dilakukan. Maka keluarga wajib untuk mengajarkan kepada anak hal yang halal dan haram yang baik untuk anak yang bisa membawa mereka kedalam hidup yang baik. Disinilah keluarga berperan penting di dalam menentukan nilai Tauhid yang ditanamkan dalam keluarga.

2. Pembinaan Ibadah Pada Anak a. Membiasakan Shalat Sejak dini seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya, dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal. Dengan membiasakan shalat sejak anak balita, kelak besar ia akan rajin. Cahaya shalatpun akan lekat di hatinya, sehingga shalat selain menjadi kewajiban juga menjadi kebutuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT demi memperoleh kebahagiaan diakhirat. Islam

menekankan

kepada

kaum

muslimin

untuk

memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun.90 Dalam kehidupan di duniapun insya Allah ia akan terhindar dari perbuatan-perbuatan munkar, karena fungsi shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Demikian sebuah jaminan Allah bagi orang-orang yang selalu mengerjakan shalat. 90

Syekh Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim…, h.128

65

Di sinilah perlunya peran orang tua dalam pembinaan ibadah (khususnya shalat) pada anak. Sebagai ayah-pendidik, luqman selalu mengarahkan dan menasehati putranya tentang ibadah shalat dan kebaikan, sebagaimana firmannya, “Hai anakkku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar...”(QS-Luqman: 17) Cara sederhana untuk membiasakan anak melakukan shalat dapat di lakukan dengan mengajaknya shalat berjamaah, baik dirumah maupun dimasjid. Sebelum shalat akan lebih baik jika dia di ajari dan di biasakan berwudhu. Karena fungsi wudhu sebagai penentu sahnya shalat juga perlu di tanamkan dalam hatinya walaupun ia masih belum di wajibkan untuk melakukannya. Mengingat shalat adalah penyangga tegaknya agama, maka setidaknya anak-anak terlatih dan terbiasa mengerjakan shalat. Yaitu menyuruh mengerjakan shalat. Langkah ini bisa dengan mengajak mereka agar ikut berdiri di samping ayah dan ibunya, ketika keduanya sedang shalat dirumah. Tahap ini dimulai pada usia sekitar dua tahun yaitu saat mereka sudah mulai mengenal arah kiri dan kanan atau pada saat mereka sudah mulai mengenal sesuatu yang ada di sekeliling mereka. Hal ini tergantung kepada potendi intelektual masing-masing b. Mengajari Membaca Al-Quran Islam menaruh perhatian khusus dan istimewa terhadap pendidikan Al-Quran untuk anak-anak, melalui membaca hingga menghafalkannya. Dengan Al-Quran lidah mereka akan menjadi lincah, jiwa-jiwa mereka akan berkembang dengan subur, hati mereka akan memiliki daya konsentrasi (khusuk) yang tinggi dan pada akhirnya kualitas keimanan yang tinggi akan benar-benar mengakar dalam jiwa mereka sejak mereka masih dalam jiwa kanakkanak. Selain membaca sangat penting anak di ajari menghafal suratsurat pendek seperti surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-falaq, An-Nas,

66

dan Al-Kautsar, serta surat-surat pendek yang mudah di hafalkan. Akan lebih bermakna dan memiliki nilai yang tinggi jika semua itu di jelaskan artinya sesuai dengan kemampuan berfikir anak, karena dengan penjelasan ini anak akan memahami apa yang di maksudkanNya, serta mengerti maksud doa yang diucapkannya. Dengan demikian keikhlasan mengajari anak membaca AlQuran, buahnya akan dapat dirasakan di hari kemudian, karena ilmu yang di berikan akan memberi manfaat bagi yang di ajarinya. c. Melatih berpuasa Puasa termaksud rangkaian ibadah wajib. Melatih anak-anak berpuasa berarti mengajak mereka melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh Allah, sehingga ketika mereka sampai pada usia taklif, mereka sanggup mengerjakan ibadah puasa. Sebaliknya apabila mereka tidak dilatih dan dibiasakan mengerjakan ibadah puasa maka ketika mereka memasuki usia taklif akan merasakan kesulitan untuk melaksanakannya Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah:

šÏ%©!$# ’n?tã |=ÏGä. $yϑx. ãΠ$u‹Å_Á9$# ãΝà6ø‹n=tæ |=ÏGä. (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ ∩⊇∇⊂∪ tβθà)−Gs? öΝä3ª=yès9 öΝà6Î=ö7s% ÏΒ “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu

berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS.Al-Baqarah: 183)91

Jadi, dalam sebuah rumah tangga orang tua harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Dengan mengkondisikan mereka dalam suasana beribadah, dan akan menimbulkan dampak psikologis yang sangat besar di dalam diri anak

91

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h44

67

3. Menanamkan Nilai Moral Pada Anak Istilah moral berasal dari bahasa latin ‘mos’ yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Nilai-nilai moral itu seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertipan dan keamanan larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya.92 Selanjutnya

istilah

moral

lebih

sering

digunakan

untuk

menunjukan kode tingkah laku dari individu atau kelompok, seperti apabila seseorang membicarakan tentang moral orang lain. Di sini moral sama artinya dengan kata dalam bahasa Yunani ethos dan kata latin mores (Runes: 1977:202). Moral adalah hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya atau baik tidaknya tindakan manusia.93 Jadi penulis dapat simpulkan bahwa tingkah laku yang bermoral artinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara atau adat yang ada dalam suatu kelompok. Nilai-nilai moral bukanlah sesuatu yang sudah ada, tetapi hendaklah ini harus ditanamkan sejak dini, dengan cara anak harus diajarkan bertingkah laku yang sesuai dengan apa yang menjadi norma-norma yang berlaku. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa: “pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua yang mulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral yang ditirunya oleh orang tua dan mendapat latihan-latihan untuk itu”.94

92 93

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja…. h. 132 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: PT Bumi Aksara 2008). Cet. Ke-

94

Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; Bulan Bintang, 1996). Cet. Ke-13, h. 83

2. h. 27

68

Segala sesuatu yang dilakukan keluarga atau orang tua kepada anak merupakan pembinaan kebiasaan pada anak yang akan tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari (Moral Behavior). Dengan kata lain, setiap pengalaman anak baik yang diterima melalui penglihatan, pendengaran, atau perlakuan terhadap anak pada waktu kecil akan merupakan pembinaan kebiasaan yang tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari. Tingkah laku anak tidak hanya dipengaruhi oleh bagaimana sikap orang-orang yang berada di dalam rumah, melainkan juga bagaimana sikap orang-orang yang berada di luar rumah atau masyarakat dalam mengadakan atau melakukan hubungan social antar sesamanya. Dalam hal ini orang tua mempunyai peranan penting untuk mengetahui apa yang dibutuhkan anak dalam rangka perkembangan nilai-nilai moral serta bagaimana orang tua dapat mempengaruhi hal tersebut. Sebagai orang tua untuk dapat mengarahkan nilai-nilai moral pada anak dengan baik, maka tidak terlepas dari pada peranan agama dalam pembinaan nilai moral itu. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat bahwa “agama mempunyai peranan penting karena nilai-nilai moral yang datang dari agama tetap tidak berubah oleh waktu dan tempat”.95 Karena

itu

agama

mempunyai

peranan

penting

dalam

mengendalikan moral seseorang, sehingga ia dapat melakukan sesuatu atau bertingkah laku dan berbudi pekerti yang baik yang sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat, dengan kata lain sesuai dengan kelompok social yang ada di sekeliling mereka.

4. Membina Kepribadian Anak Kepribadian itu adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada masa kecil, dan juga 95

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,…, h. 83

69

bawaan seseorang sejak lahir. Sedangkan perbedaannya dengan moral itu adalah tingkah laku anak itu sendiri untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma Dalam hal menanamkan kepribadian yang baik kepada anak, keluarga merupakan salah satu wadah untuk anak dapat memiliki kepribadian yang baik tersebut. Di mana suasana dan iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian

anak. Seorang anak

yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian dan bimbingan

dalam

kehidupan

berkeluarga,

maka

perkembangan

kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya. Lebih

lanjut

D.

Marimba

menjelaskan

proses-proses

pembentukan kepribadian terdiri atas tiga taraf, yaitu: 1) Pembiasaan; pembiasaan-pembiasaan ini bertujuan membentuk aspek kejasmanian dan kepribadian. Caranya dengan mengontrol dan mempergunakan tenaga-tenaga kejasmanian dan kejiwaan. Misalnya, dengan jalan mengontol gerakan-gerakan anak-anak dalam gerakan shalat, dengan membiasakan ucapan do’a dalam shalat. 2) Pembentukan pengertian, sikap, dan minat; dengan adanya pengertian akan terbentuklah pendirian sikap dan pandanganpandangan mengenai hal-hal tersebut misalnya, menjauhi dengki, menepati janji dan sebagainya. 3) Pembentukan

kerohanian

yang

luhur;

menanamkan kepercayaan yang terdiri atas: a) Iman akan Allah

70

pembentukan

ini

b) Iman akan Malaikat-malaikatNya. c) Iman akan Kitab-kitabNya. d) Iman akan Rasul-rasulNya. e) Iman akan Qadha dan Qadhar. f) Iman akan hari akhir. 96

Pembentukan atau pembina kepribadian itu berlangsung secara berangsur-angsur, bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan sesuatu yang berkembang. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses. Akhir dari perkembangan itu apabila berjalan dengan baik. Maka, akan menghasilkan suatu kepribadian yang matang dan harmonis. Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, baik sejak masih dalam kandungan ibunya maupun dalam masa kanak-kanak. Anak mulai mengenal Agama melalui orang tua dan lingkungannya. Kata-kata, sikap, tindakan serta perhatian orang tua sangat mempengaruhi perkembangan keagamaan dan kepribadian anak. Dalam hal ini pembinaan kepribadian itu tidak terlepas dari pendidikan agama, karena Agama adalah sebagai landasan untuk membentuk kepribadian. Setiap orang tua tentunya ingin anaknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji. Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan baik formal maupun informal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik melalui pengliatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan pembinaan kepribadiannya. Orang tua terutama ibu adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian, sikap, dan cara hidup orang tua merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan dapat menentukan dalam pribadi anak yang sedang berkembang tersebut.

96

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h. 76-80

71

5. Menanamkan Intelektual pada anak Istilah intelek berarti kekuatan mental yang menyebabkan manusia dapat berpikir aktivitas yang berkenaan dengan proses berfikir, atau kecakapan yang tinggi untuk berfikir.97 Islam adalah sebuah agama, mengatur kehidupan manusia untuk mencapai di dunia dan di akhirat. Untuk mencapai kesejahteraan itu, manusia selain dibekali dengan akal pikiran (intellect) juga diberikan wahyu yang berfungsi untuk membimbing perjalan hidupnya. Islam memberikan penghargaan yang tertinggi terhadap akal. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi yang menganjurkan dan mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya dan banyak berpikir guna mengembangkan intelektualnya.98 Antara lain ayat yang berbunyi :

ÉL©9$# Å7ù=àø9$#uρ Í‘$yγ¨Ψ9$#uρ È≅øŠ©9$# É#≈n=ÏG÷z$#uρ ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# È,ù=yz ’Îû ¨βÎ) &!$¨Β ÏΒ Ï!$yϑ¡¡9$# zÏΒ ª!$# tΑt“Ρr& !$tΒuρ }¨$¨Ζ9$# ßìxΖtƒ $yϑÎ/ ̍óst7ø9$# ’Îû “̍øgrB Ëx≈tƒÌh9$# É#ƒÎŽóÇs?uρ 7π−/!#yŠ Èe≅à2 ÏΒ $pκ ŽÏù £]t/uρ $pκÌEöθtΒ y‰÷èt/ uÚö‘F{$# ϵÎ/ $uŠômr'sù ∩⊇∉⊆∪ tβθè=É)÷ètƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ ÇÚö‘F{$#uρ Ï!$yϑ¡¡9$# t÷t/ ̍¤‚|¡ßϑø9$# É>$ys¡¡9$#uρ “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS. Al-Baqarah:164)99

97

Enung Fatimah, Psikologi perkembangan, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 60 Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998) cet, ke. 1, h. 37 99 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya., h 39 98

72

Ayat diatas berbicara tentang ciptaan Tuhan yang ada dalam alam ini. Ia berbicara tentang bulan hari pertama, tentang matahari dan bulan, tentang siang dan malam, tentang bumi dan apa yang dihasilkan bumi. Al-quran juga berbicara tentang langit dan bintang-bintang yang menghiasinya, tentang samudra dengan kapal yang dipergunakan untuk berlayar agar manusia dapat menikmati karunia Tuhan, tentang binatang untuk ternak dan membawa barang-barang, tentang ilmu dan semua cabang-cabangnya yang terdapat dalam alam ini. Al-quran berbicara tentang

semua

itu

dan menyuruh manusia

merenungkan

dan

mempelajarinya, supaya manusia menikmati segala nikmatnya sebagai tanda bersyukur kepada Allah. Kehidupan anak-anak tidak hanya sekedar bermain, tetapi juga menampakkan pola kehidupan yang baru, di mana pendayagunaan kemampuan akalnya mulai kelihatan, seperti anak-anak mampu membaca, menulis, berhitung, dan beradaptasi dengan lingkungan. Upaya-upaya yang dilakukan orang tua dalam mengambangkan daya pikir anak, yaitu: a. Mengembangkan kecerdasan Linguistik-Verbal.100 Kecerdasan linguistic-verbal mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan

ini

secara

kompeten

melalui

kata-kata

untuk

mengungkapkan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca, dan menulis. Kecerdasan ini sangat dihargai dalam dunia modern sekarang, karena orang cendrung untuk menilai orang lain dari cara mereka berbicara dan menulis. Kecerdasan verbal penting bukan hanya untuk keterampilan berkomunikasi melainkan juga penting untuk mengungkapkan pikiran, keinginan dan pendapat seseorang

100

May Lwin, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan, (Jakarta: PT. indeks, 2008). Cet. Ke-2, h. 22

73

Upaya-upaya

yang

di

lakukan

orang

tua

dalam

mengembangkan kecerdasan Lingustik-Verbal meliputi: 1. Memberikan kesempatan untuk bercakap-cakap. 2. Mengajarkan pada anak sukacitanya membaca. 3. Memperdengarkan musik kepada anak-anak. 4.

Bermain permainan kata-kata.

b. Mengembangankan kecerdasan Matematis101 Kecerdasan matematis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan. Anak-anak yang cerdas secara matematis sering tertarik dengan bilangan dan pola dari usia yang sangat muda. Mereka menikmati berhitung dan dengan cepat belajar menambah, mengurangi, mengalikan dan membagi. Selain itu anak-anak yang terampil dalam matematika cepat memahami konsep waktu. Anakanak yang cerdas secara matematis senang melihat pola dalam informasi mereka, dan mereka dapat mengingat bilangan dalam pikiran mereka untuk jangka waktu yang lebih panjang. Ciri-ciri anak kecerdasan matematis adalah, menunjukan rasa ingin tahu mengenai cara kerja sesuatu, menikmati permainan computer, dan menempatkan benda-benda dengan mudah menurut kelompoknya. Upaya-upaya

yang

di

lakukan

orang

tua

dalam

mengembangkan kecerdasan matematis adalah: 1. Memperaktikkan dan mengerjakan soal-soal matematika pada anak. 2. Melakukan

percobaan

dan

mengembangkan

pengertian

mengenai sains. 3. Mengajarkan anak menggunakan komputer. 4. Bermain logika dan permainan strategi.

c. Mengembangkan kecerdasan interpersonal 101

May Lwin, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan,… h. 43

74

Mengembangkan

kecerdasan

interpersonal

adalah

kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang sekitar kita. Kecerdasan

ini

adalah

kemampuan

untuk

memahami

dan

memperkiraan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak. Kecerdasan inilah yang memungkinkan kita untuk membangun kedekatan, pengaruh, pimpinan dan membangun hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan melalui pembinaan dan pengajaran oleh orang tua. Ciri-ciri anak yang interpersonal adalah: anak berteman dan berkenalan dengan sangat mudah, suka berada di sekitar oang lain, ingin tahu terhadap orang lain dan ramah terhadap orang asing, mengalah kepada anak-anak lain, dan mengetahui bagaimana menunggu giliran selama bermain. Upaya-upaya

yang

di

lakukan

orang

tua

dalam

mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak adalah: 1. Memahami perasaan orang lain. 2. berteman dengan baik. 3. Bekerja sama dengan teman-teman 4. Belajar untuk mempercayai orang lain 5. Mengungkapkan kasih sayang pada sesama. 6. Belajar menyelesaikan masalah/perselisihan kemasyarakatan (penyelesaian konflik) d. Membangun kecerdasan intrapersonal Membangun kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Ciri-ciri anak kecerdasan intrapersonal adalah: selalu memanfaatkan waktu berfikir dan merefleksikan apa yang dia lakukan, memiliki kendali diri yang baik misalnya menghindarkan

75

diri dari kemarahan, duduk sendiri beberapa saat untuk berkhayal dan merefleksikan diri Upaya-upaya

yang

di

lakukan

orang

tua

dalam

mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak adalah: 1. Mangajarkan pada anak mengenai keunikan dirinya. 2. Menjalin hubungan dan merenung. 3. Membangun harga diri. 4. Memahami dan mengarahkan emosi. 5. menetapkan dan mencapai tujuan. e. Membangun imajinasi dan cita-cita pada anak, Yaitu upaya mengembangkan imajinasi kepada anak dapat dilakuan dengan mengisahkan biografi atau kisah-kisah kehidupan yang mengandung unsur-unsur tersebut. Ambillah misalnya kisah tentang ibn Sina, al-Ghazali dan tokoh-tokoh lainnya. Mereka ini adalah pada tokoh yang memiliki cita-cita besar, yang sangat baik diceritakan. Kita harus menjelaskan secara logis, bagaimana orangorang tersebut bekerja dan menyelesaikan problemnya. Sebaliknya, usahakan untuk tidak bercerita tentang mitos-mitos, takhayul atau kisah-kisah sejenisnya. Dari berbagai macam kecerdasan diatas bahwasannya kecerdasan itu hanya alat untuk mengukur perpaduan kemampuan seorang anak dalam mengembangkan intelektualnya. Dalam menilai anak peran orang tua sangat penting untuk mengingat bahwasannya semua anak mengembangkan kemampuannya dengan kecepatan yang berbeda-beda. Setiap anak adalah seorang individu yang unik dengan ciri-ciri yang tidak sama, tetapi setiap anak memiliki potensi yang tidak terbatas untuk belajar. Oleh karena itu proses penyatuan iptek dan imtaq harus dilakukan

secara

terus

menerus

dan

sedini

mungkin.

Proses

pembudidayaan iptek dan imtaq dapat di asosiasikan lebih efektif. Apabila ada orang yang memiliki imtaq dan memiliki moralitas yang

76

tinggi, tetapi tidak memiliki karya nyata yang dapat disumbangkan bagi kepentingan masyarakat, maka dia belum dianggap figur yang berhasil. Akibatnya, perlu ditekankan sekali bahwa iptek dan imtaq tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri Jadi peran orang tua dalam mengembangkan Intelektual anak harus dalam bimbingan kedua orang tua agar tidak ada kesesatan dalam melakukan suatu gagasan yang baru bagi anak.

77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Setiap pengalaman yang di dapat oleh anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan perkembangan kepribadian mereka. Untuk itu peran orang tua sangat penting dalam memberikan pengaruh yang baik pada anaknya, sehingga anak menjadi sosok pribadi muslim yang bertaqwa, dan semua itu dapat diberikan melalui pembiasaan, latihan, dan bimbingan secara intensif. Sebagai penutup skripsi ini penulis memberikan beberapa kesimpulan, yaitu: 3. Adapun konsep pendidikan Islam untuk anak dalam keluarga muslim adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua yang diberikan kepada anaknya, yaitu meliputi aspek aqidah, ibadah dan akhlak serta inteluktual anak. Pembinaan atau pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka sejak dini merupakan pondasi yang sangat penting bagi kelangsungan pribadinya di masa yang akan datang dalam mengatasi semua tantangan hidup. Karena semua aspek tersebut dapat menimbulkan kepercayaan dalam hatinya, sehingga anak mempunyai keimanan yang kokoh kepada Allah SWT 4. Adapun

upaya-upaya

yang

dilakukan

oleh

keluarga

dalam

menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak yaitu, mengajarkan

78

kepada anak agar tidak mensyarikatkan Allah, mengajari untuk cinta kepada Allah, mengajari anak untuk membiasakan shalat, mengajari membaca Al-Qur’an, mengajari anak untuk berbuat baik kepada orang lain serta mengembangkan daya pikir anak.

B. Saran Dari hasil studi pustaka yang penulis lakukan, penulis merasa perlu menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Agama Islam sangat memperhatikan aspek pendidikan anak, oleh karena itu seharusnya bagi orang tua mampu mencurahkan perhatian yang lebih untuk pendidikan anak-anaknya. Jangan sampai kesibukan orang tua mengakibatkan terbengkalainya pendidikan anak. Karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua sejak dini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak di masa yang akan datang. Selain itu perlu diingat, bahwa anak-anak bukanlah orang dewasa, karena itu orang tua dalam mendidik haruslah disesuaikan dengan perkembangan usia mereka, sehingga memiliki arti yang mendalam bagi anak. Dan dalam mendidik anak hendaklah orang tua selalu mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah SAW, serta cara Luqmanul Hakim dalam mendidik anak-anaknya yang sangat memperhatikan pengajaran Aqidah, Ibadah, dan Akhlak. 2. Orang tua hendaknya lebih menyadari akan tugasnya dan peranannya sebagai orang yang paling berpengaruh di dalam keluarga. Pada fase anak usia sekolah dasar antara umur 6-12 tahun merupakan fase terpenting di dalam menumbuhkan sikap keagamaan pada anak yang berisikan keimanan, amaliah, ilmiah, akhlak intelektual, dan social yang harus tertanam benar dalam jiwa anak.

79

DAFTAR PUSTAKA Al-Abrasy, Athiyah, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta :Bulan Bintang 1970 Cet. Ke-7 Amini, Ibrahim, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta : Al-Huda, 2006. Cet. Ke-1 Ansyari, Ending Syaifuddin, Kuliah Al-Islam Jakarta : CV Rajawali Pers, 1986 Arifin, M, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta : PT Bina Aksara, 1987 Cet. Ke-1 ______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara, 1994, Cet. Ke-3 ______, Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat, Jakarta : Golden Terayon, tth ______, Hubungan Timbal sekolah dan keluarga.

Balik

Pendidikan

Agama

di

lingkungan

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002 ______, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: Pres Group 2007. Cet ke- 2 Ar-rifa’i Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Gema Insani, 2000. Cet. Ke-3 Azra Azyumardi, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998. Cet. Ke-1 Daradjat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995, cet. Ke-2 ______, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang 1996. Cet. Ke-15 ______, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1991. Cet. Ke-2, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Desmita, Psikologi Perkembangan peserta didik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Cet. Ke-2 Fatimah Enung, Psikologi perkembangan, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

80

Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980

Hartati, Netty. Dkk, Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. rajagrafindo Persada, 2004. Cet. Ke-1 Ihsan Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008. Cet. Ke5 Jalaludin, Teologi Pendidikan , Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2002. Cet. Ke-2 Lwin May, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan, Jakarta: PT. indeks, 2008. Cet. Ke-2 Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007. Cet. Ke-2 Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , Bandung : PT. AlMa’rifat, 1980, Cet. Ke-4 Mar’at, Samsunuwiyati, Psikologi Perkembangan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Cet. Ke-4 Mudhlor, Ahmad Zuhri, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarya : Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996. Cet. Ke-1 Mufidah, Psikologi Islam Berwawasan Gender. Malang : UIN Press, 2008. Cet. Ke-1 Nata, Abudin, Al-quran dan Hadist, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Ke-7 ______, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa Bandung, 2003. Cet. Ke-1 ______, Pendidikan dalam perspektif Al-quran, Jakarta : UIN Pres Jakarta, 2005 Cet. Ke-1 ______, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Cet. ke-1 _______, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: UIN Jakarta Press: 2005. Cet.. Ke-1

81

Nasution, Harun , Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta : UI Pers, 1979,Cet. Ke-I Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Kamu Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1991 Cet. Ke-3 Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Press, 2005. ______, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Cet. Ke-2

Shaleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000. Cet. Ke-1 Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Cet. Ke-2 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: PT Bumi Aksara 2008). Cet. Ke-2 Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2207. Cet. Ke-9 Tim

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988 Cet. Ke-1

TM, Fuaduddin, Pengasuh Anak dalam Keluarga Islam, Jakarta:Lembaga kajian Agama dan Jender, 1999 Turkamani, Ali, Bimbingan Kekuarga dan Wanita Islam, Jakarta : Pustaka Hidayah 1992. Cet. ke-1 Ulwan, Abdullah Nashih, Pendidikan anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka Amani, 1995. Cet. Ke-I Undang-undang tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pelaksanaannya 2000-2004, Jakarta: CV. Taminta Utama, 2004 Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT: Remaja Rosdakarya, 2010. Cet. Ke-11 Zuhairini, Metodik Khusus Islam, Surabaya: Usaha Nasional, 1983. Cet. Ke-8

82