GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA CALON PENGANTIN WANITA DI KOTA TANGERANG SELATAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Oleh: Sawitri NIM: 107104001181
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan judul
GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA CALON PENGANTIN WANITA DI KOTA TANGERANG SELATAN Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh : SAWITRI 107104001181
Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS
Irma Nurbaeti S.Kp, M.Kep, Sp.Mat
NIP. 19770401 2009 12 2003
NIP. 19700501 1996 01 2001
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG SKRIPSI Skripsi dengan judul GAMBARAN PERSEPSI PETUGAS KESEHATAN DAN PETUGAS KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) PADA PELAKSANAAN PROGRAM IMUNISASI TETANUS TOXOID (TT) PADA CALON PENGANTIN WANITA DI KOTA TANGERANG SELATAN Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi SAWITRI 107104001181 Tangerang Selatan, September 2011 Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS NIP. 19770401 2009 12 2003
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP. 19700501 1996 01 2001
Penguji I
Penguji II
Penguji III
Ns. Uswatun Khasanah S.Kep, MNS Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat Raihana Nadra Alkaff, S.KM, MMA NIP. 19770401 2009 12 2003 NIP. 19700501 1996 01 2001 NIP. 19781216 2009 01 2005 Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Tien Gartinah, MN Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. Dr. (hc). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, September 2011
SAWITRI
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sawitri
Tempat lahir
: Tangerang
Tanggal lahir
: 31 Januari 1989
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
Alamat
: Jalan cemara II Rt.002/01 No. 22 Pamulang Barat Pamulang 15417, Kota Tangerang Selatan
Anak ke
: 3 dari 4 bersaudara
Telepon
: 021-7414846 / 087877657419
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. TK Islam Al-Hidayah Pamulang
(1994 – 1995)
2. SDN Cilandak Barat 07 Pagi
(1995 – 2001)
3. SMPN 68 Jakarta Selatan
(2001 – 2004)
4. SMAN 82 Jakarta Selatan
(2004 – 2007)
5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2007 – 2011) Pengalaman Organisasi
:
1. Anggota Ekskul Tari Tradisional tahun 2004-2006 2. Anggota Ekskul Pecinta Alam WERDHIBUWANA SMAN 82 Jakarta tahun 2004-2007 3. Ketua Ekskul Seni Bela Diri Tenaga Dalam (Jurus Seni Penyadar) SMAN 82 tahun 2006
v
4. Kordinator Lapangan TLUP (Tata Laksana Upacara Bendera) SMAN 82 Jakarta tahun 2006 5. Anggota BEMJ Ilmu Keperawatan Divisi Kesenian dan Olahraga tahun 2007-2009 6. Anggota BEMJ Ilmu Keperawatan Divisi Infokom tahun 2009-2010 7. Anggota BEM FKIK Departemen Sosial tahun 2010-2011 Pengalaman seminar dan pelatihan: 1. Pelatihan “Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) ” 2. Talk show Dokter Muslim “Profil Ideal Dokter Musllim dan Implementasi Islam dalam Etika Kedokteran” 3. Bedah buku “ Risalah Bala : Health Service with Spiritual Method in Globalization Age” 4. Seminar Profesi K3 “Amankah tabung gas subsidi anda” 5. Seminar Keperawatan “Prospek Karir Perawat di Era Globalisasi ; peluang kerja perawat di dalam dan di luar negeri” 6. Training Motivation “Urgensi Motivasi untuk Meraih Prestasi” 7. Seminar popular “Move Your Body, Your Heart’s Healthy” 8. Seminar Profesi Gizi “Generasi Sehat dengan Inisiasi Dini” 9. Seminar eksternal mahasiswa sekolah tinggi ilmu kesehatan jayakarta (SEMESTA „08) “It’s Time To Be a Professional Nurse” 10. Seminar Keperawatan “Cultural Approach in Holistic Nursing Care in Globalization Era” 11. FKIK Cleaning Care “Toward Clean and Healthy Campus” 12. Education USA Fair Spring 2008
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, September 2011 Sawitri, NIM: 017104001181 Gambaran Persepsi Petugas Kesehatan dan Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) Pada Pelaksanaan Program Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Calon Pengantin Wanita di Kota Tangerang Selatan xvi + 60 halaman + 4 tabel + 2 gambar + 8 lampiran Kata kunci: Persepsi, Imunisasi Tetanus Toxoid, Calon pengantin wanita, Petugas Kesehatan, Petugas KUA, Pelaksanaan Program Imunisasi TT ABSTRAK Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia, sekitar 40% kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Informan dalam penelitian ini terdiri atas 6 informan utama (3 petugas kesehatan dan 3 petugas KUA) dan 4 informan pendukung (calon pengantin). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa petugas kesehatan dan petugas KUA umumnya sudah mengetahui tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin, tetapi pengetahuan tersebut belum tersampaikan dengan efektif ke masyarakat sehingga calon pengantin belum mengetahui manfaat program ini dengan jelas. Hambatan dalam program ini berasal dari calon pengantin dan petugas. Hambatan dari calon pengantin diantaranya karena kurangnya pengetahuan, takut untuk disuntik, dan adanya persepsi yang salah tentang imunisasi TT bagi calon pengantin, sedangkan hambatan dari petugas antara lain masih kurangnya petugas, beban kerja petugas yang terlalu banyak, dan terbatasnya petugas yang faham tentang program tersebut. Sosialisasi program ini juga masih kurang efektif dikarenakan media sosialisasi yang masih kurang dimanfaatkan. Jadi diharapkan sosialisasi program dapat ditingkatkan dengan menggunakan media sosialisasi elektronik seperti televisi dan radio, serta pemberdayaan posyandu dan penyediaan ruang konseling bagi calon pengantin. Referensi : 35 (tahun 1995-2011)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, September 2011 Sawitri, NIM: 017104001181 Description of health care provider dan religion affairs staff perception about implementation of TT immunization for female prospective couple in South Tangerang. xvi + 60 halaman + 4 tabel + 2 gambar + 8 lampiran Key Word: Perseption, Tetanus Toxoid Imunization, Prospective Couple, Health Care Provider, Religion Affairs Staff, Implementation of TT Immunization ABSTRAK Tetanus neonatorum still being one of frequently neonatal mortality in Indonesia, about 40% baby mortality happened in neonatal period. One of ministry of health of Indonesia strategy is to eliminate tetanus neonatorum is by developing intensification of TT immunization to fertile women that is prospective couple. Aimed of this study is to know description of health care provider dan KUA officer perception about implementation of TT immunization for female prospective couple. This study used qualitative study with phenomenology approach. Informant of this study contain of 6 main informants (3 health care provider and 3 religion affairs staff) and 4 supportive (prospective couple) informants. Data collection technique in this study is done by indept interview and observation. Result of this study show that the officers generally have known about TT immunization program for prospective couple, but that knowledge is not told effectively yet to the community because prospective couple don’t know yet about benefit of this program clearly. Barriers of this program come from prospective couple and the officers. Barrier from prospective couple such as having less knowledge, apprehension of injection, and false perception about effect of TT immunization to prospective couple, while barrier from the officers is having less officers, it’s to much work load, and the officers who know about this program still limited. Socialization of this program also still less effective because socialization media is not been usefull yet. So, hopefully socialization of TT immunization program can be increased by using electronic socialization media such as television and radio, and also by posyandu empower and allocate conseling room for prospective couple. Reference : 35 (1995-2011)
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN
“Jangan pernah menyesal dengan apa yang kamu pilih, tapi jalani dan nikmatilah pilihan kamu dan jadikan sebagai pilihan yang terbaik” -My mom“Kebaikan sekecil apapun yang kamu lakukan pasti akan dibalas dengan sesuatu yang tidak terduga” -Anonim“Kerjakan apa yang kamu tulis dan Tulislah apa yang kamu kerjakan” -Ita Yuanita (sesi Keperawatan Dasar)“Dalam kehidupan sehari-hari kita harus melihat, bahwa bukan kebahagiaan yang membuat kita bersyukur, tapi bersyukur membuat kita bahagia” -David Seindl-Rast“Yang bisa bertahan hidup bukan spesies yang paling besar, bukan juga yang paling kuat, tapi yang paling responsive terhadap perubahan” -Charles Darwin“Semakin keras seseorang bekerja, maka semakian sulit ia menyerah” -Vincent Lombardi“Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan pada Allah SWT, aku punya masalah tetapi katakan pada masalah aku punya Allah SWT yang Maha segalanya.” -imam Ali bin Abi Tholib“Allah tidak selalu menjadikan langit itu selalu biru, bunga selalu mekar dan matahari selalu bersinar. Ketahuilah bahwa Dia selalu memberi pelangi di setiap badai, senyuman di setiap air mata, berkah di setiap cobaan, dan jawaban dari setiap doa.”
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) di Kota Tangerang Selatan. Proposal skripsi ini tentunya tidak akan selesai, tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. MK Tajudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Tien Gartinah M.N selaku kepala program studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Uswatun Khasanah S.Kep, MNS selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan masukan kepada peneliti. 4. Ibu Irma Nurbaeti, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku dosen pembimbing II, yang telah banyak meluangkan waktunya memberikan bimbingan kepada peneliti. 5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak azib Rosyidi S. Psi) atas bantuannya yang telah memudahkan dalam proses birokrasi. 6. Orang tua tercinta (Mama dan Papa) atas kasih sayang, doa dan dukungannya baik secara material dan spiritual yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Semoga x
kebaikan dan pengorbanan kalian tidak akan sia-sia dan akan dibalas oleh Allah SWT. Semoga penulis dapat menjadi seperti apa yang kalian harapkan. Amin. 7. Kakak dan adik penulis yang tersayang (Mba Wiwi, Mba Noe, Catur) yang selalu memberikan dukungan dan doa serta yang menjadi inspirasi penulis. 8. Empat serangkai (Rika Yunita, Susanti, Tintin Farihati) yang senantiasa dukungan, bantuan serta doa dalam proses penulisan skripsi ini. 9. Teman-teman PSIK’07 yang telah memberikan masukan dan semangat kepada peneliti. 10. Semua informan yang telah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini. Peneliti menyadari dalam pembuatan proposal skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dari berbagai pihak. Semoga proposal skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun khususnya. Wassalamu’alaikum wr.wb
Tangerang Selatan, September 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................. iv RIWAYAT HIDUP .............................................................................................................. v ABSTRAK ............................................................................................................................ vii LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................................. ix KATA PENGANTAR ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xvi LAMPIRAN ......................................................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5 C. Pertanyaan Penelitian ................................................................................................. 6 D. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 6 1. Tujuan umum ........................................................................................................ 6 2. Tujuan Khusus ...................................................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 7 1. Bagi profesi keperawatan ..................................................................................... 7
xii
2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Selatan ......................................... 7 3. Bagi institusi kesehatan (Puskesmas Kecamatan Ciputat) ................................... 7 4. Bagi peneliti selanjutnya ....................................................................................... 7 F. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tetanus Neonatorum ................................................................................................. 9 B. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ................................................................................ 11 C. Petugas Kesehatan ..................................................................................................... 17 D. Petugas Kantor Urusan Agama (KUA) ..................................................................... 19 E. Persepsi ..................................................................................................................... 21 1.
Definisi .............................................................................................................. 21
2.
Macam – macam persepsi ................................................................................. 22
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi ................................ 22
F. Teori Health Belief Model ........................................................................................ 23 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Konsep ...................................................................................................... 25 B. Definisi Istilah ........................................................................................................... 26 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ...................................................................................................... 27 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................... 28 C. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 28 D. Informan Penelitian ................................................................................................... 28 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 29
xiii
F. Keabsahan Data ........................................................................................................ 32 G. Teknik Analisa Data ................................................................................................. 33 H. Etika Penelitian .......................................................................................................... 36 BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum wilayah penelitian ........................................................................ 38 B. Hasil Penelitian ......................................................................................................... 38 1. Karakteristik informan .............................................................................................. 38 2. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi catin.................. 40 3. Persepsi tentang manfaat............................................................................................ 46 4. Persepsi tentang hambatan ......................................................................................... 48 5. Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak ................................................................ 50 BAB VI PEMBAHASAN A. Hasil Peelitian ........................................................................................................... 52 1. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi catin.................. 52 2. Persepsi tentang manfaat............................................................................................ 55 3. Persepsi tentang hambatan ......................................................................................... 57 4. Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak ................................................................ 59 Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 61 BAB VII PENUTUP 1. Kesimpulan ............................................................................................................... 62 2. Saran ......................................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor tabel
Halaman
Tabel 2.1
Jadwal pemberian Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur (WUS)
13
Tabel 2.2
Jadwal pemberian Imunisasi TT pada ibu hamil dan calon pengantin
14
Tabel 5.1
Karakteristik Informan Utama
39
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor gambar
Halaman
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
25
Gambar 4.1
Teknik Analisa Data
35
xvi
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Responden
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 3
Lembar Check List Penataran calon pengantin oleh Petugas KUA
Lampiran 4
Lembar Check List Penataran calon pengantin oleh Petugas Kesehatan
Lampiran 5
Pedoman wawancara mendalam informan utama
Lampiran 6
Pedoman wawancara mendalam informan pendukung
Lampiran 7
Persyaratan administrasi pendaftaran pernikahan
Lampiran 8
Hasil observasi dengan lembar check list
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia, sekitar 40% kematian bayi terjadi pada masa neonatal. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan melakukan imunisasi tetanus toxoid (TT) pada ibu hamil. Evaluasi tahun 1999-2000 menunjukkan cakupan TT ibu hamil masih rendah. Oleh karena itu, Depkes RI mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin (Depkes RI, 2008). Namun sampai saat ini, program tersebut dirasakan belum terlaksana dengan baik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di KUA Kecamatan Ciputat tanggal 11 April 2011, didapatkan data bahwa dari 543 calon pengantin yang mendaftarkan diri di KUA Kecamatan Ciputat hanya sekitar 40% yang melampirkan kartu tanda imunisasi TT dan dari berkas tersebut tercatat para calon pengantin hanya melakukan imunisasi TT 1 kali, tidak ada yang melakukan imunisasi TT lengkap (2 kali sebelum menikah) seperti yang seharusnya di anjurkan. Pelaksanaan imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin telah diatur dalam ketetapan Departemen Agama: No. 2 Tahun 1989 No. 162-I/ PD.0304.EI tanggal 6 Maret 1989 tentang imunisasi tetanus toxoid calon pengantin bahwa setiap calon pengantin sudah di imunisasi tetanus toxoid sekurang-kurangnya 1 bulan sebelum pasangan tersebut mendaftarkan diri untuk menikah di KUA dengan dibuktikan berdasaran surat keterangan imunisasi/ kartu imunisasi calon pengantin (catin) dan merupakan prasyarat administratif 1
pernikahan. Pada kenyataannya dari hasil pengamatan dan wawancara pada saat studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ciputat dan KUA Ciputat, penulis mendapatkan informasi bahwa bagi calon pengantin yang tidak ingin melakukan imunisasi TT atau tidak melengkapi dokumen administratif pernikahan dengan kartu imunisasi TT tetap diberi surat izin menikah. Karena program imunisasi TT dan pengumpulan kartu tanda imunisasi TT hanya dijadikan sebagai persyaratan pendukung. Dengan kata lain, petugas menganggap bila program tidak dilakukan tidak masalah karena sepenuhnya hak pribadi dari tiap individu. Penelitian yang dilakukan oleh Hamid, dkk (2010) didapatkan data dari 401 responden penelitian (calon pengantin) hanya 38,7% yang menyatakan melakukan tindakan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah (Pre Marital Screening) di puskesmas. Dari tujuh kegiatan yang dilakukan pada Pre Marital Screening yaitu imunisasi, ukur lingkar lengan atas, cek laboratorium, cek tekanan darah, berat badan dan mens terakhir, tes urin, dan pemeriksaan kesehatan, yang paling banyak dilakukan adalah tindakan imunisasi, walaupun imunisasi hanya dilakukan kepada 135 responden dari 401 responden penelitian yang ada atau sekitar 33,6% responden. Dari sejumlah responden yang diberi imunisasi hanya 78 reponden (57,8% responden) yang menyebutkan bahwa imunisasi yang diberikan adalah imunisasi tetanus. Berdasarkan profil kesehatan Depkes RI tahun 2008, Sekitar 40% kematian bayi terjadi pada saat neonatal dan sebanyak 165 kasus terjadi karena tetanus neonatorum dengan angka kematian 91 kasus atau Case Fatality Rate (CFR) 55% dengan angka kejadian tetanus neonatorum tertinggi terjadi di provinsi Banten (50 kasus, 23 meninggal), Jawa Barat (41 kasus, 28 meninggal), dan Sumatera Selatan (17 kasus, 9 meninggal). Dari kasus tersebut sebagian besar adalah bayi yang persalinannya ditolong oleh dukun beranak
2
(Ditjen PP&PL, Depkes RI, 2008). Ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai kecenderungan 36 kali lebih besar bayinya menderita tetanus neonatorum dibandingkan dengan ibu yang status imunisasi TT lengkap (Indrawati, 1998). Dalam menjalankan program imunisasi tetanus toxoid (TT) diperlukan kerja sama yang baik antar departemen yang terkait maupun antar staf dalam satu departemen. Departemen Kesehatan menganut asas departementalisasi dan regionalisasi, dengan tujuan agar
program
kesehatan
dapat
tersampaikan
kepada
masyarakat
dengan
baik.
Departementalisasi yaitu dibentuknya Direktorat Jendral, jajaran organisasi Depkes pusat, subdinas, serta seksi-seksi di dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota. Regionalisasi adalah dibentuknya jajaran organisasi kesehatan mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kecamatan dan desa serta puskesmas pembantu sampai posyandu (Muninjaya, 2004). Untuk pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) pada calon pengantin, Departemen Kesehatan menjalin kerjasama dengan Departemen Agama. Hal tersebut dilakukan karena sasaran dari program ini adalah calon pengantin yang biasanya sudah mendaftarkan diri di kantor urusan agama (KUA). Baik Dinas Kesehatan maupun KUA setempat, masing-masing saling membentuk divisi atau bagian yang bertanggung jawab menangani program tersebut. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program imunisasi TT. Menurut hasil penelitian Purwanto (2002), faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi TT wanita usia subur (WUS) antara lain umur, status perkawinan, pengetahuan, sikap, anjuran petugas kesehatan, anjuran petugas non kesehatan, kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan. Menurut hasil penelitian Sukmara (2000), variabel yang berpengaruh secara bermakna adalah sikap, pendidikan, pemeriksaan kehamilan, persepsi terhadap jarak, dan anjuran. Menurut
3
penelitian Sumartini (2004), faktor-faktor yang berhubungan dengan imunisasi TT pada calon pengantin di Puskesmas Liwa Kabupaten Lampung Barat antara lain variabel pendidikan, pengetahuan, jarak dan ketersediaan kartu TT. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan pada kepala KUA di KUA Kecamatan Ciputat tanggal 11 April 2011, didapatkan informasi bahwa faktor yang menyebabkan beberapa calon pengantin wanita tidak melakukan imunisasi TT anta’ra lain karena tidak mengetahui adanya program imunisasi bagi calon pengantin, tidak terlalu diwajibkan oleh pihak KUA karena hanya sebagai persyaratan pendukung, takut jarum atau takut disuntik, sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk ke puskesmas/ klinik/ rumah sakit, dan jauhnya jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului pengindraan, yaitu dengan diterimanya stimulus oleh reseptor, diteruskan ke otak atau saraf pusat yang diorganisasikan dan di interpretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengarkan. Dengan persepsi individu dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu, sehingga individu dapat bersikap sesuai dengan persepsi yang diambil (Sunaryo, 2004). Persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, budaya, ras, jenis kelamin, dan juga pengalaman yang mereka alami sebelumnya. Perbedaan persepsi dapat menjadi batu sandungan untuk mencapai komunikasi yang efektif dan persepsi seseorang juga sangat sulit untuk diubah (Potter & Perry, 2003). Dari latar belakang yang telah penulis ketahui dari pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin yang dirasa masih kurang efektif, penulis berkeinginan mengetahui gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap
4
pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan.
B. Rumusan Masalah Tetanus neonatorum masih merupakan salah satu penyebab tersering kematian neonatal di Indonesia. Salah satu strategi Depkes RI untuk mencapai eliminasi tetanus neonatorum adalah dengan melakukan imunisasi TT pada ibu hamil. Namun evaluasi tahun 1999-2000 menunjukkan cakupan TT ibu hamil masih rendah. Oleh karena itu, Depkes RI mulai mengembangkan intensifikasi imunisasi tetanus toxoid pada wanita usia subur yaitu para calon pengantin. Pada kenyataannya masih banyak calon pengantin yang tidak ingin melakukan imunisasi TT atau tidak melengkapi dokumen pernikahannya dengan kartu imunisasi TT dengan berbagai alasan antara lain karena takut jarum atau takut disuntik, sibuk bekerja sehingga tidak ada waktu untuk ke puskesmas/ klinik/ rumah sakit, tidak terlalu diwajibkan oleh pihak KUA, kurang paham tentang imunisasi TT dan manfaatnya, dan jauhnya jarak dari rumah ke pelayanan kesehatan. Selain itu, didapatkan data dari KUA Ciputat bahwa hanya sekitar 40% calon pengantin yang mendaftarkan diri di KUA yang melampirkan kartu tanda imunisasi TT dan dari berkas tersebut tercatat para calon pengantin hanya melakukan imunisasi TT 1 kali, tidak ada yang melakukan imunisasi TT lengkap (2 kali sebelum menikah) sesuai anjuran. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh petugas KUA, karena imunisasi TT hanya dianggap sebagai persyaratan pendukung. Berdasarkan penjelasan diatas, pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin dirasa masih kurang efektif. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian
5
ini adalah bagaimana gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan.
C. Pertanyaan Penelitian Bagaimana gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran persepsi petugas kesehatan dan kantor urusan agama (KUA) pada pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) bagi calon pengantin wanita di Kota Tangerang Selatan. 2. Tujuan Khusus A. Mengidentifikasi pengetahuan petugas KUA, petugas kesehatan setempat, dan calon pengantin wanita tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin wanita B. Mengidentifikasi persepsi petugas dan calon pengantin tentang manfaat pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita C. Mengidentifikasi persepsi petugas dan calon pengantin tentang hambatan pada pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita
6
D. Manfaaat Penelitian 1. Bagi profesi keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan perencanaan keperawatan komunitas tentang pelaksanaan imunisasi TT pada calon pengantin wanita. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Selatan Penelitian ini dapat membantu memberikan informasi bagi Dinas Kesehatan setempat dalam membuat kebijakan mengenai program imunisasi TT pada calon pengantin wanita. 3. Bagi institusi kesehatan (Puskesmas Kecamatan Ciputat) Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi institusi kesehatan (pengelola program imunisasi setempat) tentang peran mereka dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin. 4. Bagi peneliti selanjutnya Dapat memberikan informasi dasar atau gambaran untuk penelitian lanjutan yang berhubungan dengan imunisasi TT pada calon pengantin.
7
F.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan observasi dengan menggunakan lembar check list dan telaah dokumen. Informan kunci dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan (petugas puskesmas) dan petugas KUA yang bertanggung jawab atas program imunisasi TT calon pengantin dan mampu berkomunikasi dengan baik. Penelitian ini akan dilakukan di tiga kecamatan di Kota Tangerang Selatan yaitu Kecamatan Ciputat, Kecamatan Pamulang, dan Kecamatan Serpong Utara. Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan Juli – Agustus 2011.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tetanus Neonatorum Tetanus neonatorum biasanya dikarenakan infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses persalinan yang tidak steril, baik oleh peralatan yang terkontaminasi maupun obat untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril merupakan penyebab utama terjadinya tetanus neonatorum, misalnya pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, setelah tali pusat dipotong dibubuhi dengan abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagianya (Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI, 1997). Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron, bersifat gram positif, membentuk spora, dan hidup obligat anaerob. Kuman ini membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin, suatu neurotoksin (menyerang system syaraf) yang kuat. Bakteri ini dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Masa inkubasi dari toksin tersebut 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1-3 hari atau beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis : localized tetanus (tetanus lokal), cephalic tetanus, dan generalized tetanus (tetanus umum) selain itu ada juga yang membagi berupa neonatal tetanus. Karakteristik dari tetanus antara lain kejang bertambah berat selama 3 hari pertama dan menetap selama 5-7 hari, setelah 10 hari frekuensi kejang mulai berkurang, setelah 2 minggu kejang mulai hilang, biasanya 9
didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang sampai leher, kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus), kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus), dan karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak) (Ritarwan, 2004). Menurut penelitian Hamid dalam Ritarwan, 2004, angka terjadinya tetanus neonatorum melalui persalinan dengan cara tradisional 56 kasus (68,29%), tenaga bidan 20 kasus (24,39), dan selebihnya melalui dokter 6 kasus (7,32%). Berat ringannya penyakit juga bergantung pada lamanya masa inkubasi, makin pendek masa inkubasinya biasanya prognosis makin jelek. Prognosis tetanus neonatorum jelek bila: umur bayi lebih dari 7 hari, masa inkubasi 7 hari atau kurang, periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam, dijumpai kaku otot (Ritarwan, 2004). Langkah pencegahan pemerintah untuk menanggulangi angka tetanus neonatorum sudah dicanangkan sejak lama, adapun beberapa langkah pencegahan penyakit tetanus neonatorum antara lain peningkatan cakupan imunisasi TT terhadap wanita usia subur, pemeriksaan kehamilan termasuk pemberian imunisasi TT ibu hamil, pertolongan persalinan 3 bersih serta perawatan tali pusat yang bersih, peningkatan kegiatan surveilans dalam rangka penemuan dini kasus tetanus neonatorum dan penentuan faktor resiko yang menjadi penyebab, serta pelayanan rujukan baik rumah sakit maupun di puskesmas dengan rawat inap dan penyuluhan melalui kader, tokoh masyarakat serta keluarga (Depkes RI, 1996).
10
B. Imunisasi Tetanus Toxoid 1. Pengertian Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu penyakit sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut orang tersebut hanya akan sakit ringan/ tidak sakit. Imunisasi tetanus toxoid adalah proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dilemahkan kemudian dimurnikan (Depkes RI, 2009). Imunisasi untuk pencegahan penyakit tetanus dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan kelompok umur. Imunisasi DPT diberikan pada bayi umur 2 – 11 bulan sebanyak 3 kali dengan interval waktu minimal 4 minggu. Selanjutnya imunisasi DT diberikan pada anak umur 6 – 7 tahun (kelas 1 SD) sebanyak 1 kali sebagai imunisasi ulang. Imunisasi TT pada anak diberikan kepada anak sekolah kelas 2 dan 3 SD masing-masing diberikan sebanyak 1 kali. Terakhir imunisasi TT diberikan pada WUS, ibu hamil dan calon pengantin (Depkes RI, 2009). 2. Manfaat a. Melindungi calon bayi yang akan lahir dari penyakit tetanus neonatorum b. Melindungi calon pengantin/ calon ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka. 3. Vaksin Tetanus a. Deskripsi Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah dimurnikan dan terabsorbsi ke dalam 3mg/ml aluminium sulfat. Thimeroksal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
11
sedikitnya 40 IU. Vaksin TT digunakan untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi WUS (ibu hamil dan calon pengantin) dan juga untuk pencegahan tetanus pada ibu. b. Indikasi Untuk pemberian kekebalan aktif/ imunisasi aktif terhadap tetanus. c. Cara pemberian dan dosis 1)
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen
2)
Vaksin disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam
3)
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/ tetanus neonatorum dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuscular dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan berikutnya.
4)
Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada WUS, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis keempat. Imunisasi TT dapat diberikan elama kehamilan, bahkan pada periode trimester pertama.
5)
Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka boleh digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan : a) Vaksin belum kadaluarsa, VVM masih dalam kondisi A dan B b) Vaksin disimpan dalam suhu +2o - +8oC c) Tidak pernah terendam air
6)
Sedangkan diposyandu, vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya (Depkes RI, 2009).
12
4. Kekebalan vaksin tetanus terhadap tubuh Daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90 – 95 % . Antibody yang terbentuk pada calon pengantin yang nantinya akan menjadi ibu, selain memberi perlindungan pada ibu, juga memberikan perlindungan pada calon bayi yang akan lahir. Plasenta meneruskan antibody tetanus (IgG) ke bayi dan melindungi bayi terhadap kemungkinan masuknya toksin tetanus melalui luka pada tali pusat atau luka ditempat lain yang dapat tercemar spora tetanus. Transfer antibodi ibu ke bayi mencapai maksimal pada trimester akhir kehamilan (Depkes RI 1992 dalam Sukmara, 2000).
Tabel 2. 1 Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur Jenis
Pemberian
Interval pemberian
Persentase
Imunisasi
Imunisasi
minimal
proteksi
Imunisasi
TT1
--
Tetanus
TT2
Toxoid wanita usia subur
Masa Perlindungan
Dosis
--
Tidak ada
0,5 cc
4 minggu setelah TT1
80 %
3 tahun
0,5 cc
TT3
6 bulan setelah TT2
95 %
5 tahun
0,5 cc
TT4
1 tahun setelah TT3
99 %
10 tahun
0,5 cc
TT5
1 tahun setelah TT4
99 %
Seumur hidup atau
0,5 cc
(WUS)
selama usia subur/ (25 tahun)
Sumber : Kep. MenKes no. 1611/ MENKES/ SK/ XI/ 2005 tentang pedoman Penyelenggaraan Imunisasi dalam Petunjuk Teknis Imunisasi TT, 2005.
13
Tabel 2.2 Jadwal pemberian imunisasi TT pada ibu hamil dan calon pengantin Sasaran
Ibu Hamil
Jumlah
Interval waktu
Saran
vaksinasi
pemberian minimal
2x
4 minggu
Bila ibu hamil belum pernah divaksinasi TT, diberikan 2x selama kehamilan Bila pada waktu kontak berikutnya ibu sudah bersalin, TT2 tetap diberikan dengan maksud memberikan perlindungan untuk kehamilan selanjutnya
1x
-
Bila ibu hamil pernah mendapat imunisasi TT 2x pada waktu catin atau pada kehamilan sebelumnya, cukup mendapat imunisasi TT 1x
Calon
2x
4 minggu
Sebelum akad nikah (waktu melapor atau
Pengantin
waktu menerima nasehat perkawinan)
Wanita
Sumber : Depkes RI. Vaksin dan waktu pemberiannya, dalam Sukmara, 2000.
5. Keefektifan vaksin Tetanus Toxoid Efektifitas imunisasi TT sebesar 60% - 90% proteksi dari penyakit tetanus neonatorum selama 3 tahun terhadap calon pengantin yang melakukan imunisasi TT sebanyak 2x (Purwanto, 2002). Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Lilly indrawati, 1998, yang menyebutkan bahwa ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai kecenderungan 36 kali lebih beresiko bayinya menderita tetanus neonatorum dibandingkan dengan ibu yang status imunisasi TT lengkap. 14
6. Efek samping Dalam buku pedoman teknis imunisasi , vaksin TT adalah vaksin yang aman dan tidak mempunyai kontraindikasi dalam pemberiannya kecuali bagi klien yang mengalami reaksi anafilaksis setelah pemberian dosis pertama. Meskipun demikian, imunisasi TT tidak boleh diberikan kepada: a. WUS dengan riwayat alergi terhadap imunisasi TT yang lalu, b. WUS dengan panas tinggi dan sakit berat, namun demikian WUS tersebut dapat diimunisasi segera setelah sembuh. 7. Pandangan Islam Pernikahan merupakan pengalaman hidup yang sangat penting sebagai media penyatuan fisik dan psikis antara dua insan dan penggabungan kedua keluarga besar dalam rangka ibadah melaksanakan perintah Allah SWT. Hal itu tentunya memerlukan berbagai persiapan yang cukup matang terkait persiapan fisik sebelum menikah antara lain tes kesehatan dan fertilitas, walaupun tidak ada riwayat dan indikasi penyakit ataupun kelainan keturunan di dalam keluarga, berdasarkan prinsip syariah tetap dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan standar. Hal ini dikarenakan prinsip sentral syariah Islam adalah hikmah dan kemaslahatan umat manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan, kerahmatan, kemudahan, keamanan, keselamatan, kesejahteraan dan kebijaksanaan yang merata. Apa saja yang bertentangan dengan prinsip tersebut maka akan dilarang syariah, namun sebaliknya segala hal yang dapat mewujudkan prinsip tersebut dapat dipastikan dianjurkan syariah. Tujuan utama ketentuan syariat (maqashid as-syariah) adalah tercermin dalam pemeliharaan pilar-pilar kesejahteraan umat manusia yang mencakup lima maslahat
15
dengan memberikan perlindungan terhadap aspek keimanan (hifz din), kehidupan (hifzd nafs), akal (hifz „aql), keturunan (hifz nasl) dan harta benda mereka (hifz mal). Apa saja yang menjamin terlindunginya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki syariah dan segala yang membahayakannya dikategorikan sebagai mudharat atau mafsadah yang harus disingkirkan. Dalam proses pemilihan pasangan dan prosedur pernikahan, Islam di samping aspek keimanan dan keshalihan (hifdz din) juga sangat memperhatikan aspek keturunan serta aspek kesehatan fisik dan mental (hifdz nasl dan hifdz „aql). Hal itu dapat kita kaji dari hadits Rasulullah saw maupun ayat-ayat al-Qur’an seputar pernikahan.
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara sesusuanmu, ibu-ibu istrimu, anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan
16
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan diharamkan mengumpulkan dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(An. Nisa : 23)
َّ َّإِنَََّّللاَّهَّ هلََّّيُ هغيِّ ُرََّّ هماَّبِقه ْىمََّّ هحتىَّيُغهيِّ ُرواَّ هماَّبِأهنْفَُّ ِس ِه ْم "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra'du:11)
Dengan demikian, berdasarkan manfaat dari pemeriksaan kesehatan tersebut syariat Islam sangat menganjurkan agar calon pengantin melakukan pemeriksaan fertilitas dan tes kesehatan fisik maupun mental serta tindakan imunisasi termasuk imunisasi TT pra menikah agar dapat diketahui lebih awal berbagai kendala dan kesulitan medis yang mungkin terjadi untuk diambil tindakan antisipasi yang semestinya sedini mungkin berdasarkan prinsip Sadd Adz-Dzari‟ah (prinsip pengambilan langkah preventif) terhadap segala hal yang dapat membahayakan lima maslahat.
C. Petugas Kesehatan Petugas kesehatan adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan professional dibidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun yang tidak. Sementara itu, petugas kesehatan menurut PP No.32/1996 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga ketekhnisian medis (Depkes RI, 2008). 17
Petugas kesehatan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai aturan yang tercermin dalam UU No. 32 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan kewajibannya wajib memenuhi standar profesi dan harus menghormati hak-hak pasien (Depkes RI, 2008). Untuk melaksanakan tugasnya perawat memiliki beberapa peran yaitu: a. Sebagai pelaksana kesehatan Peran sebagai pelaksana kesehatan dapat memberikan pelayanan pada tingkat individu, keluarga, kelompok melalui upaya promotif dan preventif untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat. b. Sebagai pendidik Petugas kesehatan memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menanamkan perilaku hidup sehat. c. Sebagai pengelola Petugas kesehatan diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan dan masalah kesehatan yang ada di masyarakat. d. Sebagai konsultan Petugas kesehatan dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah di bidang kesehatan. e. Sebagai manajer Petugas kesehatan sebagai manajer adalah bertugas untuk mengambil keputusan, bertanggung jawab terhadap kegiatan, mengerahkan sumber daya, dan bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan. f. Sebagai peneliti
18
Petugas kesehatan melakukan identifikasi dan pengamatan terhadap suatu fenomena yang terjadi di masyarakat yang mengancam status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2009).
D. Petugas KUA Petugas KUA adalah semua orang yang bekerja dikantor urusan agama (KUA) yang bernaung dibawah Departemen Agama. Petugas KUA yang menangani bagian pembinaan atau penataran calon pengantin adalah badan penasehatan pembinaan dan pelestarian perkawinan (BP4).
BP4 merupakan organisasi semi resmi yang bernaung dibawah
Departemen Agama yang bergerak dalam bidang konsultasi hukum atau pemberian nasehat perkawinan, perselisihan dan perceraian. Dapat juga diartikan sebagai konsultan perkawinan dan perceraian mengenai nikah, talak dan rujuk. Secara formil, tujuan dibentuknya BP4 dirumuskan untuk mempertinggi nilai perkawinan dan terwujudnya tatanan rumah tangga yang sejahtera dan bahagia menurut tatanan islam. Adapaun untuk mencapai tujuan tersebut, maka BP4 melakukan beberapa usaha sebagai berikut: 1. Memberikan bimbingan, penasehatan dan penerangan mengenai nikah, talak, cerai dan rujuk kepada masyarakat baik perorangan maupun kelompok 2. Memberikan bimbingan dan penyuluhan agama, UU perkawinan, hukum munakahat, UU peradilan agama, dan kompilasi hukum islam 3. Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan, keluarga dan perselisihan rumah tangga 4. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan
19
5. Menerbitkan dan menyebarluaskan majalah perkawinan dan keluarga, buku, brosur, dan media elektronik yang dianggap perlu 6. Menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran atau pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis lainnya yang berkaitan dengan perkawinan dan keuarga 7. Menyelenggarakan
pendidikan
keluarga
untuk
peningkatan,
penghayatan
dan
pengamalan nilai-nilai keimanan, ketakwaan dan akhlakul karimah dalam rangka membina keluarga sakinah 8. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina keluarga sakinah 9. Meningkatkan upaya pemberdayaan ekonomi keluarga Tugas dan wewenang BP4 pada dasarnya adalah bagaimana menciptakan keluarga sakinah, mawadah, warahmah serta mencegah perceraian dan permasalahan lain yang terdapat dalam rumah tangga, guna membentuk bangsa dengan akhlak yang mulia sesuai dengan ajaran agama Islam. Sebagaimana yang tersurat dalam firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Allah telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum berfikir”(QS. Ar-Rum: 21). Untuk melaksanakan tugas dan wewenang tersebut, petugas KUA memiliki beberapa peran yaitu : a. Memberikan bimbingan, nasehat dan pelayanan kepada masyarakat mengenai keagamaan rumah tangga yang ideal dalam kehidupan bermasyarakat
20
b. Memberikan penataran kepada calon pengantin wanita yang hendak melangsungkan akad nikah dengan materi-materi tentang UU perkawinan, ibadah dan muamalah, munakahat, hukum pernikahan, imunisasi, konsep keluarga berencana dan kesehatan c. Memberikan nasehat kepada suami-istri yang datang untuk berkonsultasi, melaporkan adanya perselisihan atau permasalahan dalam rumah tangganya sehingga tercipta keadaan yang diinginkan, yaitu keluarga bahagia dan sejahtera terhindar dari perceraian d. Bekerjasama dengan instansi, lembaga dan organisasi yang memiliki kesamaan tujuan e. Berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina keluarga sakinah (Setiawan, 2006).
E. Persepsi 1. Definisi persepsi Persepsi adalah pandangan pribadi atas apa yang terjadi, setiap orang merasakan, mengintepretasikan, dan memahami kejadian secara berbeda (Potter & Perry, 2005). Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh pengamatan sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam individu (Sunaryo, 2004). Dengan kata lain, persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses individu dalam menerima rangsangan baik dari dalam atau dari luar diri individu, sehingga individu tersebut dapat mengetahui, mengerti dan menginterpretasikan rangsagan tersebut.
21
2. Macam – macam persepsi a. External perception Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang dating dari luar diri individu. b. Self perception Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu (Sunaryo, 2004).
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi Persepsi yang terbentuk pada diri individu berbeda antara satu orang dengan orang lain. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukannya. Pengalaman, pendidikan, serta kebudayaan mempengaruhi persepsi individu (Hardjana, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah persepi menurut Baltus (1983) dalam Astuti (2005) yaitu: a. Kemampuan dan keterbatasan fisik panca indera, dimana faktor ini dapat mempengaruhi persepsi untuk sementara waktu atau permanen b. Kondisi lingkungan c. Pengalaman masa lalu d. Kebutuhan dan keinginan Ketika individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu, maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkannya
22
F.
Teori Health Belief Model Teori ini digunakan untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dan sebagai kerangka pedoman untuk intervensi perilaku kesehatan. Teori HBM juga diartikan sebagai model pengharapan akan suatu nilai yang intinya mengacu pada asumsi bahwa orang akan melibatkan diri dalam perilaku kesehatan bila mereka menilai menjadi sehat terkait dengan perilakunya dan mereka berfikir bahwa perilaku tersebut dapat memberikan hasil yang diharapkan. Setelah dilakukan penelitian untuk memperjelas model ini, secara umum seseorang akan mengambil tindakan untuk mencegah atau mengontrol kondisi kesehatan jika mereka menganggap diri mereka rentan terhadap suatu kondisi, percaya kondisi tersebut akan berdampak sangat serius, percaya bahwa tindakan yang tersedia akan bermanfaat dalam mengurangi kerentanan mereka dengan tingkat keparahan kondisi, dan percaya bahwa hambatan yang dapat diantisipasi sebanding dengan manfaatnya. a. Persepsi terhadap kerentanan (perceived susceptibility) Persepsi ini dibangun dengan mengacu pada persepsi seseorang terhadap resiko dirinya mengalami masalah kesehatan atau derajat resiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan yang akan dialaminya. b. Persepsi terhadap keparahan (perceived severity) Persepsi terhadap keparahan adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan akan menjadi parah. Perasaan tentang keseriusan tertular penyakit atau tidak diobati mencakup evaluasi dari kedua konsekuensi ini yaitu konsekuensi medis dan klinis. Kombinasi kerentanan dan keparahan telah diberi label sebagai ancaman yang dirasakan.
23
c. Persepsi terhadap manfaat (perceived benefits) Penerimaan pribadi untuk suatu kondisi yang diyakini sebagai suatu ancaman dapat menghasilkan tenaga yang mengarah kepada perilaku atau tindakan tertentu yang akan diambil tergantung pada keyakinan terhadap efektifitas tindakan tersebut untuk mengurangi ancaman. Jadi seorang individu akan menunjukkan keyakinan yang optimal dari kerentanan dan tingkat keparahan, namun tidak akan diharapkan individu akan menerima tindakan kesehatan yang dianjurkan kecuali tindakan tersebut dianggap mempunyai potensi berkhasiat. d. Persepsi terhadap hambatan (perceived barrier) Aspek negatif yang potensial dari suatu tindakan kesehatan tertentu atau hambatan yang dirasakan dapat menjadi halangan seseorang untuk melakukan tindakan yang diharapkan. Gabungan antara kerentanan dan keparahan menyediakan energy atau kekuatan untuk bertindak dan persepsi terhadap hambatan menyedikan jalur pilihan untuk bertindak. e. Petunjuk untuk bertindak (cues of action) Isyarat tindakan terbukti penting, tetapi individu perlu rangsangan atau belajar secara sistematis. Petunjuk untuk bertindak terahadap suatu keadaan biasanya bersumber dari peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak. f. Kepercayaan/efikasi diri untuk melakukan tindakan Efikasi diri adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan.
24
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2008). Konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep dapat diamati dan diukur melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2005). Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA Manfaat (benefit)
Pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon
Hambatan (barrier)
pengantin wanita
25
B. Definisi Istilah 1. Persepsi Proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh pengamatan sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam individu (Sunaryo, 2004). 2. Petugas kesehatan Setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan yang terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga ketekhnisian medis (Depkes RI, 2008). 3. Petugas kantor urusan agama (KUA) Petugas KUA adalah semua orang yang bekerja dikantor urusan agama (KUA) yang bernaung dibawah Departemen Agama. 4. Imunisasi tetanus toxoid Proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus (Depkes RI, 2009). 5. Imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin Imunisasi tetanus toxoid yang diberikan kepada wanita usia subur (usia 15- 45 tahun) sebelum mereka menikah. 6. Calon pengantin Individu yang sudah mendaftarkan keinginannya untuk menikah di KUA setempat.
26
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan bermanfaat karena penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata (Siswanto, 2005 dalam Prastowo, 2010). Sedangkan menurut Saryono & Mekar (2010), penelitian kualitatif adalah metode penyelidikan untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan, dilakukan secara sistematik menggunakan prosedur untuk menjawab pertanyaan, mengumpulkan fakta, menghasilkan suatu temuan yang tidak bisa ditetapkan sebelumnya, dan menghasilkan suatu temuan yang dapat dipakai melebihi batasan-batasan penelitian yang ada pada penelitian kuantitatif. Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup (Streubert, 1995). Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Hal yang akan dikaji adalah deskripsi mengenai bagaimana pengalaman orang lain dan apa maknanya bagi mereka. Fenomena yang diamati dapat berupa emosi, hubungan, perkawinan, pekerjaan, dan sebagainya (Saryono & Mekar, 2010).
27
B. Lokasi dan Waktu penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas dan KUA di Kota Tangerang Selatan, antara lain; a. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Ciputat b. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Pamulang c. Puskesmas dan KUA di Kecamatan Serpong Utara 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2011.
A. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat pencatat dan alat perekam suara (tape recorder), 2. Observasi dengan menggunakan lembar check list.
B. Informan Penelitian Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Informan dalam penelitian ini adalah :
28
1. Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini merupakan petugas yang sudah ditetapkan menjadi pemegang program imunisasi TT bagi calon pengantin. Informan kunci dalam penelitian ini terdiri dari ; a. 1 orang Petugas kesehatan (petugas puskesmas) penanggung jawab program imunisasi TT bagi calon pengantin, masing-masing dari Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong utara b. 1 orang Petugas KUA penanggung jawab program imunisasi TT dan penataran bagi calon pengantin, masing-masing dari Kecamatan Ciputat, Pamulang dan Serpong utara 2. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari ; a. 3 orang calon pengantin wanita. Kriteria inklusi : semua calon pengantin wanita baik yang sudah maupun yang belum melaksanakan imunisasi TT bagi calon pengantin, sudah terdaftar di KUA setempat, dan mengikuti kelas penataran calon pengantin.
C.
Tekhnik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa tehnik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder.
29
1. Untuk data primer meliputi : a. Wawancara Moleong (2001) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud untuk maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara sepontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara (Sugiyono, 2007 dalam Prastowo, 2010). Field & Morse 1985 dalam Holloway & Wheeler, 1996, menyarankan bahwa wawancara harus selesai dalam satu jam. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan, sehingga responden dapat merencanakan kegiatannya pada hari itu tanpa terganggu oleh wawancara, umumnya partisipan memang menginginkan waktunya cukup satu jam. Peneliti harus menggunakan penilaian mereka sendiri, mengikuti keinginan partisipan, dan menggunakan waktu sesuai dengan kebutuhan topik penelitiannya. Umumnya lama wawancara tidak lebih dari tiga jam. Jika lebih dari tiga jam, konsentrasi tidak akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti berpengalaman sekalipun. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang.
30
b. Observasi Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta untuk cross check data dan memperkaya informasi. Observasi dinilai dengan menggunakan lembar check list. Dalam penelitian ini, beberapa hal yang di observasi antara lain; 1) Kegiatan penataran calon pengantin yang dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), antara lain: a) Pendaftaran calon pengantin dan pengumpulan berkas persyaratan nikah (termasuk kartu imunisasi TT) b) Penjadwalan untuk penataran calon pengantin c) Saat penataran : Memberikan materi kesehatan, antara lain : a. Kesehatan reproduksi, b. Imunisasi, c. Gizi ibu dan anak, d. Keluarga berencana (KB), e. Penyakit infeksi menular seksual. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil penelitian. Data sekunder yang di ambil dari telaah dokumen antara lain ; a. Program Puskesmas tahun 2011 tentang imunisasi TT bagi calon pengantin b. Persyaratan administratif pernikahan dari KUA
31
D. Keabsahan Data Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subyektivitas peneliti yang dominan, instrumen penelitian yang digunakan banyak mengandung banyak kelemahan, dan sumber data yang kurang credible akan mempengaruhi hasil keakuratan penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif, yaitu: 1. Kredibilitas Kredibilitas merupakan criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian yaitu: a. Memperpanjang masa
pengamatan (prolonged engagement), memungkinkan
peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, dapat menguji informasi dari responden dan untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti. b. Pengamatan yang terus-menerus (persistent observation) c. Triangulasi 1) Triangulasi Sumber Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus memperkuat atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya. 2) Triangulasi metode Dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan data yaitu selain menggunakan metode wawancara juga dilakukan observasi (Kresno dkk, 2006).
32
2. Transferabilitas Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan pada situasi yang lain dengan subyek lain yang memiliki tipologi yang sama. 3. Dependabilitas Dependabilitas yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak 4. Konfirmabilitas Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif (Saryono & Mekar, 2010).
E. Teknik Analisa Data Langkah-langkah analisis data pada studi fenomenologi, yaitu: 1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan. 2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data. 3. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan
33
memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan). 4. Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi. 5. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi). 6. Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut. 7. Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebut ditulis (Saryono & Mekar, 2010).
34
Gambar 4.1 Teknik analisa data Memiliki gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti
Mencatat data yang diperoleh (hasil wawancara dan observasi) Membaca transkrip secara berulang-ulang Mengelompokkan kata kunci
Membuat kategori-kategori
Merumuskan tema Mengintegrasikan hasil analisis ke dalam bentuk deskriptif
Kembali ke responden untuk klarifikasi data hasil penelitian
Menggabungkan data yang baru diperoleh saat dilakukan validasi
Sumber: Colaizzi ,1978, dalam Streubert & Carpenter, 1999, dalam Saryono & Mekar, 2010
35
F.
Etika Penelitian Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan bahwa responden perlu mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan selama penelitian, dengan memperhatikan aspekaspek self determination, privacy, anonymity, confidentially dan protection from discomport (Polit, 2006). Peneliti juga membuat Informed consent sebelum penelitian dilakukan. a. Self Determination Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan menandatangani Informed Consent yang telah disediakan. b. Privacy Peneliti juga menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian. Nama responden akan dirahasiakan sebagai ganti digunakan nomor responden. c. Anonymity Selama kegiatan penelitian nama responden akan dirahasiakan sebagai gantinya digunakan inisial. d. Confidentially Peneliti menjadi kerahasiaan identitas responden dan informasi yang diberikan. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai dokumentasi penelitian.
36
e. Protection From Disconfort Peneliti menekankan apabila responden merasa tidak aman atau nyaman selama mengikuti kegiatan penelitian sehingga menimbulkan masalah baik fisik maupun psikologis, maka peneliti mempersiapkan responden untuk menghentikan partisipasinya.
37
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, diresmikan sebagai daerah otonom pada tanggal 28 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 51 tahun 2008. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, berjarak ±20 kilometer ke ibukota negara dan ±20 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan yakni : Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Setu, Serpong dan Serpong Utara. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2. Kota Tangerang Selatan terdapat 14 rumah sakit, 11 puskesmas, 18 puskesmas pembantu, 140 klinik, 97 rumah bersalin, 211 dokter praktek , 175 bidan praktek dan 913 posyandu yang semuanya tersebar di 7 kecamatan di Kota Tangerang Selatan.
B. Hasil Penelitian 1. Karakteristik informan Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi dua yaitu informan utama dan informan pendukung. Informan utama adalah petugas kesehatan dan petugas KUA yang bertanggung jawab sebagai pemegang program imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin wanita. Karakteristik dari informan utama yang diperoleh antara lain nama,
38
umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sedangkan untuk informan pendukung terdiri dari calon pengantin wanita yang mengikuti penataran sebelum menikah bagi calon pengantin di KUA setempat. Karakteristik dari informan pendukung yang diperoleh antara lain nama, umur, pendidikan terakhir dan status imunisasi TT calon pengantin. a. Informan utama Informan utama dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan dan petugas KUA yang bertanggung jawab sebagai pemegang program imunisasi tetanus toxoid bagi calon pengantin wanita yang terdiri dari 3 orang petugas kesehatan (petugas puskesmas) dan 3 orang petugas KUA, masing-masing dari wilayah Kecamatan Pamulang, Ciputat, dan Serpong Utara.
Tabel 5.1 Karakteristik informan utama No
Nama
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
1.
Ibu T
P
52 th
D3
Petugas Puskesmas
2.
Ibu E
P
36 th
D3
Petugas Puskesmas
3.
Ibu S
P
36 th
D3
Petugas Puskesmas
4.
Bp. S
L
50 th
S1
Petugas KUA
5.
Bp. R
L
45 th
S1
Petugas KUA
6.
Bp. F
L
42 th
S1
Petugas KUA
39
b. Informan pendukung informan pendukung dalam penelitian ini adalah calon pengantin wanita yang mengikuti penataran sebelum menikah di KUA setempat yang terdiri dari 4 orang responden. Usia responden antara 21 – 30 tahun dengan tingkat pendidikan antara SMA – kuliah. Wawancara dengan informan pendukung dilakukan karena peneliti melihat bahwa dalam pelaksanaan program imunisasi ini para calon pengantin wanita yang dapat merasakan bagaimana program imunisasi ini dilaksanakan. Tujuan wawancara dengan informan pendukung adalah untuk mendapatkan informasi tambahan, cross check data serta untuk memperkaya data penelitian.
2. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin a. Pengetahuan tentang program Pengetahuan petugas kesehatan dan petugas KUA tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin umumnya sudah baik. Karena berdasarkan hasil wawancara, para petugas dapat menyebutkan manfaat, sasaran, jadwal dari program ini dan hal tersebut sesuai dengan panduan dari Kementrian Kesehatan tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin. “imunisasi TT itu adalah program untuk mencegah penyakit (tetanus) yang dapat dicegah dengan imunisasi.program imunisasi TT diberikan bagi ibu hamil, wanita usia subur (WUS) serta calon pengantin. Manfaat imunisasi TT itu sendiri, pertama untuk mencegah penyakit tetanus baik bagi ibu dan janin, kedua juga bisa untuk meningkatkan daya tahan tubuh si ibu untuk mempersiapkan kehamilan”(Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)
40
“Imunisasi TT meupakan program untuk memberikan kekebalan pada tubuh kita terhadap penyakit tetanus. Manfaatnya untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tetanus bagi ibu dan janinnya” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas) “Imunisasi TT adalah program imunisasi untuk mencegah penyakit tetanus, program tersebut diberikan kepada ibu hamil, WUS dan calon pengantin. Manfaatnya itu untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus baik pada ibu maupun pada janin” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)
Sedangkan para calon pengantin menyatakan bahwa mereka tidak tahu dengan jelas manfaat dari imunisasi TT bagi calon pengantin, mereka hanya disarankan oleh pihak keluarga dan KUA untuk imunisasi tapi tidak diberi penjelasan yang lebih lanjut. Sehingga para calon pengantin lebih memilih menunggu sampai mendapatkan penjelasan tentang imunisasi TT pada saat kelas penataran calon pengantin atau tidak melakukan imunisasi sama sekali. Hal tersebut dinyatakan oleh informan pendukung sebagai berikut: “Belum begitu faham, makanya sekarang ikut penataran” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin) “Masih kurang faham, kemarin dari KUA cuma disarankan untuk imunisasi TT tapi belum dijelaskan jadi belum tahu manfaatnya buat apa.” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin) “masih belum ngerti banget gunanya buat apa, kalo memang harus sebelum menikah imunisasi, gunanya sendiri belum tahu” (Nn. C, 22 thn, calon pengantin)
41
b. Pengetahuan tentang pelaksanaan Pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin dilakukan dengan cara sosialisasi program, pendataan (screening TT), pelaksanaan pemberian imunisasi TT, dan pencatatan. 1) Sosialisasi program Menurut petugas kesehatan dan petugas KUA, sosialisasi program imunisasi TT bagi calon pengantin dilaksanakan di puskesmas, posyandu (dilaksanakan di meja 4 oleh kader), dan KUA (kelas penataran calon pengantin) serta petugas puskesmas juga menyatakan bahwa sosialisasi program juga menggunakan media sosialisasi seperti leaflet dan poster. ”Untuk sosialisasi, dilakukan penyuluhan di puskesmas, KUA dan posyandu. penyuluhan di posyandu dilakukan oleh kader di meja 4, sebelumnya para kader mendapat pelatihan pada KIE(komunikasi informasi edukasi) dan Lokmin (lokakarya mini) yang dilakukan di kelurahan dan puskesmas, tiap bulan 1x” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas) “Untuk sosialisasinya itu biasanya penyuluhan di posyandu oleh petugas puskesmas atau dengan kader dan penyuluhan di KUA” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas) “sosialisasi dalam gedung saat pelaksanaan imunisasi TT di puskesmas dan luar gedung melalui rapat kelurahan, posyandu, kader, penataran di KUA dan lewat leaflet” (Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)
Menurut hasil wawancara dengan informan pendukung, didapatkan hasil bahwa para calon pengantin tidak pernah mendapatkan penjelasan tentang
42
imunisasi TT dari petugas sebelum mengikuti kelas penataran calon pengantin di KUA. “Kemarin saat daftar, dari KUA menyarankan untuk imunisasi ke pukesmas tapi belum dijelaskan apa-apa, makanya sekarang ikut penataran. Belum ke puskesmas karena menunggu jadwal penatarannya saja.” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin)
Para calon pengantin juga tidak pernah datang ke posyandu, karena mereka menganggap bahwa posyandu hanyalah tempat untuk pemeriksaan balita dan ibu hamil/ wanita yang sudah memiliki anak. “Masih kurang faham, kemarin dari KUA cuma disarankan untuk imunisasi TT tapi belum tahu manfaatnya buat apa. Belum pernah ke puskesmas atau posyandu dan lagi pula posyandu itu kan tempat untuk periksa anak dan ibu hamil.” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin)
Selain itu dari hasil observasi juga didapatkan hasil bahwa peneliti tidak melihat adanya poster yang dipajang ataupun leaflet tentang imunisasi TT yang akan dibagikan ke masyarakat. Hal ini menunjukkan upaya sosialisasi yang dilakukan oleh para petugas belum memanfaatkan media-media sosialisasi yang mudah difahami oleh masyarakat seperti leaflet atau poster. 2) Pendataan Pendataan (screening TT) dalam program ini dilakukan untuk mengetahui kelengkapan status imunisasi TT pada wanita usia subur usia 15 – 45 tahun. “Program pelaksanaaan imunisasi dari puskesmas, pertama pendataan (screening TT) yaitu pendataan kelengkapan status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun.”(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)
43
“Pelaksanaan program imunisasinya, tiga bulan yang lalu diprogramkan dari dinas kesehatan untuk serentak dilakukan pendataan (screening TT) yaitu untuk mendata kelengkapan status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas) “Pelaksanaan program imunisasinya itu, pertama ada pendataan (screening TT) itu untuk mendata status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun, jadi semuanya didata dan yang belum imunisasi TT akan langsung disarankan untuk imunisasi TT.“ (Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas)
Sedangkan menurut hasil wawancara dengan informan pendukung didapatkan data bahwa mereka tidak pernah didata dan juga tidak tahu tentang adanya pendataan bagi wanita usia subur (WUS) terkait imunisasi TT diwilayah tempat tinggal mereka. “Tahu dari orang tua. Setahu saya tidak ada pendataan imunisasi TT di daerah rumah, karena tidak ada orang yang pernah kerumah untuk mendata” (Nn. C, 22 thn, calon pengantin) “Dari tante karena kemarin kan baru nikah dan dari KUA juga disarankan. Tapi tidak ada petugas yang melakukan pendataan.” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin) “Dari petugas KUA waktu daftar nikah. Tidak ada petugas yang melakukan pendataan imunisasi TT” (Nn. P, 21 thn, calon pengantin) “Pernah dengar dari keluarga yang sudah nikah dan teman. Tidak ada petugas yang melakukan pendataan” (Nn. A, 30 thn, calon pengantin)
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendataan yang dilakukan oleh petugas belum maksimal karena masih ada wanita usia subur yang belum di data dan
44
informasi tentang pendataan imunisasi TT juga belum diketahui oleh calon pengantin. 3) Pelaksanaan Pelaksanaan pemberian imunisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pemberian imunisasi. Karena dari hasil observasi pada pemberian imunisasi TT bagi calon pengantin yang di lakukan di puskesmas didapatkan data bahwa cara pemberian sudah sesuai dengan tata cara pemberian obat. 4) Pencatatan Pencatatan dilakukan setelah calon pengantin diberikan imunisasi TT. Pencatatan dilakukan pada buku laporan imunisasi yang dimiliki pihak puskesmas dan untuk calon pengantin akan diberikan kartu tanda imunisasi TT (kartu kuning). Informan kunci yang peneliti wawancara mengatakan bahwa pencatatan untuk imunisasi TT digabung menjadi satu (TT calon pengantin dan TT ibu hamil), hal ini dikarenakan pihak puskesmas menilai kelengkapan status imunisasi TT sampai dengan TT-5 bukan berdasarkan status saat pasien diimunisasi. Tetapi hal tersebut dapat menyulitkan bagi petugas kesehatan untuk melihat cakupan atau keberhasilan dari masing-masing program (imunisasi TT calon pengantin dan imunisasi TT ibu hamil). “Setelah imunisasi baru akan dilakukan pencatatan pada buku laporan imunisasi TT dipuskesmas dan untuk catinnya diberikan kartu tanda imunisasi TT.”(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)
Selain itu dari hasil observasi yang peneliti lakukan terhadap pendokumentasian didapatkan data bahwa data laporan imunisasi TT bagi calon 45
pengantin yang tersendiri tidak ada, karena pencatatan imunisasi TT digabung baik imunisasi TT ibu hamil, WUS maupun calon pengantin.
3. Persepsi tentang Manfaat (Perceived Benefits) Persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA tetang manfaat dari program imunisasi TT bagi calon pengantin bila dinilai sudah baik karena para petugas umumnya mengerti tentang manfaat dari program ini baik bagi calon pengantin maupun bagi petugas kesehatan. Manfaat program ini bagi calon pengantin yaitu memberikan kekebalan pada tubuh (calon ibu dan calon janin) terhadap infeksi penyakit tetanus serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh calon pengantin wanita untuk mempersiapkan kehamilan. “Jadi manfaat imunisasi TT itu sendiri, pertama untuk mencegah penyakit tetanus baik bagi ibu dan janin, kedua juga bisa untuk meningkatkan daya tahan tubuh si ibu untuk mempersiapkan kehamilan”(Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas) “manfaatnya untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus baik pada ibu maupun pada janin” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas) “manfaatnya untuk mencegah penyakit tetanus” (Bp.F, 42 thn, petugas KUA) “manfaat imunisasi TT itu sendiri kan untuk mencegah penyakit tetanus, baik untuk ibu dan anaknya” (Bp.S, 50 thn, petugas KUA) “manfaatnya untuk mencegah penyakit tetanus, biar nanti kalo melahirkan anaknya itu tidak kena tetanus” (Bp.R, 45 thn, petugas KUA)
46
Program ini juga memiliki manfaat bagi pihak puskesmas antara lain; kelengkapan status imunisasi TT diwilayah tersebut dapat didata, dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang di akibatkan oleh penyakit tetanus, serta dapat mendeteksi angka kejadian penyakit tetanus neonatorum. “manfaatnya untuk memberikan kekebalan pada tubuh terhadap penyakit tetanus bagi ibu dan janinnya. Selain manfaat bagi pasien, program ini juga bermanfaat bagi puskesmas antara lain; kelengkapan status imunisasi TT diwilayah tersebut dapat didata, dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang di akibatkan oleh penyakit tetanus, serta dapat mendeteksi angka kejadian penyakit tetanus neonatorum” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)
Informan pendukung menyatakan bahwa calon pengantin belum mengetahui manfaat dari program tersebut, karena program tersebut belum terpublikasikan dengan baik ke masyarakat, sehingga beberapa calon pengantin wanita tidak mau melakukan imunisasi TT karena belum tahu manfaatnya dengan jelas. Selain itu juga menyebabkan adanya kesalahan persepsi dalam masyarakat tentang imunisasi TT bagi calon pengantin yaitu adanya issue yang menyebutkan bahwa imunisasi TT bagi calon pengantin merupakan KB yang diberikan sebelum menikah. “Belum tahu, makanya sekarang ikut penataran dulu biar tahu. Kalo issue negatif saya malah ga tahu” (Nn. M, 25 thn, calon pengantin) “pernah dengar kalo imunisasi TT pas catin, nanti hamilnya tertunda. Jadi saya tidak mau imunisasi” (Nn. A, 30 thn, calon pengantin)
Ketidaktahuan calon pengantin tentang program imunisasi TT secara jelas menyebabkan ketidakmauan minat calon pengantin untuk melakukan imunisasi TT dan 47
menyebabkan calon pengantin mudah percaya dengan issue terkait imunisasi TT bagi calon pengantin. Hal tersebut secara jelas dapat menyebabkan rendahnya cakupan program imunisasi TT bagi calon pengantin.
4.
Persepi tentang Hambatan (Perceived Barrier) Petugas kesehatan dan petugas KUA menyatakan bahwa hambatan dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita ini dapat berasal dari petugas dan pasien. Hambatan dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin yang berasal dari petugas antara lain; masih kurangnya petugas, beban kerja petugas yang terlalu banyak, dan terbatasnya petugas yang faham tentang program tersebut. “Kalo dari petugasnya, tenaga penyuluh yang benar-benar faham masih kurang” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas) “Kalo dari petugasnya, tenaga penyuluh yang benar-benar handal itu masih sedikit, disini cuma ada 2 yang benar-benar faham” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)
Sedangkan hambatan yang datang dari pihak pasien antara lain; takut di suntik, malas ke puskesmas, tidak ada waktu untuk imunisasi karena kerja, kurangnya pengetahuan dan adanya persepsi yang salah tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin. “Ada issue yang katanya imunisasi TT itu KB sebelum menikah, biasanya juga kebanyakan takut disuntik, malas tapi sebenarnya ngerti, selain itu juga bisa karena pas penyuluhan informasinya kurang sampai dengan baik, bisa karena datangnya telat atau kurang memperhatikan.”(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas)
48
“Paling besar itu dari lingkungan baik dari keluarga atau masyarakat, ada issue bahwa imunisasi TT itu KB sebelum menikah, kurangnya pengetahuan ibu, adanya rasa takut untuk di imunisasi” (Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas) “Biasanya kebanyakan pada takut di suntik atau memang sama sekali tidak mau di suntik karena kabar imunisasi TT itu KB sebelum menikah, ada juga yang belum mau imunisasi karena masih belum faham manfaatnya.”(Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas) “ada yang sama sekali ga mau, mungkin karena ngeri disuntik atau ada juga yang mengira itu KB” (Bp.S, 50 thn, petugas KUA) “Beberapa ada yang takut di suntik, alergi, atau karena kerja jadi tidak ada waktu untuk imunisasi. Kami dari pihak KUA hanya bisa menyarankan, tapi kalo dari calon pengantinya tetap tidak mau imunisasi, kan itu hak mereka. ” (Bp.R, 45 thn, petugas KUA) “biasanya paling banyak itu ga mau karena takut di suntik, ada juga yang masih kurang ngerti jadinya ga mau imunisasi takut ada efeknya” (Bp.F, 42 thn, petugas KUA)
Selain itu, dari hasil observasi yang peneliti lakukan didapatkan data bahwa hambatan pada pelaksanaan program ini terlihat saat kelas penataran calon pengantin di KUA yaitu kurangnya perhatian dan minat para calon pengantin untuk mendengarkan penjelasan yang diberikan penyuluh,
yang ditunjukkan dengan sikap tidak
memperhatikan penyuluh, sibuk bercanda atau ngobrol dengan pasangannya, dan datang tidak tepat waktu. Waktu yang diberikan oleh pihak KUA untuk penyuluh juga terlalu singkat, karena penyuluh biasanya memberikan tujuh materi dengan waktu hanya satu jam.
49
5.
Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak (cues to action) Persepsi petugas tentang petunjuk untuk bertindak dapat dinilai sudah sesuai dengan program yang direncanakan oleh Dinas Kesehatan. “Pelaksanaan program imunisasinya, tiga bulan yang lalu diprogramkan dari dinas kesehatan untuk serentak dilakukan pendataan (screening TT) dalam waktu 1 bulan yaitu untuk mendata kelengkapan status imunisasi TT pada WUS usia 15-45 tahun, kalo yang belum diimunisasi nanti akan langsung di imunisasi” (Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)
Dalam pelaksanaan program ini masih terlihat adanya saling melempar tanggung jawab, walaupun sudah ada pembagian tugas yang dilakukan. Adapun pembagian tugas yang dilakukan antara lain; petugas KUA berwenang dalam pengumpulan persyaratan pernikahan (salah satunya fotokopi kartu tanda imunisasi TT) dan penjadwalan untuk penyuluhan calon pengantin. “Pihak puskesmas biasanya pada saat penyuluhan yang terkait dengan kesehatan dan pelaksanaan pemberian imunisasi TT bagi catin” (Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas) “pembagian tugasnya pihak puskesmas mengisi penyuluhan tentang kesehatan dan pihak KUA mengisi penyuluhan tentang hukum nikah, munakahat, doa-doa, syaratsyarat nikah”(Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas) “Kalo untuk pembagian tugas biasanya pihak KUA menjadwalkan untuk tanggal penyuluhan, lalu nanti pihak puskesmas sebagai pengisi materi tentang kesehatan saat penyuluhan” (Bp.S, 50 thn, petugas KUA) “Pihak KUA yang menjadwalkan untuk penyuluhan, sebagai penyuluh bagian kesehatannya nanti itu petugas dari puskesmas”(Bp.R, 45 thn, petugas KUA)
50
Sedangkan untuk petugas puskesmas berwenang dalam penyuluhan calon pengantin terkait masalah kesehatan dan pada pelaksanaan pemberian imunisasi TT bagi calon pengantin wanita. “Pembagian tugasnya itu pihak KUA yang bagian penjadwalan penyuluhan calon pengantin dan penyuluhan terkait cara membangun keluarga sakinah, mawadah, warakhmah.”(Ibu T, 52 thn, petugas puskesmas) “biasanya penyuluhan itu setiap hari kamis dan pembagian tugasnya puskesmas ciputat dapat giliran mengisi minggu pertama, mgg II oleh puskesmas kampung sawah, mgg III oleh puskesmas jombang, dan mgg IV oleh puskesmas situ gintung”(Ibu E, 36 thn, petugas puskesmas) “pembagian tugasnya pihak puskesmas mengisi penyuluhan tentang kesehatan dan pihak KUA mengisi penyuluhan tentang hukum nikah, munakahat, doa-doa, syaratsyarat nikah”(Ibu S, 36 thn, petugas puskesmas)
Tetapi pada pelaksanaannya petugas KUA mengganggap bahwa mereka hanya bertugas menyarankan calon pengantin untuk melakukan imunisasi tetapi bukan untuk mewajibkannya. Karena mereka berpendapat calon pengantin berhak memilih mau di imunisasi atau tidak dan yang lebih bertanggung jawab pada pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin ini adalah petugas kesehatan.
51
BAB VI PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Pengetahuan tentang program dan pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin Petugas kesehatan dan petugas KUA menyatakan bahwa pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin sampai saat ini dapat dinyatakan ±60% sudah terlaksana dengan baik. Program imunisasi ini penting untuk dilakukan karena tujuannya untuk memberikan kekebalan pada tubuh (calon ibu dan calon janin) terhadap infeksi penyakit tetanus serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh calon pengantin wanita untuk mempersiapkan kehamilan. Salah satu informan kunci, Ibu E (36 tahun) menyatakan bahwa manfaat imunisasi TT antara lain untuk mencegah penyakit tetanus baik bagi ibu dan janin dan juga bisa untuk meningkatkan daya tahan tubuh si ibu untuk mempersiapkan kehamilan. Hal ini sesuai dengan manfaat imunisasi tetanus toxoid menurut Depkes RI (1992) dalam Sukmara (2000), bahwa Antibody yang terbentuk pada calon pengantin yang sudah di imunisasi TT, selain memberi perlindungan pada ibu, juga memberikan perlindungan pada calon bayi yang akan lahir. Plasenta meneruskan antibody tetanus (IgG) ke bayi dan melindungi bayi terhadap kemungkinan masuknya toksin tetanus melalui luka pada tali pusat atau luka ditempat lain yang dapat tercemar spora tetanus. Pengetahuan petugas tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin sampai saat ini belum dapat tersampaikan dengan baik ke masyarakat karena calon pengantin baru bisa mendapatkan penjelasan tentang program imunisasi TT setelah mengikuti 52
kelas penataran calon pengantin. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program, masih kurang efektifnya penyuluhan yang diberikan saat kelas penataran calon pengantin di KUA, serta hambatan-hambatan lain yang berasal dari calon pengantin. Hal ini sesuai dengan efektifitas komunikasi menurut Sutomo (2011) tergantung kepada: Sumbernya (sikap, pengetahuan, kemampuan berkomunikasi, kesesuaian dengan system sosial dan budaya), Pesannya ( jelas, sederhana, spesifik, factual, tepat, relevan, sesuai konteks waktunya), Saluran yang digunakan/alat (tepat, relevan, dapat diakses dan terjangkau harganya), dan Penerima (sikap, persepsi, kemampuan komunikasi, pengetahuan, system sosial dan budaya). Salah satu informan pendukung, Nn.C (22 tahun) mengatakan bahwa ia masih belum mengerti manfaat atau kegunaan dari imunisasi TT sebelum menikah, wajib atau tidak untuk dilakukan dan ada efek sampingnya atau tidak. Informan juga mengatakan bahwa dari KUA sudah disarankan untuk imunisasi tetapi tidak diberikan penjelasan apa-apa, jadi informan menunggu untuk mengikuti penataran calon pengantin agar mendapat penjelasan terlebih dahulu tentang imunisasi TT dan segala macam hal yang harus di siapkan sebelum menikah. Hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tidakan seseorang. Pelaksanaan program imunisasi TT dilakukan mulai dari sosialisasi program, pendataan (screening TT), pelaksanaan pemberian imunisasi TT, dan pencatatan. Sosialisasi program ini dilaksanakan di puskesmas, posyandu (dilaksanakan di meja 4 oleh kader), dan KUA (kelas penataran calon pengantin) serta petugas puskesmas juga menyatakan bahwa sosialisasi program juga menggunakan media sosialisasi seperti
53
leaflet dan poster. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung didapatkan data bahwa para calon pengantin tidak pernah mendapatkan penjelasan tentang imunisasi TT dari petugas sebelum mengikuti kelas penataran calon pengantin di KUA. Para calon pengantin juga tidak pernah datang ke posyandu, karena mereka menganggap posyandu merupakan tempat untuk pemeriksaan balita dan ibu hamil. Selain itu dari hasil observasi juga didapatkan hasil bahwa peneliti tidak melihat adanya poster yang dipajang ataupun leaflet tentang imunisasi TT yang akan dibagikan ke masyarakat. Data diatas membuktikan bahwa masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pihak puskesmas maupun pihak KUA. Hal ini sesuai dengan penelitian Hamid (2011) yang menyatakan bahwa perubahan perilaku bisa terjadi pada tahapan-tahapan tertentu dengan atau tanpa intervensi pihak luar baik disengaja atau secara spontan dilakukan oleh seseorang. Peningkatan perilaku dapat dilakukan dengan peningkatan pengetahuan melalui media. Untuk mengoptimalkan sosialisasi program dapat menggunakan media sosialisasi elektronik seperti televisi dan radio. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamid (2011) menunjukkan bahwa media yang sering digunakan ibu untuk mendapatkan informasi 80,5%. Siaran radio yang sering didengarkan adalah stasiun Bens Radio, Elshinta, Merci FM, Gen FM, Pamulang FM, dengan jenis acara yang paling banyak di dengar adalah acara musik, informasiinformasi kesehatan termasuk materi kesehatan maternal seperti informasi kunjungan rumah bagi bayi baru lahir, informasi menyusui bayi dan imunisasi hepatitis B. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung juga didapatkan data bahwa mereka tidak tahu tentang adanya pendataan bagi wanita usia subur (WUS)
54
terkait imunisasi TT diwilayah tempat tinggal mereka. Selain itu, Informan kunci yang peneliti wawancara mengatakan bahwa pencatatan untuk imunisasi TT digabung menjadi satu (TT calon pengantin dan TT ibu hamil), hal ini dikarenakan pihak puskesmas menilai kelengkapan status imunisasi TT sampai dengan TT-5 bukan berdasarkan status saat pasien diimunisasi. Hal tersebut dapat menyulitkan dalam menilai cakupan dan keberhasilan dari masing-masing program imunisasi TT. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang ada pada buku panduan pelaksanaan imunisasi TT, dimana pendataan calon pengantin dan sosialisasi program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita dilakukan oleh para petugas puskesmas dan para kader di posyandu dan data tersebut dicek kembali saat calon pengantin melakukan imunisasi TT di puskesmas. Sedangkan untuk pencatatan pelaksanaan program imunisasi TT calon pengantin seharusnya dipisahkan dengan pelaksanaan imunisasi TT ibu hamil untuk memudahkan pencarian data bila terjadi kasus tetanus neonatorum.
2. Persepsi tentang Manfaat (Perceived Benefits) Gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA tentang manfaat dari pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita didapatkan dari hasil wawancara. Persepsi tentang manfaat dalam penelitian ini adalah persepsi petugas kesehatan dan petugas KUA tentang manfaat dari pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita. Petugas kesehatan dan petugas KUA menyatakan bahwa pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin sampai saat ini dapat dinyatakan ±60% sudah terlaksana dengan baik, karena ±60% calon pengantin wanita sudah di imunisasi.
55
Program imunisasi ini penting untuk dilakukan karena tujuannya untuk memberikan kekebalan pada tubuh (calon ibu dan calon janin) terhadap infeksi penyakit tetanus serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh calon pengantin wanita untuk mempersiapkan kehamilan. Selain manfaat untuk pasien, program ini juga memiliki manfaat bagi puskesmas antara lain; kelengkapan status imunisasi TT diwilayah tersebut dapat didata, dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang di akibatkan oleh penyakit tetanus, serta dapat mendeteksi angka kejadian penyakit tetanus neonatorum. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Indrawati (1998) yang menyatakan bahwa Ibu dengan status imunisasi TT tidak lengkap atau tidak imunisasi TT mempunyai kecenderungan 36 kali lebih besar bayinya menderita tetanus neonatorum dibandingkan dengan ibu yang status imunisasi TT lengkap. Selain itu juga sesuai oleh langkah pencegahan pemerintah untuk menanggulangi angka tetanus neonatorum yang sudah dicanangkan dalam Depkes RI (1996). Beberapa langkah pencegahan penyakit tetanus neonatorum antara lain peningkatan cakupan imunisasi TT terhadap wanita usia subur, pemeriksaan kehamilan termasuk pemberian imunisasi TT ibu hamil, pertolongan persalinan 3 bersih serta perawatan tali pusat yang bersih, peningkatan kegiatan surveilans dalam rangka penemuan dini kasus tetanus neonatorum dan penentuan faktor resiko yang menjadi penyebab, serta pelayanan rujukan baik rumah sakit maupun di puskesmas dengan rawat inap dan penyuluhan melalui kader, tokoh masyarakat serta keluarga.
56
3. Persepi tentang Hambatan (Perceived Barrier) Persepsi terhadap hambatan (perceived barrier) adalah aspek negatif yang potensial dari suatu tindakan kesehatan atau hambatan yang dirasakan dapat menjadi penghalang untuk melakukan perilaku kesehatan (Rosenstock dalam Glanz, 2002). Petugas kesehatan dan petugas KUA menyatakan bahwa hambatan dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita ini dapat berasal dari petugas dan pasien. Hambatan dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin yang berasal dari petugas antara lain; masih kurangnya petugas, beban kerja petugas yang terlalu banyak, dan terbatasnya petugas yang faham tentang program tersebut. Sedangkan hambatan yang datang dari pihak pasien antara lain; takut di suntik, malas ke puskesmas, tidak ada waktu untuk imunisasi karena kerja, takut tidak bisa hamil dan kurangnya pengetahuan tentang program imunisasi TT bagi calon pengantin. Hambatan tersebut dinilai oleh pihak puskesmas menjadi penyebab masih kurangnya cakupan imunisasi TT bagi calon pengantin. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung didapatkan hasil bahwa beberapa alasan calon pengantin wanita belum atau tidak mau melakukan imunisasi TT sebelum menikah antara lain; hambatan dari diri individu yaitu karena kurangnya pengetahuan, malas dan takut disuntik atau sedang sakit saat akan diimunisasi. Sedangkan hambatan dari lingkungan sekitar antara lain adanya issue negatif tentang imunisasi TT bagi calon pengantin yaitu imunisasi TT dianggap sebagai KB (dapat menghambat kehamilan) yang diberikan sebelum menikah. Selain itu, dari hasil observasi yang peneliti lakukan didapatkan data bahwa hambatan pada pelaksanaan program ini terlihat saat kelas penataran calon pengantin di KUA yaitu kurangnya
57
perhatian dan minat para calon pengantin untuk mendengarkan penjelasan yang diberikan penyuluh, yang ditunjukkan dengan sikap tidak memperhatikan penyuluh, sibuk bercanda atau ngobrol dengan pasangannya, dan datang tidak tepat waktu. Waktu yang diberikan oleh pihak KUA untuk penyuluh juga terlalu singkat, karena penyuluh biasanya memberikan tujuh materi dengan waktu hanya satu jam. Hal tersebut membuat penyuluhan yang dilakukan oleh pihak puskesmas menjadi kurang mendalam, terburuburu, kurang interaktif dan terkadang ada materi yang tidak diberikan karena waktunya sudah habis. Hal ini sesuai dengan pengertian tentang gangguan komunikasi menurut Tannen (1996) bahwa gangguan dalam komunikasi merupakan hambatan yang menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber dalam mengirimkan pesan. Gangguan dikatakan ada dalam suatu sistem komunikasi bila gangguan tersebut membuat pesan yang disampaikan berbeda dengan pesan yang diterima. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain berbicara), psikologis (pemikiran yang sudah ada di kepala kita), atau semantik (salah mengartikan makna). Persepsi calon pegantin wanita yang salah tentang program imunisasi TT dapat menyebabkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain. Kerugian bagi diri sendiri yaitu perilaku calon pengantin yang tidak mau melakukan imunisasi TT, sedangkan kerugian bagi orang lain yaitu calon pengantin yang salah mempersepsikan tentang imunisasi TT dapat berperilaku mempengaruhi orang lain untuk percaya pada persepsinya tentang program tersebut. Untuk meminimalkan atau memperbaiki persepsi yang salah dapat dilakukan pendidikan kesehatan yang lebih tepat dan mendalam atau pihak puskesmas dan pihak KUA dapat menyediakan sarana konseling tentang program imunisasi TT
58
agar calon pengantin dapat lebih leluasa dan lebih mudah medapatkan tempat untuk bertanya.
4. Persepsi tentang petunjuk untuk bertindak (cues to action) Persepsi petugas tentang petunjuk untuk bertindak dapat dinilai sudah sesuai dengan program imunisasi TT bagi calon pengantin yang direncanakan oleh Dinas Kesehatan. Program ini merupakan sebuah program yang disosialisasikan dengan sistem top-down. Dengan kata lain para petugas menjalankan tugas sesuai dengan program yang diberikan oleh pusat. Program ini dilaksanakan dengan melakukan kerjasama lintas sektoral dengan pihak terkait yaitu Departemen Agama (Kantor Urusan Agama). Para petugas diharapkan dapat bekerja sama dengan baik dan membuat rencana bersama yang dapat memaksimalkan terlaksananya program tersebut. Terobosan-terobosan terbaru untuk suatu program kesehatan ditetapkan langsung oleh pusat yang didasarkan pada hasil laporan pelaksanaan program sebelumnya. Hal tersebut menyebabkan bagian pelaksana program hanya berkerja sesuai dengan standar operasional (SOP) dari pusat. Bila tindakan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program tidak ada dalam SOP, biasanya tidak akan dilakukan. Hal tersebut juga bisa menjadi hambatan dalam pelaksanaan program. Dalam pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin saat ini belum ditemukan terobosan-terobosan terbaru yang diperintahkan dari pusat, sehingga tidak ada cara baru yang dapat mempermudah sosialisasi dan pelaksanaan program. Hal tersebut dapat dikakitkan dengan penelitian Hamid (2011) yang menyatakan bahwa untuk sebuah program top-down, lebih disarankan pelibatan masyarakat harus dipikirkan dari awal agar program tersebut bisa diterima oleh masyarakat dengan baik. 59
Pada pelaksanaannya program imunisasi TT bagi calon pengantin dilakukan dengan mengadakan kerja sama lintas sektoral antara pihak puskesmas dan pihak KUA. Hal ini dikarenakan pihak KUA merupakan bagian yang bertanggung jawab mendata calon pengantin yang akan mendaftar untuk menikah. Adapun pembagian tugas yang dilakukan antara lain; petugas KUA berwenang dalam pengumpulan persyaratan pernikahan (salah satunya fotokopi kartu tanda imunisasi TT) dan penjadwalan untuk penataran calon pengantin. Sedangkan untuk petugas puskesmas berwenang dalam penyuluhan calon pengantin terkait masalah kesehatan dan pada pelaksanaan pemberian imunisasi TT bagi calon pengantin wanita. Pada kenyataannya, petugas KUA mengganggap bahwa pihak yang lebih bertanggung jawab pada pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin ini adalah petugas kesehatan. Hal ini tidak sesuai dengan salah satu peran petugas KUA dalam BP4 yaitu menyelenggarakan kursus calon pengantin, penataran atau pelatihan, diskusi, seminar dan kegiatan-kegiatan sejenis lainnya yang berkaitan dengan perkawinan dan keluarga, serta berperan aktif dalam kegiatan lintas sektoral yang bertujuan untuk membina keluarga sakinah (Profil KUA Pamulang, 2009).
60
B. Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian tentang imunisasi TT bagi calon pengantin masih sangat sedikit dan program ini hanya ada di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan penulis kesulitan dalam mencari literatur yang sesuai dan literatur yang adapun masih sangat terbatas. 2. Pencatatan untuk laporan pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin tidak ada atau tidak dilaksanakan di puskesmas, hal ini menyebabkan peneliti mengalami kesulitan untuk mendapatkan data yang pasti tentang keberhasilan program saat studi pendahuluan.
61
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan Para petugas kesehatan dan petugas KUA umumnya mengetahui tentang pengertian, manfaat, sasaran dan jadwal pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita. Sedangkan menurut para calon pengantin manfaat dari program ini belum mengetahui dengan jelas. Hal tersebut membuktikan belum efektifnya penyampaian informasi yang dilakukan oleh para petugas. Petugas kesehatan sudah melaksanakan pemberian imunisasi TT, hanya saja sosialisasi program ini masih kurang efektif dikarenakan media sosialisasi yang kurang dimanfaatkan dan waktu untuk penyuluhan saat penataran calon pengantin di KUA yang relatif singkat sehingga informasi yang diberikan masih kurang efektif tersampaikan. Hambatan dalam program ini lebih banyak berasal dari diri calon pengantin diantaranya karena kurangnya pengetahuan, takut untuk disuntik dan masih adanya issue negatif tentang imunisasi TT bagi calon pengantin.
62
B. Saran 1. Petugas Kesehatan a. Sebagai penyuluh, pengetahuan petugas harus terus ditambah dan metode dalam penyuluhan harus lebih menarik dan interaktif agar informasi yang diberikan dapat tersampaikan dengan lebih baik. b. Dalam penyuluhan, materi yang disampaikan harus singkat, jelas, dan padat serta alat peraga yang digunakan harus legkap dan menarik. c. Penyediaan ruang konseling untuk calon pengantin perlu di pertimbangkan. d. Pemberdayaan posyandu bukan hanya untuk pemantauan kesehatan balita dan ibu hamil tapi juga untuk tempat penyuluhan bagi calon pengantin. e. Pertahankan dan tingkatkan kerja sama dengan kader, tokoh masyarakat setempat dan teman sejawat baik lintas program maupun lintas sektoral. f. Tingkatkan sosialisasi program dengan menggunakan media sosialisasi elektronik seperti televisi dan radio.
2. Petugas KUA a. Sebaiknya petugas KUA harus memberikan ketegasan dalam pengumpulan persyaratan administratif pernikahan, terutama dalam pengumpulan kartu tanda imunisasi TT bagi calon pengantin wanita dan mewajibkan semua calon pengantin wanita untuk melakukan imunisasi TT. b. Pertahankan kerja sama lintas sektoral dengan pihak puskesmas. Petugas KUA sebagai penegas pelaksanaan imunisasi TT bagi calon pengantin dengan pengumpulan kartu tanda imunisasi TT calon pengantin, sedangkan pihak puskesmas
63
bertindak sebagai pelaksana program imunisasi TT calon pengantin dan peyuluh sesi kesehatan pada penataran calon pengantin di KUA. c. Petugas KUA menata program penataran calon pengantin dengan lebih terstruktur dan selalu berkoordinasi dengan pelayanan kesehatan.
3. Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat menjadi gambaran atau acuan untuk dijadikan pertimbangan meneliti dengan metode kuantitatif. Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti tentang cara sosialisasi yang paling efektif untuk pelaksanaan program imunisasi TT bagi calon pengantin.
4. Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan terkait program imunisasi TT bagi calon pengantin wanita yang masih belum tersosialisasikan dengan baik.
64
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. Sistem Kesehatan. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2007. Brunner dan Suddart. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC, 2005. Deborah, Tannen. Seni komunikasi Efektif: membangun relasi dengan membina gaya percakapan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Keterpaduan Surveilans Polio, Tetanus Neonatorum, dan Campak. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1996. . Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2005. . Panduan Survey Cakupan Imunisasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2005. . Pusat Data Kesehatan : Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2008. . Pelayanan Kefarmasian Untuk Vaksin, Imunosera, dan Imunisasi. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2009. Farihah, S. Pelaksanaan Peran Guru BK dalam Kesehatan Reproduksi Remaja Pada Dua SMP di Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan, Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat, FKM UI, 2007. Glanz Karen, Rimer Barbara, Lewis Frances. Health Behavior and Health Education. 3rd ed. San Fransisco: Jossey-Bass, 2002.
63
Hamid F, Nurbaeti I, Amran Y, dkk. Survei Data Dasar Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan Maternal di Kotamadya Tangerang Selatan Tahun 2010. Jakarta : Lembaga Penelitian UIN jakarta Press, 2011. Holloway, I & Wheeler, S. Qualitative Research for Nurses. London: Blackwell Science, 1996. Indrawati, Lilly. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Neonatorum di Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang Tahun 1994-1996, 1996. Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI,
No.
1059/Menkes/SKI/IX/2004
tentang pedoman
penyelenggaraan imunisasi, 2004. Kresno, Sedarti. Aplikasi dan Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : FKM UI, 2006. McEwen, Melanie, dan Will, Evelyn. Theoretical Basis for Nursing. 2nd ed. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001. Muninjaya, A. Manajemen Kesehatan. Ed. 2. Jakarta : EGC, 2004. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2008. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta, 2005. Prastowo, Andi. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif. Jogjakarta : DIVA Press, 2010. Purwanto, Heru. Faktor –faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi TT Pada Wanita Usia Subur di Puskesmas Anyer Kabupaten Serang Tahun 2001, Tesis Program Pasca Sarjana FKM Universitas Indonesia, 2002. 64
Ritarwan K. Tetanus. Medan : Fakultas Kedokteran USU, 2004. Saryono & Mekar. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : nuha Medika, 2010. Setiawan, Dhonny. Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Terjadinya Perceraian. Skripsi Program Studi Peradilan Agama, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1 dan 2. Jakarta : Infomedika, 1998. Steubert, Helen, J. Qualitative Research in Nursing: Advancing The Humanistic Imperative. Pennsylvania : J. B. Lippincott Company, 1995. Sukmara, Uus. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Status Imunisasi TT Ibu Hamil di Puskesmas Mancak Kabupaten Bogor Tahun 2000, Tesis Program Pasca Sarjana FKM Universitas Indonesia, 2000. Sumartini. Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Imunisasi TT pada Calon Pengantin di Puskesmas Liwa Kabupaten Lampung Barat Tahun 2004. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, 2004. Web search:
http://www.fkm.undip.ac.id. Diunduh
tanggal 12 desember 2010. Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC, 2004 Sururin, dkk. Panduan Fasilitator dan Pelatih : Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Calon Pengantin. Cet. 1. Jakarta : Pucuk Pimpinan Fatayat Nahdlatul Ulama, 2006.
65
Sutomo, Bambang. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE). 2011. Web search: http://dentalsemarang.wordpress.com/2011/02/14/komunikasi-informasi-dan-edukasi-kiekomunikasi-kesehatan-dalam-health-promotion/. Diunduh tanggal 17 September 2011.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. 3. Cet. 4. Jakarta : Balai Pustaka, 2007. Trihono. ARRIMES Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta : CV. Sagung Seto, 2005. Roosihermiatie, Betty, Midori Nishiyama and Kimihiro Nakae. Factors Associated with TT (tetanus toxoid) Immunization among Pregnant Women, in Saparua, Maluku, Indonesia. Jurnal Southeast Asian J Trop Med Public Health vol. 31 No. 1, 2000. Web search : www.google.com. Diunduh tanggal 19 desember 2010.
66
LAMPIRAN
Kepada Yth. Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari di tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb Sehubungan dengan tuga akhir dalam penyelesaian studi untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan (S. Kep), saya sebagai peneliti : Nama
: Sawitri
NIM
: 107104001181
Jurusan
: Program studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
No. Telp : 087877657419 Mohon kiranya Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari dapat menjadi responden dalam penelitian saya dengan judul penelitian gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) di Kota Tangerang Selatan. Informasi yang Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari berikan dalam penelitian ini di jamin kerahasiannya. Jika ada pertanyaan berkaitan dengan penelitian ini Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari dapat langsung menghubungi peneliti. Atas perhatian dan partisipasi Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari, peneliti mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Tangerang, Hormat Saya
Sawitri
2011
Lembar Persetujuan Responden
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, telah diminta dan bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini dan berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang berjudul gambaran persepsi petugas kesehatan dan petugas kantor urusan agama (KUA) terhadap pelaksanaan program imunisasi tetanus toxoid (TT) di Kota Tangerang Selatan. Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengerti bahwa catatan dan hasil dari penelitian ini akan dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin selegal mungkin. Semua berkas yang mencantumkan identitas responden hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data responden. Demikian secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Tangerang,
2011
Responden
(Nama Lengkap dan ttd)
Lembar Check List (Observasi) Penataran Calon Pengantin Oleh Petugas KUA
No.
Tindakan
Dilakukan
Tidak dilakukan
1.
Pendaftaran calon pengantin dan pengumpulan berkas persyaratan nikah (termasuk kartu imunisasi TT)
2.
Penjadwalan untuk penataran calon pengantin
Penataran Calon Pengantin Oleh Petugas Kesehatan
No. 1.
Tindakan Memberikan materi tentang kesehatan reproduksi penataran calon pengantin, antara lain:
Dilakukan saat
a. Pengertian dan hak-hak kesehatan reproduksi b. Organ reproduksi dan siklus reproduksi c. Menstruasi d. Hubungan seksual 2.
Memberikan materi seputar kehamilan dan persalinan, antara lain : a. Imunisasi tetanus toxoid (TT) b. Pentingnya ASI c. Gizi ibu hamil, bayi dan balita d. Kasus yang sering terjadi (Aborsi, KTD, dll)
3.
Memberikan materi tentang Keluarga berencana (KB)
4.
Memberikan materi tentang penyakit infeksi menular seksual (IMS)
Tidak dilakukan
Pedoman Wawancara Mendalam (Indept interview) Informan Utama
I.
Petunjuk umum a. Tahap perkenalan b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
II.
Petunjuk wawancara mendalam a. Wawancara dilakukanoleh seorang pewawancara b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan pengalaman c. Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sanagat bernilai d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah e. Semua
pendapat,
pengalaman,
saran
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiannya f. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu dalam penulisan hasil
III.
Pelaksanaan wawancara A. Perkenalan a. Identitas informan Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan terakhir
:
B. Wawancara a. Pengetahuan dasar tentang program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa yang Bapak/ Ibu ketahui tentang program penataran calon pengantin? 2) Materi apa saja yang diberikan dalam penataran tersebut? 3) Apa yang Bapak/ Ibu ketahui tentang program imunisasi TT pada calon pengantin? b. Persepsi petugas tentang peran dalam pelaksanaan imunisasi TT pada calon pengantin 1) Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya program imunisasi TT pada calon pengantin? 2) Bagaimana pembagian tugas yang dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait (Puskesmas dan KUA)? Apakah pembagian tugas yang dilakukan jelas? 3) Bagaimana pola kerjasama yang biasa Bapak/Ibu lakukan dengan dinas terkait? c. Pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Menurut Bapak/Ibu, apakah program ini sudah diketahui oleh masyarakat luas? 2) Bagaimana cara penyampaian program ini sehingga bisa sampai ke masyarakat luas? 3) Apa saja program kerja yang Dinas Kesehatan/ Puskesmas/ KUA lakukan dengan sasaran calon pengantin? Apa tujuan dari program tersebut? 4) Bagaimana cara pelaksanaan program imunisasi TT pada catin?
5) Sudah berapa banyak calon pengantin yang melakukan imunisasi TT tiap bulannya? 6) Berdasarkan hasil studi pendahuluan saya, masih banyak calon pengantin yang tidak melakukan imunisasi TT, menurut Bapak/Ibu apa alasan/ penyebabnya? d. Hambatan pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa saja hambatan/ kendala dalam terlaksananya program imunisasi TT pada catin? 2) Apa saja yang sudah Bapak/Ibu lakukan untuk menanggulangi hambatan tersebut? e. Peluang pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Menurut Bapak/Ibu berapa besar peluang program ini dapat terlaksana dengan baik? 2) Apa saja yang perlu dilakukan untuk memperbesar peluang tersebut? f. Ancaman terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa saja hal-hal yang dapat menyulitkan/ merugikan
pelaksanaan
program ini? 2) Apa saja issue (positif maupun negatif) terkait program imunisasi TT yang ada di masyarakat? 3) Bagaimana cara Bapak/ Ibu menangani issue tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam (Indept interview) Informan Pendukung
I.
Petunjuk umum a. Tahap perkenalan b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
II.
Petunjuk wawancara mendalam a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan pengalaman c. Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sanagat bernilai d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah e. Semua
pendapat,
pengalaman,
saran
dan
komentar
akan
dijamin
kerahasiannya f. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu dalam penulisan hasil
III.
Pelaksanaan wawancara A. Perkenalan a. Identitas informan Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
:
Pekerjaan
:
Pendidikan terakhir
:
B. Wawancara a. Pengetahuan dasar tentang program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa yang anda mengetahui tentang adanya program penataran calon pengantin? 2) Apa yang anda ketahui tentang program imunisasi TT pada calon pengantin? b. Persepsi persepsi calon pengantin terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Menurut Anda, bagaimana pelayanan yang telah diberikan petugas kesehatan/ KUA terkait program imunisasi TT pada calon pengantin? 2) Menurut Anda, bagaimana usaha petugas kesehatan/ KUA dalam memberikan pelayanan penataran calon pengantin/ imunisasi TT pada calon pengantin? c. Pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Darimana Anda mendapatkan informasi tentang adanya program imunisasi pada catin? 2) Apa saja yang Anda dapatkan baik dari Puskesmas maupun KUA terkait dengan program imunisasi TT pada catin ini? d. Hambatan pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin
1) Menurut Anda, Apa saja hambatan/ kendala terlaksananya program imunisasi TT pada catin (baik hambatan dari petugas maupun dari calon pengantin)? 2) Menurut Anda, apa saja yang menyebabkan masih banyak calon pengantin yang tidak melakukan imunisasi TT? e. Ancaman terhadap pelaksanaan program imunisasi TT pada calon pengantin 1) Apa saja issue (positif maupun negatif) terkait program imunisasi TT yang pernah Anda dengar baik dari masyarakat maupun dari orang terdekat?