Latar Belakang - Digital Repository

Alike/LASA). 2. Manajemen ... daftar obat high alert medication dan menempelkan poster tersebut di tempat yang strategis sehingga dapat dipahami oleh ...

75 downloads 636 Views 261KB Size
INTISARI PENGELOLAAN OBAT HIGH ALERT MEDICATION PADA TAHAP DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II Bambang Hermanto, Irma Risdiana, Sabtanti Harimurti Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Latar Belakang: Menurut PERMENKES No 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit, maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Salah satunya adalah meningkatkan keamanan obat-obat yang perlu di waspadai (high alert medication) berupa sejumlah obat-obatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika tidak digunakan secara tepat. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unit II saat ini sedang dalam pengembangan menuju Rumah sakit tipe B, salah satu persyaratannya adalah dengan wajib mengikuti akreditasi KARS versi 2012. Dalam standar akreditasi versi 2012 disebutkan untuk obat-obatan yang perlu di waspadai (high alert medication) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan atau kejadian sentinel. Oleh karena itu rumah sakit khususnya Instalasi Farmasi dituntut untuk melakukan pengelolaan dengan baik. Metode: Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Subyek penelitian adalah kepala Instalasi Farmasi, perawat bangsal, apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Lokasi penelitian dilakukan di unit perawatan dan unit farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), Dokumentasi, Pelatihan dan Observasi. Hasil: Hasil observasi menggunakan cheklist standar akreditasi sasaran keselamatan pasien dan manajemen pengelolaan obat HAM sebelum dilakukan intervensi adalah 27,5%. Sedangkan hasil persentase observasi setelah dilakukan intervensi meningkat menjadi 69%, dengan jumlah persentase peningkatan yaitu sebesar 41,5%. Intervensi berupa sosisalisai dalam bentuk pelatihan, penyusunan daftar obat HAM, pelabelan obat HAM serta sistem penyimpanan obat terbukti dapat meningkatkan pengelolaan obat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Kesimpulan: Setelah dilakukan intervensi dalam pengelolaan obat HAM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II terjadi peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 41,5% . Kata Kunci: sistem pengelolaan obat, High alert medication, keselamatan pasien

ABSTRACT MANAGEMENT OF HIGH ALERT MEDICATION DRUGS AT THE STAGE OF DISTRIBUTION AND STORAGE IN PKU MUHAMMADIYAH HOSPITAL UNIT II YOGYAKARTA Bambang Hermanto, Irma Risdiana, Sabtanti Harimurti Hospital Management Study Program Graduate Program University of Muhammadiyah Yogyakarta Background: According to PERMENKES No 1691 years 2011 on hospital patient safety, the Patient Safety Goals aim to encourage specific improvements in patient safety. Among these are to improve the safety of the drugs of high-alert medications which have high risks in causing great harms to the patient if are not used appropriately. Developing itself to be a type-B hospital, PKU Muhammadiyah Hospital Unit II is currently required to meet the accreditation requirements of the Commission of Hospital Accreditation version of 2012. In the accreditation standards year 2012 mentioned that the drugs of high-alert medications are drugs which have high percentage rates of possibilities of errors or sentinel events. Therefore, all hospitals or particularly pharmaceutical installations are required to do management well. Methods: This study is a qualitative research with designed case-study. The subjects of this study are the head of pharmaceutical installation, ward nurses, pharmacists and pharmacy technical personnel. The research was conducted in the care unit and pharmacy units of PKU Muhammadiyah Hospital Unit II in Yogyakarta. While the data collection was done by using in-depth interviews, Focus Group Discussion (FGD), Documentation, Training and Observation Checklist. Results: The results of observations using a checklist accreditation standars of patient safety and HAM drugs management before intervention was 27.5%. While the percentage of observation after the intervention is increased to 69% with the percentage of increase is 41.5%. The interventions performed by disseminations in the form of training, preparing the list of drugs, making and pasting stickers and managing the drug storage system are proven to improve drug management in PKU Muhammadiyah Hospital Unit II. Conclusion: There is a significant increase of 41.5% after the interventions in the management of the HAM drugs in PKU Muhammadiyah Hospital in Yogyakarta Unit II. Keywords: drugs management system, high alert medication, patient safety.

PENDAHULUAN Patient safety atau keselamatan pasien menjadi salah satu parameter akreditasi rumah sakit yang tercantum pada UU No.44 Tahun 2009 yang menyebutkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib melakukan standar keselamatan pasein. Dalam upaya peningkatkan mutu pelayanan pasien maka setiap rumah sakit harus melakukan akreditasi dengan tujuannya adalah untuk menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang direncanakan untuk memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan12. Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagianbagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini7. Dalam perkembangannya Rumah sakit melakukan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert). Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip atau (Look Alike Soun Alike)3. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu8.

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Pada pelaksanaanya Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian. Pengelolaan Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya9. BAHAN DAN CARA Jenis dan rancangan penelitian ini adalah kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. penelitian studi kasus karena penelitian studi kasus berusaha menggambarkan kehidupan dan tindakan-tindakan manusia secara khusus pada lokasi tertentu dengan kasus tertentu.

Kajian

mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau memahami sesuatu hal 1.

Lokasi penelitian dilaksanakan di ruang perawatan dan instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2015. Subjek yang dipilih adalah yang mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar. Subyek penelitian ini yaitu kepala Instalasi Farmasi, perawat bangsal, apoteker dan petugas pelayanan Farmasi. Definisi operasinal variabel dalam penelitian ini adalah: 1. High-alert medications adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).

2. Manajemen pengelolaan obat adalah serangkaian kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan obat di instalasi farmasi yang terdiri atas seleksi, perencanaan, pengadaan, distribusi dan penyimpanan, pemberian dan penggunaan obat. 3. Distribusi dan penyimpanan adalah serangkaian kegiatan yang untuk menyalurkan obat dari gudang farmasi ke unit-unit pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan penerimaan,pengecekan, pelabelan dan penyimpanan.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode diantaranya adalah : 1. Pedoman wawancara, karena dalam proses pengumpulan data menekankan pada wawancara mendalam terhadap nara sumber atau informan untuk mendapatkan pemahaman mengenai pengelolaan Obat

yang meliputi tahap distribusi dan

penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II11. 2. Focus Group discusi merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dsb) FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-and-how-many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dsb)2. 3. Pelatihan Standar Keselamatan Pasien (SKP) adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap individu. Tujuan pelatihan ini agar pegawai bisa memahami bagaimana pengelolaan obat High Alert Medication di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta10. 4. Checklist Observasi disusun berdasarkan standar akreditasi terkait dengan Standar Keselamatan Pasien (SKP) dan Manajemen Pengelolaan Obat (MPO) berdasarkan instrumen survey dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)4. Tahapan dalam penelitian ini meliputi tahap diagnosing, plaining, action dan evaluating. Tahap diagnosing yaitu Pada tahap diagnosing, Peneliti melakukan observasi dan wawancara mendalam pada penanggung jawab pelayanan farmasi tentang pengelolaan obat HAM di instalasi farmasi dengan menggunakan ceklist yang di turunkan dari Standar Akreditasi Rumah Sakit SKP 3. Proses observasi dan wawancara dilakukan secara langsung

untuk melihat apa-apa saja hambatan dan kendala yang timbul dalam kesiapan rumah sakit menghadapi proses Akreditasi. Pada tahap planing ini, peneliti membuat group interview dengan petugas apoteker dan perawat bangsal untuk menyusun konsep dan rencana perbaikan dalam pengelolaan obat high alert medication sesuai dengan Standar SKP 3. Setelah rencana disusun, peneliti melakukan tindakan sesuai dengan perencanaan. Rencana tindakan pertama yang akan dilakukan peneliti adalah dengan membuat poster daftar obat high alert medication dan menempelkan poster tersebut di tempat yang strategis sehingga dapat dipahami oleh petugas

farmasi. Rencana tindakan yang kedua adalah

membuat tempat khusus untuk obat-obat high alert medication sehingga tidak tercampur dengan obat lainya. Adapun rencana tindakan yang ketiga yaitu memberi label pada obatobat high alert medication untuk membedakan dengan obat lainya. Rencana tindakan yang keempat adalah memberikan pelatihan tentang pengetahuan pengelolaan obat high alert medication kepada seluruh petugas Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Tahap evaluasi dilakukan kurang lebih 1 bulan setelah dilakukan tindakan penelitian. Peneliti melakukan evaluasi dengan cara observasi langsung ke instalasi farmasi dengan menggunakan ceklist standar akreditasi. Tujuan dilakukanya evaluasi adalah untuk melihat sejauh mana perubahan dan perkembangan pengelolaan obat high alert medication di intalasi farmasi pada saat distribusi dan penyimpanan, serta pemberian dan penggunaan obat HAM apakah sudah sesui dengan Standar Akreditasi Rumah Sakit. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain: 1. Informed Consent (Lembar Persetujuan). Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian dilakukan. 2. Anonymity (Tanpa Nama). Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan lainnya. 3. Confidentiality (Kerahasiaan). Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data yang akan dilaporkan pada hasil riset6.

HASIL Hasil observasi pre intervensi pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah II dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1. Persentase Skor Pre Intervensi Pengelolaan Obat HAM No

Unit Pelayanan

Pertanyaan

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

Unit pelayanan memiliki kebijakan atau panduan Obat High Alert Medication (HAM) ?





-











0

Tersedia daftar obat High Alert Medication (HAM) di unit Pelayanan dan informasinya (buku atau poster) ?





-











0

Daftar obat HAM ditempelkan atau ditempatkan di unit pelayanan ?





-











0

Obat HAM disimpan dalam tempat tersendiri atau tercampur dengan obat lain?

















2

RS memiliki prosedur untuk pelabelan, apakah obat HAM yang ada di unit pelayanan telah diberi label?







_









3

6

Obat dengan kategori LASA sudah diberi label?





-











0

7

Ketersediaan dan kualitas obat HAM dimonitoring atau dipantau setiap hari oleh kepala ruang?

















1

Ketersediaan dan kualitas obat HAM dimonitoring atau dipantau setiap bulan oleh Farmasi?





-











0





-











0

-

-

-











0







-









3

















8

















8

















8





-











0

1

2

3

4

5

8

9 10

11 12

13 14 15

Ada area pembatasan obat HAM di unit pelayanan (disimpan dan dikunci dalam satu tempat tertentu)? Prosedur penanganan elektrolit konsentrat yang memuat proses identifikasi, lokasi, pelabelan dan penyimpanan ? Unit pelayanan menyimpan elektrolit konsentrat ? Elektrolit konsentrat hanya disimpan di unit IGD, ICU, dan OK ? Tersedia SPO pemberian obat dengan benar ( benar orang, dosis, cara, waktu, dan benar obat) ? Prosedur pemberian obat dengan benar sudah diterapkan di unit pelayanan ? RS memiliki program atau kebijakan dalam melakukan inspeksi secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat di unit pelayanan ? Jumlah

33

Jumlah Total : 33x100:120 = 27,5%

27,5%

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan obat HAM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II masih jauh dari kata standar, ini sesui dari total hasil persentase sebesar 27,5 %. Jumlah ini tentu sangat kecil mengingat pentingnya pengelolaan obat HAM di rumah sakit. Berikut penjelasan dari tabel observasi di atas : 1. Rumah sakit saat ini belum mempunyai kebijakan ataupun panduan yang mengatur khusus tentang pengelolaan obat HAM, 2. setiap unit yang ada di Rumah Sakit saat ini belum ada satupun yang memiliki Daftar obat HAM, Baik berupa poster maupun buku panduan obat HAM. 3. belum ada area khusus penyimpanan obat HAM baik itu elektrolit konsentrat maupun obat HAM lain. Sistem pelabelan obat HAM baru sebatas di unit pelayanan Farmasi. 4. Belum ada sistem pelabelan pada obat kategori LASA. 5. Belum ada monitoring khusus baik dari pihak farmasi maupun dari kepala ruang terkait tentang ketersediaan dan kualitas obat HAM yang ada di unit perawatan. 6. Tidak ada areap khusus obat HAM seperti elektrolit konsentrat, obat HAM dapat di akses dengan mudah dan tidak terkunci. 7. Belum ada SPO yang mengatur penanganan obat HAM di rumah sakit. 8. Elektrolit konsentrat hanya boleh di simpah di unit emergency seperti : IGD, IBS dan ICU. 9. Unit pelayanan telah memiliki SPO pemberian obat dengan benar dan telah diterapkan. 10. Rumah sakit belum memiliki program khusus dalam melakukan inspeksi secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat di unit pelayanan.

Hasil observasi post intervensi pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah II dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 2. Persentase Skor Post Intervensi Pengelolaan Obat HAM No 1

2

3

4

5

6 7

8

9

10

11 12

13

14

15

Unit Pelayanan

Pertanyaan Unit pelayanan memiliki kebijakan atau panduan Obat High Alert Medication (HAM) ? Tersedia daftar obat High Alert Medication (HAM) di unit Pelayanan dan informasinya (buku atau poster) ? Daftar obat HAM ditempelkan atau ditempatkan di unit pelayanan ? Obat HAM disimpan dalam tempat tersendiri atau tercampur dengan obat lain? RS memiliki prosedur untuk pelabelan, apakah obat HAM yang ada di unit pelayanan telah diberi label? Obat dengan kategori LASA sudah diberi label? Ketersediaan dan kualitas obat HAM dimonitoring atau dipantau setiap hari oleh kepala ruang? Ketersediaan dan kualitas obat HAM dimonitoring atau dipantau setiap bulan oleh Farmasi? Ada area pembatasan obat HAM di unit pelayanan (disimpan dan dikunci dalam satu tempat tertentu)? Prosedur penanganan elektrolit konsentrat yang memuat proses identifikasi, lokasi, pelabelan dan penyimpanan ? Unit pelayanan menyimpan elektrolit konsentrat ? Elektrolit konsentrat hanya disimpan di unit IGD, ICU, dan OK ? Tersedia SPO pemberian obat dengan benar ( benar orang, dosis, cara, waktu, dan benar obat) Prosedur pemberian obat dengan benar sudah diterapkan di unit pelayanan ? RS memiliki program atau kebijakan dalam melakukan inspeksi secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat di unit pelayanan ?

Jumlah

1

2

3

4

5

6

7

8

















8

















8

















8

















3

















8





-











0

















2





-











0

















8

















3







-









3

















8

















8

















8

















8

Jumlah

83

Jumlah Total Persentase ( 83 x 100 : 120 = 69 % )

69%

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan obat HAM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II mengalami peningkatan setelah dilakukan perbaikan yaitu sebesar 69%. Jumlah ini meningkat dari hasil sebelumnya yaitu sebesar 27,5% dengan peningkatan persentase sebesar 41,5 %. Berikut penjelasan dari peningkatan tabel observasi di atas : 1. Rumah sakit PKU Muhammadiyah saat ini telah memiliki kebijakan dan panduan obat HAM dan telah disosialisasikan dalam bentuk pelatihan kepada seluruh kariawan RS. 2. Rumah sakit PKU Muhammadiyah saat ini telah memiliki daftar obat High Alert Medication (HAM) dan telah di sosialisasikan kepada petugas RS melalui pelatihan. 3. Daftar obat HAM dalam bentuk poster telah ditempelkan di ruang persiapan obat seluruh unit pelayanan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Unit II. 4. Sistem penyimpanan obat HAM di unit pelayanan telah dilakukan, obat dengan kategori HAM di simpan tersendiri dan telah diberi label High Alert. 5. Sistem pelabelan di Rumah Sakit PKU II sedang dalam proses perbaikan, untuk unit farmasi sistem pelabelan obat HAM telah dilakukan baik itu elektrolit konsentrat maupun obat HAM lainya. Sedangkan untuk Sistem pelabelan di unit pelayanan lain baru dilakukan pada kotak Emergency Kit masing-masing bangsal. 6. Sistem pelabelan pada obat kategori LASA baru berjalan di unit Farmasi. 7. Sistem monitoring ketersediaan dan kualitas obat HAM di unit perawatan mulai berjalan, sedangkan monitoring dari unit Farmasi belum ada. 8. Sistem penyimpanan obat HAM di unit-unit perawatn mulai berjalan. 9. Sudah ada SPO tentang pengelolaan dan penanganan elektrolit konsentrat dan telah di sosialisasikan kepada petugas. 10. Elektrolit konsentrat hanya di simpan di unit emergency seperti IGD, IBS dan ICU. 11. Unit pelayanan telah memiliki SPO pemberian obat dengan benar dan telah diterapkan. 12. Rumah sakit belum memiliki program khusus dalam melakukan inspeksi secara berkala terhadap tempat penyimpanan obat di unit pelayanan.

PEMBAHASAN Identifikasi masalah dalam pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah Unit II harus dilakukan secara komprehensip, adapun metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengidentifikasi masalah yaitu dengan menggunakan metode wawancara mendalam (indeph interview) pada kepala Instalasi Farmasi, metode focus group discusion (FGD) dengan petugas Farmasi dan perawat bangsal serta melakukan observasi di unit pelayanan menggunkan ceklist yang diturunkan dari standar akreditasi Rumah Sakit. Metode yang pertama adalah wawancara, metode ini dilakukan oleh peneliti untuk mengidentifikasi masalah pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah II, salah satunya yaitu dengan metode wawancara. Wawancara ini sendiri dilakukan dengan tujuan untuk menggali dan memperoleh informasi yang aktual dan mendalam terkait dengan pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah II. Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada kepala penanggung jawab pelayanan farmasi. Hasil dari wawancara dengan kepala Instalasi Farmasi selaku penanggung jawab pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II telah memiliki kebijakan dan prosedur penanganan obat HAM, akan tetapi belum disosialisasikan.

2.

Pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II baru sebatas pelabelan dan penyimpanan. Sistem ini baru berjalan internal di faramasi, sedangkan di unit perawatan lain belum berjalan.

3.

Rumah sakit telah memiliki daftar obat HAM tapi masih berbentuk buku panduan dan belum di buat dalam bentuk poster dan ditempelkan di setiap unit perawatan rumah sakit.

4.

Sistem distribusi obat yang digunakan yaitu individual prescribing (sistem distribusi berdasarakan resep dokter).

5.

Sistem stock obat yang digunakan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II adalah floor stock (persediaan obat yang siap dipakai di bangsal).

6.

Rumah sakit belum memilki SOP tentang penggunaan obat injeksi atau elektrolit konsentrat.

7.

Sistem pelabelan dan penyimpanan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang berjalan baru obat HAM sedangkan obat LASA belum.

Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Metode focus Group Discusion (FGD), dimana tujuan dari discusi ini adalah untuk membahas permasalan seputar obat HAM dan juga mencari solusi dari pemecahan masalah tersebut. Setiap anggota diberikan kebebasan untuk mengeluarkan argumen dan pendapatnya sesui dengan fenomena yang terjadi di sekitar mereka. Hasil FGD dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

Rumah sakit diharapkan segera mengadakan pelatihan atau seminar tentang obat HAM.

2.

Membuat (Standar Prosedur Oprasional)

peresepan obat, penggunaan elektrolit

konsentrat dan serah terima dari farmasi ke bangsal perawatan. 3.

Memperbaiki sistem pengelolaan obat HAM dan LASA mulai dari pelabelan, penyimpanan sampai dengan pemberianya. Metode yang ketiga dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan ceklist observasi.

Ceklist observasi digunakan untuk melihat dan menilai sejauh mana kesiapan rumah sakit dalam pengelolaan obat High Alert Medication. Pembuatan ceklist observasi ini mengacu pada standar akreditasi Rumah sakit yang berkaitan dengan manajemen pengelolaan obat (MPO) dan SKP III tentang peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai. Kegiatan Observasi dilakukan oleh peneliti di seluruh unit pelayanan yang ada di Rumah Sakit mulai dari Unit Farmasi, IGD, ICU, OK dan bangsal rawat inap. Berikut adalah tabel identifikasi masalah pngelolaan obat HAM dengan menggunakan metode Wawancara dan FGD. Tabel 4.1 Identifikasi Masalah Pengelolaan Obat HAM Pertanyaan Apakah RS PKU II saat ini telah memiliki kebijakan dan mensosisalisasikan tentang pengelolaan 0bat HAM Bagaimana pengelolaan obat HAM di RS PKU II saat ini

Wawancara

FGD

koding

Sudah ada kebijakan, Belum ada belum ada sosialisasi sosialisasi maupun pelatihan tentang obat HAM

Sosialisasi dan pelatihan obat HAM

sistem yang berjalan baru pelabelan dan penyimpanan di unit faramasi

Sistem yang berjalan baru pelabelan dan penyimpanan di unit farmasi

Sistem penyimpanan dan pelabelan obat HAM baru di unit farmasi, unit perawatan lain belum

Apakah RS PKU II saat ini telah memiliki daftar obat HAM

Belum ada sosialisasi daftar obat HAM RS PKU II Bagaimana sistem Sistem ditribusi Sistem distribusi distribusi obat HAM di individual obat berdasarakan RS PKU II saat ini prescribing resep dokter Apakah saat ini sudah Pemberian obat Obat yang diberikan sudah ditetapkan metode HAM sesui dengan ke pasien sesuai khusus untuk distribusi resep dokter dengaan resep obat HAM di RS. dokter Bagaimana sistem obat HAM di simpan Di bangsal obat penyimpanan obat HAM dalam tempat HAM disimpan di RS PKU II tersendiri dan tidak tercampur dengan tercampur dengan obat lain obat lain Bagaimana sistem Sistem pelabelan Masih ditemukan pelabelan obat HAM di baru diterapkan di obat kategori HAM RS PKU II unit farmasi tidak diberi label Bagaimana pengetahuan petugas kesehatan tentang obat HAM

Belum berupa poster masih dalam bentuk buku panduan

Belum ada sosialisasi dan pelatihan khusus tentang obat HAM

Masih ada petugas kesehatan yang tidak menegrti apa itu obat HAM

Sosialisasi daftar obat HAM Sistem ODD lebih aman Obat diberikan sesui dengan resep Sistem penyimpanan belum berjalan menyeluruh Sistem pelabelan belum menyeluruh Pengetahuan petugas tentang obat HAM kurang

Dari hasil identifikasi masalah diatas maka dapat disimpulkan bahwa problem dalam pengelolaan obat HAM di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II adalah : 1. Pengetahuan dan pemahaman petugas kesehatan tentang pengeloaan obat HAM belum standar atau belum baik. Hal ini karena masih ditemukan petugas yang tidak memahami dan mengerti apa itu obat high alert medication dan bagaimana cara pengelolaanya. 2. Kebijakan dan prosedur penanganan obat HAM sudah disusun, akan tetapi belum adanya upaya sosialisasi tentang kebijakan dan prosedur pengelolaan obat HAM pada petugas kesehatan yang ada di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. 3. Pembuatan

stiker

obat

HAM,

LASA

dan

Poster

obat

HAM

serta

mensosialisasikanya di setiap unit perawatan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

Rencana tindakan merupakan suatu kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk merumuskan rencana tindakan dilakukan group interview dengan melakukan rapat koordinasi antara Tim patient safety (KPRS) dengan penanggung jawab farmasi. Berdasarkan group interview disepakati rencana tindakan dalam pengelolaan obat High Alert Medication di RS PKU Muhammadiyah Unit II ini meliputi : a. Memasang poster dan edukasi kepada petugas unit pelayanan tentang daftar obat High Alert Medication (HAM). Pemasangan daftar obat HAM dilakukan di seluruh unit pelayanan Rumah Sakit PKU II. Selain pemasangan poster peneliti juga memberikan sosisalisai dalam bentuk informasi kepada petugas unit pelayanan tentang daftar obat HAM yang terbaru saat ini. Dari hasil kegiatan ini diharapkan ketika petugas menemui obat-obat kategori HAM agar lebih teliti ketika memberikanya. b. Memasang stiker dan mengedukasi petugas farmasi tentang stiker HAM dan LASA. Pemasangan dan penempelan stiker obat HAM dan LASA dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pemasangan dilakukan di ruang Farmasi yang didampingi oleh petugas dari

manajemen

pengelolaan

obat.

Pada

tahap

ini

Peneliti

menempel

dan

mensosialisasikan kepada petugas apotik dalam pemasangan stiker obat HAM dan LASA dimana wadah obat yang telah di tempel stiker HAM atau LASA maka diharapkan obat yang ada didalam wadah tersebut agar ditempelakan stiker juga. Tahap kedua pemasangan stiker obat HAM dilakukan di unit atau bangsal perawatan, pemasangan stiker dilakukan pada kotak emergency yang ada di setiap bangsal perawatan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Obat-obat yang masuk dalam kategori obat HAM yang ada didalam kotak emergency kit di tempelkan stiker high alert dengan harapan petugas agar lebih berhati-hati dan teliti dalam menggunkan obat tersebut. c. Pelaksanaan Pelatihan Standar Keselamtan Pasien di Rumah Sakit PKU. Pelatihan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarata dilakukan dalam upaya meningkatkan keamanan obat-obat dengan kewaspadaan tinggi atau obat High Alert Medication. Pelatiahan ini diukuti oleh seluruh kariawan Rumah Sakit PKU baik itu perawat, bidan, apoteker maupun petugas medis lainya.

KESIMPULAN

1.

Pengelolaan obat HAM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II sebelum dilakukan intervensi baru mencapai skor 27,5% dari Standar Akreditasi KARS versi 2012 dengan identifikasi masalah pengelolaan obat HAM adalah sebagai berikut : a. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman petugas kesehatan tentang pengelolaan obat HAM b. Minimnya sosialisasi atau pelatihan terkait dengan pengelolaan obat HAM c. Sarana dan prasarana yang kurang dalam pengelolaan obat HAM

2.

Berdasarkan hasil identifikasi masalah dan group interview antara tim keselamatan pasien rumah sakit dengan Kepala Instalasi Farmasi disepakati intervensi untuk perbaikan pengelolaaan obat HAM meliputi: a. Memasang poster sekaligus mengedukasi kepada petugas baik apoteker maupun perawat tentang daftar obat HAM. b. Mensosialisasikan dengan memberian label pada obat HAM dan LASA baik di Instalasi Farmasi maupun di unit perawatan rumah sakit. c. Memberikan pelatihan tentang standar keselamatan pasien kepada seluruh petugas Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.

3.

Pengelolaan obat HAM di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II setelah dilakukan intervensi mencapai skor 69% dari Standar Akreditasi KARS versi 2012. Dengan demikian terdapat peningkatan skor dalam pengelolaan obat HAM yaitu sebesar 41,5% terhadap mutu pengelolaan obat HAM sesuai Standar Akreditasi KARS versi 2012.

DAFTAR PUSTAKA 1. Bungin, B, 2007, Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group : Jakarta. 2. Irwanto, 1998. Focus Group Discussion (FGD). Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta. 3. KARS 2012, Tentang Akreditasi Rumah Sakit. 4. Margono, S, 2007, Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. PT. Rineka Cipta : Jakarta. 5. Meleong, 2010, Metedeologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja. 6. Nursalam, 2008, Konsep dan penerapan metodologi penelitian keperawatan. Jakarta. 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011, Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 8 Agustus 2011, Jakarta. 8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014, Tentang Standar Kefarmasian di Rumag Sakit, 18 Agustus 2014, Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1223, Jakarta. 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009, Tentang Pekerjaan Kefarmasian, 1 September 2009, Lembar Negara Republik Indinesia Nomor 5044, Jakarta. 10. Simamora, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga. STIE YKPN : Yogyakarta. 11. Sugiono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf dan Kualitatif. Alfabeta : Bandung. 12. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009, Tentang Rumah Sakit, 28 Oktober 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072, Jakarta.