MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN RAGAM BUDAYA DAERAH
Guna memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pertanian Yang diampu Oleh Ibu Rahmi Hayati Putri, SP., M.Sc
Disusun Oleh: Indra Wibowo (1404020042)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2015
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3 BAB II....................................................................................................................................... 4 ISI.............................................................................................................................................. 4 BAB III ................................................................................................................................... 10 PENUTUP .............................................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung nilai-nilai penting yang fundamental yang diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan tersebut harus dijaga agar tidak luntur atau hilang sehingga dapat dipelajari dan dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Keragaman budaya merupakan sebuah adat istiadat yang dimiliki masing-masing daerah tertentu khususnya di Indonesia, yang mana budaya selalu berkembang atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar untuk diubah dan tidak dapat dipungkiri keberadaanny. Keragaman budaya yang dimaksud adalah setiap daerah memiliki variasi tersendiri, mulai dari letak daerah yang ditempati, agama yang dianut, cara bertingkah laku di daerah yang ditempati, kesenian yang dimiliki tiap daerah. 2. Rumusan Masalah a.) Apa yang disebut dengan budaya daerah? b.) Apa saja ragam budaya di Kecamatan Kedungreja? 3. Tujuan a.) Menjelaskan apa yang dimaksud budaya daerah. b.) Menjelaskan tentang ragam budaya yang ada di Kecamatan Kedungreja. 4. Manfaat a.) Mengerti apa yang dimaksud dengan budaya daerah. b.) Dapat mengenali ragam budaya yang ada di Kecamatan Kedungreja.
BAB II ISI Budaya daerah adalah suatu kebiasaan dalam wilayah atau daerah tertentu yang diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu pada generasi berikutnya pada ruang lingkup daerah tersebut. Budaya daerah ini muncul saat penduduk suatu daerah telah memiliki pola pikir dan kehidupan sosial yang sama sehingga itu menjadi suatu kebiasaan yang membedakan mereka dengan penduduk-penduduk yang lain. Budaya daerah sendiri mulai terlihat berkembang di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan terdahulu. Itu dapat dilihat dari cara hidup dan interaksi sosial yang dilakukan masingmasing masyarakat di Indonesia yang berbeda satu sama lain. BUDAYA PERTANIAN Kecamatan Kedungreja terletak di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat dengan batas yaitu aliran sungai Citandui. Masyarakat Kecamatan Kedungreja mayoritas adalah sebagai petani. Kiprah para petani di Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap melalui wadah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Dharma Tirta Karya Bakti patut mendapat ajungan jempol. Perkumpulan ini mengangkat dan mengharumkan nama Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah setelah keluar sebagai juara pertama Lomba GP3A Tingkat Nasional di Cisarua Bogor, pada tahun 2004. Sejak menyandang predikat juara nasional nama Kecamatan Kedungreja langsung tenar. Bahkan GP3A dari kabupaten lain antre untuk melakukan studi banding. Kedungreja adalah salah satu dari 24 kecamatan di Kabupaten Cilacap. Jarak kecamatan itu dari ibu kota kabupaten sekitar 60 km.
GP3A Dharma Tirta Karya Bakti dibentuk pada 10 September 2002 dan disahkan oleh Bupati H Probo Yulastoro SSos MM MSi dengan nomor pengesahan 411.6/03606/27, serta tercatat pada Akta Notaris No 21 tanggal 16 Desember 2003. Organisasi itu diketuai oleh Kasim (76) warga RT 4 RW 1 Desa Bangunreja, Kecamatan Kedungreja dibantu 20 orang pengurus. Sebanyak 32 kelompok tani bergabung dalam wadah tersebut. Ke-32 kelompok tani tersebut tersebar di tujuh desa, yaitu Desa Ciklapa, Bangunreja, Tambaksari, Rejamulya dan Bojongsari, Kecamatan Kedungreja, serta Desa Margasari Kecamatan Sidareja dan Desa Purwosari Kecamatan Wanareja. Kelompok tani tersebut selama ini mendapatkan pasokan air dari Bendung Manganti. GP3A Dharma Tirta Karya Bakti merupakan gabungan dari beberapa Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang berada di wilayah daerah irigasi bendung itu. Kelancaran pasokan air ke lahan pertanian, termasuk pada saat musim kering telah meningkatkan produksi padi di wilayah ini. Kenaikan produksi setelah dibentuk GP3A mencapai 73%. Pola tanam yang diterapkan petani di wilayah kami tetap mengacu pada anjuran Dinas Pertanian dan Peternakan, yaitu padi-padi-palawija. Untuk menunjang kelancaran operasional GP3A setiap petani ditarik iuran pemakaian air (Ipair) sebanyak 21 kg gabah/ha/tahun. Setelah terkumpul gabah itu kemudian dijual. Pemasukan yang diperoleh dari hasil penjualan gabah iuran itu selalu meningkat. Pada tahun 2003/2004, diperoleh Rp 12. 550.000 atau 40,10% dari target Rp 31.292.750/tahun. Pada tahun 2004/2005 diperoleh pemasukan Rp 22.545.000 atau 72,04% dari target sebesar Rp 31.292.750/tahun. Uang yang terkumpul 10% untuk keperluan administrasi dan 30% untuk honor pengurus. Sisanya disimpan untuk kas atau membiayai perbaikan serta pemeliharaan saluran irigasi.
Budaya pertanian di Kecamatan Kedungreja masih terbilang sederhana dan pengolahan lahannya masih mengikuti cara turun temurun, hal ini dikarenakan masyarakat di Kecamatan Kedungreja masih berpikiran bahwa cara tradisional adalah cara yang mudah dilakukan dengan memanfaatkan tenaga manusia, dimana tenaga manusia masih menjadi salah satu andalan seperti dalam pengolahan lahan sebelum proses penanaman, yaitu dengan mencangkul lahan persawahan. Meskipun saat ini sudah banyak penggunaan traktor sebagai alat untuk membajak sawah, banyak petani memanfaatkan tenaganya untuk mengolah lahan dengan cara mencangkul. Walupun cara tersebut tidak efisien, kebanyakan petani dengan lahan yang sempit mengolah lahannya dengan mencangkul. Ini dikarenakan biaya pengolahan lahan dengan traktor yang dirasa cukup mahal bagi petani yang lahannya sempit, sehingga untuk mengurangi biaya pengolahan lahan maka digunakanlah cara tradisional yaitu dengan mencangkul. Dalam penanaman bibit padi, petani di Kecamatan Kedungreja menggunakan bibit yang diperoleh dari hasil panen sebelumnya. Biasanya ini dikarenakan petani merasa bahwa hasil saat panen sebelumnya cukup melimpah sehingga bibit yang dipakai juga berasal dari hasil panen tersebut. Meskipun banyak bibit-bibit unggul yang diperjual belikan dengan varietas yang lebih baik, petani lebih memilih mempergunakan bibit yang berasal dari hasil panen untuk mengurangi biaya. Saat proses penanaman petani dengan lahan yang cukup luas mempekerjakan orang untuk menanam dilahannya. Biasanya buruh tani menggunakan sistem borongan, yaitu dikerjakan oleh beberapa buruh tani dengan rentang waktu yang ditentukan. Biasanya setelah proses penanaman masih terdapat kepercayaan dimana petani membuat sesajen yang diletakan di pematang sawahnya agar hasil yang didapat melimpah. Saat musim panen banyak buruh tani yang melakukan kegiatan panen di lahan petani atau di Kecamatan disebut dengan Mbawon. Kegiatan ini meliputi pemotongan batang padi atau disebut Ngarit, lalu dilanjutkan dengan perontokan gabah padi atau disebut juga Gepyok menggunakan alat yang dinamakan Bagreg yaitu alat tradisional untuk merontokan gabah padi, alat ini sangat sederhana yang terbuat dari bambu dan kayu. Proses Mbawon ini biasanya dilakukan bersama atau bias juga dengan sistem
borongan, diamana hasil panen tersebut akan dikumpulkan kepada sang pemilik lahan. Upah buruh tani tersebut berupa padi, jumlah upah tersebut tergantung dari si pemilik lahan tersebut. Di Kecamatan kedungreja terdapat beberapa kelompok tani sebagai wadah untuk para petani untuk saling bertukar informasi. Disetiap tahunnya diadakan janggolan atau penyerahan padi sama halnya dengan pajak. Jadi pertanian di Kecamatan Kedungreja masih tradisional, karena banyak petani yang masih menggunakan peralatan yang masih sederhana, meskipun saat ini sudah terdapat alat yang modern berupa traktor, dan mesin perontok padi. AGAMA Masyarakat Kecamatan Kedungreja kebanyakan beragama Islam dan sebagian beragama Kristen. Kegiatan keislaman sering diadakan di masjid di tiap desa seperti kegiatan maulud Nabi, pengajian, dan kegiatan-kegiatan yang lain. Namun terdapat juga masyarakat yang masih memegang kepercayaan kejawen. Sebagai contoh masih terdapatnya benda atau tempat-tempat yang dianggap memiliki kekuatan magis.sesajen adalah penyerahan sesaji pada waktu, tempat, dan keadaan tertentu dalam rangka kepercayaan terhadap makhluk halus. Sesajen biasanya terdiri dari kembang, kemenyan, cerutu, kopi hitam, dll yang disimpan dalam besek atau daun pisang. KEHIDUPAN MASYARAKAT Mayoritas masyarakat Kecamatan Kedungreja merupakan keturunan suku jawa yang terkenal dengan kegiatan gotong royong yang masih sangat kental, dimana kegiatan seperti ronda keliling, pemusnahan tikus masal, dan kegiatan bersih-bersih desa masih terus dilakukan sampai saat ini. BAHASA Masyarakat Kecamatan Kedungreja yang merupakan orang jawa dan sebagian merupakan orang sunda. Ini karena Kecamatan Kedungreja berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Barat yang dibatasi oleh aliran sungai Citandui. Masyarakat
menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa ibu yaitu bahasa jawa yang dikenal dengan berbagai macam tingkatan dan undhak-undhuk. Dimana terdapat dua bahasa jawa yaitu jawa ngapak (kasar) dan jawa krama (halus). Namun saat ini kebanyakan kalangan pemuda menggunakan bahasa jawa ngapak sebagai bahasa sehari-hari yaitu ngapak cilacap. Tak jarang bahasa jawa krama hanya di ucapakan saat berbicara dengan orang yang lebih tua, Ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan. Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi. Perbedaan tersebut berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang lebih dikenal dengan unggahungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, serta membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. KESENIAN Kegiatan kesenian yang ada di Kecamatan Kedungreja diantaranya yaitu kesenian kuda lumping atau masyarakat menyebutnya Ebeg, Tari ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe. Hal yang paling menarik dari tarian ini adalah ketika para penarinya kerauhan atau kemasukan roh yang dikendalikan oleh para dukun Ebeg. Mereka akan melakukan apa saja yang diminta oleh sang Dukun. Dari makan makanan yang tidak wajar seperti beling, atau serabut kelapa atau daun daunan sampai memanjat pohon kelapa dengan cepat akan mereka lakukan. Pertunjukan magis ini akan semakin seru ketika seorang penonton “ketempelan” roh dan menjadi salah satu penarinya. Tapi santai saja, itu hanya salah satu rangkaian dari scenario sang penimbul (dukun). Kesenian ini dipertunjukan saat bulan agustus dan sebagai hiburan di hajatan sunatan maupun pernikahan. Kesenian wayang kulit yaitu jenis seni pertunjukkan wayang kulit yang bernafaskan Banyumasan. Di daerah ini dikenal ada dua gragag atau gaya, yaitu gragag kidul gunung dan gragag lor gunung. Spesifikasi dari wayang kulit gragag. Hal yang menarik adalah ketika karakter pelawak muncul, dengan logat ngapaknya mereka ngebanyol membuat para penonton ketawa. Selain itu terdapat kesenian sintren dan calung, namun saat ini sudah jarang
diselenggarakan. Ini dikarenakan kesenian tersebut sudah tergeser, diamana kalangan muda lebih memilih yang lebih modern seperti dangdut. BUDAYA MASYARAKAT Selain itu terdapat upacara yang masih dilakukan seperti upacara selamatan yang di bagi menjadi 4 macam yaitu dimulai dengan nujuh bulanan, aqiqahan, potong rambut, turun tanah. Dan upacara setelah kematian, mulai dari upacara sedekah suratan, sedekah nelung dina, sedekah pitung dina, sedekah matang puluh dina, sedekah mendak pisan, dan sedekah nyewu. Tradisi peringatan 7, 30, 100, 1000 hari orang yang sudah meninggal. Tradisi seperti ini masih kental dilakukan warga masyarakat sekitar untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Keluarga yang ditinggalkan biasanya mengirimkan makanan kepada kerabat-kerabatnya atau saudaranya, tujuannya agar bisa mengenang orang yang meninggal tersebut. Tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun dari nenek moyang, sehingga sangat sulit dihilangkan. Meskipun pada kenyataannya sekarang tradisi seperti ini sudah jauh berkurang dibandingkan dahulu.
Selamatan yang berhubungan dengan hari-hari besar atau keagamaan seperi muludan, malam satu suro dan kebudayaan lainnnya seperti: Budaya Sungkeman, budaya ini masih dilakukan masyarakat sekitar sampai sekarang, bahkan sudah mengakar dalam kehidupan. Tradisi sungkeman biasanya dilakukan saat perayaan keagamaan, seperti hari raya Idul Fitri, dan saat ada acara pernikahan ataupun acara keluarga lainnya. Sungkeman dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada orang tua, dan biasanya dilakukan dengan mencium tangan orang tua sambil berlutut di hadapannya. Ziarah kubur, tradisi ziarah kubur biasanya dilakukan menjelang bulan puasa atau menjelang lebaran. Hal ini dilakukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Tidak hanya kuburan keluarga dan orang-orang terdekat saja, tetapi kuburan para wali atau kiai juga diziarahi, tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan berkah dan meminta doa.. Tradisi ini rutin dilakukan setiap tahun, dan biasanya orang pergi beramai-ramai menuju tempat ziarah membawa keluarga dan kerabat mereka.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Jadi, dapat disimpulkan keragaman budaya yang dimiliki Kecamatan Kedungreja sangat banyak. Seperti cara beretika yang sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. Selain itu budaya pertanian yang ada masih tradisional, meskipun sudah alat modern yang mulai masuk. Pola kehidupan masyarakat yang masih memegang teguh budaya gotong royong, dan bahasa yang beragam yaitu bahasa jawa dan bahasa sunda, serta kesenian budaya yang masih terus dilestarikan sampai saat ini. Saran Sebagai anggota masyarakat yang baik sudah seharunya kita mempertahankan kebudayaan daerah kita, walaupun di era globalisasi saat ini sudah mulai memudar. Sebagai generasi bangsa mari kita selamatkan budaya kita agar tidak tergerus oleh waktu apalagi diklaim ole Negara lain yang mana itu adalah kesalahan kita sendiri yang tidak peduli dengan kebudayaan daerah kita masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA Azhar.Budaya dalam Masyarakat Cilacap dan Sekitarnya.Selasa 26 Desember 2008. (http://wwwazharblog.blogspot.com/2008/12/budaya-dalam-masyarakat-cilacap-dan.html) Anonim.Kesenian Cilacap.28 Juni 2011. (http://cilacapacc.blogspot.com/p/kesenian. html) Sukaryanto, Agus.GP3A Karya Bakti diantre Studi Banding.Senin 23 Januari 2006. (http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/23/ban08.htm)