MANAJEMEN KESEHATAN IKAI{ PADA USAHA BUDIDAYA
IKAI\ DALAM KERAMBA Oleh: Siti Rukayah
I.
PENDAHULUAN Degradaasi lingkungan lahan budidaya akibat tingginya pencemaran, dan
kesalalran pengelolaan budidaya yang merupakan akibat dari antara
lain
kurang
efisiennya penggwaan bahan baku atau input produksi merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya masalah penyakit pada usaha budidaya
ikan.
Penyakit ikan
merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit pada usaha budidaya ikan. Penyakit ikan merupakan salah satu masalatr yang perlu mendapat perhatian yang serius pada budidaya
ikan. Kerugran yang diderita akibat wabah penyakit ini biasanya cukup
besar. Selain kematian ikan, kerugian yang lain adalah berupa penurunan kualitas ikan. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pad aharga jual ikan itu sendiri menjadi rendah. Penyakit bakterial misalnya seringkali menimbulkan kerugian yang tidak sedikit
bagi pam petani ikan karena penyakit tersebut selain dapat menimbulkan kematian sekitar 50
-
100% (Supriyadi dan Taufik, 1981; Taufik 1992; Supriyadi dan Rukyani,
1990), juga dapat menurunkan mutu daging dari ikan yang terinfeksi berupa borok atau
luk4 sehingga tidak disenangi oleh konsumen. Penelitian yang telah dilakukan pada talrun tgglllgg2 telah membuktikan bahwa ikan nila dapat terinfeksi oleh bakteri Aeromonas hidropfula dan Enterobacter sp. (Supriyadi, 1992). Penelitia yang telah dilaksanakan pada tahun 2002 menurfukkan bahwa ikan nila juga sangat rentan
bio.unsoed.ac.id
terhadap infeksi bakteri Streptoccoccus inae. Prevalensi infeksi penyakit ini di waduk Cirata berkisarantara 2.5
-7.5
o/o,
sedangkan di waduk Gadjah Mungkur berkisar antara
5.0
-
rc.$%. penyakit ini di luara negeri banyak
mengakibatkan kerugian berupa
kematian baik pada iakn nila benih maupun pada ikan nila ukuuran konsumsi. Kematian uang diakibatkannya dapat mencapai lebih dari 75% darl. populasi Qarcra et
a|.,1994).
Total kematian iakn mas mendadak akibat infeksi penyakit KHV di waduk Jatiluhur sampai dengan 30 juli 2003 sekitar 475 ton. Kematian masal terjadi secara serentak dan sporadis, sehingga tengkulak tidak mampu meruImpung ikan-ikan yang
dapat diselamatkan, meskipun harganya sangat murah yaitu Rp 1.500,-/kg. Dengan asumsi ikan yang sempat terjual sebesar 50o/o atau sekitar 225 tott" maka ikan yang terbuang mengambang
di waduk Jatiluhur pada saat itu sekitar 250 ton atau
setara
dengan uang masyarakat kecil sebanyak 1,5 milyar.
Faktor lain yang merupakan pemicu timbnulanya penyakit pada ikan adalh makin menurunnya kualitas
air. Selain bahan cemafim berupa limbah industri
yang
banyak dibuang ke perairan umtrrnm tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu, peocenumn dapt juga diakibatkan oleh kesalahan manajemen budidaya itu sendiri. Pada pola budidaya intensif apkan biasanya diberikan cukup banyak, sehingga tentu saja selain dpatamenimbulkan cemaran dmi hasit sisa metabolisme yang lebih banyak
juga akan terjadi pembusukan sisa pakan yang jatuh ke perairan tempat budidaya tersebut.
Usaha penanggulangan terhadap beberap penyakit yang telatr banyak dilaksanakn. Penggunaan bahan kimia dan antibitika yang terus menerus selain dapat
bio.unsoed.ac.id
mengakibatkan pencemaftm lingkungan juga dikhawatirkan dapat menimbulkan akibat
lain yaitu timbulnya fatogen yang tahan terhadap obat tersebut.
Untuk itu diperlukan suatu crtra penanggulangan penyakit yang tidak banyak menimbulkan efek negatif bagi lingkungan. Salah satu cara penanggulangan diharapkan dapat melatui suatu model pengelolaan budidaya ikan secara terpadu dan komprehensif tercakup didalamnya pengelolaan kawasan, pengendalian penyakit, farm manajemen, dan pengelolaan limbah.
u. MASALAH PEMICU TIMBULhIYA MASALAH A. LINGKUNGAI\I Makin menurunnya kualitas lingkungan makin besar tekanan yang dialarni oleh ikan akan mudah sekali terinfeksi oleh penyakit. Turunnya kualitas lingkungan lebih banyak diakibatkan oleh limbah ya
g
dibuang ke perairan umum tanpa melalui
pengolahan terlebih dahulu (treatmen). Selain bat6n cemaran berupa limbah industi yang banyak dibuang ke perairan
umum, pencemaran dapat juga diakibatkan oleh kesalahan praktek budidaya itu sendiri. Pada pola budidaya intensif pakan biasanya diberikan cukup banyak, sehingga tentu saja selain dapat menimbulkan cemaran dari hasil sisa metabolisme yang lebih banyak
juga akan terjadi pembusukan sisa pakan yang jatuh ke perairan tempat budidaya tersebut.
Kebersihan linekungan tempat budidaya juga menjadi kunci keberhasilan budidaya
itu
seridfui. Lingkungan yang kotor terlalu kaya akan bahan organik akan
membantu mempercepat timbulnya infeksi penyakit.
bio.unsoed.ac.id
Jaring yang tidak pernah dibersihkan selain menjadi tempat yang nyaman bagi
jasad penyebab penyakit jiuga akan mengbambat perhrkaran air ke dalam KJA itu
sendiri. Apabfa hal
ini terjadi maka kualitas air di dalam KJA akan semakin jelek,
timbulnya kadar zat asam akan menjadi rendatr. Keadaan demikian akan mempercepat penyakit.
B. MANAJtrMEN BUDIDAYA pola budidaya yang dilaksanakan
di KJA biasanya pola budidaya intensif,
daya dukung dengan kepadatan ikau yang sangat tinggi tanpa mempertimbangan dukung lalun lingkungan. Pada kepadatan yang tinggr yang tidak sesuai dengan daya
maka akan terjadi ketidakseimbangan, yang tentu saja akan banyak menimbulkan penyakit. Jumlah atau tekanan bagi ikarr akibahya ikan akan mudatr terinfeksi oleh
juga sangat menentukan kebutuhan kepadatan jaring yang terdapat pada suatu hamparan dengan luasan budidaya. Jumlah unit KJA yang terlalu padat yang tidak proporsional
lahaq tentu saja akan mempercepat turunnya kualitas air. Dalam keadaan demikian maka tentu saja akan mempercepatperkem bangan penyakit ikan.
Sistem pompa pada pemberian pakan dengan harapan akan ikut mempercepat pertumbuhan merupakan tindakan yang kurang dapat dipertanggungiawabkan Pakan
diberikan dalam jumlatr banyak dan tidak mengikuti kaedah pemberian pakan yang
bentul, tanpa diketahui apakatr pakan tersebut terkonsumsi semuturya oleh ikan.Akhirnya banyak sekali sisa pakan yang jatuh kedasar perairan dan ikut mempercepat turunnya kualitas air. pembuangan ikan mati yang sekarang dipraktekkan oleh pembudidaya biasanya secara langslng keperairan umlrm. Tindakan demikian tentu saja akan mempercepat
bio.unsoed.ac.id
penyebaran penyakit.
4
C. PERUBAIIAN MUSIM Pada perubahan musim baik dari musim penghujan ke musim kemarau atau sebatiknya biasanya akan berperan dalam timbulnya penyakit ikan. Pada suhu
dingin biasanya ikan akan lebih mudah terinfeksi oleh
penyakit.
Demikian juga dengan suhu terlalu panas akan berakibat pada percepatan metabolisme
ikan yang kalau hal tersebut berlangsung lama maka akan mengakibatkan kelelahan bagi ikan. Suhu panas juga akan mengakibatkan kandungan z.at asam menjadi sangat
tipis, pH air akan berubah keaarah asanr, maka keadaan demikian tentu saja akan menimbulkan tekanan bagi ikan yang akhirnya ikao akan mudah terinfeksi penyakir Flukfuasi suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan ikan rentan terhadap infeksi penyakit.
III. KERAGAMAN PENYAKIT DI I(IA Masatah penyakit telah lama dirasakan pada usaha budidaya ikan di KJA, walau pada awalnya masalah penyakit tidak begitu dapat perhatian dari pembudidaya. Makin
lama karena temyata penyakit dapat menimbulkan kerugian yang tidak sedikit maka
penyakit
hal yang mau tidak mau harus diakui batrwa masalah penyakit
mendapat perhatian serius untuk ditangani.
Beberapa penelitian tentang keberadaan penyakit pada usaha budidaya ikan di
KJA telatr banyakj dilaksanakan (Supriayadi dan Komarudin, 2003; Supriyadi et al, 2A08
8.
Selain itu juga data tentang keberadaan penyakit telah diperoleh dari laporan-
laporan kasus terjadinya wabah penyakit pada usaha tersebut. Monitoring penyakit iakan juga selalu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan penebaran penyakit
bio.unsoed.ac.id
dan dinamika infeksi penyakit pada usalra budidaya di KJA.
Selama ini kasus terjadinya infeksi penyakit ikan potensi yang telah dilaporkan
diakibatkan oleh beberapa jasad penyakit, yaitu antara lain parasit, jamur, bakteri dan virus.
l.
JasadParasitik
Parasit yang telah dilaporkan menginfeksi ikan budidaya Isopoda dari spesies Alitropus Wus. Wabah parasit
di KJA
yaitu
ini pertama kali dilaporkan
daridanau Singkarak, Sumatera Barct, Akibat yang ditimbulkannya cukup lumayan karena dapat menimbulkan kerugian berupa kematian ikan 30-407o dari populasi.
Kasus wabah penyakit ini juga telah dilaporkan di waduk Juanda Jatiluhur dengan kisaran angka kernatian ikan Mas (Clprinus Carpio) yang hampir sama yaituSAo/o
2.
Infeksi Jamur
Infeksi jarnur pada usaha budidaya ikan di KJA telah banyak dilaporkan. Namun penyakit ini biasanya terjadi pada ikar-ikan yag baru saja ditansportasi dan
tidak mendapatkan proses aklimatisasi yag cukup pada tempat tujuan. Ikan yang sering terinfeksi terbatas pada jenis-jenis siklid yaitu nila (Oreachromis niloticus)
dan ikan gumme (Opsphronemus gouramy). Kerugian yang ditimbulkannya tidak begrtu tinggr yaitu berkisar antar 5-10%. Kerugian yang ditimbulkannya sangal tergantung pada kualitas lingkungan dan cara penanganan ikan selanjutnya.
3.
Infeksi Bakteri Infeksi bakteri yag pahng banyak diresahkan oleh pembudidayaikan di KJA
bio.unsoed.ac.id
tahun 2003 adalah infeksi bakteri Aeromonss lrydrophila. Penyakit infeksi bakteri tersebut sering terjadi baik pada komoditas ikan mas, nila maupun ikan gurame
(Opsphronemus gourany). Penyakit infeksi bakteri lain yang telah dilaporkan terutama oleh pembudidaya ikan gurame di KJA yaitu infeksi mycobacteriosis yaitu
akibat infeksi baketi Mycobacterium firtuitum. Kerugian yang ditimbulkan oleh infeksi mycobacteriosis adalatt berkisar 3A'60 %. Keragaman beberapa bakteri penyebab penyakit di KJA telah diteliti pada
tahun 2003 (Supriyadi et al., 2003) di waduk Gadjah Mungkur Wonogiri. Adapun beberapa bakteri potensial yang dapat
diidentifikasi antara lain adalah Aeromonas
hydrophila, Pseudornonas spp, dan Strepococcus. Adapun kisaran prevelevsi untuk masing-masing dari masig-masing waduk adalah sebagai berikut : di Waduk Cirata Aeromonas ltydrophila 2.5-17.5 o/s, Pseudomonas spp 2.5-5 Yo, Strepococcus iniae
2.5-7.5 o/a.
Di
Waduk Gadjah Mungkur Aeromanas lrydrophila 2.5'17.5
Pseudomonas spp 2.5-5 Vo, Strepococcus
o/o,
iniae 5-10 %. Penyakit akibat infeksi
mycobacteriosis telah dilaporkan keberadaanya
di Waduk
Cirata" dengan tingkat
prevelnsi sebesar 4S% (supriyadi et al., 2003).
4.
Infeksi Virus Sejak bulan April 2002 pembudidayaan ikan dikejutkan dengan adanya kasus wabah penyakit yang menimbulkan kerugian tidak
sedikit. Kerugian yang
ditimnulkannya berupa kematian ikan mas yang berjumlah ratusan
ton.
Penyakit
tersebut diakibatkan oleh virus yang dikenal dengan Koi Herpes Virus (KHV) yang
kemudian dikenal dengan istilah penyakit busuk insang. Pada awalnya penyakit ini hanya menimbulkan wabah dikolam pemeliharaan ikan
koi.
Setelatr
itu merambatr
bio.unsoed.ac.id
ke kolam-kolam pemeliharaan ikan mas baik pada kolam tradisional mauprm kolam
7
air deras. Penyebarannya begitu cepat sehingga akhimya penyakit tersebut bisa mencapai budidaya ikan mas di KJA.
Ciri penyakit tersebut adalah jan*awaktu yang
sangat
sangat cepat menimbulkan kematian dalam
singkat. Ikan yang terinfeksi menunjukkan gejala klinis
yang sangat menciri yaitu berupa insang yang mernbusuk. Oleh karena itu kemudian penyakit ini terkenal dengan nama penyakit insang busuk. Sejauh ini tidak ada obat yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit tersebut'
IV. MANAJEMEN KESEHATAN IKAII DI KJA Sukses usaha budidaya ikan akan sangat tergantuing pada pola manajemeu yang
diterapkannya Artinya apabila semua persyarakn-persyaratan yang hanrs dilaksanakan pada usaha budidaya terpenuhi maka budidaya ikan tersebut akan berjalan lancar, tennasuk masalah gangguan penyakitpun akan bisa
dihindari. Di dalarn usaha
penanggulangan penyakit pada usatra budidaya ikan
di KIA
harus dilaksanakan
berdasarkan babarapa penimbangan antara lain:
l.
Pertimbanganmetodologi
Metoda penanggulangan yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan lingkungan kawasan budidaya. Metoda penaggulangan yang bagaimana yang bisa diaplikasikan pada usaha budidaya ikan diperairan waduk. Usaha penaggulangan dengan cara pencegahan adalah merupakan metode yang paling tepat ditaksanakan
Sedangkan pengobatan baik dengan cara rendaman rnaupun pakan sebaiknya
bio.unsoed.ac.id
dihindari. Pengobatan dengan suntikan mungkin bisa dilaksanakan namun hanya terbatas pada jumlah yang tidak terlalu banyak.
2.
Pertimbangan lingkungan
Cara penanggulangan terutama pengobatan yang diterapkan hendaknya tidak mengganggu keseimbangan lingkingan apalagi samapi merusak lingkungan. Obat pada dasarnya adalah racun selain daWt membunuh organisme penyebab penyakit
juga dapat membunuh organisme maupun mikroorganisme akuatik yang bennanfaat bagi manusia dan lingkungan. Jadi obat yang digunakan harus tidak menimbulkan kematian pada bakteri pengurai yang bermanfaat, pada zoo dan fitoplankton, pada
ikan dan tidak menimbulkan resiko bagi konsumer (pemakan ikan). Obat yang digunakan juga tidak menimbulkan resistensi bagi mikroorganisme. J. Pertimbangan ekonomis
Cara penanggulangan yang akan
menguntuingkan secara
kita laksanakan harus dipenimbangkan
ekonomis. Langkah
agar
pencegahan biasanya lebih
menguntiungkan apabila dibandingkan dengan langkah pengobatan. Pengobatan
tidak murah mengingat harga obat yang matral dan selain itu pada pengobatan memerluksn tenaga dan waktu. Pada pengobatan juga harus memperhitungkan kira-
kira berapa jumlah ikan yang bisa diselamatkan, sehingga tidak merugikan apabila dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan. 4. Pertimbangan keamanan
Selain rmran bagi lingkungan juga metoda penanggulangan penyakit harus aman
bagi operator. Cara pencegahan biasanya lebih aman apabila dibanding dengan pengobatan. Cara pengobatan harus dilaksanakan dengan ekstra hati-hati mengingat
bio.unsoed.ac.id
beberapa obat akan sangat membahayakan bagi operator. Penggunaan antibiotik
misalnya kalau tidak hati-hati akan berbahaya berupa masuknya antibiotika ke
9
dalam tubuh operator selain keracunan dapat juga berakibat pada
kekebalan. Malachite green Oxalate apabila pemakaiannya tidak hati-hati maka akan dapat menimbulkan kangker bagi operator mengingat sifat dari bahan ini adalah "carsinogen" atttnyadapat nrmemacu terjadinya kangker.
bio.unsoed.ac.id
l0
DAFTAR PUSTAKA Perera,R.P.,S.K. Jiohson.,M.D.Collins and D.H. Lewis. 1994. S*eptoeoccus iniae Associated with Mortality of Tilapia nilotica xT. aurea Hybrids. J. Aquatic Animal Health 6: 335-340 Supriyadi, H. danP. Taufik.l98l.Identifikasi dancarapenganggulanganpenyakit bakteri Pada ikan lele(Clarias batrachus). Bull:Perik . l(3):447 -454
Supriyadi,H dan A. Rukyani. 1990. Inmunolpropilaksis Dengan Cara Vaksinasi Pada Usaha Budidaya Ikan. SeminarNasional II, Penyakit Ikan dan Udang, Bogor 16-18 Januari 1990. Supriyadi, H. 1992. Identifikasi dan Cara Penanggulangan Perryakit Bakterial Pada Ikan Ni14 Dalam Pros. Seminar Hasil Pen. Perik. Air Tawar 199l/1992 Cipayung 20-22 Oktober 1992. Hambali Supriyadi et al.(eds). Hal. 56-63. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. Pusat penelitian dan Pengembangan Pertanian. Taufik, P.1992. Penyakit Pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) dan Penanggulangannya. Makalah pada Pertemuan Aplikasi Teknologi Budidaya Gurame, 24-26 Agustus 1992 di Yogyakarta. Supriyadi, H dan O. Komarudin. 2003.Kerusakan Jaringan Ikan Nila (Oreochromts nioticus) yang Terinfeksi Penyakit Steptococciasis, Jurnal. Pen.Perik 9(3):3 5-3 8. Supriyadi, H. ; P.Taupik dan Taukhid.2003 a. Karakterisasi Patogen,Inang Spesifik dan Sebaran mycobacteriosis. Juma; Pen. Perik. 9(3): 39-a5.
supriyadi, H;A. widiyati; A. sunarro dan T.H. pribadi. 2aa3b. Keragaman penyakit Bakterial Ikan Budidaya (nila) pada KJA di Lokasi Berbeda. Laporan Teknis Bagian Proyek Penelitian Perikanan Budidaya Air Tawar. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. 12p.
bio.unsoed.ac.id
ll