MANAJEMEN WISATA PENDAKIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE

hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ... Majeur, yaitu terjadinya bencana alam, seperti gunung meletus, angin kencang,...

85 downloads 630 Views 202KB Size
MANAJEMEN WISATA PENDAKIAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (TNGGP) JAWA BARAT

Oleh:

Idris Humaedi

E34120023

Rizki Kurnia Tohir

E34120028

Reza Imam Pradana

E34120063

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Wisata Pendakian Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Jawa Barat”. Shalawat dan salam semoga tercurah pula kepada Rasulullah Muhammad SAW, dan para sahabat. Teriring doa dan harap semoga Allah meridhoi upaya yang kami lakukan. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas perbaikan mata kuliah Rekreasi Alam Dan Ekowisata. Dalam makalah ini dikemukakan identifikasi bagaimana manajemen pengelolaan pendakian TNGGP. Penulis mengucapkan terimakasih kepada tim dosen mata kuliah Rekreasi Alam dan Ekowisata yang telah memberi bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini. Penulis berharap makalah ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya bagi masyarakat sehingga dapat menjadi solusi dalam menanggulangi kebakaran hutan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, 18 Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 2 II. PEMBAHASAN 2.1 Kondisi umum kawasan .................................................................. 3 2.2 Mekanisme Pengelolaan Wisata Pendakian Di TNGGP ............... 6 2.3 Identifikasi Manajemen Wisata Pendakian Di TNGGP ................. 7 2.4 Analisis Pengelolaan Wisata Pendakian Di TNGGP ...................... 16 III. PENUTUP 3.1 Simpulan ......................................................................................... 21 3.2 Saran ................................................................................................ 21 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki taman nasional sebanyak 38 lokasi yang tersebar hampir di seluruh propinsi Indonesia. Taman nasional tersebut mencakup total luas kawasan 14,22 juta hektar atau sekitar 60 persen luas keseluruhan kawasan konservasi di Indonesia. Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang mempunyai fungsi dan peranan paling lengkap dan penting jika dibandingkan dengan kawasan konservasi lainnya (Saparjadi, 1998). Adapun fungsi taman nasional adalah untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pemanfaatan taman nasional biasanya lebih fokus pada pengembangkan wisata berbasis pendidikan dan lingkungan yang lestari. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah salah satu taman nasional yang memiliki kawasan pegunungan dengan dua puncak pegunungan yaitu puncak Gunung Gede 2958 mdpl dan puncak Gunung Pangrango 3019 mdpl. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memberikan daya tarik wisata pendakian puncak gunung, selain itu keanekaragaman jenis hayati di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sangat tinggi diantaranya jenis flora, fauna yang unik menambah nilai daya tarik wisata. Wisata pendakian ini menjadi salah satu wisata yang populer di kawasan ini.

Tingginya antusiasme wisatawan untuk melakukan wisata pendakian puncak Gunung Gede Pangrango maka pengelolaan wisata ini harus benar-benar baik. Oleh karena itu dalam tulisan ini penulis mengidentifikasi bagaimana pengelolaan dan manajemen terhadap wisata pendakian di TNGGP untuk mendukung kelestarian objek wisata pucak Gunung Gede Pangrango.

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi mekanisme pengelolaan

wisata pendakian di Taman

Nasional Gunung Gede Pangrango. b. Mengidentifikasi manajemen wisata pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. c. Menganalisis pengelolaan wisata pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 2.1.1. Status Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia. Pada tanggal 6 Maret 1980 Menteri Pertanian melaui SK Menteri Pertanian No. 36/Mentan/X/1982, menetapkan bahwa kawasan Gunung Gede Pangrango dengan luas 15.196 ha termasuk cagar alam, hutan alam, dan taman hutan disekitarnya adalah Kawasan Taman Nasional. Untuk meningkatkan luas kawasan konservasi, pada tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/KPTS-II/2003 dilakukan perluasan dari 15.196 ha menjadi 21.975 ha. Perluasan dilakukan mengingat kawasan disekitar TNGGP merupakan habitat dan daerah jelajah beberapa jenis satwa langka dan dilindungi seperti Surili, Owa jawa, Macan Tutul dan beberapa jenis burung yang perlu dilindungi dan dilestarikan (Hartono, 2008).

2.1.2 Lokasi, dan Batas Kawasan Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terletak antara 106051’ - 107002’ BT dan 6041’ – 6051’ LS. Secara administratif termasuk dalam tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. batas-batasnya adalah Utara: Cianjur

dan Bogor; Barat: Sukabumi dan Bogor; Selatan: Sukabumi; Timur: Cianjur (Hartono, 2008). 2.1.3 Lingkungan fisik Berdasarkan peta tanah provinsi Jawa Barat dari lembaga penelitian tanah Bogor, kawasan taman nasional gunung gede pangrango terdiri dari jenis tanah regosol dan litosol yang mudah erosi, jenis tanah asosiasi andosol dan regosol yang peka terhadap erosi, jenis tanah latosol coklat merupakan tanah yang subur dan paling dominan di TNGGP (Mota, 2002). TNGGP merupakan daerah beriklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 3000-4000 mm/tahun. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson tipe iklim kawasan ini termasuk tipe iklim A. Temperatur di cibodas antara 18-10 oC pada siang hari dan malam hari berkisar 0-5 oC. Kelembaban udara berkisar antara 80-90%, dan di daerah ini bertiup angin munson. Sistem

hidrologi

TNGGP ini terdiri dari sungai sungai yang umumnya membentuk pola radial, dan laju aliran relatif stabil (Mota, 2002). Kawasan ini merupakan pemasok air yang banyak, terihat dari debit air sekitar 8 milyar liter per tahun (Hartono, 2008).

2.1.4 Bentuk Topografi dan Geologi Gunung Gede dan Pangrango merupakan alur gunung berapi yang terbentuk dari aktivitas lapisan kulit bumi secara terus menerus. Secara umum batuan pada kawasan ini terdiri dari batuan vulkanik (Mota, 2002). Ketinggian Gunung Gede (2958 m dpl) dan Gunung Pangrango (3019 m dpl).

Keadaan topografi di TNGGP bervariasi mulai dari landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai didalam kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong.

2.1.5 Potensi Wisata Berdasarkan pemaparan Haryanto Wahyu Sukotjo staff balai taman nasional gunung gede pangrango dalam kegiatan pekan ilmiah kehutanan 2003 menyebutkan bahwa potensi wisata di TNGGP terdiri dari: a. Potensi Flora - Tumbuhan unik dan langka (edelweis, kantong semar, dan raflesia) - Berbagai jenis anggrek - Berbagai jenis palm - Pohon-pohon dengan ukuran besar seperti rasamala dan puspa. b. Potensi Fauna - Jenis mamalia langka seperti macan tutul dan owa - Berbagai jenis burung seperti elang jawa dan anis gunung - Berbagai jenis katak yang unik dan menarik seperti katak bintik merah dan Katak Bertanduk c. potensi kekhususan alam

- Air terjn Cibeureum Cibodas, Cibeureum, Selabintana, Air terjun sawer, Bere, Air terjun Cipadaraten - Danau Telaga biru dan Danau Situgunung - Rawa Denok - Air panas - Puncak Gunung Gede dan Pangrango - Kawah Rau Lanan, Wadon, dan Kawah Baru - Alun-alun Suryakencana dan Mandalawangi - Bumi perkemahan Bobojong, pondok Halimun dan Barubolang - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (Atraksi Canopy Walk)

2.2 Mekanisme Pengelolaan Wisata Pendakian Di TNGGP Mekanisme pengelolaan wisata pendakian di TNGGP berbentuk prosedur dan SOP yang tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Nomor: Sk. 34 /11-Tu/1/2010 Tentang “Perubahan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Nomor Sk. 84 /11-Tu/1/2009 Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Pendakian Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango”. Prosedur dan SOP yang di keluarkan oleh balai untuk mengatur wisata pendakian supaya aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Prosedur dan SOP

pendakian

lebih

mengarah

kepada

keselamatan

pengunjung

dan

perlindungan ekosistem pegunungan. Prosedur pendakian ini terdiri dari: prosedur alur perizinan, prosedur pelaksanaan pendakian. Untuk SOP pendakian

sendiri terdiri dari: peralatan dan pakaian yang harus dibawa dan dipakai, larangan larangan.

2.3 Identifikasi pengelolaan/manajemen wisata pendakian di TNGGP

A. Prosedur Pendakian Kuota Jumlah pengunjung pendakian di TNGGP ditetapkan dengan sistem kuota yaitu sebanyak 600 orang/hari dengan rincian pada masing-masing pintu masuk pendakian sebagai berikut: 1. Pintu Masuk Mandalawangi Cibodas 300 orang/hari 2. Pintu Masuk Gunung Putri 200 orang/hari 3. Pintu Masuk Selabintana 100 orang/hari

Pengajuan Ijin Pendakian Perijinan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan pertama kali oleh para calon pendaki di kawasan TNGGP. Perijinan ini bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi sebagai salah satu bentuk pelayanan kepada pengunjung dan merupakan keabsahan sebagai pengunjung TNGGP. Perijinan

untuk pendakian di Balai Besar TNGGP dilaksanakan dengan sistem Booking (Reservasi). Booking dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu : secara online, langsung, dan menggunakan fax-telepon.

Pengurusan SIMAKSI Setiap calon pendaki yang telah mengajukan ijin pendakian (booking) harus mengurus SIMAKSI pendakian di loket perijinan di Kantor Balai Besar TNGGP di Cibodas maksimal 1 hari sebelum hari H pendakian dan SIMAKSI pendakian hanya berlaku untuk satu (1) kali masuk.

Persyaratan Untuk dapat memperoleh SIMAKSI pendakian di TNGGP, maka setiap calon pendaki harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :Fotokopi identitas resmi (KTP/Kartu Pelajar/ KTM/ SIM/ Pasport), Bagi calon pendaki yang berusia kurang dari 17 tahun, disamping identitas diri bersangkutan harus pula menyertakan Surat Ijin Orang Tua/Wali yang ditandatangani diatas materai senilai Rp. 6000, serta dilengkapi fotocopy KTP dari orang tua/wali; Jumlah anggota pendaki dalam SIMAKSI adalah 1 kelompok minimal 3 (tiga) orang dan maksimal 10 (sepuluh) orang.

Perubahan/Pembatalan SIMAKSI Pendakian Perubahan jadwal pendakian, penambahan ataupun pengurangan calon pendaki dapat dilakukan paling lambat 5 (lima) hari sebelum tanggal pendakian

(H-5) dan setelah itu tidak bisa di ganggu gugat. Karena terkait dengan kuota dan pembukuan pada sistem booking; Pembatalan oleh calon pendaki dapat diterima, tetapi karcis masuk dan asuransi yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan (segala biaya menjadi resiko pendaki); Pembatalan SIMAKSI pendakian dapat dilakukan jika terjadi Force Majeur, yaitu terjadinya bencana alam, seperti gunung meletus, angin kencang, hujan lebat,kebakaran hutan dan lain-lain yang dapat mengancam keselamatan pendaki,

sehingga

TNGGP

perlu

menutup

kegiatan

pendakian

tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu. Dalam hal ini, tiket masuk dan asuransi yang telah diterima pendaki dapat ditarik dan diuangkan kembali. Apabila pendaki tidak memenuhi peraturan sesuai juknis ini dan pengisian data yang tidak benar maka SIMAKSI akan dibatalkan.

Tiket Masuk Tiket pendakian di TNGGP dikenakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 1998 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di Departemen Kehutanan. Tiket berlaku untuk usia 5 tahun ke atas; Harga tiket dikenakan sebesar yaitu Rp. 2.500,- per hari per orang untuk pendaki domestik dan Rp. 20.000,- per hari per orang untuk pendaki mancanegara; Setiap pendaki (domestik dan mancanegara) diwajibkan membeli asuransi sebesar Rp. 2.000,- per orang.

Tes Tertulis

Sebelum melaksanakan pendakian, para calon pendaki diwajibkan untuk mengikuti tes tertulis tentang pengetahuan pendakian di Visitor Center dan atau Information Center BBTNGGP. Apabila dari hasil tes tersebut calon pendaki dinyatakan tidak lulus maka yang bersangkutan tidak diperbolehkan melakukan pendakian pada saat itu.

Pendampingan Pendampingan dilakukan oleh porter, pemandu maupun interpreter yang berasal dari Forum Interpreter dan atau Pemandu yang memiliki lisensi TNGGP. Wisatawan wajib didampingai apabila tidak sesuai standard pendakian TNGGP, dan tidak wajib Pendampingan apabila Wisatawan merupakan anggota dari organisasi Pecinta Alam dengan bukti keanggotaan atau pengalaman berstandar pendakian gunung.

Batas Lama Pendakian Batas lama pendakian yang diijinkan di TNGGP adalah 2 (dua) hari dan 1 (satu) malam, Jika ada tujuan khusus seperti penelitian, pengambilan foto, pembuatan video / film, dan lain-lain, akan melakukan pendakian lebih dari ketentuan maka harus ada ijin khusus dari Kepala Balai Besar TNGGP.

Sanksi

Bila pendaki melanggar ketentuan batas lama pendakian maka dianggap melanggar dan akan dikenakan sanksi berupa denda 10 kali lipat tiket per 1 hari keterlambatan.

Penutupan Pendakian Penutupan jalur pendakian merupakan salah satu bentuk pengelolaan pendakian yang dilakukan dalam rangka pemulihan (recovery) ekosistem, Penutupan jalur pendakian secara rutin direncanakan dilakukan selama 2 kali dalam 1 tahun, Bulan Agustus selama 1 bulan penuh (1 Agustus-31Agustus) sebagai antisipasi bahaya kebakaran akibat musim kemarau, dan bulan Januari s/d Maret (1 Januari – 31 Maret) antisipasi cuaca dingin akibat musim hujan yang disertai angin yang dapat membahayakan para pendaki. Selain penutupan rutin terdapat juga penutupan Insidentil Yaitu penutupan pendakian yang dilakukan sewaktu-waktu oleh Balai Besar TNGGP bila terjadi bencana alam sebagai antisipasi pengunjung dari bahaya kecelakaan

B. Pelaksanaan Pendakian Simaksi Setelah calon pendaki mendapatkan SIMAKSI pendakian, selanjutnya calon pendaki dapat melakukan kegiatan pendakian pada hari/tanggal yang telah ditetapkan dengan melapor di pintu masuk sesuai yang tercatat pada SIMAKSI Pendakian dengan menunjukkan surat ijin pendakian (lembar putih dan merah), pengecekan barang bawaan dan pengecekan data yang tertera pada surat ijin oleh

petugas, Petugas memberi informasi tentang peraturan/tata tertib pendakian. SIMAKSI pendakian lembar putih berikut karcis masuk dan asuransi diberikan kembali kepada pendaki sebagai bukti yang sah selama aktifitas pendakian, sedangkan lembar merah disimpan di pintu masuk sebagai arsip setelah dilakukan pencatatan pada buku register pendakian (masuk).

Saat Pendakian Dalam rangka pengamanan pengunjung pendakian dan untuk perlindungan keanekaragaman hayati, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Setiap pendaki harus menggunakan pakaian dan sepatu khusus untuk standar pendakian. 2. Pendaki harus tetap berjalan pada jalur yang telah ditentukan. Tidak diijinkan berjalan di luar jalur, membuat jalur baru dan atau membuat jalur pintas. 3. Kemping hanya dilakukan pada lokasi yang telah ditentukan yaitu Kandang Batu, Kandang Badak, Alun- Alun Mandalawangi, Alun-Alun Barat dan Timur dan Cigeber. 4. Kemping selain dilokasi pada no. 3 diatas tidak diijinkan dan akan dianggap illegal bila dilakukan. Bila hal ini dilakukan, maka akan ditindak oleh petugas sesuai sanksi yang berlaku. 5. Saat pendakian dan kemping, pengunjung tidak diijinkan membuat api dari kayu untuk memasak, perapian dan tujuan lainnya. Pengunjung pendakian disarankan untuk membawa parafin, kompor gas / minyak tanah untuk keperluan memasak.

6. Setiap rombongan pendaki diwajibkan membawa 1 kantong sampah untuk memasukkan sampah setelah pendakian. 7. Sampah-sampah pendaki harus dibawa kembali dan ditempatkan pada pembuangan sampah di pintu keluar.

Selesai Pendakian Menunjukkan surat ijin pendakian (lembar putih) berikut karcis masuk dan asuransi sebagai bukti keabsahan administrasi. Menunjukkan Form Pemeriksaan dan Pencatatan Barang Bawaan yang dapat menghasilkan sampah untuk diperiksa bersama-sama dan mencocokkan dengan sampah y ang dibawa oleh masingmasing pendaki. Petugas meneliti dan mengecek data yang tertera pada surat ijin dan Kegiatan pendakian selesai sejak pendaki menyampaikan SIMAKSI pendakian lembar putih kepada petugas pintu keluar.

C. Petugas Pelayanan Pendakian 1. Petugas Perijinan/Pelayanan Pendakian 2. Petugas Pemungut Tiket Masuk 3. petugas pintu masuk 4 Petugas Pintu Keluar 5. Petugas Poskodal 6. Volunteer

D. Peraturan Pendakian

Peraturan pendakian merupakan rambu-rambu yang harus diikuti oleh pendaki saat berada di dalam kawasan TNGGP, meliputi Larangan dan Sanksi yang dikenakan bila melanggar peraturan pendakian, larangan tersebut terdiri dari: 1. Mengambil, memetik, memotong tumbuhan dan atau bagian-bagiannya serta benda-benda lainnya dan membawa ketempat lain. 2. Menangkap, melukai dan atau membunuh satwa yang ada dalam kawasan. 3. Dilarang membawa binatang kedalam maupun keluar kawasan. 4. Membawa minuman keras atau beralkohol. 5. Membawa obat-obatan terlarang yang termasuk dalam daftar G Departemen kesehatan, seperti putau, heroin,leksotan, ekstasi, ganja dan lain-lain yang sejenis dan Berbahaya. 6. Membawa alat musik dan alat bunyi-bunyian lainnya seperti gitar, piano, seruling, harmonika, peluit, serta alat-alat lain jika dibunyikan akan mengganggu ketenangan kehidupan flora dan fauna. 7. Membawa alat elektronik seperti radio komunikasi (Handy Talky), radio, tape, walkman, gamewatch, wireless dan lain-lain, kecuali jam tangan, telepon seluler (ponsel) dan kamera saku. 8. Membawa senjata api, senapan angin dan senjata tajam seperti golok, pisau. 9. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk berburu seperti senjata angin, panah, ketepel, tombak, jerat lem atau kurungan, dan lain-lain. 10. Membawa bahan detergen dan bahan pencemaran lainnya, seperti odol, sabun, shampoo, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat membahayakan bagi lingkungan sekitar.

12. Melakukan vandalisme, berupa perusakan fasilitas wisata, membuat coretan dan tempel menempel pada fasilitas wisata. 13. Membuang sampah dalam kawasan dan tidak membawa turun kembali sampah bawaannya ke luar kawasan. 14. Membuat api unggun dan atau perapian di dalam kawasan karena dikhawatirkan dapat menimbulkan kebakaran hutan. 15. Melakukan pendakian sendiri.

E. Prosedur Keselamatan Pendaki Demi kenyamanan dan keamanan, setiap pendaki diwajibkan membawa peralatan standard minimal berupa: 1. Tenda kedap air, dengan frame/ tiang besi/alumuniumnya (dilarang tenda tidak dengan tiang). Flysheet hanya digunakan sebagai peralatan tambahan. 2. Ransel/carier dengan spesifikasi kuat dan kondisi baik (jahitan, resleting, pengikat), nyaman dipakai,Kapasitas 40 lt atau lebih, tidak mengganggu pergerakan; Tas berukuran kecil hanya digunakan untuk peralatan tambahan. 3. Matras, minimal terbuat dari bahan evaspon, ketebalan min 3 mm, lebar min 40 cm, panjang min 180 cm, dapat digulung dan memakai pengikat, ringkas. 4. Kantong tidur (Sleeping bag), minimal mampu menahan suhu 10O Celcius. 5. Sarung tangan dengan spesifikasi jari-jari tangan tertutup,sesuai dengan ukuran tangan menutup/melebihi pergelangan tangan. 6. Kaos kaki diutamakan bahan semi wool, kuat dan tebal,bahan bukan nylon dan membawa cadangan ( 2 Ps).

7. Baju lapangan tangan panjang, mudah kering (menyerap keringat)serta tidak terlalu longgar/ketat. 8. Celana lapangan dengan spesifikasi bahan tidak terbuat dari jeans, mempunyai saku tambahan (saku samping),tidak terlalu longgar/ketat. 9.

Pakaian

tidur/training/sweater/kaos

tangan

panjang

yang

bersifat

menghangatkan (1 Stel). 10. Balaclava / kupluk diutamakan bahan semi wool/polar. 11. Sepatu olahraga/lapangan, minimal sepatu militer, kuat, nyaman dengan membawa tali sepatu cadangan (1 Ps). 12. Jas hujan, minimal jenis ponco terdapat lubang untuk kepala,Jenis bahan tidak mudah sobek/berserat/plastic. 13. Lampu senter, minimal menggunakan 2 buah baterai besar,diberi tali gantungan dengan bohlam cadangan (1 buah), baterai cadangan (2 buah). 14. Peralatan masak : minimal misting / nasting lengkap dengan spesifikasi bahan aluminium dan memakai pembungkus, parafin atau kompos gas kecil. 15. Perbekalan logistik, untuk 2 hari 1 malam dengan volume disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok. 16. Obat-obatan pribadi (alat P3K).

2.4 Analisis Pengelolaan Wisata Pendakian Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Aturan manajemen/ pengelolaan wisata pendakian di TNGGP yang tertuang dalam Surat keputusan balai TNGGP tentang petunjuk teknis

pelaksanaan pendakian memiliki beberapa kelebihan dalam hal pengelolaannya, tetapi dalam pelaksanaan nya tidak semua prosedur tersebut dilaksanakan dan diterapkan sesuai dengan SK tersebut yang menjadi kekurangan dari pengelolaan.

A. Prosedur Pendakian Dalam hal pengajuan izin pendakian dilakukan dengan cara booking dengan 3 cara hal ini menjadi kelebihan pengelolaan karena memudahkan dalam proses pengajuan perizinan. Kekurangan dari prosedur pendakian ini seperti prosedur jumlah anggota dari 1 kelompok maksimal 10 orang yang pada kenyataannya masih terdapat anggota dari 1 kelompok itu yang lebih dari 10 orang. Pelaksanaan tes tertulis sebelum wisatawan melakukan pendakian nyata tidak dilakukan di TNGGP ini. Pendampingan wisatawan tidak terlaksana dengan baik. Dalam kenyataannya setelah wisatawan mendapatkan SIMAKSI wisatawan bisa langsung melakukan pendakian dengan pemeriksaan prosedur dan sop yang minim oleh petugas. Sistematika cara booking sudah berjalan dengan baik, semua turan yang ada sudah dijalankan dengan baik. Seperti batas pembuatan SIMAKSI yang harus dilakukan maksimal H-7 sebelum dilakukannya pendakian. Cara bookingnya sendiri juga sudah berjalan dengan baik dalam hal caranya, yaitu bisa secara langsung datang ke posko pembuatan SIMAKSI atau dengan cara booking. Namun untuk KTP atau tanda pengenal sendiri dalam kenyataannya masih bisa dipalsukan dan tidak sesuai dengan aslinya.

B. Pelaksanaan Pendakian Pelaksanaan pendakian pada kenyataannya hanya terdiri dari pemeriksaan berkas SIMAKSI, pemeriksaan barang bawaan dengan hanya menanyakan kepada wisatawan tidak dengan pemeriksaan mendetail, dan pemberian info tentang sampah yang harus di bawa kembali. Aturan yang dibuat sebelum pendakian sangat sistematis, namun pada kenyataannya tidak terlalu dijalankan oleh pihak petugas TNGGP-nya itu sendiri. Untuk juknis yang dibuat saat keluar dari Kawasan TNGGP semua SOP yang tertera semuanya dilaksanakan oleh petugas. Seperti pengecekan jumlah anggota, pengecekan sampaah bawaan dari kawasan TNGGP. Aturan

yang diberikan saat

melakukan pendakian tidak

terlalu

mendapatkan pengawasan dari pihak petugas. Karena petugas hanya ada di posko masuk TNGGP saja. SOP yang ada saat melakukan pendakian, kembali kepada kesadaran masing-masing pendaki demi keselamatan mereka. Seperti untuk tempat kemping, pada aturan yang berlaku hanya ada 6 kawasan. Namun masih ada saja pendaki yang melakukan pembuatan tempat kemping yang illegal, seperti dipuncak gunung gede.

C. Petugas Pelayanan Petugas perizinan/pelayanan pendakian yang ada di TNGGP sudah berjalan sesuai fungsinya, yaitu salahsatunya adalah yang mengurusi SIMAKSI. Namun masih ada point tugas yang memang tidak mereka laksanakan, seperti pendampingan bagi pendaki yang independent.

Petugas pemungut tiket masuk dan petugas pintu masuk dipegang oleh satu orang. Hal itu tidak masalah, karena termasuk mengefisienkan sumberdaya yang ada. Namun untuk pelaksanaan tugasnya itu sendiri masih ada saja yang belum dilaksanakan. Seperti pengecekan antara form bawang bawaan dengan barang yang benar-benar dibawa. Hal itu tidak dilakukan, hanya ditanyakan saja kepada para pendakinya. Pemberian cap/tagging (terdapat dalam juknis) juga tidak dilaksanakan oleh pihak petugas. Pengecekan peralatan pendakian juga hanya sebatas melihat dengan kasat mata saja, tidak dilakukan penmeriksaan mendetail tentang hal itu. Padahal sangat penting untuk dilaksanakan demi keselamatan pendaki. Petugas pintu keluar sama saja tugasnya seperti petugas pintu masuk. Hanya berbeda saat pengecekan jumlah terakhir anggota pendaki saat keluar dari kawasan. Untuk petugas poskodal sendiri tidak diketaui kinerja dilapang seperti apa, karena tidak ditemukan adanya poskodal yang berisi para petugasnya. Kemudian untuk volunteer sendiri tidak ditemukan adanya volunteer, namun dari juknis yang ada untuk volunteer tugasnya yaitu membantu para petugas. Baik itu petugas pintu masuk, pintu keluar ataupun petugas poskodal.intinya membantu petugas setempat untuk melaksanakan kerjanya.

D. Peraturan Pendakian Dalam peraturan pendakian terdapat larangan dan sanksi bagi para pelanggranya. Utnuk larangan yang ada bisa terbilang ketat, namun pengawasan dari pihak TNGGPO masih kurang. Hal itu bisa dimaklumi karena tidak mungkin

jika kawasan TNGGP tersebut harus terawasi secara penuh oleh pihak petugas. Namun hal kecil yang bisa diantisipas masih kurang bisa diperhatikan. Pemeriksaan barang bawaan misalnya yang dilakukan hanya secraa simbolik saja. Sama juga perihal aturan baranag yang harus dibawa oleh para pendaki. Pada juknis yang ada, dicantumkan berbagai macam peralatan keperluan pendaki yang sangat lengkap. Namun sama halnya dengan aturan larangan yang ada, pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak petigas TNGGP tidak dilakukan sampai harus membongkar barang bawaan. Hanya ditanyakan kepada para pendakinya saja. Padahal hal itu sangat penting untuk diperhatikan karena menyangkut keselematan pendaki yang menjadi tanggung jawab pihak petugas itu sendiri. Untuk sanksi yang diberikan sangat ketat, karena langsung berhubungan dengan Undang-Undang serta peraturan pemerintah. Namun tetap saj dalam pelaksaannya kembali kepada ksedaran pendaki, karena dari pihak petugas TNGGP juga memmpunyai keterbatasan kemampuan untuk mengawasi semua kawasan TNGGP.

E. Peraturan Pendakian dan Keselamatan Pendaki Kelebihan pada manajemen pendakian sangat detail terutama dalam prosedur keselamatan pendakian, tetapi kekurangannya adalah dalam hal pengecekan peralatan yang di bawa oleh wisatawan dan larangan-larangan kurang mengatur wisatawan.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang mempunyai fungsi dan peranan paling lengkap dan penting jika dibandingkan

dengan kawasan konservasi lainnya. Pengembangan wisata di taman nasional sebagai pemanfaatan dari ekosistem yang ada seperti wisata pendakian di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Tingginya minat pengunjung untuk aktifitas pendakian, memberikan dampak negatif yang nyata terhadap ekosistem kawasan TNGGP. Dampak negatif tersebut terjadi di sepanjang jalur pendakian, Sehingga Pengelolaan objek wisata pendakian di gunung gede pangrango wajib untuk dikelola secara baik. Mekanisme pengelolaan wisata pendakian di tuangkan dalam Surat Keputusan balai TNGGP tentang petunjuk teknis pendakian, tetapi dalam pelaksanaannya belum semua aturan yang tertera dalam Surat Keputusan Balai di terapkan.

3.2 Saran Pengelolaan wisata pendakian hendaknya lebih di tingkatkan, dengan memperketat prosedur pendakian, peningkatan kemampuan sumber daya pengelola, dan melakukan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran wisatawan terhadap pentingnya ekosistem hutan.

DAFTAR PUSTAKA

Basuni Sambas, 2003. Inovasi Institusi Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyannga Kawasn Konservasi (Studi Kasus Di Tnggp Jawa Barat). Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Mota Aristides V.D.S, 2002. Pengembangan Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Dalan Era Otonomi Daerah (Studi Kasus Di Tnggp). Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Hartono Ernawati E. Stategi Taman Naional Gunung Gede Pangrango Dalam Pengembangan Promosi Ekowisata. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sukotjo Haryanto Wahyu,2003. Pengelolaan Pariwisata Alam Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Prosiding. Seminar Ekowisata Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional 2003. Saparjadi Koes, 1998. Pola Pengelolaan Taman Nasional Di Indonesia. Lokakarya . Departemen Kehutanan dan Perkebunan.