MEMANDANG REVOLUSI INDUSTRI - BELMAWA

Download Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan ...... kajian Al Qur'an, hukum Islam, bersama dengan logika, ta...

8 downloads 1309 Views 8MB Size
Direktorat Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

&

MEMANDANG

Revolusi Industri

DIALOG Pendidikan Karakter

di Perguruan Tinggi Indonesia

MEMANDANG Revolusi Industri

&

DIALOG

Pendidikan Karakter

di Perguruan Tinggi Indonesia Apabila dosen-dosen di program studi dapat menyukai diskusi mencari cara pendidikan karakter terintegrasi dengan mata kuliah, jalan sukses pendidikan tinggi di Indonesia akan menghasilkan pemimpinpemimpin negeri yang berhasil mencapai cita-cita tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Membangun negeri akan sukses dengan membangun pendidikan tinggi. Membangun pendidikan tinggi hakikatnya adalah membangun Program Studi. Menristekdikti dan Ketua DPT mendedikasikan isi buku untuk dosen-dosen di Program Studi Sebagai Awal Dialog Produktif Dalam Upaya Menumbuhkan Bakat-bakat Karakter Terpuji Mahasiswa Perguruan Tinggi

Disusun Oleh : Majelis Pendidikan Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

SAMBUTAN

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI Sebagai fondasi pembangunan, pendidikan tinggi sangat berperan penting dalam menentukan arah kemajuan suatu bangsa, karena bangsa yang maju ditandai dengan tingkat mutu SDM yang tinggi. Selain dituntut untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, pendidikan tinggi juga dituntut untuk menghasilkan lulusan yang berkarakter terpuji dan memiliki sikap mental yang kuat dan tangguh. Untuk dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, berkarakter terpuji, dan memiliki sikap mental yang kuat dan tangguh, pendidikan karakter yang diberikan selama mahasiswa menempuh pendidikan menjadi kunci utama. Pendidikan karakter yang dimaksud di sini adalah karakter yang menunjukkan keistimewaan dan keunggulan dari bangsa Indonesia. Salah satu keunggulan karakter Bangsa Indonesia adalah nasionalisme dan wawasan kebangsaannya. Wilayah Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, keragaman agama, bahasa, budaya dan ras, namun disatukan oleh aktualisasi semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bangsa Indonesia sejak lama memiliki ciri khas dan memiliki tempat tersendiri di antara bangsa-bangsa di dunia. Namun, apabila melihat kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, ada kekhawatiran karakter terpuji bangsa Indonesia yang telah dibentuk oleh nenek moyang sejak berabad-abad yang lalu, kondisi sosial maupun budayanya yang baik yang dirumuskan menjadi budaya Pancasila, saat ini akan tercemar oleh pengaruh budaya lain yang negatif. Hal ini terlihat dari banyaknya kejadian negatif di masyarakat saat ini. Kondisi ini menunjukkan pentingnya penanaman pendidikan karakter pada

i

ii generasi muda penerus bangsa Indonesia. Perguruan tinggi dalam konteks pendidikan formal menempati posisi di ujung akhir, menjadi problem solver pada kesempatan terakhir (the last opportunity) untuk menumbuhkan potensi karakter terpuji pada diri para mahasiswa sebagai

generasi penerus bangsa.

Membangun negeri

akan sukses apabila sukses membangun karakter mahasiswa. Dalam konteks inilah membangun perguruan tinggi dengan orientasi kesuksesan pengembangan karakter terpuji sebagai landasan sikap profesi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, akan menjadi penentu masa depan bangsa. Buku ini ditulis dengan semangat mengajak praktik baik dialog karakter yang menginspirasi para dosen dan mahasiswa dalam membangun karakter dirinya. Semoga bermanfaat. Jakarta,

Juli 2017

Menteri Riset, Teknologi, dan PendidikanTinggi Republik Indonesia,

Mohamad Nasir

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

KATA PENGANTAR

DIREKTUR JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN Pertama-tama perkenankan saya mengucapkan puji syukur ke hadlirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya salah satu referensi buku untuk General Education dengan judul “Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia” yang merupakan wujud semangat mengajak praktik baik dialog karakter yang menginspirasi para dosen dan mahasiswa untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), dan juga Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa lulusan Perguruan Tinggi harus memenuhi capaian pembelajaran (learning outcome) sesuai level KKNI tertentu. Sejalan dengan regulasi di atas dan program Nawacita yang dicanangkan oleh pemerintah, lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia dituntut untuk menjadi agen strategis bagi pembangunan Bangsa Indonesia yang kompetitif, beragam, maju, dan beradab. Untuk melaksanakan amanat dari regulasi dan program pemerintah, maka salah satu tugas Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah mengawal Perguruan Tinggi untuk mempersiapkan generasi muda agar mampu meningkatkan daya saing bangsa, adaptif, fleksibel, kreatif, dan memiliki inovasi tinggi sebagai agen perubahan dengan muatan karakter berbudaya Indonesia. Selain mahasiswa, dosen-dosen

iii

iv muda adalah calon pemimpin masa depan Indonesia yang harus memiliki sikap mental dan karakter Bangsa Indonesia yang mumpuni. Buku ini diharapkan dapat menjadi tambahan sumber inspirasi yang signifikan bagi proses belajar mahasiswa, memberikan bekal bagi mahasiswa dan para dosen untuk menjadi pemimpin yang amanah, bermartabat, bertanggung jawab, dan menjadi teladan yang baik bagi rakyat Indonesia dan masyarakat dunia. Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Pembelajaran, tim penyusun, kontributor dan seluruh pihak yang berperan aktif dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi institusi pendidikan, kementerian/lembaga pemerintah, dosen, mahasiswa dan masyarakat.

Jakarta,

Juli 2017

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,

Intan Ahmad

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

DAFTAR ISI Sambutan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi | i Kata Pengantar Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan | iii Daftar Isi | v Induk Gagasan dan Tokoh Simulasi Dialog | 1 Pendahuluan | 2 BAGIAN I : PERGURUAN TINGGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2025 | 8 1. Mimpi Tiga Anak Muda | 8 2. Tantangan Bangsa Indonesia | 13 3. Arti Penting Dosen sebagai Agen Perubahan | 15 4. Wawasan Umum Tentang Linearitas Program Studi, Spesialisasi Ilmu dan General Education | 18 5. Linearitas Program Studi dan Spesialisasi Ilmu | 19 6. General Education, Suatu Ilustrasi Pemahaman Komprehensif | 21 7. Pendidikan Nilai dan Karakter | 26 8. Pemahaman Antarbudaya (Inter dan Cross Cultural Communication) | 34 9. Pendekatan Inter, Multi, dan Transdisiplin | 35 10. Pendidikan Nilai dan Karakter di Perguruan Tinggi | 37 11. Biografi Intelektual: Pribadi, Pengetahuan dan Lembaga | 37 12. Menyongsong Perguruan Tinggi Indonesia Tahun 2025 | 38 BAGIAN II : INOVASI PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI | 40 13. Sedikit Cerita di Balik Proses Dialog Tentang Karakter | 41 14. Persemaian Karakter Mahasiswa | 43 15. Proses Pendidikan yang Lebih Baik | 44 16. Mutu Pendidikan | 46 17. Pembangunan Karakter Bangsa | 48 18. Orientasi Pembangunan Karakter Bangsa | 49

v

vi 19. Peran Dosen | 50 20. Proses Jangka Panjang Secara Bertahap | 50 21. Alur Pikir | 51 22. Arti Penting Identitas Perguruan Tinggi dan Lulusannya | 52 23. Keperluan atas Jalan Baru Pendidikan Tinggi | 52 24. Memahami Pengetahuan Global dan Mendalami Kearifan Lokal | 53 25. Situasi Normal Informal | 53 26. Potensi Bangsa dan Cara Pengelolaan | 54 27. Ekspresi Sederhana Seorang Mahasiswa | 56 28. Potensi Kekayaan Indonesia yang Belum Dikelola Optimal dan Memerlukan Pendidikan Tinggi yang Tepat | 56 29. Memahami Revolusi Industri | 58 30. Dampak Positif dan Negatif Revolusi Industri yang Mungkin Terjadi | 59 31. Potensi Keuntungan Ekonomi dari Hasil Revolusi Industri | 60 32. Lokasi Berpotensi Sebagai Sumber Inovasi | 61 33. Peran Perguruan Tinggi di Suatu Negara | 61 34. Ancaman Sekaligus Peluang | 62 35. Peran Kecerdasan Kolektif | 62 36. Pemahaman Atas Kreativitas dan Inovasi | 63 37. Peran Sangat Besar Pengembangan Inovasi Kecil Massal | 64 38. Cara Tepat Pelatihan Karakter Kreatif dan Inovatif | 65 39. Memahami Pengertian Kualitas Berkelanjutan | 65 40. Strategi Pendidikan Tinggi Menghadapi Gambaran Masa Depan | 66 41. Pilihan Konsep Pendidikan di Indonesia | 67 42. SDM Terdidik sebagai Andalan | 68 43. Harapan Jawaban Atas Tantangan | 69 44. Jati Diri Perguruan Tinggi dan Lulusannya | 71 45. Sikap, Ilmu, Keterampilan dan Pengetahuan Lulusan | 73 46. Cara Pengembangan Sejumlah Aspek Penting | 74 47. Karakter yang Diharapkan | 75 48. Sumber Belajar Universal | 75 49. Pengenalan Sumber Belajar Kearifan Lokal | 76 50. Studi Perbandingan Sumber Universal dan Lokal | 78 51. Merumuskan Prinsip Tindakan Operasional | 80 52. Pandangan Umum Strategi dan Pilihan Inovasi Pembelajaran | 81 53. Pertimbangan Penetapan Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi | 82 54. Poin-poin Alokasi Penggunaan Anggaran dan Kemungkinan Inovasi | 83 55. Sebuah Alternatif Cara Pembelajaran Baru | 84 56. Wawasan Menuju Praktik Baik dari Dasar Pengetahuan Relevan | 87 57. Pentingnya Mengerti Sejarah | 88

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

BAGIAN III : KISAH HIDUP (TULISAN AWAL DARI ENAM ORANG KONTRIBUTOR) | 90 58. Sebagian Kisah Hidup dan Beberapa Pemikiran Tentang Karakter | 91 59. Pembelajaran Inovatif Berbasis Produksi | 98 60. Menguatkan Karakter Pendidikan Pascasarjana | 107 61. Memahami Makna Identitas dan Karakter dalam Kehidupan dan Pendidikan | 119 62. Mempertautkan Ulum Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamiy Dan Dirasat Islamiyyah: Pendidikan Karakter Sosial-Keagamaan melalui Pendekatan Multidisiplin dan Transdisiplin | 131 63. Refleksi Kisah Hidup Dan Pengalaman Terkait Dialog Karakter di Perguruan Tinggi | 157 Epilog | 178 Sumber Tulisan | 180 Tim Penulis Dan Pendukung | 181 Kontributor Tulisan Pembuatan Buku Dan Fasilitator RapatRapat Majelis Pendidikan Tahun 2016 | 182

vii

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

INDUK GAGASAN & TOKOH SIMULASI DIALOG



Induk gagasan sebagai sumber inspirasi penulisan buku



Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

adalah kutipan sejumlah kalimat kunci dari Wapres, Menristekdikti, Sekjen Kemristekdikti dan Dirjen Belmawa Kemristekdikti. Buku

disajikan

dengan

orientasi

sebagai bacaan ringan yang menarik untuk

diperbincangkan di kelas-kelas mata kuliah di perguruan tinggi. Perbincangan tersebut diharapkan dipimpin oleh dosen agar para mahasiswa memahami peran mata kuliahnya sebagai bagian ilmu pengetahuan, pelatihan keterampilan termasuk keterampilan berpikir analitis bermutu dengan sikap mental dalam kerangka pengamalan ilmu untuk kepentingan masyarakat, bangsa, negara dan kemanusiaan. Dosen dan mahasiswa diharapkan menemukan inspirasi lebih baik dari keterbatasan paparan dalam buku ini, berprinsip keterbukaan pemikiran atas tantangan dan ide-ide penyelesaian masalahmasalah masyarakat, bangsa dan kemanusiaan (open ended problem and open ended solution). Buku mengambil posisi kesadaran (“awareness”) dan “inspirasi” agar dosen pengampu mata kuliah makin mendalami mata kuliahnya, melakukan identifikasi tantangan kemanusiaan, masyarakat dan usaha-usaha memajukan bangsa dan negara. Sejumlah dialog oleh tokoh hipotetik wakil beberapa komponen masyarakat dari beberapa lapis generasi disisipkan dalam berbagai uraian yang gayut (relevan) dengan urusan revolusi industri dan dialog pendidikan karakter di perguruan tinggi. Nama-nama anggota Majelis Pendidikan yang berpartisipasi dalam diskusi-diskusi pembuatan buku ini, sejumlah nama lulusan muda perguruan tinggi yang membantu berpartisipasi dicantumkan pada bagian akhir dari buku. Ada perwakilan mahasiswa dan murid sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama yang dilibatkan sebagai uji coba ekspresi pikiran dan perasaan mereka atas sejumlah pengertian tentang pendidikan karakter yang didiskusikan dalam buku.

1

2

PENDAHULUAN Pada bulan Januari 2016, Majelis Pendidikan masa bakti tahun 2016-2017 (dengan keanggotaan terlampir di bagian akhir buku ini) mengadakan rapat pertama. Sejumlah penugasan dibicarakan dalam upaya mencari inspirasi berbagai solusi atas tantangan pendidikan tinggi di Indonesia. Telaah atas identifikasi tantangan pendidikan tinggi dan inspirasi awal solusi dipusatkan pada jabaran lebih lanjut atas pandangan-pandangan yang diutarakan oleh Menristekdikti, Wapres, Dirjen Belmawa, dan Sekjen Kemristekdikti. Mendalami telaah atas berbagai pandangan tersebut dan merefleksi paparan Sekjen tentang visi masa depan serta gagasan tentang respons pendidikan tinggi menghadirkan suasana diskusi spesifik dalam rapat-rapat. Para anggota majelis melakukan pertukaran pengetahuan secara informal (informal exchange intellectuals) pada materi bahasan terkait topik penugasan jangka pendek. Namun, ada hal selanjutnya yang sangat menarik perhatian yaitu sejumlah bacaan yang membicarakan pembangunan karakter mahasiswa dalam proses belajar di perguruan tinggi. Bagaimana karakter positif mahasiswa ditumbuh kembangkan? Model pendidikan karakter itu bagaimana dan untuk apa? Setiap model wajib dikembangkan dengan orientasi tertentu (a model has to be purpose oriented). Secara implisit, bahasan majelis pendidikan tentang model pendidikan karakter di perguruan tinggi berorientasi pada penjabaran lanjut yang dikaitkan dengan sejumlah urusan pendidikan yang diungkapan oleh sejumlah sosok nasional berikut. 1. Menristekdikti mengutarakan tentang sinergi penelitian dan pendidikan terkait pertumbuhan ekonomi dan kesadaran atas konteks perubahan budaya (culture change). 2. Wapres menyatakan bahwa bangsa Indonesia perlu memandang jauh ke depan tentang peran robotik, namun menyadari

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

tentang banyaknya penduduk yang memerlukan lapangan kerja, sementara mengoptimalkan pendidikan yang memaksimalkan peran teknologi informasi. 3. Dirjen Belmawa mengutarakan tentang membangun negeri dengan membangun pendidikan tinggi (pembelajaran di atas sekolah menengah) terkait pembangunan karakter. 4. Sekjen mengutarakan tentang sejumlah langkah konkret menghadapi masa depan dengan lima poin perhatian terkait kata-kata kunci: i) jebakan middle income economy, ii) indeks daya saing, iii) kemampuan inovasi, iv) agen perubahan dengan muatan karakter, v) publikasi internasional sebagai ekspresi pengembangan ilmu dan mengantar lulusan perguruan tinggi berilmu, memasuki pool of leaders. 5. UU Pendidikan Tinggi 12/2012 Bab 1 ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan pilihan orientasi pada hal-hal di atas, majelis pendidikan mempunyai keinginan untuk bertukar gagasan tentang model jalan baru pendidikan tinggi yang memberi perhatian makin besar pada pendidikan karakter. Pada pertengahan tahun 2016 telah diyakini bersama bahwa tiga buah buku kecil atau sebuah buku yang terdiri dari tiga bagian harus dibuat sebagai salah satu produk majelis yang dapat menjadi kawan kerja para pendidik dalam mencari dan menemukan solusi pendidikan tinggi dengan fokus orientasi model pada lima butir hal yang diutarakan oleh para sosok nasional tersebut. Buku yang dibuat tidak boleh menggurui namun menjadi teman dialog dan refleksi mencari solusi-solusi inovatif penyelenggaraan perguruan tinggi yang memilih sistem keyakinan atas kecerdasan penyelenggara pendidikan menemukan

sumber foto: http://commdept.fisip.ui.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/Maba-S1-2011.jpg

3

4

tantangan-tantangan kontekstual setempat dan solusi-solusi optimal kontekstual setempat (open ended problem, open ended solution). Akhirnya disepakati untuk membuat sebuah buku dengan tiga bagian. Bagian pertama berorientasi pada dialog tentang kesadaran dan inspirasi (AI = Awareness and Inspiration). Bagian kedua tentang fasilitasi, pemberdayaan dan lingkungan kondusif sukses implementasi operasional (FEE, Facilitating, Empowering, Enabling). Bagian ketiga berisi ungkapan sejumlah kisah hidup (life stories) berkaitan dengan pendidikan. Kisah hidup yang ditulis tidak spektakuler namun diharapkan menjadi tambahan inspirasi. Tambahan tersebut dapat menjadi bumbu renungan atas isi buku yang bermaksud melancarkan proses refleksi oleh pembaca yang ingin menemukan berbagai alternatif baru, inovatif pada tugas-tugas penyelenggaraan pendidikan lewat pendidikan formal, kombinasi dengan non-formal dan informal. Buku ditulis dengan cara dan gaya agar tidak membosankan pembaca. Buku ditulis dengan gaya paparan dialog yang seolah-olah menggambarkan dialog yang terjadi antara dosen dengan berbagai lapis generasi di Indonesia. Dialog-dialog dalam buku dapat dipilah dan dipilih serta dikembangkan menjadi dialog-dialog di kelas-kelas yang diatur oleh dosen di semua program studi pada semua rumpun ilmu. Dialog tersebut dapat mengambil format pencarian jalan bersama. Agar potensi karakter positif mahasiswa dapat dipercepat pertumbuhannya dan benih karakter negatif yang mungkin ada dapat dihilangkan. Pengembangan

cara-cara

pertumbuhan

potensi

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

karakter positif menjadi realita karakter terpuji dicari dengan dialog indah antara dosen dengan mahasiswa. Pada rapat tanggal 21 Desember 2016 anggota majelis pendidikan mengungkap suatu metafora dengan kiasan bahwa generasi muda adalah satu Tim sepakbola bernama Tim Generasi Muda (TGM) yang melawan Tim dengan nama Tantangan Zaman (TTZ=Tim Tantangan Zaman) pada situasi senja yang menuju kondisi gelapnya malam. Permainan TGM perlu sukses dan tujuannya (“the goal”) adalah ketercapaian masyarakat adil berkesejahteraan sosial dan berdemokrasi dengan asas hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berjiwa penjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia. Masyarakat tersebut piawai menjalani kehidupan berkemanusiaan yang adil dan beradab serta berketuhanan Yang Maha Esa. Lima kalimat ungkapan garis besar orientasi buku yang ingin menggambarkan metafora TGM yang diharapkan menjadi super-team yang sukses adalah sebagai berikut. Pertama, menggerakkan para pemain bintang pada TGM untuk sukses mencapai “the goal” pada situasi senja memerlukan penerangan. Penerangan untuk bermain dengan pandangan yang jelas memerlukan lampu-lampu dan bagian I buku ini diusahakan menjadi lampu penerangan tersebut dengan kata kunci AI (Awareness dan Inspiration). Ketika lampu dipasang, persiapan permainan penting itu baru selesai 10%. Bagian I buku ini apabila selesai dibaca dengan penghayatan barulah 10% siap untuk terselenggaranya permainan TGM melawan TTZ. Untuk terselenggaranya permainan dibutuhkan lapangan yang ukurannya dan batasannya jelas untuk bermain dalam koridor yang ditentukan. Tatanan bermain dan kondisi lapangan serta berbagai fasilitas permainan untuk pertandingan TGM dengan TTZ diuraikan dalam bagian II buku ini dengan kata kunci FEE (Facilitating, Empowering, Enabling). Persiapan lapangan beserta fasilitas mengambil porsi 20% persiapan pertandingan. Bagian III buku ini mengungkapkan cerita personal, terkait

5

6

tambahan AI (awareness and inspiration) konteks spesifik, yang melahirkan sejumlah pemain yang dahulu pernah muda, pernah menjadi anggota TGM masa lalu. Cerita yang diungkap secara pesonal dapat dianggap sebagai lilin-lilin kecil di waktu senja, yang pernah hadir di berbagai ruang kelas dan ruang-ruang selain kelas pada jejaring (network) penugasan dengan status dalam perjalanan karir masingmasing, dalam masa baktinya menuntut dan mengamalkan ilmu. Penulis personal telah memiliki kontribusi spesifik menerangi suasana keremangan senja yang kekurangan cahaya dengan lilin-lilin tersebut dan dapat menjadi tambahan wawasan bagi pembaca yang telah menyelesaikan bagian I dan bagian II buku ini. Namun “the goal” saat ini belum dapat dicapai dan dititipkan harapan kepada TGM (Tim Generasi Muda) melalui buku, untuk membangun permainan yang makin dekat dengan kesuksesan mencapai “the goal”. Tujuh puluh persen (70%) terselenggaranya permainan sukses adalah pada implementasi oleh para pemain bintang di program studi. Kedua,

majelis

pendidikan

meyakini

kemampuan

penyelenggara pendidikan di garis depan, di program studi untuk menemukan jalan baru, taktik baru permainan di waktu senja yang lebih sukses dibanding generasi pendahulunya. Ketiga, sangat diharapkan jalan baru itu menunjukkan adanya peningkatan kualitas pada perencanaan pendidikan yang bagus dan implementasi yang sukses di semua program studi, semua rumpun ilmu (education, smart planning and excellent implementation). Keempat, buku ini ingin menampilkan ungkapan yang

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

sederhana, mengekspresikan keprihatinan namun tidak putus asa merasakan senja hari zaman, mengungkapkan cinta dan keyakinan kepada generasi penerus, menunggu TGM dapat bermain sukses dan indah untuk menciptakan goal demi goal yang akhirnya terakumulasi memenuhi skor tercapainya “the goal”. Mungkin ribuan jenis goal indah perlu diciptakan oleh TGM untuk mengalahkan TTZ sehingga the goal dapat tercapai. Kelima, perjalanan ungkapan-ungkapan dalam bagian I, II dan III dalam buku ini dapat ditutup dengan epilog (epilogue) yang dapat disetujui pembaca bahwa TGM pantas diyakini dapat melanjutkan akumulasi goal indah oleh pendahulunya, menciptakan lebih banyak goal indah, lebih banyak dibanding yang diciptakan oleh generasi pendahulunya dalam masa bakti bermain dalam TGM (Tim Generasi Muda) untuk mengalahkan TTZ (Tim Tantangan Zaman). Catatan ringkas tentang jejak-jejak dialog pikiran dan ucapan yang diproses oleh majelis pendidikan dalam tahun 2016 dituliskan dalam buku ini, silakan diikuti. Diikuti dengan perenungan, dipilah dan dipilih untuk menetapkan bagianbagian paling cocok sebagai tambahan inspirasi sukses di kelas pada mata kuliah masing-masing dan mungkin juga cocok untuk memantapkan arah pilihan jalan sukses di urusan masing-masing. Selamat membaca.

7

8

sumber foto: http://static.republika.co.id/uploads/images/inline/ Kampus_Universitas_Padjajaran__Kampus_Unpad_edi.jpg

1. Mimpi Tiga Anak Muda Aroma kayu yang ada di rumah ini masih sangat khas. Begitu nyaman dan sangat membuatku

BAGIAN 1 Perguruan Tinggi Indonesia menuju Tahun 2025

rindu masa-masa dulu. Kata Alm. Prof. Mirza, konon rumah ini berusia 60 tahun lebih. Beliau menambahkan, selama 60 tahun tersebut, rumah ini tak pernah berubah, terasa selalu sama dan nyaman. Dari bangunan yang sekilas terlihat dari luar, rumah ini termasuk rumah klasik. Bergaya joglo dan berbeda dari rumah-rumah lain di sekitar lingkungan ini. Ada beberapa ruangan di dalam rumah ini. Pintu masuk utama rumah ini terbuat dari kayu jati yang sangat kuat. Ketika masuk, pemandangan pertama yang akan dilihat adalah lukisan abstrak yang menyerupai coretan-coretan kuas yang terkesan seenaknya yang apabila dilihat dari jauh menyerupai wajah seorang pria dari samping. Di belakang pintu masuk utama, terdapat kaca yang bingkainya terbuat dari limbah kayu jati yang bentuknya matahari. Rumah ini adalah rumah Alm. Prof. Mirza dosen yang sudah kami anggap seperti orang tua kami sendiri. Masih melekat di ingatan, ketika dulu

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

masih mahasiswa setiap sore saya dan dua orang teman selalu berlomba menggunakan sepeda kami untuk sampai ke tempat ini. Setiap sore sampai malam, kami sering menghabiskan waktu untuk diskusi sampai larut malam. Kami bertiga adalah mahasiswa Prof. Mirza, suatu hari beliau menawari kami untuk tinggal di salah satu rumahnya yang kosong dan dekat kampus. Di samping untuk menghemat uang kos, kami diminta Prof. Mirza membantu Pak Rahmat, tukang kebun rumah ini untuk sesekali membersihkan rumahnya. Perkenalkan namaku Salim, sedangkan 2 orang temanku bernama Abdul dan Jalal. Saya, Abdul dan Jalal adalah mahasiswa kurang mampu, kebetulan kami bertemu dengan Prof. Mirza yang membantu kami. Lima belas tahun lalu, kami sering sekali berdiskusi dan sesekali berdebat bersama Alm. Prof. Mirza. Kami berjuang menyelesaikan gelar S1 dan lima belas tahun setelahnya, sekarang ini, kami mendapatkan gelar Doktor dan sedang berjuang mendapat jabatan Profesor seperti dosen kami, Prof. Mirza. Kami bertiga masih sering berhubungan walaupun sudah terpisah jarak beratusratus kilometer. Abdul saat ini tinggal di kota Makasar, mengajar di salah satu Perguruan Tinggi Negeri; Jalal juga merupakan salah satu dosen di perguruan tinggi di Palembang; dan saya sendiri saat ini menetap di Jakarta. Karena sering kali dosen pada umumnya ditugaskan ke Jakarta, maka tempat berkumpul kami adalah rumah saya, karena hanya saya di antara kami bertiga yang tinggal di Jakarta. Kali ini kami juga merencanakan untuk berkumpul, namun bedanya reuni kami saat ini bukan lagi di rumah saya, namun di rumah kami. Ya, rumah kami yang diwariskan oleh Prof. Mirza. Saya dan Abdul sampai di rumah Alm. Prof. Mirza pada waktu yang hampir bersamaan di tengah hari. Namun Jalal agaknya akan tiba pada malam hari, karena lima hari yang lalu dia baru saja pulang dari kunjungan ke Okinawa, Jepang. Mungkin masih banyak pekerjaan yang harus dia urus di universitasnya. Jadi dia baru bisa berangkat pada sore hari. Pada saat kami berdua sampai di depan rumah Alm. Prof. Mirza, Pak Rahmat, penjaga rumah sekaligus tukang kebun di rumah kami rupanya agak terkejut bercampur bahagia melihat kedatangan kami yang tiba-tiba. Memang kami bertiga tidak ada yang memberitahu beliau bahwa kami hari ini akan datang. “Nak Salim, Nak Abdul, kenapa tidak telepon terlebih dahulu, memberi kabar kalau mau datang berkunjung kemari?” kata Pak Rahmat sembari memeluk erat tubuh kami berdua bergantian.

9

10 “Kami memang sengaja, Pak, ingin memberi kejutan kepada Pak Rahmat dan Ibu. Dimana Ibu Pak?” tanya Abdul sembari memberikan sekantung besar oleh-oleh untuk Pak Rahmat dan Ibu. “Ada di belakang, mari-mari masuk. Saya sudah sangat rindu dengan Nak Salim dan Nak Abdul. Apa kali ini hanya berdua saja? Dimana Nak Jalal?” “Nanti Jalal akan menyusul, Pak. Mungkin dia akan tiba petang.” Pak Rahmat adalah pribadi yang hangat, usianya telah menginjak 65 tahun, namun beliau masih kuat dan bersemangat dalam bekerja, terlebih yang berhubungan dengan pekerjaan fisik. Walaupun beliau adalah seorang pekerja di sini, namun kami telah menganggap beliau seperti keluarga dan merupakan bagian dari perjuangan kami bertiga ketika kuliah. Kami adalah tiga mahasiswa tidak mampu yang berjuang keras ingin mencapai citacita bersama. Persahabatan kami yang kami jalin selama 18 tahun. Kami bersahabat tidak hanya ketika kami kuliah S1, namun setelah kami lulus kuliah, kemudian mencari beasiswa untuk kuliah S2, menikah, memiliki anak, hingga saat ini kami sudah ada yang memiliki cucu, kami masih bersahabat. Persahabatan kami begitu erat dan kami lebih suka menyebutnya keluarga. Menjelang malam akhirnya Jalal pun tiba. “Akhirnya datang juga Tuan Muda kita”, ledek Abdul kepada Jalal. Kami menyebutnya tuan muda karena Jalal adalah yang paling muda di antara kami bertiga. Selain paling muda, dia juga sebenarnya yang paling cerdas di antara kita, namun dia pula yang keadaan ekonominya paling lemah di antara kami. Dia merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Ayah dan ibunya meninggal dunia ketika Jalal duduk di bangku SMA dan adik-adiknya masih kecil, bahkan ketika itu adiknya yang paling kecil masih balita. Kami masih sangat ingat perjuangan Jalal ketika itu. Ia adalah mahasiswa yang datangnya paling pagi. Bukan hanya paling pagi di antara kami, tetapi paling pagi dari seluruh mahasiswa. Dia datang sangat pagi demi meminta air tajin kepada ibu kantin kampus untuk adiknya yang masih balita. Karena tidak mampu membeli susu, terpaksa susu untuk adiknya diganti dengan air tajin pemberian dari ibu kantin. Selain itu, Jalal dan kedua adiknya tidak selalu makan nasi setiap hari. Mereka lebih sering makan tiwul atau Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

singkong, karena harganya tidak semahal harga beras. Terkadang Jalal juga mengalah untuk adik-adiknya agar adiknya bisa makan nasi. Sering kali kami berbagi nasi bungkus bertiga ketika kami kuliah. Namun demikian, semangat kami untuk menuntut ilmu sangatlah besar. Kami tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas kami untuk kuliah. Kami sadar betul, kami merupakan manusia yang beruntung, karena kami dapat bersekolah sampai ke tingkat perguruan tinggi, sedangkan di luar sana masih sangat banyak orang yang tidak dapat bersekolah, apalagi kuliah karena berbagai alasan. Mungkin karena itulah, Alm. Prof. Mirza begitu iba dan sangat menyayangi kami. Kami diberi kepercayaan tinggal di rumahnya, agar dapat menghemat pengeluaran dan dapat membeli keperluan lain. Sejak saat itu kami berjanji akan menyelesaikan pendidikan kami, menuntut ilmu setinggi-tingginya hingga kami dapat menjadi Profesor, seperti Alm. Prof. Mirza yang sudah begitu baik hati kepada kami. Inilah kenangan berharga kami yang tidak akan kami lupakan. Jalal memberi kami buku dan oleh- oleh makanan ringan berupa coklat berperisa (flavored) teh hijau khas Jepang kepada kami semua. “Ini, tadi di rumah ada coklat dan buku untuk kalian. Coklat bisa diberikan untuk cucu kalian, kalian kan sudah tua, tidak baik makan yang manis-manis, harus menjaga gula darah. Hahaa...”, ledek Jalal dengan ketawanya yang khas. Tujuan kami berkumpul di rumah ini karena kami teringat akan kebaikan Alm. Prof. Mirza dan teramat rindu dengan beliau. Beliau adalah dosen yang begitu rendah hati. Beliau selalu mengajar muridnya dengan cara tidak menggurui muridnya. Dengan kerendahatiannya, beliau tak pernah merasa hebat dari pada yang lain. Beliau mengamanatkan rumah ini kepada kami bertiga dan berpesan agar rumah ini dapat terus digunakan dan dimanfaatkan untuk membantu orang lain. “Pak Rahmat sehat?” tanyaku “Alhamdulillah Nak. Walaupun bapak sudah 65 tahun, Bapak masih kuat bersih-bersih rumah, memotong rumput pekarangan dan memotong kayu”. “Alhamdulillah Pak, sudah lama ya Pak kita tidak bertemu.” Setelah saling menanyakan kabar dan mengobrol santai dengan Pak Rahmat, kami menuju ruang perpustakaan, ruangan favorit kami. Letaknya di ruang tengah. Perpustakaan ini begitu besar dan sangat nyaman. Ada bermacam-macam buku dari

11

12 berbagai rumpun ilmu di perpustakaan ini. Saya, Jalal dan Abdul sangat beruntung sekali bisa berkunjung dengan bebas ke perpustakaan pribadi yang dimiliki beliau ketika kami masih kuliah. Kami yang miskin, dan tidak bisa membeli buku penting, bisa membaca dan meminjam buku milik beliau dengan bebas. Beliau pernah berkata pada kami bahwa setelah keluarganya, harta yang paling dicintai di dunia ini adalah buku-bukunya. Beliau begitu menjaga buku-buku di perpustakaannya. “Buku-buku selalu mempunyai aroma yang khas”, kataku pada kedua temanku. “Andai Prof. Mirza masih hidup”, gumam Jalal. “Pasti kita akan menghabiskan semalam suntuk hanya untuk berdiskusi atau berdebat”, kata Abdul terkenang masa lalu. “Nak Salim, Nak Jalal, Nak Abdul, makan malam sudah siap”, Pak Rahmat menghampiri kami dan mengajak kami untuk makan. “Wah, pasti masakan Bu Inah masih enak seperti dulu” “Ayo semuanya, tapi Bu Inah tidak bisa ikut makan dengan kita, dia ada pertemuan ibuibu di rumah Bu RT” Bu Inah memasak masakan kesukaan kami bertiga ketika kami kuliah, yaitu bakmi goreng. Malam itu begitu lengkap nostalgia kami. *** “Oh iya, tadi setelah cuci piring Pak Rahmat memberi amplop coklat ini” “Amplop apa itu Lim? terlihat tebal sekali isinya”, tanya Abdul penasaran. “Entah. Saya belum tahu isinya. Kata Pak Rahmat, ini untuk kita bertiga” Sebelum meninggal setahun yang lalu, Prof menitipkan amplop ini kepada Juna, putranya. Kata Pak Rahmat tadinya mau diberikan langsung oleh Juna, tapi Juna saat ini sedang menempuh kuliah S2 di luar negeri, jadi amplop ini dititipkan kepada Pak Rahmat.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Abdul yang menerima amplop membukanya pelan-pelan, dari bungkusnya, isinya lumayan berat. Di atas sendiri, ada selembar kertas bertuliskan: Untuk anak-anak Sebelum Bapak meninggal, Bapak tahu Bapak takkan bisa menyelesaikan buku ini. Bapak harap, kalian bisa menyelesaikan buku ini untuk Bapak. Semoga kalian sehatsehat selalu dan terus mencapai cita-cita kalian. Mirza

2. Tantangan Bangsa Indonesia Abdul membuka halaman kedua, sebuah naskah yang lumayan tebal, berisikan sebuah rancangan pendidikan tinggi dengan kata pembuka: “Perguruan Tinggi Indonesia menuju Tahun 2025” Kurang dari sepuluh tahun dari sekarang, tahun 2025 akan segera datang dan akan dialami oleh generasi penerus. Banyak pengamat ekonomi dunia meramalkan akan kemajuan ekonomi Indonesia pada tahun tersebut. Indonesia memang masuk anggota G 20 dengan perkembangan ekonomi yang menjanjikan. Bahkan untuk tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk tinggi dibanding dengan negara-negara lain. Bonus demografi juga disebut-sebut sebagai salah satu pemicunya, jika generasi muda Indonesia dengan cerdas dapat memanfaatkannya seoptimal mungkin. Kita umumnya optimis dengan impian akan datangnya kemajuan ekonomi yang akan diraih bangsa Indonesia. Namun, sebelum datangnya era yang mengandung optimisme tersebut, perlu juga dicermati laporan hasil rapat kerja nasional pendidikan di awal tahun 2016. Rapat kerja nasional pendidikan yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) pada awal tahun 2016 memberi catatan penting dan menegaskan adanya beberapa persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Persoalan tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, permasalahan yang sedang dihadapi bangsa radikalisme, intoleransi, separatisme, tindakan kekerasan, narkoba, kerusakan lingkungan, pengangguran, dan para sarjana perguruan tinggi yang kurang siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kedua, kritik terhadap kualitas lulusan perguruan tinggi. Lemahnya kemampuan berbahasa asing (english proficiency), IT skill, kepemimpinan (leadership), cara berpikir yang kompleks (higher order of thinking), rendahnya kemampuan komunikasi lisan dan tertulis, kurang berpikir kritis, rendahnya

13

14 rasa percaya diri dan lunturnya nilai-nilai kebaikan yang berakibat pada merebaknya korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi penyakit kronis bangsa. Inilah sebagian persoalan bangsa dan persoalan yang dihadapi oleh perguruan tinggi di tanah air, baik negeri maupun swasta. Para pemikir, manajer dan pengelola pendidikan baik di lingkungan Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi dan kementrian lain yang menaungi penyelenggaraan pendidikan tinggi di lingkungan masing-masing serta para penanggung jawab dan pemangku kepentingan di lingkungan perguruan tinggi itu sendiri harus berpikir keras mencari jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi bangsa secara keseluruhan. Apa peran dan sumbangan pendidikan umumnya dan pendidikan tinggi khususnya untuk mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi bangsa tersebut? Mengacu pada hasil rapat kerja nasional pendidikan tinggi tersebut, Dewan Pertimbangan Pendidikan (DPT) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggaris bawahi adanya 4 hal yang sangat penting untuk segera dibenahi dari waktu ke waktu oleh penyelenggara pendidikan tinggi di tanah air. Pertama, kepemimpinan (leadership). Mengapa pemimpin yang umumnya adalah alumni perguruan tinggi masih suka saling berkelahi dan tidak memberi contoh kepada rakyat banyak yang dipimpinnya? Kedua, pendidikan nilai (value) dan karakter (character). Mengapa semua ingin menempuh jalan pintas? Mengapa materi (uang dan kekuasaan) menjadi nilai utama dari pada nilai-nilai fundamental kemanusiaan? Ketiga, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Mengapa pemerintah dalam setiap jenjangnya maunya melaksanakan program yang masa berlakunya pendek, hanya dibatasi masa periode kepemimpinan, selama 4 atau 5 tahun? Mengapa pemerintah tidak membangun sebuah sistem yang berkesinambungan dari masa kepemimpinan yang satu ke masa kepemimpinan yang lain? Mengapa ada kecenderungan yang kuat bahwa ganti menteri ganti kebijakan? Ganti rektor juga ganti kebijakan sehingga tidak ada kebijakan yang berjangka panjang dan sistem yang diperjuangkan oleh institusi? Keempat, kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan konstitusi, Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Bhinneka Tunggal Ika belum dipahami dengan baik oleh warga negara (nationalism). Mengapa idealisme dan nasionalisme tidak kuat dan mudah menguap begitu saja begitu ada perkembangan internal maupun eksternal? Dan belakangan, setiap menjelang pemilihan kepala daerah cenderung hubungan antar berbagai kelompok di dalam masyarakat cenderung mengeras, tidak harmonis, lebih-lebih yang sekarang difasilitasi oleh jaringan sosial media. Perguruan tinggi sebagai tempat persemaian calon pemimpin bangsa dan negara, Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

pemimpin masyarakat (community leaders) dan pemimpin terdepan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi yang kreatif dan inovatif mempunyai peran strategis di sini. Perguruan Tinggi sebagai tempat terakhir mahasiswa memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan secara formal (the last opportunity) serta sebagai tempat pool of leaders masa depan harus berpikir serius untuk menjawab permasalahan bangsa yang sedang dihadapi bersama sekarang ini. Perguruan tinggi perlu menempatkan dirinya sebagai pemecah permasalahan (a problem solver), bukan sebagai bagian dari permasalahan itu sendiri (a part of the problem). Ujungnya, hasil akhir (outcomes) dari pendidikan tinggi adalah memang sengaja dimaksudkan untuk memperbaiki sistem sosial yang kurang baik dan kurang memuaskan sekarang ini dan berusaha keras untuk memperbaiki dan menyempurnakannya dari waktu ke waktu (continuous improvement) tanpa kenal lelah. Tantangan kehidupan manusia di muka bumi semakin hari semakin kompleks. Kepadatan penduduk, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, persoalan tempat tinggal dan pangan, imigrasi penduduk, semakin dekatnya hubungan antar umat beragama di seantero dunia (a greater interfaith interaction), revolusi industri ke-4, perdagangan bebas baik WTO maupun MEA, menantang para pemikir, konseptor, dan pengelola perguruan tinggi pada setiap jenjang untuk berpikir baru, berpikir out of the box, bukan berpikir sebagaimana biasanya karena tantangan yang dihadapi telah jauh berbeda, lebih kompleks, dan sudah jauh berubah dibanding ketika para pengelola perguruan tinggi ini masih duduk dibangku kuliah dahulu. Tidak hanya revolusi dalam sains dan teknologi yang diperlukan, revolusi industri tahap 1, 2, 3 dan 4, tetapi yang tidak kalah penting adalah juga revolusi dalam pemikiran. Revolusi bidang pemikiran menyangkut dunia kemanusiaan. Revolusi dan perbaikan mendasar yang menyangkut pola pikir, mentalitas dan nilai-nilai. Pola pikir, mentalitas dan nilai-nilai adalah pertaruhan setiap generasi bangsa untuk mencapai keadaban dan peradaban yang unggul. A higher order of thinking, berpikir tingkat tinggi, berpikir yang kompleks, berpikir lintas disiplin sangat diperlukan oleh dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi era sekarang ini, lebih-lebih sepuluh tahun ke depan (2025) sebagai tonggak untuk menuju tahun 2045 ketika bangsa Indonesia memperingati 100 tahun kemerdekaannya.

3. Arti Penting Dosen sebagai Agen Perubahan Jantung dan roh perguruan tinggi ada pada dosen. Ilmu, kualitas, semangat, spirit, etos, dan dedikasi dosen dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa serta menata pola pikir dan diseminasi tata nilai ilmu pengetahuan dan tata nilai kehidupan yang utuh sangatlah vital.

15

16 Tugas itu hanya dapat dilakukan oleh dosen. Bukan oleh birokrasi kependidikan. Keteladanan dan keseriusan dosen dalam menjalankan tugasnya sangat penting dalam membentuk pola pikir dan pola perilaku mahasiswa. Pola pikir dan pola tingkah laku dosen yang tecermin dalam menjalankan Tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat secara utuh tidaklah dapat ditawar-tawar. Undang-Undang Pendidikan No. 14/2005, tentang Guru dan Dosen, pasal 1, ayat 2 menyebutkan bahwa “Dosen adalah Pendidik Profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat”. Dosen adalah ujung tombak terdepan di perguruan tinggi. Dosen adalah agen perubahan. Begitu dosen tidak perform, tidak dapat menjalankan tugas Tridarma perguruan tinggi dengan optimal, tidak meyakinkan, tidak inspiring bagi mahasiswa baik di depan kelas atau bangku kuliah maupun di luarnya, maka perguruan tinggi tidak dapat menjalankan tugas dengan baik dan ideal dan tugas perguruan tinggi sebagai pencetak agen perubahan di masyarakat luas gagal direalisasikan. Karenanya para dosen perlu terus menerus mengingat kembali dan memperbarui tugas-tugas yang diembannya. Menurut UNESCO, setidaknya ada 4 beban pokok yang dipikul oleh dosen perguruan tinggi. Pertama, belajar untuk membangun jati diri (to be). Sebagai agen perubahan, dalam diri dosen dituntut untuk terlebih dahulu mempunyai akhlak yang mulia, berbudi tinggi (akhlaq karimah), kematangan, keutuhan dan kedewasaan berpikir. Mentalitas melimpah, mentalitas untuk selalu ingin memberi yang terbaik kepada mahasiswa (abundant mentality) adalah sesuatu yang diidamkan oleh mahasiswa dan lingkungan kampus pada umumnya. Kedisiplinan masuk kuliah, metode dan pendekatan dalam mengajar yang memuaskan, keteladanan dalam dunia akademik maupun perilaku sosial adalah seperangkat tata nilai yang diserap oleh mahasiswa. Keteladanan dalam arti yang luas adalah bagian dari upaya membangun jati diri. Kedua, belajar untuk tahu (to know). Semangat ingin tahu yang prima (curiosity) adalah roh, spirit dan salah satu nilai utama ilmu pengetahuan yang tidak dapat diganti oleh nilai yang lain. Kreativitas dan inovasi dalam bidang apapun pasti didahului oleh rasa ingin tahu yang kuat dan kemudian diikuti penelitian yang cermat, percobaan di laboratorium, kemudian menuliskan dan melaporkannya dalam jurnal nasional maupun internasional. Ditengarai oleh banyak pengamat bahwa para dosen kita kurang mampu menyumbangkan tulisan hasil pemikiran maupun penelitian di jurnal internasional. Artinya, gairah dan semangat untuk mencari tahunya masih belum maksimal dan perlu diperbaiki dan didorong terus menerus.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Ketiga, belajar untuk mendorong agar peserta didik dapat mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan nyata (to do). Banyak hal yang dapat dikerjakan ilmuwan dan praktisi di lapangan untuk meringankan beban kehidupan manusia di muka bumi dan menyejahterakannya. Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan, kedokteran, bioteknologi, teknologi papan dan pangan, kelautan dan perikanan, ilmu-ilmu sosial, sosiologi, ekonomi, politik dan kemanusiaan, budaya, seni, agama, sastra, pengetahuan lintas budaya, ilmu-ilmu vokasional dan seterusnya adalah untuk membantu memperbaiki kualitas kehidupan dan untuk menyejahterakan kehidupan manusia. Keempat, belajar untuk membentuk sikap hidup dalam kebersamaan (to live together). UNESCO merasa perlu menambah aspek penting dalam pendidikan, termasuk pendidikan tinggi di era global sekarang ini, dengan menekankan pentingnya pendidikan sosial-kemanusiaan yang lebih tegas dan eksplisit lagi. Ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi dan semaju apapun akan tidak ada gunanya jika manusia yang berbeda bangsa, suku, ras, etnis, kelas, ekonomi, sistem pemerintahan, golongan, aliran dan pemahaman agama yang berbeda tidak dapat hidup rukun, berdampingan, harmonis, dan masih ada konflik. Elemen keempat yang dicanangkan dan ditegaskan oleh UNESCO benar karena pasca perang dunia kedua, banyak negara masih dirundung konflik berkepanjangan, perpecahan dan ujungnya kesengsaraan rakyat. Hidup berbangsa dan bernegara dengan dukungan teknologi tinggi belum tentu membahagiakan, jika kemampuan rakyat untuk hidup dalam kebersamaan (to live together) tidak dapat berlangsung dengan baik. Pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya menyangkut to be, to know, to do seperti yang biasa berjalan selama ini, namun harus ditambah dan ditegaskan perlunya ditambah dengan to live together. Perpaduan yang kuat antara keempat elemen dasar pendidikan tersebut adalah satu kesatuan utuh yang harus dipegang teguh oleh para dosen di perguruan tinggi dan tata kelola universitas, sekolah tinggi, akademi, institut yang mendukungnya. To know dan to do yang umumnya kuat dalam rumpun ilmu-ilmu kealaman dianggap UNESCO tidak lagi cukup untuk menopang kehidupan yang kokoh dan harmonis, jika tidak dibarengi dengan to be dan to live together yang umumnya ada di bawah rumpun ilmu-ilmu sosial, keagamaan dan humaniora. Bagaimana mendekatkan, menyatupadukan atau mengintegrasikan antara kedua rumpun besar ilmu pengetahuan tersebut sampai sekarang masih terus menerus dicari formulanya yang smart dan jitu. General education adalah salah satu dari sekian banyak upaya untuk mendekatkan dan menutup jurang yang dalam antara keduanya.

17

18 4. Wawasan Umum Tentang Linearitas Program Studi, Spesialisasi Ilmu dan General Education Belajar di tingkat perguruan tinggi pada suatu program studi dalam konteks kehidupan yang makin kompleks seperti sekarang ini tentu memerlukan wawasan yang luas, tidak hanya mementingkan hal-hal teknis saja. Salah satu proses belajar tersebut misal dalam bidang teknik. Belajar bidang teknik di berbagai perguruan tinggi maju di dunia telah dilengkapi dengan aspek fondasi profesi dan wawasan profesional selain hal teknis. Kecenderungan tantangan penyelesaian urusan yang kompleks memerlukan pemahaman antardisiplin ilmu. Solusi individual untuk urusan-urusan yang melibatkan dukungan ilmu dari berbagai bidang memerlukan kerjasama keahlian dari berbagai bidang ilmu. Sebagai contoh, dalam profesi teknik diperlukan landasan kesuksesan yang disebut dasar atau foundational dengan sumber ilmunya pada ilmu humaniora dan sosial serta spiritualitas. Di sejumlah perguruan tinggi maju di dunia telah diselenggarakan pendidikan dengan topik general education. Orientasi general education adalah pendidikan kepribadian secara utuh. Berbagai contoh pendidikan tersebut dapat diperoleh dari berbagai media, seperti seminar, buku dan banyak sumber belajar lainnya. Buku ini tidak akan mengulang pengetahuan umum tentang general education yang mudah diperoleh dari berbagai sumber belajar. Buku ini mencoba menemukan konteks spesifik pembelajaran di perguruan tinggi di Indonesia agar pendidikan kepribadian utuh bagi mahasiswa yang diharapkan menjadi pemimpin dapat terselenggara melalui semua mata kuliah yang diampu oleh dosen. Sebelum merenungkan berbagai hal yang terkait dengan general education, berikut ini disampaikan sebuah kutipan sederhana:

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

“An approach to college learning that empowers individuals and prepares them to deal with complexity, diversity and change. It emphasizes broad knowledge of the wider world (e.g science, culture and society) as well as indepth achievement in a specific field of interest. It helps students develop a sense of social responsibility as well as strong intellectual and practical skills that span all areas of study, such as communication, analytical and problemsolving skills and includes a demonstrated ability to apply knowledge and skills in realworld setting” ( Assoc. Of America College and Universities).

5. Linearitas Program Studi dan Spesialisasi Ilmu Peraturan Presiden nomer 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) menyiratkan bahwa capaian pembelajaran harus dapat dicapai oleh lulusan pada setiap level KKNI yang menunjukkan bahwa lulusan tersebut mendapatkan kemampuan yang diperoleh melalui internalisasi pengetahuan, sikap, keterampilan, kompetensi, pelatihan kerja, serta pengalaman kerja. Capaian Pembelajaran (Learning Outcomes = LO) dapat dicapai bila instruktur (dosen) setiap mata kuliah mempunyai keahlian sesuai dengan bidangnya. Sekumpulan dosen yang bersama-sama mengajar pada suatu kluster keilmuan tertentu atau lebih khusus lagi pada disiplin ilmu tertentu, diharapkan akan menghasilkan lulusan yang cakap pada ilmu itu sesuai dengan level KKNInya. Dosen yang mempunyai linearitas dalam pengembangan ilmu yang ditekuninya sejak jenjang sarjana, dan pascasarjana (S1, S2, dan S3) akan mempunyai kekuatan dalam metodologi keilmuan tersebut dibandingkan dengan dosen yang pengembangan ilmu yang ditekuninya tidak linear. Surat Edaran Dirjen DIKTI No. 696/E.E3/MI/2014 menjelaskan bahwa relevansi bidang ilmu dalam sebuah program pendidikan akan menunjang ketercapaian visi dan misi program studi. Linearitas bidang ilmu dikaitkan dengan tiga hal, yaitu: (1) pembukaan program studi, (2) penerimaan dosen baru, dan (3) kenaikan jenjang jabatan dosen. Terkait dengan pembukaan program studi dan penerimaan dosen baru, linearitas bidang ilmu dosen memberikan makna bahwa

19

20 disiplin ilmu yang dimiliki dosen yang berkarya pada sebuah program studi yang pohon keilmuannya berbeda namun dalam satu rumpun yang sama, tetap dapat naik jenjang jabatan, sepanjang dapat menunjukkan keterkaitan dalam pengembangan keilmuan program studi tersebut yang ditunjukkan oleh publikasi karya ilmiah dalam jurnal terakreditasi atau terindeks. Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan adanya enam (6) rumpun keilmuan, yakni rumpun ilmu agama, ilmu humaniora, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu formal, dan ilmu terapan. Terkait dengan kenaikan jabatan ke Guru Besar dimungkinkan apabila bidang pendidikan S1 dan S2 berbeda dengan pendidikan S3 yang ditekuninya, sepanjang dapat menunjukkan publikasi internasional yang serumpun dengan pendidikan akhir yang ditempuhnya dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku. Pada poin terakhir tersebut tersirat makna bahwa meskipun bidang pendidikan S1 dan S2 yang ditempuh berbeda dengan bidang pendidikan S3, masih boleh mengajukan kenaikan jabatan Guru Besar asalkan bisa menunjukkan publikasi internasional yang serumpun dengan bidang pendidikan S3-nya. Ilmu-ilmu di dunia ini sudah amat berkembang. Bila diibaratkan sebagai pohon, maka pohon ilmu ini sudah mempunyai banyak cabang dan ranting, dan setiap kali tumbuh tunas keilmuan yang baru dari pohon yang sama. Dengan berkembangnya kepandaian manusia maka batang pohon yang lain dapat dicangkokkan pada batang pohon yang lain dan menghasilkan satu cabang yang akhirnya menjadi batang pohon lain yang agak berbeda dengan induknya. Demikianlah perkembangan pohon ilmu pengetahuan. Yang terjadi pada masa sekarang banyak sekali perkawinan ilmu yang tidak serumpun. Ilmu tentang perubahan iklim merupakan perpaduan dari beberapa jenis bidang ilmu yang tidak serumpun. Demikian pula bidang ilmu baru Neuropsikologi yang merupakan perpaduan antara ilmu Neurologi dari rumpun ilmu alam dan Psikologi dari rumpun ilmu sosial. Begitu pula dengan bidang ilmu Bioetika, yang merupakan perpaduan dari rumpun ilmu alam (kedokteran dan teknik), rumpun ilmu sosial (psikologi), rumpun ilmu agama, dan rumpun ilmu humaniora (hukum dan filsafat). Bila surat edaran Dirjen yang tersebut di atas masih memungkinkan bagi seorang dosen naik jabatan ke Guru Besar dengan latar belakang pendidikan S1 dan S2 sama tetapi dengan S3 yang berbeda namun masih serumpun ilmu, maka dengan adanya perkembangan keilmuan baru yang lintas rumpun ilmu, maka surat edaran tersebut menjadi kurang cocok lagi. Untuk perkembangan program studi dan keperluan kenaikan jabatan Guru Besar di masa depan diperlukan kebijakan baru yang memayunginya.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

6. General Education Suatu Ilustrasi Pemahaman Komprehensif Bangsa Indonesia sebelum kemerdekaannya dari penjajahan Belanda mempunyai sejarah panjang dan kebesaran Indonesia telah dikenal di dunia bersanding bersama dengan kejayaan bangsa Cina dan India. Kebesaran bangsa Indonesia di masa lalu terbukti dengan artefak antara lain candi Borobudur, Prambanan dan situs candi lainnya. Keagungan itu dapat juga dilihat pada sistem pemerintahan, sistem pertanian dan pengairan, dan tata nilai yang dipakai di suku-suku bangsa yang ada di Indonesia. Keberanian dan keberhasilan pelaut Indonesia di masa lalu dengan kapal Phinisi merupakan bukti adanya kemampuan kognitif yang kuat untuk menciptakan kapal, semangat yang tinggi, kemampuan mengendalikan rasa takut, keinginan untuk berprestasi, dan keinginan untuk mengeksplorasi. Dua kenyataan di atas menunjukkan bahwa bangsa Indonesia di masa lalu adalah suatu bangsa yang bisa bersatu bila menghadapi satu ancaman atau common enemy yang mengancam kemandirian dan eksistensi suatu bangsa. Konklusi lain yang dapat diambil bahwa di masa lalu bangsa Indonesia mempunyai perasaan kebersamaan, kekuatan pikir dan keinginan bersama untuk menjadi bangsa yang besar serta dihormati oleh bangsa lain. Dalam olah rasa dan estetika, bangsa Indonesia juga mempunyai beragam budaya, seni serta nilai-nilai lokal yang kesemuanya membentuk Bhinneka Tunggal Ika. Manusia Indonesia sudah terbukti dapat menyandingkan antara ilmuilmu fisik dan ilmu-ilmu yang mengembangkan budi pekerti, nilai-nilai ketimuran secara bersama dalam keharmonisan. Perkembangan ekonomi Indonesia semenjak awal tahun 1980-an amat pesat. Pengiriman generasi muda ke luar negeri untuk meraih pendidikan lanjutan (master dan doktor) telah menghasilkan kenaikan yang substansial akan jumlah master dan doktor sampai dengan tahun 2016 ini. Pertumbuhan ekonomi yang sudah di atas 5% juga membuahkan perkembangan lain, selain perkembangan bidang pendidikan juga kesehatan, budaya, agama, serta pertumbuhan fisik negara Indonesia. Kombinasi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, teknologi dan sains telah menghantarkan bangsa Indonesia menikmati keterbukaan dunia (globalisasi) untuk mengakses informasi dari seluruh dunia dalam waktu singkat serta mengetahui perkembangan kejayaan dari negaranegara lain di dunia melalui fasilitas internet. Kemampuan dunia termasuk Indonesia dalam mengakses informasi (hampir 100% tanpa hambatan) ternyata telah mengakibatkan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia baik kelompok usia tua maupun generasi muda. Dampak positif yang terjadi adalah semakin mudahnya dan banyaknya informasi yang dapat diunduh untuk mencerdaskan bangsa Indonesia terutama insan perguruan tinggi dalam kegiatan pembelajaran dan penemuan-

21

22 penemuannya. Dampak negatif yang terjadi diantaranya adalah banjir informasi yang bermuatan reklame produk barang dan jasa. Bagi orang-orang yang tidak mampu memilah dan memilih dengan tepat lalu suka membeli produk yang sesungguhnya tidak diperlukan namun sekedar diinginkan. Banyak orang yang kehidupannya menjadi boros, konsumerisme merambah berbagai kalangan dari kota sampai ke desa-desa. Di masa lima tahun terakhir ini beberapa masalah lain telah berkembang dan sangat mencengangkan. Permasalahan utama adalah ideologi. Sejak berdirinya negara Indonesia, para founding fathers kita sudah mencanangkan bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, bukan yang lain. Indonesia juga menganut Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti sejak hari pertama kita merdeka sudah disadari bahwa keberagaman adalah khitah bangsa Indonesia. Khitah yang sudah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa harus dijaga sampai akhir zaman. Pendangkalan yang terjadi pada pemahaman akan arti Pancasila, kurangnya usaha untuk menjaga dan menghidupkan, memakai Pancasila sebagai landasan kehidupan bangsa, mungkin hal tersebut yang membuat sekelompok manusia Indonesia kesulitan untuk menerima perbedaan dalam hal gender, suku, agama, golongan, dan sebagainya. Bila diamati, sangat terang betapa masyarakat Indonesia bersikukuh akan hal yang diyakininya dan kurang arif dalam menerima perbedaan yang ada. Banyak manusia Indonesia menjadi bersifat mekanistik yang kaku, kurang dialektis. Manusia Indonesia seolah mengalami sebuah pencucian otak yang menghilangkan sifat-sifat alami mereka. Sifat-sifat alami seperti adaptif, memandang jauh ke depan dan mempertimbangkan lingkungan sekitar merupakan sifat-sifat dari insan kreatif dan visioner yang secara perlahan mulai berkurang. Manusia Indonesia, termasuk insan di perguruan tinggi, juga telah tergelincir memasuki kumparan mekanistik ini. Kurang arifnya sebagian masyarakat kita dalam hal melakukan dialog antargolongan telah menimbulkan radikalisme yang menandakan pendidikan agama pada sebagian orang diterima sebatas kognitif yang dangkal, kurang disertai dengan analisis-sintesis berdasar kenyataan di Indonesia. Di sisi lain, penggunaan obat-obatan terlarang tidak hanya merambah generasi muda yang rentan secara psikologis, tetapi juga generasi tua dan pejabat, sehingga menimbulkan pertanyaan, ada apakah dengan mereka? Mereka yang kecanduan terhadap narkoba ternyata mempunyai dampak yang sama terhadap diri dan masyarakat seperti dampak kecanduan pada permainan game memakai gadget, dan kecanduan menonton pornografi dari internet yang sangat bebas beredar di Indonesia. Akan tetapi, masih jarang penelitian di Indonesia yang menunjukkan betapa berbahayanya efek kecanduan bermain game, narkoba, dan pornografi. Kecanduan yang terakhir juga berdampak pada semakin tingginya kekerasan seksual pada wanita dan anak-anak. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih menyisakan kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin, kesejahteraan yang belum merata, dan rendahnya hasil Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

pendidikan yang diukur dari kemampuan membaca, matematika, dan sains di antara remaja-remaja kita dibandingkan dengan remaja seumuran di negara-negara lain. Apabila hal tersebut terus berlanjut maka bangsa Indonesia akan tidak siap menghadapi kompetisi di lingkungan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan global. Banyak kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa Indonesia di bidang politik dan hukum. Pemilihan kepala daerah yang langsung, kesadaran untuk membayar pajak, melaporkan harta kekayaan bagi pejabat adalah beberapa contoh perkembangan tersebut. Namun, masih banyak partai politik yang kurang berpikir nation first, saling serang, dan lunturnya etika berorganisasi. Kemunduran ini banyak terpampang di televisi yang dapat ditonton oleh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, menjadi contoh perilaku buruk yang mudah ditiru oleh mereka yang tidak mempunyai kemampuan untuk menggunakan logikanya untuk menganalisis apa yang terjadi. Demikian pula dengan kasus korupsi yang belum berhenti hingga kini. Di level dunia, banyak permasalahan serupa yang melanda banyak negara, terutama negara berkembang yang permasalahannya mirip dengan yang dihadapi Indonesia. Pertanyaannya adalah dimana peran Indonesia? Dimana peran perguruan tinggi? Apakah generasi muda kita paham permasalahan Indonesia dan dunia? Apakah mereka bisa membaca koran dan menganalisis apa yang dibacanya? Pemecahan masalah di Indonesia menuntut perguruan tinggi menggugah tanggung jawab sosial sebagai bagian Indonesia, sebagai the last resort, sebagai the moral gatekeeper di Indonesia. Pandangan bahwa perguruan tinggi adalah pabrik yang memproduksi lulusan berfokus eksklusif pada STEM (Science, Technology, Engineering dan Math) adalah pandangan sempit dan keliru. Perguruan tinggi harus membuat manusia lebih bermartabat. Perguruan tinggi juga perlu menilik kembali apakah yang dilakukannya selama ini sudah benar dan sudah sesuai dengan hakikat keberadaan perguruan tinggi itu sendiri. Apabila kita menilik hakikat dari pembelajaran di perguruan tinggi, ada baiknya pula kita melihat apa yang telah terjadi di perguruan tinggi dunia baik yang masih ada maupun yang sudah punah di negara-negara Timur maupun Barat. Marilah kita mulai dengan perguruan tinggi kuno. Universitas Nalanda di India adalah universitas tertua di dunia yang beraktivitas dari tahun 500-1300 M. Banyak mahasiswa dari mancanegara menimba ilmu di sana, antara lain dari Cina, Korea, Jepang, Tibet, Indonesia, dan Persia. Kampusnya menyediakan tempat ibadah, tempat meditasi, kelas, dan perpustakaan. Salah satu bangunannya adalah hadiah dari Kerajaan Sriwijaya Indonesia. Mata kuliah diambil dari tradisi Buddhis dan Hindu, sakral dan sekular, asing dan lokal, diantaranya

23

24 adalah sains, astronomi, kedokteran, dan logika yang diaplikasikan dalam metafisika, filosofi, yoga, dan Weda. Setiap mahasiswa digembleng dengan perhatian yang cukup dari dosen atau guru. Universitas Al Nizamiyya di Baghdad berdiri pada tahun 1065 M. Mula-mula kurikulumnya berfokus pada agama, hukum Islam, sastra Arab, dan aritmatika tetapi kemudian berkembang dengan sejarah, matematika, ilmu fisika, dan musik. Ada hubungan yang intens antara mahasiswa dan dosen yang menjadi jalan adanya penggemblengan berdasarkan dialog. Universitas Al Azhar, Mesir, berdiri pada tahun 970 M oleh Fatimids sebagai Pusat Studi Islam. Mata ajaran yang diberikan adalah kajian Al Qur’an, hukum Islam, bersama dengan logika, tata bahasa, retorika, dan ilmu perbintangan. Universitas Bologna di Italia dipandang sebagai perguruan tinggi tertua di Barat yang masih beroperasi hingga kini. Di perguruan tinggi ini pada awal berdirinya diajarkan seni, teologi, ilmu hukum, dan kedokteran. Kesimpulan yang dapat diambil dari perguruan tinggi kuno adalah mata ajaran yang banyak diajarkan adalah Ilmu Agama, Seni, Logika, Hukum, Kedokteran, Fisika, Matematika, dan Bahasa (tata bahasa & retorika). Hubungan antara dosen dan mahasiswa yang cukup intens memungkinkan terjadinya dialog, pemberian perhatian dan empati yang cukup dari dosen kepada mahasiswanya. Perguruan tinggi menempatkan manusia pada posisi luhur, memelihara harmonisasi hubungan melalui perpaduan dari pelbagai sisi keilmuan. Selanjutnya, di perguruan tinggi modern saat ini (India, Amerika Selatan, dan Amerika Serikat) permasalahan utama yang dihadapi antara lain adalah kualitas pengajaran rendah, pendanaan bermasalah, metode mengajar masih traditional, fasilitas dan infrastruktur tidak memadai, mobilitas sosial, meningkatnya heterogenitas dan privatisasi, adanya kesenjangan antara kemajuan sains dan penelitian, ekualitas dan dana, kebutuhan meningkatkan jumlah remaja dan lansia yg mempunyai keterampilan kerja termasuk keteknikan, vokasional, sesuai pasar kerja, lapangan kerja yang kurang memadai dan entrepreneurship, adanya kesenjangan gender dan orang dengan kebutuhan khusus, masyarakat indegenous. Sebuah ulasan yang mendalam datang dari Presiden Universitas Harvard. “That, on graduation, they will be entering a new and rapidly changing economy in which fertile imagination, inventiveness … improvisation … empathy … and a capacity for collaborative creativity … will be at least as important as the bodies of knowledge they will acquire in their classes.” Di India, dedikasi untuk berkolaborasi global dan pengembangan liberal arts mempunyai akar yang dalam. Ahli ekonomi Harvard, Amartya Sen, membantu untuk mendirikan kembali universitas kuno Nalanda, dengan mengkombinasikan inovasi dalam matematika, sains, filsafat, seni, agama (Buddha) dengan kesehatan, teknik dan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

arsitektur. Rabindranath Lagore, seabad lalu telah mengingatkan kita untuk memberikan perhatian dengan cara memberi mahasiswa informasi intelektual, fiskal dan kehidupan spiritual. Kita akan menjadi kuat dengan pengetahuan, namun mencapai kesempurnaan dengan simpati. Baik untuk ilmu-ilmu Humaniora maupun Sains, amat fundamental untuk mempunyai capacity for interpretation – the ability to combine intuition and reason to make sense of the world around us. Untuk paham tidak hanya dengan mengetahui ukuran dari sesuatu akan tetapi harus paham maknanya. Kapasitas ini terdapat pada inovasi (pembelajaran). Pembelajaran adalah hal yang dikerjakan oleh perguruan tinggi. Konklusi dari penyelenggaraan perguruan tinggi modern nampaknya tidak terlalu berbeda, yaitu pentingnya mahasiswa menjadi tidak hanya pintar berpikir tetapi juga terasah kalbunya, untuk mengetahui rahasia Tuhan melalui ilmu-ilmu yang dipelajarinya, dan bahwa yang terpenting bukan ukuran banyaknya ilmu yang didapat melainkan kebijaksanaan manusia, si empunya ilmu itu. Sejak abad pertengahan di Eropa, para pakar di perguruan tinggi berpikir tentang cara membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kemiskinan. Di zaman Yunani dan Romawi, mahasiswa belajar Liberal Arts dengan fokus pada tata bahasa (grammar), retorika, dan logika. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat dapat menjadi warga negara yang baik, sehingga dapat berkontribusi maksimal bagi kerajaan (negara). Orang yang hanya mempelajari ilmu tertentu dianggap sebagai “budak” dalam kehidupan. Misalnya, orang yang hanya mengetahui tentang keteknikan dianggap kurang bermanfaat, tetapi tingkatnya akan lebih luhur apabila yang bersangkutan juga mempelajari seni atau filsafat. Selama zaman pertengahan, subjek ditambah dengan ilmu aritmetika, geometri, musik, dan astronomi. Di zaman modern liberal art education bertujuan membentuk manusia yang “lengkap” sehingga dalam pendidikan tinggi subjek yang ditawarkan menjadi perpaduan antara beberapa keilmuan seperti Seni, Humaniora, ilmu Sosial, Sains dan Matematika. Tujuan utamanya untuk: • memperluas cakrawala pembelajar • kesempatan berdialog dengan individu dari ilmu lain • kesempatan memperkaya kajian untuk pembuatan keputusan yang komprehensif • memperkaya dan menajamkan kemampuan analisis dan sintesisnya. Di zaman sekarang banyak perguruan tinggi dunia yang memakai kembali pemikiran Liberal Art Education yang kemudian digantikan namanya sebagai General Education. Di dalam general education kurikulum dan lingkungan luar perguruan tinggi bekerja sama untuk membuat koherensi pengalaman mahasiswa. General education juga menawarkan etos dan tradisi hubungan yang intens antara mahasiswa dengan mahasiswa dan mahasiswa dengan dosen-dosennya. Hal tersebut mirip dengan perguruan tinggi kuno (misal: Nalanda) yang tujuan utama pendidikannya adalah memartabatkan

25

26 manusia dengan kombinasi ilmu yang dimilikinya. General education tidak memberikan kesempatan seseorang menjadi radikal, kasar, bengis dan sifat buruk lainnya untuk tumbuh, karena kurikulum general education menawarkan perpaduan antara ilmu-ilmu eksakta dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk berdialog dengan mahasiwa yang lain dari latar ilmu yang lain. Misalnya, mahasiswa ilmu pertanian yang membicarakan kasus tentang hama tanaman, akan diberikan persepsi lain oleh kawan satu kelompok yang berasal dari ilmu filsafat, sosial, kesehatan, dan sebagainya. Mahasiswa yang membedah kasus keagamaan dapat diberikan persepsi lain dalam diskusi yang akan membuka cakrawalanya, dan mendapat pandangan lain yang belum pernah terpikirkan olehnya. Karakter berpikir mahasiswa dan dosen menjadi fleksibel dan tidak kaku. Di USA, sejak kejadian 911 dan kejadian-kejadian lain yang berkaitan dengan dunia Arab, kampus mulai memberikan kesempatan lebih besar bagi mahasiswa dan dosen untuk mempelajari agama dan budaya tanah Arab, termasuk tentang perjalanan haji. Selain itu, mereka juga menawarkan kuliah-kuliah tentang seni, budaya, dan filsafat yang dapat diambil oleh mahasiswa dari luar keilmuan tersebut. Dalam UU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi terdapat klausul bahwa pada pendidikan jenjang S1, mahasiswa harus diberikan mata kuliah wajib umum sebanyak 8 sks, antara lain bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Agama, dan Pancasila. Penyelenggaraan general education dapat merupakan reinterpretasi atau pemikiran ulang, atau bentuk baru dari mata kuliah wajib umum yang telah ada. Buku ini bermaksud menyajikan inspirasi bagi para dosen agar mata kuliah yang diampu dapat diberi tambahan muatan wawasan komprehensif dan pembangunan kepribadian utuh, pertumbuhan benih karakter mulia yang ada dalam diri setiap mahasiswa.

7. Pendidikan Nilai dan Karakter Cerita di bawah ini memberikan ilustrasi pendidikan karakter secara tidak langsung. Pagi harinya, kami bertiga mengobrol santai di teras depan. Melihat halaman depan yang banyak ditumbuhi pohon buah-buahan, mengingatkan kami kepada Bu Laksmi, Istri Alm Prof. Mirza. Beliau adalah sosok ibu yang sangat suka bercocok tanam. Sejak kami tinggal di rumah ini 15 tahun yang lalu, kami selalu membantu memanen buahbuahan yang ditanam Bu Laksmi. Di depan rumah kami, terdapat pohon mangga, pohon kelengkeng, dan pohon rambutan. Di saat musim panen tiba, kami selalu memetik buahbuahan tersebut dan dimakan bersama-sama. Selama rumah ini tidak ditempati oleh Bu Laksmi dan Alm Prof. Mirza, kami, Bu Inah dan Pak Rahmat lah yang merawat tanamanMemandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

tanaman yang ditanam oleh beliau. “Sepertinya akan sangat menyenangkan apabila kita memetik beberapa sayuran untuk sarapan, Kawankawan. Pasti akan terasa lebih lezat rasanya. Bagaimana kalau kita ke kebun belakang, kita bantu sedikit pekerjaan Pak Rahmat seperti dulu. ” Abdul membuka percakapan pagi itu. “Sebenarnya saya juga berpikiran demikian.” Abdul menjawab ajakan Jalal, dan kemudian kami bertiga langsung menuju kebun belakang. Setelah kami sarapan bersama Pak Rahmat dan Bu Inah, kami bertiga pergi melihat-lihat lingkungan sekitar rumah. Kami pergi ke bukit dekat kampus berjalan kaki, sekalian berolahraga. Kami melewati jalan yang biasa kami lewati ketika kami berangkat ke kampus. Jalanan ini banyak sekali berubah, banyak sekali gedung dan rumah mewah dibangun di dekat kampus kami. Hari ini adalah hari Sabtu, jadi kegiatan perkuliahan di kampus kami sedang libur. Kami juga mampir ke fakultas kami, Fakultas Teknik. Ada satu memori yang langsung melintas dalam ingatan begitu masuk lingkungan Fakultas Teknik. Memori itu adalah memori pasca kelulusan. Kelulusan atau wisuda adalah hal yang tidak bisa dilupakan oleh hampir semua lulusan universitas karena berkaitan dengan perjuangan semasa kuliah. Namun bagi saya, ada satu memori yang tak kalah membekas di ingantan selain wisuda, yaitu memori mengenai transkrip nilai sarjana yang telah saya terima sewaktu wisuda. Ketika saya menerima traskrip nilai, saya merasa sedikit aneh. Dalam transkrip tersebut, IPK saya sedikit berubah dengan IPK yang terakhir kali saya baca di berkas kelulusan ujian Skripsi saya. Seusai upacara wisuda, sesampainya di rumah, saya buka kembali transkrip nilai saya. Kemudian saya hitung manual semua nilai saya. Betapa terkejutnya saya, ternyata IPK yang tertera dalam transkrip nilai saya lebih! Yang benar adalah yang saya terima seusai ujian skripsi dan hitungan manual saya. IPK saya yang seharusnya adalah 3.25. Namun, yang tertera pada transkrip nilai saya adalah 3.45. Disitu saya merasa sangat diuntungkan. Namun, terjadi perdebatan dalam batin saya. Haruskah saya pergi ke bagian akademik untuk membetulkan IPK yang tertera pada transkrip saya? Kemudian saya berpikir, ah untuk apa? Kan ini sangat menguntungkan bagi saya. Ketika malam tiba, saya tak dapat memejamkan mata. Terjadi perdebatan dalam diri saya. Kepala saya rasanya penuh dengan percakapan antara pikiran dan hati nurani saya. Sama sekali saya tak dapat memejamkan mata. Abdul sepertinya tahu bahwa saya sedang gelisah. Malam itu dia menanyai saya,

27

28 “Ada apa? Dari tadi saya merasa bahwa kamu sedang tidak bisa tidur. Harusnya kamu sudah lega dan tidurmu nyenyak, tadi adalah hari kelulusanmu, kamu sudah lega tentunya.” “Justru itu Dul, Aku sedang bingung. Terjadi perang dalam pikiranku saat ini.” “Ceritakanlah, agar ringan bebanmu, barangkali saya bisa membantu.” “Begini, Dul, saya merasa bahwa ada yang salah dengan transkrip nilai yang saya terima tadi.” “Dimana letak kesalahannya, Lim?” “IPK yang tertulis di transkrip nilai berbeda dengan IPK terakhir yang saya terima ketika saya ujian Skripsi. Dalam transkrip nilai IPK saya 3.45. Ketika saya hitung IPK saya secara manual sesuai dengan peraturan akademik, IPK saya seharusnya 3.25. Yang benar adalah IPK yang diumumkan setelah sidang Skripsi. Saya merasa sangat diuntungkan di sini. Tapi di sisi lain, hati nurani saya tidak dapat menerima ini. Ini seperti saya akan menipu masa depan saya.” “Dilema memang, Lim. Di satu sisi saat ini kamu merasa sangat diuntungkan, namun di sisi lain, ini semacam kebohongan. Kamu harus mengurusnya, Lim. Memang benar pada awalnya kamu merasa diuntungkan, namun suatu hari, apabila ini diketahui pihak lain, maka akan hancur karirmu, Saudaraku! Hati nuranimu sudah benar, kau harus jujur pada dirimu sendiri, dan pada orang lain, juga kau harus jujur pada masa depanmu.” “Iya kamu benar, Dul, ini mungkin memang menguntungkanku sesaat ketika aku ingin mencari pekerjaan, namun nantinya sikap saya yang tidak jujur ini akan merugikan atau bahkan akan menghancurkan karir saya di kemudian hari. Kalau begitu besok pagi saya akan ke bagian akademik untuk mengurus kesalahan penulisan IPK dalam transkrip saya ini.” *** Kita sebagai pembaca, terlebih sebagai generasi muda dapat mengambil sebuah pelajaran dari cerita mengenai kesalahan penulisan IPK pada transkrip nilai Salim di atas, bahwa kejujuran adalah salah satu karakter yang harus ada pada diri setiap generasi muda. Kejujuran merupakan karakter yang sangat penting. Dari sikap yang tidak jujur itulah lahir para koruptor. Sudah tidak dipungkiri lagi saat ini banyak kasus korupsi yang terkuak. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Ada 360 dari total 524 tersangka Kepala Daerah yang korupsi. Itu baru dari Kepala Daerah saja. Kalau dihitung dengan wakilnya jumlahnya bisa berkali lipat. Pernyataan tersebut, resmi disetujui Menteri Dalam Negeri dan bahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat sekitar 70 persen kepala daerah di Indonesia terjerat kasus korupsi (sumber: radarpolitik.com2016). Tulisan di Kompas bulan November 2016 juga memaparkan keprihatinan terjadinya pungli di banyak tempat penyelenggara anggaran. Catatan keburukan tersebut tersebar di seluruh Indonesia dan sangat mudah didapat. Sesungguhnya pasti masih banyak orang baik di Indonesia namun kebetulan mereka bukan penguasa, bukan pemegang peran penting dalam pembelanjaan anggaran negara. Para lulusan perguruan tinggi yang baik-baik seharusnya dapat mengambil posisi penting pembuatan keputusan pembelanjaan uang negara. Apa arti dari kenyataan ini bagi kita? Apakah hal ini ada hubungannya dengan budaya kita? Gagalkah pendidikan di Indonesia? Apa fungsi pendidikan tinggi? Berikut ini dijabarkan definisi pendidikan tinggi berdasar Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012 Bab 1 ayat 1, yaitu “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Lebih lanjut, fungsi pendidikan tinggi berdasar UU No.12 Tahun 2012 pasal 4, yaitu (1) mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat; (2) mengembangkan civitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing dan kooperatif; dan (3) mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menerapkan nilai humaniora. Ribuan halaman mengenai pendidikan karakter dan panduannya telah diterbitkan pemerintah dan masyarakat luas. Definisi pendidikan karakter antara lain dikemukakan oleh David Elkind & Freddy Sweet Ph.D (2004) dan J.C. Watts. David Elkind & Freddy Sweet Ph.D (2004), menyatakan bahwa: “Character Education is the deliberate effort to help people understand, care about and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, and then do what they believe to be right, even in the face

29

30 of pressure from without and temptation from within”, sedangkan J.C. Watts mengemukakan bahwa: “Character is doing the right thing when nobody’s looking”. Dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kesenjangan yang jauh antara yang diajarkan dengan yang terjadi di masyarakat. Sebaik apapun isi kurikulum pendidikannya, pembelajaran akan sulit berhasil tanpa adanya hubungan antara harapan dan kenyataan. Mengapa begitu besar jarak antara niat dan hasil? Apa yang dapat kita lakukan untuk mempersempit atau menghilangkan jarak itu? Ibarat orang yang diajar menganyam di sekolah, begitu keluar kelas, anyamannya diurai kembali oleh masyarakat. Nilai-nilai yang diajarkan di sekolah bertentangan dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Sangat kurang teladan (role models) di masyarakat dan contoh yang ada di sekitar sangat negatif. Pendidikan karakter bukan merupakan tanggung jawab institusi pendidikan saja tetapi tanggung jawab kita semua. Pendidikan karakter di perguruan tinggi dikomentari banyak orang sebagai “terlambat”. Namun, sebaiknya harus meyakini bahwa pendidikan karakter di perguruan tingggi di Indonesia sebagai “the last opportunity” dalam pendidikan formal. Cara terbaik harus ditemukan, jalan baru pendidikan karakter harus dibuat. Terbatas gunanya membentuk institusi yang bertugas memberi hukuman, misalnya KPK, tanpa ada perubahan nilai di masyarakat, hukuman tidak akan memberikan efek jera selama karakter manusia dan masyarakatnya buruk. Penting diajarkan lebih dalam lagi kemampuan anak bangsa menahan godaan buruk yang datang dari luar maupun dari dalam pribadi itu sendiri. Dibutuhkan motivasi internal yang kuat yang didasari perilaku dan sifat baik. Penanaman motivasi berbuat baik harus diinternalisasikan. Pendidikan karakter seharusnya mulai diberikan pada masa kecil, tapi dengan kenyataan sekarang, pendidikan karakter harus diajarkan pada semua jenjang pendidikan yang ada secara serentak. Jadi, meskipun daftar nilai baik itu telah ada, selama pendidikan karakter hanya diajarkan sebagai ilmu pengetahuan secara kognitif, peserta didik tidak dapat menghayati dan merasakan apa yang dipelajari. Untuk pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, pemerintah telah menetapkan daftar nilai-nilai karakter sebagai berikut: • Religius • Jujur • Toleran Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

• Disiplin • Kerja keras • Kreatif • Mandiri • Demokratis • Ingin tahu • Bersemangat • Nasionalis • Menghargai • Ramah • Komunikatif • Cinta damai • Suka memberi • Peduli lingkungan • Bertanggung jawab • Punya empati sosial Nilai-nilai tersebut berdasarkan Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas 2010 dan Penguatan Pendidikan Karakter Kemendikbud 2016. Menindaklanjuti karakter yang seharusya dimiliki oleh generasi berdasarkan Pusat Kurikulum Balitbang dan Penguatan Pendidikan Karakter Kemendikbud, berikut adalah lanjutan cerita mengenai mimpi tiga pemuda yang sebelumnya telah ada. Semoga dapat menginspirasi. Masa muda kami sedikit berbeda dengan masa muda para mahasiswa pada umumnya, terlebih dengan kehidupan mahasiswa pada saat ini. Mungkin karena itu, kami terbiasa bekerja keras dari dulu. Kami benar-benar menerapkan sikap mandiri pada diri kami. Tidak ada seorang pun dari kami yang meminta uang kepada orang tua untuk kuliah. Kami sadar bahwa hidup kami belum sejahtera pada saat itu. Saya dan Abdul harus lebih bersyukur karena orang tua kami masih hidup pada saat itu walaupun kondisi ekonomi orang tua kami jauh dari sejahtera. Sedangkan Jalal, dia sudah tidak memiliki orang tua, ditambah lagi dia harus menanggung hidup kedua adiknya yang masih kecil. Kami bertiga bekerja paruh waktu untuk membayar kuliah kami dan mencukupi kebutuhan sehari-hari kami. Kami bekerja seadanya. Abdul menjadi pramuniaga disebuah toko kelontong milik keturunan Tionghoa. Pemilik toko kelontong tersebut sangat baik terhadap Abdul. Setiap bulan Abdul menerima gaji. Namun, begitu dia menerima gaji, separuh dari gajinya dia pergunakan untuk membeli beras kami bertiga ditambah dua adik Jalal. Sang pemilik toko merasa iba kepada kami, dia sangat peduli kepada kami, beliau sering kali memberi potongan harga beras atau menambahkan timbangan beras

31

32 kami. Tak jarang beliau memberikan kami minyak goreng atau satu kardus mie instan kepada kami secara gratis. “Kawan-kawan, hari ini kita mendapatkan rejeki dari Pak Anton. Beliau memberi kita mie instan satu kardus”, teriak Abdul bahagia. “Wah, Pak Anton itu begitu baik ya...” kata Jalal sembari menyunggingkan senyum harunya. “Hari ini saya belum menerima gaji, jadi belum bisa membayar iuran beras bulan ini.” sambungnya lagi. “Tidak apa-apa, Jalal, aku masih ada uang, kamu bisa membayarnya ketika kamu sudah gajian.” Jawab Abdul. Jalal bekerja menjadi guru les pribadi di sore atau malam hari. Dia memiliki beberapa murid. Terkadang dia harus mengayuh sepeda tuanya menempuh perjalanan 8-10 kilometer untuk sampai di rumah muridnya. Namun, pekerjaan itu dia lakukan dengan senang hati. Dia sangat senang dan sangat menikmati ketika dia mengajar. Dia juga sangat kreatif dalam mengajar. Tak heran murid-muridnya sangat menyukainya. Begitupun dengan orang tua mereka. Sering kali, ketika Jalal selesai mengajar les, ibu dari murid-muridnya memberi makanan untuk Jalal bawa pulang. Begitupun dengan saya, saya bekerja di sebuah bengkel. Saya bekerja tiga hari dalam seminggu setelah saya selesai kuliah. Selain bekerja di bengkel, saya juga memberikan les kepada anak-anak pemilik bengkel. Pak Hadi pemilik bengkel mengetahui bahwa saya seorang mahasiswa dan meminta saya memberikan tambahan pelajaran untuk anak-anaknya. Bengkel Pak Hadi tidak jauh dari kampus. Beliau menginginkan anaknya masuk di universitas yang sama dengan kami. Pak Hadi dan Bu Hadi begitu ramah dan penyayang. Mereka menganggap saya seperti keluarga mereka sendiri. Setiap bulan, selain memberikan saya gaji, mereka juga sering memberikan saya pakaian dan juga makanan. Kami bertiga sangat bersyukur karena kami dipertemukan dengan orangorang yang baik. Dan juga karena Tuhan selalu memudahkan jalan kami ketika kami berjuang menyelesaikan pendidikan kami di perguruan tinggi. Apabila mengingat perjalanan dan perjuangan kami, kami merasa sedih. Karena keadaan kami pada saat itu yang serba kekurangan, namun kami selalu bersyukur karena kami merasa selalu ada jalan apabila kami memiliki tekad yang kuat untuk belajar. Kami juga merasa lebih sedih lagi ketika melihat banyak orang yang lebih memutuskan untuk Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

bekerja setelah mereka lulus dari sekolah dan tidak melanjutkan ke perguruan tinggi. Banyak dari mereka yang sebenarnya memiliki keadaan ekonomi yang cukup bahkan berlebih apabila mereka pergunakan untuk belajar di perguruan tinggi, namun, karena kurangnya semangat dan tekad untuk belajar, maka mereka memutuskan untuk bekerja menjadi buruh. Berdasarkan data grafik yang dikutip dari sumber Kompas, 9 Desember 2016 menerangkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah angkatan kerja di Indonesia mengalami peningkatan jumlah prosentase, jumlah angkatan kerja yang mendominasi yakni lulusan SD. Pemimpin korup seperti yang disebut pada awal bagian ini adalah bagian dari sedikit penduduk Indonesia yang berpendidikan tinggi. Tindakan korupsi tidak saja miskin etika dan nilai tetapi sudah digolongkan sebagai tindakan kriminal yang telah terbukti merugikan bangsa dan negara. Pemimpin seharusnya menjadi panutan, role model dan teladan, tetapi pada kenyataannya tindakan korup yang dilakukan menjadi contoh perilaku buruk bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, diperlukan sebuah jalan baru, jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut. Dalam mencari jalan keluar, kita harus segera dan secara serentak mencari terobosan yang dapat secara cepat mengubah situasi buruk ini menjadi baik. Bersama sama kita harus mencari jalan keluar. Dalam mencari jalan keluar tersebut perlu diperhatikan beberapa hal. • Diperlukan sikap bersama dari institusi pendidikan dan masyarakat dalam memperbaiki keadaan yang ada; penanaman motivasi dan niat untuk berubah. • Diperlukan contoh-contoh pribadi pemimpin yang dapat dijadikan sebagai role models. • Diperlukan nilai-nilai baik yang dikembangkan bersama sehingga tidak ada kontradiksi antara apa yang diajarkan dan apa yang terlihat di masyarakat. Diperlukan perangkat dan sistem kerja yang tidak memungkinkan dilakukannya penyelewengan • Diperlukan upaya untuk mengenal identitas dan jati diri bangsa yang baik. • Diperlukan langkah mengenali budaya kita, bagaimana cara kita mendidik keluarga. Apa yang penting bagi kita? Apa yang telah kita lakukan dalam usaha mencapai cita cita bangsa? • Diperlukan ilmu interdisiplin dan transdisiplin untuk membedah keadaan masyarakat Indonesia saat ini. • Diperlukan contoh contoh dari negara lain yang berhasil menumbuhkan pemerintah dan masyarakat yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. • Diperlukan pemahaman mendalam mengenai Indonesia dalam konteks dunia. “Terkadang saya merasa sedih dengan pemuda yang lebih memilih untuk bekerja menjadi buruh pabrik setelah mereka lulus sekolah. Di zaman yang serba modern dan maju ini

33

34 masih banyak orang yang berpikiran demikian” “Iya, Dul, padahal kita dulu berjuang keras agar bisa kuliah. Kita kuliah sambil bekerja, makan sering kali sehari hanya satu kali. Namun, kita memiliki semangat yang tinggi untuk belajar pada saat itu” “Kemungkinan besar orang yang memilih memutuskan untuk bekerja menjadi buruh pabrik tersebut berpikir bahwa, kuliah hanya bertujuan untuk mencari ijazah, yang ujungujungnya pasti bekerja. Mereka lebih tergiur dengan gaji bulanan yang besar. Karena di beberapa kota industri, UMR tinggi, sehingga mereka ingin lekas memiliki uang sendiri. Mungkin juga kau benar, Jalal, mungkin juga semangat mereka kurang, mereka terlalu pasrah dengan keadaan mereka tanpa berupaya semaksimal mungkin. Padahal apabila mereka sudah bertekad untuk belajar, pasti ada jalan, seperti kita dahulu.” “Maka apa yang dipikirkan oleh Alm. Prof. Mirza benar, kita harus menyisipkan pendidikan karakter tidak hanya di rumah, menanamkan karakter baik harus dimulai kapan pun dan dimana pun. Tidak terkecuali di sekolah dan di universitas, sebagai kesempatan terakhir sebelum mahasiswa terjun dalam dunia kerja. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam membangun karakter, seperti yang diungkapkan oleh David Elkind & Freddy Sweet Ph.D., “Character Education is the deliberate effort to help people understand, care about and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within” 8. Pemahaman Antarbudaya (Inter dan Cross Cultural Communication) Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan budaya. Banyaknya etnis membuat bangsa

ini

memiliki budaya yang bermacam-macam. Perbedaan budaya antar-

masyarakat tersebut dapat menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Kita sebagai masyarakat yang multikultural dituntut untuk dapat memahami budaya sendiri juga budaya masyarakat atau kelompok lain agar banyaknya etnis dan budaya yang ada dapat menjadi kekuatan bagi bangsa kita. Berikut adalah tahapan-tahapan karakter yang harus dilakukan dalam pemahaman antarbudaya: Tahapan Pribadi •

Pemahaman atas konsep diri



Berpikir kritis



Percaya diri dan mempunyai motivasi yang kuat

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia



Hidup dihayati melalui nilai-nilai (values) dan bukan materi, dapat menahan tekanan dari luar maupun dari dalam. Tahapan Antarpribadi



Berempati dan bersimpati



Fleksibel dan terampil sosial



Terampil komunikasi



Memiliki komitmen pada masyarakat dengan sikap kooperatif dan menghargai Tahapan Antarbudaya



Berteman dengan orang lain yang berbeda suku, ras, agama dan golongan



Mengenal dan memperlajari budaya lain



Bilingual language (pandai mengolah bahasa komunikasi yang dapat diterima di kalangan internal kelompok sendiri dan bahasa yang dapat diterima oleh kalangan di luar kelompok) Tahapan Global



Tertarik terhadap persoalan dunia.



Tertarik memperjuangkan perdamaian dunia



Memahami perjuangan kesejahteraan dan permasalahan yang dihadapi bangsa dan dunia.



Sadar akan pentingnya kontribusi pribadi maupun bangsa terhadap permasalahan dunia

9. Pendekatan Inter, Multi, dan Transdisiplin Sampai abad ke-21, dunia keilmuan pada pendidikan tinggi telah melewati tiga generasi pendekatan terhadap ilmu pengetahuan. Generasi pertama, era klasik, adalah generasi monodisiplin. Pada generasi ini ilmuwan puas dengan batang, cabang atau ranting dari disiplin ilmu yang dikuasainya dan tidak begitu peduli terhadap batang, cabang dan ranting disiplin ilmu di luar bidang yang dikuasainya. Generasi ini belum atau bahkan tidak menyadari akan adanya kekurangan yang melekat pada pendekatan monodisiplin seperti itu. Spesialisasi, bahkan overspecialization adalah ciri khasnya. Cara pendekatan persoalan dan cara berpikir pada generasi ini mulai dikritisi oleh generasi yang datang setelahnya. Generasi kedua, era modern, pada dasarnya juga masih bercorak monodisiplin, tetapi telah mulai ada kesadaran baru yang mengingatkan bahwa ada kekurangan yang melekat pada pendekatan monodisiplin. Namun, secara tegas belum berani keluar dari

35

36 cara berpikir dengan paradigma lama tersebut. Generasi ketiga dengan tegas mengkritik dan meninggalkan model pendekatan generasi pertama dan kedua yang dipraktikkan secara kaku. Generasi ketiga adalah generasi pendekatan keilmuan yang bercorak inter, multi dan transdisiplin. Orang mulai sadar bahwa permasalahan yang dihadapi oleh alam semesta, seperti perubahan iklim (climate change), kerusakan lingkungan hidup dan persoalan yang dihadapi oleh manusia, seperti fenomena lunturnya nilai-nilai, pendidikan karakter, pendidikan nilai, penanggulangan korupsi, kolusi dan nepotisme, juga kasuskasus radikalisme, terorisme dan kekerasan yang mengatasnamakan agama yang sedang merebak sekarang ini tidak bisa dan tidak mungkin dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan pendekatan monodisiplin. Persoalan-persoalan ini memerlukan kerja sama antar berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Kerja sama antar berbagai disiplin ilmu adalah masa depan ilmu pengetahuan era baru. Tidak begitu salah jika salah satu catatan penting rapat kerja nasional pendidikan Kemristekdikti menyebut bahwa alumni perguruan tinggi di Indonesia tidak atau kurang mampu untuk berpikir tingkat tinggi (higher order of thinking), tidak mampu berpikir kritis, tidak terbiasa berpikir kompleks, multidimensi dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Umumnya, alumni perguruan tinggi sekarang ini masih terbiasa berpikir tingkat rendah (lower order of thinking). Dapat diperkirakan mengapa seperti itu, karena salah satu sebabnya adalah mahasiswa dan bahkan dosen di perguruan tinggi di Indonesia hanya terbiasa berpikir dengan corak monodisiplin yang ketat. Pendidikan nilai dan karakter adalah sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang lunak (soft), yang bercorak inter, multi dan transdisiplin. Banyak keahlian yang diperlukan oleh dosen dan guru untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan karakter mulia dan membiasakannya dalam kehidupan sehari-hari. Multipermit dan multieksit kritik yang bergerak secara dinamis masuk dalam gugusan pendidikian nilai dan pendidikan karakter. Pendidikan nilai tidak dapat diuraikan dengan menggunakan pendekatan monodisiplin. Lebih-lebih yang bercorak memorizing, menghapal rumus-rumus kebaikan dan kesalehan. Kesalehan pribadi dan lebih-lebih kesalehan sosial memerlukan pendekatan yang inter, multi dan transdisiplin. Selain melibatkan otak, pendidikan karakter juga melibatkan hati dan juga pembiasaan dan keteladanan dalam praktik hidup seharihari yang terus berkesinambungan. Tidak ada jalan pintas dalam pendidikan nilai dan pendidikan karakter. Inilah inti dari pendidikan kemanusiaan. Pendidikan tentang nilai dan pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hidup. Nilai dan karakter adalah inti dari proses kehidupan, dan inti kemanusiaan itu sendiri.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

10. Pendidikan Nilai dan Karakter di Perguruan Tinggi Buku ini adalah salah satu upaya untuk mendiskusikan kembali, menggugah, membangkitkan, memperbaiki dan menemukan kembali nilai-nilai dasar, jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia dalam payung Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia yang hampir luntur lantaran arus deras perkembangan teknologi komunikasi dan badai globalisasi. Diperlukan upaya ekstra keras untuk membangkitkan dan memuliakan sisi humanitas melalui pengembangan pendidikan akhlak, character building, dengan kemasan pendidikan nilai dan karakter dengan pendekatan yang bercorak inter, multi dan transdisiplin. Kemasan baru pendidikan nilai dan karakter perlu disampaikan kepada mahasiswa perguruan tinggi karena mereka adalah calon pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat (community leaders) yang akan datang. Dosen dan mahasiswa perlu secara tajam mengetahui dan memahami dengan baik permasalahan dan kesulitan yang sedang dihadapi bangsa saat sekarang ini dan mengenal dari dekat bagaimana cara memperbaikinya sehingga pada saatnya mereka tampil sebagai pemimpin dapat mengambil langkah-langkah tepat, langkah-langkah perbaikan dan penyempurnaan dan dapat menghindari tindakan pengulangan kesalahan yang tidak perlu. 11. Biografi Intelektual: Pribadi, Pengetahuan dan Lembaga Bagian ketiga buku ini akan memaparkan beberapa pengalaman personal anggota majelis pendidikan sekitar terbentuknya karakter dan sikap hidup sebagai produk perjalanan hidupnya. Kisah tersebut bukan kisah spektakuler. Namun, suatu kisah dengan produk positif yang didapat dari lingkungan dan orang terhadap dirinya. Bagian ketiga tersebut dimaksudkan untuk memberi inspirasi kepada generasi penerus dalam bidang pendidikan umumnya dan pendidikan tinggi khususnya. Banyak buku autobiografi ditulis untuk membeberkan pengalaman dan cerita sukses seseorang dalam menjalani karir hidupnya. Umumnya biografi yang tersedia di toko buku dan perpustakaan hanya menulis kisah dan perjalanan hidup orang yang dianggap sukses dalam bidang bisnis, politik, mantan presiden atau menteri, sukses dalam dunia jurnalistik dan kewartawanan atau tokoh agama. Buku-buku biografi ini memberi inspirasi kepada generasi muda yang sedang mencari tokoh panutan dalam menempuh perjalanan karir hidupya di masa yang akan datang. Sayang sekali, masih jarang biografi ditulis untuk para tokoh pendidik, guru besar dan dosen yang inspiratif, mantan dekan dan mantan rektor yang sukses dalam memimpin perguruan tinggi, yang dianggap baik. Bagian ketiga buku ini adalah salah satu upaya

37

38 untuk menutupi kekurangan dan kelangkaan tersebut. Best practices dan lesson learnt dari para tokoh pendidik yang telah pernah berkiprah dalam dunia pendidikan di tanah air. Dengan harapan tulisan rintisan ini dapat memberi inspirasi tambahan untuk lebih banyak mendokumentasikan prestasi pendidik anak bangsa, guru bangsa, supaya dapat dibaca dan diakses oleh publik yang lebih luas. 12. Menyongsong Perguruan Tinggi Indonesia Tahun 2025 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tecermin dalam revolusi industri 1, 2, 3 dan 4 harus dibarengi dengan revolusi dalam pemikiran, bukan revolusi bidang pemikiran sosial, kebudayaan dan keagamaan. Revolusi dalam teknologi informasi yang memuncak dalam penggunaan media sosial secara massal, belum menjamin kehalusan budi di ruang publik dan sikap mental sosial dan sikap keagamaan yang terpuji. Konten media sosial merupakan sebuah cermin realitas sosial yang menggambarkan belum paralelnya kemajuan dalam bidang sains dan teknologi dan kemajuan dalam dunia kemanusiaan. Pembelajaran nilai-nilai mulia dan karakter dalam kehidupan tertinggal di belakang. Kemajuan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan hanya dapat diraih setelah melalui tahapan pemikiran dan diskusi kritis (critical thought) yang kemudian diikuti oleh penanaman nilai-nilai dan pembiasaannnya dalam kehidupan lewat keteladanan pemimpin. Pendidikan nilai dan karakter adalah bagian tidak terpisahkan dalam upaya pengembangan sains dan teknologi. Dirasakan oleh generasi sekarang bahwa ada gap yang dalam antara keduanya. Tidak bisa tidak, para tokoh dan pemikir pendidikan di tanah air harus terus menerus berani untuk melakukan refleksi kritis terhadap hubungan antara 6 (enam) rumpun ilmu pengetahuan dalam UU Perguruan Tinggi No. 12/2012, yaitu ilmu agama, ilmu humaniora, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu formal dan ilmu terapan. Hubungan antara satu rumpun dan lainnya terkesan seolah-olah terputus. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya segmentasi dan kompartemen pandangan hidup para alumni perguruan tinggi sehingga mengalami kesulitan ketika hendak melakukan komunikasi dan koordinasi untuk pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Baik secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut berakibat pada pembentukan karakter. Pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Yusuf Kalla (2014-2019) mencanangkan gerakan revolusi mental dalam semua lini kehidupan bangsa Indonesia karena masih rendahnya kualitas karakter bangsa dan lunturnya nilai-nilai keadaban di Indonesia. Revolusi mental tersebut juga harus masuk ke dunia pendidikan umumnya dan dunia pendidikan tinggi khususnya. Buku yang dihadirkan oleh Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) Kemristekdikti 2016-2017 sangat relevan dengan keprihatinan nasional yang tecermin dalam hasil rapat kerja nasional pendidikan tinggi seperti disebut di atas. Ada tiga nilai Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

utama revolusi mental, yaitu integritas (jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab dan konsisten), etos kerja (etos kerja, daya saing, optimis, inovatif dan produktif); dan gotong royong. Baik integritas, etos kerja maupun gotong royong adalah nilai-nilai fundamental dalam pendidikan nilai dan pendidikan karakter. Perguruan tinggi sebagai tempat persemaian calon pemimpin bangsa yang akan datang tidak dapat menghindar dari tugas mulia ini. Untuk itu, upaya yang berkesinambungan untuk menyemaikan nilainilai luhur dan akhlak atau karakter mulia yang berbasis pada ilmu pengetahuan adalah tugas penting yang diemban oleh perguruan tinggi dalam setiap jenjang dan jenisnya.

39

40

sumber foto: http://staitbiasjogja.ac.id/images/slideshow/0c.gif

Rentang Waktu 2017-2025 Bagian ini merupakan catatan dialogdialog yang diproses di Majelis Pendidikan tentang pendidikan karakter di perguruan tinggi dalam rentang waktu 2017 - 2025. Catatan hasil dialog-dialog tersebut ditulis dengan tidak

BAGIAN 2

terlalu akademis agar dapat menggambarkan suasana tukar gagasan dan pengalaman yang nyaman selama pertemuan-pertemuan Majelis Pendidikan. Tulisan tentang catatan-catatan hasil dialog

Inovasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi

di pertemuan Majelis diselingi dengan ungkapanungkapan tokoh muda hipotetik yang didasari oleh pengalaman penyunting berkomunikasi dengan lulusan baru dari beberapa perguruan tinggi. Selingan-selingan dialog hipotetik tersebut tidak mengurangi esensi muatan materi dialog para anggota majelis dan tidak mengurangi maknanya. Ungkapan dalam buku ini diyakini bersama oleh anggota majelis sebagai sesuatu yang tidak mampu menggambarkan keseluruhan pengalaman baik para dosen. Ungkapan diyakini

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

sebagai pembuka dialog lanjutan oleh para dosen di kampus-kampus untuk menemukan hal-hal yang cocok setempat. Hal yang cocok tersebut akan menjadi suatu inovasi kontekstual yang dilakukan para dosen pengampu mata kuliah dengan mahasiswa. Buku ini menyampaikan keyakinan tentang open ended problem dan open ended solution di masing-masing program studi. Dosen pada masing-masing mata kuliahnya, pada masing-masing program studinya diharapkan dapat melanjutkan dialog dan praktik baik yang disampaikan di buku ini dan menemukan hal lebih baik lagi bagi kepentingan generasi penerus, masyarakat, bangsa dan negara. 13.

Sedikit Cerita di Balik Proses Dialog Tentang Karakter Pagi memang selalu datang tepat waktu. Seperti biasa, sang fajar selalu menyapa

dengan gagahnya, mencoba membangunkan seorang anak laki-laki yang beranjak dewasa, yang sedang ingin menemukan dirinya yang berada di luar sana. Mencoba mencari apa yang sebenarnya ia inginkan. Sigepen, begitulah bapaknya menamainya. Nama tersebut merupakan singkatan dari Si Generasi Penerus. Pagi itu, sama seperti pagi-pagi yang lain ketika akhir pekan tiba, ia masih saja bersembunyi di balik selimut merahnya. Dingin yang datang karena hujan tadi malam membuat tubuh Sigepen sangat nyaman tinggal di balik selimutnya. Tadi malam sebelum ia beranjak tidur, Mister Si Pembawa Harapan (Misipha), yang tidak lain adalah bapaknya, mengajak Sigepen berdiskusi. Misipha memaksa anaknya yang sudah mengantuk dan tinggal 5 watt untuk menuruti keinginannya. Misipha tetap menarik Sigepen keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga dan memberikan satu bendel kertas yang berjudul Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Misipha kerap kali mengajak putranya berdiskusi sampai larut malam. Sigepen yang baru memasuki dunia Perguruan Tinggi, selalu disodori oleh Misipha dengan kertas-kertas yang kadang kala membuat Misipha harus berpikir sangat keras, tetapi Sigepen beruntung mempunyai bapak seperti Misipha. Beliau menjadikan Sigepen merasa “lebih keren” dibanding mahasiswa baru pada umumnya. Malam itu Sigepen terlihat bingung membaca judul bacaan yang diberikan oleh bapaknya. “Apa ini, Pak?” tanya Sigepen sambil mengerutkan dahinya. “Ini hasil diskusi yang Bapak bahas di Medan 3 hari kemarin”. Sigepen membolak-balikkan kertas yang ia pegang. Pada halaman pertama tertera

41

42 judul: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025. Kemudian ia melanjutkan membaca bahan bacaan yang diberikan bapaknya itu. Di dalamnya membahas banyak mengenai pembangunan Indonesia dalam bidang budaya, disebutkan bahwa pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya pemahaman terhadap keberagaman budaya, pentingnya toleransi, sosialisasi penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta mulai berkembangnya interaksi antarbudaya. Namun demikian, di balik kemajuan tersebut, memudarnya jati diri bangsa tidak dapat dihindarkan. Hal ini ditandai dengan menurunnya penghargaan pada nilai bahasa dan budaya, nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air. Hal tersebut disebabkan antara lain karena belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnya keteladanan para pemimpin, dan lemahnya budaya patuh pada hukum. Penyebab lainnya adalah cepatnya penyerapan budaya global yang negatif, kurang mampunya menyerap budaya global yang lebih sesuai dengan karakter bangsa, serta ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. “Bagaimana menurutmu, Nak?” Misipha sudah kembali dengan baju yang lebih santai, yang akan beliau pergunakan untuk beristirahat. “Sebenarnya saya belum selesai membaca seluruh dari laporan ini, Pak, namun kurang lebih saya menangkap isinya. Ini mengenai mentalitas generasi muda pada saat ini. “ Kemudian bapaknya mulai berbicara mengenai isi laporan tersebut layaknya Beliau memberikan kuliah kepada mahasiswanya. “Pada bahasan Komisi I bidang pembelajaran dan kemahasiswaan dalam Rakernas Kemristekdikti yang diselenggarakan pada bulan Januari 2016 telah diungkapkan sejumlah tantangan pendidikan tinggi saat ini, di antara berbagai tantangan tersebut, sejumlah poin mendapat catatan khusus, yaitu bahwa tenaga kerja berpendidikan tinggi di Indonesia prosentasenya jauh di bawah Malaysia. Pada saat Rakernas tersebut didiskusikan akreditasi perguruan tinggi di Indonesia dalam menghasilkan lulusan, penilaian yang dilakukan masih berdasarkan input-based belum berdasarkan pada outcome-based approach. Oleh karena itu, perguruan tinggi ke depan harus didasarkan pada outcomebased approach, maksudnya berdasarkan kapasitas yang berarti kemampuan lulusan yang ditetapkan dalam rencana capaian pembelajaran oleh perguruan tinggi. Secara lebih spesifik sejumlah poin diungkapkan secara khusus adalah: •

Perlunya jiwa kewirausahaan (entrepreneur mindset) ditanamkan pada mahasiswa.



Kenyataan bahwa lulusan yang mencari pekerjaan menghadapi kondisi miss-match,

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

yaitu ketidakcocokan dengan program studi yang telah dipelajari. •

Diingatkan keyakinan membangun negeri dari Perguruan Tinggi.



Banyak hal kritis yang dihadapi Indonesia, contohnya narkoba dan maraknya kriminalitas.



Pentingnya pengayaan mata kuliah umum dengan general education.

Kemudian, Sigepen mulai berkomentar dalam jeda bapaknya. “Saya setuju sekali dengan beberapa poin yang baru saja Bapak sebutkan. Selain itu, Pak, menurut saya selain pemerintah, kita sebagai Agent Of Change juga harus berusaha. Berusaha tidak hanya mengharapkan Ijazah yang hanya berupa selembar kertas saja. Maksud saya di sini, kita harus benar-benar mencari ilmu guna nantinya menjadi bekal untuk membangun negeri kita ini”. Kata Sigepen mulai antusias. “Tepat sekali!” “Kemudian, Pak, penjelasan para anggota yang hadir dalam Rakernas tersebut bagaimana?” “Coba Kamu baca lanjutan dari hasil rapat kemarin.” Kemudian putra seorang dosen di sebuah perguruan tinggi tersebut mulai membaca lagi, butuh waktu lama baginya untuk mengerti bahasa dari laporan hasil Rakernas tersebut, karena memang ia belum terbiasa dengan bahasa akademis para petinggi di perguruan tinggi. Kurang lebih lanjutan dari laporan tersebut berisi: 14.

Persemaian Karakter Mahasiswa Pada bahasan di Majelis Pendidikan disepakati bahwa karakter mahasiswa dapat

disemaikan sebagian melalui general education. Hal tersebut dapat menjadi akses signifikan dalam mengatasi berbagai kekurangan kualitas lulusan perguruan tinggi terhadap harapan masyarakat secara umum. Pendidikan karakter menjadi hal utama yang terus didalami dalam diskusi-diskusi lanjutan yang berorientasi mencari jalan baru pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan sumber pustaka yang relevan mengenai hasil studi pendidikan tinggi di Indonesia tertulis tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang

43

44 diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM yang rendah mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Pendidikan tinggi perlu menyadari tantangan yang dihadapi dalam pembangunan pendidikan, diantaranya dengan menyediakan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal itu bertujuan agar kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia dapat lebih meningkat dan nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing perekonomian. Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 ialah pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur agar dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Kemandirian yang diperlukan harus bersifat proaktif, bukan reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena kehidupan dan kondisi merupakan keadaan yang senantiasa berubah, baik tatanannya, perimbangannya, maupun nilainilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Dalam urusan ini diperlukan lulusan perguruan tinggi berkarakter terpuji yang mampu menjadi pemimpin yang mampu bertindak proaktif dan antisipatif. 15.

Proses Pendidikan yang Lebih Baik “Saya rasa, karakter masyarakat kita ini mudah terprovokasi, atau manajemen

pendidikan kita yang salah ya? Seharusnya, selain teori dan praktik perkuliahan yang diajarkan, pendidikan karakter juga harus diberikan, supaya bangsa Indonesia itu mempunyai karakter yang benar-benar positif”, kata Sigepen menjelaskan. “Pak, kemarin dalam kelas mata kuliah kewirausahaan, kami dijelaskan bagaimana menjadi bangsa yang mandiri. Sebenarnya, bangsa yang mandiri itu seperti apa? Karena kemarin dalam perkuliahan tersebut, penjelasan dosen terbatas oleh waktu, jadi kami hanya memperoleh pemahaman setengah saja”. “Bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengendalikan kemampuan dan kekuatan bangsa itu sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

mutlak harus dibangun kemajuan ekonomi. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian. Kemandirian suatu bangsa tecermin antara lain pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Apabila sumber daya alam tidak lagi memungkinkan, kelemahan itu diimbangi dengan keunggulan lain sehingga tidak membuat ketergantungan dan kerawanan serta mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.” “Sudah mengantuk belum?” potong bapaknya tiba-tiba. “Sebetulnya topik yang Bapak bicarakan menarik, saya merasa sangat tertarik. Tetapi sepertinya saya sudah mulai mengantuk”, jawab Sigepen sopan. “Ya sudah, bagaimana kalau kita lanjutkan besok? Ini juga memang sudah larut”, ajak bapaknya. “Selamat malam, Pak.” “Selamat malam, Nak.” Sigepen sangat beruntung sekali memiliki bapak dan ibu yang sangat menyayanginya dan menyayangi adiknya, Masidi (konon nama Masidi merupakan kependekan dari Komandan Generasi Mudi). Bapak dan ibunya tak hanya memberikan mereka kebutuhan materi, namun juga kebutuhan non-materiil seperti pendidikan dalam keluarga, kehangatan, kesabaran, dan juga cerita mengenai pengalaman hidup. Bapak Sigepen adalah salah seorang dosen di sebuah perguruan tinggi negeri. Ketika Sigepen masih duduk di bangku sekolah dasar dan tiba waktu libur sekolah, ia dan adiknya sering diajak ke kampus, untuk sekedar melihat-lihat kehidupan kampus dan lingkungan tempat beliau bekerja. Sungguh Sigepen dan Masidi memiliki orang tua yang begitu baik dan perhatian. Karena tidak semua anak seberuntung Sigepen dan Masidi. Tidak sedikit dari teman-teman Sigepen yang tidak terpenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan materinya, maupun kasih sayangnya. *** Sore itu, seusai Sigepen bermain bola dan menghabiskan waktu dengan teman-

45

46 temannya, keluarga kecil itu berkumpul kembali. Akhir pekan memang tepat untuk berkumpul bersama keluarga. Misipha, Sigepen, Masidi, dan Sang Ibu sebagai penyala harapan mereka, berkumpul bersama, bercengkrama dan menikmati makan malam mereka. Seusai makan malam, ayah dan anak itu berkumpul kembali di ruang keluarga. Bapak membuka korannya mencari berita yang menarik. Kemudian, Sigepen mulai membuka kembali percakapan mereka mengenai obrolan semalam yang belum tuntas mereka bicarakan. “Pak, mengenai bangsa yang mandiri kemarin, bisakah Bapak menjelaskannya lagi secara lebih rinci?” “Bisa. Tentu saja bisa. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi tantangan-tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. 16. Mutu Pendidikan Selain menghadapi permasalahan dalam kemandirian bangsa, perguruan tinggi juga menghadapi beberapa permasalahan, terlebih mengenai mutu pendidikan itu sendiri. Mutu pendidikan tinggi belum dapat menduduki posisi komparatif apalagi kompetitif dalam tatanan regional, nasional, maupun global. Selain itu, pendidikan tinggi juga belum secara utuh melahirkan lulusan dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) yang dibutuhkan bangsa untuk membangun kemakmuran, keamanan, kesejahteraan, dan keadilan untuk mencapai cita-cita seperti yang tercantum dalam pembukaan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sikap (attitude) yang direfleksikan dengan karakter merupakan bingkai utuh untuk aktualisasi pendidikan nilai (living values) yang juga untuk mengaktualisasi pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang dimiliki peserta didik. Karena karakter yang baik, yang sesuai dengan jati diri bangsa yang dibutuhkan untuk dapat membangun negeri ini. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang harus menjiwai semua bidang pembangunan. Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa. Ada beberapa alasan mendasar yang melatari pentingnya pembangunan karakter bangsa, baik secara filosofis, ideologis, normatif, historis maupun sosiokultural. Secara filosofis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah kebutuhan asasi dalam proses berbangsa karena hanya bangsa yang memiliki karakter dan jati diri yang kuat yang akan terus bertahan. Secara ideologis, pembangunan karakter merupakan upaya mengejawantahkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara normatif, pembangunan karakter bangsa merupakan wujud nyata langkah mencapai tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Secara historis, pembangunan karakter bangsa merupakan sebuah dinamika inti proses kebangsaan yang terjadi tanpa henti dalam kurun sejarah, baik pada zaman penjajahan maupun pada zaman kemerdekaan. Secara sosiokultural, pembangunan karakter bangsa merupakan suatu keharusan dari suatu bangsa yang multikultural, seperti bangsa Indonesia.” “Boleh saya potong sebentar ?” kata Masidi. “Boleh. Apa yang hendak kau sampaikan, Nak?” tanya Misipha “Kemarin saya belajar tentang sejarah bangsa Indonesia. Ternyata bangsa Indonesia itu bangsa yang tangguh, buktinya Belanda bisa dikalahkan hanya dengan bambu runcing oleh pejuang kita, menurut sang komandan generasi mudi, itu juga ciri-ciri bangsa yang mandiri, mempunyai khas-nya sendiri yang berbeda dengan bangsa lain. Ibu guru juga menjelaskan bahwa demi kemerdekaan Indonesia, Bung Karno rela diasingkan, Jenderal Soedirman dengan ditandu membantu merebut kembali Indonesia, serta para pahlawan yang lain dibunuh dan dibuang di lubang buaya. Dari perjuangan para pahlawan kita, Sang Komandan Generasi Mudi tahu, bahwa Indonesia mempunyai identitas yang istimewa. Tapi, yang Sang Komandan Generasi Mudi benar-benar pikirkan, sebenarnya apa itu pembangunan karakter bangsa, dan apa saja fungsi karakter bangsa untuk bangsa kita?”. “Wah anak-anak Bapak ini ternyata keren-keren ya, pertanyaannya sulit-sulit” kata Misipha memuji anak keduanya, yang sebentar lagi akan menjadi mahasiswa juga seperti kakaknya. “Baiklah, akan Bapak jelaskan apa maksud dan fungsinya. Tolong dengarkan dengan

47

48 seksama.” 17.

Pembangunan Karakter Bangsa Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan oleh

para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang utuh sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Namun, di samping banyak kemajuan yang telah dicapai ternyata masih banyak masalah dan tantangan yang belum sepenuhnya terselesaikan, termasuk kondisi karakter bangsa yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran. Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tecermin dari kesenjangan sosialekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai wilayah di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, maraknya pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, serta korupsi yang merambah semua sektor kehidupan masyarakat. Saat ini masih banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, serta ketidaktaatan terhadap hukum yang berlaku. Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku dan bertutur, melaksanakan musyawarah mufakat dalam solusi masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Semua itu menegaskan bahwa terjadi ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa karena kecerdasan bangsa yang telah terbangun selama berabad-abad banyak yang hilang. Istilah populer dalam berbagai diskusi tentang penyebab berbagai persoalan dan kerawanan bangsa adalah the lost of intelligence bangsa sendiri. Dengan memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

bangsa. Pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi arus utama pembangunan nasional. Artinya, setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karakter. Hal itu tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Bersifat sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat multidimensional karena mencakup dimensidimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses berkembang menjadi yang lebih baik. Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai kendali dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. 18.

Orientasi Pembangunan Karakter Bangsa Selanjutnya, pembangunan karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tataran

besar, yaitu: •

Untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa,



Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan



Untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat. Dalam rangka meningkatkan pembangunan karakter yang berhasil guna, diperlukan

upaya-upaya nyata antara lain penyusunan desain pembangunan karakter secara nasional, penyusunan rencana aksi nasional secara terpadu, pencanangan pembangunan karakter bangsa oleh Presiden Republik Indonesia sebagai tonggak dimulainya revitalisasi pembangunan karakter bangsa, serta implementasi pembangunan karakter oleh semua komponen bangsa dan aktualisasi nilai-nilai karakter secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Muatan pendidikan karakter di perguruan tinggi memerlukan materi dan cara pembelajaran baru sebagai kesempatan terakhir (last opportunity) untuk menanamkan

49

50 karakter melalui pendidikan sebelum lulusan memasuki dunia kerja baik mengikuti suatu institusi ataupun menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. 19.

Peran Dosen Dalam mengembangkan inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi, langkah

yang dianggap sangat strategis adalah menggerakkan dosen dalam kerangka tugasnya. Mengikuti Undang-Undang No. 14/2005, Guru dan Dosen, pasal 1, ayat 2, yaitu: “Dosen adalah Pendidik Profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat”. Untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang diungkapkan di atas, melalui bahasan oleh Majelis Pendidikan dengan masukan dari beberapa wakil perguruan tinggi, disimpulkan tentang urutan prioritas solusi. Prioritas solusi inovasi pendidikan karakter diperguruan tinggi berorientasi pada empat fokus kata kunci, yaitu kepemimpinan (leadership), nilai (value), tata pemerintahan yang baik (good governance) dan nasionalisme (nasionalism). Menindaklanjuti pesan UU No. 14/2005 tersebut pembelajaran yang terintegrasi antara komponen Tridarma perguruan tinggi sebagai sarana inovasi pembelajaran karakter. 20. Proses Jangka Panjang Secara Bertahap Pada bagian kedua buku ini berpedoman pada pandangan jangka panjang yang dikaitkan dengan skenario kondisi Indonesia dan pendidikan tinggi yang terkait pada tahun 2045, namun bagian 1, 2 dan 3 yang dibuat oleh Majelis Pendidikan dibatasi pada wawasan ke 2025 (bukan 2030). Apabila didalami dan direnungkan buku ini memberi pesan bahwa generasi penerus pada tahun 2025 wajib mengevaluasi perjalanan tindakan implementasi buku untuk tambahan materi proses pembelajaran, agar menemukan fakta baru sebagai landasan penyesuaian terbaik sesuai kondisi (state) pada saat itu dan berorientasi menuju perspektif 2045 dan perspektif lebih ke masa depan yang lebih jauh lagi yang ditetapkan oleh generasi penerus tersebut. Inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi mengambil dua pokok inspirasi. Pertama, memperkaya (enrichment) kerangka Taksonomi Bloom (yang membedakan pendidikan ke dalam tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor) dalam proses pembelajaran, mengembangkan sistem belajar dengan tambahan kata kunci meta cognition yang akan membuka peluang pembelajaran bagi mahasiswa dengan semangat mencari sendiri sumber-sumber belajar yang sangat diperlukan untuk mengembangkan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

kecepatan belajar pada kemampuan maksimalnya. Dengan proses pembelajaran tersebut mahasiswa akan menjadi lebih kreatif dan mandiri. Kedua, pembelajaran terintegrasi. Melalui pembelajaran terintegrasi, mahasiswa dilatih untuk melihat suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang. Hal itu bertujuan agar mahasiswa dapat memahami permasalahan lebih mendalam. Pembelajaran terintegrasi tersebut akan dapat membuat pola berpikir mahasiswa menjadi lebih kritis. 21.

Alur Pikir Pada bagian kedua dari buku ini memaparkan materi umum tentang potensi bangsa,

dilanjutkan dengan cara pengelolaan yang baik untuk tujuan bangsa, dan peran sentral sumber daya manusia terdidik. Sumber Daya Manusia (SDM) terdidik dirancang untuk menguasai hal-hal pada Taksonomi Bloom dengan pendidikan terintegrasi. Pendidikan terintegrasi memerlukan sistem baru, payung hukum untuk mobilisasi sumber daya (resources) secara baik. Diperlukan FEE (facilitating, empowering, enabling) yang dilandasi oleh peraturan yang berlaku untuk menjamin legalitas dan legitimasi inovasi yang dilakukan di perguruan tinggi. Inovasi mobilitas sumber daya akan bermuara pada pembiayaan. Dalam konteks ini, pimpinan garis depan operasional pendidikan perlu memiliki pemahaman pada operasional pendidikan tinggi yang diberi istilah BOPT. Komitmen untuk melakukan inovasi berupa penambahan muatan karakter dapat dilakukan perguruan tinggi sesuai dengan konteks setempat. Setiap perguruan tinggi dapat melakukan analisis perencanaan operasional tambahan muatan pendidikan karakter dikaitkan dengan identifikasi permasalahan perguruan tinggi secara umum dan menetapkan hal-hal spesifik setempat. Sejumlah wawasan tentang kata kunci orientasi analisis mengenai tantangan dan menetapkan operasional respons adalah sebagai berikut: •

Komparatif dan daya saing: lokal, regional, nasional, dan global



Kebijakan administratif, akademik dan tata kelola



Pengembangan pengetahuan (knowledge), kemampuan (skills), dan sikap (attitude)



Lingkungan dan atmosfer



Minat (enthusiasm), komitmen (commitment) dan kejujuran (honesty)

Kata kunci di atas merupakan contoh, tetapi tidak membatasi. Perguruan Tinggi dapat mengembangkan lebih jauh berdasar studi pustaka dan permasalahan yang ada pada perguruan tinggi masing-masing, menetapkan kombinasi explicit knowledge dan tacit knowledge.

51

52 22.

Arti Penting Identitas Perguruan Tinggi dan Lulusannya Diperlukian suatun refleksi atas pentingnya dua poin besar, yaitu identitas perguruan

tinggi dan lulusannya, serta karakter yang diharapkan. Tentang hal ini, juga tepat untuk menggunakan format di atas, yaitu “trust‟ kepada perguruan tinggi untuk pendalaman dengan tindakan menggabungkan studi pustaka dan pengalaman sendiri, menetapkan kombinasi explicit knowledge dan tacit knowledge. Tentang identitas perguruan tinggi dan lulusannya, acuan utamanya adalah visi, misi dan rencana strategis perguruan tinggi. Adapun karakter yang diharapkan dapat memilah dan memilih dari pustaka umum kemudian dicari kombinasi terbaik dengan kesadaran dan inspirasi yang tercantum dalam buku I. Pokok pikiran dalam bagian 1 buku ini adalah general education yang prinsipnya dapat dipetik dari pengalaman sukses di negara lain dengan catatan khusus. Catatan khusus tersebut adalah “Pengalaman sukses general education di negara lain “necessary and important, but not sufficient‟. Kita ingin tambahan pendidikan terintegrasi yang makin sukses berorientasi membangun karakter dan sikap mental nasionalisme, mendahulukan kesejahteraan bangsa”. Perguruan tinggi di Indonesia menemukan tambahan spesifik tentang pendidikan nilai dan karakter (living values and character building education), pemahaman antarbudaya (inter dan cross cultural communication) dan Tridarma perguruan tinggi yang terintegrasi melalui pendekatan inter, multi, dan transdisiplin dalam upaya menyemaikan karakter mahasiswa agar menjadi lulusan yang berkualitas, dapat menjadi pemimpin yang nantinya bisa berkontribusi dalam pembangunan nasional dan memiliki pola pikir problem solver, bukan complainer. 23.

Keperluan atas Jalan Baru Pendidikan Tinggi Wawasan tersebut dikaitkan dengan tantangan jauh ke depan untuk mengembangkan

ambisi pendidikan tinggi dalam menghasilkan pemimpin berkualitas tinggi, berkarakter, menguasai ilmu, keterampilan dan memiliki mental serta etika profesi untuk menjadi pemenang dalam persaingan global. Perlu dipastikan bahwa ambisi tersebut bukan suatu utopia sehingga diperlukan kemasan operasional pendidikan tinggi yang realistis sesuai dengan perkembangan jaman sebagai penanda tonggak awal yang penting dalam sejarah pendidikan tinggi Indonesia memulai percepatan signifikan untuk mencapai cita-cita tersebut. Dengan kerangka pikir tersebut, bingkai jabaran kegiatan dapat menggunakan kata kunci: menata budaya akademik, pengembangan karakter, strategi operasional pendidikan tinggi, tahapan dan prioritas tepat. Masa peralihan dari jalan lama memasuki jalan baru harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dan dibuat Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

rancangan tindakan (action design) yang realistis. Semua stakeholder diajak memahami melalui sosialisasi bahwa perpindahan dari cara lama ke cara baru selalu ada rentang waktu. Dan rentang waktu tersebut harus dikelola dengan rancangan masa transisi yang tepat. Operasionalisasi jalan baru di perguruan tinggi memilih kerangka tindakan yang bersifat open ended problem and solution. Otonomi perguruan tinggi merupakan suatu keniscayaan yang harus dijadikan asas dengan dibimbing oleh kementerian dalam kerangka Facilitating, Empowering dan Enabling (FEE). 24.

Memahami Pengetahuan Global dan Mendalami Kearifan Lokal

Suatu pilihan arah pendidikan melalui jalan baru dapat dipikirkan sebagai arah transisi dari jalan operasional pendidikan tinggi yang umum saat ini. Hal tersebut menjadi jalan baru dengan makin banyak inovasi kontekstual. Bagian III juga menunjukkan akses sumber belajar pada tulisan-tulisan yang relevan yaitu dokumen hasil pemikiran Majelis Pengembangan dan Majelis Penelitian pada tahun 2016. Selain hal tersebut, petunjuk tentang akses sumber belajar kreativitas dan inovasi pembelajaran akan dapat dicari beberapa sumber inspirasinya dari beberapa kisah personal yang disampaikan pada bagian III buku ini. Pembaca disarankan membaca dengan merefleksi kisah-kisah personal pada bagian III yang berisi tentang pendidikan nilai dan karakter di perguruan tinggi dari sejumlah sajian oleh penulis yang berkontribusi. Tulisan individual di bagian III menghindari ungkapan yang memberi kesan menonjolkan diri (glorifying). Tulisan diusahakan bergaya bukan akademik, melainkan mudah dimengerti. Tulisan di bagian III dijelaskan sebagai paparan biografi intelektual perorangan dalam tugas memberikan pembelajaran di media apapun dengan membawa muatan karakter. Dalam biografi intelektual yang disampaikan secara sederhana tersebut disinggung juga aspek kelembagaan atau institusi terkait eksistensi sistem lokal yang telah memfasilitasi penulis. Inti dari tulisan tersebut adalah menyampaikan pembelajaran (lesson learnt) dan praktik baik (best practice). *** 25.

Situasi Normal Informal Siang itu ketika Sigepen pulang kuliah, begitu ia membuka pintu rumahnya, bau

harum masakan Sang Penyala Harapan keluarganya menyambut hangat kedatangannya. Tanpa meletakkan tasnya di kamar, ia bergegas menuju dapur menyapa ibunya dan tentu ingin melihat apa yang sedang beliau masak.

53

54 “Masak apa Bu, kalau boleh tahu, bau harumnya membuatku lapar.” “Sudah pulang, Nak? Ini Ibu masak sayur asem dan tempe goreng.” “Wah, tempe goreng hangat dengan sayur asem dan nasi panas, paduan makanan yang nikmat!” “Tadi sebenarnya Ibu menginginkan tempe bungkus daun, karena rasa aromanya lebih enak daripada tempe bungkus plastik, tapi sekarang tempe bungkus daun sudah jarang ditemui.” “Iya kah Bu? Tapi memang orang sekarang lebih suka menggunakan plastik sebagai bungkus makanan, walaupun sebenarnya plastik itu adalah bahan yang berbahaya dan tidak ramah lingkungan. Saya setuju sebenarnya dengan kebijakan untuk membayar setiap plastik yang digunakan sebagai wadah di hampir sebagian besar swalayan di Indonesia. Dengan begitu masyarakat lebih memilih untuk membawa tas belanja sendiri dari rumah dan lebih sadar lingkungan.” “Ibu juga termasuk kelompok masyarakat yang membawa sendiri kantong belanja dari rumah” Di manapun, Misipha dan Sang Penyala Harapan selalu berpesan pada anak-anaknya untuk menjaga kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. Jika mereka tak menemukan tempat sampah, mereka akan menyimpan terlebih dahulu sampah mereka dalam tas sampai mereka menemukan tempat sampah. Salah satu karakter inilah yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini. Namun, untuk mengubah mental masyarakat butuh waktu yang tidak singkat. 26.

Potensi Bangsa dan Cara Pengelolaan Dalam bagian ini diuraikan hal-hal umum yang berorientasi pada potensi bangsa

dan cita-cita tentang arah pengelolaannya menuju terbentuknya knowledge society yang mampu membangun masyarakat makmur, aman, sejahtera dan adil. Potensi bangsa dipandang dari ketersediaan sumber daya yang ada dan pembentukan knowledge society dipercayai memerlukan lulusan perguruan tinggi menjadi sosok-sosok pemimpin yang dapat diharapkan oleh masyarakat. Secara universal setiap bangsa dapat menelaah potensi yang dimiliki melalui diagram kepemilikan jenis-jenis sumber daya sebagai berikut. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Skema tentang Sumber Daya di Indonesia Berdasar pada pemahaman gambaran karakter sumber daya di atas, dosen wajib mengerti tentang berbagai rumpun ilmu agar dapat memahamkan kepada mahasiswa bahwa pengelolaan sumber daya secara optimal memerlukan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap mental serta etika yang dilandasi karakter terpuji. Pada pemikiran ini, selanjutnya semua bidang ilmu dapat disampaikan dengan materi perkuliahan yang dianggap paling sesuai dalam suatu kerangka pembelajaran terintegrasi yang mencakup tiga hal, yaitu integrasi komponen Tridarma, integrasi penyelesaian interdisiplin dan integrasi penyemaian tiga aspek IKS (Ilmu, Keterampilan dan Sikap) dengan orientasi sikap yang mengarah pada pembentukan karakter Negara telah menetapkan enam rumpun ilmu untuk kategorisasi kelompok ilmu-ilmu yang dikembangkan dan diamalkan dalam rangka pencapaian masyarakat berkualitas berkelanjutan (sustainable quality) yang perwujudan masyarakat tersebut tecermin pada cita-cita bangsa yang ringkasannya diungkapkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Rumpun-rumpun ilmu tersebut adalah ilmu agama, ilmu humaniora, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu formal, dan ilmu terapan.

55

56 Wawasan tentang kebutuhan sinergitas antarkeahlian dari berbagai rumpun ilmu sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan kehidupan yang semakin lama semakin kompleks. Sejalan dengan dinamika perkembangan zaman yang terkait pertumbuhan ekonomi, baik nasional dan global, diperlukan pengembangan dan pengamalan ilmu secara interdisiplin dan sinergis antar bidang ilmu yang relevan untuk mengatasi berbagai permasalahan. Selain permasalahan ekonomi global, perlu disadari bahwa saat ini di dunia terus berlangsung dua gelombang revolusi yang harus menjadi perhatian serius perguruan tinggi, yaitu revolusi pemikiran dan kebudayaan, serta revolusi Industri. Bangsa Indonesia harus berupaya keras mencari jalan demi mengejar ketertinggalan tersebut dengan bangsa lain. 27.

Ekspresi Sederhana Seorang Mahasiswa Salah satu cara yang dilakukan oleh keluarga Sigepen dalam menjalankan

revolusi pemikiran dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara pergi ke kampus menggunakan sepeda. Karena jarak rumah Sigepen dan kampus yang tidak terlalu jauh, kurang lebih lima kilometer, ia lebih memilih menggunakan sepeda. Dalam benaknya ia ingin memberi contoh baik kepada teman-temannya agar mereka sebagai generasi penerus bangsa juga ikut serta dalam mengurangi polusi dan kemacetan, dan agar mereka lebih cinta dengan lingkungan mereka. Walaupun teman-teman Sigepen tidak serta-merta mencontoh langsung apa yang dilakukan oleh Sigepen, namun ia masih tetap melakukan kegiatan tersebut. Ia yakin suatu saat teman-temannya akan tergugah hatinya untuk tidak mengendarai kendaraan bermotor ketika berangkat ke kampus. 28.

Potensi Kekayaan Indonesia yang Belum Dikelola optimal dan memerlukan Pendidikan Tinggi yang tepat bangsa Indonesia

merupakan bangsa yang sangat kaya. Kekayaan bangsa ini amatlah beragam, dari segi kebudayaan dan bahasa daerah, sumber daya manusia yang melimpah, dan sumber daya alam yang tak kalah melimpahnyanya. Kekayaan yang dimiliki oleh bangsa kita ini merupakan nilai tambah yang belum tentu dimiliki oleh bangsa lain. Pada Rakernas Kemristekdikti awal tahun 2016, Wapres menyampaikan pendapatnya yang perlu menjadi perhatian yaitu bahwa kemajuan suatu bangsa berkaitan dengan nilai tambah. Dan nilai tambah itu berorientasi pada kemakmuran. Salah satu nilai tambah bangsa Indonesia adalah sumber daya alam (SDA). Indonesia memiliki sumber daya alam di laut yang belum dikembangkan dengan baik. Selain itu, Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa memiliki energi matahari yang luar biasa yang dapat dimanfaatkan dalam kaitannya dengan biota laut dan bioteknologi untuk meningkatkan nilai tambah Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

bahan baik yang berada di bawah permukaan bumi maupun di permukaan bumi. Dialog antar bidang ilmu untuk pengelolaan nilai tambah secara optimal berdasar knowledge society belum menjadi tradisi di perguruan inggi dalam rangka membekali generasi penerus dengan knowledge, skill dan attitude yang diperlukan oleh bangsa Indonesia. Selain permasalahan sumber daya laut di Indonesia, Wapres juga menggarisbawahi masalah teknologi. Teknologi menciptakan perubahan sosial, bila terjadi perubahan sosial maka teori ilmu sosial akan berubah. Hal ini memerlukan refleksi saling mempengaruhi perkembangan ilmu dari berbagai rumpun ilmu. Negara dan perguruan tinggi harus memperhatikan bahwa ilmu-ilmu penting cukup banyak yang angka peminatnya kecil padahal ilmu itu sangat berguna bila kita sebagai masyarakat dapat dengan bijak memanfaatkannya. Sepintas uraian sejarah perkembangan teknologi secara sangat ringkas disampaikan oleh Wapres yang intinya dapat digambarkan berikut:

Skema Singkat Perkembangan Teknologi Wapres berpendapat bahwa Indonesia saat ini lebih cocok memaksimalkan usaha pada pemakaian IT terlebih dahulu, sebelum ke robotik. Kita masih punya banyak tenaga kerja berusia produktif yang harus diberi pekerjaan. Robotik lebih cocok bagi negara yang mayoritas penduduknya berusia lanjut (aging country). Terkait dengan uraian Wapres tersebut, Menristekdikti telah menegaskan pentingnya menghasilkan SDM terampil dan unggul melalui sinergi Ristek dan Dikti untuk memastikan tercapainya daya saing bangsa yang berkualitas tinggi. Menteri memberikan ungkapan keyakinannya tentang perkembangan ekonomi yang pasti berdampingan dengan perubahan budaya (culture change). Ungkapan menteri tersebut merupakan ungkapan yang tepat tentang siklus peningkatan berkelanjutan antara pelayanan ilmu bagi kehidupan, pengabdian kepada masyarakat yang didukung dengan pelatihan dan pendidikan. Pelatihan dan pendidikan itu harus selalu didukung dengan penelitian tepat konteks untuk menjawab tantangan zaman yang selalu memiliki dinamika kehidupan yang selalu meningkat dan kompleks.

57

58 Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan mengungkapkan pentingnya arti pembelajaran dan mahasiswa di perguruan tinggi, dengan ungkapan bahwa membangun perguruan tinggi merupakan faktor signifikan dalam membangun Negeri. Tiap perguruan tinggi baik negeri maupun swasta memiliki kekuatan masing-masing. Pilihan masing - masing dalam berkontribusi menjawab tantangan bangsa yang kritis tersebut. Indonesia menghadapi perkembangan tantangan baru (new challenges) yang memerlukan identifikasi cerdas dan memerlukan tanggapan baru (new responses). Dirjen selanjutnya menyatakan persetujuannya atas gagasan Rabindranath Tagore bahwa roh pendidikan adalah untuk menjawab keperluan masyarakat. 29.

Memahami Revolusi Industri Tentang revolusi industri, Sekjen Kemristekdikti di Majelis Pendidikan telah

memaparkan pokok-pokok pikiran terpilih untuk memandu langkah inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi terkait. Pokok-pokok pikiran tersebut akan menjadi catatan penting dalam buku ini. Namun, catatan umum berikut dapat digunakan untuk pengetahuan awal (prior-knowledge) yang baik sebelum mendalami inovasi solusi dengan langkah garis besar yang dipaparkan oleh Sekjen. Tahun 1784 terkenal sebagai tonggak sejarah dimulainya sistem baru dengan kehadiran sebuah mesin yang disebut mechanical weaving loom. Pada saat itu cara kerja menenun yang semula dengan tangan (manual), diganti dengan mesin. Tahun 1784 merupakan akhir abad 18 yang digunakan sebagai tanda dimulainya revolusi industri pertama, suatu babak baru yang menjadi bagian awal dihasilkannya produkproduk baru dengan bantuan mesin-mesin yang makin canggih. Pekerjaan manual berkurang dan sebagian manusia beralih profesi kerja memasuki lapangan kerja jenis baru. Revolusi industri berlanjut ke tonggak berikutnya yang disebut sebagai awal revolusi industri tahap kedua. Awal revolusi industri tahap kedua ditandai dengan adanya assembly line, sistem ban berjalan yang dioperasikan oleh Henry Ford pada tahun 1870. Masa setelah tahun 1870 tersebut dimulailah produksi massal dengan pemanfaatan energi listrik. Selanjutnya, pada tahun 1969 tercipta programmable logic dan ini menandai revolusi industri ketiga. Dengan aplikasi elektronik dan teknologi informasi, melalui program tersebut, proses produksi menjadi semakin canggih dan otomatis. Saat ini telah berlangsung revolusi industri keempat yang dikenal dengan ciri CPPS yaitu CyberPhysical Production System. Secara garis besar sistem baru ini merupakan sinergi antara dunia nyata dan dunia maya (merging of real and virtual world). Revolusi Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

industri ke-4 ini memerlukan tanggapan tepat. Pendidikan tinggi harus memahami hal ini dan memetakan kebutuhan bangsa untuk landasan membuat road-map pendidikan berkaitan pembagian tugas kerja produktif di Indonesia. Akan selalu ada masyarakat yang bekerja manual, bekerja dengan hasil revolusi industri yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Permasalahan yang muncul dari fenomena sosial tersebut adalah siapa yang mengerjakan apa serta seperti apa kualitas tenaga kerja di masing-masing sektor. Alec Ross (2016) menulis buku tentang industri di masa depan. Tulisan Alec Ross pantas untuk menjadi bahan utama refleksi pemikiran pada berbagai kelompok diskusi (focus group discussion) di perguruan tinggi dengan orientasi melihat kemungkinankemungkinan partisipasi sumber daya manusia yang mengambil keahlian di bidang komputer. Hal tersebut harus disampaikan kepada para mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa. Komputer adalah komponen sangat penting pada sistem digital dan telah dipahami fungsinya sebagai perangkat paling utama untuk menggerakkan ekonomi dunia saat ini dan di masa depan, termasuk Indonesia. Telah nyata dirasakan bahwa peran komputer sudah merasuk ke seluruh lapisan masyarakat. 30.

Dampak Positif dan Negatif Revolusi Industri yang Mungkin Terjadi Proses globalisasi yang lancar karena ketersediaan komputer mulai beberapa dekade

yang lalu dalam rentang waktu 30 tahun yaitu dari tahun 1982-2012 telah mengentaskan ratusan juta penduduk di India dan China dari kemiskinan menjadi penduduk yang lebih sejahtera. Dalam rentang waktu itu pengentasan kemiskinan di seluruh dunia mencapai angka lebih dari satu milyar orang. Ekonomi China saat ini mencapai tingkat 25 kali lebih besar dari 30 tahun lalu dan menjadi nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Revolusi industri ke-4 saat ini dapat membawa kebaikan tetapi dapat juga membawa keburukan. Alec Ross meyakini bahwa inovasi ke depan akan menghadirkan banyak hal yang menjanjikan, namun juga dapat muncul hal-hal yang membahayakan kesejahteraan ratusan juta orang secara serius. Gelombang pasang sistem globalisasi yang dipimpin oleh aplikasi perangkat digital dan proses inovasi yang terjadi dengan cepat merupakan tantangan bagi penduduk dunia golongan menengah. Tantangan itu selain membuka harapan baru juga sekaligus merupakan ancaman yang akan mendorong banyak golongan menengah ke jurang kemiskinan bentuk baru. Di dunia akan ada pemenang dan akan ada pecundang (there will be both, winners and losers). Pendidikan tinggi di Indonesia harus menghayati hal ini dan menyiapkan respons tepat dalam hal kulitas lulusan. Parameter pokok lulusan tidak boleh terbatas pada kebiasaan yang lalu, namun harus ada inovasi pendidikan karakter sebagai nilai tambah atas ranah attitude dengan

59

60 format sampai dengan tahun 2016 ini. Ada dua kata kunci yang memerlukan perhatian serius yaitu globalisasi dan inovasi. Dua kata kunci tersebut akan sangat berpengaruh terhadap negara negara, terhadap masyarakat, perusahaan-perusahaan dan orang per orang. Berkaitan dengan sistem digital, telah nyata bahwa sistem robot sebagai produk disiplin ilmu mekatronik terus berkembang dan makin mengisi penyelesaian tugas-tugas di industri yang semula ditangani oleh manusia. Ekonomi global akan mengalami revolusi yang lajunya dipercepat oleh fungsi-fungsi kecerdasan tiruan, kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan fungsi mesin yang dapat belajar mirip manusia (learning machine) yang makin ketat menyaingi fungsi-fungsi tenaga kerja manusia. Sistem robot tersebut pada saatnya juga dapat mengganti sebagian besar fungsi-fungsi petani di daerah pertanian. 31.

Potensi Keuntungan Ekonomi dari Hasil Revolusi Industri Keuntungan ekonomi dari sistem baru di masa depan, baik itu terkait robotik maupun

bio-teknologi, keduanya tidak lepas dari bantuan komputer digital. Cara pengelolaan ekonomi baru itu akan menghasilkan keuntungan besar tetapi tidak dapat terdistribusi dengan baik ke seluruh wilayah di dunia. Akan terjadi jurang pemisah di antara mereka yang ada pada posisi pencipta dan pengguna cerdas sistem baru dengan mereka yang berada pada posisi ketinggalan jauh di belakang kemajuan teknologi. Bagi kondisi Indonesia dengan wilayah yang luas dan merupakan negara kepulauan maka logika kemungkinan ketimpangan antar negara di dunia dapat terjadi kemiripan ketimpangan di Indonesia bila perguruan tinggi tidak mampu menyemaikan pemimpin-pemimpin berkualitas untuk kepentingan masa depan. Untuk menjawab tantangan masa depan tersebut, setiap orang, masyarakat, negara, perusahaan-perusahaan di setiap negara, memerlukan cara-cara baru untuk beradaptasi dengan dunia baru, suatu dunia dengan sistem baru. Jika di masa lalu persaingan global antarbangsa mengandalkan kepintaran, mengandalkan kecerdasan mengelola bahan baku berupa hasil tambang dan hasil pertanian, di masa depan bahan baku utama untuk memenangkan persaingan global adalah data yang diolah menjadi informasi oleh manusia terdidik. Manusia terdidik tersebut sebagian besar merupakan lulusan perguruan tinggi. Zaman baru dapat disebut zaman informasi, yaitu suatu zaman tempat penguasa informasi akan mendapat keuntungan besar dengan kemampuan analisis tinggi untuk membuat keputusan-keputusan bisnis maupun politik kenegaraan atau untuk membuat keputusan cara hidup individual yang bermanfaat bagi lingkungan dan sesama.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Kecerdasan mengolah data tersebut memang harus berbasis pada kemampuan digital. Internet telah menjadi lautan dari campur aduk dan kacau-balaunya data dan informasi di masa lalu. Tetapi, saat ini telah dikembangkan cara-cara untuk menganalisis data dengan suatu model yang berorientasi pada pembuatan keputusan-keputusan kenegaraan dan bisnis yang cerdas dan optimal berdasar data yang dahulu dianggap kacau dan tidak memberi manfaat. 32.

Lokasi Berpotensi Sebagai Sumber Inovasi Alec Ross (2016) mengungkapkan keyakinannya bahwa telah terlihat tanda-tanda

bahwa di masa depan sumber inovasi utama adalah dari sekitar tiga milyar penduduk di sejumlah negara. Negara-negara sumber inovasi utama adalah India, Indonesia, Brazil dan China. Hal ini tentu saja dengan catatan apabila pengelolaan SDM inovator di empat negara itu dilakukan dengan baik dan benar. Betulkah itu? Kemudian masyarakat di negara-negara itu dapat melakukan persiapan apa dan bagaimana? 33.

Peran Perguruan Tinggi di Suatu Negara Bagaimanakah peran perguruan tinggi di suatu negara? Uraian di atas dan

pertanyaan ini harus menjadi motivasi dan keyakinan bahwa sukses mengurus negeri bersumber dari sukses mengurus pendidikan secara lengkap sampai perguruan tinggi. Perguruan tinggi memiliki peranan untuk menyiapkan para pemimpin (pool of leaders) yang mengerti tantangan zaman dan mampu menjawab tantangan zaman, mendapatkan kebaikan untuk kesejahteraan masyarakat, keamanan dan keadilan. Untuk orientasi jalan baru pendidikan tinggi dapat didalami tiga poin berikut: •

Menetapkan langkah-langkah pengambilan posisi adaptasi terbaik sesuai situasi dan kondisi masingmasing negara dan menyiapkan tenaga terdidik secara tepat waktu, tepat jenis, kualitas, serta jumlahnya.



Merealisasikan kesempatan yang diperoleh (opportunity gain) atas laju dinamika perubahan global.



Menyemaikan tumbuhnya karakter terpuji berdasar kearifan lokal terpilih yang secara nasional cita-cita tersebut tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Posisi perguruan tinggi perlu ditetapkan dan wajib diusahakan dengan

mempertimbangkan perubahan dunia dan kondisi baru yang sedang dilanda derasnya arus revolusi industri keempat. Pada era globalisasi ini, ilmu pengetahuan, sistem informasi dan teknologi yang ada telah berkembang secara pesat. Oleh karena itu, perguruan tinggi perlu menetapkan jalan baru sesuai situasi dan kondisi Indonesia.

61

62 34.

Ancaman Sekaligus Peluang Saat ini kita berada pada bagian awal revolusi pemanfaatan teknologi yang secara

mendasar mengubah cara hidup, cara bekerja, cara berteman, cara membangun kerja sama dan cara bersaing. Perubahan mendasar yang terjadi menyangkut semua dimensi dan cakupan dengan kompleksitas baru yang lebih rumit dari masa revolusi industri ke-1, ke-2, dan ke-3. Transformasi tentu terjadi di bidang politik kenegaraan, sektor publik dan sektor privat, juga perkembangan sosial-ekonomi dan bidang pendidikan harus menciptakan bentuk-bentuk baru yang paling cocok, menciptakan inovasi dalam rangka adaptasi pada kondisi terintegrasi antara dunia nyata dan dunia maya (virtual). Zaman baru saat ini adalah ancaman sekaligus peluang untuk pengambilan kesempatan tambahan (opportunity gain), dengan keuntungan yang dapat dipilih orientasinya, untuk individual dan untuk sosial. Pendidikan tinggi wajib menyiapkan lulusan yang memiliki kearifan lengkap di dua sisi yaitu kearifan individual dan kearifan sosial. Bagaimanakah kita menjawab tantangan masa depan Indonesia? Terdapat triliunan kemungkinan kesempatan kreativitas untuk memberi jawaban terhadap adaptasi pada zaman revolusi industri generasi keempat yang telah muncul bagian-bagian awalnya. Kekayaan di masa datang didominasi oleh kekayaan informasi yang tersimpan di dunia maya. Sumber daya di ruang maya tersebut dapat dikuasai oleh pihak-pihak tertentu, dapat dicuri, dapat dibajak,bahkan dapat diperebutkan. Perlindungan kepemilikan sumber daya di dunia maya harus dilakukan. Perang gaya baru akan banyak terjadi dengan bentuk-bentuk peperangan yang signifikan di dunia maya. Dan yang menjadi pemenang dalam peperangan di dunia maya tersebut akan menjadi landasan kemenangan dalam peperangan ekonomi dan perebutan kesejahteraan. Orang-orang golongan menengah yang sangat ketinggalan dari sistem dunia baru akan tidak punya akses memadai terhadap sumber daya kehidupan dan akan terlempar kembali ke jurang kemiskinan. Indonesia harus menyiapkan pemimpin-pemimpin yang berkemampuan menghadapi tantangan zaman tersebut dan sebagai konsekuensinya pendidikan tinggi harus mengambil peran untuk memecahkan permasalahan tersebut. 35.

Peran Kecerdasan Kolektif Pada akhir abad sebelumnya sebenarnya telah ada pandangan tentang keadaan

abad 21 yang menghadirkan tantangan baru berupa solusi analisis data dan informasi menggunakan kecerdasan kolektif. Saat ini proses implementasi optimalisasi kecerdasan kolektif mulai dibantu dengan berbagai jenis robot tipe baru yang diciptakan manusia. Kecerdasan kolektif yang diciptakan oleh bangsa-bangsa di dunia harus kontekstual memperhatikan situasi dan kondisi setempat. Kondisi setempat tersebut meliputi Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

kondisi tingkat pendidikan, kondisi demografis dan kekayaan alam. Kondisi-kondisi tersebut tentu menjadi pertimbangan untuk menetapkan peta jalan (road map) adaptasi teknologi yang lahir dari revolusi industri ke-4. Setiap bangsa harus kreatif memilih jalan optimalnya masing-masing sesuai situasi dan kondisi bangsa dan tanah airnya. Selain adaptasi teknologi, harus dilakukan juga adaptasi pada gelombang revolusi pemikiran dan pergeseran budaya. Hal yang disampaikan oleh menteri, yaitu culture change, merupakan sebuah keniscayaan. 36.

Pemahaman Atas Kreativitas dan Inovasi Bangsa Indonesia harus kreatif dan inovatif dalam beradaptasi pada zaman baru

sebagai produk revolusi industri ke-4. Pada kenyataannya, produk revolusi industri ke-1 dan juga ke-2, masih banyak dalam kehidupan sehari-hari dan banyak di antara mereka yang hidup dengan bahagia dan dapat digolongkan sebagai manusia sejahtera dengan teknologi dari gelombang revolusi industri baik yang pertama maupun yang kedua. Penanganan kondisi diversifikasi di lapangan di berbagai penjuru dan pelosok Indonesia, keragaman pendidikan, dan berbagai macam variasi kemampuan adaptasi oleh rakyat memerlukan kreativitas cara-cara penanganannya. Kreativitas itu harus membuahkan berbagai inovasi yang dapat diterapkan untuk operasionalisasi pendidikan tinggi yang berorientasi pada kemajuan bangsa. Bagaimanakah kita belajar dari proses inovasi yang telah membentuk situasi dan kondisi dunia saat ini? Membicarakan inovasi tidak lepas dari kreativitas. Kreativitas ini harus dilatih di perguruan tinggi. Kemristekdikti sudah punya program PKM (Pengembangan Kreativitas Mahasiswa) yang diciptakan 15 tahun yang lalu. Kreativitas dan inovasi telah menghasilkan temuan-temuan yang sangat mempengaruhi tatanan hidup manusia. Temuantemuan besar yang menjadi tonggak sejarah dimulainya revolusi industri telah kita tinjau sepintas. Kemakmuran suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas temuantemuan yang bersumber dari inovasi sebagai kunci paling cocok untuk membuka pintu masuk ke ruang kemakmuran. Inovasi adalah penguat daya saing dan merupakan perangkat penciptaan cara-cara baru dalam menghasilkan produk barang maupun jasa dengan sistem baru dan cara kerja baru. Inovasi itu dapat besar sebagai tonggak sejarah revolusi industri, dapat menengah, maupun kecil. Inovasi dapat dilakukan di bidang industri berkaitan dengan mesin dan material, dapat dilakukan di bidang perdagangan, bidang tugas pemerintahan atau dalam kehidupan sehari-hari. Inovasi dalam kehidupan sehari-hari antara lain makanan,

63

64 minuman, transportasi dan cara pembelajaran di perguruan tinggi untuk penyemaian talenta karakter terpuji dan banyak hal lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa inovasi yang sukses memajukan kesejahteraan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah inovasi-inovasi kecil. Inovasi-inovasi kecil di hampir semua lini pekerjaan akan menghasilkan perubahan yang sangat besar. 37.

Peran Sangat Besar Pengembangan Inovasi Kecil Massal Oleh karena itu, inovasi yang diperlukan untuk tindak lanjut tonggak sejarah revolusi

industri adalah inovasi-inovasi kecil yang bersifat massal di semua lini kerja yang dapat dirancang dan dipimpin oleh lulusan perguruan tinggi. Banyak orang mampu menemukan ide-ide kreatif inovatif kecil dan sangat bermanfaat. Lulusan perguruan tinggi bidang apapun juga dapat dilatih berpikir kreatif agar mampu menemukan inovasi-inovasi. Perlu diingatkan bahwa inovasi itu belum memberi manfaat apabila berhenti pada tahap rencana. Inovasi akan bermanfaat bila mencapai tahap implementasi sukses. Sangat banyak inovasi-inovasi kecil yang dapat dilakukan massal dalam kehidupan sehari-hari dengan potensi manfaat dan bila dinilai dengan uang bernilai triliunan. Tantangan paling sulit adalah memastikan bahwa gagasan dan rancangan inovasi itu dapat terlaksana massal menjadi implementasi sukses. Hal tersebut juga berlaku bagi inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi. Yang sangat perlu disegerakan adalah membuat gerakan implementasi inovasi kecil, massal, dan sukses. Saat ini perguruan tinggi ditantang oleh zaman, menghadapi tantangan zaman untuk melaksanakan Tridarma untuk menjadi pelopor adaptasi atas datangnya zaman baru. Setidaknya tiap perguruan tinggi dapat melakukan dua hal strategis. Pertama, membuat penyelenggaraan pendidikan yang menyediakan peluang besar untuk belajar kreativitas dan inovasi. Kedua, penciptaan lingkungan kerja dan lingkungan belajar yang kondusif terhadap pertumbuhan kreativitas dan inovasi. Banyak cara dapat dikembangkan melalui percepatan pembelajaran inovasi yang realistis berbasis budaya dengan kepastian pendekatan secara kontinu, secara kontekstual kondisi perguruan tinggi setempat. Pendekatan pelatihan inovasi-inovasi kecil dapat membuka jalan operasionalisasi inovasi menengah dan besar. Penyebaran kapasitas inovasi melalui penyebarluasan praktik baik (best practices) dan pembelajaran (lesson learnt) yang sudah ada walaupun masih sedikit, perlu segera dikerjakan. Pemimpin di semua perguruan tinggi dapat memilih cara-cara pembelajaran inovasi agar segera menjadi konkret dengan implementasi sukses. Pada saat ini perlu memahami pentingnya adaptasi atas datangnya zaman baru. Dengan uraian di atas, dapat makin Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

determinatif bahwa manajemen pendidikan jalan baru di perguruan tinggi dapat menjadi bagian esensial untuk tugas-tugas penyelesaian masalah baik di masa sekarang maupun di masa depan. 38.

Cara Tepat Pelatihan Karakter Kreatif dan Inovatif Kreativitas dan inovasi merupakan hal yang sulit dan tidak cocok jika dipelajari dari

buku maupun dari kuliah sistem ceramah. Kreativitas dan inovasi cocok dipelajari melalui format-format pembelajaran dengan pelibatan solusi suatu persoalan dalam sebuah team work. Selain dengan format pembelajaran tersebut, juga dapat dipelajari dengan pembelajaran yang menumbuhkan pembelajaran inovasi dengan tambahan muatan karakter yang sistemis pada metode pembelajaran terintegrasi. Untuk dapat menjadi inovator tentu harus berlatih sampai menguasai seni inovasi. Penguasaan seni inovasi memerlukan pengertian, latihan dengan sungguh-sungguh secara terus menerus sampai menjadi inovator. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ungkapan dari Ki Hajar Dewantara, “Ilmu iku kelakone kanthi laku. Laku iku pinangka guru sejati”, yang bermakna “sangatlah penting menjalani praktik untuk mendapatkan pengalaman terus menerus, pengalaman sebagai guru utama‟. UNESCO memberi istilah “learning to know, to do and to be”. Mendidik inovator termasuk bagian pendidikan karakter. Ciri-ciri karakter inovator antara lain (1) merasa tidak bekerja untuk keperluan finansial karena telah sangat yakin bahwa finansial yang diperoleh telah dapat disyukuri untuk mendukung terlaksananya tugastugas harian; (2) merasa berbahagia melakukan tugastugas sehari-harinya; (3) setia pada tujuan hidup yang telah dipilihnya, misalnya menjadi inovator dimana pun berada selalu disertai harapan dapat memberi manfaat kepada institusi tempat kerja dan meluas untuk sesama dalam lingkungannya, lebih luas lagi untuk masyarakat, bangsa dan negara. Bukankah itu sangat sederhana? Sayang bahwa yang sederhana tersebut merupakan sesuatu yang belum diusahakan maksimal di sistem pendidikan tinggi di Indonesia. 39.

Memahami Pengertian Kualitas Berkelanjutan Dalam penyelenggaraan pendidikan saat ini harus makin menghayati kualitas yang

diberi istilah kualitas berkelanjutan (sustainable quality). Pada saat sekarang ini, semua perguruan tinggi berkualitas baik menggunakan sistem evaluasi yang didasarkan pada outcomes, bukan input. Evaluasi berdasar outcomes adalah mengembangkan parameter penilaian terhadap ketercapaian kemampuan lulusan yang dirancang untuk memenuhi

65

66 kebutuhan masyarakat dengan dilandasi karakter terpuji. Kebutuhan masyarakat sangat beragam dan suatu program studi dapat memilih fokus solusi untuk kepentingan masyarakat. Fokus tersebut ditetapkan dengan dasar kebutuhan masyarakat, sinyal pasar dan visi pengembangan ilmu pengetahuan. 40.

Strategi Pendidikan Tinggi Menghadapi Gambaran Masa Depan Setelah memahami pengetahuan awal (prior-knowledge) tentang rangkaian revolusi

industri dan wawasan tentang kreativitas dan inovasi dapat dipilih arah generik inovasi pendidikan tinggi berdasar pokok-pokok pikiran yang dipaparkan oleh Sekjen. Suatu kerangka pikir yang cocok untuk menjadi orientasi inovasi pendidikan yaitu keyakinan bahwa inovasi akan makin produktif, makin banyak jumlahnya bila dilakukan melalui kerja sama. Semboyan yang sekarang diikuti secara universal karena telah terbukti kebenarannya adalah tidak seorang pun yang dapat menyelesaikan urusan yang sangat banyak sendirian. Tindakan ke depan meningkatkan kemitraan dan kolaborasi harus dilakukan. Pada saat ini tentu harus mengikuti perkembangan pemanfaatan modelmodel digital dan menggunakan peran teknologi informasi secara optimal. Empat pilar perubahan yang dirujuk banyak institusi secara umum harus dipahami dan ditambah dengan satu pilar spesifik untuk kepentingan bangsa sebagai pilar kelima (ke-5). Lima pilar perubahan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Menghindari keterjebakan pada ekonomi menengah (middle income economy) dan selalu mengusahakan inovasi baru dalam hal produktivitas untuk selalu meningkatkan nilai ekonomi sumber daya. 2. Meningkatkan indeks daya saing (competitiveness index) dengan memperkuat dan mempercepat peningkatan kemampuan inovasi. 3. Memenuhi harapan masyarakat atas peran perguruan tinggi menjadi agen perubahan menghasilkan karya-karya yang mempercepat pertumbuhan ekonomi dari produk lulusan dan produk ilmu pengetahuan dan teknologi. 4. Meningkatkan daya saing perguruan tinggi secara spesifik berkaitan dengan publikasi internasional sebagai evidence tentang kontribusinya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 5. Membentuk lulusan perguruan tinggi yang berjiwa kepemimpinan dan berkarakter terpuji. Dalam konteks ini, diperlukan inovasi spesifik dan unik terkait pembentukan karakter lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Proses pembelajaran di perguruan tinggi wajib diberi jiwa, muatan karakter, roh, sikap mental dan etika profesi. Praktik Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

pemberian muatan karakter disesuaikan dengan konteks masing-masing program studi. Detail proses pembelajaran dapat unik dan spesifik program studi namun memiliki orientasi sama, yaitu kebutuhan bangsa dan pembelajaran kontekstual berciri kreativitas dan inovasi berorientasi pada kontribusi maksimal dalam mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan. Gambaran wujud masyarakat yang dicita-citakan tersebut dideskripsikan dengan kualitas berkelanjutan sesuai kriteria yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Aspek pendidikan karakter tersebut berkaitan dengan revolusi pemikiran dan perubahan budaya yang secara natural merupakan suatu keniscayaan. Perubahan budaya harus dikawal oleh para lulusan perguruan tinggi. Oleh karena itu, lulusan perguruan tinggi perlu mempunyai wawasan umum tentang revolusi pemikiran yang berlangsung saat ini. Secara otomatis kesuksesan implementasi perubahan dengan rujukan lima pilar tersebut dipastikan akan dapat menciptakan daya saing bangsa yang sangat tinggi dan menghasilkan kemakmuran, keamanan, kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Selain pemahaman pada gelombang revolusi industri dan nilai-nilai ekonomi, mahasiswa perlu memiliki pemahaman tentang revolusi pemikiran dan kebudayaan secara global. Sejumlah kalimat kunci yang menjadi pilihan untuk materi yang perlu disampaikan kepada para mahasiswa telah didiskusikan di Majelis Pendidikan dengan catatan berikut ini. 41.

Pilihan Konsep Pendidikan di Indonesia Sesuai dengan ideologi negara dan budaya bangsa Indonesia, maka implementasi

sistem pendidikan nasional dan sistem pelatihan kerja yang dilakukan di Indonesia di setiap jenjang kualifikasi pada KKNI mencakup proses yang membangun karakter dan kepribadian manusia Indonesia sebagai berikut: • Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa • Memiliki moral, etika dan kepribadian yang baik dalam menyelesaikan tugas • Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air serta mendukung perdamaian dunia • Mampu bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial dan kepedulian yang tinggi terhadap masyarakat dan lingkungannya. Berkaitan dengan pendidikan karakter di atas, hal-hal berikut dapat menjadi pembelajaran reflektif bagi mahasiswa yang dibimbing oleh dosen dengan kompetensi yang relevan. Salah satu topik yang harus dihadirkan dalam pembelajaran perguruan

67

68 tinggi untuk memperkaya wawasan adalah ilmu agama (religion). Namun, ilmu agama tersebut tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan (science). Ilmu agama tidak selalu dikaitkan antar-disiplin ilmu yang serumpun, seperti fikih, tafsir, tasawuf, dsb. Tetapi juga dapat dikaitkan dengan ilmu antar-rumpun, seperti llmu-Ilmu alam, sosial, dan humaniora. Ilmu agama juga tidak dapat dipisahkan dengan keilmuan lain, contohnya biologi, khususnya mengenai DNA, sosiologi, dan antropologi. Seperti ungkapan “The religion that is divorced from science today will leave no offspring tomorrow”, yang bermakna “Agama yang terpisah dari ilmu pengetahuan saat ini tidak akan bertahan di kemudian hari‟. Selain, pembelajaran mengenai ilmu agama yang terintegrasi dengan disiplin ilmu yang lain, pemahaman terhadap konteks global dan nasional juga harus telah dipastikan dalam pendekatan pendidikan tinggi untuk menghasilkan SDM yang menguasai halhal pada Taksonomi Bloom melalui pendidikan terintegrasi. Pendidikan terintegrasi memerlukan sistem baru, payung hukum untuk mobilisasi sumber daya (resources) secara baik. Diperlukan FEE yang dilandasi oleh peraturan yang berlaku untuk menjamin legalitas dan legitimasi inovasi yang dilakukan di perguruan tinggi. Inovasi pada proses mobilitas sumber daya akan bermuara pada pembiayaan. Dalam konteks ini pimpinan garis depan operasional pendidikan perlu memiliki pemahaman pada operasional pendidikan tinggi yang diberi istilah BOPT. Diperlukan cara pengelolaan yang baik serta ada jaminan legalitas dan legitimasi dalam bentuk payung hukum. Komitmen untuk melakukan inovasi pembelajaran yang makin menambah muatan karakter dapat dilakukan perguruan tinggi sesuai konteks setempat. Setiap perguruan tinggi dapat melakukan analisis perencanaan operasional tambahan muatan pendidikan karakter dikaitkan dengan identifikasi permasalahan perguruan tinggi secara umum dan menetapkan hal-hal spesifik setempat. 42.

SDM Terdidik sebagai Andalan Memetik kata kunci pada diagram umum sumber daya maka sumber daya manusia

perlu dijadikan pangkal pertumbuhan keyakinan bahwa solusi kehidupan masa depan di Indonesia wajib menyemaikan insan terdidik yang memiliki kualitas tinggi dalam hal nilainilai (values), karakter, sikap mental, dan etika. Selain itu, perlu penguasaan IPTEKS disertai kualitas kebudayaan dari pemahaman terhadap hasil-hasil revolusi pemikiran sebagai landasan kepemimpinan (leadership) masa depan.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Dengan wawasan tersebut dapat dikelola pembelajaran di perguruan tinggi dengan orientasi analisis untuk mengenali tantangan dan menetapkan pendekatan sukses pembelajaran dengan materi yang mencakup hal-hal berikut. • Daya banding (comparability) dan daya saing (competitiveness), baik lokal, regional, nasional, maupun global. Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa dapat dikenalkan pada keunggulan potensi Indonesia dan perlu mengubahnya menjadi keunggulan operasional. Konteks Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kekayaan laut yang luar biasa dapat dijadikan sebagai awal membuka wawasan tentang pengembangan dan penerapan ilmu di banyak ilmu yang ada, dikenalkan pohon ilmu dan rumpun ilmu. Bidang ilmu yang ditekuni di suatu program studi apapun tentu dapat digunakan untuk modal berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Baik itu dari rumpun ilmu agama, pengetahuan tentang bahasa, sejarah, ekonomi maupun ilmu alam, ilmu formal dan ilmu terapan. • Pada saat ini pemahaman tersebut belum disampaikan dengan baik di program studi sehingga wawasan lulusan perguruan tinggi terkait potensi bangsa tidak luas. • Kebijakan administratif, akademik dan tata kelola perlu memiliki pengaturan dalam koridor otonomi dan kesepakatan metode pembelajaran di program studi bersifat tepat setempat, kontekstual. • Pengembangan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) harus diperkaya dengan pendidikan karakter. • Lingkungan dan atmosfer akademik dibentuk secara sistemis untuk memperlancar penghayatan dan sejumlah pengalaman penerapan ilmu untuk solusi suatu permasalahan nyata yang ada dalam kehidupan. • Minat (enthusiasm), komitmen (commitment) dan kejujuran (honesty) perlu dikembangkan melalui sistem baru yang diciptakan bersama oleh berbagai gugus tugas di tingkat program studi. Kata kunci di atas merupakan contoh parsial tetapi tidak membatasi dan perguruan tinggi dapat mengembangkan lebih jauh berdasar studi pustaka dan pengalaman sendiri, menetapkan kombinasi explicit knowledge dan tacit knowledge. Solusi implementasi sejumlah konsep dalam buku ini merupakan tantangan pendekatan yang tepat, bersifat open ended problem dan open ended solution. 43.

Harapan Jawaban Atas Tantangan Pilihan konsep pendidikan tersebut dapat disandingkan dengan daftar kata kunci

tantangan masa depan dalam hubungannya dengan penyelenggaraan Tridarma. Penyelenggaraan Tridarma ke depan dapat diatur ulang dengan orientasi pencapaian tujuan pada posisi kepeloporan adaptasi terhadap revolusi industri tahap keempat.

69

70 Penyelenggaraan itu dapat diatur makin baik dengan pedoman proses PDCA (Plan, Do, Check, Act) secara utuh dalam rangka memenuhi asas sustainable quality. Sebagai tambahan referensi pilihan cara pengelolaan perguruan tinggi ke posisi lebih baik, dikutip sejumlah tantangan yang memerlukan jawaban tepat. Kutipan ini sebagai tambahan terhadap perintah undang-undang untuk meluluskan mahasiswa menjadi alumni yang berakhlak mulia, yang telah ditambah kata kunci dalam ungkapan pilihan visi, misi dan tujuan institusi. Kutipan dipilih dari butir-butir (items) spesifik yang dikemukakan oleh Farhan Saker, Hugh Davis dan kawan-kawan sebagai berikut: Terdapat tiga kelompok tantangan yang perlu diselesaikan secara terintegrasi dengan istilah populer “three in one”. Tantangan pengelolaan pertama adalah permasalahan manajemen dengan kata kunci good university governance dan dana optimal untuk kemajuan perguruan tinggi. Kelompok tantangan kedua adalah akreditasi, kurikulum, perluasan partisipasi, dan penanganan hambatanhambatan proses belajar mahasiswa. Selain itu, masih dalam kelompok kedua ini adalah peluang kerja setelah lulus (employability), kualitas penelitian, kualitas pembelajaran, urusan kejujuran mencegah plagiarism (menyontek), peran dalam partisipasi kemajuan ekonomi dan rekrutmen dosen secara tepat kualitas pada tugas serta fungsi. Kelompok tantangan ketiga mencakup urusan konstruksi pengetahuan individu dan grup, cara berpikir kritis dan cara berargumentasi yang baik, urusan pemberian nilai ke mahasiswa, adaptasi terhadap perkembangan teknologi, rekrutmen staf generasi baru dalam rangka kaderisasi optimal, pembentukan grup-grup pembelajaran, dan persaingan serta kemitraan di bidang Tridarma di tingkat global. Banyak hal yang perlu ditangani itu berarti banyak peluang untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam memberi jawaban terhadap tantangan baru yang berkembang secara dinamis. Dosen, mahasiswa dan tenaga kependidikan, serta pihak-pihak yang aktif melakukan tugas-tugas kemajuan institusi, negara, bangsa, sebenarnya dapat bersama meyakini tulisan Fuller yang dikutip jelas dalam buku K. Tiyosaki, yaitu suatu ungkapan yang dapat mendasari satu determinasi tiap orang untuk merasa mampu cepat maju, cepat beradaptasi pada kondisi-kondisi baru. Menurut keyakinan Fuller, seseorang dilahirkan genius, “Every one is born a genius, but the process of life degeniuses them”. Proses hiduplah yang membedakan terawat atau tidaknya kegeniusan yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Proses kehidupan, proses belajar sepanjang hayat (lifelong learning) dapat diperbaiki dari waktu ke waktu dan potensi mahasiswa di perguruan tinggi dapat dikembangkan maksimal untuk menjadi lulusan berkarakter baik dan menjadi bagian dari para pemimpin (pool of leaders) bagi kepentingan Indonesia.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Harapannya seluruh generasi penerus bangsa yang diwakili oleh Sigepen, setelah menempuh proses pembelajaran dalam perguruan tinggi dapat belajar banyak keilmuan. Selain mempelajari keilmuan sebagai bekal dalam mengarungi masa depan, para generasi penerus juga dibekali dengan pendidikan karakter yang sesuai dengan jati diri bangsa. Sehingga nantinya dapat memiliki karakter yang mulia demi terciptanya para pemimpin bagi bangsa ini. Sama seperti harapan Misipha kepada putra-putranya. Sejak dini beliau mengajarkan dan menanamkan karakter-karakter positif kepada mereka, agar nantinya apabila mereka

berdua telah dewasa dan menjadi pemimpin, mereka akan menjadi pemimpin yang baik dalam masyarakat yang dapat memajukan lingkungan, dan dapat membawa perubahan yang positif bagi bangsa ini. 44.

Jati Diri Perguruan Tinggi dan Lulusannya Pada bulan Mei 2016, dilakukan bahasan atas beberapa hal berkaitan dengan

identitas perguruan tinggi dan lulusannya. Saat ini perguruan tinggi di Indonesia memiliki status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Perguruan Tinggi Negeri sebagian telah menjadi PTN Badan Hukum, sebagian mengikuti sistem administrasi negara yang disebut Badan Layanan Umum (BLU) dan sebagian berupa

71

72 Satuan Kerja (Satker). Dari sisi kualitas, masyarakat mengaitkan perguruan tinggi dengan status akreditasi. Berdasar Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), terdapat akreditasi program studi dan akreditasi institusi perguruan tinggi dengan kategori A, B dan C. Kepercayaan masyarakat secara umum terbatas pada parameter sederhana yaitu status PTN atau PTS dan akreditasi kategori A, B atau C. Selain itu, sejumlah orang tua calon mahasiswa juga memandang penampilan bangunan fisik universitas, jumlah mahasiswa, dan sosok para alumninya. Masih cukup banyak juga yang melihat bidang studi yang sedang banyak diminati atau tidak. Majelis Pendidikan memandang prospek kontribusi perguruan tinggi ke depan dengan visioner utamanya tujuan pendidikan tinggi sebagai bagian amat strategis untuk membangun negeri. Majelis Pendidikan mulai dengan mengombinasikan pandangan anggota tentang peran ilmu-ilmu dalam enam rumpun. Telah dilakukan telaah kemungkinan terbaik pada pendidikan yang memberi ruang sinergi antarbidang ilmu untuk menghadapi tantangan zaman saat ini dan ke depan. Kombinasi pemikiran dimulai dari komunikasi intensif dalam kelompok A yang terdiri dari rumpun ilmu alam, formal dan terapan, kelompok B terdiri dari kelompok rumpun ilmu agama, humaniora dan sosial. Selanjutnya kombinasi pemikiran dari kelompok A dan kelompok B menghasilkan banyak hal berharga terkait usaha jawaban atas tantangan bangsa ke depan. Kombinasi awal pemikiran berlatar belakang enam rumpun ilmu telah menjadi dasar gagasan solusi masa depan yang secara normatif diungkapkan dalam bagian I. Ungkapan-ungkapan dalam bagian I diberi label ungkapan tentang kesadaran (awareness) dan inspirasi (inspiration). Banyak pelajaran yang didapat dari diskusi antar-rumpun ilmu dalam kaitannya dengan peran pemanfaatan ilmu melalui pendidikan yang berkaitan dengan program akademik dan vokasi, serta program pendidikan profesi. Setelah beberapa kali diskusi, benar-benar dihayati bahwa pada pengalaman pembelajaran telah banyak dosen yang memperkaya wawasan mahasiswa dan mencoba membangun kualitas sikap mental serta etika mahasiswa dengan hal-hal terkait agama, humaniora dan sosial. Hal ini diarahkan pada pendidikan karakter dan memang ditengarai menjadi hal sangat penting sekaligus strategis bagi peran pendidikan tinggi untuk menjadi perangkat signifikan dalam membangun masa depan bangsa. Dalam diskusi tersebut diyakini benar tentang perlunya memperkaya (enrichment) wawasan antar rumpun ilmu untuk mencari format pada aspek dasar (foundational) dan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

profesional (professional) yang ditekuni oleh suatu program studi. Salah satu contoh sederhana yang dipaparkan dalam diskusi adalah tentang pendidikan yang terkait profesi teknik sipil. Ternyata secara global mulai dipahami bahwa pendidikan teknik memerlukan komponen dasar (foundational) yang berasal dari rumpun ilmu humaniora dan sosial, untuk Indonesia diyakini pentingnya ilmu agama juga. Inspirasi yang bersumber pada hasil diskusi tersebut adalah pentingnya insan bidang keteknikan mempelajari juga pelengkap materi perkuliahan yang bersifat teknis. 45.

Sikap, Ilmu, Keterampilan dan Pengetahuan Lulusan Materi perkuliahan yang dipelajari harus dapat mencapai sinergi komprehensif

pengetahuan pada tiga aspek secara lengkap, yaitu dasar (foundational), teknis (technical) dan profesional (professional). Dalam konteks tersebut, disadari benar pemilihan materimateri pembelajaran yang diperlukan, cara penyampaian dan cara penilaian capaian pembelajaran mahasiswa pada materi tersebut berkaitan dengan huruf A (Attitude) dalam kata kunci KSA (Knowledge, Skill, Attitude). Sebagai ilustrasi, untuk pendidikan tinggi teknik di Indonesia di masa depan mencatat adanya upaya untuk menanamkan sikap mental yang dicerminkan melalui harapan tentang capaian pembelajaran (learning outcomes) dalam kaitannya dengan KSA. Capaian pembelajaran dalam pendidikan tinggi teknik yang diharapkan misalnya: • Kemampuan menerapkan pengetahuan matematika, ilmu pengetahuan alam dan/ atau material, teknologi informasi dan keteknikan untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh tentang prinsip-prinsip keteknikan. • Kemampuan mendesain komponen, sistem dan/atau proses untuk memenuhi kebutuhan yang diharapkan dalam batasan-batasan realistis, misalnya hukum, ekonomi, lingkungan, sosial, politik, kesehatan, keselamatan, keberlanjutan, untuk mengenali dan/atau memanfaatkan potensi sumber daya lokal dan nasional dengan wawasan global. • Kemampuan mendesain dan melaksanakan eksperimen laboratorium dan/atau lapangan serta menganalisis dan mengartikan data untuk memperkuat penilaian teknik. • Kemampuan mengidentifikasi, merumuskan, menganalisis dan menyelesaikan permasalahan teknik. • Kemampuan menerapkan metode, keterampilan dan piranti teknik modern yang diperlukan untuk praktik keteknikan. • Kemampuan berkomunikasi yang efektif baik secara lisan maupun tertulis. • Kemampuan merencanakan, menyelesaikan dan mengevaluasi tugas di dalam batasan-batasan yang ada. • Kemampuan bekerja dalam tim lintas disiplin dan lintas budaya.

73

74 • Kemampuan untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dan mematuhi etika profesi dalam menyelesaikan permasalahan teknik. • Kemampuan memahami kebutuhan akan pembelajaran sepanjang hayat (long life learning), termasuk akses terhadap pengetahuan terkait isu-isu kekinian yang relevan. Dengan menelaah ilustrasi tersebut, kemudian ditetapkan orientasi pada maksimalisasi solusi jawaban atas berbagai kelemahan pendidikan tinggi di Indonesia yang telah dibahas dalam Rakernas awal tahun 2016. 46.

Cara Pengembangan Sejumlah Aspek Penting Bagaimanakah

memasukkan

aspek

dasar

(foundational)

dan

profesional

(professional)? Bagaimanakah memasukkan keberpihakan pada kepentingan bangsa? Dalam konteks ini timbul harapan bahwa dosen mata kuliah apapun akan mampu melakukan refleksi dan menemukan cara-cara menyemaikan karakter mahasiswa untuk memihak kepentingan bangsa berdasar peta pikiran dalam pembukaan UUD 1945. Program studi apapun perlu diberi pencerahan dan diyakinkan bahwa hal penting dalam menyiapkan lulusan adalah untuk memastikan kualitas lulusan dapat memberi sumbangan yang signifikan pada kebaikan bangsa. Bagi lulusan perguruan tinggi di Indonesia diberi orientasi keberpihakan pada kepentingan masyarakat Indonesia, bangsa dan negara Indonesia dengan jalan hidup aktualisasi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apabila Indonesia menghendaki kemakmuran, maka lulusan perguruan tinggi wajib dapat menangani peningkatan kompleksitas dan tantangan pemanfaatan sumber daya alam. Lulusan perguruan tinggi disiapkan untuk mengambil peran signifikan dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan sosial, ramah terhadap lingkungan, dan mampu sukses dalam persaingan dan kemitraan (partnership) global. Dengan orientasi tersebut, harus dipastikan terbentuknya sistem peningkatan mutu pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan guna menjawab tepat kebutuhan masyarakat dan bangsa. Dalam hal ini pendidikan tinggi teknik wajib menjamin kualitas lulusan yang memenuhi permintaan para pemangku kepentingan dalam praktik kehidupan sehari-hari, kehidupan berbangsa dan bernegara serta pengembangan usaha sekaligus karakter bangsa dalam mengaktualisasikan budaya yang luhur dan setia pada kepentingan bangsa. Sungguh banyak variasi pemikiran tersebar yang harus dikombinasikan dan dipadukan untuk meyakini sebuah jawaban optimal dari perguruan tinggi terhadap kepentingan bangsa.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

47.

Karakter yang Diharapkan Dalam usaha penyemaian talenta karakter terpuji mahasiswa sebagai bangsa

Indonesia dipilih arah bahwa karakter terpuji masa lalu telah diaktualisasikan oleh nenek moyang melalui jalan hidup baik yang memberi pencerahan kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia. Karakter terpuji yang dimiliki oleh bangsa Indonesia telah menghasilkan ekspresi budaya, yaitu Pancasila. Akan tetapi, saat ini keindahan Pancasila tersebut tercemar dengan budaya lain pada sisi-sisi yang tidak terpuji. Oleh karena itu, mahasiswa perlu dipaparkan pengertian tentang karakter dan karakter terpuji yang muaranya adalah pengertian mendalam bahwa karakter yang menghasilkan jalan hidup ilmuwan, pemimpin, pebisnis, pendidik, rohaniwan, politikus, penegak hukum, dokter, dan semua profesi bagi Indonesia yang paling tepat adalah yang mencerminkan budaya Pancasila. Dalam proses memperkaya pengetahuan tentang karakter, memperkaya wawasan dari literasi (literature) dunia dan menghargai pengalaman bangsa lain sangat baik bagi mahasiswa. Namun, muaranya harus keyakinan terhadap Pancasila sebagai jalan hidup paling cocok dan paling indah sebagai kontributor kemajuan bangsa Indonesia. Suatu bangsa akan menjadi pemenang (winner) dalam kemitraan dan kolaborasi win-win memerlukan modal identitas bangsa yang kuat, tidak hanya menjadi pengikut. Apabila selalu menjadi pengikut saja, akan menjadi pecundang (looser), bukan pemenang (winner) dan tidak mampu membangun kemitraan solusi persoalan kehidupan menjadi winner-winner, tetapi menjadi looser-winner. Agar dipastikan menjadi pelaku dalam kolaborasi global yang menggunakan prinsip winner-winner, warga bangsa harus mengerti dua aspek sekaligus, dua dalam satu (two in one). Pertama, tahu tentang pesaing yang punya identitas dan keunikan. Kedua, tahu diri sendiri punya identitas dan keunikan, memiliki jati diri sebagai bangsa berbudaya tinggi. Dengan orientasi pikiran tersebut, mahasiswa dituntun untuk menelusuri pengertian karakter dan cerita sukses aktualisasi karakter bangsa lain dan juga harus ditunjukkan tanda tanda karakter terpuji bangsa sendiri. Lalu bagaimanakah pendekatan pembelajaran karakter di perguruan tinggi menggunakan jalan baru inovatif? 48.

Sumber Belajar Universal Pengenalan sumber belajar universal dapat dituntun melalui kata-kata kunci tautan

informasi lewat internet dan mahasiswa mencari sendiri melalui kerja tim (teamwork) yang diarahkan secara efektif dan efisien. Namun, dosen dan mahasiswa didorong untuk mencari kata-kata tautan lain yang akan memperkaya data sumber belajar.

75

76 Pengertian tentang karakter dapat dimulai dengan membaca tulisan karya Lapssley dan Navares (2006). Bacaan awal dapat diperluas dengan tulisan karya Dewey & Tufts (1910). Selanjutnya, dapat dikenalkan rujukan tambahan misalnya tulisan karya Nicgorski & Ellrod (1992); Wynne & Ryan (1997); Hay, Castle, Stimson, & Davies (1995); dan Baumrind (1999). Dengan bacaan-bacaan tersebut, mahasiswa dan dosen dapat menelusuri bersama berbagai sumber belajar yang lebih luas. Setelah diskusi tentang karakter di atas, mahasiswa dan dosen dapat menelusuri katakata kunci yang mencirikan pendapat tentang tujuan pendidikan diantaranya adalah personal realm, interpersonal realm, cultural realm. Selanjutnya dapat dikenalkan enam pilar karakter yang menjadi bacaan umum di literasi internasional yaitu (1) trustworthiness, (2)respect, (3) responsibility, (4) fairness, (5) caring, (6) citizenship. Enam pilar karakter tersebut dapat dijadikan materi bahasan bersama melalui kelompok diskusi (focus group discussion) di suatu mata kuliah atau kelompok mata kuliah. Proses pemahaman lebih lanjut dapat dikembangkan melalui bahasan tentang karakter teridentifikasi yang penjelasannya didapat dari pustaka, curiosity, sociability, resilience, self-awareness, integrity, resourcefulness, creativity, empathy. Pemahaman tentang pengertian karakter dan karakter teridentifikasi tersebut ditindaklanjuti dengan pendalaman dan telaah sistemis melalui pengenalan sumber belajar tentang kearifan lokal, juga perlu dilakukan studi banding antara sumber universal dan lokal serta pengertian dan penghayatan tentang model interpretasi positif dengan asas kemanfaatan. 49.

Pengenalan Sumber Belajar Kearifan Lokal Sumber pustaka belum cukup menyediakan tulisan-tulisan tentang kearifan lokal

yang telah dirumuskan menjadi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Proses FEE (facilitating, empowering, enabling) untuk inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi berdasar asumsi bahwa sumber belajar universal dari berbagai negara maju tersedia secara luas. Tetapi apabila direnungkan lebih dalam dapat dipahami bahwa praktik baik (best practices) di negara maju tidak dapat dicontoh secara transfer metode maupun sistem pembelajaran. Indonesia memiliki sejarah perkembangan budaya yang berbeda. Merujuk best practices dari negara lain, bangsa Indonesia harus cerdas menemukan jalan baru yang paling cocok dengan situasi dan kondisi setempat. Sumber belajar dari pustaka yang disajikan oleh negara maju sangat berlimpah, namun apabila bangsa Indonesia salah melakukan kawalan perkembangan budaya atau perubahan budaya (culture change), maka bangsa Indonesia akan kehilangan identitas yang sangat bernilai dan telah disimpulkan dari lesson learnt selama berabad-abad secara estafet oleh generasi nenek moyang Indonesia sampai terbentuk negara Indonesia yang Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

merdeka dan berdaulat. Salah satu contoh dari buah pikiran baik bangsa Indonesia yang belum dibukukan dengan baik, belum dapat diakses dengan mudah adalah pemaknaan huruf Jawa oleh masyarakat. Pemaknaan huruf Jawa merupakan produk budaya bersumber dari interpretasi positif, bermanfaat dan baik untuk dilestarikan serta dikembangkan menjadi bagian inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi. Ada dua puluh huruf Jawa yaitu ha, na, ca, ra, ka; da, ta, sa, wa, la; pa, da, ja, ya, nya; ma, ga, ba, ta, nga. Poin-poin di bawah ini disajikan dalam versi sangat ringkas sebagai salah satu contoh yang dapat ditindaklanjuti di program studi untuk materi studi banding pemikiran-pemikiran yang dapat dikaitkan dengan topik persemaian talenta karakter terpuji para mahasiswa di Indonesia. Pikiran positif yang memaknai huruf-huruf tersebut dalam tradisi masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Ha, Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari Yang Maha Suci 2. Na, Nur candra, gaib candra, warsitaning candra pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi 3. Ca, Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi – satu arah dan tujuan Yang Maha Tunggal 4. Ra, Rasaningsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani 5. Ka, Karsaningsun memayu hayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam 6. Da, Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya 7. Ta, Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup 8. Sa, Sifat ingsun handulu sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan 9. Wa, Wujud hana tankena kinira – ilmu manusia hanya terbatas, namun implikasinya bisa tanpa batas 10. La, Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi 11. Pa, Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah 12. Dha, Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar 13. Ja, Jumbuhing kawula lan Gusti – Selalu berusaha menyatu, memahami kehendakNya 14. Ya, Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – Yakin atas titah atau kodrat Ilahi 15. Nya, Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan 16. Ma, Madep mantep manembah marang Ilahi – yakin, mantab dalam menyembah Ilahi 17. Ga, Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani 18. Ba, Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alami

77

78 19. Tha, Thukul saka niat – sesuatu harus dimulai – tumbuh dari niatan 20. Nga, Ngracut busananing manungsa – melepaskan egoisme pribadi manusia Dua puluh makna tersebut merupakan parameter terpuji yang tidak ada satu pun yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai spiritualitas serta dapat dijabarkan secara positif sebagai materi studi banding dengan sifat-sifat pilihan pendidikan karakter di berbagai tempat di berbagai penjuru dunia. Nilai-nilai spiritualitas tersebut dapat dikolaborasikan dengan modernitas sehingga dapat menghasilkan formula yang sangat berguna untuk pendidikan manusia Indonesia dengan karakter yang akan membawa perubahan Indonesia semakin baik. 50. Studi Perbandingan Sumber Universal dan Lokal Di Indonesia juga telah dikenal berbagai prinsip kepemimpinan yang baik yang dirumuskan oleh para leluhur bangsa diantaranya adalah Hasta Brata. Hasta Brata digunakan sebagai metafora watak atau karakter ksatria. Selain itu, prinsip Hasta Dasa Prateming Prabu dapat dijabarkan menjadi prinsip indah pada kepemimpinan dalam zaman revolusi industri ke-4 dan revolusi pemikiran saat ini dan ke depan. Sumbersumber kearifan lokal masa lalu yang sangat berharga dan masuk dalam daftar “the lost of intelligence” harus ditemukan kembali dan dikembangkan sebagai materi pencerahan kehidupan global saat ini dan memperkuat akar identitas bangsa Indonesia sebagai ekspresi jalan hidup Pancasila dalam kegiatan sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, mahasiswa perlu dilatih memaknai kearifan lokal dan selalu bersyukur sebagai warga Indonesia yang memiliki identitas budaya pemikiran terpuji. Hasil belajar bersama melakukan perbandingan nilai-nilai budaya Indonesia dengan nilai-nilai budaya bangsa lain akan melahirkan identitas yang makin eksplisit dan rasa percaya diri yang tinggi sebagai warga bangsa Indonesia. Hasta Brata adalah panduan pengejawantahan watak atau karakter pemimpin menurut ajaran leluhur, sebagai salah satu “the lost of intelligence” yang ditemukan kembali dan mulai dibahas oleh sejumlah generasi muda walaupun masih terbatas. Seorang pemimpin tidak dilihat dari hartanya. Namun, tergantung dari rekam jejak dan tingkah laku masa panjang sampai usia matang. Sepintas tentang Hasta Brata adalah sebagai berikut. Kata Hasta berasal dari bahasa Jawa kuno yang memiliki makna “delapan‟ dan Brata yang bermakna “watak‟. Delapan watak atau karakter yang dapat menjadi orientasi budi baik, budi luhur. Delapan watak tersebut diutarakan sebagai sifat sinergi tata jagad Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

mengambil metafora sifat alam yang dilihat sehari-hari, yaitu matahari, rembulan, bintang, bumi, samudra, air, angin dan api. Interpretasi positif nenek moyang bangsa Indonesia memaknai sifat matahari sebagai pembawa terang, sumber pencerahan, sumber energi dan kehangatan. Matahari melambangkan watak pemimpin sebagai penyemangat dan sumber inspirasi. Rembulan membawa terang di waktu malam, membawa keindahan dan cahaya kesejukan, memancarkan sinar lembut yang membawa persahabatan. Sinar rembulan sering dideskripsikan oleh pembawa pertunjukan wayang kulit (puppet show) sebagai belaian bidadari yang memberikan kebahagiaan. Watak pemimpin yang tecermin dari sifat rembulan adalah pemimpin yang mampu menjadi penuntun dan memberikan pencerahan kepada pengikutnya. Bintang berada di tempat yang tinggi, menjadi lambang petunjuk arah, petunjuk musim, pemandu kegiatan petani bercocok tanam, petunjuk iklim. Dalam konteks ini, bintang dilambangkan sebagai pemimpin yang memiliki sifat mulia, disegani, terhormat dan dihormati. Bumi dimaknai sebagai sarana kehidupan walaupun kaya berbagai macam kandungan di dalamnya, namun ikhlas menjadi pijakan tempat kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Seorang pemimpin yang memiliki sifat bumi adalah pemimpin yang mampu menjadi pengayom dan dapat menyejahterakan pengikutnya. Samudra adalah luas dan lapang, menerima sangat banyak hal menyatu dalam diri dan juga menjadi sarana kehidupan. Berkaitan dengan sifat samudra tersebut, seorang pemimpin akan dapat menerima kritikan dengan lapang dada, mampu menampung semua kepentingan para pengikutnya. Air memiliki sifat selalu mencari tempat yang rendah. Seorang pemimpin yang memiliki sifat air adalah pemimpin yang tidak sombong dan bersikap rendah hati kepada siapa pun. Angin dapat berada di mana-mana, ke segala tempat untuk mendukung kehidupan juga membawa ketenteraman, kesegaran dan kesejukan. Seorang pemimpin yang menguasai sifat angin adalah pemimpin yang mampu menciptakan keharmonisan dan kepemimpinan yang sejuk. Api dilambangkan secara positif sebagai keberanian, berani memberantas hal-hal yang salah, yang tidak selaras dengan kehidupan. Banyak, sangat banyak ajaran nenek moyang yang dapat diuraikan melalui latihan berpikir positif. Hasta Brata sebagai satu contoh kecil, mahasiswa dapat ditugasi melacak lebih jauh tentang Hasta Dasa Prateming Prabu, dan memaknainya secara positif. Saat ini zaman telah memasuki era revolusi industri ke-4 yang akan baik apabila menggunakan tata kehidupan berdasar ajaran nenek moyang yang makna ringkasnya dirumuskan menjadi Pancasila. Contoh-contoh ungkapan lain yang dapat menjadi bahan studi perbandingan dengan tanda-tanda budaya bangsa lain, misalnya ungkapan yang berbunyi “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” jelas dapat dimaknai positif untuk landasan prinsip saling mengerti, toleransi dan menyambut baik perbedaan untuk membangun sinergi.

79

80 Ungkapan lain berbunyi “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung” juga dapat dimaknai sebagai pesan yang memberi bekal kesetiaan kepada tanah air, kesiapan melakukan harmonisasi dan toleransi pada peraturan dan adat istiadat setempat dan berbagai intepretasi positif yang lain. Ungkapan kearifan lokal itu harus dicari, di Indonesia dari provinsi Aceh sampai Papua. Selanjutnya, secara bersama dengan kecerdasan kolektif dosen dan mahasiswa dapat dijabarkan menjadi prinsip kehidupan abad 21 yang tidak bertentangan dengan perkembangan budaya global, dan harus dimaknai positif untuk pencerahan budaya global tersebut. 51.

Merumuskan Prinsip Tindakan Operasional Berbagai rangkaian pemikiran telah direnungkan dan memberi gambaran jelas

tentang inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi. Yang diperlukan selanjutnya adalah membuat tindakan untuk merealisasikan cita-cita pendidikan ke depan melalui jalan baru tersebut. Dalam mewujudkan cita-cita jalan baru pendidikan tersebut, pelaku garis depan atau program studi diberi otonomi dan kepercayaan (trust) untuk menjalankannya. Oleh karena prinsip solusi didasari pada trust kepada pelaku garis depan yang diberi otonomi perguruan tinggi, tentu prinsip open ended problem dan open ended solution wajib diterapkan. Prinsip kerja di tingkat Kemristekdikti yang disebut FEE (facilitating, empowering, enabling) telah lama berjalan dan dibuat makin sukses dalam implementasi, menggunakan penyebarluasan best practices yang sudah terjadi, terbatas dan memanfaatkan lesson learnt untuk peningkatan mutu lulusan perguruan tinggi melalui jalan baru yang telah dibahas di atas. Untuk mencari format prinsip solusi, tentu banyak cara yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi. Salah satu cara untuk menemukan format tindakan realistis dapat direnung kembali metode berpikir Rudyard Kipling yang sudah pernah berkali-kali dibaca oleh insan perguruan tinggi. Pertanyaan yang dikemukakan oleh Rudyard Kipling dapat menjadi salah satu cara analisis pemecah masalah yang baik.Pertanyaan yang ditemukan oleh Rudyard Kipling ini berupa enam pertanyaan sebagai cara analisis yang sudah lama menjadi bahan kuliah di hampir semua program studi, disebut (5w+1 h) yang terdiri dari beberapa pertanyaan sebagai berikut: what, who, where, when, why, dan how. Buku ini berusaha memberikan jawaban yang baik, menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut untuk dasar pembuatan peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia yang dicita-citakan pendiri bangsa guna mewujudkan cita-cita termaktub dalam pembukaan UUD 45. Jawaban tersebut diusahakan menjadi rujukan jelas dan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

sederhana bagi penyelenggara pendidikan tinggi untuk menentukan tindakan smart planning dan excellent implementation. Sejumlah diskusi bermanfaat untuk hal tersebut diuraikan di bagian strategi dan pilihan inovasi pembelajaran. 52.

Pandangan Umum Strategi dan Pilihan Inovasi Pembelajaran Orientasi solusi operasional inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi adalah

membangun budaya akademik. Sesungguhnya pendidikan karakter tidak hanya bagian langsung formal lewat proses perkuliahan, tetapi juga ada bagian non-formal dan bagian informal. Inovasi pendidikan karakter yang paling menjanjikan untuk diterapkan di perguruan tinggi harus menangani serentak tiga pendekatan sekaligus yaitu sisi formal, non-formal dan informal. Peluang untuk membuat rancangan inovasi pendidikan karakter dengan prinsip menata budaya akademik dengan jabaran kata-kata tersebut sangat luas. Satu bab yang jumlah halamannya sangat terbatas ini akan langsung mengutarakan sisi praktis penyelenggaraan pendidikan yang kegiatan akhirnya bermuara pada mobilisasi sumber daya dan memiliki konsekuensi finansial atau pembiayaan. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan karakter melalui budaya akademik di perguruan tinggi mencakup semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan perguruan tinggi tersebut, para guru besar, dan semua dosen serta tenaga kependidikan lainnya. Budaya akademik adalah suasana kehidupan perguruan tinggi yang di dalamnya seluruh civitas akademika saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi kegiatan antarmahasiswa di dalam kegiatan kampus, yang terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu perguruan tinggi. Secara langsung atau tidak langsung, kepemimpinan, keteladanan, keramahan, toleransi, kerja keras, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, tanggung jawab dan rasa memiliki merupakan sebagian dari nilai-nilai yang dikembangkan dalam budaya akademik. Keterlibatan semua civitas akademika, terutama para mahasiswa dalam pemanfaatan, pemeliharaan sarana dan prasarana serta lingkungan kampus sangat diperlukan dalam rangka membangun atau membentuk karakter mereka. Kondisi lingkungan kampus yang bersih, indah, dan nyaman dengan melibatkan para mahasiswa secara aktif akan menumbuhkan rasa memiliki, tanggung jawab dan komitmen dalam dirinya untuk memelihara semua itu. Dengan demikian, diharapkan seluruh civitas akademika menjadi peduli terhadap lingkungan kampus, baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Berdasar pandangan tersebut, format baru, sistem baru, metode pembelajaran baru yang bermuara pada pembelanjaan dana secara efektif, efisien, akuntabel dan transparan

81

82 harus diciptakan oleh masing-masing perguruan tinggi. Menurut UU No.12/2012 tentang pendidikan tinggi, pemerintah secara berkala harus menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT). Model SSBOPT tentu berorientasi pada tujuan pendidikan tinggi yang wajib menyediakan lulusan bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Efektivitas dan efisiensi pembiayaan operasional pendidikan tinggi dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyelenggaraan pendidikan tinggi mempunyai komponen utama, yaitu mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan dan lingkungan serta sumber belajar yang cocok dengan bidang studi yang ditekuni. Pemerintah menetapkan standar biaya operasional untuk pemenuhan standar pelayanan minimal. Model SSBOPT yang ditetapkan dijadikan dasar penyelenggaraan program pendidikan tinggi jenjang sarjana (untuk jalur akademik) dan program pendidikan Diploma 3 (untuk jalur vokasi). Mempertimbangkan adanya keragaman teknis operasional berkaitan berbagai faktor diperlukan pilihan atas parameter pokok dalam menampung aspek keragaman tersebut. Tiga parameter yang dipilih, yaitu jenis program studi, tingkat kemahalan wilayah dan pemenuhan standar nasional pendidikan tinggi. Sesungguhnya masih terbuka peluang untuk melakukan “engineering” atau rekayasa operasional pendidikan yang makin efisien dan inovatif untuk tercapainya kualitas lulusan yang dikehendaki. Biaya operasional mencerminkan konsekuensi kebutuhan sumber daya finansial untuk implementasi program-program dan kegiatan operasional pembelajaran. Setiap inovasi metode dan sistem pembelajaran pasti bermuara pada cara pemanfaatan dana yang tersedia. 53.

Pertimbangan Penetapan Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pelaksanaan anggaran di perguruan tinggi untuk mencapai operasional pendidikan

yang sukses selalu mempertimbangkan berbagai hal. Pelaksanaan tersebut harus menggunakan biaya dan bantuan biaya dari pemerintah, wajib mengikuti peraturan perundangan yang berlaku dengan jabaran legalitas dan legitimasi berbentuk pengaturan dan kesepakatan di tingkat perguruan tinggi. Peraturan perundangan terkait dan pertimbangan pengaturan serta penggunaan dana secara umum mengacu hal berikut: 1. Ketentuan Pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, pemerintah mengalokasikan dana pendidikan tinggi yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk biaya operasional Perguruan Tinggi Negeri; 2. Bahwa biaya operasional perguruan tinggi negeri dialokasikan untuk menjaga kelangsungan proses belajar mengajar di perguruan tinggi negeri sesuai dengan pelayanan minimal dan untuk menutupi kekurangan biaya operasional di perguruan tinggi sebagai akibat adanya pembatasan pada sumbangan pendidikan di perguruan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

tinggi negeri; 3. Bahwa ketentuan mengenai biaya operasional perguruan tinggi negeri harus selalu disesuaikan dengan dinamika perubahan lingkungan strategis dan temuan metode baru dalam pembelajaran. Adapun peraturan perundangan lain yang mendasari pengaturan bantuan operasional perguruan tinggi negeri diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 4. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 14); 5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; 6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 889). 54.

Poin - Poin Alokasi Penggunaan Anggaran dan Kemungkinan Inovasi Program dan Kegiatan Operasional Pendidikan Tinggi yang telah menjadi tradisi di

perguruan tinggi adalah sebagai berikut. • Pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat • Biaya pemeliharaan pengadaan • Penambahan bahan praktikum/kuliah • Bahan pustaka • Penjaminan mutu • Pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan • Pembiayaan langganan daya dan jasa • Pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan • Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran. • Honor dosen dan tenaga kependidikan nonpegawai negeri sipil • Pengadaan dosen tamu

83

84 • Pengadaan sarana dan prasarana sederhana • Satuan pengawas internal • Pembiayaan rumah sakit perguruan tinggi negeri; dan atau • Kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam rencana strategis perguruan tinggi masing-masing. Dengan memperhatikan poin-poin di atas, dapat dipikirkan suatu inovasi baru pendidikan tinggi pada tingkat biaya yang sama, tidak mengurangi kualitas pembelajar ilmu dan keterampilan, dikenalkan metode baru yang menambah muatan pendidikan karakter sebagai komponen sangat penting pada pendidikan karakter (attitude). Bagaimanakah inovasi itu dilakukan? Sangat banyak alternatif cara untuk melakukan inovasi proses pembelajaran. Apabila pertanyaan ini diajukan di tiap program studi tentu akan sangat banyak alternatif jawaban sebagai hasil diskusi para dosen yang aktif di program studi masing-masing. 55.

Sebuah Alternatif Cara Pembelajaran Baru Dengan prinsip melakukan beberapa hal secara serentak dan sinergis dapat

dilakukan penghematan waktu dan energi dalam mencapai tujuan luaran pembelajaran (outcomes). Cara-cara baru tersebut sangat banyak ragam dan variasi yang bersifat kontekstual setempat, berhubungan dengan sifat program studi, standar lulusan yang ingin dicapai dan sumber daya komponen tersedia. Komponen kegiatan dan konsekuensi pada komponen pembiayaan menyangkut tiga bagian proses utama pembelajaran, yaitu (1) memberitahu, (2) menunjukkan, (3) mendapatkan pengalaman dalam pertumbuhan kualitas diri. Lebih jauh lagi, pertumbuhan kualitas diri dapat disertai pembentukan pengalaman tentang kenyamanan mengembangkan kesalehan individual sampai utuh dilengkapi kesalehan sosial. Berikut ini disampaikan satu paparan garis besar inovasi proses pembelajaran, namun jabaran kegiatan rinci tidak dipaparkan agar masing-masing pembaca mendalami sendiri sesuai konteks setempat masing-masing. Inovasi proses pembelajaran dapat dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Wadah kegiatan pembelajaran yang membuka ruang luas untuk interaksi dosen dengan mahasiswa, antar dosen dan antar mahasiswa serta dapat menjadi arena ekspresi serentak tiga komponen Tridarma dapat diciptakan. Hal baik yang pernah digagas majelis pendidikan atas tugas dari kementerian adalah pembelajaran terintegrasi. Catatan tentang bahasan pembelajaran terintegrasi yang dapat dikembangkan lebih jauh sesuai konteks program studi dan konteks wilayah serta Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

ketersediaan sumber daya di perguruan tinggi tertentu disampaikan secara ringkas berikut. Ada dua hal spesifik yang dapat dijadikan orientasi pembelajaran terintegrasi, yaitu karakter lulusan untuk melengkapi pendidikan ilmu dan keterampilan. Metode pembelajaran terintegrasi antara pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat telah dipikirkan oleh banyak dosen yang peduli. Salah satu orientasi pengembangan metode tersebut adalah relevansi dan pembentukan sikap berkaitan dengan upaya penyemaian kemampuan mahasiswa untuk menjadi lulusan yang mengerti betul tentang pengamalan (penerapan) ilmu sebagai usaha memberi manfaat sebaikbaiknya bagi masyarakat dan bangsa. Teori pendidikan telah memaparkan pengalaman masa lalu bahwa pembelajaran dengan sistem kuliah berbentuk ceramah hanya memberi pengertian sekitar sepuluh persen (10%). Perkuliahan dengan penyampaian contoh-contoh akan memberikan pengertian lebih baik, tergantung ketepatan pemberian contoh dan ketertarikan mahasiswa untuk mengetahui lebih jauh lagi. Dengan pemberian contoh-contoh yang baik, tingkat pengertian dapat mencapai sekitar lima puluh persen (50%). Dengan metode pembelajaran terintegrasi, hal-hal penting apakah yang akan didapatkan? Penerapan ilmu yang dipelajari mahasiswa di perguruan tinggi akan menghadapi tantangan aplikasi yang kompleks. Satu bidang ilmu untuk solusi persoalan nyata apabila bersifat sektoral tidak akan dapat optimal. Ada dua kalimat menarik yang telah dibaca oleh jutaan orang yang menekuni bidang pendidikan tinggi bunyinya demikian. Show me, I may remember. Involve me, I will understand. Untuk memberi peluang mahasiswa terlibat (involve) pada suatu tantangan yang memerlukan solusi dengan pertimbangan komprehensif akan baik apabila penyampaian materi suatu mata kuliah dikemas bersama dengan mata kuliah lain yang relevan untuk menjadi bagian solusi persoalan dengan wawasan tentang penelitian terkait, perkembangan teknologi serta pengabdian kepada masyarakat. Penyelenggaraan pembelajaran mata kuliah dalam kelompok mata kuliah yang dirancang baik sesuai tema induk. Pembelajaran dengan ada porsi dialog sesuai dengan topik-topik penelitian terkait, topik services

sesuai outcome terkait profesi

mandiri dan dialog serta praktik proporsional dengan wawasan pengabdian kepada masyarakat tanpa melupakan bahasan tentang revolusi pemikiran, revolusi industri dan perubahan budaya (culture change). Pembelajaran dengan cara baru dapat dirancang

85

86 dan diimplementasikan dengan baik apabila program studi dapat membangun sistem dan metode sehingga rancangan pembelajaran yang akan mempengaruhi penjadwalan kuliah dan berbagai hal terkait mobilisasi sumber daya memperoleh kepastian dukungan dengan pengaturan dan legitimasi tingkat fakultas dan program studi. Walaupun belum dilakukan pendataan sistematis tentang berbagai inovasi yang telah dilakukan di berbagai program studi pada banyak perguruan tinggi, namun telah diketahui bahwa berbagai inovasi itu telah ada walaupun jumlahnya masih sedikit. Selain jumlah inovasi yang masih sedikit, inovasi itu juga sebagian besar masih merupakan inisiatif individual dosen atau sekelompok dosen yang peduli terhadap perlunya inovasi pembelajaran. Belum merupakan bagian sistem formal di suatu program studi. Dengan modal hasil inisiatif individual sejumlah dosen yang telah ada di berbagai perguruan tinggi sebenarnya telah dimiliki modal yang dapat dikategorikan sebagai sumber informasi best practices dan experience learnt. Salah satu inisiatif yang pernah ada adalah upaya untuk menyelenggarakan pembelajaran yang terintegrasi dengan sistem olah pikir penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Diagram di bawah memberi gambaran tentang satu alternatif garis besar sebuah format pembelajaran terintegrasi.

Skema Format Pembelajaran Terintegrasi Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Metode pembelajaran baru dengan metode terintegrasi tersebut memudahkan kemasan proses dalam rangka menumbuhkan hasrat besar untuk ingin tahu dan memikirkan secara mendalam, meningkatkan kemampuan untuk menggunakan tantangan-tantangan yang dipaparkan sebagai perangkat pemandu pilihan jalan kehidupan lulusan di masyarakat dan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Pembelajaran terintegrasi ini dapat menjadi wahana untuk pelatihan sinergi berbagai proses yang melibatkan berbagai bidang ilmu secara lebih nyata, antara lain sebagai berikut. 1. Untuk memberikan kemampuan memahami bahwa proses pengembangan dan penerapan ilmu bermanfaat itu memiliki konektivitas dengan hal-hal dalam penelitian, pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. 2. Untuk menumbuhkan hasrat besar dan keterampilan lifelong learning dalam situasi kehidupan menekuni profesi berkaitan dengan kondisi dunia saat ini yang mengalami berbagai bentuk dinamika perubahan secara cepat. 3. Untuk membiasakan kerja tim dalam menghadapi urusan-urusan riil terkini. Demikian salah satu alternatif yang dipikirkan untuk inovasi pendidikan karakter di perguruan tinggi. Renungan tentang hal-hal penting dari berbagai kombinasi pemikiran yang dibahas di depan dapat dikombinasikan dengan renungan sejumlah life stories di bagian tiga. 56.

Wawasan Menuju Praktik Baik dari Dasar Pengetahuan Relevan Uraian di atas memberi gambaran tentang inovasi realistis dari jalan operasional

pendidikan tinggi yang umum saat ini menjadi jalan baru dengan makin banyak peluang untuk melakukan inovasi kontekstual. Sumber inspirasi gagasan-gagasan tentang pembelajaran cara baru mendapat tambahan dari tulisan-tulisan yang relevan dalam dokumen hasil pemikiran Majelis Pengembangan dan Majelis Penelitian pada tahun 2016. Selain hal tersebut, sejumlah praktik nyata kreativitas dan inovasi pembelajaran diinformasikan di bagian 3 buku ini yang berisi life stories, ungkapan sederhana tentang best practices dan lesson learnt dari pengalaman mengurus pendidikan yang menghendaki perhatian lebih besar lagi pada sisi sikap mental dan karakter, Baik urusan pada posisi suatu jabatan di perguruan tinggi maupun posisi dosen yang mendapat amanah penting meningkatkan kualitas pendidikan di kelas-kelas.

87

88 Pembaca akan makin dekat ke hal-hal operasional dalam implementasi proses pendidikan di bagian 3. Bagian tiga tersebut memberikan gambaran tentang praktik baik pendidikan dengan tambahan muatan nilai dan karakter di perguruan tinggi. Pada bagian tiga juga disajikan sejumlah kutipan dari sumber-sumber inspirasi oleh penulis. Tulisan individual di bagian tiga menghindari ungkapan yang memberi kesan menonjolkan diri (glorifying). Tulisan diusahakan bergaya bukan akademik, melainkan mendekati gaya penulisan yang mudah dimengerti. Tulisan di bagian tiga berupa paparan biografi intelektual perorangan dalam tugas memberikan pembelajaran di media apapun dengan membawa tambahan muatan karakter. Dalam biografi intelektual yang disampaikan secara sederhana tersebut disinggung juga aspek kelembagaan atau institusi terkait eksistensi sistem lokal yang telah memfasilitasi diri penulis dalam berkarya untuk peningkatan mutu pendidikan tinggi. Salah satu aspek penting yang menjadi orientasi inovasi metode pembelajaran adalah keinginan yang kuat untuk menemukan kembali the lost of intelligence yang dapat menjadi pijakan identitas bangsa dan mengetahui keunikan diri bangsa. Selain itu, agar dapat menciptakan rasa percaya diri yang sangat kuat untuk menjadi problem solver masa depan dan bukan complainer yang gagap menghadapi gelombang pasang revolusi pemikiran, revolusi industri ke-4 dan perubahan budaya (culture change). 57. Pentingnya Mengerti Sejarah Mahasiswa di perguruan tinggi didampingi untuk mengerti sejarah perkembangan pemikiran, sejarah perkembangan industri dan perubahan budaya. Mahasiswa diminta mengetahui bahwa dunia barat dahulu ketinggalan dari dunia timur pada banyak hal. Semua mahasiswa pantas untuk mengetahui dunia dan diri bangsanya secara makin sistemis. Rujukan filosofi yang dapat diakses dengan mudah lewat internet adalah tentang pemikiran Plato, murid Socrates, dan sejumlah penerusnya. Kemampuan berpikir logis mereka menjadi sumber inspirasi perkembangan ilmu di dunia. Padahal orang barat banyak yang memahami sumber ilmu luar biasa dari Al-Quran. Banyak yang belum menyadari (no awareness) dan belum mengambil inspirasi pemikiran dasar-dasar kehidupan harmonis dari para pemikir timur. Dua abad sebelum Socrates, di timur sudah hidup filsuf Lao Tzu, kemudian Kong Fu Zu yang juga seorang pemikir besar. Selain itu, Tuhan Yang Maha Esa telah bermurah hati memberikan bimbingan cara hidup kepada manusia dengan mengutus nabi-nabi, rasul untuk menyampaikan ajaran yang menunjukkan kebenaran tentang cara hidup harmonis dan bahagia.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Semua ajaran baik tersebut merupakan wawasan berkah untuk dunia. Bangsa Indonesia telah memilih jalan hidup Pancasila yang memiliki banyak makna positif dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran dari Tuhan Yang Maha Esa. Demikian juga hasil pemikiran para filsuf besar untuk kemaslahatan tidak ada satupun yang bertentangan dengan Pancasila. Pancasila sangat cocok sebagai bingkai persemaian talenta karakter terpuji para mahasiswa yang akan menjadi penghuni “pool of leaders” masa depan dan menggunakan kemampuan puncaknya untuk berkontribusi signifikan menciptakan kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan dunia yang harmonis, makmur, aman, sejahtera dan adil dalam kondisi masyarakat seperti dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945. Indonesia, diharapkan menjadi negara yang maju dengan SDM dan SDA yang cukup memadai. Indonesia ke depan diharapkan dapat meneruskan citacita dan perjuangan para pendahulu untuk membangun dan menempatkan Indonesia pada posisi terbaik di dunia. Selamat mencermati life stories beberapa rekan di bagian tiga berikut.

89

90

sumber foto: https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/47/ b6/38/47b638dd84230ff231766d58e488668b.jpg

Bagian ketiga buku ini memaparkan beberapa pengalaman personal anggota majelis pendidikan sekitar terbentuknya karakter dan atau ekspresi sikap personal sebagai produk perjalanan hidupnya. Kisah tersebut juga memaparkan sebagian kisah lembaga atau institusi dan bukan kisah spektakuler. Kisah tersebut suatu kisah sederhana dengan produk positif yang didapat dari lingkungan, institusi tempat bekerja dan pengaruh bacaan serta orang-orang yang dijumpai.

BAGIAN 3

Bagian ketiga buku ini adalah salah satu upaya untuk mengungkapkan sebagian kisah hidup pendidik, sejumlah enam orang diantara ribuan dosen yang telah menjalankan praktik baik, best

Kisah Hidup

practices dan memiliki lesson learnt yang bermakna. Penulis lain akan menyusul menyampaikan kisahnya dengan tulisan yang akan dibuat pada tahun 2017. Sangat diharapkan bahwa tulisan dari enam orang dengan gaya penulisan berbeda-beda di bagian tiga buku ini dapat menambah bahan renungan oleh para dosen. Diharapkan, dan diyakini bahwa ada banyak sekali dosen yang telah dan akan merajut kisah hidupnya dalam menjalankan amanah pendidikan tinggi yang lebih inspiratif dari enam kisah personal di buku ini. Semoga bermanfaat. Selamat membaca.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

58.

Sebagian Kisah Hidup dan Beberapa Pemikiran tentang Karakter oleh: Irid Agoes

Sekilas tentang Nama Saya lahir di Malang sebagai bungsu dari delapan bersaudara. Nama saya panjang sekali karena semua yang terlibat dengan kelahiran saya ingin memberi nama. Dipilihlah sebuah nama: Farida Tjahja Irani Merdekawati Rachman. Nama itu dari dokter, perawat, kakak dan kedua orang tua. Namun panggilan di rumah Irid karena ibu saya tahu banyak sekali Farida, Zuraida, Aida, Halida, Zubaidah yang nama panggilannya Ida. Jadilah nama saya “Irid” dan itu yang saya pakai sampai sekarang sebagai nama resmi di Akta Kenal Lahir. Saya mendapat hanya sedikit bagian hidup bersama ayah dan ibu, karena saya anak ke delapan, mereka meninggal saat saya masa sekolah. Tetapi kenangan yang terbatas itu sangat membekas, karena sangat berarti. Tugas menulis tentang diri sendiri kali ini, memaksa saya untuk mengevaluasi kehidupan saya di masa kecil dan apa saja nilai-nilai yang saya pelajari dan yang berdampak pada kehidupan saya. Orang Tua Siapakah ayah dan ibu yang saya kenal hanya sebentar itu? singkatnya mereka adalah “who and what shaped me to become the way I am”. Ayah saya penerima beasiswa di Belanda, belajar paedagogi pada tahun 1920-an, dan ibu saya lulusan Sekolah Guru Putri di Salatiga. Mereka berkenalan, kemudian ayah saya memberi les matematika kepada ibu saya. Setelah itu mereka bersahabat, dan persahabatan itulah yang membuat ibu saya jatuh hati pada ayah saya. Tidak disangka-sangka, apabila kebanyakan wanita terpesona oleh paras atau postur tubuh seorang lelaki, namun ibu saya berbeda. Beliau terpesona oleh kuku jemari ayah saya yang bersih dan terawat. Singkat cerita, mereka menikah dan mempunyai delapan anak yang lahir pada tahun: 1929, 1932, 1934, 1936, 1938, 1941, 1942 dan 1945. Setelah itu, ibu saya memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai pengajar dan memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Pada saat itu memang belum ada program Keluarga Berencana (KB), sehingga apabila sepasang suami-istri memiliki banyak anak itu adalah hal yang wajar. Demikianlah cerita tentang orang tua saya yang memberi kenangan spesifik di hati.

91

92 Kehidupan Masa Kecil Saya lahir tahun 1945, tiga bulan sesudah kemerdekaan Indonesia, dan pada saat itu sedang terjadi perang kembali (Agresi militer Belanda). Belanda dan sekutu menyerang karena ingin merebut kembali bekas jajahan mereka. Keadaan itu terdengar gawat tapi kenangan masa kecil saya tidak merekam kegetiran perang dan kenangan saya hanya rasa bahagia. Keluarga kami adalah keluarga yang rukun. Banyaknya anak yang dimiliki oleh orang tua saya merupakan sebuah berkah. Karena kami membuat rumah kami menjadi teratur. Kakakkakak saya punya tugas masing-masing, istilah sekarang mungkin, ayah ibu saya dapat mengatur dan medelegasikan semua “house chores” ke semua anggota keluarga. Semua anggota keluarga saling membantu. Saya paling banyak memiliki waktu luang, mungkin karena saya dianggap masih kecil, jadi tugas saya hanya mengelap debu di perkakas ruang tamu. Kami sangat beruntung, karena kami dapat belajar banyak bahasa. Bahasa yang kami pergunakan sehari-hari sebelum kemerdekaan adalah bahasa Indonesia dan bahasa Belanda. Namun setelah kemerdekaan, ayah dan ibu kami memutuskan untuk mengganti bahasa Belanda menjadi bahasa Inggris. Keberuntungan kami, tidak hanya di situ saja, di rumah kami banyak terdapat alat musik, seperti piano, gitar, okulele, dan harmonika. Jadi kami dapat mempelajari alat-alat musik tersebut, dan suasana di rumah kami menjadi ceria dan hangat. Ayah saya adalah seorang kepala sekolah. Beliau memberikan kami sekeluarga kehidupan yang sederhana tetapi cukup nyaman. Murid murid beliau yang sebagian besar adalah tentara pelajar, sering datang ke rumah kami. Mungkin karena sebagian dari mereka menaruh hati pada kakak-kakak saya yang juga aktif di Palang Merah sekolah tempat ayah kami bekerja. Alasan lain mungkin karena Ibu kami selalu menyediakan makanan, karena siapapun yang mampir boleh makan (mungkin karena hal itulah rezeki keluarga kami selalu dilapangkan oleh-Nya). Sewaktu saya kecil (saya lupa usia saya pada saat itu). Ibu saya pernah memberikan pesan kepada kami, anak-anaknya yang begitu membekas di pikiran saya hingga saat ini. pesan tersebut adalah: “Apapun yang terjadi pada kalian (kami berdelapan), terutama apabila ada yang bersedih atau gagal, kalian harus pulang ke rumah. Di rumah ini semua dapat mencari jalan keluar, Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

semua dapat pulang.” Pesan tersebut sangat membekas di pikiran saya, sama membekasnya dengan pesan ayah saya: “Be on time! Don’t waste your time! Do your best! Find what your like! Finish your work!” Pesan tersebut mungkin secara tidak langsung menuntun saya hingga saya menjadi pribadi saat ini. Gambaran tentang ayah saya selalu membekas di hati, mungkin karena saya sangat mengidolakan beliau. Pada suatu hari ayah saya dipindahtugaskan menjadi Kepala Sekolah Guru Atas (SGA) di Bogor, sejak saat itu, kami sekeluarga pindah ke Bogor. Beliau memiliki banyak pekerjaan dan jadwal beliau padat. Salah satu tugas yang harus dilakukan oleh ayah saya adalah harus menguji ujian B1 dan B2. Karena alasan itulah beliau sering ke Jakarta. Saya selalu menunggu hari Selasa. Alasannya karena setiap Selasa sore ayah akan membawa saya ke Perpustakaan Pusat di Bogor. Saya begitu gembira dan begitu antusias setiap kali ayah mengajak saya ke perpustakaan pusat. Di perjalanan menuju atau pulang dari perpustakaan, kami selalu mengobrol. Saya selalu senang bertukar cerita dengan ayah saya. Menginjak usia sekolah, saya sangat gembira. Saya sangat menyukai suasana sekolah, karena selalu menyenangkan. Sampai-sampai kalau saya sakit, saya tidak mau mengeluh. Karena apabila saya mengeluh, ayah dan ibu saya akan menyuruh saya untuk tidak pergi ke sekolah dan istirahat di rumah. Sepulang sekolah, saya dan kakak-kakak saya selalu makan siang atau makan malam bersama keluarga. Orang tua kami merupakan orang tua yang demokratis. Pada saat makan bersama, kami sekeluarga akan mengobrol. Dan kami boleh mengungkapkan apa saja. Apabila kami memiliki usul, maka orang tua kami akan menghormati dan menampung usul-usul kami. Kami berbicara tanpa rasa takut atau ragu pada orang tua kami. Perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama di keluarga kami. Dari situlah saya menyukai diskusi. Dan menjadi salah satu siswa yang aktif di sekolah. Korelasi dan Manfaat Pengalaman terhadap Karakter Dalam usaha memahami apa yang terjadi di masa kecil dan masa remaja saya, saya mulai mengidentifikasi nilai-nilai yang saya dapat dari keluarga saya. Dari situlah saya

93

94 menyadari bahwa pembinaan karakter seseorang dimulai sejak dini dan dimulai dari keluarga. Lingkungan sekitar dan sekolah akan membantu menguatkan nilai-nilai tersebut dan membentuk sikap jiwa yang selanjutnya dikembangkan sepanjang hayat. Orang tua saya mengenal anaknya masing-masing sebagai individu yang berbeda dengan bakat dan passion yang berbeda. Kedua orang tua saya yang mempelajari paedagogi dan menerapkan pengetahuan yang mereka dapat kepada kami, anak-anak mereka. Saya beruntung menjadi anak seorang pendidik. Kami sekeluarga berbicara secara egaliter. Karena itulah, kami semua sangat menyegani orang tua kami. Kami segan kepada orang tua kami, namun kami dididik untuk tidak takut, terutama tidak takut dalam mengungkapkan pendapat kami. Ini menjadi bekal mendasar. Karena kami tidak perlu berbohong kalau berbuat salah. Kejujuran dihargai di atas kesuksesan. Sejak kecil saya tahu bahwa lebih baik berterus terang daripada menyembunyikan hal-hal yang negatif. Saya ingat sebuah kejadian, ketika itu ibu saya meminta saya untuk les menari. Setelah beberapa kali pertemuan, saya tidak menyukainya. Kemudian ibu saya mengetahui hal tersebut dan memperbolehkan saya untuk mundur dan tidak mengikuti lagi les menari tersebut. Sedangkan pada salah satu kakak laki-laki saya, beliau membiarkan kakak lakilaki saya terus les menari karena dia menyukainya. Kami tidak harus melakukan hal yang bertentangan dengan keinginan kami, dan kami belajar bahwa personal preference itu boleh dan bahwa tidak ada masalah gender dalam hal passion. Semua perempuan di keluarga saya tetap punya karir setelah menikah meskipun tentu porsinya menurun ketika hamil dan melahirkan. Tetapi karir tersebut dapat diteruskan setelah anak-anak besar tanpa mengesampingkan peran penting istri dan ibu dalam keluarga. Sekolah bagi keluarga kami sangat penting meskipun artinya kami harus bersekolah sambil bekerja karena penghasilan ayah saya sebagai pengajar pada saat itu terbatas, kami harus bersekolah sambil bekerja. Mungkin karena saya dan kakak-kakak saya sudah terbiasa dengan hal itu, membuat bekerja sekaligus melakukan pekerjaan rumah tangga adalah hal yang biasa bagi kami. Lingkungan keluarga tersebut tanpa sengaja telah membentuk kebiasaan kami dalam menjalani proses kehidupan. Dari pengalaman masa kecil saya, terlebih di lingkungan keluarga, dapat ditarik beberapa hal positif yang berhubungan dengan karakter terpuji, diantaranya adalah: 1. Kehidupan Beragama yang Solid Tidak dapat dipungkiri, pengetahuan tentang agama merupakan hal yang penting Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

dalam kehidupan. Di keluarga kami, kami berdelapan selalu diajarkan tentang agama, dan kami selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari situ juga kami belajar untuk bertoleransi dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Kejujuran Berbohong adalah sesuatu hal sangat tidak disukai dalam keluarga kami. Kebohongan dan kecurangan adalah satu hal yang memalukan. Karena apabila kedua hal itu terus dilakukan, nantinya akan berdampak kepada perilaku yang menjurus kepada tindakan tindakan yang tidak berdasarkan keadilan. 3. Kreatif, Asertif dan Aktif Sejak kecil kami selalu bebas dan berani untuk menyampaikan pendapat. Ini kami rasakan sebagai suatu hal yang alami sehingga kami cenderung untuk selalu terlibat dalam proses perubahan. Kami diajarkan untuk berpikir merdeka. 4. Gembira, Bergairah dan Percaya Diri Kegembiraan tidak dihubungkan dengan kekayaan. Kami hidup gembira dengan apa yang ada dan tidak merasa rendah diri karena keterbatasan keuangan dalam keluarga kami. Namun kami malu apabila berbuat curang. Orang tua kami tidak mengharuskan kami menjadi juara dan kami dihargai untuk menjadi diri kami sendiri yang terbaik yang kami bisa. 5. Peduli Salah satu karakter yang ditanamkan oleh orang tua kami adalah peduli terhadap sesama. Hal itu terlihat bukan dari hal yang besar, memberikan tempat duduk di bus kepada kakek/nenek yang tidak mendapatkannya adalah salah satu cerminan karakter peduli. 6. Bermasyarakat Kami berdelapan terbiasa untuk hidup saling membantu sejak kecil karena kami beranggapan bahwa tidak ada orang yang dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Kami akan turut membantu apabila ada kegiatan di lingkungan sekitar kami, termasuk ketika ada tetangga yang memiliki hajat atau selamatan. Pada awalnya hal ini tidak langsung kami pahami dan rasakan dampaknya. Dampak positifnya baru kami rasakan ketika kami dewasa dan hidup jauh dari keluarga. 7. Mendamaikan Perselisihan Dalam bermasyarakat, kami diajarkan untuk saling menjaga kerukunan dengan orang lain. Apabila terjadi sebuah perselisihan di lingkungan sekitar, maka kami diajarkan

95

96 untuk selalu berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan. Dengan begitu apabila ada suatu kejadian yang berujung pada perselisihan, kami lebih memilih untuk menjadi penengah dan mendamaikan perselisihan tersebut. 8. Tidak melakukan Pembiaran terhadap Kesalahan Bila melihat hal-hal yang tidak dapat diterima, kami terbiasa untuk mempunyai sikap diri, terpanggil untuk bersuara dan tidak melakukan pembiaran. Kami cenderung merasa terganggu apabila tidak turut bersuara dan mengambil tindakan perbaikan bila melihat hal-hal prinsipil yang tidak beres. 9. Tahu Aturan Walaupun kami bebas berpendapat, apabila kami melakukan kesalahan kami mendapat teguran dari orang tua kami. Namun demikian, apabila kami berkeras dalam hal-hal yang tidak beralasan atau alasan yang kami kemukakan keliru, kami juga akan menerima teguran yang keras. Apabila kami sudah keterlaluan, kami akan mendapat hukuman. Agar kami selalu belajar (belajar sepanjang hayat). Rasa senang belajar menumbuhkan curiousity dan excitement yang terus menyertai hidup kita. Keluarga Tempat Berlabuh Bisa saja kami mempunyai kesalahan dan menghadapi hal-hal yang sulit dan berat, namun demikian kami diberi keyakinan bahwa apapun bentuknya dan betapapun besarnya kesulitan yang kami hadapi, kami selalu mempunyai kepastian bahwa kami dapat pulang kerumah, kepada orang tua. Saya melihat kakak-kakak saya yang masih hidup, ada yang berusia 83, 76 dan 75 tahun. Mereka tetap berjiwa muda dan mempraktikkan nilai-nilai keluarga kami dulu ke keluarga mereka yang sekarang. Saya berusaha mengerjakan hal serupa karena saya ingin seperti mereka. Di usia saya yang ke-72 tahun ini, saya percaya pada Hadis HR Muslim no 1631 yang menyatakan bahwa: seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak-anak yang saleh dan salihah. Untuk itu, hingga saat ini saya masih giat mencari ilmu dan mengupayakan agar ilmu yang saya peroleh tersebut dapat bermanfaat bagi saya dan orang lain. Pada saat ini, saya sedang mengembangkan ilmu pilihan saya, yaitu kajian antarbudaya (Intercultural Studies). Saya percaya bahwa dengan mempelajari dan mengembangkan kajian tersebut, dunia dapat belajar untuk saling menghargai dan dapat terhindar dari Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

peperangan. Alasan saya memilih bidang keilmuan tersebut salah satunya karena saya sedari kecil sudah terbiasa memiliki teman dari berbagai bangsa, yang juga memiliki budaya yang beragam. Di Bogor ada banyak dosen dari Kentucky Contract Team, Amerika yang datang bersama keluarganya untuk mengajar di Fakultas Pertanian. Saya tumbuh bersama anakanak mereka. Sahabat dekat saya bernama Cindy Kline. Karena saya terbiasa menggunakan bahasa Inggris di rumah, maka tidak ada kesulitan bagi saya untuk berkomunikasi dengannya. Tahun 1970 adalah tahun pertama saya bekerja di luar negeri. Pada saat itu saya ditugaskan ke Jepang sebagai information aide. Di sana saya berkenalan dengan staf dari ratusan negara perserta Expo 70. Saya menikmati persahabatan yang lebih luas dan merasa nyaman dengan mereka. Sampai saat ini, rekan-rekan Expo 70 menjadi rekan saya seumur hidup. Setelah ada kesempatan belajar ke luar negeri bersama keluarga, persahabatan antarbudaya menjadi bagian dari hidup saya, bahkan kehidupan profesional saya berputar juga dalam organisasi internasional. Sejak sekitar tahun 1980-an saya aktif di OTO (Overseas Training Office, Bappenas) dan mengembangkan COPE (Cross Cultural Orientation for Participant Effectiveness), dan membuat puluhan modul antarbudaya. Akhirnya, selama 35 tahun saya memilih bekerja di organisasi Internasional yang berpusat di Ottawa dan New York. Di sana saya mengembangkan ratusan program-program beasiswa ke luar negeri terutama untuk masyarakat marginal Indonesia. Secara teori saya mengembangkan kerja sama dengan SIETAR International (The International Society for Intercultural Education, Training and Research) dan menjadi Governing Council Member, saya mendirikan SIETAR Indonesia, Bina Antarbudaya, Pusat Kajian Antarbudaya dan Agoes & Agoes Intercultural Management Consulting. Melalui AFS Intercultural Programs, CIDA dan IIE (The Institute of International Education) saya bekerja penuh waktu, hingga pada usia 65 tahun saya memutuskan untuk tidak lagi bekerja secara penuh. Dua bulan kemudian saya diminta membantu Pascasarjana UI dan DPT Majelis Pendidikan pada tahun 2011. Dua kegiatan akademik yang saya nikmati sampai saat ini sambil tetap mengembangkan kajian antarbudaya dalam kurikulum maupun dalam pelatihan perusahaan nasional dan multinasional. Tahun ini saya berusia 72 tahun dan memiliki sembilan cucu tetapi saya berniat untuk terus bekerja dan mengembangkan ilmu yang bermanfaat. Insya Allah.

97

98 59.

Pembelajaran Inovatif Berbasis Produksi Oleh : Kokok Haksono Dyatmiko

Pendahuluan Pada dasarnya pembelajaran inovatif berbasis produksi bukanlah hal yang benarbenar baru. Sudah banyak institusi pendidikan baik di dalam maupun di luar negeri yang menerapkannya, dan tentunya dengan berbagai istilah maupun nama yang digunakan. Dikalangan pendidikan tinggi, penerapannya lebih sesuai pada jenjang dan jalur pendidikan diploma. Pada jalur pendidikan diploma, yang layak dan sesuai untuk dilakukan adalah “pengembangan produk”, dan bukan riset. Pendidikan diploma lebih dituntut untuk menyelesaikan permasalahan masa kini, sehingga lulusannya lebih dituntut untuk memiliki keseimbangan psikomotorik dan kognitif. Sedangkan pada ranah afektif, tetap merupakan keharusan untuk dimiliki secara lebih utuh. Aktivitas pengembangan produk bisa dimanfaatkan sebagai basis pembelajaran dengan berbagai versinya. Salah satu versinya adalah yang diterapkan di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung (POLMAN Bandung, dahulu PMSITB), yang akan dijadikan bahan paparan. Sistem pembelajaran ini pada dasarnya adalah “teaching factory”, sehingga disamping kaidah-kaidah pendidikan pada umumnya diterapkan pula kaidah kultur korporat yang sudah baku. Dengan demikian sistem pembelajaran ini sifatnya tidaklah spesifik dan bisa diterapkan dimana saja. Belakangan ini Kementrian MARA dan MOHE Malaysia mencoba menerapkan Pembelajaran Berbasis Produksi versi POLMAN Bandung. Latar Belakang Sebagai salah satu perintis pendidikan diploma, POLMAN Bandung yang dahulu dikenal sebagai Politeknik Mekanik Swiss-ITB tetap konsisten menyelenggarakan program pendidikan pada jalur vokasi, vocational oriented higher education. Program studi yang diselenggarakan mengacu sepenuhnya pada kompetensi yang mudah dijumpai di dalam masyarakat industri. Pada awalnya, 30 tahun lalu, diselenggarakan 3 Program Studi yang berbasis mekanikal yaitu Teknik Pembuatan Perkakas Presisi/Tool Making; Teknik Pemeliharaan Mesin/Maintenance Mechanics; Teknik Gambar dan Perancangan yang secara substansial cenderung pada Tool Designing. Walaupun ketiga nama Program Studi tersebut tidak lazim pada saat itu, namun Tool Designer, Tool Maker dan Maintenance Mechanics bukanlah terminologi kompetensi yang asing di dalam dunia industri manufaktur. Akhir-akhir ini banyak dibicarakan tentang kompetensi atau bahkan sampai pada Competency Based Education, tetapi belum banyak lembaga pendidikan tinggi vokasi, politeknik, yang berani mengeksplisitkan kompetensi pada program studi yang diselenggarakannya.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Berkembangnya kebutuhan akan tenaga trampil menjelang tahun 90-an hampir dalam semua bidang, pada tahun 1987 POLMAN Bandung mengembangkan Program Studi baru dalam bidang pengecoran logam yaitu Program Studi Teknik Pengecoran Logam dan Teknik Pembuatan Pola Pengecoran Logam. Kemudian dengan mengalirnya teknologi informasi, pada tahun 1995 dikembangkan pula Program Studi Teknik Otomasi Manufaktur dan Teknik Mekatronika. Semua nama program studi baru itu pun tetap memegang keterkaitan eksplisit dengan kompetensi yang dimiliki lulusannya. Hingga sekarang POLMAN Bandung tetap konsisten terhadap keterkaitan nama Program Studi dengan kompetensi serta kebenaran kompetensi yang dimiliki lulusannya. Hingga menjelang akhir tahun 80-an, sistem pendidikan yang diterapkan sepenuhnya berorientasi praktis. Pada awal tahun 90-an, beranjak dari tuntutan eksternal baik kompetensi lulusan maupun produk dalam konteks kapasitas, maka dikembangkan sistem pendidikan Production Based Education (PBE). Di dalam sistem ini dimungkinkan pemanfaatan potensi insani beserta kemapanan organisasi internalnya secara optimal. Mahasiswa bersama pengajarnya belajar dan bekerja untuk menghasilkan karya yang bernilai ekonomis. Hampir secara bersamaan dimana pada saat itu mulai ada tanda-tanda maraknya sistem ganda (PSG), POLMAN Bandung mengembangkan sistem 3-2-1 kooperatif untuk program studi yang diarahkan menjadi Industrial Trainer. Selama kurang lebih 25 tahun, jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh POLMAN Bandung masih Diploma-3. Kesempatan menyelenggarakan pendidikan Diploma-4 terjadi pada tahun 1998, khusus untuk menyiapkan dan meningkatkan kualifikasi staf pengajar politeknik. Program Diploma-4 ini tentunya dirancang secara khusus pula. Dengan mayoritas penyelengaraan program D-3, kompetensi yang dimiliki lulusannya atau POLMAN Bandung secara institusi sebagian besar pada umumnya masih bisa dikatakan pada kisaran mengubah bahan mentah menjadi produk teknik yang bernilai ekonomis. Pemanfaatan potensi insani yang mengarah pada produk-produk pada tingkat yang lebih tinggi baik dari segi nilai tambah maupun teknologi masih belum tampak menonjol. Karena sifatnya vocational oriented maka penyelenggaraan pendidikan di POLMAN Bandung, salah satunya dikenal sangat material & energy intensive, sehingga diperlukan biaya yang tinggi baik untuk operasional maupun investasi. Ciri-ciri yang masih melekat hingga sekarang adalah: 1. Kompetensi lulusannya mendekati kompetensi yang dirujuk dan dikehendaki oleh industri (pada bidangnya), competency based approach. 2. Proses pembelajarannya diarahkan pada pengembangan produk 3. Memberikan peluang seluas-luasnya bagi industri untuk berperan dalam menyusun kurikulum yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikannya.

99

100 4. Kurikulumnya fleksibel dan sebagian menggunakan modul-modul Desain Kurikulum Dalam proses perancangan kurikulum, POLMAN Bandung mengikuti kaidah baku seperti pada gambar di halaman berikut.

Standar Kompetensi Pada saat POLMAN Bandung melakukan revisi kurikulum ditahun 2000, Standar Kompetensi Nasional Indonesia untuk Industri Logam dan Mesin belum terbit, dan baru terbit pada bulan Agustus 2002. Permasalahan ini sudah dihadapi POLMAN Bandung sejak dimulainya tahun akademik yang pertama di tahun 1976. Menyadari keadaan ini, maka secara berjenjang diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1. Berdasarkan studi potensi industri di wilayah Bandung dan Jabotabek saat itu disimpulkan bahwa praktikum mahasiswa harus mempunyai keterpakaian yang tinggi dan pada akhirnya harus mempunyai nilai ekonomis.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Produk tersebut merupakan salah satu produk standar POLMAN Bandung yang selama ini dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan keterampilan dasar. Produk-produk standar pada umumnya mempunyai tingkat kesulitan yang sudah terukur dan terdefinisi dengan baik. Dengan memanfaatkan produk seperti ini untuk proses pembelajaran, maka pada awalnya akan terbangun kompetensi internal yang bisa di-benchmark dengan kompetensi eksternal untuk kepentingan validasi relevansi materi. Kedalaman pembelajaran pada seluruh ranah akan bisa dipastikan dan diukur pencapaiannya, baik untuk pembelajaran teori maupun praktik. Kurikulum yang tersusun adalah “kerangka kurikulum” yang solid dengan isi/materi yang fleksibel. Fleksibilitas bisa dicapai dengan mengembangkan produk-produk standar yang lain yang layak jual, dan yang sesuai dengan tuntutan industri terkini. 2. Dengan meningkatnya kompetensi POLMAN Bandung menjelang tahun 90-an dan berkembangnya teknologi manufaktur di Indonesia, maka tantangan kompetensi yang lebih tinggi meningkat pula. Produk yang harus dikembangkan dan dibuat semakin variatif dan dengan tingkat kesulitan yang bermacam-macam.

Produk semacam ini mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk ukuran suatu lembaga pendidikan. Kesulitan-kesulitan pada saat pembuatan baru merupakan

101

102 perkiraan berdasarkan teori dan pengalaman para perancangnya/mold designer serta para pembuat cetakan/mold maker. Produk-produk semacam ini dimanfaatkan untuk teori dan praktik tingkat lanjut, dimana tingkat dasarnya memanfaatkan produk-produk standar. Sistem ini hingga sekarang tetap dijalankan dan dikenal sebagai Production Based Education (PBE) berbasis pada pengembangan produk semacam ini, Program Studi Teknik Perancangan/Tool Design Technology bisa menurunkan keterampilanketerampilan yang diperlukan dengan mata kuliah terkait serta kedalaman pembelajaran untuk masing-masing mata kuliah yang diberikan. Keterkaitan langsung antara POLMAN Bandung dengan industri yang memberikan pesanan/order pekerjaan pengembangan produk, secara tidak langsung industri telah memberikan masukan tingkat kompetensi terkini. Kemampuan lembaga pendidikan untuk menyesuaikan tingkat kompetensinya dengan kompetensi terkini di industri memang agak lamban, tetapi jalan inilah salah satu yang terbaik untuk mencapainya. 3. Penerapan sistem 3-2-1 kooperatif, dengan menerapkan sistem ini, mahasiswa ditempatkan di industri selama 2 (dua) semester untuk Program. 4. Praktik Lapangan (PPL), yaitu di semester 4 (empat) dan 5 (lima). Benchmark kompetensi berlangsung secara otomatis setiap tahun ketika mahasiswa kembali ke kampus untuk melanjutkan semester-6. Selain monitoring yang dilakukan oleh POLMAN Bandung, menjelang semester-6 dimulai, mahasiswa diwajibkan mempresentasikan hasil PPL-nya. Dengan demikian tingkat relevansi pembelajaran di POLMAN Bandung bisa dievaluasi dan dipastikan. Kendala dalam kaitannya dengan standar kompetensi industri yang diacu, adalah beragamnya pendapat baik mahasiswa maupun staf pengajar yang melakukan monitoring. Dalam hal ini diperlukan peran kuat Pembantu Direktur Bidang Akademik bersama timnya untuk menentukan elemen kompetensi, materi yang harus diberikan, dan kedalaman pembelajarannya. Kendala lain adalah menurunnya “image” POLMAN Bandung, bila ternyata peralatan di industri yang mahasiswa manfaatkan selama PPL lebih canggih. Sistem Pembelajaran Lebih rinci tentang penerapan sistem Pembelajaran Berbasis Produksi dan 3-2-1 Kooperatif, dapat diuraikan sebagai berikut: Pembelajaran Berbasis Produksi (PBE), proses pendidikan tinggi vokasi dalam bidang manufaktur dikenal sangat material and energy intensive. Sambil menjaga tingkat Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

relevansi pendidikannya tetap tinggi, maka semua jenis latihan pengembangan keterampilan harus menghasilkan produk-produk yang layak jual atau bahkan merupakan produkproduk pesanan dari industri manufaktur. Produk Standar yang dikembangkan POLMAN Bandung dimanfaatkan untuk pengembangan keterampilan tingkat dasar, sedangkan produk pesanan dimanfaatkan untuk pengembangan keterampilan tingkat lanjut. Prinsipprinsip Tepat Waktu, Unggul Mutu dan Sadar Biaya diterapkan secara ketat dalam proses pembelajaran, mengingat keterkaitannya dengan pihak eksternal. Dengan demikian para mahasiswa mengembangkan keterampilannya dengan memanfaatkan produk-produk nyata dan bernilai ekonomis serta belajar berperilaku secara benar dalam berkarya. Di dalam sistem pembelajaran ini seorang dosen bisa berfungsi ganda, disamping memberikan kuliah ataupun instruksi dalam praktikum, seorang dosen juga melakukan penyelesaian terhadap proses pengerjaan produk oleh mahasiswa di dalam kerangka praktikum. Dengan demikian sumber daya yang dimiliki termanfaatkan secara efisien untuk menghasilkan lulusan yang berketerampilan tinggi pada bidangnya dan produk-produk yang bernilai ekonomis layak jual sebagai hasil dari latihan-latihan dalam rangka praktikum pengembangan keterampilan mahasiswa. Materi pembelajaran selalu ter-update, karena baik dosen maupun mahasiswa menggunakan obyek-obyek nyata dalam proses pembelajarannya, yang mana sebagian besar merupakan pesanan dari industri. Facets: • Materi pembelajaran selalu dinamis, karena memanfaatkan obyek-obyek riil pesanan industri yang didasarkan pada kepentingan aktualnya. • Dosen dan mahasiswa, disamping mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang aktual, juga harus berperilaku yang sesuai dalam berkarya, karena selalu berhubungan dengan industri. • Karya-karya yang dihasilkan mahasiswa bersama dosennya dalam rangka praktikum pengembangan keterampilan mengacu pada standar industri baik nasional maupun internasional. • Sumber daya termanfaatkan secara lebih efektif karena menghasilkan lulusan yang berketerampilan aktual pada bidangnya. Hemat material dan energi karena menghasilkan barang-barang bernilai ekonomis. Kooperatif 3-2-1 (3-2-1 co-operative), pada 3 (tiga) semester pertama mahasiswa diberikan pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidangnya. Kemudian pada 2 (dua) semester berikutnya, mereka ditempatkan sepenuhnya di industri (internship). Tujuannya adalah agar pembentukan sikap dan keterampilan profesi dapat terbentuk langsung dari lingkungan yang sesungguhnya. Pada 1 (satu) semester terakhir mereka kembali ke kampus untuk mentuntaskan perkuliahannya. Pendidikan dasar dilakukan secara terstruktur mengunakan modul-modul. Pendekatan ini berbeda dengan dual system dan competency

103

104 based, tetapi memiliki semua parameter pengendali yang ada di kedua pendekatan di atas. Oleh karenanya, lulusannya tidak diragukan memiliki kecakapan intelektual, sikap dan keterampilan yang diperlukan oleh industri. Program kerja industri selama 2 semester setelah pembekalan keahlian 3 semester disamping dapat mencapai target akademis, juga mampu memberikan sumbangan profesional bagi industri. Hal ini ditunjukkan oleh penghargaan industri terhadap peserta praktik kerja dalam bentuk insentif bulanan yang rata-rata melebihi kebutuhan bulanannya selama masa praktik kerja. Facets: • Materi pembelajaran terstruktur dengan menggunakan modul-modul. • Aktualisasi pengetahuan dan keterampilan mahasiswa terjadi di lingkungan industri, dimana mereka melakukan kerja praktik lapangan selama 2 semester. • Dengan menggunakan metode kooperatif 3-2-1, untuk meningkatkan kapasitas daya tampung mahasiswa bisa menghemat investasi peralatan dan fasilitas mendekati 30%. Perbedaan pendekatan POLMAN Bandung dengan pendekatan pendidikan vokasi di negara-negara maju adalah kesesuaiannya terhadap kondisi infrastruktur pendidikan vokasi di Indonesia dimana para stakeholders yaitu industri, lembaga pendidikan, pemerintah dan masyarakat masih belum mencapai tingkat sinergi yang diperlukan dalam pembangunan sumber daya manusia profesional. POLMAN Bandung mempertemukan masing-masing kepentingan para stakeholders pendidikan dalam pelaksanaan metoda pembelajaran melalui pelibatan langsung maupun tidak langsung, sehingga sinerginya terbangun di dalam kampus. Pendekatan POLMAN Bandung ini memang mengandung konsekuensi internal yang tidak kecil, terutama pada phase awal dalam pembentukan kebersamaan atau corporate culture dengan tujuan untuk membangun kepercayaan stakeholders. Selama kurun waktu 25 tahun pertama fondasi untuk itu telah disiapkan. Kualitas data vital selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa turnover SDM di bawah 2%, daya tampung mahasiswa meningkat 32,7%, rerata waktu tunggu lulusan kurang dari 3 bulan, ratusan kontrak kerja dengan industri bisa memberikan rerata kontribusi tahunan sekitar 55% dari total pendapatan, akreditasi A untuk semua Program Studi kecuali program D4 yang memang masih baru, dan memenuhi standar sistem manajemen mutu international ISO 9001:2000. Keberhasilan ini membuktikan kemampuan POLMAN Bandung dalam membangun sinergi di antara para stakeholders dengan landasan yang tepat dalam menjaga kepentingan semua pihak yang terlibat. Beberapa kekurangan yang ditemukan internal auditors memang tidak mempengaruhi mutu jangka pendek, tetapi merupakan potensi masalah pada masa mendatang yaitu mengenai sistem manajemen SDM dan strukturnya dalam Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

rangka mempersiapkan agenda pengembangan POLMAN Bandung di era global. Tentunya, kekurangan tersebut merupakan target pada pengembangan POLMAN Bandung dalam dekade berikutnya. Penyampaian Pembelajaran Dengan menerapkan PBE dan sistem 3-2-1 Kooperatif, POLMAN Bandung memakai sistem blok dalam penyelenggaraan pendidikannya. Dalam pelaksanaannya pembelajaran teori dan praktik berlangsung secara terpisah, dan mempunyai bobot SKS masing-masing secara terpisah pula. Pada dasarnya, 1 (satu) minggu dimanfaatkan untuk pembelajaran teori di dalam kelas, dan selama 2 (dua) minggu berikutnya dimanfaatkan sepenuhnya untuk praktik di lab atau bengkel. Mata kuliah teori, terutama yang terkait dengan pencapaian keahlian/kemahiran lebih bersifat kontekstual. Materinya lebih bersifat mendukung mata kuliah praktik. Pola ini sudah berjalan selama kurang lebih 25 tahun, dan sudah terbukti bisa memenuhi kebutuhan minimum “knowledge” yang harus dimiliki oleh seorang D-3 lulusan POLMAN Bandung. Tetapi dengan adanya tuntutan menjadi suatu vocational oriented higher education, dan dengan dukungan ICT dan multimedia, harus memiliki bobot yang memadai dalam menuju knowledge based society. Sejauh ini pembelajaran praktik dilaksanakan dengan menerapkan high order dicipline untuk ukuran lembaga pendidikan umum. Mengingat bahwa tujuan pembelajaran praktik adalah untuk skills development (bukan untuk tujuan validity), maka Standar Prosedur Operasional, “Order”, rasio mahasiswa/staf pengajar merupakan elemen-elemen pengajaran yang penting untuk tujuan pencapaian keahlian/kemahiran/kebisaan yang sesuai dengan tujuan kurikulum. Pada dasarnya mata kuliah teori diberikan terlebih dahulu sebelum melakukan praktik. Apabila kondisi ideal ini terganggu, instruksional singkat dan khusus diberikan terlebih dahulu. Penutup Paparan yang berbasis pada pengalaman selama kurang lebih 30 tahun terlibat dalam menjalani pendidikan, melaksanakan pendidikan, dan mengelola pendidikan di POLMAN Bandung, diharapkan bisa memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan pendidikan vokasi di tanah air, terutama pendidikan politeknik dan program diploma. Kekurangan, kondisi kurang sesuai dalam paparan ini diharapkan tetap bisa menginspirasi para pengembang pendidikan vokasi.

105

106 Bahan Bacaan Banner, M J Jr; Cannon, H C. (1997) The Elements of Teaching, London: Yale University Press. Eko Indrajit. R; Djokopranoto. R (2006) Manajemen Perguruan Tinggi Modern, Yogyakarta: Penerbit Andi. EEDP/ACS Curriculum Specialist (1999) Recommendations on Changes to Engineering Curriculum in Polytechnics, Jakarta: EEDP. Jones, M; Idrus, N. (2000) Competency-Based Learning for Indonesia, Jakarta: DGHE. Melezinek, A. (1992) Ingenieur Paedagogik: Praxis der Vermittlung technischen Wissens, 3. Auflage, Wien: Springer-Verlag. Noelker H, Schoenfeldt E (1980). Berufsbildung: Unterrict, Curriculum, Planung, Wuertt: Expert Verlag. Rochim, T. (2003) Human Resource Development for SMEs of Manufacturing Sector in Indonesia, Bandung: MIDC. Tim POLMAN Bandung (1996) Pengembangan Profesi Teknisi di National Astra Motor, Bandung: Politeknik Manufaktur Negeri Bandung.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

60.

Menguatkan Karakter Pendidikan Pascasarjana Oleh: Fuad Abdul Hamied

Pengantar Tulisan ini merupakan pikiran dan pengalaman yang saya lalui ketika saya memimpin satu unit di sebuah perguruan tinggi negeri di Indonesia ini. Sejak awal saya menjadi tenaga pengajar di perguruan tinggi tersebut, ada keinginan yang tak pernah pudar, yaitu ingin meniru berbagai tokoh yang mempunyai komitmen amat kuat dalam mengabdikan dirinya pada upaya-upaya penguatan dan pengembangan pendidikan tinggi. Nah, kata kunci “komitmen” ini amat enak didengar karena bunyi ujungnya bunyi sengau dalam istilah fonetik, begitu juga mudah diucapkan karena hanya ada 3 suku kata saja, tetapi termasuk yang tidak mudah untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi lepas dari sukar atau mudahnya diimplementasikan, komitmen adalah salah satu karakter yang amat penting bagi civitas akademika dalam kaitan dengan peningkatan mutu proses dan hasil pendidikannya. Komitmen itu dalam Kamus Bahasa Indonesia merujuk ke “perjanjian untuk melakukan sesuatu,” atau merujuk ke penyepakatan “kontrak.” Seseorang yang memilih sebuah pekerjaan pada dasarnya mengikatkan diri dengan sejenis atau serangkaian pekerjaan yang telah ditetapkan oleh tempat kerja tersebut. Komitmen itu sebagaimana disebutkan di atas sepadan juga dengan kontrak, yang berarti merujuk pada “perjanjian antara dua pihak,” antara yang mempekerjakan dengan yang dipekerjakan. Nah, begitulah cita-cita saya, ketika menjadi dosen ingin mengikatkan diri dengan pekerjaan sebagaimana disenaraikan untuk seorang dosen, dan ketika menjadi pejabat juga ingin mengikatkan diri kepada tugas pokok dan fungsinya. Itulah komitmen. Kadang-kadang berhasil, kadang-kadang tidak karena banyak godaannya, tetapi dalam konteks upaya, saya selalu berusaha dan mengusahakan agar komitmen ini tetap tumbuh subur di dalam diri, dan tercermin dalam tindakan. Apa yang saya ceritakan di bawah ini bercampur aduk antara imajinasi, keinginan, hasil bacaan, harapan, dan beberapa kenyataan. Intinya, siapa tahu ada manfaat sebagai lessonlearnt terutama bagi teman-teman yang mau, akan atau sedang dipercaya memangku tugas, mengemban jabatan. Karena isinya merupakan “karedok” yang didalamnya berbaur antara imajinasi, keinginan, hasil bacaan, harapan, dan beberapa kenyataan, para pembaca dipersilakan untuk memilih dan memilah mana dan apa yang mungkin ada manfaatnya. Tulisan ini merupakan catatan saya berkenaan dengan kiprah dan unak-anik yang bertemali dengan jabatan tersebut.

107

108 Ada beberapa kata kunci yang tersirat pada semua bagian cerita ini, yaitu konsistensi, kegesitan, keberdayasaingan, dan kebersamaan, rangkaian sifat yang amat penting dalam konteks pembentukan karakter insan perguruan tinggi. Makna dari setiap kata kunci ini yang sebaiknya menjadi background knowledge bagi para pembaca tulisan ini, walaupun pada bagian-bagian tulisan ini tidak secara tersurat dieksplisitkan. Menata Keinginan Setelah hampir 3 tahun saya turut berkiprah di posisi eselon 2 pada sebuah Kementerian di Jakarta, dan 5 tahun mendapat tantangan tugas pada posisi eselon 1 di sebuah Kementerian Koordinator, saya mendapat kepercayaan mulai tahu 2010 untuk memimpin Sekolah Pascasarjana (SPs) di sebuah Universitas negeri, yang universitas tersebut telah melalui sejarah yang relatif panjang dalam ukuran usia PT di Indonesia. Alur sejarah SPs-nya dimulai pada tahun 1968 tatkala universitas tersebut membuka program yang disebut dengan Lembaga Pendidikan Post Doktoral yang disingkat dengan LPPD. Usia yang memasuki dekade ke-5 merupakan penanda kematangan yang lebih bila dibandingkan dengan apa yang berkembang pada perguruan tinggi lain di Indonesia. Kenyataan bahwa, pada tahun 2010, SPs tersebut telah melepas lebih dari 3500 lulusan dengan gelar magister dan lebih dari 600 lulusan dengan gelar doktor merupakan salah satu penanda matangnya lembaga ini, apalagi bila kita melihat beraneka peran yang telah dimainkan oleh lulusannya di berbagai ranah kehidupan baik akademik maupun kegiatan sosial politik lainnya. Di balik itu semua, perubahan mendasar dalam tatanan pendidikan sebagai bagian tak terpisahkan dari berbagai pergeseran dalam kehidupan bermasyarakat secara nasional maupun global telah menuntut lembaga pendidikan tinggi untuk memberikan tanggapan yang tepat waktu dan tepat sasaran. SPs tidak terkecuali dalam hal ini, bahkan karena posisinya sangat memberi warna kepada komponen dan konstituen lain yang ada di dalam peguruan tinggi ini, SPs perlu mencermati secara lebih arif lagi visi, misi dan tujuannya serta program strategis yang akan dijalankannya. Dalam pendidikan tinggi, dari perspektif kebijakan nasional, perubahan mendasar itu terletak pada pergeseran paradigma sentralistik ke paradigma desentralistik yang ditandai dengan sokongan pada daya saing bangsa, otonomi yang handal dan bermartabat, serta kewarasan organisasi. Lazimnya keinginan itu tereksplisitkan dalam visi dan misi. Visi adalah ekspektasi, bukan angan-angan. Visi adalah masa depan yang hendak diraih. Dalam konteks ini, Universitas tersebut sendiri sebagai perguruan tinggi telah memasang visi yang Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

berat dan sangat menantang yaitu menjadi universitas pelopor dan unggul dalam disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu. SPs menerjemahkan visi tersebut dengan rumusan menjadi “pelopor keunggulan dalam ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu dan bidang ilmu lainnya melalui penelitian sesuai dengan tuntutan dan perkembangan ilmu, teknologi dan seni pada tataran nasional dan internasional.” Visi tersebut kemudian diejawantahkan ke dalam misi untuk menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dalam budaya akademik yang menantang dan mandiri untuk menghasilkan lulusan yang mumpuni dalam bidangnya serta menjadi pribadi yang handal dan menjadi peneliti yang mampu tampil kompetitif pada tataran nasional dan internasional. Selain itu misi SPs adalah menciptakan budaya meneliti dengan mengembangkan payung-payung penelitian oleh dosen dengan melibatkan mahasiswa dalam penyelesaian studi, serta sekaligus mengembangkan budaya akademik melalui peningkatan mutu secara sinambung pada berbagai bidang strategis dan penciptaan jejaring baru, program entrepreneurship dan kelas-kelas internasional, serta pusat-pusat kajian yang krusial sesuai skala prioritas dan kebutuhan masyarakat. Lulusannya diharapkan memiliki wawasan yang luas dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan dengan segala aspeknya, memiliki penguasaan yang mendalam dalam bidang ilmu yang menjadi keahliannya, serta memiliki kemampuan meneliti, mengembangkan, merencanakan, dan mengelola pendidikan serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Ciri lain yang diharapkan menjadi karakteristik dari lulusan SPs tersebut adalah lulusan yang memiliki integritas yang tinggi, terbuka dan tanggap terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan masyarakat, mampu mengembangkan ilmu khususnya disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu, dan terus menerus memotivasi diri sebagai ilmuwan. Visi, misi, dan tujuan di atas merupakan pegangan arah pengembangan SPs tersebut, sekaligus menjadi alat ukur untuk melihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan oleh segenap unsur lembaga tersebut berada pada jalur yang tepat dengan sasaran sesuai yang diharapkan. Visi, misi, dan tujuan ini menjadi patokan untuk melahirkan program-program strategis yang perlu dikembangkan. Visi dan misi baru terlihat operasional bila diterjemahkan ke program strategis. Dalam upaya pengembangan SPs sebagai bagian tak terpisahkan dari universitas tersebut, program

109

110 strategis yang digelar tentu harus dalam tata dan tertib yang sealur dengan kebijakan pada tatanan universitas dengan tetap memanfaatkan semangat otonomi kelembagaan yang digunakan untuk kemaslahatan pengembangan SPs yang utuh dan kokoh. Dari sisi sinergi kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia, program strategis SPs di Universitas tersebut juga dapat dikemas di sekitar tata kelola (governance), sumber daya manusia, peraturan, dan penjaminan mutu akademik. Jangkauan Ada berbagai jangkauan yang hendaknya digapai dalam mengelola unit lembaga pendidikan semuskil SPs ini: tata-kelola, sumber daya manusia, peraturan, dan penjaminan mutu akademik. Dalam konteks tatakelola, sumber daya manusia, peraturan dan penjaminan mutu akademik ini, kondisi idaman strategis yang ingin dicapai menurut RPJM Kemendiknas 2010- 2014 patut menjadi acuan, yang untuk bidang pendidikan tinggi dan yang relevan dengan program pascasarjana, meliputi: a. Semua PT memperoleh sertifikasi ISO 9001:2008, b. Semua prodi yang menerbitkan ijazah memiliki izin operasi dan berakreditasi, 55%nya berakreditasi minimal B, dan 150 prodi berakreditasi internasional (OECD), c. Minimal 2 PT masuk peringkat masing-masing TOP 200, TOP 300, TOP 400, dan TOP 500 dunia versi THES d. Semua dosen program S2, profesi, spesialis, dan S3 berkualifikasi S3, bersertifikat, memiliki akses internet dan e-journal, dan menerapkan pembelajaran berpusat pada mahasiswa yang kontekstual berbasis TIK, e. Sebesar 40% dosen PT milik negara melakukan publikasi dan 5% melakukan publikasi internasional, 20% dosen tetap PTS melakukan publikasi dan 1% melakukan publikasi internasional, f. Paten yang dihasilkan 300, 85% lulusan program S2/Profesi/Spesialis, dan 99% lulusan program S3 bekerja dalam waktu 1 Tahun setelah lulus. Tata Kelola Program di atas kertas diharapkan tercerminkan dalam kegiatan dan upaya nyata pada kegiatan dari hari ke hari. Program strategis itu akan mampu diejawantahkan bila tata-kelola diatur secara baik dan benar—baik karena cocok dengan cita rasa yang lazim dipahami dan dilaksanakan di berbagai institusi sejenis, dan benar karena segala langkahnya sesuai aturan yang telah ditetapkan. Tata-kelola SPs sebagai bagian dari sebuah perguruan tinggi ditandai dengan keunikan yang berbeda dari organisasi pemerintah, bisnis, atau industri. Pendidikan tinggi mempunyai ciri khas dalam mengembangkan sistem nilai dan norma seperti pencarian kebenaran, kejujuran dan rasa saling percaya. Oleh karena itu pembenahan tataMemandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

kelola memerlukan pertimbangan keunikan tersebut. Peningkatan perluasan dan mutu pendidikan tinggi masih merupakan focus pengembangan pendidikan tinggi, termasuk menyeimbangkan dan menyerasikan jumlah dan jenis program studi yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan pembangunan dan untuk menghasilkan lulusan yang memenuhi kebutuhan pasar kerja serta peningkatan dan pemantapan peran perguruan tinggi sebagai ujung tombak peningkatan daya saing bangsa melalui penciptaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya dan seni. Dari sisi tata-kelola, SPs di universitas tersebut mempunyai kekuatan antara lain kesejarahan dan pengalaman yang memasuki dekade ke-5, telah pernah mengalami berbagai bentuk pengelolaan, mempunyai potensi leadership yang ditokohkan bahkan pada tataran nasional, dan telah melahirkan birokrat handal di berbagai PT dan lembaga yang menyebar secara luas di Indonesia ini. Di balik kekuatan itu, ada kelemahan inheren yang harus diwaspadai, seperti besarnya jumlah program studi, luasnya populasi mahasiswa, dan jurang “keterampilan” administratif antara unsur pimpinan akademik dan pengelola administratif. Namun peluang begitu banyak dan terbuka bagi SPs tersebut untuk menjadi lembaga pendidikan pascasarjana yang merupakan pelopor dan unggul, antara lain karena universitas tersebut sendiri akan memberi keleluasaan bagi SPs untuk berkreasi dan berinovasi. Selain itu SPs tersebut dapat merentangkan sayapnya dalam menciptakan berbagai bentuk kolaborasi dan kerja sama karena tenaga pengajarnya datang dari berbagai perguruan tinggi mancanegara, juga alumninya tersebar secara luas di seluruh nusantara dalam berbagai PT dan lembaga pemerintahan dan lembaga swasta. Dari sini muncul berbagai tantangan yang dapat dihadapi dengan berbagai program strategis. Di antara program strategis berkenaan dengan tata-kelola yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: a. penguatan otonomi bagi program studi dalam menata program akademiknya dengan mengacu kepada baku mutu yang ada; b. pendekatan berbagi dan partisipatoris antar pimpinan SPs secara horizontal maupun vertikal dalam mengimplementasi-kan program Sekolah; c. pengembangan proses penentuan kepemimpinan pada SPs yang mengutamakan prinsip meritokrasi ketimbang popular votes; d. penyeimbangan pada tataran Sekolah antara keseragaman dan ciri khas lintas program studi dalam hal pengelolaan pelaksanaan program, ukuran kelas, dan hal-hal prosedural administratif perkuliahan; e. perluasan tawaran program yang terkendali mutu dengan menggunakan ukuran yang ada secara internal maupun eksternal; f. pembakuan pokok-pokok proses belajar mengajar, dengan memberi keleluasaan inovasi

111

112 dan improvisasi bagi setiap individu pengajar. Tata-kelola ini perlu dikembangkan pula dengan melihat pertumbuhan perguruan tinggi di Indonesia yang pada 3 tahun terakhir ini berkembang amat pesat rata-rata 9.4% dengan jumlah total di atas 3.000 institusi. Pada saat yang sama, perkembangan yang terjadi di tataran persekolahan perlu dicermati juga, termasuk diimplementasikannya gagasan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional, yang telah banyak mengundang pro dan kontra sekaligus. Sumber Daya Manusia Tata-kelola sebuah institusi akan amat bergantung pada sumber daya manusia yang penuh komitmen. Pengelolaan sumber daya manusia di perguruan tinggi perlu ditangani secara spesifik. Kinerja komunitas akademik akan berkembang dengan baik apabila berkembang kebebasan akademik yang tinggi, yang harus diciptakan dengan dukungan peluang dan fasilitas. Pengelolaan sumber daya manusia pada SPs tersebut perlu dilakukan dengan tujuan untuk efektivitas dan efisiensi pemanfaatan potensi yang dimiliki. Kekuatan SDM pada SPs di universitas tersebut ditandai dengan jumlah penyandang gelar S3 dengan latar belakang pendidikan yang bervariasi serta asal beraneka dari dalam negeri dan juga dari luar negeri. Selain itu, rata-rata SDM ini mempunyai pengalaman yang kaya, baik pengalaman masing-masing pada berbagai ranah dan kegiatan akademik maupun administratif di perguruan tinggi tersebut maupun pada lembaga atau kegiatan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Di balik itu, kita masih melihat kelemahan SDM dalam pemanfaatan teknologi informasi baik untuk kepentingan akademik maupun untuk efisiensi administrasi. Namun luasnya networking yang dimiliki oleh para dosen SPs universitas tersebut merupakan peluang tersendiri yang dapat dimanfaatkan baik untuk penguatan akademik dan perluasan wawasan, maupun untuk kepentingan benchmarking. Dalam menyiapkan sumber daya manusia berkualitas patut dirujuk Rencana Strategis Kemendiknas 2005-2025 yang memperlihatkan upaya dari peningkatan kapasitas dan modernisasi (2005-2009), penguatan pelayanan (2010- 2014), penguatan daya saing regional (2015-2019), dan penguatan daya saing internasional (2020-2025). Untuk itu, berbagai tantangan perlu dihadapi antara lain melalui program strategis yang dapat dikembangkan sebagai berikut: a. identifikasi potensi terjualkan dari para tenaga pengajar dan tenaga administrasi; b. peningkatan mutu tenaga akademik dan tenaga administratif melalui berbagai kegiatan seminar, lokakarya dan pelatihan, baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional; Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

c. pengadaan kegiatan yang menciptakan crossfertilization dalam berbagai disiplin ilmu melalui diskusi atau seminar intern SPs di universitas tersebut atau dengan menghadirkan pembicara tamu yang dapat memberi pencerahan dan keluasan wawasan keilmuan; d. pembentukan tim kerjasama di antara sumber daya manusia akademik maupun administratif yang memungkinkan tukar-menukar keahlian dan keterampilan, sebagai wadah untuk terjadinya komunikasi berkelanjutan dalam pembentukan SDM terhandal, saling menghormati, jujur dan terbuka. Peluang-peluang global perlu digali untuk memperkokoh pengembangan sumber daya manusia ini. Berbagai tawaran internasional perlu diidentifikasi sesuai dengan program yang telah dipilih. Peraturan Peraturan positif pada tataran nasional maupun lokal perguruan tinggi akan turut memberi warna pada pengembangan SPs di perguruan tinggi ini. Dalam sejarahnya, perguruan tinggi ini mempunyai kekuatan tersendiri karena kemauannya untuk memenuhi aturan perundangan yang berlaku. Misalnya, selama ini peraturan perundang-undangan yang menyangkut kelembagaan serta kepegawaian dijadikan pegangan dalam mengelola lembaga ini. Otonomi yang diemban oleh perguruan tinggi ini merupakan budaya baru. Kelemahan inheren yang ada adalah kesulitan untuk mengubah paradigma, yang tentu harus dicerminkan dalam aturan atau peraturan yang dilahirkannya. Tekad yang ada untuk memperkuat sistem, merupakan peluang selain adanya ‟keleluasaan‟ sebagai bagian dari perguruan tinggi ini bagi SPs untuk melahirkan aturan dan peraturan yang menertibkan dan sekaligus memberi keleluasaan untuk berinovasi dan berkreasi. Ini merupakan tantangan tersendiri. Peraturan yang menyangkut mekanisme tata-kelola interen baik yang menyangkut masalah administratif maupun akademik perlu dikembangkan untuk memenuhi keperluan ketaat-asasan kita dalam menciptakan lembaga yang waras atau yang sehat. Di antara peraturan yang perlu dikembangkan dan atau dicermati lagi antara lain adalah: a. kendali mutu produk: tesis & disertasi, serta penyediaan basis data yang dapat dijadikan acuan dalam menelorkan produk bermutu; b. tata-kelola dengan aturan eksplisit, terutama yang menyangkut pengembangan program; c. aturan pencegahan bahaya plagiarisme dengan mekanisme pengendaliannya serta jenis-jenis hukuman yang pantas diterapkan di dalamnya. Untuk dapat meningkatkan peran sistem yang mewadahi upaya-upaya peningkatan mutu secara lebih sistemik diperlukan pemahaman atas penjaminan mutu akademik.

113

114 Penjaminan Mutu Akademik Mutu akademik merupakan kata kunci dalam pengembangan sebuah sekolah pascasarjana. Manakala mutu terabaikan, ruh dari sebuah lembaga pendidikan pascasarjana luluh dengan sendirinya. SPs tersebut mempunyai kekuatan kuantitatif dengan tawaran lebih dari 25 program magister dan hampir 15 program doktor. Untuk ini, perlu dipastikan bahwa semua program tawarannya mengetengahkan kualitas sebagai andalannya, bila tidak, maka besaran kuantitatif ini akan menjadi bagian dari kelemahannya. Penjaminan mutu pada SPs tersebut mempunyai peluang dapat dilakukan dengan baik karena banyaknya SDM yang turut terlibat dalam upaya penjaminan mutu secara nasional. Untuk kepentingan validitas eksternal dalam upaya penjaminan mutu itu, bisa juga kita meminta jasa lembaga eksternal. Tantangan yang harus dihadapi ialah pembentukan upaya penjaminan mutu yang dilakukan secara built-in dalam kelembagaan kita dari mulai tataran universitas, sekolah, dan program studi itu sendiri. Dalam persaingan yang bukan saja antar PT lokal tapi juga antar PT secara global, standar mutu sudah menjadi tuntutan yang fundamental. Kemampuan sebuah lembaga pendidikan tinggi, termasuk SPs di dalamnya, untuk bisa bertahan dan berhasil dalam persaingan ditentukan oleh kemampuan dalam memberikan jaminan mutu akademiknya. Untuk agar kompetitif pada tataran global, perlu kita rujuk dan jadikan pedoman berbagai pemeringkatan internasional yang dilakukan oleh berbagai pihak termasuk THES, Jiatong, dan Webometrics. Kriteria yang dikembangkan THES misalnya mencakup reviu sejawat, reviu pengguna lulusan, rasio dosen-mahasiswa, indeks sitasi, dosen internasional dan mahasiswa internasional. Berbagai program strategis dalam penjaminan mutu ini dapat dilakukan antara lain sebagai berikut: a. program “tuning-in‟ bagi mahasiswa SPs yang hadir dengan kemampuan dasar yang “kurang‟ memadai, sebagai akibat atau pengakuan dari adanya disparitas input; b. penggalakan kerja sama dengan perguruan tinggi lain di dalam dan di LN sebagai bagian akselerasi upaya penjaminan mutu, misalnya penciptaan kerja sama dual degree; c. pengendalian standar perkuliahan baik dari sisi penataan waktu maupun dari sisi pengembangan bahan ajar dan juga pengembangan standar penyelesaian studi, misalnya pembakuan bentuk dan tata letak tesis atau disertasi, serta pembakuan tatanan ujian tertulis, maupun lisan; d. kajian sistematik tentang kontribusi lulusan terhadap pembangunan bangsa, yang sekaligus berfungsi sebagai feedback untuk perbaikan program.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Program strategis yang diuraikan di atas tentu harus menunjang kebijakan dan program yang telah digariskan dalam Rencana Strategis perguruan tinggi tersebut. Dalam aspek pendidikan salah satu indikator realisasi program Renstra tersebut adalah semakin besarnya jumlah mahasiswa program pascasarjana. Mendekati 1000 mahasiswa baru yang diterima di SPs tersebut untuk tahun ajaran 2010/2011 merupakan bagian upaya ke arah itu. Ini tentu harus dijaga dengan baik, agar ekspansi ini tidak berdampak negatif terhadap mutu antara lain dengan program-program yang disebutkan di atas. Selain itu, untuk merealisasikan tuntutan adanya program studi yang berstandar internasional tentu harus didorong oleh kekuatan yang ada pada SPs ini. Di sisi lain, indikator keberhasilan aspek pendidikan pada perguruan tinggi tersebut itu, khususnya di SPs, adalah tercapainya rata-rata IPK lulusan yang meningkat dari tahun ke tahun—S2: 3,30 (2006), 3,34 (2007), 3,47 (2008), 3,47 (2009); S3: 3.50 (2006), 3,63 (2007), 3,64 (2008), 3,66 (2009). Tentu saja, harus dicermati serta dipandu juga dengan baik agar tidak terjadi inflasi dalam evaluasi, yaitu adanya nilai yang tinggi tetapi tidak terimbangi oleh mutu yang dicapai oleh lulusannya. Dalam aspek penelitian dan pengembangan, salah satu indikator terealisasikannya Rencana Strategis perguruan tinggi ini adalah adanya hasil penelitian yang memperoleh hak karya intelektual, adanya inovasi pembelajaran yang berbasis riset, serta terbitnya jurnal internasional. SPs tersebut mempunyai potensi kuat untuk merealisasikan hal ini. Langkah yang dapat diambil antara lain dapat melalui penemaan (pembuatan tema) serta kontekstualisasi penelitian yang dilakukan baik di S2 maupun S3. Dalam konteks ketersediaan infrastruktur ICT, fasilitas dasar telah mulai dikembangkan lewat jejaring internet di universitas tersebut dan di dalam sistem SPs sendiri. Pemanfaatan fasilitas ini perlu didorong melalui tugas-tugas perkuliahan serta kajian dan penelitian untuk S2 dan S3. Perkuliahan dengan sistem e-learning serta pemanfaatan virtual library menjadi indikator realisasi Renstra perguruan tinggi tersebut, dan dalam kaitan dengan ini SPs tersebut telah menanam dasar-dasar yang baik, sehingga pengembangannya ke depan relatif lebih mudah. Pemanfaatan ICT memang bukan sekedar penyediaan fasilitas, tetapi pengubahan budaya di pihak pengajar, mahasiswa maupun tenaga administrasi untuk mau dan kemudian mampu dalam memanfaatkannya secara maksimal. Apa yang sudah dan akan dikembangkan oleh Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi yang ada di universitas tersebut patut direspon dan dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan penguatan program strategis SPs itu sendiri.

115

116 Penutup Dalam satu tahun terakhir pada jabatan saya tersebut, semua unsur yang terlibat berupaya keras untuk memperkokoh keinginginan mewujudkan, mengembangkan, dan mempertahankan upaya-upaya bermutu. Hal-hal pokok yang kelihatannya perlu perhatian teramat sungguh, yaitu yang terkait dengan: fondasi, konsistensi, kegesitan, keberdayasaingan, dan kebersamaan. Dalam konteks fondasi, peraturan perundangan yang ada yang menyangkut SPs dalam keseluruhan urusannya masih perlu diterjemahkan ke peraturan pelaksanaannya secara lebih operasional dan jelas. Aturan-aturan ini ada yang perlu dikembangkan di tingkat universitas, ada yang cukup pada tingkat SPs. Persoalan mekanisme kerja pimpinan sampai ke Ka Prodi, tata cara ujian dan monitoring perkuliahan, serta upaya mengefektifkan semua dosen dan pegawai dalam melaksanakan dan memantau kegiatan akademik maupun ujian sebagiannya sudah diatur dalam bentuk Ketetapan Direktur SPs tersebut dan juga SOP yang sudah dikembangkan, dan sebagian bentuk-bentuk kegiatan lainnya lagi masih perlu dikembangkan. Konsistensi, dalam arti keterusmenerusan pelaksanaan, untuk semua upaya perlu dicermati dengan amat teliti, dan hal ini memerlukan perhatian pimpinan SPs dari hari ke hari. Hal-hal yang telah menjadi kebiasaan baik seperti kedisiplinan kerja dengan jam kerjanya dari Ka Prodi dan staf agar dipertahankan dan ditingkatkan. Begitu juga upaya untuk menjaga pelaksanaan yang tertib dari kegiatan akademik seperti perkuliahan dan ujian-ujian. Kegesitan merupakan kunci untuk memperkuat keberdayasaingan. Kegesitan adalah kecepatan bertindak dalam menyelesaikan program dan mengatasi masalah-masalahnya. Perlu ada komitmen yang sama di antara semua unsur baik pimpinan SPs, Ka Prodi maupun staf, untuk selalu mengikhtiarkan langkah hari ini juga, dan tidak ditangguhkan ke hari esok apapun pekerjaan yang dihadapi. Persaingan dengan lembaga dan perguruan tinggi lain saat ini banyak tergantung pada tingkat kegesitan kita menuntaskan pekerjaan dan mencari solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Hal lain yang terakhir, tapi teramat penting untuk tidak diabaikan, adalah kebersamaan. Kebersamaan antara pimpinan SPs, Ka Prodi dan staf. Kebersamaan yang memerlukan ketelatenan pimpinan untuk melihat persoalan bawahannya. Kebersamaan yang membuka kunci keterbukaan, sehingga tak ada persoalan yang menyembul ke luar sebelum diketahui di dalam. Dalam banyak hal, keterbukaan sudah terbina dengan baik di SPs. Kebersamaan dan keterbukaan tentu sekaligus harus dikembangkan dalam kerangka penguatan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

kedisiplinan bekerja. Kebersamaan dan keterbukaan tanpa kedisiplinan hanyalah sia-sia belaka, karena akan meruntuhkan semangat yang lain yang telah mempunyai komitmen kokoh untuk berprestasi. Dengan menyadari kekurangan yang saya miliki, saya sama sekali tidak berpretensi bahwa apa yang diuraikan di atas sudah komprehensif dan konklusif. Semuanya merupakan gagasan awal yang baru sebagiannya saja yang telah direalisasikan yang tentu saja masih memerlukan pengasahan dan bahkan bahasan kritis dari berbagai pihak yang mempunyai kepedulian pada SPs di universitas tersebut dan bersentuhan dengan SPs tersebut dari hari ke hari. Misalnya, dari sisi kontekstualisasi, program strategis yang dimiliki tentu harus disenadakan dan selanjutnya diimplementasikan di atas landasan nilai-nilai yang dianut oleh lembaga pendidikan tinggi ini. Dari sisi kemungkinan keberhasilan merealisasikan program program yang ditawarkan, dukungan dan kesepahaman dari semua pemangku kepentingan akan sangat diperlukan. Pekerjaan mengembangkan SPs adalah pekerjaan banyak pihak, oleh karena itu kerja sama yang kokoh dan menyatu secara baik, dengan semangat persaudaraan yang kompetitif, akan menjadi prasyarat keberhasilannya. Anggaran Rumah Tangga universitas tersebut telah memberikan berbagai keleluasaan sekaligus batasanbatasan dalam upaya pengembangan Sekolah Pascasarjana ini sebagai bagian tak terpisahkan dari universitas itu sendiri. Semua aturan perundangan yang ada tentu harus kita pedomani dengan tetap mendorong upaya-upaya inovatif dan kreatif dalam mengembangkan lembaga ini. Selama 14 bulan saya memimpin SPs tersebut, dengan gaya dan tenaga serta kemampuan yang ada, saya menyadari kekurangan-kekurangan saya. Mengapa hanya 14 bulan? Itu karena ketika masa jabatan paruh waktu tersebut habis, usia saya sudah melampaui 60 tahun. Memang, kata teman saya, visiting professor dari Australia, adalah aneh dan sangat diskriminatif mengapa usia menjadi syarat jabatan tersebut. Topik ini mungkin memerlukan tulisan lain, ya. Nah, dalam masa waktu yang relatif pendek itu, bila ada keberhasilan seperti terakreditasi ISO untuk beberapa program studi, serta terakreditasinya dengan baik oleh BAN PT untuk semua Prodi yang telah diajukan, semuanya merupakan hasil kerja keras dan kerja sama yang baik di antara para penanggungjawab dan staf. Untuk itu permohonan maaf saya sampaikan kepada semua pihak serta terima kasih atas kepercayaan yang amat menyenangkan ini. Pertama, saya ucapan terima kasih kepada Bapak Rektor yang telah memberi amanah ini, serta permohonan maaf atas segala kekurangan saya. Kepada pimpinan dan anggota MWA, SA serta SPM, Para Pembantu Rektor, Para Dekan, Ka LPPM serta unsur pimpinan dan dosen serta staf di seluruh universitas ini, saya ingin menyampaikan penghargaan atas

117

118 dukungan dan kerjasamanya selama 14 bulan ini, serta permohonan maaf yang setinggitingginya atas segala gaya dan kekhilafan yang saya perbuat. Kalaupun bentuknya membuat Bapak/Ibu tidak berkenan, biasanya maksud saya insya Allah baik. Sekali lagi permohonan maaf. Permohonan maaf serta terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua Asisten Direktur saya yang dari hari ke hari memberikan butir-butir yang perlu saya cermati dan sekaligus menerima arahan serta keseringannya nurut pada apa yang saya minta, kecuali bila ada yang tidak sepadan dengan aturan perundangan yang ada, keduanya akan segera memberikan koreksi yang amat positif. Para Kasi dan Kasubbag selalu responsif terhadap gagasan dan permintaan saya dalam menuntaskan program dan menangani persoalan yang dihadapi. Komitmen mereka amat baik dan perlu terus dibina serta dikembangkan. Semua staf amat hormat kepada saya, mungkin salah satunya karena tak ada yang pernah saya marahi secara terbuka. Saya memohon maaf karena belum semua permintaannya dapat direalisasikan, tapi bersama dengan kedua Asdir telah banyak hal yang menyangkut kesejahteraan mereka yang direalisasikan. Staf administratif yang khusus membantu saya dan sopir saya paling banyak disuruh-suruh. Saya sering meminta staf saya itu mengetik ulang surat berulangkali terutama pada awal masa jabatan saya hanya karena salah ejaan atau salah mengetik nama. Mohon maaf kalau saya agak ‟cerewet‟ tentang kesalahan kecil yang masih saja saya temukan, karena itu bagian dari proses pembelajaran. Sopir saya tidak pernah mengatakan tidak kalau diminta mengantar saya ke mana saja, sepertinya tak pernah ngantuk, dan tidak merasa lelah. Ada yang teramat penting untuk tidak boleh saya lewatkan. Selama menjabat ini, serta tentu sebelum dan sesudahnya, isteri saya adalah penasihat utama yang sering memberikan masukan ‟sebaiknya begini, sebaiknya begitu,‟ sekaligus memberikan kritik yang kadang-kadang amat ‟keras‟ bila saya bergaya sedikit ‟nyeleneh,‟ kebiasaan yang kayanya merupakan bagian dari diri saya. Saya amat berterima kasih kepada isteri yang mendukung kuat selama saya memangku amanah ini. Pendek kata, saya telah merasa kehilangan semua ini. Tetapi sekaligus merasa bahagia karena telah memperoleh pengalaman dan kebersamaan yang teramat sangat menyenangkan dan berharga bagi saya. Hanya Allah swt yang maha tahu dan maha tepat dalam memberikan balasan atas kebaikan semua yang terlibat di SPs ini.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

61.

Memahami Makna Identitas dan Karakter dalam Kehidupan dan Pendidikan Oleh: Rizal Z Tamin1

Pengantar Saya memasuki perguruan tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1974, lulus Program Sarjana Teknik Sipil tahun 1979, dan selanjutnya melamar menjadi dosen di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP). Pada tahun 1982 berkesempatan mengikuti pendidikan Magister dan Doktor di perguruan tinggi Perancis, kembali tahun 1987, dan bekerja sebagai dosen sampai sekarang. Selama 37 tahun di ITB, saya mengalami beberapa pemerintahan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. 1974 – 1998 :Pemerintahan Presiden Soeharto. b. 1998 – 2004 :Pemerintahan Presiden B.J. Habibie, Presiden Abdulrahman Wahid, dan Presiden Megawati Sukarnoputri. c. 2004 – 2014 :Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. d. 2014 – sekarang: Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Peralihan dari pemerintahan Presiden Soeharto kepada Presiden B.J. Habibie ditandai oleh peralihan dari pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi, pemerintahan yang otoriter menjadi pemerintahan yang lebih terbuka, lebih demokratis dengan pengakuan yang lebih baik mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan untuk menyatakan pendapat. Bersamaan dengan peralihan kehidupan sosial dan politik tersebut, yang memberikan dampak langsung kepada keterbukaan informasi dan perekonomian yang berorientasi pasar, saya mencermati terjadinya secara konsisten penurunan idealisme dan nasionalisme kehidupan seluruh lapisan masyarakat, baik mahasiswa dan dosen di dalam kampus, maupun masyarakat umum dan pemimpin di luar kampus. Kelompok masyarakat yang ingin melakukan kegiatan atau tindakan dengan benar dan baik semakin lama semakin menurun. Demikian juga mereka yang memikirkan kepentingan orang lain, masyarakat umum, bangsa dan negara dalam melakukan kegiatan dan upayanya mencapai tujuannya semakin berkurang. Kebanyakan kita lebih permisif dalam bertindak dan cenderung mementingkan diri sendiri, keluarga, atau kelompok. Mengapa mahasiswa tidak lagi mempunyai sopan santun dan menghormati orang lain terutama yang lebih tua. Mengapa kedisiplinan menurun, mereka tidak lagi segan datang terlambat dan mencontek dalam ujian. Mengapa mereka kurang aktif berorganisasi, kurang ----------1 Dosen Fakultas Teknik Sipil & Lingkungan, Institut Teknlogi Bandung

119

120 melakukan kegiatan membantu masyarakat, tidak lagi sensitif terhadap ketidakadilan dan ketimpangan kualitas kehidupan masyarakat. Mengapa lulus cepat, dengan nilai tinggi, dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar merupakan tujuan utama. Mengapa tidak ada lagi keinginan untuk berbuat sesuatu bagi kelompok kurang mampu, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat, atau memberikan kontribusi sekecil apapun bagi kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kehidupan sehari-hari kita merasakan ketidak-sabaran hampir semua lapisan masyarakat dalam melakukan antrian dan berlalu lintas. Kita tidak lagi menghargai hak orang lain. Toleransi menurun, dan mau menang sendiri. Kita minta dimengerti sedang berada dalam kesibukan untuk mencapai tujuan kita, tanpa mau mengerti dan peduli bahwa orang lain juga mempunyai tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakannya dengan baik. Di kota-kota besar kita tidak lagi melihat orang saling tersenyum, memberikan respect dan penghargaan, saling mempersilakan, tetapi saling memandang curiga dan menunjukkan rasa tidak aman dan merasakan ancaman. Pada tingkat politik dan pemerintahan, kita melihat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merajalela seakan-akan menjadi hal biasa. Karena semua melakukan, kita tidak lagi merasa bahwa itu salah dan akan menghancurkan negara dan bangsa. Walaupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap banyak pejabat dari berbagai instansi negara dan pemerintahan serta pengusaha dan menjebloskannya ke penjara, kasus korupsi dari tahun ke tahun bukannya menurun tetapi semakin meningkat. Tidak ada lagi etika dan rasa malu. Semua cara dilakukan untuk dapat berkuasa. Setelah suami, istri, kemudian anak diupayakan untuk menggantikan menjadi pejabat publik. Materi dan kekuasaan telah menjadi tujuan hidup. Siapa saja melakukan apa saja termasuk menuduh, menghasut, memfitnah, untuk memperebutkan kekuasaan. Media sosial yang berkembang pesat berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi bukan digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan kearifan diri dan komunal, tetapi disalahgunakan untuk mengolah dan menyebarkan informasi yang keliru untuk menyerang dan menyudutkan pihak lawan demi mendapatkan keuntungan kelompok dan golongan dalam rangka mendapatkan materi dan merebut kekuasaan. Perubahan perilaku mahasiswa seperti disampaikan di atas mempengaruhi mutu lulusan terutama dalam dimensi emosional dan spiritual. Padahal mereka diharapkan menjadi calon pemimpin, baik pemimpin kelompok sosial, pemimpin kelompok ekonomi dan industri, pemimpin kelompok politik, juga pemimpin pemerintahan dan bangsa. Kelemahan lain yang berkaitan dan dirasakan adalah lemahnya penalaran. Banyak mahasiswa memandang pengetahuan sebagai hafalan.Yang mereka anggap penting adalah bagaimana menyelesaikan (how) atau menggunakan pengetahuan, bukan mengetahui (what) dan Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

memahami makna (why) dari apa yang dipelajari. Kualitas pembelajaran demikian rendah, sehingga mereka tidak cukup percaya diri dan tertantang atau bahkan mempunyai kesempatan untuk berpikir kritis. Selain itu lemahnya toleransi dan afinitas terhadap pihak lain, juga menyebabkan lemahnya kemampuan mahasiswa berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Ini merupakan tantangan besar bagi kemajuan di masa yang akan datang. Kolaborasi baik lokal, regional, nasional, maupun internasional di semua bidang baik, industri, ekonomi, politik, sosial dan budaya merupakan kebutuhan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk dan jasa. Di masa yang akan datang peningkatan nilai tambah, bukan hanya diperoleh melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi, tetapi terutama akan berasal dari kreativitas dan inovasi. Perilaku mahasiswa di dalam kampus, sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari perilaku dan nilai-nilai yang berkembang di kelompok masyarakat di mana mereka berada sebagaimana disampaikan di atas. Permasalahan yang dihadapi bangsa ini sebenarnya lebih luas, jauh lebih berat dari kemunduran mutu pendidikan yang dirasakan dalam kampus. Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat menggambarkannya: a. Mengapa pemimpin saling bertengkar, tidak memberikan contoh?. Pemimpin selain wajib mempunyai kompetensi dalam bidangnya, mempunyai kemampuan manajerial dan leadership yang kuat, juga harus memberikan contoh keteladanan, sehingga menjadi panutan bagi pengikutnya. b. Mengapa benar dan salah dibiarkan mengambang, sehingga rakyat menjadi bingung?. Tugas pemimpin adalah memandu pengikutnya ke arah yang benar dan baik. Dalam keadaan terbatas dan kondisi tertekan sekalipun, ia harus mampu menjaga dan menunjukkan arah baik dan yang benar, sehingga pengikutnya tidak menjadi bingung. c. Mengapa semua orang ingin jalan pintas, mendapatkan hasil langsung - yang umumnya materi- dengan mudah?. Mengapa kita menjadikan hidup adalah tujuan, bukan lagi perjalanan, yang dapat kita nikmati sesuai dengan diri dan keadaan kita masing-masing?. d. Mengapa materi dan kekuasaan menjadi nilai universal dan utama dalam kehidupan semua orang, bukan kebahagiaan yang ada dan dapat kita rasakan di dalam diri kita sesuai dengan identitas dan karakter kita masing-masing?. e. Mengapa kita hidup tanpa makna, melaksanakan ritual tanpa penghayatan spritual, hanya mengumpulkan harta, tidak mencari dan berusaha menemukan kedamaian dan kebahagiaan?. f. Mengapa kita tidak lagi bisa menerima perbedaaan dan menghargai orang lain?. Mengapa intoleransi dan paham radikalisme berkembang pesat?. Perbedaaan suku, agama, ras, antar golongan dengan mudah menjadi penyebab perselisihan antar kelompok

121

122 masyarakat. g. Mengapa dalam kehidupan nasional sering terjadi penghargaan (merit) dan hukuman (dismerit) pergi ke tempat yang salah?. Orang yang berbuat kebaikan dan melakukan pengorbanan tidak mendapat penghargaan, sementara yang mengambil kesempatan untuk kepentingan pribadinya justru dihargai. h. Mengapa pemerintah senangnya melaksanakan program saja, berpikir jangka pendek, tidak membangun sistem yang memberikan manfaat jangka panjang dan berkelanjutan?. i. Mengapa secara umum idealisme dan nasionalisme menghilang begitu saja?. Keadaan yang diuraikan diatas sudah sampai pada kondisi kritis. Kerusakan yang terjadi menyangkut dimensi moral dan budaya masyarakat, bersifat masif dan menyeluruh, menyentuh seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, melingkupi aspek institusi dan pengaturan berikut: • Sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan; • Kerangka regulasi (peraturan perundang-undangan); • Kerangka institusi dan kelembagaan (Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Kepolisian, Kehakiman, Kejaksaan); • Unsur kepemimpinan eksekutif (pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota); • Masyarakat pemberi panutan: pegawai negeri sipil, guru, dan dosen; • Pemimpin dunia industri dan usaha. Ia bukan saja menghambat kemajuan pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga membahayakan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Tujuan pembangunan nasional sesungguhnya bukan hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, tetapi lebih jauh lagi yaitu meningkatkan kemuliaan nilai-nilai kehidupan dan budaya bangsa. Kita harus menemukan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya. Namun, terlebih dulu perlu diketahui apa yang sesungguhnya terjadi dan mengapa kita jadi begini. Apa yang Terjadi, Mengapa Kita Jadi Begini Hipotesis yang dapat diajukan untuk memahami apa yang terjadi dan mengapa kita jadi begini adalah proses demokrasi tidak tertata, yang kurang disiapkan dengan baik, di mana terjadi dua kondisi yang saling melemahkan ketahanan nasional dalam menghadapi transisi demokratisasi kehidupan masyarakat yaitu besarnya ancaman eksternal dan lemahnya kekuatan internal individu masyarakat yang dimulai saat reformasi tahun 1998. Besarnya Ancaman Eksternal Besarnya ancaman eksternal yang ditunjukkan oleh fakta berikut: Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

a. Informasi yang tidak terkendali. Semenjak reformasi tahun 1998 Indonesia mengambil kebijakan untuk tidak mengendalikan arus informasi seperti yang dilakukan negaranegara maju Amerika Serikat dan Eropa. Dua kelompok informasi yang memberikan dampak luas dalam nilai-nilai kehidupan masyarakat adalah pornografi dan iklan usaha. Kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk membatasi informasi pornografi mulai muncul dengan terjadinya banyak kasus pemerkosaan yang dilakukan generasi muda akhir akhir ini. Namun, dampak iklan yang sangat mendorong perilaku konsumtif dan materialisme masyarakat belum sepenuhnya disadari dan diatasi. b. Lemahnya penegakan hukum. Selama 30 tahun pemerintah totalitarian dan sentralistik orde baru, pengetahuan dan sistem hukum nasional kurang berkembang dengan baik. Lemahnya penegakan hukum paling tidak diakibatkan oleh empat hal. Pertama, sistem dan peraturan dan perundang-undangan bidang hukum yang belum berkembang. Kita masih banyak menggunakan peraturan jaman penjajahan Belanda. Masih banyak kejahatan yang telah dilakukan, namun tidak dapat dibuktikan secara hukum di pengadilan. Kedua, kapasitas, kompetensi, etika aparat hukum, polisi, jaksa, dan hakim masih terbatas sehingga belum melaksanakan fungsinya dengan baik dan benar. Ketiga, perlengkapan untuk menegakkan hukum seperti penjara, peralatan keamanan polisi, dan teknologi polisi masih lemah, dan ke empat, belum terciptanya budaya hukum di masyarakat. Budaya kita lebih takut dipermalukan dari pada berbuat salah. c. Hilangnya panutan kepemimpinan untuk bersikap jujur, kerja keras, hemat dan hidup sederhana. Kepemimpinan informal dari kelompok suku dan agama yang dulu banyak berperan memberikan panutan nilai-nilai kemuliaan kehidupan berangsur hilang digantikan oleh kepemimpinan formal politik dan pemerintahan yang dipilih dengan mekanisme demokrasi dengan etika yang lemah. Selain itu konsumerisme telah merubah perilaku masyarakat menjadi lebih materialistis, menjadikan uang dan pangkat sebagai ukuran keberhasilan dalam kehidupan. d. Negara belum selalu hadir di tengah rakyatnya, di mana kesehatan, pendidikan, dan pangan tidak dapat diperoleh dengan mudah. Karena pemerintah belum mampu memberikan rasa aman, maka masyarakat bukannya mengembangkan dirinya dan menemukan kebahagian berdasarkan identitas dan karakternya masing-masing, tetapi merasa lebih penting mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan menciptakan keamanan pada tingkat individu. e. Berkurangnya kegiatan kebangsaan. Akhir-akhir ini kegiatan kebangsaan seperti upacara menaikkan bendera, peringatan hari-hari besar kebangsaan, dan diskusi pemikiran kebangsaan tidak lagi dilakukan dengan intensif. Kondisi ini mengakibatkan semangat kebangsaan, kebersamaan, dan upaya menjaga persatuan juga menurun. Generasi muda dibiarkan lebih banyak memikirkan kepentingan sendiri atau kelompoknya daripada melakukan kegiatan kolektif untuk kepentingan bersama. Sebaliknya di negara maju, yang menganut paham kapitalisme sekalipun, kegiatan bersifat membangun kekuatan

123

124 nasional seperti bela negara dan wajib militer terus berlangsung. f. Disparitas yang semakin melebar. Proses demokrasi yang berlangsung tanpa disadari telah menjadikan sistem perekonomian menjadi lebih berdasarkan mekanisme pasar, tanpa kemampuan pemerintah yang memadai untuk memihaki kelompok yang lemah. Sebagai akibatnya yang kaya menjadi semakin kaya, yang miskin menjadi semakin miskin, dan disparitas semakin melebar. Kondisi ini menimbulkan rasa ketidak-adilan di kalangan kelompok miskin yang, tanpa perlindungan pemerintah, merasa kehilangan harapan. Kecemburuan sosial muncul, toleransi masyarakat menurun, dan radikalisme mulai berkembang. g. Dihapusnya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Masterplan Sektor Pembangunan. Dihapuskannya GBHN dan Masterplan Sektor Pembangunan juga berdampak kepada arah pengembangan yang semakin meninggalkan kepentingan rakyat. Model pemerintahan good governance yang mendorong peningkatan peran swasta dan sistem perencanaan pembangunan nasional partisipatif berdasarkan aspirasi masyarakat sering menghasilkan program yang memihak pada kepentingan kelompok tertentu. Kekuatan usaha bekerja-sama dengan kekuatan politik sering mengatas-namakan kepentingan rakyat untuk mendukung program pembangunan dan pengalokasian anggaran pemerintah. Tanpa GBHN dan Masterplan Sektor Pembangunan yang kokoh, pemerintah sering lemah dalam menjamin arah pengembangan tetap dalam koridor kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa. h. Bercampurnya sistem negara dan sistem pemerintahan. DPR dan DPRD sebagai institusi negara melaksanakan tugas membuat undang-undang, mengalokasikan garis besar anggaran, dan mengawasi pemerintah. Dalam pelaksanaan tugasnya DPR dan DPRD sering mencampuri program dan anggaran pemerintah untuk kepentingan politiknya dengan pertimbangan mewakili aspirasi masyarakat. Dengan demikian pemerintah tidak mempunyai kesempatan untuk membangun kapasitas birokrasi dan sistem pelayanan masyarakat yang bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Sebagian besar kegiatan hanya melakukan program jangka pendek, menyerap anggaran banyak, untuk kepentingan kelompok, tidak berdampak jangka panjang dan berkelanjutan. i. Rendahnya kapasitas birokrasi pemerintah dan pemerintah daerah. Peningkatan peran swasta dalam melayani masyarakat perlu diikuti dengan kapasitas pengaturan pemerintah yang memadai. j. Reformasi birokrasi yang dicanangkan sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sampai saat ini belum menunjukkan kemajuan. Tanpa pengaturan dan pengawasan yang kuat dari pemerintah, maka pengusaha dan swasta akan lebih leluasa mendikte pemerintah menetapkan kebijakan pembangunan untuk kepentingannya. Dengan demikian yang berkuasa dan kaya akan semakin kaya, yang miskin tidak terlindungi, dan kesenjangan sosial semakin meningkat. k. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Secara umum menurunnya toleransi dan meningkatnya radikalisme dan terorisme juga dapat dijelaskan berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas. Penyebab utama radikalisme dan terorisme mencakup hal-hal berikut: a. Pemerintah yang belum hadir di tengah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, b. Pemerintah yang tidak berhasil mengontrol sistem perekonomian pasar bebas dan memihak kelompok miskin, c. Disparitas kehidupan yang melebar melebihi toleransi, munculnya rasa ketidakadilan, dan hilangnya harapan, d. kepemimpinan timur (informal) yang memberikan pengaruh negatif, e. Identitas dan karakter individu masyarakat yang belum terbentuk dengan kuat, serta f. Penalaran ilmu pengetahuan yang terbatas, dan bergeser pada keimanan sempit. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga ikut mempengaruhi. Konten informasi sangat mudah disusupi oleh keinginan kelompok atau golongan tertentu, sehingga masyarakat mendapatkan informasi atau belajar dari sumber yang salah dan tidak berimbang. Kemampuan teknologi informasi memilah-milah informasi, telah mendorong masyarakat mendapatkan informasi yang dikehendakinya, bukan menjadikan dirinya lebih terbuka belajar secara objektif dari berbagai sumber. Dengan demikian kelompok dengan aspirasi yang sama lebih cepat terbentuk dan berkembang dalam jumlah yang pesat. Lemahnya Kekuatan Internal Individu Masyarakat Lemahnya kekuatan internal individu masyarakat dalam menjalani proses transisi menuju masyarakat demokratis merupakan kondisi kedua yang mengakibatkan kerusakan nilai-nilai kehidupan yang dirasakan sekarang. Kekuatan internal individu masyarakat sering disebut sebagai identitas dan karakter merupakan daya tahan individu yang dapat mengatasi sisi negatif demokratisasi yang diuraikan di atas. Identitas dan karakter yang lemah akan menjadikan kita mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan terjebak dalam kehidupan material seperti disampaikan di atas. Bagaimana Cara Mengatasinya Mencermati uraian di atas, pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras mengatasi kedua kondisi di atas. Yang pertama kebijakan dan strategi harus dirumuskan untuk mengendalikan besarnya ancaman eksternal, dan yang kedua adalah bagaimana membangun daya tahan internal individu masyarakat melalui penguatan identitas dan karakter. Mengendalikan ancaman eksternal merupakan tugas pemerintah yang melibatkan banyak sektor, sementara membangun identitas dan karakter manusia Indonesia merupakan tugas utama sektor pendidikan yang akan dielaborasi secara khusus dalam tulisan ini. Pembentukan identitas dan karakter anak bangsa perlu dimulai dari kecil melalui

125

126 pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, dan pendidikan formal Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Di negara maju mereka melakukannya melalui pendidikan budi pekerti yang kuat. Pendidikan liberal arts (pendidikan yang membebaskan pemikiran anak) dapat menjadi contoh yang mencakup mata pelajaran Logika, Matematika, Bahasa2, Retorika atau Komunikasi3, dan seni (musik, tari, dll.). Pendidikan budi pekerti pernah dilaksanakan dengan baik dan intensif di Indonesia, namun pada saat ini sudah sangat berkurang. Pendidikan tinggi tidak bisa mengatakan terlambat untuk melaksanakan pendidikan karakter. Di perguruan tinggi siswa menjadi dewasa, mulai bertanggung jawab memilih karir dan membangun jaringan utama dalam hidupnya. Perguruan tinggi harus ikut berperan dan berkontribusi membentuk identitas dan karakter mahasiswa dan lulusannya. Upaya memperbaiki sikap mental bangsa Indonesia terutama calon pemimpin harus dilakukan secara total. Pemerintah wajib melakukan investasi melalui kegiatan pendidikan tinggi karena persoalan yang dihadapi sudah sangat berat. Seperti dicanangkan oleh Pemerintahan Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla, revolusi mental perlu dilakukan untuk mengatasi lunturnya idealisme dan nasionalisme mahasiswa dan seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, sharing good practices membangun identitas dan karakter lulusan di antara perguruan tinggi dan rencana perbaikan pembelajaran ke depan sangat diperlukan. Membangun Identitas dan Karakter Sejalan dengan pergeseran nilai-nilai kehidupan masyarakat paternalistis timur kepada masyarakat demokratis dengan kesadaran lebih tinggi atas hak azasi manusia, revolusi mental mengharapkan manusia Indonesia maju dengan identitas dan karakter yang kuat. 1) Bahasa merupakan dasar ilmu kemanusiaan 2) Retorika (komunikasi) merupakan dasar ilmu sosial Manusia Indonesia baru tersebut mengenal dengan baik apa yang disukai dan diinginkannya, menetapkan pilihan, dan menjadi dirinya. Menjadi tugas generasi sebelumnya untuk memperkenalkan dalam konteks nilai-nilai yang baik dan mulia, variabilitas lingkungan fisik alam dan budaya nasional yang sangat kaya, sehingga setiap individu dapat menetapkan pilihannya berdasarkan bakat dan minatnya. Dengan demikian manusia baru Indonesia menjadi beraneka ragam dalam spektrum yang luas. Kehadiran pemerintah dalam setiap pelayanan dasar seperti ketersediaan pangan dengan harga terjangkau, kesehatan, ----------2 Bahasa merupakan dasar ilmu kemanusiaan

3 Retorika (komunikasi) merupakan dasar ilmu sosial Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

pendidikan, dan keamanan akan mendukung terwujudnya variabilitas kehidupan manusia Indonesia. Bangsa adalah kumpulan dari identitas yang bersatu ( Bhinneka Tunggal Ika ), bukan persatuan (ika) yang menguasai bhinneka. Manusia dengan identitas yang kuat ini akan mempunyai kehormatan diri, jujur, mempunyai integritas (satu kata dengan perbuatan), dan dapat dipercaya. Ia juga akan taat kepada aturan, disiplin, dan bertanggung jawab. Manusia yang hidup sesuai dengan keinginannya akan selalu gembira, mempunyai semangat (passion), pekerja keras, dan gigih mencapai cita-citanya. Ia lebih mudah menemukan kebahagiaannya, kaya dengan talentanya, terbuka, mempunyai sikap abundant mentality, dan ikhlas memberi, karena menemukan kebahagiaan dalam menyumbangkan keunggulan dan kelebihannya. Ia tidak gampang iri, percaya dan tidak curiga, toleran dan kontributif (caring, sharing, giving), mempunyai afinitas, dan mampu bersikap adil kepada yang lain. Ia selain sabar karena berkecukupan, juga mementingkan hubungan baik dengan semua orang. Manusia dengan identitas dan karakter yang kuat seperti ini dengan sendirinya tidak akan mudah dipengaruhi dari luar oleh nilai-nilai permisif kehidupan dan pragmatis duniawi. Perkembangan budaya bangsa-bangsa besar di dunia menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai ilmu-ilmu kemanusiaan (humanities) dan ilmu sosial (social sciences) seperti filosofi, bahasa dan sastra, sejarah, seni, antropologi, dan psikologi, serta komunikasi sangat diperlukan untuk membangun identitas dan karakter yang kuat. Kelompok Bidang Ilmu–Perannya bagi Pengembangan Peradaban dan Budaya Bangsa Dimensi pengetahuan secara umum mencakup Ilmu Alam (natural sciences), Ilmu Manusia (human sciences), dan Seni (arts). Ilmu alam berdimensi benar dan salah dan bersifat sangat kaku (rigidity), Ilmu Manusia berdimensi baik dan buruk bersifat fleksibel (flexibility), dan seni menunjukkan keindahan, bersifat imaginasi (plasticity). Natural sciences pada dasarnya pada dasarnya bersifat objective dan menjadi landasan dalam mencari kebenaran (benar & salah). Human sciences seperti filosofi, bahasa/sastra, sejarah, seni, psikologi & antropologi, bersifat reflective digunakan untuk mencari makna – meaning (baik & buruk). Dalam literature lain ilmu manusia (human science) didefinisikan mencakup humanities (ilmu kemanusiaan) yang mempelajari manusia secara individu, social science (ilmu sosial) yang mempelajari manusia secara kolektif, dan arts (seni) mengungkapkan rasa yang indah, yang halus, yang tidak kasar, berdasarkan kekuatan imajinasi. Science secara lebih mendasar dikelompokkan menjadi:

127

128 • logos (kebenaran), yang terdiri atas formal science (matematika, statistik, komputer, dst. nya), natural science (fisika kimia), life science (biologi), dan applied science (teknologi/ engineering). • pathos (keindahan, beauty), mencakup ilmu seni (arts). • ethos (yang baik & buruk dalam berbagai bidang keilmuan & kehidupan), mencakup humanities & social science. ‘Hidup yang baik’ merupakan pertanyaan yang kompleks yang susah menjawabnya, dan perlu mencakup ketiga aspek ilmu pengetahuan di atas (logos, pathos, dan ethos) yang harus menjadi suatu kesatuan. Menjadi tugas perguruan tinggi dan pendidikan tinggi untuk terus mencarinya, apa yang benar, apa yang baik, dan apa yang indah. Pentingnya Universitas Memperkuat Ilmu Kemanusiaan dan Ilmu Sosial Peran dasar perguruan tinggi adalah mencari dan mengomunikasikan kebenaran melalui cara ilmiah. Perguruan tinggi dapat berbentuk: Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi, dan Akademi Komunitas. Pemerintah mencanangkan peran dan misi berbeda (mission differentiation) dari masing-masing perguruan tinggi baik mengenai jenis pendidikan, lingkup bidang ilmu, konsentrasi tridarma, maupun tingkat kemajuan. Universitas adalah bentuk perguruan tinggi dengan lingkup ilmu pengetahuan terbanyak. Universitas merupakan lembaga ilmiah yang berfungsi sebagai pusat budaya, pilar bangsa, dan penggerak perubahan sosial menuju masyarakat demokratis maju. Ia menjadi wadah pendidikan calon pemimpin bangsa, wadah pembelajaran mahasiswa & masyarakat, pusat pengembangan iptek, pusat kebajikan & kekuatan moral untuk mencari dan menemukan kebenaran. Memperhatikan fungsinya, sangat penting bagi universitas untuk memperkuat pengembangan ilmu kemanusiaan dan sosial untuk terus mencari apa yang benar, apa yang baik, dan apa yang indah sebagaimana diuraikan di atas dan menjadikan lulusannya calon pemimpin dengan identitas dan karakter yang kuat, disamping kompetensi keilmuan yang tinggi. Nilai Tambah dan Kolaborasi Multidisiplin Daya saing atau nilai tambah (value for money) suatu bangsa di masa yang akan datang ditentukan oleh bukan hanya produktivitas dan efisiensi, karena sumber daya yang selalu terbatas, tetapi lebih oleh kreativitas dan inovasi, karena ia bertumpu pada penguasaaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang terus berkembang tanpa batas. Kolaborasi multidisiplin dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dan imaginasi yang kuat akan mendorong kreativitas dan inovasi. Keanekaragaman lingkungan fisik, sumber daya Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

alam, dan budaya merupakan reservoir dari kreativitas & inovasi nasional. Seni yang berkorelasi kuat dengan alam dan budaya menjadi penting karena membentuk manusia yang minatnya berbeda-beda. Karakter yang jujur, terbuka, dapat dipercaya, dengan kemampuan komunikasi yang baik menjadi syarat untuk melakukan kolaborasi. Dengan demikian dapat disimpulkan ‘variabilitas identitas’ dan ‘karakter yang kuat’ manusia Indonesia dapat menjadi modal utama kreativitas dan inovasi nasional di masa yang akan datang. Apa yang Telah Dilakukan Yang telah saya lakukan sesungguhnya belum banyak. Yang paling sering adalah mendiskusikan pengembangan identitas diri dan pendidikan karakter bersama dengan rekan dosen. Selain itu mendiskusikannya bersama dengan mahasiswa saat perkuliahan. Selain mendiskusikan perilaku mahasiswa dan masyarakat umum yang cenderung mementingkan diri, kelompok, atau golongan saat ini, kita juga mendiskusikan apakah terlambat mencoba mengenal diri sendiri, menetapkan minat dan pilihan karir pada masa pendidikan tinggi. Kita juga membahas variasi kehidupan alam dan budaya nasional yang sangat kaya dengan keanekaragaman. Setelah melakukannya beberapa tahun, saya merasa bahwa mahasiswa tertarik mendiskusikannya, menaruh keprihatinan yang tinggi atas permasalahan nasional yang sedang dihadapi, dan berusaha memperbaiki dari dalam dirinya masing-masing. Hal lain yang saya lakukan adalah mendorong perkembangan ilmu kemanusiaan dan sosial di ITB melalui diskusi di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Senat Fakultas dan Forum Guru Besar. Pada saat ini sejawat di FSRD sedang mempersiapkan Program Studi Magister Teknokultur dan Fakultas Ilmu Kemanusiaan dan Sosial. Harapan saya Program dan Fakultas dapat berdiri dalam waktu yang tidak terlalu lama, karena keduanya merupakan langkah strategis yang efektif untuk membangun kompetensi humanities & social sciences di ITB melengkapi kompetensi matematika dan ilmu pengetahuan alam, engineering, dan seni yang telah lebih dulu berkembang. Pengembangan dua kelompok ilmu baru ini menjadi bagian dari rencana besar ITB untuk menjadi pusat budaya dan pilar bangsa sebagaimana dinyatakan dalam Statuta. Upaya tersebut terus berjalan. Proses sedang berlangsung dan telah terjadi penyesuaian penyesuaian pada bagian-bagian yang belum tepat melakukan langkah-langkah ke depan seperti diharapkan. Penutup Demikian pengalaman memahami makna identitas dan karakter dalam kehidupan dan pendidikan di ITB. Saya menyadari pemahaman identitas dan karakter yang saya

129

130 ketahui masih sangat terbatas. Demikian juga upaya untuk mendiskusikannya dan mengembangkannya bersama dengan mahasiswa. Sebenarnya masih banyak kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain: • Membangun upaya institusi: menegakkan disiplin dan ketertiban kehidupan kampus; membangun suasana akademik, interaksi kuat antara dosen dan mahasiswa dalam pendidikan dan pelayanan kebutuhan masyarakat; membawa mahasiswa ke masyarakat; membangun organisasi mahasiswa lintas daerah, lintas minat; lintas ilmu, organisasi kesenian; mengelola asrama mahasiswa lintas daerah dan lintas agama; • Memperkokoh idealisme dan nasionalisme: melakukan semua tindakan dengan benar dan baik, disiplin dan patuh terhadap hukum dan peraturan, memikirkan kepentingan bersama, membahas disparitas antar kelompok, pemihakan kepada yang lemah, menyusun kembali GBHN dan Masterplan Sektor Pembangunan yang memihak kepentingan rakyat; • Membangun nilai-nilai kebangsaan dengan: melaksanakan upacara bendera, peringatan hari besar kebangsaan, membahas pemikiran-pemikiran tokoh nasional/bangsa, melakukan pendidikan bela negara; • Mengembangkan wawasan internasional (global awareness and citizenship) dengan: mempelajari keadaan bangsa lain, membangun jejaring, kolaborasi internasional. Semoga pengalaman dan contoh di atas dapat menginspirasi pengembangan identitas dan karakter mahasiswa di masa yang akan datang untuk kepentingan bangsa dan negara.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

62.

Mempertautkan Ulum Al-Diin, Al-Fikr Al-Islamiy dan Dirasat Islamiyyah: Pendidikan Karakter Sosial-Keagamaan melalui Pendekatan Multidisiplin dan Transdisiplin oleh: M. Amin Abdullah

Pengantar Sebagai anggota Majelis Pendidikan DPT (Dewan Pendidikan Tinggi) periode 20162017, saya bersama anggota yang lain diminta untuk menuangkan dalam tulisan pengalaman mengelola pendidikan tinggi di tanah air untuk dibagi kepada teman-teman sejawat pengelola pendidikan tinggi di tanah air. Berikut ini sekilas latar belakang kehidupan akademik, pengalaman memimpin institusi perguruan tinggi dan dunia ilmu pengetahuan di tanah air. Setelah memimpin proses transformasi keilmuan dan kelembagaan dari Institut (IAIN) ke universitas (UIN) dari tahun 2002-2006 dan 2006-2010, tepatnya pada tahun 2012, saya terpilih menjadi anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Komisi Kebudayaan. Menyampaikan pidato inaugurasi sebagai anggota AIPI di Balairung Universitas Gadjah Mada bersama Prof. Dr. Sofian Efendi dan Prof. Dr. Maria tanggal 3 September 2013. Ada tugas lain menyela seperti sebagai staf ahli menteri agama bidang pendidikan antara tahun 2012-2013. Panjang jalan akademik yang saya tempuh sejak dari alumni pesantren tahun 1972 (KMI, Gontor) dan Institut Pendidikan Darussalam (IPD), Gontor, tahun 1977, IAIN Sunan Kalijaga (1978-1982) sampai pendidikan S3 di Department of Philosophy, Faculty of Art and Sciences, Middle East Technical University (METU), Ankara, Turki (1984-1990). Ketika saya berusia 60 tahun (1953-2013), ada 3 buku terbit yang dihadiahkan kepada saya sebagai tanda rekam jejak kiprah panjang dalam bergelut dalam pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran keagamaan dan keislaman di tanah air.1 Tulisan di bawah ini adalah cuplikan sebagian kegelisahan akademik saya dalam mengelola pendidikan agama pada era multikulturalmultireligi khususnya pada level perguruan tinggi di tanah air. Tulisan tahun 2009 di bawah ini2 – yang kemudian saya tambah dan kurangi disana sini - saya tulis ketika saya menjalani -----------

Waryani Fajar Riyanto, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan: Biografi intelektual M. Amin Abdullah [1953-...]: Person, Knowledge, and Institution, Buku Satu dan Buku Kedua, Yogyakarta: SUKA Press, 2013; Moch Nur Ichwan dan Ahmad Muttaqin (Ed.), Islam, Agama-agama, dan Nilai Kemanusiaan: Festschrift untuk M. Amin Abdullah, Yogyakarta: Suka Press, 2013; Mirza Tirta Kusuma (Ed.), Ketika Makkah menjadi seperti Las Vegas: Agama, Politik, dan Ideologi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014 2 M. Amin Abdullah, “Mempertautkan UlUM AL- DIIN, AL-FIKR ALISLAMIY DAN DIRASAT ISLAMIYYAH: Sumbangan Keilmuan Islam untuk Peradaban Global”, dalam Marwan Saridjo (Ed.), Mereka Bicara Pendidikan Islam: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009, 1

h. 261-298.

131

132 tugas sebagai rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga periode kedua. Ada kegelisahan akademik yang mendalam dan harus diurai dan dicari pemecahannya melalui pendekatan pembelajaran sosial-keagamaan yang bercorak multidisiplin, bahkan transdisiplin. Belakangan, kegelisahan tersebut dan cara pemecahannya dikenal di tanah air dengan sebutan paradigma keilmuan integrasi-interkoneksi, yang kemudian menjadi icon kehadiran universitas Islam negeri di tanah air tahun 2000-an. Bertindak secara Lokal dan Berpikir secara Global Istilah “act locally and think globally” (bertindak dan berbuatlah di lingkungan masyarakat sendiri menurut aturan-aturan dan norma-norma tradisi lokal serta berpikir, berhubungan dan berkomunikasilah dengan kelompok lain menurut cita rasa dan standar aturan etika global) sudah mulai muncul ke permukaan sejak dekade delapan puluhan, namun hingga sekarang, seperempat abad lebih kemudian, belum juga kunjung ketemu formula yang jitu tentang hal tersebut. Pengalaman kemanusiaan era sekarang merasakan hal-hal yang sebaliknya. Bukannya kedamaian, mutual trust, peaceful coexistence, alta’ayus alsilmi, tolerance, tasamuh antar sesama dan antar kelompok umat manusia, tetapi malah kekerasan, violence, prejudice (buruk sangka), su’u al-dzan keagamaan, etnisitas, kelas, ras, kepentingan,3 baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Seolah-olah semua malah ingin membalik adagium “act and think locally only”, tanpa harus dibarengi “think globally”. Di dalam bergaul, berhubungan dan berkomunikasi dengan kelompok lain tak merasa perlu mempertimbangkan dan mengindahkan tata aturan, hukum-hukum, kesepakatan-kesepakatan dan hubungan internasional. Masing-masing kelompok etnis, agama, kelas, kultur ingin mempertahankan, bahkan sekte, madzhab atau aliran pemikiran tertentu ingin mengokohkan dan mempertegas identitas lokal keagamaan, identitas kultural, identitas etnis, identitas politik karena merasa di bawah bayang-bayang ancaman dominasi dan hegemoni kultur, budaya atau peradaban asing tertentu. Tekanan psikologi sosial yang nyata maupun yang dibayangkan ini kemudian menimbulkan perlakuan tidak adil (injustice), diskriminaif (perilaku politik yang membeda-bedakan ras, suku, agama, asal usul dan subordinatif (merendahkan dan tidak menganggap penting kehadiran orang atau kelompok lain). -----------

Secara normatif-tekstual semua sikap dan pola hubungan antagonistik antar kelompok sosial, etnis, agama, dan ras ini bertentangan dengan himbauan dan ajakan ayat al-Qur’an yang tegas-tegas menyebut, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. “Sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi maha Penyayang”. (Surat Al-Hujuraat, 12). 3

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Apa yang Salah di Tingkat Lokal, Regional, Nasional maupun Internasional. Seolah-olah semua malah ingin membalik adagium “act and think locally only”, tanpa harus dibarengi “think globally”. Di dalam bergaul, berhubungan dan berkomunikasi dengan kelompok lain tak merasa perlu mempertimbangkan dan mengindahkan tata aturan, hukumhukum, kesepakatan-kesepakatan dan hubungan internasional. Masing-masing kelompok etnis, agama, kelas, kultur ingin mempertahankan, bahkan sekte, madzhab atau aliran pemikiran tertentu ingin mengokohkan dan mempertegas identitas lokal keagamaan, identitas kultural, identitas etnis, identitas politik karena merasa di bawah bayang-bayang ancaman dominasi dan hegemoni kultur, budaya atau peradaban asing tertentu. Tekanan psikologi sosial yang nyata maupun yang dibayangkan ini kemudian menimbulkan perlakuan tidak adil (injustice), diskriminatif (perilaku politik yang membeda-bedakan ras, suku, agama, asal usul dan subordinatif (merendahkan dan tidak menganggap penting kehadiran orang atau kelompok lain). Apa yang salah di sini? What went wrong? Seolah-olah tidak ada masalah memang dalam mempertahankan identitas dan jati diri kelompok, tetapi letupan-letupan yang muncul dalam peristiwa lokal, regional, nasional maupun internasional membuktikan ada masalah memang dalam tatanan pergaulan dunia.4 Tidak ada jawaban yang memuaskan terhadap persoalan ini, namun ikhtiar dan usaha untuk keluar dari kemelut yang kompleks ini perlu terus menerus diupayakan demi tegaknya peradaban manusia yang lebih baik dan santun di masa yang akan datang. Dalam tulisan pengantar singkat ini, penulis tidak akan menyentuh semua persoalan. Penulis hanya ingin melihat kembali bagaimana hubungan dan jaringan intelektual antara tradisi keilmuan Ulum al-Diin (Religious Knowledge), al-Fikr al-Islamiy (Islamic Thought) dan Dirasat Islamiyyah (Islamic Studies) dalam sejarah intelektual-akademik budaya Islam dan melihat implikasi dan konsekuensinya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan secara luas ketika ketiganya berpisah dan berjalan sendiri-diri, atau berhubungan erat saling mengenal antar tradisi keilmuan dan apa akibatnya jika ketiganya saling bertentangan. Hubungan tersebut akan penulis potret dari perspektif sejarah perkembangan studi agama-agama yang telah melewati 4 (empat) fase, yaitu, lokal, kanonikal, kritikal dan global. Dalam tulisan -----------

Beberapa saat yang lalu, dunia dikejutkan oleh aksi teror yang melanda India. Dalam waktu yang hampir bersamaan, beberapa kota di India diserang oleh sekelompok teroris yang menamakan kelompok Deccan Mujahidin. Yang paling dramatis adalah aksi penyerbuan hotel Taj Mahal di Mombay, yang menewaskan tidak kurang dari 200 orang. Target utamanya adalah orang asing berasal dari Barat, tetapi warga Negara India sendiri yang menjadi korban. Dalam dua puluh tahun terakhir banyak peristiwa serupa di dunia ini, khususnya setelah tentara Amerika berada di Iraq dan Afghanistan. Al-Qaedah, Arab Spring , Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS), tragedi kemanusiaan di Suriah yang menewaskan lebih dari 300.000 orang dan belum tampak kunjung akan selesai, terrorisme, radikalisme atas nama agama masih menjadi ancaman keamanan dunia. 4

133

134 ini penulis membatasi pemahaman ‘Ulum al-Diin sebagai representasi “tradisi lokal” keislaman yang berbasis pada “bahasa” dan “teks-teks” atau nash-nash keagamaan, al-Fikr al-Islamiy sebagai representasi pergumulan humanitas pemikiran keislaman yang berbasis pada “rasio-intelek”, sedangkan

Dirasat Islamiyyah atau Islamic

Studies sebagai kluster keilmuan baru yang berbasis pada paradigma keilmuan sosial kritis-komparatif lantaran melibatkan seluruh “pengalaman” (experiences) umat manusia di alam historis-empiris yang amat sangat beraneka ragam. Menurut penglihatan penulis, para penggemar dan pecinta studi keislaman sendiri5 seringkali tidak dapat membedakan secara jelas dan gamblang (clear and distinct) antara ketiganya sehingga tidak dapat membentuk satu pandangan keagamaan (world view) Islam yang utuh, yang dapat mempertemukan dan mendialogkan secara positif konstruktif antara yang “lokal” dan “global”, antara yang “partikular” dan “universal”, antara “distinctive values” dan “shared values”, antara yang biasa disebut “dzanni” dan “qath’iy” dalam pemikiran fikih Islam dalam hubungannya dengan keberadaan pandangan hidup dan pandangan keagamaan tradisi dan budaya lain (others; al-akhar) di luar budaya Islam. Dalam kegamangan meniti kehidupan era global yang amat kompleks, pendidikan menurut hemat penulis masih merupakan alat yang dapat mencerahkan peradaban. Pendidikan keagamaan Islam yang terstruktur dan tersistematisasi secara utuh, yang diharapkan dapat memberi peta yang utuh, lengkap dan komprehensif tentang keislaman amat diperlukan oleh warga masyarakat luas, termasuk para alumni perguruan tinggi umum, para penyelenggara negara dan para tokoh dan pemimpin gerakan sosial keagamaan. Kebutuhan mendesak itu muncul mengingat terjadinya kesimpangsiuran lalu lintas informasi

---------5 Yang dimaksud para pecinta studi keislaman di sini sangatlah variatif. Para pecinta ini dapat dilihat dari segi jenjang level pendidikan yang ditempuh seperti Madrasah Tsanawiyah (Mts), Madrasah Aliyah (MA), Perguruan Tinggi setingkat S1 (dapat juga Lc), setingkat S2 (MA, M.Sc, M.Ag) dan setingkat S3 (DR, Ph.D). Juga dapat dilihat dari penyelenggaranya seperti pesantren, majelis taklim, lembaga dakwah kampus (LDK), kursus-kursus singkat, basic training, Dar al-Arqom, kursus kilat, training-training singkat, pendidikan akhir pekan, sekolah keagamaan (madrasah diniyyah; sebenarnya kluster ini lebih tepat disebut madrasah Islamiyyah karena hanya mempelajari agama tertentu saja dan tidak mengenalkan agama lain), ceramah pagi atau sore di televisi yang tidak selalu diikuti secara runtut-berkesinambungan dan terpotong-potong, belum lagi yang model self study (belajar autodidak) dengan membaca literature yang tidak terstruktur dan komprehensif, bahkan mungkin dilakukan sangat selektif. Ada lagi model kajian keislaman yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan Islam yang umumnya bercorak training atau pelatihan singkat, paket-paket studi Islam singkat yang diselenggarakan oleh gerakan (social movement) sosial keagamaan, aktivis (harakah) dan ideologi-ideologi gerakan lain dan bukannya pendalaman keilmuan secara terstruktur, sistematis dan komprehensif. Belum lagi studi yang sifatnya sangat ad hoc, partial dan sepotong-sepotong, seperti kajian khusus fikih, khusus tafsir, khusus hadis, khusus bahasa Arab, belum lagi telaah khusus tentang jihad yang mengantarkan sebagian aktivisnya menjadi pengantin bom bunuh diri dan begitu seterusnya, yang tidak terstruktur dan tidak berhubungan antara satu dan yang lain secara utuh-komprehensif-sistematis. Istilah Studi Keislaman di alam praktik di lapangan sekarang ini disinilah yang sangat membedakan dengan studi ilmu-ilmu umum yang biasa diselenggarakan di sekolah atau perguruan tinggi umum yang diselenggarakan secara ketat dan disiplin amatlah sangat rancu, overlapping, kompleks karena semua jenjang, model, lembaga penyelenggara dengan aneka ragam variasi kepentingannya mengklaim bahwa itulah yang disebut Dirasat Islamiyyah atau Ulum al-Diin. Ada semacam kontestasi antara penyelenggaraan pendidikan agama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan penyelenggaraan pendidikan agama yang Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

tentang Islam dan klaim-klaim keislaman secara sepihak-subjektif, yang semakin hari semakin membingungkan masyarakat dan semakin tak terkontrol oleh siapapun dan oleh lembaga apapun. Kecanggihan telekomunikasi, teknologi informasi yang menggunakan media sosial, media elektronik lewat jaringan Website, Internet, Multimedia, E-Jihad, FatwaOnline dan seterusnya—yang seringkali tak terstruktur secar sistematis baik segi materi maupun metodologi—menambah kesulitan masyarakat untuk memperoleh informasi yang memadai dan akurat tentang Islam.6 Serbuan informasi era cyber dan digital dalam dunia maya ini besar pengaruhnya dalam membentuk opini publik dalam masyarakat luas, karena mudahnya diakses secara cepat tanpa memerlukan waktu lama dan dasar pengetahuan keislaman yang kuat. Di tengah keputusasaan, despair, ketidakberdayaan dalam menghadapi realitas baru pasca revolusi industri dan hempasan gelombang revolusi Informasi dalam borderless society, diperlukan konsep-konsep baru yang dapat mencerahkan, yang dapat mengolah dan meramu kembali silabi, kurikulum, metode, pendekatan, filosofi pendidikan agama Islam yang dapat mengantarkan para peserta didik dan masyarakat luas untuk tetap dapat berpikir jernih, santun, etis, penuh pertimbangan yang rasional-logis dan dapat mengantarkan mereka untuk bertindak “act locally and think globally”, tanpa harus mengorbankan salah satunya, apalagi mengorbankan identitas religius dan kulturalnya. Empat Fase Studi Agama 7

Mengawali perbincangan di atas, dengan mengambil inspirasi dari Keith Ward, penulis akan membagi terlebih dahulu empat fase atau tahapan studi terhadap fenomena agama. Pertama, adalah tahapan local. Semua agama pada era prasejarah (Prehistorical period) dapat dikategorikan sebagai lokal. Semua praktik tradisi, kultur, adat istiadat, norma, bahkan agama adalah fenomena lokal. Kelokalan ini tidak bisa dihindari sama sekali karena salah satu faktor utamanya adalah bahasa. Bahasa yang digunakan oleh penganut tradisi dan adat istiadat setempat adalah selalu bersifat lokal. Warisan lama prasejarah ini ternyata masih berlangsung sampai saat sekarang ini. bahasa China, misalnya, hanya terbatas ----------dilakukan oleh negara lewat Perguruan Tinggi Agama (PTA) yang ditempuh secara berjenjang, terstruktur dan sistematis. Di belakang nanti akan dijelaskan mengapa ada semacam “tension” atau ketegangan antara corak pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Agama (lewat penjenjangan S1, S2 dan S3) dengan budaya dan tradisi research (penelitian) dan pengembangan keilmuan lewat jurnal keilmuan serta penulisan buku yang melekat di dalamnya dan corak pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh non-perguruan tinggi di tanah air sekarang ini yang seringkali tidak menempuh tata cara dan tata kelola yang seperti ada pada PTA. Morld: The Emerging Public Sphere, Bloomington: Indiana University Press, 2003. Untuk mendalami persoalan baru dalam kehidupan publik ini dapat dilihat Gary R. Bunt, Islam in the Digital Age: E-Jihad, Online Fatwas and Cyber Islamic Environments, London: Pluto Press, 2003, h. 207. Juga beberapa artikel relevan tentang hal ini dapat dijumpai dalam Dale F. Eickelman dan John W. Anderson, New Media in the Muslim 7 Keith Ward, The Case for Religion, Oxford: Oneworld Publications, 2004. 6

7

Keith Ward, The Case for Religion, Oxford: Oneworld Publications, 2004.

135

136 pada daratan China. Begitu juga Jepang, Inggris, Arab, Melayu. Di benua Eropa sendiri ada beberapa bahasa, seperti bahasa Perancis, Jerman, Itali, Spanyol, Belanda dan Inggris. Semua bahasa tidak ada yang sepenuhnya bersifat universal, dalam arti tidak dapat dipahami secara langsung seperti menggunakan bahasa ibu sendiri. Ketika manusia harus belajar keras menguasai bahasa asing, maka hal itu pertanda bahwa fenomena bahasa adalah fenomena lokal. Letak geografi juga menjadikan salah satu faktor lain yang menyebabkan bahasa adalah lokal sifatnya. Dapat dibayangkan bagaimana bahasa dan tradisi Pastun di wilayah Pakistan dan Afganistan dan bahasa suku Dayak di pedalaman Kalimantan. Agama sama sekali tidak bisa terhindar dari sifat kelokalan bahasa sekaligus dengan batas-batas geografinya. Habits of mind, yang kemudian mengkristal menjadi belief adalah selalu lokal sifatnya. Meskipun lokal, keduanya sangat-sangat diperlukan oleh umat manusia. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (to be survival), manusia baik sebagai pribadi maupun kelompok harus memelihara kebiasaankebiasaan tertentu. Identitas kelompok termasuk dalam kategori habits of mind kelompok yang senasib dan sepenanggungan. Agama, adat istiadat, norma, kesepakatan-kesepakatan, aturan-aturan, hukum, aturan main dan begitu seterusnya, dalam perspektif antropologis ini, adalah masuk dalam kategori habits of mind dan belief pada umumnya. Namun, identitas lokal ini, tiba-tiba akan mendapat ujian dan cobaan berat ketika pada suatu saat di kemudian hari terpaksa harus berhadapan dengan sistem adat-istiadat, norma, kesepakatan-kesepakatan, aturan-aturan, sistem ritual “lain” yang datang dari wilayah lain. Dalam perjumpaan ini, muncullah keraguraguan (doubt).8 Bagi orang purba dahulu, kehadiran orang atau kelompok lain selalu dianggap sebagai ancaman yang akan memusnahkan keberadaannya atau mengganggu kepentingannya (threat of extinction). Perasaan terancam ini lalu diselesaikan dengan cara menolak, menghina, bertindak kejam (cruelty) bahkan tindakan “menyerang” atau menundukkan (opportunity to expand) kelompok lain yang dianggap sebagai “ancaman” bagi keberlangsungan hidup dan eksistensi pribadi atau kelompoknya.9 Belum terlintas ----------Diskusi tentang hal ini dapat ditelusuri dari sejarah cikal bakal munculnya filsafat pragmaticism Amerika dalam karya Charles Sander Peirce. Lebih lanjut Milton K. Munitz, Contemporary Analytic Philosophy, New York : Macmillan Publishing Co., Inc, l98l, h.29-33. Logika penelitian (the Logic of Inquiry) diperkenalkan oleh Peirce dengan menyebut tahapan sejarah perkembangan metode dan cara manusia menyelesaikan persoalan yang dihadapi (doubt) yaitu metode tenasitas,metode otoritas, metode a priori dan metode keilmuan lewat research yang mendalam dan berkelanjutan, h. 34-42. 8

Dalam literature agama dalam era konflik diperoleh informasi sebagai “An historical overview of the world’s mainstream religious traditions highlights how without exception each faith community has in the face of the threat of extinction or the opportunity to expand interpreted its fundamental teachings to accommodate the changing circumstances by sanctioning the use of violence to protect and secure its own sectarian interests͟ ”. Lihat Oliver McTernan, Violence in God’s Name: Religion in an Age of Conflict, London: Darton, Longman and Todd Ltd., 2003 h. 76. Cetak hitam dari penulis. 9

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

dalam budaya dan cara berpikir mereka saat itu perlunya partisipasi penuh dan aktif (participation)10 atau keikutsertaan semua pihak yang berbeda golongan (agama, suku, ras, etnis, bahasa, perbedaan tingkat pendidikan) untuk secara bersama-sama mengelola pemerintahan dengan baik dan mengelola konflik yang selalu ada di sekililing mereka dengan cerdas. Sampai sekarang, perasaan atau psikologi merasa terancam dengan kehadiran orang atau kelompok lain tersebut masih melekat pada sekelompok orang dan tidak mudah dihilangkan. Pada budaya masyarakat yang telah maju-modern, keragu-raguan atau doubt yang sungguh-sungguh (genuine) lantaran hadirnya orang atau kelompok lain di sekeliling kita hanya dapat diobati atau sedikit banyak dapat dikurangi secara evolutif lewat penelitian (Inquiry) atau kajian yang serius dengan kepala dingin dan tidak emosional. Fase kedua adalah fase canonical atau propositional. Era agama-agama besar dunia (world religions) masuk dalam kategori tradisi canonical ini. Kehadiran agama-agama Ibrahimi (Abrahamic religions), dan juga agama-agama di Timur, yang pada umumnya menggunakan panduan Kitab Suci (the sacred text) merupakan babak baru tahapan sejarah perkembangan agama-agama dunia paska prehistoric religions di atas. Budaya baca tulis ( literacy) dengan menggunakan huruf, sudah mulai dikenal dalam kehidupan umat manusia. Tradisi yang dulunya “oral” (lisan) berubah menjadi “written” (tulis), dengan menggunakan alfabet, huruf, kata, anak kalimat, kalimat dan begitu seterusnya. Ketika norma-norma, aturanaturan, kesepakatan-kesepakatan lokal, ditulis dan dibukukan maka sejarah manusia memasuki babakan baru yang disebut canonical. Masing-masing agama, baik Abrahamic religions (Yahudi, Kristen, Islam) maupun Eastern religions (agama-agama Timur) mempunyai kitab suci sebagai panduan hidup moral, hukum dan sosial. Pada era ini pula muncul 4 (empat) model pemahaman tentang realitas spiritual, yaitu idealis (hanya yang bersifat spiritual yang ada), dualis (spiritual dan materi dua-duanya ada dan masingmasing secara relatif berdiri sendiri-sendiri), teis (spiritual dan materi kedua-duanya memang ada, namun adanya materi sepenuhnya tergantung kepada yang spiritual), dan monis (spiritual dan materi merupakan dua aspek yang berbeda tetapi sesungguhnya menunjukkan satu kesatuan yang tak terpisahkan). Model-model ini telah berkembang di wilayah India, Timur Dekat (Tengah) dan Asia Timur. Dari situ kemudian, muncul 4 aliran besar dalam pemikiran keagamaan dunia. Era ini disebut “canonical” karena semuanya menerima adanya wahyu yang kebenarannya dianggap final dan absolute, yang terjelma dalam kitab suci (sacred text). Dalam tradisi-tradisi besar ini, agama tidak hanya berhubungan dengan dunia spiritualitas tetapi juga berusaha keras untuk mengatasi keinginankeinginan manusia yang bersifat egoistis dan menjadikan pengetahuan tentang penyatuan kembali dengan yang spiritual ----------10 Abdul Karim Soroush, Reason, Freedom, and Democarcy in Islam: Essential Writings. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, Bandung: Penerbit Mizan, 2002, h. 132.

137

138 sebagai nilai tertinggi. Tetapi agama-agama canonical ini hampir seluruhnya memberikan pandangan dan pendapat tentang realitas yang maha tinggi tadi dalam berbagai penafsiran yang berbeda-beda. Selain itu, semuanya juga terlibat aktif dalam sistem budaya dan politik setempat sehingga agama-agama canonical ini selalu terlibat dalam konflik yang tak berkesudahan. Seirama dengan perjalanan waktu, tradisi interpretasi terhadap kitab suci mulai berkembang dari waktu ke waktu. Pelapisan sosial berdasarkan kemampuan dan kemahiran menguasai dan memahami kitab suci mulai terstruktur dan terlembaga seiring dengan perkembangan waktu. Ulama, kyai, pastur, pendeta, pedande, bhikkhu, resi dan begitu seterusnya berkembang dengan hierarki yang berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman yang memerlukannya. Panduan keagamaan yang didasarkan pada teks kitab suci inilah yang berkembang pesat di abad tengah dan di kemudian hari nanti akan mempunyai andil dalam membentuk corak keberagamaan yang skripturalis-tekstualis, selain tradisitradisi lain yang lebih kontekstual juga ikut berkembang dalam menginterpretasikan kitab suci.11 Fase ketiga adalah fase critical. Pada abad ke-16 dan 17, kesadaran beragama di Eropa mengalami perubahan yang radikal, yang terwadahi dalam gerakan Enlightenment. Meskipun ini adalah pengalaman Eropa, tetapi dalam perkembangannya juga merambah ke seluruh tradisi agama-agama dunia selain Kristiani dan Yahudi Eropa. Agama-agama tradisional menghadapi tantangan berat sehingga memaksa para penganutnya untuk memikirkan kembali secara menyeluruh asumsi- asumsi dasar yang telah menjadi habits of mind dan belief, dengan mengikuti bahasa yang digunakan Peirce tadi. Dua tantangan besar tersebut adalah prinsip-prinsip berpikir yang harus berdasarkan pada buktibukti riil di lapangan (the principle of evidentalism)—dalam arti bahwa seluruh kepercayaan hendaknya secara proporsional bersedia (legowo) untuk menghadapi pertanyaan dan pertanggungjawaban uji publik—serta prinsip otonomi moral (the principle of autonomy) dalam arti bahwasanya kepercayaan agama, khususnya hal-hal yang terkait dengan persoalan moral (moral beliefs) hendaknya tidak didasarkan atas otoritas. Kalau umat beragama menerima kedua prinsip enlightenment ini, maka kepercayaan agama dalam bentuknya yang tradisional-konvensional selama ini, tidak akan dapat dipertahankan lagi. The principle of evidentalism bukan dimaksudkan untuk menghadirkan bukti konkret bahwa Tuhan itu ada atau tidak, tetapi lebih pada uji sahih di hadapan publik terhadap perilaku sosialkeagamaan yang dianggap menyimpang dari asas kepatutan dan akal sehat (common sense). Tidak dapat diingkari sama sekali bahwa antar pengikut dan pendukung keberagamaan yang bersifat canonical-texstual sendiri seringkali muncul ketegangan-ketegangan sosial-politik yang tak terhindarkan. Pengalaman hubungan disharmoni dan penuh ketegangan dan kekerasan antara

----------11

Keith Ward, h. 3, 5 dan secara lebih lengkap bab 5, 6 dan 7.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Katolik dan Protestan di Barat pada abad pertengahan, antara kelompok Sunni dan Syi‘iy di Timur

Tengah pada abadabad sebelumnya bahkan hingga sekarang, Mahayana dan Hinayana di lingkungan tradisi keagamaan Buddha, Brahmaisme, Wisnuisme dan Syivaisme di lingkungan Hindu dan masih banyak lagi yang lain, yang menjadikan atau mendorong munculnya “doubt” seperti telah diungkap di depan. Doubt inilah yang memicu munculnya tradisi baru dalam sejarah pemikiran keagamaan yang disebut penelitian atau research. Tradisi keilmuan baru dalam mempelajari agamaagama dunia ini, selain didorong rasa ingin tahu tentang hakikat agama, asal-usul, sejarah perkembangannya, juga didorong oleh cara berpikir kritis atau critical dalam beragama. Pada abad ke-18, sebutlah mudahnya begitu, tumbuh tradisi baru, yaitu tradisi manusia yang berusaha ingin mengurangi atau menghilangkan rasa “doubt” dalam diri pribadi dan dalam kehidupan sosial dengan cara melakukan pengamatan dan penelitian terus menerus (research).12 Tradisi baru ini berkembang terus, yang kemudian membudaya dalam dunia akademis, penelitian (research), scholarly work dan wilayah intelektual pada umumnya. Pandangan keagamaan yang mewakili “insider” dan “outsider”13 mulai muncul di sini. Objektif dan subjektif, fideistic subjectivism dan scientific objectivism,14 believer dan spectator mulai dikenal. Belakang para ilmuwan membedakan antara “faith” dan “tradition”;15 antara “essence” dan “manifestation” dalam beragama. Sejarah perkembangan studi terhadap fenomena agama, ibarat gerak jarum jam, tidak bisa diputar kembali. Ketiga tradisi tersebut berjalan bersama. Kadang bersenggolan, kadang berjalan bersama lalu pisah dipersimpangan jalan, bahkan kadang bertubrukan juga. Dalam kondisi seperti itu muncul fase keempat yaitu fase Global. Fase keempat adalah fase global. Belum tahu persis bagaimana formatnya yang utuh nanti, tetapi yang jelas era teknologi informasi, ditambah lajunya kemajuan transportasi udara, laut dan darat mempercepat terwujudkannya impian borderless society ini. Dalam ----------12 Orang mulai mengenal berbagai pendekatan terhadap realitas agama, seperti sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi. Lebih lanjut Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, New York: Oxford University Press, l996 Kim Knott, “Insider/outsider perspectives” dalam John R Hinnells (Ed.), The Routledge Companion to the Study of Religion, London: Routledge, 2005, h. 243-258; juga Muhammad Abdul-Rauf, “Outsiders” interpretations of Islam: A Muslim’s point of view” dan Fazlur Rahman, “Approaches to Islam in Religious Studies: Review Essay”, dalam Richard C. Martin (Ed.(, Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson: The University of Arizona Press, 1985, h.179-188 dan h.189-202. 13

Istilah yang digunakan oleh Richard C. Martin untuk menjelaskan posisi seorang yang terlibat penuh dalam beragama dan posisi seorang yang dapat mengambil jarak dari keberagamaan yang dipeluknya untuk kepentingan penelitian dan tugas-tugas akademik lainnya. Richard C. Martin, “Islam and Religious Studies: An Introductory Essay”, dalam Richard C. Martin (Ed.), Ibid., h. 2. 14

Istilah yang digunakan oleh W. C, Smith. “Faith” mengacu kepada sisi keberagamaan manusia yang bersifat internal, tak terelakkan, berorientasi transendental dan privat, sedangkan “tradition” mengacu kepada hal-hal yang bersifat eksternal-lahiriyyah, tindakan sosial-keagamaan yang dapat diamati dan dimensi kesejarahan keberagamaan umat manusia. Pendapat ini dikutip oleh Charles J. Adams, “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder, The Study of the Middle East: Research and Scholarship in the Humanities and the Social Sciences, New York: John Wiley & Sons, 1976, h.33. 15

139

140 era global, fenomena glokalisasi juga tampak jelas di sini. Tradisi lokal dibawa ke arena global. Muslim diaspora, immigrant muslim di Eropa, gerakan transnasionalisme menempati salah satu bagian dari kompleksitas kehidupan agama di era global ini.16 Apakah pada tempatnya yang baru di Eropa ini, para migran Muslim perlu menyusun dan menciptakan sistem kehidupan keagamaan tersendiri, sebagai hasil adaptasi dengan lingkungan sekitar yang baru, ataukah mereka masih bersikukuh mempertahankan sistem aturan fikih lama, yang biasa digunakan dan dipraktikkan di tempat-tempat yang dihuni oleh mayoritas Muslim, baik di Timur tengah, Pakistan atau Indonesia? Ataukah mereka harus berpikir dan bertindak “seolah-olah” mereka masih menghuni daratan dan bergaul sehari-hari dengan orangorang atau masyarakat mayoritas muslim di negara asalnya dan tidak mempedulikan sama sekali sistem dan aturan kenegaraan dan keagamaan di tempat baru yang mereka huni selama tiga generasi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi? Pertanyaan yang sama pernah diajukan secara sengit oleh pengikut Katolik di Indonesia dalam perbincangan mereka dengan pusat Katolik di Roma.17 Fikih mayoritas dan fikih minoritas kemudian muncul ke permukaan dengan tiba-tiba ketika pengikut agama dihadapkan pilihan pilihan sulit ketika harus tinggal di tempat yang seharusnya ia tidak bertempat dan berdomisili di situ. Muslim diaspora sedang mencari solusi yang aman dari tarikan kepentingan fikih aktsariyyah atau aghlabiyyah dan kemungkinan mempunyai kewenangan secara otonom menyusun sendiri sistem fikih aqalliyyah yang adjustable dengan lingkungan setempat.18 Fase global ini samasama sulitnya dengan tiga fase yang telah dilalui oleh umat beragama. Belum lagi ketika kita membahas dan mencari soulsi pengaruh media sosial yang dipenuhi dengan ujaran kebencian pada era digital sekarang ini. Tidak hanya itu. Pascabencana alam tsunami di Banda Aceh, dunia internasional membantu pemerintah Indonesia umumnya dan Pemda Nangroe Aceh Darussalam khususnya untuk keluar dari kesulitan yang mereka alami. Australia, Jerman, Denmark, -----------

Dalam waktu 10 tahun terakhir, tema penelitian baru ini mulai menarik perhatian banyak peneliti studi agama. Sebagai bahan awal untuk dikembangkan lebih lanjut dapat diikuti Sean McLoughlin, “Migration, diaspora and transnationalism: Transformations of religion and culture in a globalizing age” dalam John R. Hinnells (Ed.), The Routledge Companion to the Study of Religion, New York, Routledge, 2005, h. 526-546. Juga Steven Vertovec, “Religion and Diaspora” dalam Peter Antes, Armin W. Geertz, Randi R. Warne (Eds.), New Approaches to the Study of Religion, Volume 2, Berlin: Walter de Gruyter, 2004, h. 275-297. 16

Eddy Kristiyanto, OFM, “Sekapur Sirih Untuk Opus Magnum Prof. Steenbrinks, dalam Karel Steenbrink, Orang-orang Katolik di Indonesia l808-l942: Pertumbuhan yang Spektakuler dari Minoritas yang Percaya Diri l903-l942, Jilid 2, Maumere: Ledalero, 2006, h. v—xxii, khususnya h. xiv. 17

Banyak sekali buku yang mengulas minoritas Muslim di Eropa, meskipun di tanah air tidak begitu dikenal, antara lain seperti Tariq Ramadan, Western Muslims and the Future of Islam, Oxford: Oxford University Press, 2004. Juga Jorgen Nielsen, Muslims in Western Europe, Edinburg: Edinburg Univesity Press, 1992. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab berjudul Al-Muslimun fii Auruba, terjemahan Walid Syamith, Beirut: Ra al-Saqi, 2005. 18

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Norwegia, Swiss, Amerika Serikat, Turki, Oman, Saudi Arabia, Jepang dan lain-lain membantu pemerintah daerah membuat jalan raya, perumahan rakyat, sumber air bersih, rumah sakit, masjid, perbaikan lingkungan hidup dan sarana prasarana yang lain. Secara otomatis, warga Banda Aceh yang 100 persen beragama Islam sekarang terbuka dan terpaksa (atau lebih tepat dipaksa oleh alam) untuk membuka diri menerima kehadiran orang luar (the others). Orang asing dan badan-badan internasional datang tidak sebagai turis atau guest workers (pekerja tamu) tetapi sebagai partner internasional untuk bantuan kemanusiaan (humanitarian aids). Orang Aceh sekarang berkomunikasi dengan orang, kelompok dan bangsa lain yang tidak seagama, tidak seadat-istiadat, tidak sepaham, tidak sependidikan, tidak seetnis, tidak sebangsa dengan mereka. Dalam proses ini, pasti ada harga yang harus dibayar. Paling tidak mereka sekarang mengenal tata nilai baru, yang paling mudah diamati sekarang adalah nilai ekonomi yang membuat biaya hidup (sewa rumah, kebutuhan makan-minum sehari-hari, kesehatan, transportasi dan lain-lain) jauh lebih mahal dibanding sebelum tsunami. Nilai-nilai “asing” masuk ke Banda Aceh tanpa bisa dibendung. Semua ini menunjukkan bahwa pada era sekarang ini ada fikih baru hubungan internasional dan tanggung jawab kemanusiaan yang menjadi acuan norma-norma hubungan antar bangsabangsa yang tidak bisa dihindari oleh siapapun, khususnya jika manusia mengalami krisis lingkungan dan kemanusiaan seperti bencana tsunami, yang tidak bisa lagi ditangani dan diselesaikan sendiri oleh masyarakat dan negara setempat. Bagaimana memahaminya dalam perspektif pendidikan agama di era global? Umumnya, pendidikan agama yang berjalan sekarang ini tidak dapat mengantisipasinya dengan cara yang memuaskan, karena pendidikan agama selalu mengacu pada nilainilai, praktik hidup beragama yang bersifat normal, stabil, rutin, wajar dan tidak ada ruang untuk mendiskusikan untuk masalahmasalah yang tidak normal, tidak stabil, krisis. Bercermin dari dilema dan kompleksitas pergumulan studi agama dengan fase-fase perkembangan yang telah dilaluinya, bagaimana peta perkembangan studi keislaman di dunia dan di Indonesia khususnya dan implikasinya dalam pendidikan agama? Persoalan ini layak dan penting untuk dikaji, diteliti, dicari solusi-solusi yang menyegarkan dan mencerahkan untuk semua stakeholders yang berkepentingan, baik untuk para pendidik, dosen, guru, tokoh masyarakat, pimpinan organisasi sosial-keagamaan, pimpinan partai politilk, diplomat dan masyarakat luas pengguna jasa keilmuan keislaman, untuk dicari rumusan ulang yang lebih antisipatif dan akomodatif terhadap persoalan kemanusiaan global. Dari Ulum Al-Diin ke Al-Fikr Al-Islamiy dan Dirasat Islamiyyah Pengertian Dirasat Islamiyyah atau Islamic Studies sebenarnya berbeda dari pengertian Ulum al-Diin yang biasa dikenal selama ini. Ketika disebut Ulum al-Diin (religious knowledge), pemahaman kita umumnya langsung merujuk kepada ilmu-ilmu agama (Islam) seperti aqidah dan syari’ah dengan menggunakan ilmu bantu bahasa (yang dapat membantu memahami

141

142 kandungan dan arti nash atau teks kitab suci) dan logika deduktif yang merujuk dan menderivasi hukum-hukum, aturan-aturan dan norma-norma agama dari kitab suci. Dari sana lalu muncul kluster ilmu-ilmu agama (Islam) seperti Kalam, Fikih, Tafsir, Hadis, Qur‟an, Faraidl, Aqidah, Akhlaq, Ibadah dan begitu seterusnya dengan ilmu bantunya bahasa Arab (Nahwu, Saraf, Balaghah, Badi’, ‘Arudl).19 Dalam perkembangannya, ketika bahan dasar atau bahan pokok (ushuluddin) keagamaan Islam ini terkumpul dan disusun secara sistematis dan terstruktur secara akademis dengan melibatkan pendekatan sejarah pemikiran (origin, change dan development), maka secara akademik Ulum al-Diin berkembang menjadi subjek yang secara luas sekarang di kenal di lingkungan Perguruan Tinggi sebagai al-Fikr Islamiy (pemikiran Islam). Fazlur Rahman dan Abdullah Saeed,20 misalnya, telah menulis buku tentang Islamic thought atau al-Fikr al-Islamiy yang isinya secara komprehensif meliputi studi AlQur’an dan al-Sunnah, pemikiran hukum (legal thought), pemikiran kalamiyyah (theological thought), pemikiran mistik (mystical thought atau sufism), ekspresi artistik, pemikiran filsafat (philosophical thought), pemikiran politik (political thought), dan pemikiran Modern dalam Islam. Yang ingin ditekankan di sini adalah bahwasanya Islamic thought atau al-Fikr al-Islamiy mempunyai struktur ilmu dan the body of knowledge yang kokoh dan komprehensif-utuh tentang Islam, sedang ‘Ulum al-Diin seringkali hanya menekankan atau memilih bagian tertentu saja atau satu-dua saja dari the body of knowledge pengetahuan tentang Islam yang utuh komprehesif tersebut. Kadang penekanannya hanya pada pemikiran kalam atau aqidah saja dengan meninggalkan kajian filsafat. Seringkali penekanan hanya pada fikih dengan meninggalkan tasawuf. Ada pula yang hanya menekankan dan mencintai Hadis (dalam era teknologi canggih malah cukup menggunakan CD) tetapi tidak mengenal perdebatan dan pergumulan tentang hadis yang mendalam21 dan pemikiran fikih yang sangat mendalam dalam kitab-kitab kuning, apalagi sampai mengenal perdebatan pemikiran kalamiyyah dan tasawuf. Bahkan tidak ----------Secara analitik-rinci-mendalam, buku Mohammad Abid alJabiry dapat dijadikan rujukan untuk melacak sejarah pertumbuhan munculnya Ulum al-Diin yang penulis maksud. Lihat Mohammad Abid Al-Jabiriy, Takwin al-Aql al-Arabiy, Beirut: al-Markaz al-Tsaqafy al-Arabiy, 1991. Juga buku berikutnya Bunyah al-Aql al-Arabiy: Dirasah Tahliliyyah Naqdiyyah li Nudzum al-Ma’ƌifah fii al-Tsaqafah al-Arabiyyah, Beirut: Markaz dirasaat al-Wihdah al-Arabiyyah, l990, cetakan ke 3. Khusus untuk struktur dasar dan pola pikir Mutakallimun (pemikiran Kalamiyyah) dapat ditelaah lebih lanjut Josef van Ess, “͞The Logical Structure of Islamic Theology͟”, dalam Issa J. Boullata (Ed.), An Anthology of Islamic Studies, Montreal, McGill Indonesia IAIN Development Project, 1992. 19

20

Abdullah Saeed, Islamic Thought: An Introduction, London: Routledge, 2006.

Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History, Karachi: Central Institute of Islamic Research, 1965. Juga Hammadi Dzuwaib, al-Sunnah baina al-Usul wa al-Tarikh, Beirut: Al-Markaz al-Tsaqafy alArabiy, 2005. Belum lagi penelitian seperti yang dilakukan Muhammad Khalid Mas’ud, “Hadit and Violence. Dalam OM, XXI h.a (LXXXII), 1, 2002, h. 5-18. 21

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

jarang terjadi, bahwa pengajaran yang partial-tidak utuh tadi masih direduksi lagi dengan hanya memilih salah satu corak pemikiran atau pola pikir ‘keilmuan’ yang sesuai dengan ‘kepentingan’ kelompok masing-masing di masyarakat‘ Sebutlah sekedar sebagai contoh, orang atau kelompok Sunni hanya mempelajari pemikiran, tokoh dan metode berpikir, bukubuku, kitab kuning ala Sunni saja dengan meninggalkan dan tidak mengenal sama sekali sama sekali pola pikir, tokoh, metode berpikir, buku-buku, kitab kuning pemikiran kalamiyyah Syi’iy. Dan begitu pula sebaliknya. Belum lagi harus menyebut pemikiran kalamiyyah model Wahhabiyah, Baha‘i, Ahmadiyyah, Qadyaniyyah,

Salafi dan begitu seterusnya.

Masing-masing aliran pemikiran kalamiyyah ini malah justru saling menutup diri dan saling menghindar untuk bertemu, bahkan saling menghujat dan saling murtad memurtadkan. Setidaknya pada level psikologi kelompok, para pendukung aliran pemikiran kalamiyyah ini cenderung tersegmentasi dan cenderung sangat emosional.22 Dengan begitu, pengajaran dan pembelajaran ‘Ulum al-Diin yang diselenggarakan oleh masyarakat sekarang ini sangat terasa sangat “lokal”, dangkal, parsial (sepotongpotong) provincial (terkotak-kotak; terbatas cara pandangnya), parochial (sempit). Dalam arti, tanpa disadari oleh para pelaku dan aktor yang berada di belakangnya, mereka jatuh pada pemihakan kelompok tertentu (al-Firqah al-Islamiyyah) dan belum sampai masuk dan mengenal kelompok yang lain (al-Firaq al-Islamiyyah). Maka pengajaran agama (‘Ulum al-Diin) terkesan menjadi dangkal, rentan terhadap konflik-konflik—untuk tidak menyebutnya sangat rentan terhadap tindak kekerasan antar kelompok—tidak mendalam dan tidak komprehensif. Studi ‘Ulum al-Diin di berbagai tempat di dunia, termasuk Indonesia, hampir-hampir kehilangan horizon keilmuan keislaman yang utuh, luas dan komprehensif. Pengajaran ‘Ulum al-Diin kontemporer lebih bercorak partial, reduktif, selektif, tanpa melihat ketersambungan dan keterkaitannya dengan kluster yang lain dalam satu rumpun disiplin keislaman.23 Dengan begitu tidak cukup lagi orang yang belajar Islam hanya terbatas pada Ulum al----------Peristiwa di Monas, Jakarta, pada tanggal 1 Juni 2008, dengan sangat jelas menunjukkan fenomena tingginya tingkat emosionalitas para pendukung pemikiran keagamaan yang bercorak Kalamiyyah di antara umat Islam di tanah air, dan dimana pun mereka berada. Selagi studi dan pendalaman agama yang bercorak Kalamiyyah-Fiqhiyyah ini terpisah dari studi keislaman yang lain, belum lagi jika tidak dikaitkan dengan studi sosial keagamaan yang utuh, maka tingkat emosionalitas keagamaan ini akan terus tinggi dan cenderung mengarah tindakan kekerasan (violence) fisik. 22

Para peneliti dan penulis studi keislaman kontemporer telah merasakan kesulitan-kesulitan ini. Isiisu modernitas seringkali tidak tertangkap oleh para pecinta ͚Ulum al-Diin, dan mereka menghadapi isuisu modernitas ini dengan cara-cara yang kurang santun menurut ukuran orang yang memperoleh pendidikan modern sekarang. Hal demikian dapat dimaklumi karena ini merupakan konsekuensi logis dari mempertahankan corak pemikiran kalamiyyah Islam lama yang terpisah dari bidang-bidang studi keislaman yang lain. Salah satu peneliti dan pemikir muslim kontemporer yang sangat risau dengan perkembangan ini adalah Khaleed Abou el-Fadl. Lebih lanjut lihat Khaleed Abou el-Fadl, Speaking in God’s Name: Islamic Law, Authority, and Women, Oxford: Oneworld Publications, 2003. 23

143

144 Diin yang parsial, parochial, sectarian, provincial, dan reduktif, jika seseorang ingin mempelajari khazanah intelektual Islam secara utuh, mendalam dan komprehensif. Kehadiran al-Fikr al-Islamiy, Islamic thought atau pemikiran Islam yang pendekatannya lebih historis, sistimatis, utuh komprehensif, non-sektarian, tidak provincial, tidak parochial, sebenarnya sangat menolong untuk mengisi kekurangan yang dialami dan melekat pada corak pembelajaran dan praktik pengajaran ‘Ulum al-Diin tersebut di atas. Ketika pergumulan dan silang pendapat antara Ulum al-Diin dan al-Fikr al-Islamiy belum selesai dan belum duduk, dunia akademis keilmuan Islam terus berkembang, mengikuti perkembangan ilmu-ilmu dan metode-metode penelitian yang umum ada di dunia akademis pada umumnya. Publikasi hasil penelitian lapangan, hadirnya jurnal keilmuan keislaman, simposium, seminar-seminar keilmuan, ensiklopedia, terbitnya buku-buku baru dari manapun datangnya, baik dari insiders maupun outsiders, mulai merangsek masuk ke pusat-pusat studi keislaman baik di Barat maupun Timur. Dengan munculnya berbagai metode dan pendekatan baru yang yang muncul mulai abad ke 18-19, baik yang disebut filologis-historis dan lebih-lebih social sciences,24 maka munculah cluster baru keilmuan Islam yang disebut dengan Dirasat Islamiyyah atau Islamic Studies. Cara kerja untuk memperoleh data (process dan procedure), cara berpikir mendekati persoalan akademik yang dihadapi (approaches), asumsi-asumsi dasar yang digunakan (basic assumption) sangatlah berbeda dari kedua jenis keilmuan keislaman yang mendahuluinya. Selain masih merujuk pada kluster ilmuilmu keagamaan (Islam) yang paten, standard baku dalam Ulum al Diin dan al-Fikr alIslamiy, ia juga ditopang dan diperkokoh oleh research (penelitian) lapangan, pengamatan historisempiris yang ‘objektif’ tentang dinamika sosial, ketersambungan (continuity) dan perubahan (change), pola (pattern) dan trends pergumulan sosial-politik, ekonomi, budaya, pola-pola ketegangan, konflik, harmoni dan merekam pluralitas interpretasi makna oleh para pelaku di lapangan. Pendekatan kritis dan comparative (perbandingan) sangat diutamakan dalam tradisi keilmuan Dirasat Islamiyyah atau Islamic Studies. Metode dan pendekatan historis, psikologis, antropologis atau sosiologis (meskipun tidak sampai jatuh pada jebakan reduksionistik) terhadap realitas keberagamaan muslim di lapangan selalu digunakan oleh Dirasat Islamiyyah atau Islamic Studies. Penggunaan “kerangka teori” untuk memandu analisis data yang terkumpul dari lapangan juga sangat dipentingkan dalam Dirasat Islamiyyah. Dengan kata lain, Dirasat Islamiiyah selalu menggunakan dan menggandeng metode kerja tata pikir ilmu-ilmu sosial untuk membedah realitas keberagamaan Islam di alam nyata kehidupan sehari-hari, tidak ----------24

Charles J. Adams menginformasikan perkembangan ini dengan baik, meskipun informasi ini telah klasik, sekitar 30 tahun yang lalu. “Islamic Religious Tradition” dalam Leonard Binder (Ed), The Study of the Middle East: Research and Scholarship in the Humanities and the Social Sciences, New York: John Wiley & Sons, 1976, h. 29-89. Juga Richard C. Martin (Ed.), Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson: The University of Arizona Press, 1985.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

hanya di alam teks dan tidak pula hanya terbatas pada alam rasio.25 Munculnya generasi baru Dirasat Islamiyyah menjadi sangat asing dan sedikit aneh bagi penggemar dan pecinta Ulum al-Diin, dan mungkin bagi pecinta dan penggemar al-Fikr al-Islamiy. Dialog, perbincangan dan pembahasan yang mendalam tentang isu-isu kontemporer seperti Hak Asasi Manusia,26 gender27 (partisipasi wanita dalam kegiatan politik, sosial, ekonomi, pendidikan), pluralitas agama,28 hubungan dan hukum Internasional yang menggunakan metode dan pendekatan campuran antara al-Fikr al-Islamiy dan Dirasat islamiyyah mengagetkan para pecinta ‘Ulum al-Diin yang masih menggunakan perspektif metodologi keilmuan lama. Bahkan belakangan terdengar suara keras untuk menolak perkembangan baru (the idea of progress) dalam studi keislaman ini, dengan melempar tuduhan liberal, sekuler, murtad, pendangkalan akidah dan begitu seterusnya. Hal itu dapat dimaklumi karena corak pendekatan kritis dalam studi agama (Islam) tidak atau belum begitu dikenal dan tidak populer di kalangan masyarakat muslim. Ada keyakinan kuat bahwa pelaksanaan ajaran agama di masyarakat tidak perlu dipertanyakan ulang, tidak perlu diteliti, tidak perlu diamati, tidak perlu ditinjau ulang untuk tidak menyebutnya tidak boleh dikritik.29 Jika dilihat dari perspektif ke empat tahapan atau fase studi agama di atas, maka tampak bahwa ‘Ulum al-Diin masih pada tahapan canonical—bahkan dengan uraian di atas terbaca bahwa sebagiannya telah merosot ke fase “lokal”, dalam arti, parochial provincial— sedangkan al-Fikr al-Islamiy berada pada masa transisi ke arah pematangan munculnya Dirasat Islamiyyah yang bercorak critical. Seperti disinggung di atas, rupanya hubungan, persentuhan, dan perkembangan dari satu fase tertentu ke fase yang lain tidak dapat berjalan mulus, bahkan terputus-putus. Ada goncangan-goncangan di situ. Goncangan-goncangan selalu mengiringi perjalanan sejarah perkembangan fase-fase studi terhadap fenomena -----------

Talal Asad, Genealogies of Religion: Discipline and Reasons of Power in Christianity and Islam, Baltimore: The Johns Hopkins University Press, 1993; Mohammad Arkoun, Tarikhiyyah al-Fikr al-Islamiy, Beirut: Markaz al-Inma al-Qaumiy, l986; Andre Moller, Ramadan di Jawa: Pandangan dari Luar, Jakarta: Penerbit Nalar, 2005. 25

Abdullahi Ahmed an-Na’im, Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law, Syracuse: Syracuse University Press, 1990; Mashood A. Baderin, International Human Rights and Islamic Law. Oxford: Oxford University Press, 2003. 26

Nasr Hamid Abu Zaid, Dawair al-Khauf: Qira’ah fi Khitaď al-Mar’ah, Beirut: al-Markaz al-Tsaqafy al-Araby, 2000; Fatema Mernissi, Islam and Democracy: Fear of the Modern World, Cambridge: Perseus Publishing books, 2002. 27

Mahmud Ayyoub, Dirasaat fi al-’Alaqaat al-Masihiyyah al-Islamiyyah, Jilid 1 dan 2, Lebanon, Markaz al-Dirasah al-Masihiyyah alIslamiyyah, 2000; Mark A. Gabriel, The Unfinished Battle: Islam and the Jews, Florida : Charisma House, 2003; Hans Kung dan Jurgen Moltmann, Islam: A Challenge for Christianity, London: SCM Press, 1994. 28

Kecemasan dan kegelisahan seperti ini sudah pernah muncul di tanah air pada tahun 80-an, namun solusinya dengan cara menyelenggarakan seminar di berbagai tempat, khususnya di perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian tentang Penelitian Agama. Periksa lebih lanjut Mulyanto Sumardi (Ed.), Penelitian Agama: Masalah dan Pemikiran, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1982. 29

145

146 agama. Tidak hanya terjadi di Timur, tetapi juga terjadi di Barat.30 Tradisi pendukung pola pikir canonical-textual-scriptural tidak rela (tidak legowo) jika tradisi alam pikiran critical apalagi global ikut campur memasuki domain mereka yang telah dipelihara dan dijaga berabadabad.31 Meskipun tidak dapat digeneralisasikan, perlu dan penting untuk disebutkan di sini, bahwa pada era belakangan ini ketidakrelaan tersebut justru dimotori dan digerakkan oleh para pecinta Ulum al-Diin yang berlatar belakang studi umum seperti kedokteran, engineer, physical sciences, computer sciences, yang pengetahuan mereka tentang perkembangan studi Islam dari waktu ke waktu tidak begitu lengkap dan tidak mendalam. Mereka ini tidak salah sesungguhnya, tetapi sistem pendidikan yang bersifat dikotomis antara umum dan agama, yang sudah begitu kronis-akut, menjadikan generasi sekarang bernasib malang seperti yang dapat dilihat sekarang ini. Pertemuan (meeting point) antara keberatan yang diajukan oleh para pecinta ‘Ulum al-Diin dari perguruan tinggi umum (non Islamic studies) dan para pecinta pembelajaran ‘Ulum al-Diin yang belum mengenal wilayah al-Fikr alIslamiy secara utuh-komprehensif dan belum mempunyai kesempatan mendalami Dirasaat Islamiyyah kontemporer menambah kencangnya angin di buritan pesawat peradaban muslim kontemporer di berbagai tempat di dunia. Baik di Barat, tempat para Muslim minoritas tinggal maupun di Timur, tempat mayoritas muslim tinggal. Peradaban yang sedang mengalami turbulensi (goncangan) hebat karena perubahan cuaca buruk hubungan antar bangsabangsa di dunia pascainvasi Amerika Serikat atas Irak tahun 1990-an dan Afganistan, setelah meluasnya pengaruh al-Qaeda serta pemboman World Trade Center (WTC), New York dan Pentagon, Washington pada 11 September 2001. Memburuknya cuaca hubungan antara Barat dan Timur (Islam), mendorong munculnya genre baru trend pemikiran kalamiyyah dalam Islam yang disebut oleh Khaled Abou el Fadl sebagai puritan dan moderat. Saya kutip pengamatan Khaled Abou el-Fadl sebagai berikut: To become truly modernized, according to the puritans, means to regress back in time and recreate the golden age of Islam. This, however, does not mean that they want to abolish technology and scientific advancements. Rather, their program is deceptively simple — Muslims should learn the technology and science invented by the West, but in -----------

Dalam mengomentari goncangan-goncangan dan kekerasan yang muncul saling berganti dalam dunia Muslim kontemporer, Keith Ward menulis sebagai berikut: “The violent and ultra-conservative elements of Islam that catch the headlines in the modern world are products of the same historical, social and economic forces which have dethroned Christianity from being the controlling force of European life. Critical scientific secularism, in its embodiement in the relativistic, amoral, technologically dehumanizing and even world-threatening West, is seen by some Muslims as vindication of their rejection of rationalist philosophy, and as something to be opposed, possibly even with violence”, h. 207. Cetak tebal dari penulis. 30

Perlu ditegaskan di sini bahwa tempat titik singgung wilayah perdebatan antara kubu yang berdebat dan bertikai adalah pada wilayah atau area publik (public sphere), bukan pada wilayah wilayah ritual peribadatan. Pada wilayah ibadah mahdhah (pada wilayah core atau inti rukun Islam dan rukun iman) hampir-hampir tidak ada perdebatan antar kedua kubu pemikiran yang bersilang pendapat. 31

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

order to resist Western culture, Muslims should not seek to study the social sciences or humanities. This is the reason that a large number of puritans come, to the West to study, but invariably focus their studies on the physical sciences, including computer science, and entirely ignore the social sciences and humanities. Armed with modern science and technology, puritans believe that they will be better positioned to recreat the golden age of Islam by creating a society modeled after the Prophet’s citystate in Medina and Mecca.32 Kesan dan pengamatan serupa disampaikan oleh intelektual Muslim Palestina yang telah lama tinggal di Barat, Ibrahim M. Abu-Rabi‘ sebagai berikut: The absence of social science or critical philosophy perspectives from the field of Shari’ah studies can be illustrated by the fact that most students who acquire a government scholarship to pursue their graduate education abroad, especially from the Gulf states, study only the hard sciences or business administration, supposedly valuefree or cricism-free subjects. In my many years in the United States (almost twenty years now), I have never encountered a single student from the Gulf pursuing a graduate degree in political science, philosophy, or history. Closing the door to any type of critical perspective has been the underpinning of the field of Religious Studies (especially Islamic Studies) and made it quite irrelevant. This fact has made it quite difficult in many Arab countries to encourage the growth of a scientific tradition, developed mainly in the West, to study the complex interplay between religion and society in the modern Arab world. The discipline of the sociology of religion is looked upon as bid’ah, or innovation, that does not convey the real essence of Islam. Just like the study of the modern Arab state system, the sociology of religion is a necessity in the Arab world.33 Jargon-jargon, istilah-istilah baku dalam pemikiran dan ideologi konflik kalamiyyah era lokal canonical muncul kembali dan sangat populer saat sekarang ini di tanah air lewat gerakan-gerakan sosial keagamaan Islam yang baru (the new Islamic movements; Harakah) dengan memanfaatkan mesin politik yang sama-sama konfliktual. Mencampuradukkan tuduhan pemurtadan, pendangkalan aqidah, pensyahadatan ulang (kosa kata idiologikeagamaan yang lazim digunakan dalam pengalaman keberagamaan Islam) dengan tuduhan liberal, sekuler, pluralism (kosa kata idiologi-barat yang lazim digunakan dalam pengalaman pergumulan keagamaan Kristen) dalam satu paket adalah cermin -----------

Khaleed Abou El-Fadl, The Great Theft: Wrestling Islam from the Extremists, New York: Harpercollins Publishers, 2005, h. 171. 32

Ibarahim M. Abu-Rabi’, “A Post-September 11 Critical Assessment of Modern Islamic Thought” dalam Ian Markham dan Ibrahim M. Abu Rabi (Eds.), dalam 11 September: Religious Perspectives on the Causes and Consequences, Oxford: Oneworld Publications, 2002, h. 36. 33

147

148 kesulitan positioning dalam mendialogkan dan mempertautkan antara kluster ‘Ulum al-Diin, kluster al-Fikr al-Islamiy dan kluster Dirasat Islamiyyah. Sejatinya, para pecinta dan penggemar ketiga kluster keilmuan ini tidak perlu membangun “tembok tebal” pemisah antara ketiga cluster keilmuan keagamaan (Islam) tersebut. Tetapi memang demikianlah perkembangan sejarah intelektual Islam. Adanya dinding atau tembok tebal tersebut menjadikan ketiganya menjadi saling terpisah, asing dan terasing antara satu dan lainnya. Tidak saling mengenal dan tidak saling menghargai. Mutual distrust ada disana. Bahkan belakang hubungan antara ketiganya terasa sangat antagonistis, bermusuhan, berbau ancaman, dan tidak sehat. Tugas dan proyek besar keilmuan keislaman kontemporer adalah bagaimana menjelaskan pola-pola keterhubungan antara ketiganya dan mendamaikan silang pendapat yang tidak proporsional serta menghilangkan sikap saling curiga antara ketiganya. Ketiga kluster tersebut sebenarnya bersaudara, hanya saja cara atau sudut pandang, keluasan horizon pengamatan (approaches) dan metode (process dan procedure) pengambilan dan pengumpulan data serta aneka ragam sumber data yang diperoleh dari berbagai bahasa (termasuk bahasa asing) berbeda antar ketiga tradisi keilmuan keislaman tersebut sehingga hasilnya pun berbeda. Perbedaan itu muncul karena perkembangan intelektual manusia itu sendiri. Perkembangan sejarah intelektual adalah min lawazim al-hayah, seperti halnya perkembangan pengalaman hidup bernegara umat manusia yang semula cuma kumpulan dari tribes (suku-suku; qabilah) ke pembentukan ummah, dan kemudian dari ummah berkembang ke pendirian negara-bangsa (nationstates) seperti saat sekarang ini. Bahkan sekarang mengarah ke pasca-nation-states, yang biasa disebut global. Masing-masing fase mempunyai karakteristik sendiri-sendiri sejak dari sistem hukum, sosial, budaya, ekonomi termasuk agama. Dalam proses perkembangan seperti itu, continuity (kesinambungan) dan change (perubahan), dan perkembangan dan transformasi (development) pasti ada. Tetapi dalam melewati perkembangan sejarah intelektual semacam itu, semua aktor dan pelaku sejarah aturannya tidak boleh kalap, disoriented, dan buruk sangka (prejudice) antar satu dan yang lain. Oleh karenanya, Ulum al-Diin sebagaimana yang kita kenal sekarang ini tidaklah cukup memadai untuk menghadapi persoalan dan tantangan-tantangan baru era modernitas dan pascamodernitas. Untuk keluar dari paradigma keilmuan agama Islam yang lama ke yang baru perlu upaya-upaya baru yang dapat mengawinkan, memperkaya, mempertautkan khazanah intelektual lama (al-Turast) dengan khazanah intelektual baru (al-Hadatsah; bahkan ma ba’da al-hadastah) agar generasi baru yang hidup pada era global sekarang dan lebihlebih yang akan datang tidak gamang menghadapi modernitas dan pascamodernitas.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Keilmuan Agama Islam, Ilmu-ilmu Sosial dan Humanitas Kontemporer: Pendekatan Mulitidisiplin Seperti diungkap di atas bahwa memang ada keterputusan (missing link) perkembangan dan hubungan antara kajian keilmuan Islam yang bercorak canonical-propositional dan kajian keilmuan Islam yang bercorak critical (dirasat Islamiyyah; Islamic studies). Ketiganya sepertinya tidak bersambung, terputus dan tidak saling berdialog, tidak saling mengenal dan tidak saling mengambil manfaat masukan yang disumbangkan oleh satu kluster keilmuan kepada kluster keilmuan yang lain.34 Hubungan antara ketiganya pun, menurut hemat penulis, bukannya bersifat struktural hirarkis, dimana Ulum al-Diin atau Dirasat Islamiyyah atau al-Fikr al-Islamiy diandaikan paling tinggi, paling utama atau penting dibanding yang lain. Hubungan antara ketiga kluster adalah terintegrasi satu sama lain, ketiganya sama-sama penting, bersifat Interrelated hierarchy, dialogis dan negosiatif.35 Pendekatan inter, multi dan transdisiplin dalam pembelajaran dan penelitian ilmu-ilmu keagamaan (Islam) adalah istilah yang digunakan sekarang ini. Masing-masing kluster tidak hanya secara pasif mengambil manfaat dari kluster yang lain, tetapi juga secara aktif dapat memberi masukan kepada kluster yang lain. Masing-masing kluster dapat saling berdialog dan saling menyampaikan kritik (al-naqd) membangun jika ada hal-hal atau poin-poin yang lemah, janggal, bahkan ugly dan memang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Tidak ada truth claim antar kluster di sini. Hubungan antara ketiganya bersifat cair, fleksibel, tidak membeku pada kluster tertentu. Dengan cara pandang seperti itu, pengembangan keilmuan Islam yang akan berdampak besar pada pola dan metode pendidikan agama di era global dapat dimungkinkan mengingat tantangan yang dihadapi dari hari ke hari, dari waktu ke waktu, dari kurun ke kurun sangatlah luar biasa. Bahasa populer yang sedang muncul ke permukaan adalah Islam yang “Rahmatan li al-‘Alamiin”. Rahmat bagi seluruh isi alam, dan bukannya hanya rahmat untuk kalangan intern umat Islam sendiri saja. Hanya dengan perspektif seperti itulah maka adagium dan dalil al-muhafazah ‘ala al-qadim al-salih dan al-akhdzu bi al-jadid al-aslah dapat dioperasionalisasikan dan dipraktikkan di alam pendidikan agama (Islam). Jika tidak, maka yang terjadi hanyalah al-----------

Lebih lanjut Mohammad Arkoun, al-Fikr al-Islamiy : Qira’ah Ilmiyyah, Beirut : Markaz al-inma’ al-qaumiy, 1987, khususnya bab 3, h.87-112. Juga Richard C. Martin (Ed.), Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson : The University of Arizona Press, 1985, h. 1-18 34

Buku baru sebagai respons terhadap perkembangan pemikiran Islam kontemporer, khususnya pada bidang hukum Islam, adalah Khaleed Abou el-Fadl, Speaking in God’s Name : Islamic Law, Authority and Women. Dalam buku ini Khaleed mengusulkan perlunya memunculkan genre pemikiran Islam baru dengan 5 (lima) items yang saling terkait yaitu kemampuan mengendalikan diri (self restrain), sungguh-sungguh (diligent), menyeluruh (comprehensiveness), kemasukakalan (reasonableness) dan jujur (honesty). Pemikiran Islam baru ini bercorak “negosiatif” antar berbagai kelompok dan faksi yang saling memperebutkan otoritas pembacaan dan penafsiran ajaran Islam di era kontemporer. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Atas Nama Tuhan: Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, Jakarta: Serambi, 2004. 35

149

150 muhafazah ‘ala al-qadim al-salih, sedang sisi keduanya berubah menjadi wa lam ya’khudz bi al- jadid al-aslah. Sudah barang tentu, kerja besar ini semuanya perlu dikerjakan dengan penuh kecermatan, kesungguhan, kehati-hatian, penuh kearifan, termasuk kearifan lokal, dan tidak grusa-grusu atau serampangan. Sebagian syarat-syarat melakukan ijtihad lama masih tetap berlaku tetapi perlu ditambah dengan metode dan pendekatan keilmuan baru yang sebagian telah penulis uraikan di atas. Menurut hemat penulis, terapi yang diperlukan untuk mengobati kecenderungan konservatisme dan eksklusifisme pendidikan agama di era modern36 adalah bagaimana mengelas, menghubungkan dan mempertautkan hubungan yang kokoh antara ketiganya. Dirasat Islamiyyah atau Islamic studies yang bercorak critical dan dialogical perlu dikenalkan kepada anak didik agar nilai-nilai dari keberagamaan yang otentik untuk menyangga kehidupan bersama (peaceful coexistence; al-ta’ayus al-silmi) dapat dipelihara dan dikembangkan suburkan. Perbedaan visi dan misi muslim puritan dan moderat pun dapat dijembatani. Nilai fundamental keberagamaan Islam yang bersifat altruistic (taqdiim ‘ala alghair; al-itsar; mendahulukan dan memprioritaskan kepentingan orang lain dan umum dari pada kepentingan sendiri dan kelompok) perlu ditonjolkan kepada anak didik dan masyarakat luas, dan bukannya cuma nilai-nilai yang bersifat egoistic, agitatif dan acitivistic. Nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang terpancar dari nilai altruistic dalam keberagamaan yang otentik dan tulus antara lain munculnya rasa empati (rasa senasib dan sepenanggungan bersama yang lain), simpati (merasakan perasan orang atau kelompok lain (the others; al-akhar) seperti yang ia rasakan sendiri), memiliki sensivitas atau kepekaan yang tinggi terhadap perasaan (feelings) orang atau kelompok lain, kasih sayang (tanpa harus disekat oleh perbedaan umur, seks, ras, agama, etnis, kelas), kedermawanan (mentalitas yang melimpah; abundant mentality), kejujuran, fairness, keterbukaan (tidak dendam dan tidak suka menutup-tutupi maksud yang sesungguhnya; tidak menggunting dalam lipatan), keadilan, kesetaraan, toleransi (secara proaktif-positif menghormati perbedaan tersebut), mempunyai penafsiran yang berbeda dari yang kita miliki, tidak mendahulukan absoluditas dalam segala hal, tidak totalistik (memaksakan kehendak; tanpa argumen yang rasional, komprehensif), menghargai dan menghormati orang lain sebagaimana adanya, kesederhanaan (sak madyo dalam bersikap, bergaul, berperilaku, berpakaian, perabot rumah, perhiasan, makan, minum), disiplin diri (dalam menggunakan dan mengatur waktu, uang, dana, kesempatan), moderasi atau mengambil sikap jalan tengah (tidak mendahulukan ekstrimitas dan radikalitas), kesabaran (budaya antri; tidak egoistik), selalu mendahalukan tindakan yang non-diskriminatif (suka membeda-bedakan atas dasar suku, ras, etnis, umur, seks, agama, sekte, jenjang pendidikan) dan lebih mengutamakan budaya non-violence. Budaya lokal dan global memerlukan nilai-nilai fundamental kemanusiaan yang soft seperti -----------

Baca laporan hasil penelitian PPIM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dalam GATRA, edisi Desember 2008. 36

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

yang antaranya disebut di atas, dan sudah barang tentu masih banyak yang lain lagi. Hanya saja, bagaimana cara penyampaiannya kepada anak didik secara lebih akademik sekaligus pedagogis? Salah satu yang saya usulkan dan perjuangkan dengan penuh komitmen adalah lewat pengenalan humanitas kontemporer yang dikawinkan dengan bagian-bagian tertentu dari ilmu-ilmu sosial kritis dan budaya lokal yang mendarah mendaging dalam payung Ulum al-Diin dalam konteks budaya Islam. Dengan bantuan cara berpikir dan metode ilmuilmu sosial, yang salah satunya menggunakan prinsip evidentalism (selalu melibatkan dan mempertimbangkan datadata dan fakta-fakta konkret di lapangan), manusia dan umat beragama pada umumnya menyadari benar adanya fakta sosial (belum lagi politik dan ekonomi) yang ada di hadapan dan mengelilingi mereka adalah sangat keras. Fakta keras di lapangan tersebut adalah bahwa hidup adalah penuh dengan perbedaan, pertentangan dalam setiap lini, ketidakharmonisan, ketegangan, konflik, permusuhan, penghinaan, kebencian, dendam, buruk sangka, memandang rendah kelompok lain, ketidakadilan, tindakan membedabedakan (diskriminasi), kekacauan, kekerasan (violence), keserakahan, kehendak untuk menguasai, ketidaknyamanan psikologis. Belum lagi menyebut radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme. Dalam praktik keberagamaan dalam dunia sosial, manusia beragama tidak bisa menghindari hal itu. Bahkan agama adalah bagian yang tak terpisahkan dari kenyataan sosial itu. Bisa sangat boleh jadi, jika tidak ekstra hati-hati, agama adalah bagian dari permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Agama menjadi a part of the problem, bukannya a problem solver, jika para pelakunya tidak menyadari perlunya kritik dalam kehidupan beragama sehari-hari. Umat beragama, khususnya para elit-pemimpinnya, tidak boleh menghindari kritik. Kehidupan beragama tidak boleh kebal (immune) dari dari kritik. Agar kehidupan beragama yang majemuk (majemuk secara internal maupun eksternal) dengan intensitas dan ekstensifitas perjumpaan antarkelompok, sekte, komunitas, partai, golongan, ras, etnis, kelas, tingkat pendidikan yang semakin cepat dan luas di era global ini tidak menimbulkan situasi yang kacau (chaotic) dan tidak pula terjadi apa yang dikhawatirkan sementara pihak sebagai pendangkalan aqidah, maka bantuan ilmu-ilmu sosial dan humanitas kontemporer sangat diperlukan. Studi agama, khususnya fenomenologi agama, yang menggunakan seperangkat metodologi ilmu-ilmu sosial yang bersifat interdisiplin memberi masukan berharga bahwa studi agama adalah amat unik dan khas. Mungkin juga paling sulit. Kesulitan terletak pada kenyataan pertama, bahwa jika ilmu-ilmu lain mengandaikan dapat membedakan secara tegas dan lugas antara peran “objek” dan “subjek” dalam telaah dan analisis akademik mereka, sedangkan dalam studi agama hal demikian tidak mungkin dilakukan. Keterlibatan peran “subjek” sangat kental dalam studi agama, namun adanya fenomena “objek” di luar subjektivitasnya pengamat atau peneliti juga jelas-jelas ada dan tidak dapat dinegasikan begitu saja. Meskipun “objek-objek” di luar “subjek” tadi juga memiliki “subjektivitas” sendirisendiri, justru itulah yang sejak awal harus dipertimbangkan secara serius. Dengan demikian,

151

152 sejak awal berangkat studi agama memang bersifat Objektif-cum-Subjektif atau Subjektifcum-Objektif. Inilah letak keunikan sekaligus kesulitan studi agama.37 Dengan begitu, studi agama tidak dapat disamakan begitu saja dengan studi ekonomi, politik, sosiologi dan lain sebagainya, apalagi biologi, kimia, fisika, dan matematika. Kedua, yang menjadi ciri khas studi agama adalah adanya unsur Nonfalsifiable Postulated Alternate Realities, yaitu adanya kepercayaan, keimanan, aqidah, kredo, yang diasumsikan pasti benar adanya, dan tidak bisa dipertanyakan dan dipermasalahkan oleh siapapun. Tidak mengenal falsifikasi dan verifikasi seperti umumnya dikenal dalam ilmu-ilmu dan wilayah bidang studi yang lain. Bahkan dalam pemikiran kalamiyyah Islam tegas-tegas disebut dengan istilah “bila Kaifa” (tak boleh dipertanyakan whatness, howness, whereness, dan whyness nya). Tidak bisa didiskusikan, tidak bisa diperdebatkan. Tidak bisa difalsifikasi. Semua agama-agama dunia mempunyai struktur lapis dasar hard core seperti itu. Seringkali wilayah ini disebut sebagai wilayah the sacred (yang suci). Tidak hanya agama tertentu saja (sebutlah Islam saja) yang memiliki sifat dasar seperti itu. Semua agama memiliki struktur dasar seperti itu. Kalau asumsi dasar dalam ilmu ekonomi atau psikologi dapat didiskusikan dan dapat dibantah secara terbuka, dan tidak perlu membawa bawa emosi, tapi kalau agama tidak demikian halnya. Dalam agama, emosi sangat terlibat disitu. Struktur dasar ini bagus, karena kalau tidak punya sifat seperti itu bukanlah agama namanya. Namun sudah barang tentu hal tersebut mempunyai harga yang harus dibayar. Fanatisme, absolutism, mungkin juga truth claim berakar dari situ. Jika tidak ekstra hati-hati, bahkan dapat terpeleset ke jurang radikalisme dan terorisme. Sering dilupakan oleh umat beragama adalah kenyataan bahwasanya hard core keberagamaan ini selalu terselimuti dan terbungkus dalam praktik historisitas (tarikhiyyah; historicity) di alam praktik kehidupan sosial, budaya, politik, psikologi dan belum lagi dalam bentuk-bentuk ekspresi artistiknya. Sisi kedua ini sesungguhnya sarat dengan interpretasi interpretasi para tokoh-tokoh besar, para pelaku sejarah pendiri madzhab, aliran-aliran, organisasi, pemangku kepentingan, relasi kuasa, kelengkapan sumber yang digunakan, situasi sosial-budaya dan politik yang mengelilinginya dan begitu seterusnya. Jadi, meskipun semula tadi ada yang disebut atau dikategorikan sebagai wilayah yang Nonfalsifiable, tetapi dalam alam praktik historisitasnya sesungguhnya ada wilayah yang falsifiable. Yang sangat rumit dan kompleks dalam fenomena kehidupan beragama adalah percampuradukan antara kedua wilayah tersebut. Sebagian atau seluruh yang semestinya masuk wilayah falsifiable dimasukkan dalam wilayah nonfalsifiable sehingga aspek historisitasnya tidak diperhitungkan atau dihapuskan sama sekali demi untuk menjaga berbagai kepentingan yang menyertainya. Setidaknya ada enam atau tujuh wilayah interpretasi manusia terhadap hard core keberagamaan. Pertama, Meyakini adanya suatu Zat yang mengatasi kemampuan manusia

----------37 Diskusi serius tentang hal ini dapat diikuti dalam James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and Subsequent Debates, London: T & T Clark International, 2006, h. 203-243. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

(Belief in a certain things). Kepercayaan atau keimanan ini akhirnya setelah disistematisasikan dan dibakukan menjadi dogma, credo, (rukun) iman dan begitu seterusnya. Kedua, Melakukan kegiatan atau aktivitas rutin yang diulang-ulang (Perform certain activities). Ibadah atau ritual dalam agama-agama masuk dalam kategori ini. Ketiga, Menghormati kitab suci (Hallowing certain text). Bisa Zabur, Injil, Taurat, Qur‘an, Veda, Upanishad dan kitab-kitab lain, great books, yang sangat dihormati dan dianggap suci serta dijadikan rujukan dan pedoman hidup oleh para pengikutnya. Keempat, menaruh kepercayaan kepada seseorang yang dianggap punya kharisma untuk memimpin (Invest authority in certain personalities). Dapat disebut nabi, rasul, pemimpin besar, pahlawan, great leaders dan seterusnya. Kelima, menuturkan cerita dan sejarah asal usul munculnya seperangkat kepercayaan ini untuk kepentingan transfer pengetahuan dan pengalaman kepada generasi yang datang berikutnya (telling story). Penuturan ini bisa oral (lisan) atau written (tertulis). Penuturan tertulis ketika perkembangan sejarah manusia telah mengenal budaya tulis menulis. Keenam, kelompok umat beragama menyusun code of conduct, sistem moral, tata pergaulan hidup seharihari di lingkungan dalam maupun ketika menghadapi orang di luar kelompoknya. Sistem Syariah atau perda Syariah yang muncul belakangan di tanah air menjadi ilustrasi yang tepat untuk point ini (legitimate morality). Ketujuh, kesemuanya kemudian dibakukan dalam bentuk institusi-institusi dan lembaga-lembaga, baik pendidikan, sosial politik, sosial budaya, sosial kemasyarakatan. bahkan juga dalam bentuk-bnetuk ekspresi lahiriah dalam bentuk karya-karya seni, baik pahat, ukir, kaligrafi dan banyak yang lain (institution and artistic expression).38 Masukan fenomenologi agama yang memanfaatkan ilmu-ilmu sosial kritis dapat membantu Islamic Studies atau Dirasat Islamiyyah keluar dari paradigma Ulum al-Diin yang belum memanfaatkan masukan-masukan dan temuan-temuan ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sosial berangkat dari kancah lapangan yang konkret, objektif, ada dengan sendirinya, tanpa intervensi dan rekayasa dunia subjektif. Fakta-fakta di lapangan yang menjelaskan fenomena dengan sendirinya. Selain menyandarkan pada prinsip evidentalisme (bukti-bukti konkret– empiris di lapangan), ilmu-ilmu sosial juga menggunakan pendekatan komparatif, dan sekaligus kritis. Dengan prinsip evidentalisme, komparatif (perbandingan) dan kritis, maka manusia dapat terbantu memahami peta atau map keberagamaan umat manusia secara universal yang sangat plural-majemuk ini. Dalam ketujuh wilayah historisitas agama tersebut masing agama-agama menjadi unik-spesifik. Lain dari pada yang lain. Partikularitas agamaagama terletak di wilayah historisitasnya. TIDAK ADA AGAMA YANG SAMA APALAGI SEBANGUN DALAM WILAYAH HISTORISITAS (TARIKHIYYAH) INI. DALAM 7 (TUJUH) ITEM BENTUK MANIFESTASI SOSIALKULTURAL - LINGUAL KEBERAGAMAAN MANUSIA TERSEBUT, AGAMA YANG SATU DAN YANG LAIN AMATLAH SANGAT BERBEDA. TIDAK ADA YANG SAMA DI SINI. YANG MENYAMAKAN ANTARA SATU ----------38 James L. Cox, h. 236-238.

153

154 YANG LAIN ADALAH ADANYA PATTERN ATAU POLA UMUM (GENERAL PATTERN) YANG MELEKAT-BAKU DALAM SETIAP KEHIDUPAN SOSIAL KEAGAMAAN SPESIES MANUSIA YANG DAPAT DITEMUKAN SECARA INTELEKTUAL LEWAT BANTUAN STUDI, TELAAH, PENGAMATAN YANG EMPIRIS-KRITISKOMPARATIF. KALAUPUN TIDAK

BOLEH

DIKATAKAN

SAMA,

SECARA INTELEKTUAL MASIH

DAPAT

DIKATAKAN ADANYA FAMILY RESEMBLANCE (KESERUPAAN KELUARGA) DALAM KE TUJUH ITEM MANIFESTASI TERSEBUT. Dengan uraian dan penjelasan ini, maka apa yang dilangsir oleh sementara kalangan adanya pendangkalan aqidah adalah tidak berdasar, karena masing-masing agama mempunyai daya tarik dan kekuatan aqidahnya sendiri-sendiri. Dengan model dan pendekatan seperti ini, umat beragama diberi masukan yang cukup berharga bagaimana menghadapi kolega umat beragama lain, dan begitu pula sebaliknya, yang sama-sama mempunyai keyakinan yang kuat akan kebenaran agama mereka sendiri-sendiri tetapi tetap memberi ruang untuk dialog bahkan hak hidup bersama dalam kehidupan yang harmonis (al-ta’ayus al-silmi). Apabila hal-hal yang fundamental ini dapat dipahami dengan jelas secara intelektual – tidak secara parochial, partisan, sektarian, dan tanpa disulut pula oleh perasan psikologiemosional, yaitu pemahaman yang baik dan jernih tentang adanya pembedaan wilayah operasional antara yang disebut nonfalsifiable dan yang falsifiable, antara yang objektif dan subjektif, antara general pattern dan particular pattern, belum lagi jika keduanya tumpang tindih dan saling bergayut, maka subjektifitas dalam beragama adalah sah-sah saja, sejauh subjektifitas itu tidak berlebih-lebihan dan berubah menjadi dogmatis dan fanatisme dengan menghilangkan dimensi objektifitas dalam beragama yang termanifestasikan dalam polapola dasar dan pola umum yang dapat dijumpai dimana saja dalam penganut agama-agama dunia yang manapun juga. Kecerdasan spiritualitas keberagamaan era global adalah terletak dalam kemampuan seseorang, kelompok, pimpinan kelompok untuk dapat melakukan dialog yang intens, sungguh-sungguh, mendalam, dan tulus dalam dan dengan diri sendiri serta antarpemimpin kelompok untuk dapat melerai ketegangan yang selalu ada dalam diri seorang yang beriman. Pola Pikir Sosial-Keagamaan yang Rekonsiliatif dan Mediatif Terjadi ketegangan yang luar biasa antara Barat dan Timur, antara Barat dan Islam, untuk tidak menyebutnya antara Yudeo-Kristiani dan Islam, antara fundamentalisme dan sekularisme, minoritas-mayoritas, antara puritan dan moderat, antara fundamentalisme dan moderatisme dalam pemikiran Islam kontemporer.39 Semuanya mempunyai klaim-klaim ----------39 Buku yang cukup membantu untuk memahami isu ini, buku karya Stephen Schwartz, The Two Faces of Islam, New York : Doubleday, 2002. Telah diterjemah ke dalam bahasa Indonesia Dua Wajah Islam : Moderatisme vs Fundamentalisme dalam Wacana Global, Jakarta : Penerbit Blantika, 2007. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

kebenaran dan asumsi-asumsi dasar yang nonfalsifiable, tanpa mengindahkan dimensi falsifiable yang ada melekat dalam historisitas kubu masingmasing. Istilah benturan antar peradaban (the clash of civilization) dan benturan antar teman sendiri dalam peradaban tertentu (the clash within civilization) mengemuka dimana-mana, ditambah dan dibumbui dengan aksi-aksi provokatif dari para provokator yang ingin memancing di air keruh, sehingga muncullah apa yang dikategorikan sebagai hardliners, ekstrimisme, radikalisme dan terorisme di berbagai tempat di dunia.40 Dalam lingkungan umat Islam sendiri, seperti disebut di muka, terjadi saling tuduh murtad, kafir mengkafirkan, tuduhan pendangkalan aqidah dan begitu seterusnya. Semuanya tampak tegang, yang sesekali muncul ke permukaan dengan baku hantam di tempat terbuka, letusan senjata dan peledakan gedung dengan cara bom bunuh diri dan berbagai tindakan anarkis-kekerasan yang lain. Menurut hemat penulis, setelah memahami watak dasar dan struktur fundamental cara kerja dari kluster Ulum al-Diin, al-Fikr al-Islamiy dan Dirasat Islamiyyah kontemporer maka yang perlu dilakukan oleh para pecinta dan penggemar ilmu-ilmu ini adalah berupaya keras bagaimana dapat mempertautkan, mengintegrasikan atau menginterkoneksikan antara ketiganya. Agaknya yang belum dicoba dalam sejarah intelektual Islam era modern dan pasca-modern adalah upaya untuk secara serius mempertautkan antara ketiganya. Ketiganya masih berdiri sendiri-sendiri secara eksklusif. Masing-masing merasa cukup (self sufficiency) dengan dirinya sendiri. Masing-masing tidak merasa memerlukan bantuan dari yang lain. Yang lebih berat adalah karena masing-masing di dukung (back up) oleh institusi, lembaga, tenaga, donor dan dana oleh organisasi sosial keagamaan dan penyandang dana yang lain. Lalu, ketiganya cenderung tidak saling mengenal bahkan saling menegasikan. Masing-masing kelompok pendukung kluster keilmuan menjadi “asing” dengan temannya sendiri, bahkan terasing dari dirinya sendiri, keluarga dan kultur yang dimiliki. Yang paling umum dan sederhana adalah menyamaratakan saja antara ketiganya, tanpa ada pembedaan metodologis yang tajam dan ketat. Dirasat Islamiyyah adalah disamakan begitu saja dengan Ulum al-Diin, dan begitu juga sebaliknya. Begitu juga halnya antara Ulum alDiin dan al-Fikr al-Islamiy dan sebaliknya. Ketidaksambungan antara ketiganya tidak hanya tampak dalam pola penulisan silabi dan kurikulum di PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam), apalagi di PTU (Perguruan Tinggi Umum), tetapi yang lebih dirasakan banyak orang adalah ‘ketersendirian’ dalam bangunan blok-blok cara berpikir keagamaan Islam para pelaku dan aktivis di lapangan. Amat sangat sulit menghadapi era baru sejarah kehidupan umat manusia yang saling terhubung antar budaya, agama, ekonomi, politik seperti saat sekarang ini, jika pengetahuan keagamaan Islam hanya bertumpu pada satu pilar yaitu Ulum al-Diin atau bertumpu pada salah satu dari kedua pilar yang lain. Persentuhan antar ketiganya dan ----------40

M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius,Jakarta:PSAP,2005,

h. 1-32.

155

156 pertautan yang saling melengkapi adalah kebutuhan zaman yang tidak bisa ditunda-tunda. Ketegangan-ketegangan yang terjadi balakangan ini hanyalah karena antara ketiganya tidak saling mengenal. Tidak saling menyapa bahkan cenderung saling menegasikan keberadaan yang satu dan lainnya. Ada kesalahpahaman diantara para pemangku tradisi berpikir keagamaan Islam. Pola pikir ini perlu dibenahi secara serius dan direkonstruksi secara radikal, jika generasi sekarang ini menginginkan kehidupan yang harmonis antar berbagai orchestra keberanekaragaman di dalam kehidupan intern umat, apalagi jika harus berhubungan dengan orang atau kelompok lain dalam format negara-bangsa Indonesia. Dengan mencermati pola-pola hubungan yang bercorak single entity (entitas tunggal; hanya mengenal satu kluster sedang kluster-kluster yang lain tidak dikenal), separated entities (ketiga kluster ada, tetapi terpisah-pisah dan tak saling terhubung, tidak saling berkomunikasi antara yang satu dan lainnya) dan integrated entities (ketiga kluster tersebut saling terpaut dan terhubung) berikut implikasi dan konsekuensinya masing-masing pada dataran praktis di lapangan, maka upaya serius untuk mempertautkan ketiga kluster pilar studi Islam tersebut layak dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Dengan keterpautan dan keterhubungan antara ketiganya akan dimungkinkan munculnya cara berpikir (mentality), sikap (attitudes) dan perilaku (behaviour) baru dalam keberagamaan Islam yang lebih integratif-mediatifrekonsiliatif. Pola pikir dan tata pergaulan sosial-keagamaan lama yang bersifat antagonistik, hitam-putih, eksklusif, absolute, dogmatis, truth claim, tertutup, keras, tidak memberi ruang dan tempat untuk orang atau kelompok lain, tak mengenal kompromi dan konsensus harus bergeser ke arah corak pola pikir baru keagamaan yang lebih kondusif untuk menabur benih corak berpikir keagamaan yang lebih rekonsiliatif, mediatif, partisipatif, mengenal warna lain selain hitam-putih, mengedepankan pentingnya konsensus, kompromi, inklusif, terbuka. Tidak hanya ‘tradisi’ (al-muhafazah ‘ala al-qadim al-salih) yang ditekan-tekankan dan ditonjolkan, tetapi juga aspek “translation” (al-akhdz bi al-jadid al-aslah), yakni dengan cara menerjemahkan kembali dan menafsirkan ulang konsep-konsep dan khazanah intelektual lama ke konteks intelektual baru yang lebih menjanjikan untuk menjawab tantangan zaman.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

63. Refleksi Kisah Hidup dan Pengalaman Terkait Dialog Karakter di Perguruan Tinggi Banyak Hal Terjadi di Luar Dugaan, Dapatkah Dibuat Sebuah Sistem? (disampaikan delapan renungan berikut) oleh: Sudjarwadi Renungan Pertama: Pengalaman pada Masa Sekolah Ketika saya akan mulai membuat catatan untuk persiapan tulisan kisah hidup dan pikiran yang sederhana ini, terasa keharuan menyelimuti perasaan sehingga berlinang sedikit air mata. Keharuan itu dirasakan sejenak dan tuntutan keterbatasan waktu untuk menulis akhirnya menepikan semua rasa haru itu. Catatan pokok pikiran ini merupakan sebagian dari jejak-jejak perjalanan hidup saya sedari masa kanakkanak. Ada delapan renungan yang dirasa berkaitan dengan upaya menemukan beberapa kalimat cukup memadai untuk menjadi sebagian pemicu diskusi dan dialog tentang pendidikan karakter di perguruan tinggi. Delapan renungan tersebut diplih sebagai penanda jejak-jejak perjalanan hidup yang dipahami sebagai kejadian tidak terduga. Ayah saya telah dipanggil Allah pada saat saya kelas dua di Sekolah Dasar. Saya berusia delapan tahun saat itu. Sebelum itu, saat kelas satu SD, ayah dan ibu mengajak saya ke Kebon Rojo (Kebun Raja), Kebun Raja Surakarta di kota Solo. Kebun itu sebenarnya adalah kebun binatang yang dapat dikunjungi oleh masyarakat untuk wisata lokal. Di Kebon Rojo tersebut dipelihara sejumlah binatang, diantaranya ada gajah, kera, burung kakak tua, ular, buaya, kijang, harimau dan banyak hewan yang lain. Anak kecil biasanya ditunjukkan berbagai binatang untuk mengenal namanamanya. Kebun binatang tersebut memberi kesan khusus, namun ada kesan lain yang lebih spesifik selain kebun binatang tersebut, yaitu ungkapan ibu tentang pabrik gula Ceper yang dilewati saat perjalanan ke kebun binatang Solo menggunakan kereta kuda. Saat itu kereta kuda masih lazim digunakan sebagai angkutan umum dari desa saya ke Solo yang berjarak sekitar 40 km. Saat melewati pabrik gula Ceper ibu mengatakan bahwa pabrik itu yang membuat adalah orang pintar yang disebut insinyur, orang yang rajin belajar saat bersekolah. Kata insinyur dalam anganangan saya adalah orang yang rajin belajar yang akhirnya menjadi pintar membuat pabrik. Itulah kesan spesifik saya. Dari perbincangan sederhana dan spontan tersebut, ibu yang hidup di desa dengan segala keterbatasan pengetahuannya telah memberikan sentuhan di hati dan mengembangkan sikap mental belajar saya. Peristiwa sederhana. Di hari tua ini saya makin mengerti bahwa yang telah terjadi itu adalah bagian rencana Tuhan. Kesan spesifik tentang kata insinyur itu adalah hal yang terjadi diluar dugaan yang mempengaruhi sikap mental belajar saya. Sebuah peristiwa dan ungkapan dari seorang

157

158 ibu yang tidak dirancang sebagai sebuah konsep formal pendidikan, namun mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Pada saat ini, saya berusia 69 tahun, mempunyai pertanyaan dalam hati. Apakah kiranya ada proses-proses yang mirip dengan beberapa hal tidak terduga itu dapat dirancang menjadi bagian formal sistem untuk menanamkan sikap mental belajar mahasiswa termasuk belajar mengembangkan karakter? Saat merefleksi hal tersebut, saya teringat cerita tentang Thomas Alva Edison dan ibunya yang secara ringkas adalah sebagai berikut (kutipan dari majalah internal Halo Sritex). Jauh setelah ibunya wafat dan Edison telah menjadi penemu ternama, dia melihat-lihat barang lama keluarganya. Tiba-tiba dia melihat kertas surat terlipat di laci sebuah meja. Dia membukanya dan membaca isinya: “Putra Anda seorang anak yang bodoh. Kami tidak mengizinkan anak Anda bersekolah lagi.” Edison menangis hingga berjam-jam (meskipun Edison telah menjadi penemu ternama, dia sangat terharu atas sikap ibunya yang luar biasa kepada dirinya). Setelah itu, kemudian Edison menulis di buku hariannya. “Thomas Alva Edison, adalah seorang anak yang bodoh, karena seorang ibu yang luar biasa, ia mampu menjadi genius pada abad kehidupannya”. (ini adalah pernyataan tulus Edison). Kenapa Edison mencatat ini di buku hariannya? Suatu hari Thomas Alva Edison pulang sekolah dan menyerahkan selembar kertas pemberian gurunya yang ditujukan untuk ibunya. Sang ibu menangis sambil membaca isi surat itu dengan mengeraskan suaranya (agar dapat didengar anaknya dengan jelas, namun ibunya saat itu mengarang sendiri kalimat yang seolah-olah isi surat, padahal beda dengan isi sebenarnya). Kalimat ciptaan ibunya yang luar biasa itu adalah sebagai berikut “Putra anda seorang genius. Sekolah ini terlalu kecil untuk menampungnya dan tidak memiliki guru yang cakap untuk mendidiknya. Agar Anda mendidiknya sendiri”. Bagaimana cerita Edison itu dimaknai? Bagaimana tanggapan mahasiswa tentang cerita tersebut? Pertama, kita bertambah makin menyetujui ucapan bijaksana Fuller yang telah di kutip oleh banyak dosen, “Every one is born a genius, but the process of life degeniuses them.” Kedua, yang menghapus kegeniusan, membuat kecerdasan menjadi tumpul adalah Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

“process of life”, kesalahan proses hidup. Kesalahan proses berpikir, proses bekerja, proses makan, proses tidur, proses perasaan, proses kemauan, proses kasih sayang keluarga, proses kasih sayang dalam bekerja, proses orientasi pikiran, dan ribuan jenis proses dalam pikiran manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Menemani belajar mahasiswa mengembangkan karakter, sikap mental belajar dapat mengambil inspirasi dari hal-hal yang tampaknya sederhana namun sesungguhnya istimewa karena disertai kasih sayang dan cinta yang dilakukan seorang ibu, tentu saja juga seorang ayah yang bijak. Banyak dosen yang bijak menyetujui modal utama sukses mendampingi belajar mahasiswa adalah cinta, menjaga dan penuh perhatian (“genuine love, care, and concern”). Seberapa banyak dosen memiliki pembawaan kepribadian seperti itu? Apakah yang anda pikirkan? Dapatkah dilakukan inovasi pendidikan karakter? Cara yang anda pilih bagaimana? Diyakini bahwa nilai-nilai spiritualitas tinggi dapat menjadi modal besar dalam menjalankan amanah dosen, menyiapkan generasi penerus untuk mengatasi persoalanpersoalan masyarakat, bangsa dan kemanusiaan. Renungan Kedua: Pengalaman pada Masa Peralihan dari Masa Sekolah ke Perguruan Tinggi Pada masa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas banyak sekali kesan dalam proses belajar bersama kawan-kawan. Akan tetapi, cerita personal tersebut tidak diceritakan disini. Kisah pengalaman pribadi dan pikiran ini diawali dengan pencarian jati diri setelah ujian sekolah menengah atas. Timbul pemikiran tentang melanjutkan kuliah atau bekerja. Pertimbangan utama saat itu adalah kesulitan ekonomi orang tua. Kalau kuliah adakah yang membiayai? Ternyata terdapat cerita-cerita tentang orang kuliah sambil bekerja. Saya mengambil keputusan mendaftar ke Universitas Gadjah Mada untuk kuliah sambil bekerja seadanya. Pada awal masa kuliah, ternyata bacaan di perpustakaan sekolah secara tidak sengaja telah mempengaruhi proses pembentukan pola pikir dan jati diri saya. Beberapa cerita tentang tokoh-tokoh yang ditulis dalam buku diperpustakaan sekolah memberi pengaruh besar pada saya. Dua nama dari bacaan buku di perpustakaan SMA yang masih sering dikenang, yaitu Mahatma Gandhi dan Eleanor Roosevelt. Mahatma Gandhi menempuh kehidupan yang memberi inspirasi, visi dan karya hidup, ungkapan unik gagasannya melakukan perlawanan terhadap penjajahan dengan cara non-kekerasan. Kehidupan Gandhi juga terbentuk karena pengaruh kuat dari ibunya yang mengajarkan etika Hindu yang kuat pada anak-anaknya. Ibunya juga mengajak mereka menjadi vegetarian, mempraktikkan toleransi beragama, dan

159

160 gaya hidup sederhana. Eleanor Roosevelt diceritakan sebagai wanita muda yang tidak dapat berbicara di depan umum, namun akhirnya ia belajar dan belajar kemudian pandai berbicara di depan umum dan banyak mengutarakan kalimat-kalimat baik. Banyak sekali kata mutiara dari Eleanor Roosevelt diantaranya “Kebahagiaan bukanlah tujuan tetapi itu merupakan produk dari kehidupan yang baik” (Happiness is not a goal but it is a by-product of a life well lived). Ternyata hasil belajar seseorang pada akhirnya membawa pada suatu tingkatan pengertian terhadap makna kehidupan. Secara personal saya menyebutnya sebagai salah satu indikator mutu karakter manusia. Apabila hal tersebut dipikirkan ternyata sejalan dengan pengertian yang diuraikan oleh para penceramah keagamaan baik yang diungkapkan secara langsung maupun yang disiarkan lewat televisi. Kedua tokoh tersebut bermula dari kekurangannya masing-masing, namun akhirnya menemukan jati dirinya dan mengerjakan kegiatankegiatan yang memiliki kualitas dan manfaat besar untuk kemanusiaan. Sejalan dengan kenangan itu, sebagai mahasiswa semester pertama di UGM, saya sering mampir ke perpustakaan negara di Jalan Malioboro. Ada sebuah kalimat dalam sebuah buku (yang saya lupa judul bukunya dan pengarangnya) yang selalu teringat, yaitu “Berbuat baik itu adalah tujuan”, tidak perlu ditambah dengan pamrih apapun juga. Meskipun tidak mampu mengerjakan petuah tersebut seratus persen, namun pikiran dan perasaan sangat dipengaruhi oleh pesan itu. Renungan Ketiga Catatan Personal Saat Awal Menjadi Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada Tahun 2000 Pada awal menerima amanah sebagai Dekan Fakultas Teknik UGM pada tahun 2000 saya membuat sebuah catatan personal. Kutipan dari buku berjudul Collective Intelligence ditulis oleh Pierre Levy (1999) berikut catatan pribadi saya di kala itu: • Combination of computer with human intelligence • Collaboration • Knowledge Management • Virtual Teaming • Continuous Improvement and Learning For Levy: The prosperity of a nation, geographical region, business, or individual depends on their ability to navigate the knowledge space. --> Keyword: to navigate. Spaces: space of earth, territory, commerce, econom, politics, engineering, etc.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

We can develop sophisticated systems of network intelligence. The called CI (Collective Intelligence) has the potential to project humanity into a phase of its intellectual and social evolution. Penciptaan Ilmu (Knowledge Creation) Sejalan dengan catatan tentang kecerdasan kolektif, dibuat catatan bahwa bukti terbaik kepemimpinan yang sukses adalah terjadinya pengertian terhadap semua komponen SDM terkait visi dan misi organisasi, saling memperkuat antara yang satu dengan yang lainnya, dan bekerja dengan gembira untuk aktualisasi kemampuan puncaknya. Semua yang terlibat dalam sebuah urusan dapat diajak menciptakan ilmu berupa cara-cara untuk menyelesaikan urusan tersebut. Menunjukkan tantangan dan menemukan bersama respons optimal (prinsip challenge and response) Berikut ini berupa gambaran pemikiran sintesis antara cara Barat dan cara Timur yang diimplementasikan dengan pendekatan Patrap Triloka yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara dan diterapkan dengan konteks budaya setempat.

Skema Pemikiran Sintesis antara Cara Barat dan Cara Timur Lima langkah iterasi peningkatan kesuksesan secara kontinu dicatat amat ringkas sebagai berikut. (Gambar Skema diatas dari Prof. Nonaka) 1. Socialization, from group process and organization culture 2. Externalization 3. Combination, from information processing

161

162 4. Internalization, from organizational learning 5. Implementasi dan belajar dari pengalaman berikutnya untuk landasan peningkatan lebih lanjut. Dalam proses kerja bersama atau kerja tim, semua yang terlibat dalam penyelesaian tugas-tugas dalam naungan visi dan misi secara berkala diajak merenung bersama. Prof. Nonaka penulis buku Knowledge Creation suka menceritakan tradisi di perusahaan Honda bahwa kritik untuk hal-hal yang telah dikerjakan itu sangat penting. Kritik adalah sebuah awal perbaikan yang bernilai sepuluh persen (10%) dan saran konstruktif tepat bernilai sembilan puluh persen (90%) atas kemungkinan perbaikan optimal yang dapat dilakukan. Dalam pembentukan rekatan sinergi Prof. Nonaka telah mengenalkan istilah VDPSE (Vision, Dialogue, Practice, Sharing, Environment Concern). Adopsi prinsip VDPSE tersebut untuk proses sebagian pembelajaran mata kuliah di UGM dilakukan sebagai berikut. Asas VDPSE dijadikan catatan bersama pada proses kegiatan sehari-hari, dilatih bersama dengan pendekatan Patrap Triloka Ki Hadjar Dewantara yaitu peran dinamis dosen dalam siklus ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Vision adalah pandangan jauh ke masa depan untuk memilih arah tepat tindakantindakan pro-aktif antisipatif, bukan sekedar tindakan reaktif. Dialog adalah komunikasi dengan SDM terkait penyelesaian tugas sehari-hari. Komunikasi dapat lewat acara rapat formal, acara non-formal seperti makan bersama atau informal dalam forum silaturahmi tradisi setempat. Banyak cara untuk dialog sesuai kondisi setempat untuk kelancaran dan kenyamanan komunikasi. Praktik nyata adalah latihan pengembangan integritas seluruh karyawan untuk selalu mempraktikkan hal-hal yang direncanakan, memikirkan, mengucapkannya dan melakukan tindakan yang selalu cocok antara hal baik yang diucapkan dengan hal baik yang dikerjakan. Selanjutnya, kata sharing (berbagi) ini sangat penting. Pimpinan dapat berbagi peran, mendengarkan anak buah dan menunjukkan hal-hal yang perlu, kemudian berada di tengahtengah mereka (ing madya mangun karsa). Pimpinan dapat memberi kepercayaan kepada anak buah untuk berada di garis depan pada tugas dan fungsi masing-masing (pimpinan mengambil posisi tut wuri handayani pada saat yang tepat, berada di belakang dengan mempercayai anak buah). Istilah environment atau lingkungan adalah pesan pada semua SDM untuk bertindak optimal sesuai lingkungan, sesuai konteks sumber daya dan batasanbatasan yang tersedia, Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

peraturan, pengaturan, kesepakatan dan disiplin terhadap waktu atau jadwal. Konteks lingkungan ini juga terkait konteks lingkungan konsep berpikir nasional tentang pendidikan. Saya menambahkan kata LEAP++ pada konsep berpikir nasional yang saat itu digunakan sebagai salah satu kisi seleksi proposal permintaan anggaran negara melalui kompetisi (competitive based funding). Lingkungan wajib selalu diperhatikan untuk membangun penyelesaian urusan sesuai lingkungan atau kontekstual. Walaupun berpikir global dan membaca literasi internasional, pemahaman atas kearifan lokal sangat penting untuk menciptakan solusi tepat setempat, berpikir global bertindak lokal. Ringkasan penjelasan lingkungan berpikir nasional yang ditambah pemikiran inovatif oleh Fakultas Teknik UGM menjadi seperti berikut ini.

Skema RAISE + LEAP++ Renungan Keempat: Catatan Personal saat Awal menjadi Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Gadjah Mada Tahun 2002 Di luar dugaan personal saat itu, saya diminta menjadi Wakil Rektor yang membidangi akademik di UGM mulai tahun 2002 dan aktif sebagai wakil rektor pada akhir tahun setelah serah terima jabatan Dekan di Fakultas Teknik. Langkah identifikasi tantangan dan rumusan strategi jawabannya untuk urusan pendidikan tinggi dilanjutkan di tingkat universitas menggunakan pendekatan yang sama yaitu kecerdasan kolektif dan penciptaan ilmu solusi. Kecerdasan kolektif sejumlah dosen UGM pada tahun 2003 menghasilkan program khusus di UGM yang disebut Peningkatan Pertumbuhan Kepemimpinan Berkualitas (PPKB). Produk kecerdasan kolektif pada tahun 2003 tersebut ditindaklanjuti di UGM dan perkembangan

163

164 pengalaman serta ringkasan pemikiran menjelang hari Sumpah Pemuda tahun 2010 ditulis di Surat Kabar Jurnal Nasional (Jurnas). Produk pemikiran bersama tersebut sebagai berikut: Pada akhir tahun 2002, sekelompok dosen UGM mulai aktif membicarakan potret bangsa Indonesia yang menampakkan tiga noktah. Tiga noktah itu adalah krisis multidimensi, ancaman disintegrasi bangsa, dan krisis kepemimpinan. Mereka tidak khawatir, namun merasa perlu melakukan penyesuaian pendidikan tinggi. Pada tahun 2003 dibuatlah satu program di UGM yang disebut SP2MP atau Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pendidikan. Program tersebut merupakan inti program PPKB yang baru berskala 120 orang/setiap tahun. Program itu dikehendaki menjadi jawaban terhadap tantangan kerja dalam rangka menghapus tiga noktah pada lembar potret bangsa. Tujuh tahun telah berlalu dan lulusan SP2MP baru meniti karir awal di berbagai lini pengabdian di tanah air tercinta. Dapatkah mereka mengajak banyak kawan untuk menghapus tiga noktah? Pada awal tahun 2009, menjelang pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, UGM menyampaikan deklarasi untuk memberi catatan-catatan bagi komponen-komponen pejuang, agar mengembangkan sikap saling mengerti, meniadakan peristiwa-peristiwa pro dan kontra yang terlalu panas, menghanguskan lingkungan sehat, berkompetisi dengan tujuan mendapatkan kekuasaan. UGM telah membatasi diri agar potensi daya bakar yang dimiliki UGM tidak mengobarkan api pertikaian di luar kemampuan kendali emosi oleh masyarakat luas. Peristiwa demi peristiwa berlalu, pergolakan demi pergolakan emosi mahasiswa dan generasi muda berjalan terus-menerus. Tanggal 28 oktober adalah hari peringatan Sumpah Pemuda, ikrar kebulatan tekad pemuda pada tahun 1928 untuk membentuk satu tanah air Indonesia, satu bangsa Indonesia, satu bahasa Indonesia. Penghayatan bahwa generasi muda itu sejatinya harus didominasi oleh kelompok yang bukan mengeluh tetapi menyelesaikan masalah, bukan complainer tetapi problem solver, masih memerlukan kerja keras perluasan program persemaian pemimpin masa depan. Perguruan tinggi harus menjadi bagian penting penyiapan pemimpin berkualitas masa depan. Kesadaran bahwa politik selain yang dipahami oleh umum sebagai perkara di seputar kekuasaan, perlu ditambah dengan pengertian lebih tinggi pada generasi muda. Politik tinggi bermakna sebagai strategi bagi kepentingan bangsa dan kemanusiaan bukan hanya sekedar kekuasaan. Pemimpin berkualitas di masa depan adalah generasi saat ini yang berpolitik tinggi dengan cara-cara inovatif sesuai pilihannya, bukan suka bertengkar dan bukan suka Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

mencela sebagai penyebaran benih perpecahan bangsa. Pemimpin masa depan bukanlah mereka yang menggunakan kekerasan dan turut serta dalam kegiatan anarki. Pemimpin masa depan adalah mereka yang mengembangkan sifat bisa mengerti, dapat toleransi dan saling menghargai serta menyambut baik perbedaan untuk membangun sinergi bangsa Bhinneka Tunggal Ika. Seandainya negara memiliki determinasi kebangkitan kepedulian politik generasi muda dalam format politik tinggi tanpa label eksplisit politik kampus tentu benih perpecahan bangsa dapat diberantas pertumbuhannya. Saat ini benih perpecahan itu tumbuh tanpa disadari oleh karena perlombaan iklan di media dengan porsi amat dominan berupa bujukan materialisme. Iklim materialisme ini telah membuat banyak orang kehilangan kontrol dan memilih jalan pintas, melakukan hal-hal terlarang demi materi. Fokus pada ego diri sendiri. Materialisme itu membunuh kepedulian sosial, membunuh cita-cita kebangsaan, menghidupkan fokus pada kepentingan ego. Penyakit ego sedang berjangkit, bahkan selain ego pribadi telah banyak tumbuh ego kelompok, ego daerah, ego sektoral dan sejumlah ego yang lain. Itu semua adalah benih-benih pertengkaran dan perpecahan yang membahayakan masa depan Indonesia. UGM telah berinisiatif mengajak tiga puluh perguruan tinggi di Indonesia membuat tonggak sejarah yang menandai kebangkitan rasa percaya diri bersama dan peduli bangsa dengan membuat event spesifik di UGM. Event itu mendapat dukungan Kementrian Luar Negeri, Pariwisata dan Budaya, serta Kementrian Pendidikan Nasional, dan diberi payung kearifan lokal menginspirasi solusi global. Generasi muda harus sukses dibawa ke dalam politik tingkat tinggi, untuk bekerja keras bersama dengan cerdas menempatkan Indonesia pada posisi terbaik di dunia. Pusat pendidikan, budaya dan ekonomi dunia pada abad 19 berada di Eropa, pada abad 20 di Amerika Utara dan pada abad 21 di Asia. Pada konteks ini Indonesia wajib menempatkan diri pada posisi barisan terdepan pemimpin dunia. Dapatkah ini menjadi kenyataan? Indonesia dapat mengambil posisi terbaik dengan segala keterbatasan yang ada asalkan para pemimpin dapat membuka jalan bagi sebuah generasi pemilik kejayaan masa depan. Bangsa ini mempunyai sumber daya berlimpah untuk bekal. Namun, biaya yang utama adalah biaya psikologi (psychological cost) para pemimpin untuk menepikan ego yang tanpa disadari (uncounsciously) telah menaburkan benih perpecahan. Menepikan ego dan mengetengahkan kepentingan bangsa, berarti ikhlas membangun kecerdasan institusi, kecerdasan negara, kecerdasan kolektif bangsa. Menjelang peringatan hari Sumpah Pemuda, tentu akan bertambah jumlah pemimpin yang hatinya tergetar menjadi lebih peduli, dan menumbuhkan perhatian makin besar

165

166 bagi pemberantasan benih-benih perpecahan. Contoh kebahagiaan hidup yang tidak mementingkan ego harus terpapar di mana-mana, di media publik, di kelas-kelas sekolah menengah dan di bangku perguruan tinggi. Niat untuk semua itu telah ada. Namun, sayang bahwa cakupannya masih kecil kecil dan sporadik. Perekat sinergi gerakan massal belum hadir di antara mereka yang mendapat amanah dan memiliki peluang. Organisasi bangsa belum lulus belajar menjadi satu kesatuan sinergi. Realisasi Sumpah Pemuda memerlukan operasionalisasi bentuk relevan dan optimal pada zamannya. Kita sedang menunggu ilmu persatuan kontekstual yang otomatis mematikan benih-benih perpecahan bangsa yang sedang tumbuh di beberapa lini di Indonesia. Renungan Kelima: Pokok-pokok Pikiran Program Peningkatan Pertumbuhan Kepemimpinan Berkualitas Program Peningkatan Pertumbuhan Kepemimpinan Berkualitas (PPKB) UGM mempunyai dasar-dasar pemikiran dan berkaitan dengan lima poin acuan perancangan kompetensi berikut. 1. Materi pembelajaran lebih didekatkan dengan persoalan nyata, melatih identifikasi persoalan dan strategi penyelesaian (course material should be based on real world problem as the basis for problem identification and formulating strategy or approach for solution). 2. Integrasi, antardisiplin ilmu yang saling mendukung untuk pemahaman dan implementasi butir 1 di atas (integration among courses or subjects to find comprehensive approach in solving problems as described on point 1 above). 3. Memiliki perspektif Internasional yang berbasis pemahaman keunggulan nasional yang ada (having international perspective based on nation’s competitiveness values). 4. Dorongan pemanfaatan optimal teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia dan akan tersedia di UGM (motivate and support to use ICT in optimal way in the learning process). 5. Berbagai inovasi yang membuka akses peningkatan kreativitas (develop innovation to open wider access for creativity). This program associated to PPKB Project. ( PPKB = Enhancement of Development of Quality Leadership). Keseimbangan bobot antarbutir 1 s.d. 5 tergantung jenis mata kuliahnya, dosen memiliki kebebasan mengembangkan kualitas proses pembelajaran mata kuliahnya berbasis Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester, yang fleksibel, menginspirasi dan memotivasi, dalam rangka pembentukan pengembangan sikap mental, ilmu pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai. Program PPKB adalah satu usaha khusus agar mulai tahun 2003 mahasiswa UGM terpapar pada diskusi dan ungkapan oleh sejumlah dosen tentang Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

panggilan bangsa. Mahasiswa diharapkan melatih diri memenuhi panggilan leadership sepanjang perjalanan karirnya sebagai hasil didik Universitas Gadjah Mada. Visi program PPKB adalah mengembangkan lulusan dengan jiwa kepemimpinan yang memiliki potensi tinggi untuk sukses. Adapun misi PPKB yang ditetapkan sebagai tambahan wawasan dalam rancangan pembelajaran mata kuliah di kelas-kelas adalah peningkatan pertumbuhan kepemimpinan berkualitas sebagai nilai tambah terhadap penguasaan skill, knowledge dan attitude, dan melengkapi pemahaman nilai-nilai. Pada pelaksanaan program PPKB dosen dan mahasiswa difasilitasi dengan berbagai kegiatan pelatihan pembelajaran dan tawaran-tawaran untuk melakukan inovasi pembelajaran. Diantara sejumlah tawaran kegiatan, bergantung sifat kegiatan itu dapat menjadi bagian kelompok program 1) pertumbuhan inovasi antarkelompok kompetensi (Innogrant), 2) pertumbuhan inovasi dengan sinergi antarkelompok kompetensi (sinno-grant) dengan tambahan kata kunci sinergi, 3) pertumbuhan inovasi dengan sinergi antarkelompok kompetensi, dan masyarakat/alumni/industri/dunia usaha (bussino-grant). Didalam program PPKB juga dikenalkan program sahabat, membangun persahabatan antara mahasiswa dengan dosen dengan latar belakang pemikiran berikut. Sahabat Percepatan Peningkatan Mutu Pembelajaran (SP2MP) beranggapan bahwa mahasiswa berprestasi memiliki energi lebih yang bisa dioptimalkan agar energinya tidak terbuang tanpa proses kecerdasan kolektif bermutu dalam tim persahabatan dalam kampus yang bisa dibentuk. Untuk hal tersebut diputuskan tentang perlunya kegiatan-kegiatan spesifik sebagai lahan pertumbuhan dan stimulasi dalam usaha menumbuhkan kepemimpinan. Mahasiswa dan dosen diberi kesempatan mengusulkan inovasi aktivitas yang merangsang kompetensi kepemimpinan dengan pertimbangan adanya catatan tentang prinsip diversity dan equity. Renungan Keenam: Student Teacher Aesthetic Role-sharing (STAR) Pada

akhir masa bakti

jabatan Wakil

Rektor UGM saya berkesempatan

mempresentasikan makalah UGM pada konferensi pendidikan di Singapura. Pokok-pokok paparan makalah tersebut sebagai berikut. Pada pertemuan tersebut dikenalkan fokus program UGM dari tahun ke tahun mulai tahun 2006 ke depan. Pada tahun 2005, selain program-program rutin telah diupayakan kegiatan khusus yang berorientasi pada percepatan peningkatan jejaring yang mencakup 1) national network in 2005, 2) internal UGM, 3) industry , 4) community, 5) MOED (Ministry of Education), 6) local government 7) Department’s (kementerian-kementerian).

167

168 Fokus yang dirancang untuk tahun 2007 adalah berkaitan dengan experience learnt tahun 2006 untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam hal leadership culture in 2007, moral force, sustainable improvements. Universitas sebagai institusi harus memiliki fokus jelas setiap tahun, memilih prioritas program sesesuai pengalaman tahun sebelumnya. Kata kunci untuk fokus kreativitas dan inovasi tahun 2008 adalah culture of continuous improvements in 2008, many source of: 1. Financial supports 2. Human resource 3. Informations 4. Sustainable leadership program Gagasan-gagasan yang berlalu-lalang di benak tentang pendidikan tinggi di UGM menimbulkan motivasi yang kuat untuk menemukan sistem pendidikan yang unik dan tepat bagi kepentingan mahasiswa, institusi dan bangsa. Saya ingin membangun kecerdasan kolektif antara mahasiswa dan dosen di UGM melalui proses pembelajaran. Setelah berpikir lama didapatlah istilah STAR, kependekan dari empat kata, yaitu Student Teacher Aesthetic Role Sharing. Di UGM ada Unit yang disebut P3, yaitu Pusat Pengembangan Pendidikan. Pada akhir jabatan sebagai wakil rektor dan berlanjut mendapat amanah sebagai rektor UGM untuk masa bakti tahun 2007-2012 gagasan tentang STAR tersebut terus diproses. Kerangka konsep STAR Pendekatan proses pendidikan yang mencakup pembelajaran dengan sistem sharing yang dikehendaki fleksibel dan produktif adalah sebagai berikut (dikutip dari sebagian makalah Universitas Gadjah Mada untuk persiapan World Conference di Universitas Gadjah Mada pada akhir tahun 2010). Abstract Since 2004, a Student-Centered Learning (SCL) approach to learning began to be introduced and implemented in Universitas Gadjah Mada (UGM). One important aspect in SCL is the shifting role of the teacher, from being the only main source of information to becoming a facilitator and learning partner. UGM realizes that this new role needs to be improved, to bring SCL to be in harmony with the principle of Patrap Triloka (Dewantoro, 1962), a local wisdom stipulating the three main teacher behaviours: “at the Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

front providing a model, in the middle creating an intention or creating student motivation and at the back giving constructive support.” The principles of SCL and Patrap Triloka has inspired UGM to build a program known as Student Teacher Aesthetic Role-sharing (STAR). Basically, STAR is an activity to lead students and teachers into a closer and harmonious academic relationship. By implementing STAR, it is expected that: 1. Students will feel comfortable in building communication with their teachers, and at the same time, teachers will guide their students more intensively; 2. Students will be more self-confident and innovative in a created creative, condusive, academic atmosphere; and 3. Teachers will pay more attention on the academic development of individual students. The STAR approach to teaching can be construed as an effort to build a harmonious relationship between students and teachers at UGM. The effort to implement STAR in UGM is similar to building a new culture, therefore it should be made gradually. The implementation was carried out in the following stages: 1. Establishing a team to produce an academic papers regarding the main ideas of SCL-Plus (STAR); 2. Distribution of academic papers of STAR to the relevant parties; 3. Provision of competitive grants for the implementation of STAR. The grantees have to implement STAR in their learning process and evaluate the result; 4. Dissemination to other teachers within UGM. This activity is designed to create a multiplier effects. Furthermore, dissemination of STAR to other universities in Indonesia will be carried out, to achieve one of UGM’s mission to increase the academic quality of higher education in Indonesia. By implementing STAR, it is expected that graduates from UGM as well as other universities in Indonesia will be of higher quality. Key words: STAR – student-centered learning – patrap triloka – multiplier effect – high quality graduates The concept of STAR, which is based on the SCL approach to learning, Patrap Triloka, and the 3N+3N concept should lead teachers to become motivators, who are able to develop effective class interactions, build scientific and social skills inside and outside the classroom, become role models for students, enhance cognitive, affective, and psychomotor skills, and develop leadership characters in the student’s life..

169

170 Model of Implementation and Best Practices To implement STAR, UGM started by conducting a series of focus group discussions among lecturers to develop and actualize the proposed concepts. Based on these discussions, an academic draft of STAR was produced and distributed to all faculties to be discussed and reviewed. The results of faculty reviews were then formulated into the academic document which has used as a basis of carrying out activities related to the dissemination of STAR in UGM. One of the activities conducted in 2008 was offering STAR-Innovation Grant for lecturers in which lecturers were invited to plan learning programs based on the STAR concept. Grantees have documented, evaluated, and published the process of the implementation of STAR and shared it with other lecturers in seminars facilitated by the Center for Innovation in Higher Education (CIHE). As we all know, each subject offered in a curriculum requires different methods of learning. Figure below shows that the implementation of STAR requires different learning techniques, based on the learning objectives of the courses. In the triangle the letter T stands for Tuladha, or providing a model, K is for Karsa, or creating intention or motivation and A is handayani, or giving constructive support. TKA together with the course objectives will have an impact or influence on the delivery method. It will improve the dynamics of the delivery method and instill (nurture) the students with the cognitive, affective, and psychomotoric competences in line with the course objective. The course content is represented by the letters I (ilmu pengetahuan, or knowledge/science), N (nilai, or values), K (keterampilan, or skills), and S (sikap dan etika, or attitude and ethics).

Dynamic interaction between delivery method based on T-K-A and learning materials constructed by I-N-K-S applied in STAR. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Pendekatan STAR ini dirancang untuk memperlancar pengembangan karakter kepemimpinan, seperti dinyatakan oleh penggalan kalimat berikut: “Build scientific and social skills inside and outside the classroom, become role models for students, enhance cognitive, affective, and psychomotor skills, and develop leadership characters in the students”. Kisah pembelajaran saya memang banyak menjumpai hal tidak terduga. Saya gembira dan berbahagia belajar dari kecerdasan kolektif rekan-rekan dosen Universitas Gadjah Mada termasuk satu bentuk pendekatan pembelajaran yang disebut STAR. Bentuk ini merupakan salah satu yang saya sukai, sebuah testimoni manfaat penggunaan kecerdasan kolektif berbasis budaya. Untuk membatasi cerita personal yang tidak terlalu panjang tulisan ini akan ditutup dengan dua buah renungan lagi. Renungan pertama adalah tentang pengembangan program antarbidang ilmu lintas rumpun ilmu dan renungan berikutnya adalah kerangka proses pembelajaran di mata kuliah yang saya ampu. Renungan Ketujuh: Pengembangan Program Antarbidang Ilmu Lintas Rumpun Ilmu Pada tahun 2009, UGM sedang mengusahakan peningkatan konektivitas antarbidang ilmu untuk mewadahi kegiatan-kegiatan dosen dan mahasiswa menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam kerangka pengertian atas pentingnya terapan ilmu multidisiplin untuk penyelesaian masalah-masalah nyata dalam kehidupan. Misi umum UGM pada saat itu adalah melaksanakan pembelajaran dan pengabdian berbasis riset. Misi khusus UGM adalah meningkatkan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat berkelas dunia; beridentitas kerakyatan; serta membangun sosio-budaya Indonesia dan menuntaskan transisi UGM menjadi universitas yang mandiri dan mempunyai tata kelola yang baik (Good University Governance). Tujuan yang diharapkan adalah (1) menjadikan UGM sebagai universitas riset kelas dunia, beridentitas kerakyatan, dan berakar pada sosio-kultur Indonesia dan (2) menjadi universitas yang mandiri dan bertata kelola baik. Kata-kata kelas dunia dan berakar pada sosio-kultur Indonesia tersebut merupakan pendorong agar dosen dan mahasiswa menjadi warga bangsa yang percaya diri. Percaya sebagai warga negara Indonesia yang dikaruniai sumber daya spesifik dan dapat diolah menjadi nilai-nilai ekonomi yang mendukung kemakmuran Indonesia sekaligus dapat menolong bangsa-bangsa lain di kemudian hari. Pada konteks ini UGM kemudian memilih tema payung pengembangan sistem

171

172 pembelajaran antardisiplin dengan kalimat kunci “Meningkatkan Peran UGM dalam Mencapai Kemakmuran Bangsa dengan Pemberdayaan Masyarakat” Program tersebut diusulkan untuk mendapat dukungan dana dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui program Hibah Kompetisi dan sangat melegakan, akhirnya disetujui oleh Ditjen Dikti. Salah satu komponen Tridarma adalah pengabdian kepada masyarakat. UGM memberi kesempatan kepada dosen dan mahasiswa melakukan pengabdian kepada masyarakat berdasar amalan ilmu dari kampus yang dipilah dan dipilih sesuai tingkat pertumbuhan daerah yang menjadi tempat penerapan ilmu tersebut. Kata kunci yang kemudian dipilih adalah “Mempercepat Pengembangan Kawasan Berbasis Kearifan dan Potensi Lokal melalui Penghiliran Hasil Riset dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat untuk Kesejahteraan yang Berkelanjutan sebagai Model Pembangunan Nasional”. Kata penghiliran hasil riset (down streaming) digarisbawahi agar program dan kegiatan mengutamakan penyelesaian masalah bangsa melalui peningkatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Selanjutnya sasaran program tersebut diutamakan untuk kabupaten di lingkungan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain biaya komunikasi kunjungan ke masyarakat yang murah, karena UGM berada di wilayah DIY sehingga UGM dapat berkontribusi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekaligus mendorong DIY agar menjadi semakin baik dan dapat menjadi model percontohan yang baik di tingkat nasional. Program dan kegiatan UGM dapat memilih sejumlah orientasi (multi-objectives untuk tingkat lokal, nasional dan internasional) dan secara lokal dilakukan dengan mendorong peningkatan kemajuan desa-desa yang masih relatif belum maju untuk menjadi semakin baik dan makmur. Dalam hal ini, secara umum kecamatan target memiliki persentase keluarga miskin beragam mulai kisaran 20% sampai dengan 60%. Program dirancang berdasar optimasi kontekstual melalui kerja sama dengan pemerintah daerah beserta masyarakat industri unggulan lokal sehingga model kerja sama tersebut kelak dapat menjadi salah satu unggulan UGM. Program tersebut dapat digunakan sebagai model oleh perguruan tinggi lain dalam rangka program peningkatan kemakmuran rakyat melalui sinergi tripartit perguruan tinggi-pemda-komunitas. Model optimasi ini menggunakan berbagai parameter karakteristik lokal. Satu tempat dapat menggunakan parameter terkait menekan kerugian akibat bencana alam yang sering Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

melanda suatu daerah.Tempat lain dapat menggunakan parameter unik sesuai identitas lokasi, misalnya potensi usaha kecil untuk olahan bahan pangan, kerajinan yang dapat ditambah sentuhan nilai seni dan pemasaran serta pengembangan pariwisata. Tempat yang lain lagi mungkin dirancang berdasar parameter optimasi pertumbuhan lokal dengan mengurus secara baik perbaikan teknologi proses / produksi, pengelolaan / manajemen yang lebih baik. Sejumlah prinsip dasar yang dirumuskan untuk membuka inovasi pembelajaran baru tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: • Pendekatan pemberdayaan masyarakat dipilih agar program lebih menempatkan masyarakat sebagai pelaku yang memiliki kearifan dan potensi untuk mendayakan diri serta agar masyarakat dapat menjaga keberlanjutan capaian program pengembangan sesudah program selesai. • Kekuatan kolektif masyarakat merupakan potensi lokal yang akan dijadikan dasar bagi pengembangan kawasan ini. Karena itu pendekatan pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal melalui kelembagaannya akan menjadi pilihan dalam program pengembangan ini. • Prinsip-prinsip pemberdayaan harus dikembangkan dalam pelaksanaan program pengembangan ini adalah partisipatif, terarah, pemihakan, kemandirian, desentralisasi, keterbukaan, dan keswadayaan yang diwadahi dengan sistem yang tepat. • Dukungan infrastruktur dan potensi alam perlu ditingkatkan untuk menunjang program pengembangan serta lebih menguatkan daya tawar kolektif masyarakat, sistem informasi, sistem manajemen pengurangan risiko bencana atau Disaster Risk Reduction (DRR), air bersih, dan energi untuk meningkatkan daya dukung kawasan yang dilakukan melalui satu rancangan penerapan ilmu antardisiplin yang cocok. Outcome program pengembangan pembelajaran melalui tema pengabdian kepada masyarakat ini adalah peningkatan mutu lembaga masyarakat, usaha masyarakat, dan daya dukung kawasan menjadi lebih tangguh. Adapun dampak program pengembangan jalur pengabdian kepada masyarakat ini adalah percepatan pengembangan kawasan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam hal ini akan mendapat pengalaman berharga yang makin memantapkan pengertian atas materi ilmu pengetahuan, konteks praktik dan hubungan antardisiplin ilmu. Kegiatan pembelajaran yang unik tersebut merupakan inovasi yang memberi pengalaman kepada mahasiswa dan dosen dari berbagai program studi. Pada konteks ini selalu dapat diciptakan sistem dalam suatu universitas untuk kelancaran program dan kegiatan dengan tiga kata kunci universal, yaitu kompetensi, komitmen semua pihak yang terlibat dan koordinasi.

173

174 Sangat banyak alternatif pembelajaran antardisiplin yang dapat dirancang dengan penentuan topik atau tema integrator. Ribuan alternatif dapat dikembangkan dan apabila dibuat oleh sekelompok dosen di perguruan tinggi yang punya “passion” tentu dapat diciptakan banyak jalan baru untuk penguasaan ilmu, keterampilan, sikap mental, nilai-nilai kehidupan dan karakter terpuji. Seni penciptaan rancangan jalan baru pendidikan dan kemanfaatannya dipastikan dapat diciptakan oleh ribuan super-team dosen di banyak perguruan tinggi di Indonesia. Untuk memudahkan tumbuhnya berbagai inspirasi terkait hal tersebut dapat direfleksi salah satu gambar dari ribuan gambar yang pernah dibuat oleh kelompok-kelompok dosen. Gambar berikut ini dibuat oleh Tim di UGM untuk ilustrasi konsep berpikir penyelenggaraan sejumlah mata kuliah secara sinergis dengan tambahan wawasan luas dengan orientasi pada sejumlah kata kunci sebagai inisiasi dialog yang meningkatkan kualitas karakter.

Skema konsep berpikir penyelenggaraan sejumlah mata kuliah secara sinergis Praktik di sejumlah kelas memberikan pengalaman sangat menarik tentang kebangkitan motivasi mahasiswa setelah mereka diingatkan kembali tentang hakikat karunia Tuhan kepada manusia berupa akal untuk mampu berpikir cerdas. Pendapat Fuller tentang kegeniusan manusia normal dan ungkapan Einstein tentang bakat-bakat spesifik yang dimiliki setiap orang serta cerita tentang Thomas Alva Edison yang diberi keyakinan oleh ibunya merupakan bumbu-bumbu pendekatan sistem kuliah berbasis kecerdasan kolektif. Ternyata praktik di sejumlah kelas tersebut dapat membangkitkan semangat mahasiswa Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

sehingga merasa menjadi lebih cerdas dari sebelumnya Renungan Kedelapan: Kerangka Proses Pembelajaran pada Mata Kuliah yang Diampu oleh Penulis Pengalaman berdialog dengan sejumlah dosen untuk menciptakan berbagai kegiatan dapat menimbulkan inspirasi dalam hal manajemen kelas, menciptakan lingkungan belajar di kelas dan menyemangati mahasiswa untuk mencapai puncak aktualisasi kapasitasnya dalam menguasai topik-topik yang dibahas dalam perkuliahan. Salah satu pendekatan penciptaan lingkungan akademis di kelas adalah berikut ini.

Skema Alternatif Cara Belajar Berdasarkan skema di atas, dosen dapat berperan pada penyadaran pentingnya belajar optimal dan memberi inspirasi tentang esensi mata kuliah dan selanjutnya melakukan fungsi pemberdayaan aktualisasi potensi semua mahasiswa dalam kelas. Penjelasan tentang sistem sinergi belajar bersama dalam tim dan antar-tim dalam sistem besar dapat diberikan ilustrasi dengan gambaran di bawah. Selanjutnya, akan diberikan ilustrasi sederhana tentang proses SEKI (Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi, Internalisasi) yang dilakukan dengan seni praktik kombinasi dengan Patrap Triloka Ki Hadjar Dewantara. Proses SEKI didasarkan atas model yang diusulkan oleh Prof. Nonaka, tenaga ahli JICA dibidang penciptaan ilmu (“knowledge creation”, KC ). Langkah pertama adalah membentuk kelompok-kelompok agar semua peserta kelas atau kelas bersama di bawah payung topik integrator berpartisipasi belajar dengan dosen melakukan Patrap Triloka kontekstual masingmasing kelas. Berbagi seperti pada prinsip STAR. Dosen mulai dengan arahan-arahan pada posisi ing

175

176 ngarsa sung tuladha dan menyampaikan pesan-pesan pembentukan sikap mental belajar, menunjukkan orientasi belajar dan memupuk karakter terpuji para mahasiswa. Urutan kegiatan dapat dilakukan sebagai berikut (gabungan langkah SEKI dengan patrap Triloka Ki Hadjar Dewantara). AWAL KULIAH. Membicarakan wawasan ilmu terkait mata kuliah dan dialog dengan mendengarkan ungkapan mahasiswa dan memberi wawasan kecerdasan kolektif. PENYAMAAN CITA-CITA PEMBELAJARAN. Ing Madya Mangun Karsa menumbuhkan semangat grup.

Mahasiswa mulai menelusuri pustaka yang ditugaskan kemudian

mengekpresikan dalam grup untuk kontribusi solusi kasus yang ditugaskan. Kebersamaan (cocreation) untuk menjawab solusi kasus yang ditugaskan. SINTESIS GAGASAN-GAGASAN. Sintesis sejumlah konsep buatan grup untuk mencari pengalaman konkret. Mulai belajar membuat rancangan solusi yang cukup rinci atas kasus yang ditugaskan. PENUNTASAN SINERGI KECERDASAN KOLEKTIF. Internalisai konsep besar kelas sebagai hasil kecerdasan kolektif bersama. Mahasiswa mendapat tambahan pengetahuan optimal dan ketrampilan cocreation serta bentukan sikap mental dan karakter. Apabilla dilakukan pembelajaran gabungan antar-mata kuliah tentu dapat dijelaskan hubungan sinergitas antara ilmu yang ditekuni pada masing-masing mata kuliah. Membangun kecerdasan bersama dengan penyemaian sikap mental dan karakter dengan cara tersebut dapat diberi sejumlah catatan untuk diperhatikan sebagai berikut. • Mahasiswa disiapkan agar termotivasi untuk aktif berkontribusi dalam tim dan di kelas • Perlu pengaturan dan kesepakatan di program studi • Partisipasi optimal dari dosen dan tenaga kependidikan • Sinergi semua unit-unit pendukung pembelajaran • Perhatian terhadap nilai dan wawasan terbaik dalam akar budaya Indonesia • Fasilitasi kemampuan puncak tiap mahasiswa • Pemberdayaan mahasiswa untuk belajar mandiri sekaligus suka membantu sesama mahasiswa sehingga piawai kerja tim membangun kecerdasan kolektif efektif dan efisien dalam menemukan solusi-solusi permasalahan. Strategi untuk pembelajaran dengan pendekatan kombinasi Patrap Triloka dan penciptaan ilmu melalui proses SEKI adalah dialog pada awal kuliah menciptakan gambar capaian masa Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

depan oleh para mahasiswa. Gambar masa depan tersebut sesuai pilihan masing-masing, namun ada esensi yang merekat kebersamaan untuk kontribusi kepada keluarganya, masyarakat, bangsa dan negara. Mahasiswa diajak meyakini bahwa dirinya mampu melakukan hal-hal besar tidak terbatas hanya untuk kepentingan personal. Dengan pendekatan tersebut, ternyata praktik yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa mahasiswa menjadi termotivasi belajar dengan baik dan dapat merasakan pentingnya kerja tim, kejujuran, disiplin dan pembagian tugas yang adil. Bahkan tidak jarang mereka makin akrab serta memiliki rekatan perasaan yang menimbulkan persahabatan untuk memandang ke depan. Selain itu, mahasiswa dapat menerapkan ilmunya bagi kepentingan karir yang berorientasi kontribusi bagi kepentingan institusi, masyarakat, bangsa dan negara. Ungkapan pembuka pada kisah personal ini adalah “Banyak Hal Terjadi Diluar Dugaan. Dapatkah Dibuat Sebuah Sistem?”. Berkaitan dengan ungkapan pembuka tersebut, penulis meyakini adanya rencana Tuhan untuk manusia, dituntun-Nya, dicocokkan dengan pikiran, ucapan dan tindakan manusia dalam koridor kehendak-Nya. Banyak hal tidak terduga yang dialami oleh penulis. Sistem pembelajaran yang diceritakan di atas kiranya dapat menjadi bagian inspirasi pembuka jalan untuk dosen dalam meratakan jalan bagi mahasiswa, untuk menemukan hal-hal baik yang tidak terduga, namun sebenarnya atas izin-Nya di jalan baik yang disiapkan oleh perguruan tinggi. Semoga.

177

178 EPILOG “Everyone is born a genius, but the process of life degeniuses them”, kiranya kutipan dari Fuller tersebut sangat tepat untuk menggambarkan pentingnya sebuah pendidikan sebagai proses dalam kehidupan. Pendidikan tinggi merupakan tingkatan tertinggi dalam pendidikan formal yang diharapkan dapat berperan membentuk generasi muda sesuai dengan karakter bangsa sebelum mereka masuk dunia kerja. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya. Tidak diragukan lagi bahwa sumber daya alam kita sangat melimpah. Selain itu, budaya, bahasa, kearifan lokal dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia juga memberikan sumbangsih pada kekayaan bangsa ini. Keadaan tersebut harus didukung dengan sumber daya manusia yang baik, yang mengerti cara mengelola sumber daya alam dan kekayaan lainnya agar nantinya bangsa ini dapat bersaing dan tidak tertinggal dengan bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, Majelis Pendidikan memandang perlunya sebuah pendidikan berbasis karakter dalam sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Agar lulusan perguruan tinggi memiliki karakter yang mulia, sesuai dengan yang dicita-citakan oleh founding fathers bangsa ini. Selain itu, revolusi pemikiran di era revolusi industri yang keempat ini juga diperlukan guna menghadapi tantangan zaman, salah satunya dalam perdagangan bebas WTO dan MEA. Meskipun berisi tentang diskusi para anggota Majelis Pendidikan Tinggi, buku ini dibuat dengan bahasa yang tidak glorifying, diharapkan semua kalangan akademik, khususnya para mahasiswa dapat dengan mudah mengerti pesan yang terkandung di dalamnya. Selain itu, terdapat beberapa cerita yang mewakili gambaran proses-proses yang mengantar pada terbentuknya beberapa karakter positif yang ada dalam daftar nilai karakter menurut pustaka. Terbentuknya beberapa karakter positif tersebut seperti tidak disengaja. Namun, beberapa cerita tersebut sebenarnya adalah sebuah kejadian yang dapat menjadi salah satu sumber pembelajaran, misalnya ungkapan dari seorang ibu. Kondisi lingkungan juga memungkinkan terciptanya ide-ide positif atau gagasan-gagasan bagus. Semoga cerita keluarga Sigepen (Si Generasi Penerus) dan persahabatan antara Salim, Jalal, dan Abdul dapat menjadi jeda serta dapat menginspirasi para mahasiwa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Buku ini merupakan pengetahuan awal (prior-knowledge) mengenai pendidikan karakter di perguruan tinggi dan diharapkan tidak hanya berhenti di tangan para petinggi atau dosen perguruan tinggi saja. Dosen dan mahasiswa dapat meneruskan dan menggali lebih dalam dari pendidikan karakter melalui diskusi-diskusi di kelas. Majelis Pendidikan meyakini bahwa sesungguhnya sangat banyak dosen di perguruan tinggi di Indonesia yang mampu membangun sistem sesuai kondisi setempat dan menunjukkan sumber belajar serta mendampingi mahasiswa menumbuhkan potensi karakter mereka pada sisi-sisi yang baik. Potensi karakter baik itu dapat dikembangkan dengan sebuah proses pembelajaran dan membentuk karakter terpuji. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Dosen-dosen di program studi merupakan andalan utama dalam mencapai sukses pembentukan karakter terpuji pada diri mahasiswa. Para mahasiswa tersebut diharapkan akan dapat mengisi “pool of leaders” bangsa Indonesia. Disanalah dititipkan harapan yang paling memberi probabilitas sukses tertinggi. Membangun negeri dengan membangun perguruan tinggi. Membangun perguruan tinggi hakikatnya adalah membangun program studi. Sejumlah pengalaman baik sesungguhnya telah dimiliki oleh sejumlah dosen idola di banyak program studi di perguruan tinggi Indonesia. Diharapkan makin bayak dosen menulis praktik baiknya untuk disebarluaskan, memberi respons dan menambah kaya pengalaman yang ditulis di buku ini dengan jumlah masih sedikit.

179

180 SUMBER TULISAN Isi buku ini sebenarnya merupakan sebagian dari materi diskusi yang dibawa oleh para anggota majelis pendidikan. Materi yang dibawa didiskusikan dengan orientasi penemuan cara-cara yang diyakini bersama dapat memberi manfaat signifikan bagi percepatan peningkatan kualitas lulusan perguruan tinggi. Ada lima komponen yang dicoba didalami tantangan dan jawabannya yaitu 1) pendidikan ilmu, 2) ketrampilan, 4) nilai-nilai kehidupan (value), 5) karakter. Pemahaman oleh para anggota majelis bersumber ilmu eksplisit (explicit knowledge) dari bacaan-bacaan dan sumber-sumber lain dibacakan melalui rangkaian pertemuanpertemuan selain ilmu eksplisit bersebut juga didalami bersama ilmu tasit (tacit knowledge) dari pengalaman sepanjang pengalaman hidup anggota majelis. Materi diskusi dan hasil diskusi bersumber ilmu eksplisit dan tacit tersebut dicatat. Ternyata materi diskusi dan hasil–hasil diskusi yang dicatat sangat banyak untuk dijadikan tulisan berupa buku dengan tujuan berbagi atau (sharing) usaha tindak lanjut bersama pembaca yang tertarik berpartisipasi pada percepatan peningkatan mutu pendidikan tinggi Indonesia. Selanjutnya disepakati untuk memilah dan memilih materi yang dianggap paling sesuai untuk berbagi dengan pemerhati pendidikan tinggi dan utamanya para dosen diprogram studi. Berdasar proses diatas dan mengingat keterbatasan waktu untuk membuat buku bermanfaat, daftar pustaka buku ini dan pernyataan sumber–sumber tulisan belum tuntas dilengkapi. Semua yang berpartisipasi pada penulisan buku ini menyerahkan tulisannya menjadi milik publik dengan harapan dapat memberi manfaat. Buku ini bukan merupakan karya orang perorang atau sekelompok orang namun sebagai karya publik. Sumber pustaka, kutipan–kutipan belum sempat dicermati untuk kelengkapannya. Untuk itu para penulis mohon maaf apabila ada tulisan seorang dan institusi yang masih menginginkan haknya untuk disebut sebagai sumber. Selanjutnya dimohon para pribadi atau instansi yang menemukan pentingnya disebut sebagai sumber tulisan pada kalimat yang ditunjuk spesifik dapat menyampaikan keinginannya ke alamat majelis pendidikan, Dewan Pendidikan Tinggi (DPT) dengan alamat email: [email protected] dan [email protected]. Keinginan tersebut akan dipenuhi dan akan diumumkan sebagai bagian perbaikan buku ini pada topik “SUMBER TULISAN”. Demikian permintaan maaf para penulis untuk kekurang telitian kutipan – kutipan dan sumber pustaka.Semoga buku ini memberi manfaat bagi pembaca dalam peningkatan mutu penyelesaian amanah pada tugas dan posisinya masing–masing. Semoga peningkatan mutu pendidikan karakter di perguruan tinggi menghasilkan outcomes yang signifikan bagi kemajuan bangsa. Amin. Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

TIM PENULIS DAN PENDUKUNG A. Tim Penulis terdiri dari Anggota Majelis Pendidikan: 1. Prof. Dr. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ketua merangkap Anggota 2. Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M., Sekretaris merangkap Anggota 3. Prof. H. Fuad Abdul Hamied, M.A., Ph.D., Anggota 4. Prof. Dr. M. Amin Abdullah, M.A., Anggota 5. Irid Agoes, Ph.D., Anggota 6. Kokok Haksono Dyatmiko, Masch.Ing.HTL., M.A., Anggota 7. Dr. Muklas Ansori, M.Si., Anggota 8. Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D., Anggota 9. Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, M.p., Anggota 10. Prof. Dr. Ir. Rizal Z. Tamin, Anggota 11. Prof. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D., Anggota 12. Prof. Dr. Supriadi Rustad, M.Si., Anggota 13. Drs. Widijanto S. Nugroho, M.Math., Ph.D., Anggota B. Tim Pendukung Ketik dan Suntingan 1. Agnes Andryani Rosiana, S. Pd., M.A. 2. Monica Widyanigtyas, S.S., M.A. 3. Minhatul Maula, S.IKom 4. Isniyati, S. Par. 5. Galuh Lany Setyawati, S.S.

181

182 Kontributor Tulisan dan Fasilitator Rapat-Rapat Majelis Pendidikan Tahun 2016 Kontributor 1. Prof. Ainun Na'im, Ph.D. 2. Widijanto S. Nugroho, Ph.D. 3. Prof. Dr.Ir. Sudjarwadi, M.Eng. 4. Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo,S.H., LL.M. 5. Prof. H. Fuad Abdul Hamied, M.A., Ph.D. 6. Prof. Dr. M. Amin Abdullah, M.A. 7. Irid Agoes, Ph.D. 8. Kokok Haksono Dyatmiko, Masch.Ing.HTL. 9. Dr. Muklas Ansori, M.Si. 10.

Prof.Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D.

11.

Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, Mp.

12.

Prof. Dr.Ir. Rizal Z.Tarnin

13.

Prof. Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D.

14.

Prof. Dr. Supriadi Rustad, M.Si.

15.

Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS.

16.

dr. Iik Wilarso, M.TI.

Fasilitator 1. Moch. Wiwin Darwina, SE, MM. 2. Arzaini Zacbri, ST., MM. 3. R. Jatmiko p. Hadiyanto, S.Sos, MM. 4. Parino, S.Sos. 5. Ary Utami Wahyuningtyas 6. Retnaning Tyastuti, SE. 7. Mujiman Kp., S.Sos., MM. 8. Ir. Etty Indiati 9. Erwin Hutajulu, SE.

Memandang Revolusi Industri dan Dialog Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi Indonesia

Majelis Pendidikan Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi