Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
MENGEMBANGKAN MODEL PSIKOTERAPI TRANSPERSONAL Hendro Prabowo Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta
[email protected] ABSTRAK Menurut Davis (2005) psikoterapi transpersonal adalah betul-betul eklektik, penggambaran dari teknikteknik dan pemahaman dari variasi psikologi yang luas dan sumber-sumber spiritual. Psikoterapi transpersonal berhadapan dengan permasalahan psikologis dengan cakupan yang luas dan penggunaan teknik-teknik yang luas pula, di antaranya adalah modifikasi perilaku, restrukturisasi kognitif, praktek Gestalt, psikodinamika, dream-work, terapi musik dan seni, serta meditasi. Dengan berbagai kombinasi teknik-teknik kesadaran, maka sangat berpeluang untuk dibangunnya hal-hal baru. Beberapa terapis transpersonal berikut membuktikan anggapan ini. Segall (2005) mengeksplorasi konsep dan teknik mindfulness (meditasi dari Budhisme) bagi pengembangan diri dalam psikoterapi pada konteks psikologi klinis Barat. Judith Blackstone (2006) mengembangkan teknik intersubjektif dan nondualitas (nonduality) dalam hubungan psikoterapeutik. Blackstone mengembangkan metode Proses Realisasi (Realization Process) untuk membantu klien dalam mengalami kesadaran nondual dalam seting klinis. Asha Clinton (2006) memperkenalkan metode Seemorg Matrix Work sebagai psikoterapi transpersonal energi baru. Baik secara teoritis maupun metodologis, dasar dari Seemorg adalah sintesa dari pendekatan spiritualitas Timur, psikologi Barat, dan psikoneuroimunologi. Rowan (1998, 2000) mengembangkan linking dan menggunakan meditasi, spiritual bibliotherapy, serta latihan kesadaran lainnya seperti holotropic breathwork, LSD, hipnosis, yoga, visualisasi, dan psikodrama. Berdasarkan pengalaman Penulis dalam mempraktekkan psikoterapi transpersonal, teknik-teknik kesadaran yang digunakan adalah terapi meditasi, terapi musik, visualisasi, letting go, dan spiritual bibliothetapy. Dengan menangani beragam kasus seperti diabetes melitus, obesitas, korban KDRT, psikosomatis, korban poligami, dan korban perselingkuhan; dapat dikembangkan model psikoterapi transpersonal. Kata kunci: model psikoterapi transpersonal.
PENDAHULUAN Psikoterapis merupakan orang yang berurusan dengan perihal pengentasan terhadap penderitaan emosional. Penderitaan muncul dari kesulitan-kesulitan yang tersamar seperti stres, kecemasan, depresi, masalah perilaku, konflik interpersonal, kebingungan, dan putus asa (Germer, 2005). Menurut Rowan (1993) serta Kasprow dan Scotton (1999) pada orang sehat perubahan kesadaran dapat melahirkan kualitas manusia tertinggi, seperti altrusime, kreativitas, intuisi, inner voice, dan peak experience. Bagi individu yang kurang berkembang egonya, pengalamanpengalaman perubahan kesadarannya mirip dengan psikosis. Artinya, kondisi transpersonal kelihatan mirip dengan psikosis. Berkaitan dengan terapi, psikologi transpersonal tidak menolak terapi-terapi yang sudah ada. Tetapi menambahkannya dengan terapi yang menggunakan latihan perubahan kesadaran, seperti: hypnosis, meditasi, dan guided imagery (Rowan, 1993; Kasprow & Scotton, 1999). Sementara menurut Davis (2005) psikoterapi transpersonal adalah betul-betul eklektik, penggambaran dari teknik-teknik dan pemahaman dari variasi psikologi yang luas dan sumber-sumber spiritual. Psikoterapi transpersonal berhadapan dengan permasalahan psikologis dengan cakupan yang luas dan
Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo
penggunaan teknik-teknik yang luas pula, di antaranya adalah modifikasi perilaku, restrukturisasi kognitif, praktek Gestalt, psikodinamika, dream-work, terapi musik dan seni, serta meditasi. Dengan berbagai kombinasi teknik-teknik kesadaran, maka sangat berpeluang untuk dibangunnya hal-hal baru. Beberapa terapis transpersonal berikut membuktikan anggapan ini. Segall (2005) mengeksplorasi konsep dan teknik mindfulness (meditasi dari Budhisme) bagi pengembangan diri dalam psikoterapi pada konteks psikologi klinis Barat. Judith Blackstone (2006) mengembangkan teknik intersubjektif dan nondualitas (nonduality) dalam hubungan psikoterapeutik. Blackstone mengembangkan metode Proses Realisasi (Realization Process) untuk membantu klien dalam mengalami kesadaran nondual dalam seting klinis. Asha Clinton (2006) memperkenalkan metode Seemorg Matrix Work sebagai psikoterapi transpersonal energi baru. Baik secara teoritis maupun metodologis, dasar dari Seemorg adalah sintesa dari pendekatan spiritualitas Timur, psikologi Barat, dan psikoneuroimunologi. Seemorg diperoleh dari konsepsi ketuhanan manusia yang merupakan inti dari ajaran Hinduisme, gagasan realitas archetypal dan struktur psyche (dari psikologi analitik), filsafat Platonik, serta aplikasi interrelasi
B59
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
antara semua bagian dan tingkatan manusia baik dari psikoneuroimunologi maupun Buddhisme. Rowan (1998) mencoba mengintegrasikan konsep resonansi, experiential listening, countertransference, menjadi satu (being aligned), bekerja dalam hubungan yang dalam (working at relational depth), the fourdimensional state, penyatuan hubungan I-Me (the unifying I-Me relationship), inklusi (inclusion), membayangkan hal yang nyata (imagining the real) dan melding merupakan fenomena linking. Rowan (2000) juga menggunakan meditasi, spiritual bibliotherapy, serta latihanlatihan tambahan seperti holotropic breathwork, LSD, hipnosis, yoga, visualisasi, dan psikodrama. MODEL PSIKOTERAPI TRANSPERSONAL Bersadarkan pengalaman dalam mempraktekkan psikoterapi transpersonal, dapat dikembangkan model psikoterapi transpersonal seperti pada Gambar 1. Teknik-teknik kesadaran yang digunakan adalah terapi meditasi (tarikan nafas), terapi musik, visualisasi, letting go, dan spiritual bibliothetapy. Dengan menangani beragam kasus seperti diabetes melitus, obesitas, korban KDRT, psikosomatis, korban poligami, dan korban perselingkuhan; dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu keterlibatan emosi dan perasaan serta letting go, adanya penilaian, perlu tidaknya terapi melakukan intervensi secara direktif atau tidak, dan fenomena sistem COEX. Keterlibatan emosi dan perasaan serta letting go Pada kasus yang melibatkan emosi berkaitan dengan perasaan-perasaan, hasrat, keinginan (will menurut Assagioli atau desire menurut Hawkins, 2005). Proses letting go dapat dilakukan melalui perasaan yang terdalam (the deepest feeling), situasi (scene menurut Mahrer, 2002; Mahrer dalam Wedding & Corsini, 2005) dan sub kepribadian (Rueffler, 2006). Sementara pada kasus diabetes melitus dan obesitas, pengalaman perubahan kesadaran (altered state of consciousness experience) sangat diperlukan sebelum dilakukan visualisasi. Istilah letting go yang paling banyak dibahas dalam makalah ini seringkali dipertukarkan dengan release yang memiliki makna yang sama, yaitu: melepaskan. Corey (2005) menggunakan istilah letting go dalam pengertian melepaskan, berkaitan dengan luka dan dendam, dan rasa bersalah, serta pola-pola yang merusak diri sendiri seperti pikiran, perasaan, dan perilaku.
B60
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Zimberoff dan Hartman (2003) menggunakan istilah letting go sebagai teknik untuk menghadirkan kembali hal-hal yang tidak disadari agar dapat diakses. Beberapa teknik yang dapat digunakan antara lain adalah asosiasi bebas, psikodrama, mimpi, hipnosais dan breathwork. Sementara Viscott (1996) mengartikan letting go berkaitan dengan melepaskan emosi namun dengan istilah release. Demikian juga dengan Pert (1997). Sementara Vaknin (2004) menggunakan istilah release dalam arti melepaskan energi. Beberapa ahli menggunakan kedua istilah (letting go dan release) secara bergantian, seperti Bedell (2002), Brucker (2002), Dwoskin (2005) dan Shepherd (2007). Namun Dwoskin (2005) juga membuat antonim dari letting go yaitu hold on (bertahan). Menurut Fortunas (2003) mobilitas di antara dua kutub tersebut (holding on vs letting go) bersifat dialektik dan dinamis, serta berkembang melalui pertumbuhan secara spiral dan kontinyu. Bedell (2002) menggunakan istilah letting go berkaitan dengan melepaskan emosi atau perasaan luka, dendam, balas dendam, kebencian, marah, serta komitmen yang salah terhadap orang lain. Brucker (2002) menggunakan istilah letting go dan release bagi metode terapi kelompok. Sementara Bedell (2002) juga menggunakan istilah release dalam arti melepaskan perilaku yang mengganggu hubungan sosial; melepaskan perasaan dengan cara memaafkan; melepaskan ingatan-ingatan yang telah dikenali, dimiliki, dan dipahami untuk mencapai kesehatan; dan melepaskan emosi yang mengurung dan menekan agar menjadi bebas. Friedman (2002) menggunakan istilah letting go dalam arti untuk melepaskan penilaian dan rasa dendam terhadap diri sendiri atau orang lain. Friedman (2002), Bowman (2003) serta Lewis (2005) menambahkan bahwa cara untuk itu adalah dengan memaafkan. Sementara Shepherd (2007) menggunakan istilah letting go berkaitan dengan melepaskan emosi, perasaan, dan bayangan (shadow). Sementara istilah release digunakan untuk melepaskan emosi, perasaan yang kuat, dan energi. Menurut Fortunas (2003), istilah letting go sering digunakan dalam bahasa kontemporer, namun sedikit yang mengetahui makna yang sebenarnya. Fortunas (2003) juga telah melakukan reviu pada literatur psikologi dan tidak menemukan teori yang signifikan berkaitan dengan konsep letting go. Ia juga menemukan bahwa istilah ini lebih banyak digunakan pada
Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Jika terdapat ketertutupan dalam diri klien pada awal proses konseling
Ya
Tdk Keluar dari proses
Tdk
Jika dapat diidentifikasikan adanya perasaan, hasrat, dan peristiwa yang mengganggu; atau sub kepribadiannya
Jika dapat diidentifikasikan adanya perasaan, hasrat, dan peristiwa yang mengganggu; atau sub kepribadiannya
Ya
Ya
Proses dilanjutkan
Tdk
Latihan terapi musik, meditasi (tarikan nafas), visualisasi, dan letting go
Latihan terapi musik, meditasi (tarikan nafas), visualisasi, dan letting go
Jika terdapat penilaian dalam proses terapi
Jika terdapat penilaian dalam proses terapi
Ya
Latihanlatihan diulang kembali
Tdk
Ya
Jika kemungkinan terjadi COEX, simtom fisik, dan ketegangan
Ya
Tdk
Latihanlatihan diulang kembali
Tdk
Jika kemungkinan terjadi COEX, simtom fisik, dan ketegangan
Tdk
Ya
Dapat dilakukan latihan-latihan kesadaran sesuai kebutuhan termasuk di dalamnya spiritual bibliotherapy Gambar 1. Model Psikoterapi Diadaptasi dari: Model Akurasi Empati (Ickes & Simpson, 2004)
Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo
B61
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
buku-buku self-help antara lain berkaitan dengan: emosi dan perubahan sikap, pola asuh, kehilangan dan bela sungkawa, manajemen, kreativitas, dan penyakit terminal.. Dalam bukubuku psikologi, istilah ini berkaitan dengan bidang: disability, penyakit terminal, belajar, transpersonal, psikoterapi, memaafkan, bela sungkawa, teologi sosial, pola asuh, penuaan, dan relasi. Namun yang paling utama adalah pada bidang psikoterapi. Senada dengan Fortunas, beberapa jurnal juga menggunakan istilah letting go berkaitan dengan makna untuk: melepaskan emosi (Isaacs, 1988), kematian (Bernstein, 2001; Noppe & Noppe, 2004; Sullivan & Mason, 2006), kehilangan orang tua (Abrams, 2001; Sussilo, 2005), kehilangan anak (Karp, Holmstrom & Gray, 2004), penyakit terminal (Borbasi, Wotton, Redden & Chapman, 2005), dan terapi (Ballard, 2006). Gow (1999) lebih lengkap dalam mengungkap letting go, meskipun masih dalam pengertian yang sama dengan release. Gow menjelaskan bahwa letting go dalam beberapa hal antara lain: Pertama, letting go secara teknis dapat dilakukan bagi yang tidak sehat secara fisik, mengalami hambatan psikologis dan keterbatasan spiritual. Secara psikologis, letting go dapat dilakukan untuk melepaskan baik kekhawatiran di masa lalu maupun kecemasan di masa depan. Gow juga menambahkan bahwa letting go dapat juga dilakukan untuk melepaskan luka, keadaan yang menekan atau gangguan mental. Kedua, letting go dapat dilakukan dengan memfokuskan pada masa kini. Gow juga menyarankan bahwa teknik meditasi dapat membantu seseorang dalam melakukan letting go. Ketiga, hal-hal yang dapat dilepaskan dengan teknik letting go antara lain adalah katakata, citra, emosi, atau aktivitas-aktivitas di dalam pikiran lainnya. Dwoskin (2005) menambahkan beberapa hal yang dilepaskan dalam letting go, yaitu: 1. Perasaan, yang meliputi sembilan emosi yaitu: apatis, sedih, takut, nafsu, marah, bangga, semangat, menerima, dan ikhlas. 2. Resistensi, yaitu seperti kehilangan gairah di tengah jalan. Dalam keadaan resistensi, seseorang: a. merasa seperti mencoba untuk bergerak ke depan namun tiba-tiba berhenti b. merasa ”saya harus” melakukan sesuatu
B62
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
c. merasa dan berikir ”saya tidak bisa” d. ketika tidak dapat memutusan atau tidak melakukan sesuatu, namun tetap melakukannya dan merasa kesulitan e. seperti mendesak melawan dunia, sehingga justru akan mendesak balik 3. Perasaan dari hasrat untuk merubah sesuatu, dimana sesuatu di sini adalah apapun dalam hidup seseorang, di dalamnya tercakup pengalaman pribadi, termasuk pengalaman masa lalu. 4. Hasrat, yang terdiri dari hasrat untuk mengatur, hasrat untuk diakui, hasrat untuk menjadi aman, hasrat untuk menjadi terpisah, dan hasrat menjadi seseorang. Adanya penilaian Adanya penilaian pada saat latihan awal teknikteknik kesadaran. Yang sebenarnya dibutuhkan dalam latihan meditasi atau teknik kesadaran lainnya adalah penerimaan dan bukannya penilaian atau jugment (Kabat-Zinn, 2003; Riskin, 2004; Grossman, Niemann, Schmidt & Walach, 2004; Shapiro, Astin, Bishop & Cordova, 2005; Toneatto, Vettese & Nguyen, 2007). Ada tidaknya penilaian ini akan berpengaruh pada proses terapi selanjutnya. Cara yang dapat digunakan untuk mengatasi penilaian (atau dalam istilah Dwoskin adalah resistensi) adalah juga dengan letting go seperti disajikan terdahulu. Perlu tidaknya terapi melakukan intervensi secara direktif atau tidak Assagioli (dalam Kyle, 2004) membuat kontinum antara direktif dan non direktif sebagai bagian dari terapis berkaitan dengan kliennya. Menurut Rowan (1993), psikoterapi transpersonal berkaitan dengan seseorang yang ingin membuka sesuatu dalam dirinya. Teknik spiritualitas atau kesadaran juga bicara tentang seorang yang ingin membuka sesuatu dalam dirinya. Oleh karena itu kontinum direktif amat dipengaruhi oleh keterbukaan klien. Fenomena sistem COEX Keempat, adalah intensitas latihan teknik kesadaran yang dilakukan oleh klien berkaitan dengan proses terapinya. Dalam proses terapi yang dilakukan secara intensif adakalanya diikuti dengan pengalaman kondensasi, gejala fisik, dan ketegangan. Fenomena sistem COEX (condensed experience), yaitu kumpulan ingatan dari Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
beragam periode kehidupan individu yang ditandai oleh adanya ”serangan emosional yang kuat” (Kjellgren & Norlander, 2001). Klien dengan pengalaman seperti ini seyogyanya diberikan penjelasan bahwa hal ini memang bisa saja terjadi dan tidak menganggap dirinya psikosis. Sementara jika muncul gejala fisik dan ketegangan, latihan-latihan teknik letting go dapat dilakukan kembali, dimana pada kasus ketegangan pendampingan selama terapi harus dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Abrams, M. S. (2001). “Resilience in ambiguous loss”. American Journal of Psychotherapy, 55, 2, 283-291. Ballard, M. (2006). “No More Letting Go: The Spirituality of Taking Action Against Alcoholism and Drug Addiction”. Library Journal, 131, 9, 116. Bedell, T. M. (2002). The Role of Religiosity in Forgiveness. Graduate School of the Ohio State University, Ohio. Bernstein, A. (2001). “Love and death: Letting go”. Modern Psychoanalysis, 26, 2, 257268. Blackstone, J. (2006). “Intersubjectivity and Nonduality in the Psychotherapeutic Relationship”. The Journal of Transpersonal Psychology, 38, 1. Boorstein, S. (2000). “Transpersonal psychotherapy”. American Journal of Psychotherapy, 54, 3. Borbasi, S., Wotton, K., Redden, M., & Chapman, Y. (2005). “Letting Go: a qualitative study of acute care and community nurses’ perceptions of a ‘good’ versus a ‘bad’ death”. Australian Critical Care, 18, 3, 104-113. Brucker, M. (2002). The Phenomena of Psychokinesis. Dalam Willem Lammers & Beate Kircher (Eds.). The Energy Odyssey: New Directions in Energy Psychology. Ias Publications, Bahnhofstrasse. Clark, C. F. (2004). “R. D. Laing: What Was Therapeutic About That?” Journal of Transpersonal Psychology, 2004; 36, 2 Clinton, A. (2006). “Seemorg Matrix Work: A New Transpersonal Psychotherapy”. The Journal of Transpersonal Psychology, 38, 1, 95-111. Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Brooks/Cole-Thompson Learning, Belmont.
Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Davis,
J. 13 Maret 2005. Introduction to Transpersonal Psychology. http://www.naropa.edu/ faculty/ johndavis/tp/tpintro1.html. Dwoskin, H. (2005). Sedona Method: How to Get Rid of Your Emotional Baggage and Life the Life You Want. Element, London. Fortunas, D. (2003). The Experience of Letting go: A Phenomenological Study. Department of Psychology University of Pretoria, Pretoria. Friedman, P. (2002). Integrative Healing: An Energy and Spiritual Approach. Dalam Willem Lammers & Beate Kircher (Eds.). The Energy Odyssey: New Directions in Energy Psychology. Ias Publications, Bahnhofstrasse: Germer, C.K. (2005). “Mindfulness: What Is It? What Does It Matter?” Dalam Germer, C.K., Siegel, R. D. & Fulton, P.R. (2005). Mindfulness and Psychotherapy. Guilford Publication. Gow, K. M. (1999). “Letting Go: For Physical, Emotional, and Spiritual Health”, Journal of Religion and Health, 38, 2, 155-165. Grossman, P., Niemann, L., Schmidt, S. & Walach, H. (2004). Mindfulness-Based Stress Reduction And Health Benefits: A Meta-Analysis Journal of Psychosomatic Research, 57, 35-43, Hawkins, D. R. (2005). Power vs. Force: The Hidden Determinants of Human Behavior. Veritas Publishing, Arizona. Ickes, W. & Simpson, J. A. (2004). Motivation Aspects of Empathic accuracy. Dalam Marilynn B. Brewer & Miles Hewstone. (Eds.). Emotion and Motivation. Blackwell Pub, Oxford. Isaacs, M. M. (1988). “On the Task of Letting Go: A Woman's Paradoxical Journey”. Journal of Counseling and Development, 67, 2, 86. Kabat-Zinn, J. (2003). “Mindfulness-Based Interventions in Context: Past, Present, and Future”. Clinical Psychology: Science and Practice,10, 2. Kasprow, M.C. & Scotton, B.W. (1999). “A Review of Transpersonal Theory and Its Application to the Practice of Psychotherapy”. Journal of Psychotherapy and Research, 8, 12-23. Kjellgren, A. & Norlander, T. (2001). “Psychedelic Drugs: A Study of Drug-Induced Experiences Obtained by Illegal Drug User in Relation to Stanislav Grov’s Model of Altered State of Consciousness”. Imagination, Cognition and Personality, 20, 1.
B63
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Kyle, Z. 26 Juli 2007. An exploration of the perception of practitioners of the strengths and limitations of psychosynthesis psychotherapy in application. Dissertation submitted for the award of MSc Counselling and Psychotherapy. http://two.not2.org/psychosynthesis/articl es/zk1.htm Lewis, J. L. (2005). “Forgiveness and Psychotherapy: The Prepersonal, the Personal, and the Transpersonal”. The Journal of Transpersonal Psychology, 37, 2, 127. Mahrer, A. R. (2002). “In Experiential Sessions, There Is No Therapist or Client: There Is a "Teacher” and a “Practioner””.Journal of Contemporary Psychotherapy, 32, 1. Noppe, I. C. & Noppe, L. D. (2004). “Adolescent Experiences with Death: Letting Go of Immortality”. Journal of Mental Health Counseling, 26, 2, 146-167. Riskin, L. (2004). “Mindfulness Meditation: Its Nature and Outcomes”. Dalam Brad Brown (Ed). The Newsletter of the Alternative Dispute Resolution Section of the Oregon State Bar. Lake Oswego: Oregon State Bar, Accounting Department –ADR Section Rowan, J. (1993). The Transpersonal: Psychotherapy and Counseling. Routledge, New York. Rowan, J. (1998). “Linking: Its place in therapy”. International Journal of Psychotherapy; Nov 1998; 3, 3. Rowan, J. (2000). “A Transpersonal Way of
B64
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Relating to Clients”, Journal of Contemporary Psychotherapy, 32, 1. Rueffler, M. (2006). Para Pemain dalam diri Kita. Fakultas Psikologi Ubaya, Surabaya. Segall, S. R. (2005). ”Mindfulness and SelfDevelopment In Psychotherapy”. The Journal of Transpersonal Psychology, 37, 2, 143-144. Shapiro, S.L., Astin. J.A., Bishop, S.R. & Cordova, M. (2005). “Mindfulness-Based Stress Reduction for Health Care Professionals: Results from a Randomized Trial”. International Journal of Stress Management; 12, 2, 164–176. Shepherd, P. 23 April 2007.Heart Intelligence: Tools for Transformation. http://www.trans4mind.com. Toneatto, T., Vettese, L. & Nguyen, L. 20 Maret 2007. “The role of mindfulness in the cognitive-behavioural treatment of problem gambling”. Journal of Gambling Issues. Issue 19, January 2007. http://www.camh.net/egambling/issue19/ pdfs/toneatto.pdf. Viscott, D. (1996). Emotional Resilience: Simple truths for Dealing with the Unfinished Business of Your Past. Harmony Books, New York. Wedding, D & Corsini, R . J . ( e d s . ) . 2 0 0 5 . Case Studies in Psychotherapy, Fourth Edition. Thompson Brooks/Cole, Belmont. Zimberoff, D. & Hartman, D. (2003). “Transpersonal Psychology in HeartCentered Therapies”. Journal of HeartCentered Therapies, 6, 1, 123-144.
Mengembangkan Model Psikoterapi Transpersonal Prabowo