p-ISSN 2355-5343 e-ISSN 2502-4795 http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar
Article Received: 02/11/2015; Accepted: 14/01/2016 Mimbar Sekolah Dasar, Vol 3(1) 2016, 1-18 DOI: 10.17509/mimbar-sd.v3i1.2510
MENGINTEGRASIKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS BUDAYA BANTEN PADA PENDIRIAN SD LABORATORIUM UPI KAMPUS SERANG Supriadi1, Andika Arisetyawan2 & Tiurlina3 1,2,3PGSD
UPI Kampus Serang Ciracas Serang Banten 1Email:
[email protected] 2Email:
[email protected] 3Email:
[email protected] 1,2,3Jl.
ABSTRACT This study focused on the characteristics of the development of teaching materials, teachers and students in mathematics learning based on Banten's culture. The Method which is used in this research are didactical Design Research and pre-experimental study, the subject of the study is a second grade of primary school student in the city of Serang where this research was taking place in academic year 2015/2016. The study stated that: Characteristics of teachers in mathematics learning based on Banten’s culture,the teachers have the ability of metapedagogical skill in preparing the learning process which are divided into three stages: before, during and after learning. Meanwhile, before learning the subject, The Students have to learn more about Banten’s culture, Also They discussed and solved the problems using it. On the last stage, the students reflected their knowledge and shared their impressions after learning. Keywords: mathematical instruction, Culture, Didactical Design Research.
Banten
ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada karakteristik pengembangan bahan ajar, guru dan siswa dalam pembelajaran matematika berbasis budaya Banten. Metode yang digunakan adalah penelitian Didactical Design Research dan pre-eksperimen dengan subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas II SD swasta di kota Serang tahun ajaran 2015/2016. Hasil penelitian menyatakan bahwa: Karakteristik guru dalam pembelajaran matematika berbasis budaya Banten guru memiliki kemampuan metapedadidaktis dalam menyiapkan proses pembelajaran yang dibagi dalam tahap sebelum, saat dan setelah pembelajaran. Siswa memiliki karakteristik dimana sebelum pembelajaran siswa akan belajar mengenai budaya Banten, saat belajar siswa akan berdiskusi dan memecahkan masalah dengan menggunakan budaya Banten, dan setelah pembelajaran siswa akan melakukan refleksi terhadap pengetahuan dan kesan setelah mendapatkan pembelajaran berbasis budaya Banten. Kata kunci: pembelajaran matematika, budaya Banten, Didactical Design Research.
How to Cite: Supriadi, S., Arisetyawan, A., & Tiurlina, T. (2016). MENGINTEGRASIKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS BUDAYA BANTEN PADA PENDIRIAN SD LABORATORIUM UPI KAMPUS SERANG. Mimbar Sekolah Dasar, 3(1), 118. doi:http://dx.doi.org/10.17509/mimbar-sd.v3i1.2510.
PENDAHULUAN ~ Isu pendidikan Indonesia
pembelajaran matematika digagas oleh
di
D’Ambrosio
tahun
2010
dilaksanakannya
adalah
pendidikan
mulai
(1990),
seorang
ahli
berbasis
pendidikan matematika dari Brasil yang
karakter. Pendidikan matematika sangat
mencoba menghubungkan pembelajaran
berperandalam
matematika
mewujudkan
karakter
dengan
budaya
yang
bangsa yang cerdas, ulet, jujur, kritis dan
dipahami siswa saat belajar matematika.
kreatif. Mulai tahun 1986, suatu inovasi
Ethnomathematics merupakan suatu cara [1]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
yang sangat tepat dalam mendidik siswa
Matematika dianggap menjadi universal,
yang
berisi semua aktivitas manusia. Sebagai
berkarakter
berbasis
budaya
bangsa.
produk
budaya
matematika
memiliki
sejarah. Dalam kondisi ekonomi, sosial dan Ethnomathematics relatif baru sebagai
budaya tertentu, hal itu muncul dan
bidang
berkembang
penelitian
matematika.
dalam
Sebagai
pendidikan pandangan
bawah
dalam
kondisi
lain,
arah ia
tertentu, di muncul
dan
matematika sebagai "budaya bebas" dan
berkembang di arah lain. Dengan kata
"universal" telah lebih cepat muncul dalam
lain, pengembangan matematika tidak
kurikulum, sedangkan ethnomathematics
unilinear.
muncul
relatif
pendidikan dunia
terlambat.
matematika
Internasional
Prestasi
Indonesia
selalu
di
di
Pembelajaran
urutan
budaya
matematika
berbasis
(ethnomathematics)
bukan
terendah daripada negara-negara lain. Ini
berarti menjadikan subjeknya masyarakat
disebabkan
masih
yang primitif atau kembali pada jaman
eurosentris, sehingga dianggap kurang
dahulu. Namun bagaimana budaya yang
cocok
dan
sudah menjadi suatu karakter asli bangsa
karakter siswa Indonesia. Bangsa-bangsa
dapat terus bertahan dengan disesuaikan
seperti Jepang, Korea, Cina dan bangsa-
waktu
bangsa
Ethnomathematics
kurikulum
dengan
Indonesia
dengan
Tiongkok
budaya
lainnya
telah
lama
dan
jamannya
saat
ini.
adalah
suatu
menggunakan budaya mereka dalam
pendekatan
pengajaran
dan
pembelajaran
pembelajaran
matematika
yang
matematika.
Sehingga
mereka dapat maju pesat dalam segala
dibangun
bidang. Keberhasilan negara Jepang dan
sebelumnya,
Tionghoa
pembelajaran
lingkungan bermain dalam hal konten dan
mereka
metode, dan pengalaman masa lalu dan
dalam
lingkungannya saat ini (D'Ambrosio, 1990).
dalam
matematika menggunakan
karena Etnomatematika
atas
pengetahuan
latar
siswa
belakang,
peran
pembelajaran matematikanya (Kurumeh, 2004).
Pengamatan yang dilakukan oleh Supriadi (2012) selama 1 semester di UPI Kampus
Ruang lingkup ethnomathematics dalam
Serang, diperoleh data bahwa hampir
pendidikan matematika yaitu menekanan
seluruhnya (80%) dari 80 orang mahasiswa
pada analisis pengaruh dari faktor sosial-
tidak memahami budaya yang ada saat
budaya dalam kegiatan belajar-mangajar
pembelajaran matematika berlangsung.
dan
Sehingga
pengembangan
sendiri.
matematika
itu
Matematika merupakan produk
matematika
budaya. Setiap kebudayaan dan subkultur
tampak berbasis
dari
hasil
budaya
yang rendah dengan rerata 50%.
mengembangkan matematikanya sendiri. [2]
tes
Banten
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
Permasalahan di atas disebabkan bahwa
1992 (Sardjiyo & Pannen, 2005). Definisi
pembelajaran matematika di SD, SMP,
ethnomathematics
SMA dan PT kurang menyajikan budaya
ethno yang mengacu pada sosial konteks
sebagai
dalam
budaya yang terdiri dari bahasa, jargon,
berbasis
kode perilaku, mitos dan simbol. Mathema
tema
atau
pembelajaran.
konstek
Pembelajaran
berasal
kata
budaya membawa budaya lokal yang
berarti
selama ini tidak selalu mendapat tempat
memahami kegiatan seperti penyandian,
dalam
mengukur,
kurikulum
sekolah
(Sardjiyo
&
Pannen, 2005).
menjelaskan,
dari
mengetahui,
mengelompokkan,
menyimpulkan
dan
pemodelan.
Tics
berarti teknik, dengan kata lain etno Penelitian
ini
pada
mengacu pada anggota kelompok di
mengintegrasikan
dalam lingkungan budaya diidentifikasi
pembelajaran matematika pada tahapan
oleh tradisi budaya mereka, kode simbol,
pendirian SD Laboratorium UPI Kampus
mitos dan cara khusus yang digunakan
Serang dengan mengoptimalkan Budaya
untuk berpikir dan untuk menyimpulkan
Banten sebagai pondasi pembentukan
(Rosa & Orey, 2007). Ethnomathematics
karakter,
merupakan
bagaimana
akan upaya
terutama
difokuskan
berfokus
pada
bidang
interdispliner
yang
karakteristik guru, materi dan siswa dalam
meliputi antropologi budaya matematika,
pembelajaran matematika yang berbasis
pendidikan
budaya Banten.
matematika
matematika (Matang,
dan
kognisi 2006).
Ethnomathematics merupakan irisan dari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
tiga himpunan disiplin ilmu: matematika,
mengetahui:
antropologi
1. Bagaimana Laboratorium
karakteristik UPI
guru
Kampus
SD
budaya
dan
pemodelan
model matematika (Rosa & Orey, 2006).
Serang
dalam pembelajaran matematika. 2.
Bagaimana Laboratorium
karakteristik UPI
Materi
Kampus
SD
Serang
dalam pembelajaran matematika. 3. Bagaimana Laboratorium
karakteristik UPI
siswa
Kampus
SD
Serang
dalam pembelajaran matematika. Gambar 1. Definisi Ethnomathematics Adopsi dari Rosa & Orey, 2006.
Pembelajaran Ethnomathematics Definisi Ethnomathematics Pembelajaran
ethnomathematics
pertama kali digagas oleh D’Ambrosio pada tahun 1985 dan Nunes pada tahun [3]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
Budaya dan Matematika Definisi
budaya
sosial (Bishop, et al., 1993; D'Ambrosio,
adalah
sebuah
1990). Tidak ada gunanya matematika
keseluruhan kompleks yang mencakup
diajarkan
sebagai
objek
abstrak
dan
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,
bebas dari budaya (Bishop, et al., 1993).
moral, adat, dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang ada oleh manusia
Schultes & Shannon (1997) menemukan
sebagai anggota masyarakat (Tyler, 1871).
bahwa banyak siswa telah mendapatkan penghargaan yang lebih besar untuk
Budaya menurut Koentjaraningrat (2002)
matematika setelah mempelajari subjek
sebagai seluruh total dari pikiran, karya
materi dari perspektif. Budaya ini telah
dan
tidak
memberikan kontribusi untuk siswa merasa
berakal kepada nalurinya dan hanya
lebih nyaman dan percaya diri tentang
dicetuskan oleh manusia sesudah proses
membahas konsep-konsep matematika.
belajar.
Menurut Rosa & Orey (2007), pendekatan
hasil
karya
manusia
yang
matematika disajikan sebagai tanggapan Matematika adalah produk dari budaya
budaya
yang berbasis kegiatan sosial manusia dan
dengan membuat koneksi antara latar
semua masyarakat memiliki praktik-praktik
belakang
matematika yang dianggap paling sesuai
Pendekatan ini mendukung pandangan
dengan
dan
bahwa matematika dipahami sebagai
budayanya. Sistem ini disebut sebagai
produk budaya yang telah dikembangkan
ethnomathematics (Matang, 2006). Selain
sebagai
itu,
(Bishop, et al., 1993).
kehidupan
matematika
kegiatan
sehari-hari
diidentifikasi
budaya
dalam
sebagai
terhadap
kebutuhan
budaya
hasil
dan
dari
siswa
matematika.
berbagai
kegiatan
masyarakat
tradisional dan non tradisional (Rosa &
Pernyataan
Orey,
bahwa matematika dalam pembelajaran
2007).
Matematika
dalam
dipandang
sebagai
ethnomathematics
tersebut
ethnomathematics
mengemukakan
merupakan
suatu
suatu disiplin ilmu yang terikat dengan
produk atau hasil karya dari suatu budaya
budaya
yang
dan
nilai-nilai
sosial
dalam
dihasilkan
oleh
manusia
kehidupan mahasiswa, jelas ini sangat
kehidupannya,
bertentangan dengan pendapat selama
memiliki nilai-nilai sosial dan terikat dengan
ini bahwa matematika adalah sebagai
budaya
disiplin ilmu yang bebas dari budaya dan
pembelajaran
nilai-nilai sosial.
ethnomathematics karakter
Matematika, untuk
waktu
yang
dianggap
disiplin
netral
sebagai
lama
dapat
mahasiswa
sehari-hari, [4]
Sehingga
matematika
sehingga
melalui
membentuk
yang
dengan
mengaplikasikannya
bebas budaya dan dihapus dari nilai-nilai
matematika
setempat.
budayanya
dan
sehingga
dalam
memahami baik
dalam
dan
kehidupan
kebudayaan
kita
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
secara tidak langsung telah dilestarikan
Van der Merwe dalam Matang, 2006).
keberadaannya
Rosa & Orey (2007) berpendapat bahwa
matematika
melalui
selama
pembelajaran
proses
belajar
di
kurikulum matematika harus didasarkan
kelas.
pada sebuah pendekatan konstruktivis untuk
Pembelajaran Ethnomathematics Davidson
(2000),
teknik
mengubah
mengatakan
ethnomathematics
adalah
menjelaskan,
belajar
bahwa
seni
dan
cara
berusaha guru
untuk
matematika
membangun lingkungan belajar.
atau dan
Pembelajaran ethnomathematics memiliki
memahami konteks budaya beragam.
beberapa karakter yaitu: a) penggunaan
Ethnomathematics
konsep
(1990),
menurut
adalah
pengajaran
mengetahui
suatu dan
matematika
yang
pengetahuan
Ambrosio
luas
dari
pendekatan
khususnya
menghitung,
pembelajaran
mengukur,
mendesain,
dibangun
siswa
yang
matematika, menemukan, bermain
dan
di
atas
menjelaskan; b) penekanan dan analisis
sebelumnya,
latar
pengaruh
faktor
belakang, peran lingkungannya bermain
proses
dalam hal konten dan metode, dan
pengembangan
pengalaman
sosial-budaya
belajar,
pada
mengajar,
dan
matematika;
c)
masa
lalunya
dan
matematika dianggap sebagai produk
sekarang.
Kurumeh
(2004)
budaya. Setiap orang, setiap kebudayaan
pembelajaran ethnomathematics adalah
dan setiap subkultur mengembangkan
sebuah pendekatan dalam pembelajaran
matematika khususnya sendiri (Gerdes,
matematika
1994).
lingkungan
yang
digunakan
untuk
menjelaskan realitas hubungan antara lingkungan budaya dan matematika saat
Pembelajaran ethnomathematics dapat
mengajar.
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu belajar tentang budaya, belajar dengan
Pembelajaran ethnomathematics sangat
budaya, dan
dipengaruhi
(Goldberg, 2000).
oleh
teori
konstruktivisme,
pengetahuan dikonstruksi secara sosial
belajar
1. Belajar
tentang
sehingga belajar merupakan tanggung
menempatkan
jawab
bidang ilmu.
bersama
antara
mahasiswa
di
pembelajaran
konstruktivis
dosen
kelas.
dan
Perspektif meliputi:
melalui
budaya
budaya budaya, sebagai
Proses belajar tentang budaya sudah
1)
dipelajari
secara
langsung
oleh
pembangunan pengetahuan individu, 2)
mahasiswa melalui mata pelajaran
pengaruh
kesenian dan kerajinan tangan, seni,
sosial
terhadap
konstruksi
individu, 3) situasional dan persyaratan
dan
konstruksi pengetahuan konstektual dan 4)
menggambar.
konstruksi sosial dari realitas (Chemark dan
dalam satu mata pelajaran khususnya [5]
sastra,
melukis, Budaya
serta dipelajari
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
tentang
budaya
untuk
budaya.
konsep atau prinsip yang dipelajari
Produk budaya yang berlaku dalam
(Sardjiyo & Pannen, 2005).
sebuah masyarakat dapat digunakan menjadi
sebuah
pemecahan
metode
masalah
dalam
METODE
matematika
Desain Penelitian
yang akan dilakukan oleh mahasiswa
Penelitian
dalam perkuliahan matematika.
campuran Didactical Design Research
2. Belajar dengan budaya. Belajar
dengan
mahasiswa
ini
menggunakan
metode
(DDR) dalam memodifikasi situasi rutin
budaya
meliputi
bagi
dalam pembelajaran matematika di SD
pemanfaatan
dan penelitian pre-eksperimen.
beragam bentuk perwujudan budaya. Budaya dan perwujudannya menjadi
DDR merupakan sebuah metodologi yang
media
dikembangkan Suryadi (2010), terdiri atas
pembelajaran
atau konteks
dalam proses belajar di kelas.
tiga tahapan, yaitu: 1) analisis situasi
3. Belajar melalui budaya Belajar
melalui
didaktis
budaya
bagi
dengan
pencapaian
2)
analisis
metapedadidaktis (AM); dan 3) Analisis
mahasiswa yaitu dengan memberikan kesempatan
(ASD);
retrospektif (AR).
menunjukkan
pemahaman
atau
Analisis situasi didaktis (ASD) dilakukan oleh
makna yang diciptakannya dalam
seorang
suatu mata pelajaran melalui ragam
pengembangan
perwujudan budaya. Belajar melalui
diujicobakan
budaya merupakan salah satu bentuk
pembelajaran. ASD diwujudkan dalam
multiple
learning
bentuk Disain Didaktis Hipotesis (DDH)
penilaian
termasuk Antisipasi Didaktis dan Pedagogis
pemahaman dalam beragam bentuk.
(ADP) yang akan termuat dalam bahan
Dengan menganalisis produk budaya
ajar. ASD berupa sintesis hasil pemikiran
yang diwujudkan mahasiswa, dosen
dosen tentang berbagai kemungkinan
dapat menilai sejauh mana produk
respons siswa yang diprediksi akan muncul
budaya yang diwujudkan mahasiswa,
pada
dosen
langkah-langkah
representation
assessment
atau
dapat
of
bentuk
menilai
sejauhmana
dosen
atau bahan
guru ajar
dalam
peristiwa
dalam sebelum peristiwa
pembelajaran antisipasinya.
Analisis
mahasiswa memperoleh pemahaman
metapedadidaktis
dalam
matakuliah
dosen/guru sebelum, pada saat, dan
matematika. Belajar melalui budaya
setelah ujicoba bahan ajar. AM berupa
memungkinkan
untuk
kemampuan
dosen/guru
kedalaman
memandang
peristiwa
sebuah
memperhatikan
topik
mahasiswa
pemikirannya, penjiwaannya terhadap
(AM)
dan
dilakukan
untuk
dapat
pembelajaran
secara komprehensif, mengidentifikasi dan menganalisis hal-hal penting yang terjadi, [6]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
serta melakukan tindakan cepat dan
berjalan lancar dan hasil belajar siswa
tepat
menjadi optimal (Suryadi, 2010).
(scaffolding)
untuk
mengatasi
hambatan
pembelajaran
(learning
obstacles)
sehingga
tahapan
Tahap
selanjutnya
adalah
pembelajaran dapat berjalan lancar dan
pelaksanaan
hasil belajar mahasiswa menjadi optimal.
penelitian pre-eksperimen dengan disain
AM
percobaan studi kasus sekali tes (the one
meliputi
tiga
komponen
yang
terintegrasi, yaitu: 1) kesatuan, artinya
shot
selama
berjalan
eksperimen
berpikir
hubungan
proses
dosen/guru
pembelajaran
akan
senantiasa
case
menggunakan
tahap
study).
metode
Penelitian
dilakukan
untuk
melihat
sebab-akibat
melalui
tentang keterkaitan antara ADP, HD, dan
pemanipulasian
HP; 2) fleksibilitas, artinya antisipasi yang
menguji
sudah
oleh pemanipulasian tadi, namun subjek
disiapkan
disesuaikan
dosen/guru
dengan
situasi
perlu didaktis
variabel
pre-
perubahan
penelitian
yang
bebas
yang
dipilih
dan
diakibatkan
tersebut
tidak
maupun pedagogis yang terjadi; dan 3)
dikelompokkan secara acak (Ruseffendi,
koherensi, artinya setiap situasi didaktis-
2005).
pedagogis
yang
pembelajaran
dimunculkan
harus
dalam dan
Pada penelitian ini, sampel penelitian
memfasilitasi aktivitas belajar siswa yang
dipilih tidak secara acak, sampel terdiri
kondusif
pada
dari 1 kelompok yang diberikan perlakuan.
pencapaian hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka desain
Analisis retrosfektif (AR), dilakukan dosen
penelitian yang digunakan adalah desain
setelah ujicoba bahan ajar. AR berupa
studi kasus sekali tes yang secara ringkas
analisis yang mengaitkan hasil analisis
digambarkan sebagai berikut:
dan
mendorong
mengarah
situasi didaktis hipotesis dengan proses
X
0
pengembangan situasi didaktis, analisis
Keterangan:
situasi belajar yang terjadi sebagai respons
0
: Postes
atas situasi didaktis yang dikembangkan,
X
: Pembelajaran Matematika Berbasis
serta
keputusan
yang
diambil
dosen
Budaya Banten
selama proses analisis metapedadidaktik. Dari AR dilakukan revisi terhadap bahan
Subjek Penelitian
ajar
Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SD
yang
sebelumnya
telah sehingga
dikembangkan akan
dihasilkan
Islam
Khalifah
Kota
pengamatan
ajar yang sesuai kebutuhan siswa, dapat
Awal, dan implementasi dilakukan di SD
memprediksi dan mengantisipasi setiap
yang sama.
sehingga tahapan pembelajaran dapat [7]
Desain
Tahap
suatu bahan ajar yang ideal, yaitu bahan
hambatan pembelajaran yang muncul,
belajar,
Serang.
Didaktis
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
Instrumen Penelitian Instrumen
Teknik Analisis Data
yang
digunakan
dalam
Tahap DDR menggunakan analisis deskripsi
penelitian ini adalah bahan ajar yang
kualitatif terhadap situasi pembelajaran
dilengkapi
yang
dengan
pertanyaan
untuk
berlangsung.
siswa, lembar jurnal harian siswa, lembar
eksperimen
pengamatan
berupa
situasi
pembelajaran
matematika SD, dan daftar isian guru
Sedangkan
menggunakan
uji-t
dibandingkan
satu dengan
tahap
uji
statistik
sampel
yang
nilai
KKM
dan
rerata kelasnya sehari-hari Teknik Pengumpulan Data Beberapa cara yang dilakukan untuk
HASIL
mengumpulkan data pada penelitian ini
Tahap Sebelum Pembelajaran
adalah sebagai berikut:
Sebelum pembelajaran dimulai, peneliti bekerjasama dengan guru kelas dalam
Tahap DDR:
menyusun bahan ajar dan membahas
a. Wawancara obtacles
mengenai dilakukan
learning
mengenai
situasi
sebelum
matematika yang akan diberikan dan
penyusunan bahan ajar dengan guru
yang
kelas.
dilakukan dengan guru diperoleh informasi
b. Desain didaktis awal disusun setelah learning
obstacles
diperoleh
akan
untuk
menggunakan
yang
aspek
budaya
Banten
tidak terbiasa menggunakan budaya lokal
mendapatkan learning obstacles dari
dalam
desain
kehidupan
yang
diskusi
belum pernah dilakukan, siswa sehari-hari
c. Revisi desain didaktis disusun setelah awal
Dari
bahwa pembelajaran matematika yang
diujicoba pada kelas yang dipilih.
didaktis
terjadi.
pembelajaran
telah
diujicobakan.
pembelajaran sehari-hari
di di
kelas
dan
rumah.
Oleh
karena itu, sangat diperlukan sebuah
d. Wawancara dilakukan pada siswa dan
bahan
guru.
ajar
yang
dapat
mengatasi
permasalahan tersebut. Bahan ajar yang menggunakan
aspek
budaya
sangat
Tahap Eksperimen
diperlukan dalam pembelajaran, karena
a. Tes, dilakukan sesudah (postes) proses
sangat sesuai dengan amanat kurikulum
pembelajaran
pendidikan dasar yang mengedepankan
b. Jurnal diberikan kepada seluruh siswa
aspek budaya dalam memelihara dan
untuk diisi dan dikumpulkan kembali
mengembangkan kearifan lokal dalam
setelah selesai setiap pertemuan.
pembelajaran
c. Lembar observasi di isi oleh observer pada
setiap
matematika
khususnya,
dan pada mata pelajaran lainnya pada
pembelajaran
umumnya.
matematika berlangsung.
[8]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
Desain Didaktis
Kemudian guru dan tim peneliti membuat
Berikut instrumen berupa desain didaktis
antisipasi
pedagogik
awal yang menggunakan budaya Banten
pembelajaran,
kerena
dalam pembelajaran:
yang tidak terbiasa maka siswa tersebut
dalam
terdapat
siswa
diajak untuk mendengarkan penyajian Bahasa Ibu
dari
teman-temannya
dalam
Coba Ananda menuliskan bilangan dari 1-
menyebutkan
10 menggunakan bahasa daerah yang
menggunakan bahasa daerah. Kegiatan
biasa digunakan sehari-hari di rumah!
pembelajaran dilakukan secara individu
nama-nama
bilangan
agar kompetensi siswa dapat diamati. Desain didaktis tersebut disusun bertujuan menggali
kemampuan
penggunaan kehidupan
bahasa
siswa
dalam
Skenario pembelajaran pun guru bersama
daerah
dalam
tim
sehari-hari,
sehingga
direncanakan
sehingga
penggunakan bahasa daerah di Banten
dapat
sebaik
mungkin,
mengurangi
learning
obstacle dalam pembeajaran di kelas
dapat diterapkan di kelas. Prediksi yang didiskusikan bersama guru dan tim peneliti:
Tahap Saat Pembelajaran
Siswa akan menjawab:
Setelah bahan ajar selesai di desain maka tahap selanjutnya adalah pelaksanaan
Untuk siswa yang menggunakan bahasa
pembelajaran
Sunda
budaya Banten.
dalam
kehidupan
sehari
akan
matematika
berbasis
menjawab 1 = hiji, 2 = dua, 3 = tilu, 4 = opat, 5 = lima, 6 = genep, 7 = tujuh, 8 =
Karakteristik Guru
dalapan, 9 = salapan, dan 10 = sapuluh.
Pada
saat
pembelajaran
menyampaikan
tujuan
telah
pembelajaran
Untuk siswa yang menggunakan bahasa
matematika
Jawa
dengan menyampaikan manfaatnya dan
dalam
kehidupan
sehari
akan
berbasis
guru
budaya
motivasi
banten
menjawab 1 = siji, 2 = loro, 3 = telu, 4 =
memberikan
papat, 5 = limo, 6 = anem, 7 = pitu, 8 =
dengan
wolu, 9 = songo, dan 10 = dhoso.
memelihara budaya di Banten. Konsep
baik,
kepada
terutama
siswa dalam
dan materi yang disampaikan sudah baik Untuk siswa yang terbiasa menggunakan
dan
dua bahasa Sunda dan Jawa maka siswa
Pemilihan masalah budaya cukup dalam
akan
dengan
memberikan situasi pembelajaran yang
kedua bahasa. Untuk siswa yang tidak
kondusif. Guru dalam memancing siswa
terbiasa
dalam
memberikan Sunda
kemungkinan
jawaban dan
siswa
Jawa
akan
maka
menjawab
benar
mengajukan
berhubungan
dengan menggunakan bahasa Indonesia.
dalam
penyampaiannya.
pertanyaan
dengan
budaya
yang sudah
baik. Guru pun dapat mendorong siswa [9]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
untuk menyelesaikan permasalahan yang
berjalan
dengan
diajukan dengan baik. Pengaturan giliran
mengidentifikasi
atau kesempatan kepada siswa untuk
respon
mengajukan pertanyaan atau pendapat
mempertanyakan gagasan penyelesaian
sudah
dilakukan
kelas.
Variasi
yang
baik. dan
Siswa
dapat
mendiskusikan
diajukan.
Siswa
dapat
dengan
baik
dalam
soal atau masalah bila mendapat kritikan
pertanyaan
dan
teknik
dari siswa lain. Siswa sudah cukup baik
bertanya dapat memicu motivasi siswa
dalam
bertanya. Guru melakukan pengamatan
sempurnaan
dan
diajukan siswa lain. Siswa dapat membuat
mengarahkan
dengan
baik,
pekerjaan
sehingga
guru
siswa dapat
mengidentifikasi suatu
kekurang-
penyelesaian
yang
simpulan di akhir pembelajaran.
membantu dalam proses berpikir siswa. Guru dapat menciptkan diskusi antara
Karakteristik Materi serta Respon Siswa
siswa dengan siswa dalam kelompok.
Baik Kinerja maupun Kesannya
Pengaturan waktu untuk menyelesaikan
Berikut contoh respon siswa, dari 20 siswa
permasalahan yang diajukan cukup baik.
yang memberikan respon.
Karakteristik Siswa Pada saat pembelajaran siswa sudah baik dalam memperhatikan materi pelajaran dan masalah matematika dan budaya yang diajukan guru. Siswa dengan baik mempelajari
lembar kerja
siswa
yang
diberikan guru dengan baik. Tanya jawab antara siswa dan guru terhadap materi pelajaran,
dan
masalah
matematika-
budaya sudah berjalan dengan baik. Mengemukakan ide untuk menyelesaikan masalah cukup baik dalam pembelajaran. Siswa cukup mengajukan
Gambar 2. Respon Siswa 2
dapat merumuskan dan penyelesaian
dari
Respon siswa 2 sesuai dengan prediksi,
permasalahan yang diberikan guru. Siswa memberikan pertanyaan,
komentar, saran,
siswa
tanggapan,
kritikan
menyebutkan
nama
bilangan
menggunakan bahasa Sunda yang sudah
terhadap
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari.
penyelesaian yang diajukan siswa lain
Namun masih terdapat learning obstacles
berjalan dengan baik. Menyakinkan siswa
siswa
lainnya melalui alasan yang cepat dan
masih
menggunakan
bahasa
Indonesia dalam penyebutan bilangan
tepat terhadap respon yang diajukan
sembilan.
[10]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
Gambar 3. Respon Siswa 9 Respon siswa 9 sesuai dengan prediksi,
terdapat pula adanya pelafalan dengan
siswa
menggunakan
menyebutkan
nama
bilangan
menggunakan bahasa Sunda yang sudah
bahasa
Jawa
Serang
pada bilangan lima.
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun masih terdapat learning obstacles
Respon siswa 10 sesuai dengan prediksi,
siswa
siswa
masih
menggunakan
bahasa
menyebutkan
nama
bilangan
Indonesia dalam penyebutan bilangan
menggunakan bahasa Sunda yang sudah
sembilan, selain itu terdapat kesalahan
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari.
penyebutan
nama
bilangan
pada
bilangan delapan dan sembilan. Selain itu,
Gambar 4. Respon Siswa 10
[11]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
Gambar 5. Respon Siswa 15 Respon siswa 15 sesuai dengan prediksi,
Respon siswa 19 sesuai dengan prediksi,
siswa
siswa
menyebutkan
nama
bilangan
menyebutkan
nama
bilangan
menggunakan bahasa Sunda dan Jawa
menggunakan bahasa Jawa yang sudah
yang
sudah
siswa
dalam
dimiliki siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Namun
masih
Namun masih terdapat learning obstacles
terdapat learning obstacles siswa lupa
siswa tidak dapat menyebutkan bilangan
menuliskan bilangan lima.
dari enam sampai sepuluh.
kehidupan
dimiliki
sehari-hari.
Gambar 6. Respon Siswa 19
[12]
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
Gambar 7. Respon Siswa 20 Respon siswa 20 sesuai dengan prediksi,
kita bisa mengenalkan budaya Banten
siswa
secara
menyebutkan
nama
bilangan
tidak
langsung
dalam
menggunakan bahasa Sunda dan Jawa
pembelajaran matematika. Menambah
yang
sudah
siswa
dalam
wawasan siswa terhadap budaya banten,
Namun
masih
dan membiasakan diri siswa mencintai
terdapat learning obstacles siswa belum
aneka ragam budaya banten. Saran dari
tepat
guru terhadap pembelajaran sebaikna
kehidupan
dimiliki
sehari-hari.
dalam
menyebutkan
bilangan
delapan.
diikuti
dengan
kemudian
bahasa
diselingi
Banten
dengan
yang
artinya,
Tahap Setelah Pembelajaran
membiasakan siswa dan guru bertanya-
Refleksi dengan Guru
jawab
Guru
belum
pembelajaran
pernah
menggunakan
matematika
Banten.
berbasis
menggunakan Soal
bermanfaat
budaya banten, sehingga guru tertarik
mengingat
untuk
budayanya.
menggunakannya
dalam
yang
bahasa/budaya disajikan
sangat
siswa
dapat
sehingga budaya
dan
menggali
pembelajaran. Guru sangat setuju bahwa pemberian aspek budaya Banten dalam
Refleksi dengan Siswa
pembelajaran matematika sangat bisa
Respon siswa setelah belajar matematika
diterapkan.
dengan
Menurut
pendapat
guru
menggunakan
bahwa terdapat kelebihan pembelajaran
matematika
matematika berbasis budaya banten yaitu
siswa 1 merasa senang belajar dengan [13]
berbasis
pembelajaran
budaya
banten,
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
menggunakan bahasa daerah. Siswa 2
Respon siswa setelah belajar matematika
mengatakan senang karena gampang
dengan
belajar
matematika
matematatika
dengan
menggunakan berbasis
pembelajaran
budaya
banten,
menggunakan bahasa daerah. Walaupun
siswa 13 merasa senang belajar dengan
siswa
menggunakan bahasa Sunda dan Jawa.
2
menuliskan
menggunakan
bahasa
responnya
Sunda,
namun
Siswa 14 mengatakan senang belajar
siswa 2 pun menyukai bahasa Jawa
matematika
dalam
bahasa daerah, sehingga cepat lancar
penggunaan
bahasa
sehari-
dengan
harinya. Siswa 3 mengatakan senang
berbicara
belajar
Banten. Siswa 15 mengatakan senang
matematika
dengan
dengan
menggunakan bahasa
budaya
menggunakan bahasa Sunda dan bahasa
belajar
Jawa.
menggunakan budaya Banten.
Respon siswa setelah belajar matematika
Respon siswa setelah belajar matematika
dengan
dengan
menggunakan
matematika
berbasis
pembelajaran
budaya
Banten,
matematika
menggunakan
matematika
berbasis
dengan
pembelajaran
budaya
banten,
siswa 4 merasa senang belajar dengan
siswa 16 dan 18 merasa senang belajar
menggunakan bahasa daerah. Siswa 5
matematika
mengatakan senang belajar matematika
Budaya Banten. Siswa 17 senang belajar
dengan menggunakan bahasa Sunda.
matematika dengan bahasa Sunda dan
Siswa
Jawa.
6
mengatakan
matematika
senang
dengan
belajar
dengan
menggunakan
menggunakan
budaya Banten.
Respon siswa setelah belajar matematika dengan
menggunakan
pembelajaran
Respon siswa setelah belajar matematika
matematika
berbasis
budaya
banten,
dengan
siswa
merasa
senang
belajar
menggunakan
matematika
berbasis
pembelajaran
budaya
banten,
19
matematika
dengan
menggunakan
siswa 7, 8 dan 9 merasa senang belajar
Budaya Banten. Siswa 20 senang belajar
matematika
matematika dengan bahasa daerah.
dengan
menggunakan
bahasa Sunda. Analisis Statistik Respon siswa setelah belajar matematika
Berdasarkan
dengan
siswa, setelah keseluruhan hasil pekerjaan
menggunakan
matematika
berbasis
pembelajaran
budaya
banten,
yang
dikerjakan
siswa dikumpulkan, kemudian diperiksa,
siswa 10, 11 dan 12 merasa senang belajar
diolah
matematika
diberikan
dengan
lembar
menggunakan
bahasa Sunda.
tersebut
dan
dianalisis.
terhadap dapat
sebagai berikut. [14]
Penilaian
hasil
kerja
dilihat pada
yang siswa
Tabel
1
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
Tabel 1. Data Nilai Siswa No.
Siswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rerata
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15 S16 S17 S18 S19 S20
matematika
berbasis
budaya
memiliki
keunggulan dari KKM-nya.
Nilai 70 90 90 90 90 70 70 80 70 100 70 70 80 80 70 70 80 90 50 70 77,5
Tabel 3. One-Sample Test terhadap Nilai Keseharian Test Value = 68.88
Nilai
95% Confidence Interval of the Mean Sig. (2- Differenc Difference t df tailed) e Lower Upper 3.311 19 .004 8.62000 3.1716 14.0684
Dari tabel uji-t di atas diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,004 < 0,05. Hal ini menyatakan
bahwa
matematika
berbasis
pembelajaran budaya
memiliki
keunggulan dari rerata kelasnya seharihari. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini lebih difokuskan pada aspek guru, siswa dan bahan ajar, yang
Berdasarkan data dari ketuntasan belajar
nantinya
diperoleh KKM = 65 dan Rerata kelas
pendukung
sehari-hari = 68.88, maka akan dilakuka uji
Laboratorium
UPI
Kampus
Serang.
perbandingan rerata nilai siswa melalui
Berdasarkan
analisis
peneliti
diperoleh
pembelajaran
temuan pada karakteristik guru, siswa, dan
matematika
berbasis
dapat
dijadikan
dalam
data
pendirian
SD
bahan ajar sebagai berikut.
budaya banten dengan menggunakan uji-t. Setelah melakukan uji normalitas
a. Karakterisitik guru matematika dalam
maka diperoleh data sebagai berikut:
pendirian SD Laboratorium UPI Kampus Serang.
Tabel 2. One-Sample Test terhadap KKM Test Value = 65
Nilai
Dalam
95% Confidence Interval of the Mean Sig. (2- Differenc Difference t df tailed) e Lower Upper 4.802 19 .000 12.500 7.0516 17.9484
berbasis
pembelajaran budaya
matematika
Banten,
guru
harus
berperan sebagai fasilitator dan mediator. Oleh karena itu, guru harus terampil dan cakap
dalam
Dari tabel uji-t di atas diperoleh nilai
Banten
terlebih
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini
yang dipaparkan oleh Bishop, et al. (1993),
menyatakan
bahwa matematika merupakan produk
bahwa
pembelajaran
memahami dahulu.
budaya
di
Sebagaimana
budaya yang telah dikembangkan dari [15]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
hasil
dari
mungkin
berbagai guru
pembelajaran
kegiatan.
akan
Tidak
refleksi
terhadap
pembelajaran
yang
melakukan
sudah diperoleh siswa. Melalui refleksi ini,
berbasis
dapat diketahui apakah pembelajaran
matematika
budaya Banten jika dirinya sendiri belum
etnomatematika
memahami dengan baik budaya Banten.
terjadi atau belum. Dari sini dapat dilihat apakah
sudah
sudah
benar-benar
terjadi
Selama pelaksanaannya, guru menyuruh
matematika
siswa
etnomatematika (Rosa & Orey, 2006).
merekontruksi
pengalamannya
sebagai
pemodelan bagian
dari
sendiri dalam pembelajaran matematika. Guru mengarahkan siswa untuk belajar
c.
Karakteristik
bahan
bekerjasama dalam kelompoknya dalam
matematika
menemukan
Laboratorium UPI Kampus Serang
sendiri
pengetahuannya.
akan
dalam
ajar/materi pendirian
Sebelum pembelajaran, guru menyiapkan
Materi
bahan ajar disertai dengan prediksi dan
Design Research. Bahan ajar rancangan
antisipasi pedagogik didaktik. Guru selalu
guru yang disajikan akan menggunakan
berdiskusi dan terbuka dalam menerima
pembelajaran
masukan dan ilmu dari teman sejawat.
budaya
Guru selalu melakukan refleksi terhadap
bahan ajar diujicoba dan didiskusikan
pembelajaran yang sudah dilakukan.
dengan guru dan ahli pembelajaran.
berbasis
Sebelum
analisis
situasi
Didactical
matematika
Banten.
Diadakan b. Karakterisitik siswa matematika dalam
menggunakan
SD
digunakan,
learning
obstacles,
didaktis
pedagogik,
pendirian SD Laboratorium UPI Kampus
metapedadidaktik, dan analisis retrospektif
Serang.
dalam penyempurnaan bahan ajar, serta
Berdasarkan analisis peneliti, siswa pada
untuk memenuhi kriteria bahwa bahan
umumnya
belajar
ajar etnomatematika tidak mengganggu
menggunakan pembelajaran matematika
jalannya kurikulum yang berlaku (Sardjiyo
berbasis budaya Banten, selain dekat
& Pannen, 2005).
merasa
senang
dengan kehidupan siswa, mereka pun dapat belajar bahasa daerah melalui
Selain temuan terhadap aspek kualitatif,
pelajaran
peneliti
pembelajaran
matematika. siswa
dapat
Sebelum
menggunakan
pendekatan
mencoba
analisis statistik dengan membandingkan
bercakap-cakap dengan menggunakan
hasil penilaian siswa dengan KKM kelas.
budaya atau mempelajari budaya banten
Berdasarkan
dengan disuruh oleh guru kelasnya, saat
menggunakan uji-t diperoleh data bahwa
pembelajaran siswa akan berdiskusi dan
nilai signifikansi < 5% yang menyatakan
memecahkan
bahwa
pembelajaran
dengan menggunakan budaya, setelah
berbasis
budaya
pembelajaran
keunggulan yang signifikan.
masalah siswa dapat
matematika melakukan [16]
pengolahan
data
matematika
Banten
memiliki
Mimbar Sekolah Dasar, Volume 3 Nomor 1 April 2016
SIMPULAN Adapun
pedagogik, dari
diperoleh
kegiatan
beberapa
penelitian
temuan
ini,
budaya
dan
analisis retrospektif.
penting
sebagai berikut: Pembelajaran
metapedadidaktik,
REFERENSI matematika
banten
dapat
berbasis
Bishop, A. J., et al. (1993). Significant influences on children’s learning of mathematics. Paris, France: UNESCO.
memberikan
pengaruh yang positif terhadap aspek D’Ambrosio, U. (1990). Etnomatemática [ethnomathematics]. São Paulo, Brazil: Editora Ática.
guru, siswa dan bahan ajar. a. Karakteristik guru dalam pembelajaran matematika berbasis budaya Banten memiliki
kompetensi
berpikir
Davidson. (2000). An etnomathematics approach to teaching language minority student. Center for Excellence in Education, North American University.
yang
dituangkan dalam penyajian bahan ajar
yang
ideal.
Guru
memiliki Gerdes, P. (1994). Reflections on ethnomathematics. For the Learning of Mathematics. 14(2), pp. 19-22.
kemampuan metapedadidaktis dalam menyiapkan
proses
pembelajaran
yang dibagi dalam tahap sebelum,
Goldberg, M. (2000). Art and learning: An integrated approach to teaching and learning in multicultural and multilingual settings. 2nd Ed. New York: Addison Wesley Longman.
saat dan setelah pembelajaran. b. Siswa memiliki karakteristik yang selalu melakukan situasi berpikir terhadap permasalahan budaya Banten yang
Koentjaraningrat. (2002). Kebudayaan Flores. Dalam Koentjaraningrat (Ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan Knowing: Proceedings.
diberikan guru, sebelum pembelajaran siswa akan belajar mengenai budaya banten,
saat
belajar
siswa
akan
berdiskusi dan memecahkan masalah dengan
menggunakan
Kurumeh. (2004). Effects of ethnomathematics teaching approach on students achievement and interest in geometry and mensuration. Unpublished Ph.D Thesis. University of Nigeria, Nsukka.
budaya
Banten, dan setelah pembelajaran siswa
akan
melakukan
refleksi
terhadap pengetahuan dan kesan setelah mendapatkan pembelajaran
Matang, R. A. (2006). Linking ethnomathematics, situated cognition, social constructivisme and mathematics education: An example from Papua New Guinea. ICME-3 Conference Paper, New Zealand.
berbasis budaya Banten. c. Materi dalam pembelajaran berbasis budaya
Banten
melalui
kajian
Didactical Design Research. Sebelum Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar penelitian pendidikan dan bidang noneksakta lainnya. Bandung: Tarsito.
digunakan, bahan ajar diujicoba dan didiskusikan dengan guru dan ahli pembelajaran. learning
Diadakan
obstacles,
situasi
analisis
Rosa, M., & Orey, D. C. (2006). Abordagens atuais do parogram aetnomatemática: delinenandose um caminho para a ação pedagógica [current
didaktis
[17]
Supriadi, Andika Arisetyawan & Tiurlina, Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika…
approaches in the ethnomathematics as a program: delineating a path toward pedagogical action]. Bolema, 19(26), pp. 19-48.
experience. PRIMUS: Problems, Resources, and Issues in Mathematics Undergraduate Studies. 7(3), pp. 222234.
Rosa, M., & Orey, D. C. (2007). Cultural assertions and challenges towards pedagogical action of an ethnomathematics program. For the Learning of Mathematics, 27(1), pp. 1016.
Supriadi (2012). Memajukan pendidikan Banten berkarakter melalui pembelajaran matematika berbasis budaya Banten. Makalah: Tidak dipublikasikan.
Sardjiyo & Pannen. (2005). Pembelajaran berbasis budaya: model inovasi pembelajaran dan implementasi KBK. Jurnal Pendidikan.
Suryadi, D. (2010). Didactical design research (DDR) dalam Pengembangan Pembelajaran Matematika I. Bandung: Seminar Nasional Pembelajaran MIPA di UM Malang, 13 Novermber 2010.
Schultes & Shannon. (1997). Mathematics and culture: a unique liberal arts
Tyler, E. B. (1871). Primitive culture. London: Murray.
[18]