MIKROFISIKA AWAN (CLOUD MICROPHYSICS)

Download Awan adalah kumpulan butir-butir air atau kristal es kecil di atmosfer yang merupakan produk dari proses kondensasi uap air dengan konsentr...

0 downloads 544 Views 2MB Size
Makalah Meteorologi Fisika

Dosen :Prof. Ahmad bey

MIKROFISIKA AWAN (Cloud Microphysics)

Oleh : SANDRO WELLYANTO LUBIS G24063245

MAYOR METEOROLOGI TERAPAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

1

I. Pendahuluan Awan adalah kumpulan butir-butir air atau kristal es kecil di atmosfer yang merupakan produk dari proses kondensasi uap air dengan konsentrasi sekitar seratus butir cm3 dan radius sekitar 10 mm (Lutgens, 1982 dan Rogers, 1983). Awan terbentuk ketika uap air menjadi jenuh dan mengalami kondensasi. Penjenuhan dapat terjadi karena penambahan air (penyatuan), tumbukan, atau kombinasinya. Proses pembentukan awan merupakan suatu rangakaian proses yang rumit dan melibatkan proses dinamik dan proses mikrofisik. Proses dinamik berhubungan dengan pergerakan parsel udara yang membentuk suatu kondisi tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses mikrofisik adalah proses pembentukan awan melalui proses kondensasi uap air dan interaksi antar partikel butir air (mechanics) .Faktor-fakor utama yang mempengaruhi proses perkembangan awan (Ahrens, 2007) diantaranya adalah: 

Pemanasan permukaan dan free convection



Pengangakatan/lifting mechanism yang dipengaruhi oleh topografi



Proses pengangkatan /lifting mechanism akibat konvergensi pada permukaan udara



Pengangkatan udara/lifting mechanism di sepanjang frontal regions

Keberlangsungan proses ini sangat ditentukan oleh kadar uap air di atmosfer, distribusi aerosol higroskopis dan gerak udara vertikal (Tjasjono, 1988). Kadar uap air bergantung pada proses evaporasi dengan syarat adanya sumber uap air dipermukaan, sumber energi untuk pengangkatan, dan kondisi atmosfer. Distribusi aerosol berhubungan dengan konsentrasi dan jenis aerosol yang turut serta dalam proses pertumbuhan awan. Keberadaan aersol higroskopis di atmosfer akan sangat berperan dalam proses pertumbuhan awan.Proses perkembangan drop atau droplet dalam proses pertumbuhan awan melibatkan beberapa persamaan penting seperti Raoult, Kelvin, Koehler, Fick, Stokes dan persamaan-persamaan lainnya yang memberikan serangkain penjelasan mekanisme terbentuknya awan.

2

II. Pembahasan 2.1 Inti Kondensasi

Partikel dalam jumlah besar yang terdapat di atmosfer adalah aerosol yang sebagian dari padanya bersifat higroskopis artinya mampu menyerap air dan menjadi inti kondensasi. Ukurannya berkisar antara 10-3 m sampai dengan 10 m dan konsentrasinya bervariasi berkisar antara 100-100.000 cm-3. Aerosol adalah partikel padat atau cair yang tersuspensi secara stabil berupa garam, debu, atau pertikel hasil pembakaran. Berdasarkan ukurannya, aerosol yang berperan sebagai inti kondensasi dapat dibagi menjadi 3 yaitu inti aitken dengan radius < 0.1m, inti besar dengan radius antara 0.1-1.0m, dan inti raksasa >1.0 m. Inti Aitken tidak terlalu penting dalam proses kondensasi (WMO, 1981). Inti ini membutuhkan kondisi lewat jenuh hingga ratusan persen sehingga tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan homogenous nucleation. Kemampuan aerosol dalam menyerap uap air tergantung pada ukurannya. Menurut Knollberg (1981) distribusi ukuran partikel menentukan butir air total atau kerapatan kristal es serta dimensi partikel maksimum dan rata-rata visibilitas dan kandungan air (liquid water content M). Kandungan air dalam awan adalah massa air yang terkondensasi per satuan volume udara: M= (4/3)πρL ∫ r3 n(r) δr

Distribusi aerosol (dalam ukuran diameter) berdasarkan jumlah, luas permukaan dan volumenya dapat diformulasikan sebagai berikut:

Number distribution

Surface area distribution

nn(Dp)=dN/dDp

ns(Dp)=dS/dD

Volume distribution

S=Dp2

nv(Dp)=dV/dDp V=(/6)*Dp3

dimana dN adalah persamaan turunan jumlah distribusi aerosol, dS adalah bentuk distribusi luas permukaan , dan dV adalah bentuk distribusi volume.

Atau dapat juga dituliskan dalam bentuk logaritmanya yaitu:

3



Number distribution

Aitken mode Accumulation mode

nn(log Dp)=dN/d log Dp

Surface area distribution 

Coarse mode

ns(log Dp)= dS/d log Dp

Volume distribution



nv(log Dp)=dV/d log Dp

Gambar 1 Ukuran diameter aerosol

Dari gambar ini dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin kecil ukuran partikel (aerosol) maka konsentrasinya dalam udara akan semakin tinggi sedangkan jika ukurannya bertambah besar maka konsentrasinya dalam udara akan turun drastis. Pertambahan volume aerosol akan mengurangi residence time atau waktu tinggalnya di udara. Residence time yang pendek akan mengurangi konsentrasinya di udara. Hal inilah

4

yang sering mengecohkankan kita mengenai konsep konsentrasi aerosol laut dan daratan, sebagai contoh N Cu di laut adalah 50/cm3 sedangkan N Cu (darat) 200 cm3, sepintas kita menyimpulkan bahwa densitasnya berbeda namun kenyataanya sama karena aersol laut memiliki volume yang lebih besar dari aerosol daratan. Setiap aerosol memiliki karekteristik yang berbeda. Karakteristik ini sangat bergantung dari sumber aersol itu terbentuk. Berikut adalah perbedaan karakteristik aerosol di atmosfer:

Marine Aerosol (Aerosol Laut) 

Jumlahnya 100 ~ 300 #/cc; massa partikel relatif tinggi, volumenya besar tetapi jumlahnya sedikit.



Aerosol terbentuk dari garam hasil lontaran butir pada proses evaporasi atau bubble bursting spray.



Aerosol yang baik terbentuk dari reaksi produk DMS (dimetil sulfida).

Remote Continental Aerosol 

Jumlahnya 2000-10000 #/cc; alaminya dihasilkan dari atas tanah



Debu, pollen, atau dari produk oksidasi amoniak dan sulfat.



anthropogenic emissions

Urban Aerosol 

Jumlahnya 108 -109 #/cc;



Partikel mengandung unsur (Fe, Si, dsb.)



Partikel terutama terbentuk dari proses pembakaran, atau dari konversi gas menjadi partikel yang bergantung dari produk sulfat, nitrat, amoniak dan elemen organik.

2.2 Konsentrasi Aerosol

Konsentrasi adalah fungsi distribusi n(r) (ukuran dalam radius) yang menunjukan banyaknya partikel per unit volume udara dengan radius antara r dan r+dr dinyatakan sebagai:

log n 

 d N r   Ar 3 d log r

ln ( dn / d ln r)= c-βln r

e ln(dn/ d ln r)= e (c- βln r) dn / d ln r= A r-β ; A= Constant 5

nr  

d N  Ar 3 d ln r

Ar-3 merupakan persamaan kurva distribusi jumlah aerosol, dimana A merupakan konstanta yang berhubungan dengan konsentrasi dan nilainya berbeda setiap wilayah, sedangkan β adalah nilainya berada antara 2 dan 4. Aerosol daratan dengan diameter > 0.2μm nilai β ≃ 3. 

N r    n r ' dr ' dimana nilainya tergantung dati t, posisi awan, dan variabilitas r

statistik. N(r) menunjukan distribusi kumulatif yaitu banyaknya partikel per unit volume udara dengan radius melebihi r. Konsentrasi inti kondensasi bervariasi menurut tempat dan waktu (Rogers, 1983). Konsentrasi inti di atas lautan lebih sedikit dibandingkan di daratan namun memiliki komposisi inti besar dan raksasa yang lebih banyak. Dengan demikian presipitasi lebih potensial terjadi di atas lautan. Konsentrasi di atas lautan dipengaruhi oleh kecepatan angin dan kekasaran permukaan. Jika semakin tinggi kecepatan angin dan kekasaran permukaan maka konsentrasi inti akan semakin meningkat. Konsentrasi inti pada daerah urban dan daerah berpolusi lebih tinggi dari pada daerah yang bersih. Dengan demikian pertumbuhan butir awan didaerah terpolusi akan menjadi lebih efektif karena rendahnya kompetisi antar butir. Semakin meningkatnya ketinggian, kosentrasi inti dengan ukuran tertentu akan menurun. Luas daerah jangkaun inti tergantung pada ukurannya. Semakin lama, kosentrasi inti akan semakin berkurang. Semakin besar ukuran inti maka ,mass tinggalnya akan semakin rendah. Secara makro kosentrasi aerosol dari antropogenik semakin meningkat karena pertambahan jumlah penduduk.

Masuknya inti kondensasi ke atmosfer melewati beberapa proses: 

Buble and spray ; udara terperangkap dalam air laut membentuk gelembung yang kemudian pecah dan menebarkan sejumlah partikel ke atmosfer.

Gambar 2 Proses Buble and spray

6



Burning and emission; berkaitan dengan kegiatan antropogenik dan lebih banyak di daerah urban.



Deposition atau konversi gas-partikel; menghasilkan inti aitken dan inti besar



Wind blown dust, masuknya inti kondensasi ke atmosfer karena adanya dorongan ke atas oleh angin.



Volcanoes, lontaran inti kondensasi ke atmosfer pada saat peristiwa ledakan gunung berapi.

Dinamisnya konsentrasi inti di atmosfer dikarenakan inti tersebut mengalami berbagai proses seperti koagulasi, kondensasi, scavenging, pencucian, sedimentasi, dispersi dan percampuran (Rogers, 1983).

Gambar 3 Proses dinamika inti kondensasi

2.3

Pembentukan dan Pertumbuhan Awan

Pada saat uap air mulai mencapai fase jenuh maka proses kondensasi mengawali pembentukan dan pertumbuhan awan untuk kemudian dilanjutkan dengan proses

7

tumbukan dan penyatuan. Proses ini berlangsung dengan luar biasa di atmosfer bumi. Agar awan terbentuk dan tumbuh maka kondisi jenuh harus tercapai bila tekanan uap aktual (ea) sama dengan tekanan uap jenuh (es). Adanya perbedaan nilai tekanan larutan dan air murni akan sangat berpengaruh pada proses pergerakan uap air ke inti kondensasi dan tumbuh terus-menerus untuk menjadi awan. Dua faktor yang mempengaruhi tekanan uap butir yaitu tegangan permukaan atau pengaruh kelengkungan (curvature effect) dan bahan terlarut (solute effect).

2.3.1 Hukum Kelvin

Menjelaskan bagaimana pengaruh tegangan permukaan terhadap tekanan uap butir air murni. Tegangan ini menyebabkan sejumlah energi tersimpan di permukan air (Eγ). Eγ = π d2 γ

γ = 0.075Jm-2 , 0°C permukaan temu air udara.

Butir awan akan berkembang jika butir telah mencapai ukuran r c atau r > rc

rc 

2   es r     1 Rv T ln   er    

Sebaliknya lewat jenuh yang dibutuhkan butir untuk dapat berukuran rc agar tumbuh dengan sendirinya adalah:

S

 2  e s r   exp   es    1 Rv T rc 

es (r) = saturated vapour terhadap droplet radius r es (~) = saturated vapour terhadap air murni σ

= tegangan droplet

Dari formulasi di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan adanya efek kelengkungan (Curvature effect) yang relevan dengan r akan menghambat (decay) proses pertumbuhan droplet. Jika r droplet semakin besar maka pengaruh efek kelengkungan akan semakin kecil begitu pula sebaliknya. Perhatikan dari persamaan diatas, nilai es (r) akan bertambah besar jika r semakin kecil dan sebaliknya, sehingga jika selisih es (~) -es

(r) > 0 pertumbuhan droplet akan optimal karena tekanan uap jenuh droplet lebih kecil

8

dari air murni sehingga mendorong uap air menuju ke droplet dan jika es (~) -es (r) < 0 droplet akan sulit untuk tumbuh.

2.3.2 Hukum Roult

Menurut Roult bahan terlarut menyebabkan tekanan uap yang dibutuhkan untuk terjadinya kondensasi menjadi lebih rendah. Karena bahan terlarut dalam air menyebabkan pengurangan tekanan uap jenuh, jadi semakin rendah kandungan bahan terlarut semakin rendah pula lewat jenuh yang dibutuhkan (Dennis, 1980). Hukum ini dikenal dengan solute effect.

es r  1  3 v m M w  b   1 3 3 e s   4 M s  w r r atau dapat juga dituliskan sebagai: es (r) es (∞) es (r) = svp terhadap larutan es (∞) = svp terhadap air murni

=

mw mw+ms

Ms = berat molekul solute Mw = berat molekul air ρw = densitas air

m = massa solute, ν = derajat disosiasi

2.3.3 Kurva Kohler

Menggambarkan hudungan antara efek kelengkungan dengan efek zat terlarut. Kurva ini merupakan kombinasi persamaan Kelvin dan Roult:

Kelvin : es(r)/ es(∞) = exp ({2 σ}/{ρwRvT r}) = exp (a/r)…………(1) Roult

: es (r)/ es (∞) = 1 –(3 ν m Mw) / (4 π Ms ρw r3) = 1 -b/r3……(2)

Dengan menggabungkan kedua persamaan ini kita peroleh persamaan kurva Koehler yaitu: es (r) / es (∞) = S = (1 -b/r3) * exp(a/r) ~

1 + (a/r) –(b/r3)

a/ r: efek kelengkungan a ~ 3.3 10-7/T [m] b/r3 :efek bahan terlarut b ~ 4.3 10-6 i Ms/ms [m3/mol], Ms adalah berat molekul zat terlarut (Kg/mol), ms adalah massa zat terlarut (Kg) dan i adalah efek kelvin tergantung jenis bahan terlarut.

9

Nilai jari-jari kritis rc yaitu jari-jari dimana rasio lewat jenuh (supersaturation) S c maksimum dapat dinyatakan dengan menderivasikan dS/dr: dS/dr = 0 maka d/dr [1 + (a/r) –(b/r3)] 0 = -ar-2+ 3br-4 keluarkan nilai r maka: rc= ﴾3 b/a﴿1/2 .............(critical radius) untuk mendapatkan critical supersaturation masukan nilai rc ke dalam persamaan Koehler: Sc= 1+ a / [ (3b/a)1/2] – b/[(3b/a)1/2]3 Sc= 1+ ﴾4 a3/27b﴿1/2 ...........(critical supersaturation)

Gambar 4 Kurva Koehler

Efek kelengkungan mengakibatkan butir akan terhambat pertumbuhannya dan adanya efek zat terlarut meningkatkan pertumbuhan droplet untuk membentuk awan karena nilai es (r) kecil. Puncak kurva tercapai ketika jejari mencapai jejari kritis r * dan rasio jenus kritis S*. Droplet dengan r< r* akan tumbuh dengan perbandingan jenuh S< S*, maka uap air akan berdifusi ke arah droplet, dan jika r melewati r* maka pertumbuhan akan terus berlangsung. Kurva curvature effect dimulai dari kiri atas karena semakin kecil r maka curvature effect yang ditimbulkan juga semakin tinggi sedangkan solute efect membentuk pola kurva yang semakin landai seiring bertambah besarnya r ,

10

hal ini dikarenakan adanya efek pengenceran yang mengurangi tekanan uap jenuh larutan pada droplet. 2.4 Pertumbuhan Awan melalui Proses Kondensasi

Pada awal pertumbuhan awan, proses kondensasi memegang peranan penting. Selanjutnya pertumbuhannya hanya dapat terjadi bila ada proses tumbukan dan penyatuan. Selain itu proses pembentukan awan dapat juga dijelaskan melalui mekanisme pertumbuhan butir Bergeron. Teori ini menekankan pentingnya peran inti es dimana hujan terjadi setelah sebelumnya uap air diubah menjadi kristal es dan jatuh ke lapisan yang hangat untuk membentuk butir hujan. Namun teori ini memiliki kelemahan yaitu sulit menjelaskan bagaimana awan-awan yang puncaknya

tidak pernah mencapai

ketinggian pembekuan juga dapat menghasilkan hujan. Di dalam awan hangat droplet dapat tumbuh secara kondensasi pada lingkungan jenuh. Jika droplet telah melewati puncak pada kurva Koehler, droplet dapat terus tumbuh secara kondensasi selama tekanan uap jenuh lingkungan jauh lebih besar dari tekanan uap jenuh permukaan droplet. Pertumbuhan melalui kondensasi masih didominasi oleh perbedaan konsentrasi yang dinyatakan dalam perbedaan kerapatan uap air antara udara (ρ v) dan butir awan (droplet) (ρw) :

d w dm  4x 2 dt dx dm dx  4 D d w dt x 2 v x  dm dx  4  D  d w dt x r x 2 v  r  dm  4r D  v   vr  dt dimana m = massa, t = waktu, dan D = koefesien difusi udara ρw densitas uap air pada jarak x (>r) dari droplet. Persamaan ini menyatakan bahwa perubahan massa butir adalah sebanding dengan jejari butir dan beda kerapatan uap air pada permukaan dan lingkungan jauh dari butir. Untuk keadaan lewat jenuh dimana ρv > ρw maka butir akan tumbuh. Lazimnya ukuran butir tidak dinyatakan dalam massa tetapi dalam jejarinya saja. Mengingat m= (4/3) πr3 ρL (ρL kerapatan air) maka persamaan tersebut dapat ditulis :

11

r

dr  [ D / ρL ] [ρv - ρw] dt

dengan menggunakan persamaan gas ideal dapat ditulis dimana:

v  r

es   e r  dan  vr  s RvT RvT

dr D  e s   e s r       dt  L  RvT RvT 

 dr  D  v r   w  dt 

 es    es r    es    

   

yang artinya bahwa semakin kecil r (radius) maka laju pertumbuhan awan akan semakin besar dan cepat sedangkan makin besar r maka laju pertumbuhan awan akan menjadi lambat. Fick juga menunjukan adanya pelepasan panas pada proses kondensasi droplet. Fick merumuskan bahwa:

L

dm dT  4 x 2 K dt dx

dimana K adalah konduktivitas termal udara, L panas laten, Dt/dx negatif. Bahang laten yang dilepas akibat adanya proses kondensasi H2O, dapat dihitung:

r

dr K Tr  T   dt L L

L bahang laten konduksi, K Konduktivitas termal dan Tr suhu permukaan butir. Untuk larutan dapat ditulis:

 2 M 8. 6 m   S  1    R Tr M s r 3  dr  r  dt  L  L  L M   RT    1  L    D M p   K T  R T

12

Ms adalah berat molekul bahan terlarut, Mp∞ adalah berat molekul pada tekanan jenuh pada suhu mutlak. Sebelum dan sesudah droplet mencapai ukuran kritis, ia tumbuh melalui proses difusi molekul air dari uap di atas permukaannya. Proses kondensasi dalam pembentukan awan dipengaruhi oleh proses difusi dan konduksi sehingga Mason (1971) menggabungkan kedua proses ini sebagai persamaan pertumbuhan droplet (growth droplet equation):

r

dr S  1  dt Fk  Fd 

S = rasio jenuh lingkungan Fk= berhubungan dengan konduksi panas ~ [L2 ρL / RvKT2]-[ L2 ρL/ KT] Fd= berhubungan dengan difusi uap air ~ ρL RvT / D es (T) D = Koefesien difusi uap air udara K = Konduktivitas termal udara Jika (S-1)/[Fk+Fd] adalah konstan maka :

rt  r02  2 c t Dari formulasi ini kita dapat mengestimasi ukuran pertumbuhan droplet seiring dengan bertambahnya waktu. Pertumbuhan secara kondensasi berlangsung hingga jarijari butir sekitar 20 µm (mason, 1971). Kesimpulannya adalah bahwa pada proses kondensasi uap air di permukaan droplet, semakin besar ukuran droplet maka laju pertumbuhannya akan semakin lambat. r (dr/dt)=C maka dr/dt= C/ r, dimana c adalah konstanta.

2.5 Pertumbuhan Awan melalui Penumbukan dan Penyatuan

Tumbukan antar butir air dalam proses pembentukan awan dapat terjadi karena adanya perbedaan respon butir terhadap gaya gravitasi, elektrik atau aerodinamik. Gaya gravitasi merupakan gaya yang paling dominan dan paling cepat dalam menimbulkan tumbukan antar butir. Tumbukan tidak selalu berakhir dengan penyatuan, namun setelah penyatuan butir juga dapat terpental dan terpisah. Proses tumbukan dan penyatuan bersifat stokastik.

13

Rasio antara jumlah tumbukan dan jumlah penggabungan disebut efisiensi tumbukan atau merupakan rasio antara penampang tumbukan efektif  y 2

dengan

2

penampang tumbukan geometrik  R  r 

 y2 2  R  r  y2 ( R  r)

Efisiensi tumbukan (E) : :

Dimana X adalah jarak butir besar dan butir kecil, R kolektor dan r droplet. Tidak semua tumbukan menghasilkan penyatuan maka dikenal efisiensi penyatuan (E’) yaitu rasio banyaknya penyatuan dari tumbukan yang terjadi. Hasil perkalian antara E dan E’ adalah Efisiensi pengumpulan (Ē) yang menetukan pertumbuhan butir. Anggaplah butir kolektor berjari-jari R dimana kecepatan terminal jatuhnya adalah VR ketika di udara. Drop ini jatuh menumbuk droplet yang menyebar secara seragam dengan ukuran jari-jari r dan kecepatan Vr dan laju penangkapan kolektor adalah sama maka laju perubahan kolektor akibat tumbukan adalah:  dm  R 2 V R  Vr  E M dt

Dengan mensubtitusikan m= (4/3)πR3ρL dimana ρL adalah kerapatan air maka persamaan tersebut dapat kita rumuskan (Wallace and Hobbs, 1977): 

dR VR  Vr  EM  dt 4 L Kita juga dapat merumuskan persamaan ini ke dalam bentuk perubahan ukuran butir terhadap ketinggian. Jika terdapat kecepatan pengangkatan ke atas massa udara (updraft, w) maka kecepatan akan berkurang dimana kecepatan kolektor akan menjadi V R dan droplet akan menjadi VR maka perubahan ketinggian kolektor terhadap waktu adalah:

dz  w  VR dt 

dR dR dt VR  Vr  EM 1   w  VR  dz dt dz 4 L maka dengan mengasumsikan butir yang ditumbuk sangat kecil dimana Vr=o dan (R+r)≈R maka VR>>Vr dan Ē= E sehingga kita peroleh bahwa

14

_

dR VR E M  dz 4 L ( w  VR ) Bila updraft diabaikan(w) maka persamaan akan berubah menjadi _

dR EM  dz 4  L Jika jari-jari butir kolektor pada ketinggian z dia atas pnucak awan adalah RH dan Ro pada dasar awan maka

RH

H

 M dz  4  L

0

4 L H M

R0

w  VR dR VR E

RH  RH R dR       R0 VR E R0 E 

Dari persamaan ini ketika butir air masih cukup kecil w>VR maka integral pertama yang lebih mendominasi dari yang kedua artinya z dan RH akan meningkat sehingga butir tumbuh melalui tumbukan dan akan bergerak ke atas. Akhirnya karena butir terus bertumbuh VR menjadi lebih besar dari w dan nilai integral kedua menjadi lebih besar dari nilai integral pertama. Z akan menurun dengan RH yang meningkat. Sehingga butir akan jatuh dan ini akan berakhir melewati dasar awan dan tiba dipermukaan bumi sebagai butir hujan. Beberapa butir berukuran besar (>1mm) akan pecah dan jatuh Dari perumusan diatas maka terlihat bahwa kecepatan jatuh terminal memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan awan, kecepatan terminal merupakan kecepatan butir relatif terhadap kecepatan udara dimana tercapainya kesetimbangan gaya gesekan dan gaya gravitasi. Kecepatan ini sangat bergantung pada ukuran butir . Butiran yang pecah ini mungkin saja pecah kembali, tumbuh atau juga dapat jatuh sebagai butir hujan kembali. Oleh karena itu nilai kecepatan terminal dapat ditentukan dengan perumusan sebagai berikut: 

Untuk butir ukuran ≤ 40µm, u (kecepatan terminal) mengikuti hukum Stokes dimana: u= K1x r2 [K1 =1.19x106 cm-1s-1)



Untuk butir ukuran 40µm < r < 0.6 mm u= K2x r



[ K2=8.103

s-1

]

Untuk butir ukran 0.6 mm< r < 2 mm

15

u= K3 r ½ [K3= 2.01x103 cm ½ s-1] Jadi dapat disimpulkan bahwa pada proses pertumbuhan melalui tumbukan dan penyatuan , laju pertumbuhan awan akan semakin tinggi jika r semakin besar begitu juga sebaliknya.

16

III.

Kesimpulan

Proses pembentukan awan merupakan suatu rangakaian proses yang rumit dan melibatkan proses dinamik dan proses mikrofisik. Proses dinamik berhubungan dengan pergerakan parsel udara yang membentuk suatu kondisi tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses mikrofisik adalah proses pembentukan butiran awan melalui kondensasi uap dan tumbuh oleh interaksi antar individu. Proses pembentukan awan melibatkan sejumlah persamaan yang menjelaskan secara rinci apa dan bagaimana proses pembentukan dan pertumbuhan awan terjadi. Selain ketersediaan uap air, inti kondensasi juga memiliki peranan penting dalam proses pertumbuhan awan terutama inti yang bersifat higroskopis. Selain inti kondensasi faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan awan adalah tekanan uap butir. Tekanan ini dipengaruhi oleh efek kelengkungan (curvature effect) dan bahan terlarut (solute effect). Jika radius suatu butir semakin besar maka efek kelengkungan yang bekerja juga akan semakin tinggi akibatnya laju pertumbuhan awan akan terhambat begitu pula sebaliknya. Konsep ini dijelaskan oleh persamaan Kelvin. Sedangkan pengaruh bahan terlarut akan sangat membantu proses pertumbuhan awan karena adanya bahan terlarut didalam butir akan mengurangi tekanan udara jenuh di sekitar permukaan butir sehingga uap air akan bergerak ke butir sesuai dengan persamaan Roult. Pertumbuhan awan dibedakan menjadi pertumbuhan melalui kondensasi dan pertumbuhan melalui tumbukan dan penyatuan. Pertumbuhan melalui proses kondensasi melibatkan proses pertumbuhan melalui difusi seperti yang dijelaskan dalam hukum Fick bahwa jika r (radius) makin kecil maka pertumbuhan awan akan lambat begitu juga sebaliknya. Pada model pertumbuhan melalui tumbukan dan penyatuan , laju pertumbuhan awan akan semakin tinggi jika r besar dan lambat jika r kecil. Semuanya dapat di buktikan secara numerik. Proses pertumbuhan awan merupakan suatu proses mikrofisik yang luar biasa. Semuanya berjalan teratur dan membentuk siklus yang tidak pernah putus dan berhenti. Proses-proses pertumbuhan awan ini tidak pernah terlepas dari proses fisika, kimia dan biologis yang mempengaruhinya dan terus relevan dalam menjaga sistem keseimbangan alam.

17

Daftar Pustaka

Ahrens. 2007. Meteorology Today; An Introduction to Weather, Climate, and the Environment. Thomson Brooks/Cole : USA Knollenberg, R.G. 1981. Techniques for Probing Cloud Microstructure.pp: 15-91.In :Hobss,P.V &A . Deepak (eds). Clouds: Their Formation Optical Properties and Effect. Acad Press, Inc. New York. Rogers, R.R. 1983. A short Course in Cloud Physic. 2nd ed. Pergamon Press. Oxford. Twomey, S. 1977. Atmospheric Aerosol. Elsevier Scientific Publishing Company : Amsterdam. Wallace, John. M and Peter V. Hobbs. 1977. Atmospheric Science: An Introductory Survey. Academic Press, Inc : New York. WMO.1981. Compendium of Meteorology. Volume 1 part 2-Physical Meteorology WMO-No. 364. Geneva.

18