MODEL PENGGILINGAN PADI TERPADU UNTUK MENINGKATKAN

Download pengolahan lanjutan produk pangan dan industri 1. Jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 108.512 unit yang terdiri dari 5.133 pengg...

0 downloads 427 Views 2MB Size
MODEL PENGGILINGAN PADI TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH Ridwan Rachmat Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jalan Tentara Pelajar 12, Cimanggu-Bogor 16114 email : [email protected]

ABSTRAK Penggilingan padi merupakan titik sentral dari agroindustri padi. Penggilingan padi yang berkembang saat ini belum dirancang dengan pendekatan sistem agribisnis yang terpadu. Lebih dari itu, peralatan penggilingan sudah berumur lebih dari 15 tahun menyebabkan mutu dan rendemen beras yang diperoleh juga rendah. Peningkatan mutu dan rendemen beras dapat dilakukan dengan meningkatkan penggunaan kapasitas terpasang, mengurangi biaya, meningkatkan nilai tambah produk, dan memantapkan kelembagaan. Sehubungan dengan hal ini, perlu strategi usaha penggilingan padi secara terpadu yaitu beras menjadi bentuk keuntungan dan pendapatan dari hasil samping serta limbah dapat menutup biaya operasional proses produksi. Penerapan sistem manajemen mutu diperlukan untuk menjaga konsistensi produksi, kualitas dan efisiensi proses penggilingan beras. Untuk membangun sistem penggilingan padi terpadu diperlukan fasilitas yang memadai untuk memproduksi beras berkualitas dan mengolah hasil samping menjadi produk bernilai komersial. Fasilitas untuk penggilingan padi terpadu dapat dikelompokkan sesuai skala usaha untuk memproduksi beras premium, hasil samping berupa tepung beras, produk bihun, pakan ternak, dan briket arang sekam. Penanganan dan pengolahan padi dengan limbahnya secara terpadu dan komersial berpotensi meningkatkan nilai tambah berkisar Rp 6,4 juta hingga Rp16,6 juta per hektarnya. Kata kunci : Padi, beras, model penggilingan padi terpadu, nilai tambah ABSTRACT. 2012. Ridwan Rachmat. Model of Integrated Rice Milling Industry. Rice milling is the central point of the rice agro-industry. Currently, rice milling has been performed by simple and old-age equipments, so that the yield is relatively low. To improve the yield and quality, concerted efforts are needed through the improvement of the utilization of existing capacity, reducing costs, increasing value-added products that make a positive impact on the benefit of the business and rice farmers, as well as in the framework that strengthening of business institution. To realize the improvement of this rice milling industry, necessary business strategy is needed, an integrated rice milling industry should produce milled rice as the form of profits, while the revenue from processing and marketing share of by product is capable of covering the costs of processing. Implementation of quality and management system in rice mills is needed to maintain production consistency especially in quality as well as cost and process efficiency. To establish an integrated rice milling system, it is necessary to improve facilities to produce high quality rice and process by-product into valuable commercial products. Complete facilities for integrated rice milling industry may be grouped according to the scale of business to produce premium quality rice, rice flour, vermicelli, animal feed and charcoal briquettes. Key words : paddy, milled rice, integrated rice milling model, value added

PENDAHULUAN Penggilingan padi merupakan industri padi tertua dan tergolong terbesar di Indonesia, yang mampu menyerap lebih dari 10 juta tenaga kerja, menangani lebih dari 40 juta ton gabah menjadi beras giling per tahun. Penggilingan padi merupakan titik sentral agroindustri padi, karena dari sinilah diperoleh produk utama berupa beras dan bahan baku untuk pengolahan lanjutan produk pangan dan industri 1.

Jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 108.512 unit yang terdiri dari 5.133 penggilingan padi besar (PPB), 39.425 pengilingan padi kecil (PPK), 35.093 rice milling unit (RMU), 1.630 unit penggilingan padi engelberg, 14.153 unit mesin huller dan 13.178 unit mesin penyosoh beras. Jumlah ini sekaligus menggambarkan potensi usaha penggilingan padi yang cukup besar. Penggilingan padi yang ada tersebut, telah mengolah puluhan juta ton padi hasil produksi petani setiap tahunnya

dari lahan padi sawah dan ladang seluas kurang lebih 11,5 juta hektar 2. Diperkirakan kapasitas kumulatifnya mencapai 109,5 juta ton gabah kering giling pertahun 3. Menurut BPS 4, produksi gabah mencapai 60,3 juta ton, yang setara dengan 39,2 juta ton beras bila faktor konversinya 65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa banyak penggilingan padi yang bekerja di bawah kapasitas terpasangnya.

metode pengukurannya setiap lima tahun sekali. Besarnya tingkat susut hasil pada saat panen dan pascapanen gabah/beras pada tahun 1996 sekitar 20,51 persen, sementara pada tahun 2008 menurun menjadi 10,82 persen. Jika kehilangan itu dikonversi ke rupiah per tahun, maka nilainya mencapai Rp. 5 triliun 5. Penurunan tingkat susut pada penggilingan padi dari 16 kabupaten di Jawa Barat dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini, tidak terlalu besar yaitu 1,93 persen pada tahun 2005 menjadi 1,69 persen pada tahun 2009 6. Permasalahan yang menonjol saat ini adalah masih rendahnya dan beragamnya rendemen dan mutu beras giling, serta manajemen serta kelembagaan petani hingga tingkat penggilingan masih belum tertata dengan baik.

Penggilingan padi yang berkembang pada saat ini belum dirancang dan dioperasikan dengan pendekatan sistem terpadu. Teknologi penggilingan yang digunakan pada umumnya masih sederhana dengan konfigurasi mesin terdiri dari husker dan polisher saja dan sudah berumur tua, serta belum mempunyai jaringan pemasaran yang luas. Faktor ini turut mendorong penggilingan padi bekerja di bawah kapasitas terpasangnya. Peningkatan nilai tambah gabah basah menjadi beras giling berkisar Rp. 3400 – 4200/kg, dimana nilai marjin ini masih dibebani dengan biaya perontokan, pengeringan, pembersihan, sortasi, penyosohan, grading dan pengemasan. Nilai tambah ini lebih banyak dinikmati oleh sektor perdagangan hilir dibandingkan petani dan usaha jasa penggilingan padi sendiri, mengingat rangkaian proses yang harus dibiayai.

Uraian di atas memberi gambaran bahwa perlu dilakukan upaya perbaikan kinerja penggilingan padi yang dapat meningkatkan penggunaan kapasitas terpasang, mengurangi biaya penggilingan, meningkatkan nilai tambah penggilingan yang memberi dampak positif pada usaha jasa penggilingan padi dan petani padi, serta memantapkan kelembagaan produksi bersama dengan pemasarannya. Tulisan ini membahas rancangan model penggilingan padi terpadu (integrated rice milling) untuk peningkatan nilai tambah.

Pembangunan usahatani padi yang telah mendapat prioritas pemerintah, masih terbatas pada pemenuhan pangan, belum secara optimal melakukan upaya pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah dan pendapatan. Di sisi lain kehilangan hasil panen padi masih terjadi, walaupun telah mengalami penurunan. Kementerian Pertanian mentargetkan penurunan susut hasil padi sebesar 1-1,5 persen per tahun dan melakukan peninjauan

STRATEGI PENINGKATAN NILAI TAMBAH Strategi yang dapat ditempuh untuk peningkatan nilai tambah industri beras adalah: perbaikan mutu produk, pemanfaatan hasil samping dan limbah, dan penerapan sistem manajemen mutu. Uraian

Tabel 1. Standar Mutu Beras Berdasarkan SNI 6128-2008. Table 1. Rice quality standard based on SNI 6128-2008 Komponen Mutu / Component of Quality

Satuan/ Unit

Mutu/ Quality I

II

III

IV

V

Derajat sosoh, milling degree (min)

(%)

100

100

95

95

95

Kadar air, moisture content (maks)

(%)

14

14

14

14

15

Butir kepala, head kernel (min)

(%)

95

89

78

73

60

Butir patah, broken kernel (maks)

(%)

5

10

20

25

35

Butir menir, minute (maks)

(%)

0

1

2

2

5

Butir merah red kernel (maks)

(%)

0

1

2

3

3

Butir kuning, yellow kernel (maks)

(%)

0

1

2

3

5

Butir mengapur, chalky kernel (maks)

(%)

0

0

2

3

5

Benda asing, strange material (maks)

(%)

0

0,02

0,02

0,05

0,2

Butir gabah, rough rice (maks) Btr/100 g 0 0 1 2 Sumber: Ditjen P2HP, 2009; Source: Directorate General of Agric.Prod. Processing and Marketing, 2009

100

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

3

berikut menjelaskan secara rinci aspek penting dan strategi yang dapat dilakukan. Perbaikan Mutu Beras Standar mutu yang telah menjadi acuan saat ini adalah beras giling harus bebas dari hama (pest) dan bibit penyakit yang membahayakan, bahan kimia, dedak, dan bau yang tidak normal. Di dalam standar nasional (SNI 6128-2008), mutu beras dibagi atas lima tingkat (Tabel 1). Saat ini, usaha jasa penggilingan padi didominasi oleh penggilingan padi skala kecil yang pada umumnya tidak memiliki peralatan yang lengkap. Sebagian besar penggilingan padi kecil hanya melakukan penyosohan satu pass sehingga sukar untuk dapat memenuhi persyaratan derajat sosoh dan beras patah (SNI 6128-2008). Peralatan penggilingan padi yang digunakan juga telah tua, 32 persen di antaranya berumur lebih dari 15 tahun, sehingga rendemen beras giling yang diperoleh juga rendah dibandingkan dengan kinerja maksimum yang dapat dicapai 1,2,7. Untuk meningkatkan mutu dan rendemen beras giling diperlukan perbaikan konfigurasi peralatan atau modernisasi penggilingan padi yang ada.

Tabel 2. Rata-rata Rendemen Giling Berdasarkan Skala Usaha Table 2. Average Milling Recovery Based on Bussines Level Skala Penggilingan Padi/ Rice milling scale

Jumlah Sampel/ Amount of samples

Rendemen, Recovery (%)

Penggilingan Padi Besar/ Big rice milling

24

61,48

Penggilingan Padi Menengah/ Medium rice milling

17

59,69

Penggilingan Padi Kecil/ Small rice milling Sumber : Tjahjohutomo 7 Source : Tjahjohutomo, 7

46

55,71

Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Pada umumnya, petani dan pengusaha kecil hanya mengutamakan hasil beras giling sebagai produk utama penggilingan padi, sedangkan hasil samping (dedak dan menir) serta limbah (sekam) kurang diperhatikan. Untuk meningkatkan nilai

Gambar 1. Aliran Proses dan Produk Pada Penggilingan Padi Terpadu Figure 1. Flow of Process and Product in Integrated Rice Milling

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

101

tambah bagi usaha jasa penggilingan dan petani padi, maka diperlukan suatu pendekatan sistem penggilingan padi terpadu yang menerapkan teknologi dan rekayasa proses pengolahan beras serta hasil samping yang bernilai komersial. Sentuhan teknologi pengolahan hasil samping (by product) dan limbah (waste) menjadi produk bernilai komersial, akan memberi dampak peningkatan nilai tambah. Strategi yang dikembangkan dalam usaha penggilingan padi terpadu yaitu hasil beras menjadi bentuk keuntungan dan pendapatan dari hasil samping serta limbah yang terolah minimal menjadi penutup biaya operasional proses produksi. Usaha dalam penggilingan padi terpadu (Gambar 1) dilakukan dalam dua kegiatan, yaitu usaha penggilingan padi dan usaha pengolahan hasil samping (by product) serta limbah (waste). Secara umum kegiatan tersebut memerlukan teknologi yang meliputi penggilingan padi menjadi beras, hasil samping dan limbah. Penerapan Sistem Penggilingan Padi

Manajemen

Mutu

Pada

Penerapan sistem manajemen mutu pada penggilingan padi diharapkan dapat menjamin mutu produk melalui penataan produksi beras secara konsisten, pengendalian mutu beras dan perbaikan efisiensi proses. Adanya jaminan mutu akan memberikan kepuasan kepada pelanggan/ kosumen, sehingga pelanggan akan menghargai produk yang dihasilkan produsen. Produsen beras pada umumnya belum menerapkan Sistem Manajemen Mutu, namun beberapa komponen persyaratan manajemen dan teknis telah dilaksanakan. Oleh karena itu perlu diperbaiki dan dilengkapi melalui pembinaan lebih lanjut. Petani padi perlu dibina sejak pertanaman, panen, penanganan pascapanen, pengolahan/ penggilingan-sampai pemasaran. Aspek manajemen meliputi penyamaan persepsi tentang sistem manajemen mutu, penyusunan Panduan Mutu dan petunjuk teknis/SOP GAP (Good Agriculturing Practices) dan GMP (Good Manufacturing Practices). Aspek teknis meliputi pembinaan lapang dan identifikasi GAP, serta optimalisasi teknologi penggilingan padi (identifikasi penggilingan, pemasangan peralatan giling, penataan ruangan dan uji coba penggilingan), uji preferensi konsumen serta pemasaran dan analisis mutu gabah dan beras.

102

Penggilingan yang melaksanakan Sistem Manajemen Mutu (SMM) adalah penggilingan yang menerapkan prinsip-prinsip GMP. Dalam hal ini bahan baku gabah berasal dari petani yang melaksanakan GAP. Proses penggilingan menggunakan ayakan beras pecah kulit agar tidak mengandung butir gabah dan dioperasikannya alat penyosoh Ichi N 120 – N70. Dengan menerapkan SOP GMP, maka dapat dihasilkan beras berkualitas yang memenuhi persyaratan SNI dan jika terdapat masalah teknis dapat ditelusuri.

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PADI TERPADU Untuk mendapatkan gambaran mengenai aplikasi teknologi penggilingan padi terpadu, maka berikut ini adalah pembahasan tentang komponennya, yaitu: teknologi pengolahan beras, teknologi penepungan beras dan teknologi pemanfaatan sekam dan dedak (bekatul). Teknologi Pengolahan Beras Pengembangan teknologi pengolahan padi terpadu dimulai dengan memberdayakan teknologi yang sudah ada, yaitu teknologi pengolahan gabah kering giling menjadi beras sosoh melalui proses giling dua pass dan perlakuan pemolesan yang dikombinasi dengan teknik pengabutan (mist spraying). Rangkaian proses penggilingan terdiri dari (i) dua unit mesin pemecah kulit (husker), (ii) dua mesin penyosoh (polisher) masing-masing tipe friksi dan aberasif model N-120, (iii) satu unit pemoles (refiner). Proses penggilingan dua pass ditujukan untuk mendapatkan mutu beras giling yang memenuhi SNI, sedangkan teknologi pengabutan ditujukan untuk mendapatkan nilai tambah beras giling menjadi beras poles, seperti jenis beras kristal, yang tidak perlu pencucian saat akan ditanak. Melalui teknologi pengolahan beras dan teknik pengabutan akan dihasilkan minimal dua jenis beras, yaitu beras slip dan beras kristal. Beras Slip Pembuatan beras slip dilakukan dengan proses pemecah kulit gabah kering giling kadar air 14 persen (GKG). Pemecah kulit dilakukan dalam dua kali proses untuk mendapatkan beras pecah kulit yang utuh. Gabah yang tidak terkupas dipisahkan dengan alat pemisah (paddy separator) agar diperoleh beras pecah kulit murni. Selanjutnya beras

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

pecah kulit ini di sosoh menggunakan penyosoh aberasif dan friksi, hingga menghasilkan beras slip. Beras slip hasil dari mesin penyosoh aberasif merupakan campuran antara beras kepala, beras pecah, dan menir. Mutu beras ini dapat ditingkatkan dengan cara memilahkan beras pecah dan menir dari beras kepala dengan menggunakan indented sieve drum grader atau Trieur.

Beras kristal adalah olahan lanjut dari beras yang dipoles dengan teknologi sehingga memperoleh nilai tambah lebih dari beras slip, yang mempunyai penampakan bersih dan cemerlang, dikenal juga dengan istilah beras mutiara. Beras hasil penggilingan konvensional pada umumnya mempunyai penampakan kusam dan berdebu karena pada permukaan endosperm masih terdapat sisa-sisa aleuron. Dengan menggunakan mesin pemoles khusus yang dilengkapi dengan mesin pengabut (mist sprayer, supaya sisa aleuron tersebut dapat dihilangkan. Pembuatan beras kristal dapat meningkatkan nilai tambah beras giling sekitar Rp. 200 - 400,-/kg 8. pengolahan

Teknologi Pemanfaatan Sekam Sekam Segar

Beras Kristal

Teknologi product)

tipe alat penepung. Untuk beras dengan tekstur semakin pera, maka tepung yang dihasilkan akan semakin halus dan semakin putih. Demikian juga penggunaan hammer mill akan dihasilkan tepung yang lebih putih dibanding menggunakan tipe disk mill 10.

hasil

samping

(by-

Teknologi Pengolahan Tepung Beras Beras patah adalah beras yang berukuran kurang dari 0,5 sampai 0,75 dari panjang rata-rata beras utuh dan mencapai 18-25 persen dari total beras giling 9. Beras patah, khsususnya beras patah kecil dapat digolongkan menjadi hasil samping penggilingan padi. Pembuatan tepung beras dapat dilakukan melalui proses kering dengan menggunakan alat penepung tipe hammer mill disertai perendaman sebelum digiling selama 15 menit dan penjemuran. Rendemen pengolahan tepung beras berkisar antara 90-95 persen 10. Pemanfaatan hasil samping beras patah dan menir akan memberikan nilai tambah dibanding menggunakan bahan dari beras giling utuh. Dengan harga beras patah/menir sebesar Rp.1.100,-/kg dan harga tepung beras di pasaran Rp. 4.000,-/ kg akan memberi keuntungan sebesar Rp.2.047,-/ kg (B/C rasio 2,04). Pembuatan tepung dengan menggunakan bahan baku beras giling utuh akan menghasilkan tepung yang lebih halus dibanding dengan menggunakan beras patah atau menir, namun biayanya lebih besar. Derajat putih tepung beras ditentukan oleh varietas atau jenis beras dan

Sekam dalam keadaan segar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga dan pengolahan hasil pertanian. Pemanfaatan untuk keperluan rumah tangga dapat dilakukan dengan menggunakan kompor sekam skala rumah tangga, sedangkan untuk pengolahan hasil pertanian dapat digunakan pada tungku mesin pengering dengan bahan bakar sekam (BBS) tipe flat bed. Agar supaya pengering BBS ini dapat mencapai suhu pengeringan maksimum 60°C, diperlukan empat buah tungku dengan kemampuan mengeringkan gabah 5 ton sekitar 7-8 jam. Untuk dapat menggunakan sekam dengan mudah, memang diperlukan kompor sederhana tanpa sumbu, yang kemudian diberi nama KOMSEKAR (Gambar 3). Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa sekam dengan kompor sederhana tersebut dapat digunakan untuk memanaskan air, memasak, menggoreng, dan menanak nasi dengan nyala api biru sedikit kemerahan dan sedikit berasap. Asap memang sulit dihindari sama sekali. Saat ini, perbaikan model pada KOMSEKAR telah dilakukan. Evaluasi dilakukan secara sederhana untuk mendidihkan 6 liter air dan dibandingkan dengan kompor minyak tanah dan kompor gas elpiji (Tabel 3). Hasilnya menunjukkan bahwa kompor sekam cukup prospektif sebagai pengganti kompor minyak tanah untuk digunakan pada skala rumah tangga petani/ perdesaan atau warung makan, karena sekam tersedia melimpah dan penggunaannya mudah, serta hanya memerlukan kompor sederhana yang murah harganya. Kompor sekam telah didemontrasikan kepada para petani, penyuluh dan Pemda di beberapa daerah seperti Desa Tempuran dan Telagasari Kabupaten Karawang, dan Kecamatan Pakenjeng di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan mendapat perhatian dengan keinginan untuk dapat mengadopsinya. Untuk itu dilakukan uji coba pendahuluan dengan lima buah kompor oleh kelompok tani di Karawang.

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

103

Tabel:3. Perbandingan biaya bahan bakar untuk mendidihkan 6 Liter air *) Table 3. Comparison of fuel costs for boiling six liters of water using three tipes of stoves Kompor / Stove

Waktu/ time (minutes)

Konsumsi bahan bakar/ fuel consumption

Biaya/ cost (Rp.)

1. Gas (Liquid Petroleum Gas)

11

0,1 kg

650

2. M. Tanah/ Kerosene

25

140 ml

1120

3. Sekam/ Rice husk 35 1 kg Sumber: Rachmat, 11/ Source: Rachmat, 11 *) Gas: Rp. 6500/kg; M. tanah: Rp. 8000/liter; Sekam: Rp. 3000,-/20 kg (harga tahun 2011) *) LPG Rp. 6500/kg; Cerosene: Rp. 8000/liter; Husk: Rp. 3000,-/20 kg (cost per 2011)

Desain dan prototipe kompor sekam (KOMSEKAR) mulai dikembangkan pada tahun 1990 12 dengan nama tungku sekam untuk rumah tangga. Kompor sekam tersebut pernah disosialisasikan kepada para petani didaerah pengrajin makanan tradisional (opak) di Karawang dan bahkan satu unit telah dikirimkan ke IRRI Los Banos, namun kurang mendapat respon karena pada saat itu harga minyak tanah masih sangat terjangkau. Pada kurun waktu berikutnya IRRI memperkenalkan kompor sekam yang mirip dengan kompor sekam tersebut, tetapi penggunaannya untuk pemanas pada pengering benih padi Low Cost Dryer. Peneliti Instalasi Pascapanen Karawang mengembangkan lebih lanjut desain kompor sekam tersebut. Arang Sekam Pembuatan arang sekam dilakukan dengan sistem cerobong kapasitas 15 kg/jam, yaitu dengan cara sekam segar kering diletakkan/dicurahkan di sekitar cerobong yang di dalamnya sudah diberi bara api. Api di dalam cerobong akan merambat membakar sekam di sekitarnya. Pembakaran terjadi tanpa menimbulkan api, sehingga akan terbentuk arang (Gambar 4) 13,14. Cara ini membutuhkan waktu yang singkat (2 jam) untuk menghasilkan arang. Hasil pembakaran sekam berupa arang sekam dengan kadar sekam yang tidak terbakar 5 persen dengan kadar abu hanya 1 persen dan rendemen tinggi (75,45 persen), dan arang sekam yang dihasilkan mutunya baik. Arang sekam selanjutnya dapat diproses menjadi briket dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Briket Arang Sekam

menghasilkan bara, apalagi nyala dalam waktu yang cukup lama untuk keperluan rumah tangga seperti mendidihkan air, memasak, dan sebagainya. Untuk membuat briket arang, dibutuhkan bahan perekat supaya briket tidak mudah hancur. Bahan perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan briket arang yaitu lumpur tanah dan tepung tapioka (aci). Pemakaian tapioka 6 persen menghasilkan briket dengan biaya yang murah. Kadar air briket arang sekam (6,44 persen), lebih rendah dibandingkan dengan kadar air arang sekamnya (7,35 persen). Jika dilihat dari lamanya atau ketahanan nyala bara api, briket dengan campuran tapioka 12 persen dapat bertahan lebih lama, sehingga dapat mendidihkan air lebih cepat. Makin besar persentase perekat pada pembuatan briket arang sekam akan menghasilkan briket dengan tekstur yang lebih kuat dan tahan pecah, tetapi biaya pembuatan lebih mahal. Dengan adonan 6 persen tapioka akan dihasilkan briket arang sekam yang cukup kompak dengan daya bakar yang baik seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Keuntungan atau kelebihan bahan bakar briket arang sekam (Tabel 5) antara lain cocok digunakan untuk rumah tangga dan warung, ramah lingkungan dengan biaya pembuatan arang Rp. 142/Kg dan harga pokok briket arang sekam Rp. 1.333/Kg. Jika sekam dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar rumah tangga dan warung di perdesaan dengan kompor sederhana dan dibuat briket arang sekam agar dapat digunakan oleh rumah tangga lain yang jauh dari sumber sekam, maka terdapat keuntungan berupa pemanfaatan limbah yang sekaligus mengurangi konsumsi minyak tanah/kayu dan mengatasi gangguan lingkungan akibat tidak dimanfaatkannya sekam.

Arang sekam sebagai bahan bakar harus dibuat briket, karena bila dipakai seperti halnya sekam segar yaitu dalam keadaan curah, sulit untuk 104

150

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

Gambar 3. Kompor sederhana KOMSEKAR Figure 3. Simple stove fueled with rice husk KOMSEKAR

Gambar: 5. Briket arang sekam Figure 5. Briquete of rice husk charcoal Gambar:4 . Cerobong untuk pembuatan arang sekam Figure 4. Chimney type of rice husk charcoal production Tabel 5. Hasil Analisis Ekonomi Pembuatan Briket Sekam Table 5. Results of economics analyses on briquete of rice husk charcoal production Komponen/ Component 1. Harga/ Price (Rp/kg) 2. Kapasitas/ Capacity (kg/hari, day)

Arang Sekam/ Rice husk charcoal

Briket/ briquete

5

147,86

70

150

3. Upah tenaga kerja/ Labor wage (Rp/proses/ process)

10.000

20.000

4. Biaya pembuatan/ production cost (Rp/kg)

142,86

1.333

Sumber: Rachmat, 1989/ Source: Rachmat, 1989

IMPLEMENTASI PENGGILINGAN PADI TERPADU Sarana dan Peralatan Penggilingan Padi Untuk membangun sistem penggilingan padi terpadu, maka diperlukan fasilitas untuk memproduksi beras berkualitas prima dan mengolah hasil samping menjadi produk bernilai komersial, sehingga dibutuhkan investasi yang meliputi bangunan, peralatan, tenaga penggerak, instalasi peralatan dan pengadaan pengelola/operator yang

terampil. Peralatan utama dalam penggilingan padi dapat dilihat pada Gambar 6. Teknologi proses penggilingan perlu meminimalkan tekanan dan friksi terhadap butir gabah yang digiling. Penggilingan padi pada kadar air sekitar 14 persen dapat memberikan keuntungan, baik terhadap mutu beras yang dihasilkan maupun nilai jualnya. Tata letak seperti terlihat pada Gambar 6 dapat diperbaiki dengan mengacu pada sistem penggilingan modern yaitu dengan mengurangi satu unit mesin pengupas

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

105

Gambar 6. Diagram Proses Penggilingan Padi Figure 6. Flow of Rice Milling Process kulit gabah dan menggantinya dengan pembersih gabah (paddy cleaner). Penataan mesin dengan cara tersebut dapat menurunkan gabah yang tidak terkupas menjadi sekitar 10 persen. Penggunaan satu unit mesin pengupas kulit gabah dapat menurunkan biaya untuk penggantian rol karet (rubber roll) dan menghasilkan beras dengan mutu fisik yang lebih baik2. Model Penggilingan Padi Terpadu Model penggilingan padi terpadu dapat dikelompokkan menjadi 5 model, tergantung dari skala produksi beras di tingkat penggilingan. Ilustrasi kelima model tersebut disajikan pada Tabel 7. Model I: menghasilkan beras pecah kulit dan hasil limbahnya berupa sekam. Model ini banyak dikembangkan di Jepang, dimana penggilingan padi sengaja memproduksi beras pecah kulit. Agar tidak cepat rusak, maka beras pecah kulit dilapisi lilin dan dikemas secara vakum pada kemasan 5 kg untuk skala rumah tangga. Proses penyosohan dilakukan di rumah tangga dengan alat Mini Polisher. Model II: menghasilkan beras giling dan banyak dikembangkan pada penggilingan padi kecil (PPK) dan penggilingan padi menengah (PPM). Hasil samping dan limbah berupa sekam dan dedak. Model III: menghasilkan produk utama beras kepala, hasil samping berupa beras patah, menir dan dedak, serta limbah sekam. Model ini sering diterapkan pada penggilingan padi skala besar (PPB). 106

Model IV: menghasilkan produk utama beras kristal, hasil samping berupa beras patah, menir dan dedak, serta limbah sekam. Model ini dapat diterapkan pada penggilingan padi skala menengah (PPM) dan skala besar (PPB). Pada skala menengah menggunakan alat pengkabut sederhana (sistem gravitasi), sedang pada skala besar menggunakan alat pengkabut dilengkapi kompresor (sistem udara tekan). Model ini banyak diterapkan di Thailand dan Malaysia menjadi sistem kluster pada penggilingan padi sistem kluster terdapat kerjasama antara penggilingan padi kecil dan menengah sebagai kluster menghasilkan beras giling dan dibeli oleh inti untuk diproses ulang menjadi beras berkualitas lebih tinggi. Model V: merupakan model penggilingan padi terpadu yang memanfaatkan hasil samping untuk meningkatkan nilai tambah dan menerapkan sistem manajemen mutu. Model ini hanya diterapkan pada penggilingan skala besar dan untuk ekspor. Pengembangan Penggilingan Padi Terpadu Penggilingan padi terpadu adalah sistem penggilingan padi yang mempunyai rangkaian proses pemecah kulit, pemisah gabah, pemutih beras, pengolahan butir patah, pengolahan dedak dan limbah sekam secara terintegrasi dalam satu kesatuan. Sistem ini dikembangkan untuk meningkatkan daya saing penggilingan padi melalui peningkatan pendapatan dari nilai tambah pengolahan hasil sampingnya. Ilustrasi keterpaduan dapat dilihat pada Gambar 7.

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

Tabel 7. Model Penggilingan Padi Terpadu Table 7. Integrated Rice Milling Models Tolok Ukur/ benchmark

Tahapan Proses Penggilingan Padi/ Steps of Rice milling process Pemecah kulit, Husking

Pengayakan beras PK, Dehusked rice screen

Penyosohan, polishing

Pengayakan beras, milled rice screening

Pengkabutan, mist spraying

Penanganan hasil samping dan limbah, waste andby product handling

Produk, product

Beras PK/ Gabah, rough rice

Beras PK, dehusked rice

Beras giling, milled rice

Beras kepala, head rice

Beras kristal, crystal rice

Beras premium, premium rice

Hasil samping, by product

Sekam, husk

Dedak, bran

Beras Patah, broken rice Menir, brewery

Model I Model II

Prosesor 1

Prosesor 2

Prosesor

Model III

Prosesor

Model IV

Prosesor 1

Model V

-Tepung beras, rice flour -Briket arang sekam, briquette of husk charcoal -Dedak awet, preserved bran - Pakan, cattle feed

Prosesor2 Prosesor

Gambar 7. Ilustrasi Neraca Bahan Penggilingan Padi Terpadu dengan 10 Ton Padi GKG/hari 15 Figure 7. Illustration of material balance in integrated rice milling with 10 ton dried rough rice

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

107

Analisis produksi dari 10 ton penggilingan GKG (Gambar 7) diperoleh hasil utama 6.442 kg beras utuh atau 6.184 kg beras kristal; 96 kg beras pecah/menir menjadi 92 kg tepung beras atau 76 kg legendar dan 1.048 kg dedak menjadi 971 kg dedak awet; 2.386 kg sekam menjadi 1.632 kg arang sekam 15. Produk utama dan samping ini membuka peluang usaha baru berbasis pengolahan beras. Dari hasil yang telah diperoleh ini, masih perlu dikembangkan lebih lanjut penyempurnaan teknologi dedak awet dan peningkatkan nilai kalor arang sekam. Pada tahun 2003, investasi yang diperlukan untuk membangun model penggilingan padi terpadu seperti dalam Gambar 7 adalah sekitar Rp. 250 juta dengan bangunan semi permanen di atas tanah ukuran 200 m2, peralatan produksi, tenaga penggerak dan instalasi peralatan serta sistem transmisi. Peralatan utama yang diperlukan mulai dari unit proses pembuatan beras sampai pada pengolahan hasil samping dapat dilihat pada Tabel 8.

Penyimpanan Hermetik Penyimpanan secara hermetik adalah penyimpanan bahan dalam ruang/wadah/kemasan dengan kondisi kedap udara. Kondisi kedap udara artinya kondisi udara selama penyimpanan berlangsung tidak mengalami pertukaran baik dari dan ke dalam ruang/wadah/kemasan tempat penyimpanan bahan. Pada kondisi tersebut, baik bahan dan hama/mikroorganisme yang terdapat dalam ruang/ wadah/kemasan hanya dapat melakukan respirasi dengan udara (oksigen) yang terdapat di dalam ruangan penyimpanan saja. Gangguan hama dan perubahan cuaca berpotensi mempercepat kerusakan gabah, baik kuantitas maupun kualitas. Untuk mengatasinya maka gabah kering simpan (GKS) dengan kadar air berkisar 12- 14% basis basah harus disimpan dengan cara yang baik dan aman. Prinsip kerja sistem penyimpanan hermetik adalah mengendalikan respirasi aerobik bahan, respirasi serangga/ jamur hanya berlangsung dengan oksigen yang terdapat dalam ruang penyimpanan. Akibatnya,

Gambar 8. Penyimpanan alat penyimpan hermetik model volcano cube Figure 8. Hermetic storage model of volcano cube

(a)

(b)

Gambar 9. Penyimpanan Hermetik dengan karung plastik polietilen (a) dan tong plastik (b) Figure 8. Hermetic storage in polyethylene sacks and plastics jars 108

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

Tabel 8. Spesifikasi Peralatan Pada Penggilingan Padi Terpadu Skala 10 ton GKG/hari Table 8. Specification of equipments for integrated rice milling at scale of 10 ton dried rough rice Unit Proses, Equipments

Mesin, Machine

Jumlah unit, Amount

Spesifikasi, Specification

Pengolahan beras, Rice processing Pengupasan gabah / Paddy husking

Pemecah sekam, husker

2

Kapasitas capacity : 1500 kg/jam, kg/hr Tipe : Rubber roll

Pemisahan gabah, paddy sparating

Pemisah padi / paddy sparator

1

Kapasitas, capacity : 1000-1200 kg/jam, kg/ hr Tipe / Type : Idented sieve separator

Penyosohan I, polishing

Pemutih I, whitener

1

Kapasitas capacity : 1200 kg/jam, kg/hr Tipe / Type : Friksi (N-120)/ Friction

Penyosohan II, polishing

Pemutih II, whitener

1

Kapasitas capacity : 700 kg/jam, kg/hr Tipe, type : Abrasif (N-70)/ Abrassive

Pemolesan beras, rice refining

Pemoles, refiner

1

Kapasitas capacity : 750-1000 kg/jam, kg/hr Tipe : friksi dengan sistem pengkabut air tek. Tinggi type: friction with high pressure water mist

1

Kapasitas/Capacity :125 kg/jam, Tipe / Type : hammer mill

Pengolahan Hasil Samping, by product processing kg/hr Pembuatan tepung, flour Penepung,flour milling production Pembuatan dedak awet, preserved bran production

Mesin penyanggrai/ fryer

8

Kapasitas: 10 kg/jam, kg/hr Tipe : Pemanas kompor sekam Type: husk stove heater

Pembuatan arang / Sekam, husk charcoal production

Alat pembakar sekam (cerobong)/ husk burner, chimney type

20

Kapasitas : 17 kg/jam, kg/hr Tipe/Type : cerobong, chimney

Alat pengering Bahan bakar sekam/ husk type dryer

1

Kapasitas :10 ton GKP , wet rice Tipe : konveksi paksa pemanasan tidak langsung/ forced convection with indirect heater

Sumber: Sudaryono, 15 Source: Sudaryono, 15 Tabel 9. Harga komponen produk padi per hektra (6 ton) Table 9. Price list of rice products variety per hectare (six tons)

No

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Produk Gabah Jerami Dedak Sekam Beras Beras diolah Dedak diolah Jerami diolah Sekam diolah

Harga (Rp/kg) 3.000 1.500 5.000

Jumlah (Rp) 18.000.000 200000/truk 900.000 200000/truk 16.200.000

Nilai tambah (juta) 6,0 0,4 0,9 0,4 1,5 3,0 1,4 0,8 0,9

Sumber: Thahir. 1 (data diolah kembali)

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

109

tingkat konsentrasi oksigen semakin berkurang sedangkan kadar karbon dioksida dalam kemasan (antar gabah) meningkat sehingga respirasi aerobik berhenti. Dengan demikian respirasi biologis tidak mungkin terjadi, dan jumlah serangga tertekan, namun penurunan daya tumbuh dapat diperlambat. Kerusakan yang dialami sebagian besar produk pangan diantaranya gabah disebabkan oleh uap air, ketersedian oksigen dan hama. Kehilangan hasil oleh hama. diperkirakan 30%, bila disimpan selama 6 bulan di daerah yang beriklim tropis. Penyimpanan hermetik dilakukan dengan beberapa cara yaitu penyimpanan dalam kantong plastik (dua lapis), penyimpanan dengan terpal Volcano Cube (3-5 ton gabah), penyimpanan dalam tong plastik polietilen ukuran 25 kg dan penyimpanan cara hermetik dengan menggunakan tong plastik lebih baik dibandingkan dengan karung polietilen (Gambar 8 dan 9). Nilai Tambah Nilai tambah didapatkan petani di tingkat penggilingan dapat ditingkatkan jika produk yang dihasilkan tidak hanya beras, tetapi juga produk samping lain yang memiliki nilai ekonomis (Tabel 9). Padi dengan hasil sampingnya mulai dari sekam, jerami, dan dedak dapat menghasilkan berbagai produk seperti yang terkompilasi dalam pohon industri padi (Gambar 10). Nilai tambah yang mungkin dapat diperoleh dengan menerapkan secara maksimal teknologi tepat guna adalah berkisar 16 juta per ha. (Gambar 11).

Gambar 11. Ragam pemanfaatan padi dan hasil samping dengan estimasi perolehan nilai tambah Figure 11. Rice and by product utilization variety with estimated value added 110

KESIMPULAN Model penggilingan padi terpadu dengan strategi usaha yaitu beras menjadi bentuk keuntungan dan pendapatan dari hasil samping serta limbah dapat menutup biaya operasional proses produksi. Penerapan sistem manajemen mutu diperlukan untuk menjaga konsistensi produksi, kualitas dan efisiensi proses penggilingan beras. Untuk membangun sistem penggilingan padi terpadu diperlukan fasilitas yang memadai untuk memproduksi beras berkualitas dan mengolah hasil samping menjadi produk bernilai komersial. Untuk membangun sistem penggilingan padi terpadu diperlukan fasilitas untuk memproduksi beras berkualitas dan mengolah hasil samping menjadi produk bernilai komersial. Model penggilingan padi terpadu dapat dikelompokkan menjadi 5 model yaitu model 1 untuk skala rumah tangga (produk beras PK), model 2 untuk PPK dan PPM (produk beras giling), model 3 PPB (beras kualitas premium), model 4 PPB (beras kristal) dan model 5, yaitu model penggilingan padi terpadu dengan produknya berupa beras premiun]m, hasil samping berupa tepung beras, produk bihun, pakan ternak, briket dan arang sekam. Penanganan dan pengolahan padi dengan limbahnya secara terpadu berpotensi menigkatkan nilai tambah berkisar Rp 6,4 juta hingga Rp16,6 juta per hektarnya.

DAFTAR PUSTAKA 1. Thahir R, Rachmat R, Suismono. Pengembangan Agroindustri Padi. Dalam Suyamto dkk (Ed). Buku 1: Padi Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Sukamandi: 2008; 34-76. 2. Thahir R. RevitalisasiPenggilingan Padi Melalui inovasi penyosohan, Mendukung Swasembada Beras dan Menghadapi Persaingn Global. Orasi Pengukuhan Profesor Riset, Badan Litbang Pertanian. 68p. 2009. 3. Patiwiri AW. Teknologi Penggilingan Padi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2006. 4. BPS. Luas Panen, Laju Produksi dan Produksi Padi per Provinsi tahun 2008 [internet] 2008 [Diunduh 2 Juni 2009]. tersedia di: http://bps. go.id/. 5. SinarTani on line: http://www.sinartani.com/ nasional/tingkat-kehilangan-hasil-padimenurun-205-menjadi-108-1246853319.htm. Diakses Selasa, 24 Agustus 2010)

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

Gambar 10. Pohon Industri Padi Figure 10: paddy Industrial tree 6. Ditjen P2HP. 2010. Data Hasil Pengamatan Tingkat Kehilangan Hasil Padi di Jawa Barat selama 5 Tahun. (http://agribisnis.net/index. php?files=Berita_Detail&id=61). Diakses tanggal 15 Agustus 2010. 7. Tjahjohutomo R, Handaka, Harsono, Teguh WW. Pengaruh Konfigurasi Mesin Penggilingan Padi Rakyat Terhadap Rendemen Dan Mutu Beras Giling. Jurnal Enjiniring Pertanian. 2004; II(1):123. 8. Thahir R, Nugraha S, Sunarmani, Yulianingsih. Pengaruh Penyosohan Terhadap Mutu Fisik dan Cemaran Logam pada Beras Giling. Jurnal Enjiniring Pertanian. 2006; IV(1):1-25. 9. Damardjati DS, Purwani EY. Permintaan Konsumen terhadap Mutu Beras di Indonesia. Prosiding Konvensi Nsional Standardisasi dan Penerapan Pengendalian Mutu. LIPI. Jakarta. 1991. 10. Suismono, Joni MS, Jumali, Pahim, Sarlan Abdulrahman. 2001. Studi Penyusunan Teknologi Produksi padi Unggul Mutu. Di dalam Laporan akhir : Studi penyusunan Sistem

Standardisasi Mutu Hasil Tanaman pangan. Balai Penelitian Tanaman Padi-Sukamnadi. 11. Rachmat T, Thahir R, Setiawati J. 1989. Teknologi pemanfaatan limbah biomassa. Makalah Disampaikan pada Latihan Teknik Penelitian Pascapanen dan Benih. Balittan Sukamandi, 14 Agustus – 8 September 1989. 12. Rahmat R, Thahir R, Jetty Setyawaty. Tungku Sekam untuk Rumah Tangga. Buletin Mekanisasi Pertanian AGRIMEK. 1991; 3(1): 30-34. 13. Anonim. 2003. Laporan Hasil Penelitian Agroindustri Padi. Laporan Tahunan. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Bogor. 14. Setiawati J, Thahir R. 1989. Pembuatan dan pemanfaatan tungku arang sekam. Laporan Hasil Penelitian. Laboratorium Karawang. Balittan Sukamandi. 15. Sudaryono, Sutrisno, S. Lubis, Ari Jatiharti, A. Hasanuddin, R. Thahir, 1998. Perbaikan model penggilingan beras dengan sistem pengabut uap. Balitpa kerjasama dengan ARMP-II, Badan Litbang Pertanian.

Buletin Teknologi Pascananen Pertanian Vol 8 (2), 2012

111