MONITORING DAN MODELING PENEBANGAN LIAR GUNA MENDUKUNG PROSES

Download sertifikasi hutan, Sinopsis Penelitian. ANITA ZAITUNAH. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. 1. Pendahuluan. ...

0 downloads 317 Views 49KB Size
Monitoring dan modeling penebangan liar guna mendukung proses sertifikasi hutan, Sinopsis Penelitian ANITA ZAITUNAH Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 1. Pendahuluan 1.1

Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang patut kita kelola secara lestari. Begitu banyak fungsi hutan bagi kehidupan manusia. Kayu adalah salah satu hasil hutan yang diperoleh melalui kegiatan pemanenan. Kegiatan pemanenan ini telah membentuk hubungan antara produsen, konsumen dan produk lanjutannya. Hutan dapat berfungsi secara lestari apabila hutan tersebut dikelola secara lestari pula. Kondisi saat ini menunjukkan adanya penuruan areal hutan dan kualitas hutan itu sendiri. Salah satu penyebab yang dapat diamati adalah adanya penebangan secara liar. Penebangan secara liar merupakan penebangan hutan yang dilakukan tanpa mengikuti hukum yang berkaitan dengan pengeolaan hutan. Tentunya penebangan yang mengabaikan konsep kelestarian. Pada akhirnya, kegiatan ini akan menyumbang kepada meningkatnya laju deforestasi. Salah satu definisi pengelolaan hutan lestari telah disampaikan oleh International Tropical Timber Organization (ITTO) sebagai “Proses pengelolaan hutan permanen untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang jelas yang mengacu pada adanya aliran kontinyu atas hasil dan jasa dari hutan yang diinginkan tanpa pengurangan tak perlu dari nilai-nilai intrinsik dan produktivitas di masa depan dan tanpa adanya pengaruh yang tak diinginkan terhadap lingkungan fisik dan social (ITTO, 1992). Konsumen hasil hutan telah menyadari pentingnya kelestarian hutan. Mereka meminta agar kayu dan hasil hutan lainnya yang mereka beli tidak terlibat dalam perusakan dan degradasi hutan. Hal ini ditindaklanjuti dengan adanya sertifikasi hasil hutan di pasar. Sertifikasi ini dikenalkan pada awal tahun 1990an dan berkembang menjadi alat potensial dalam mempromosikan pengelolaan hutan secara lestari (Rametsteiner et al., 2003).

©2004 Digitized by USU digital library

1

1.2

Permasalahan

Selama tahun 1990an, 16,1 juta hektar hutan alam telah hilang per tahunnya, dimana seluas 15,2 juta hektar terjadi di daerah tropik. Penyebab utama dari hilangnya hutan tersebut disebutkan oleh FAO, diantaranya yaitu konversi kedalam penggunaan lahan lain (terutama pertanian), hama dan penyakit, kebakaran, overeksploitasi hasil hutan dan kegiatan pemanenan hutan yang tidak baik (FAO, 2001). Laju deforestasi Indonesia antara tahun 1985 dan 1997 adalah sekitar 1,8 juta hektar per tahun, dimana laju saat ini diperkirakan lebih tinggi lagi. Antara tahun 1985 dan 1998, rasio luas hutan terhadap total lahan menurun dari 62,7 persen menjadi 50,6 persen (FAO, 2000). Dalam kebanyakan kasus, deforestasi dan degradasi hutan disebabkan oleh kegiatan illegal. Kegiatan tersebut diantaranya adalah penebangan berlebih, penebangan di areal terlarang. Kayu-kayu illegal biasanya diselundupkan ke negara tetangga. Jaringan penebangan illegal yang meluas beroperasi di tingkat kabupaten dan diperkirakan mencapai 40-60% dari total suplai industri kayu bulat (FAO, 2000). Pada pertengahan tahun 1997, krisis moneter dan situasi politik telah mempengaruhi banyak sector di Indonesia, termasuk pengelolaan sumberdaya alam. Perubahan struktur pemerintahan diikuti oleh adanya kebijakan dan peraturan yang baru. Pemerintahan Habibie mengeluarkan kebijakan baru bagi proses desentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, yaitu adanya otoritas mengelola hutan bagi tingkat propinsi dan kabupaten. Casson, et al. (2002) telah menyimpulkan bahwa proses otonomi daerah di Indonesia telah menghasilkan kondisi yang kondusif bagi keberlanjutan kegiatan penebangan liar. Perhatian yang serius harus diberikan dalam rangka memerangi penebangan liar ini. Informasi akan areal potensial penebangan liar akan sangat berarti bagi pengelolaan suatu kawasan hutan. Status areal penebangan liar diperlukan untuk mengetahui areal beresiko terhadap kegiatan tersebut. Adanya system informasi yang praktis dan efektif merupakan langkah penting bagi monitoring keadaan hutan di Indonesia. Penginderaan jauh dan system informasi geografis dibutuhkan untuk mencapai langkah ini. Studi mengenai kemungkinan pendeteksian, monitoring dan modelling penebangan liar akan memberi kontribusi yang berarti dalam usaha menghentikan penebangan liar dan meningkatkan kinerja pengelolaan hutan konsesi dan proses sertifikasi hutan. 1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeteksi, monitoring dan mengembangkan model spasial untuk mengetahui areal beresiko terhadap penebangan liar. Tujuan spesifik: 1. Mendeteksi areal penebangan liar dengan menggunakan penginderaan jauh 2. Mengetahui trend dan laju penebangan liar dalam periode waktu tertentu 3. Mengembangkan model spasial bagi areal beresiko terhadap penebangan liar menggunakan GIS

©2004 Digitized by USU digital library

2

1.4

Kerangka Penelitian

Studi Pustaka

Penebangan liar

Metode Klasifikasi

Modeling

Menentukan tujuan penelitian

Penentuan areal studi

Pengambilan data lapangan

Penyiapan citra

Prosesing citra dan analisis

Model areal beresiko terhadap penebangan liar

Peta penebangan liar

Trend dan laju penebangan liar

Validasi model

Kesimpulan

©2004 Digitized by USU digital library

3

2 Penggunaan data penginderaan jauh dan GIS Penelitian ini akan menggunakan berbagai tipe data dan informasi. Citra satelit akan digunakan mencakup periode waktu tertentu. Peta merupakan bagian penting juga untuk mendukung penelitian ini, seperti peta topografi, DEM, administratif dan peta lainnya. Data dan informasi pendukung juga dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam rangka mendukung penelitian ini Data lapangan sangat diperlukan dalam penelitian ini. Ground truth akan dilakukan berkaitan dengan areal yang diidentifikasi pada citra. Temuan baru di lapangan akan dicatat. Pengambilan data juga diperlukan untuk klasifikasi citra. Hasil akhir dari penelitian ini adalah model spasial areal beresiko terhadap penebangan liar. Model ini dibangun berdasarkan beberapa criteria. Kriteria ini tergantung pada temuan keadaan lapangan. Model akan dibandingkan dengan hasil klasifikasi citra. Hasilnya akan memperlihatkan kedekatannya terhadap kondisi nyata di lapangan. Akurasi model akan dihitung. Informasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada kegiatan monitoring kawasan hutan guna mencegah berlanjutnya penebangan liar yang pada akhirnya akan mengurangi degradasi hutan dan laju deforestasi. Daftar Pustaka Casson, A., & Obidzinksi, K. (2002). From New Order to Regional Autonomy: Shifting Dynamics of "Illegal" Logging in Kalimantan, Indonesia. World Development, 30, 2133-2151. FAO. (2000, 6-03-2001). Legal and institutional framework for SFM. FAO. Retrieved 14-07-2003, 2003, from the WWW: http://www.fao.org/forestry/fo/country/index.jsp?geo_id=82&lang_id=1 FAO. (2001). Deforestation continues at a high rate in tropical areas; FAO calls uppon countries to fight forest crime and corruption. FAO. Retrieved 10-072003, 2003, from the WWW: http://www.fao.org/WAICENT/OIS/PRESS_NE/PRESSENG/2001/pren0161.ht m ITTO. (1992). Criteria for the Measurement of Sustainable Tropical Forest Management; ITTO Policy Development Series No. 3. ITTO. Retrieved 14-072003, 2003, from the WWW: http://www.itto.or.jp/policy/pds3/management.html Rametsteiner, E., & Simula, M. (2003). Forest Certification -- an instrument to promote sustainable forest management? Journal of Environmental Management, 67(1), 87-98.

©2004 Digitized by USU digital library

4