1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROSOSIAL DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA MAHASISWA
Oleh : AMARILYS ANDARITIDYA RINA MULYATI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROSOSIAL DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA MAHASISWA
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Rina Mulyati, S.Psi, M.Si)
1
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PROSOSIAL DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA MAHASISWA
Amarilys Andaritidya Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara perilaku prososial dengan kebermaknaan hidup. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara perilaku prososial dengan kebermaknaan hidup pada mahasiswa, semakin tinggi perilaku prososial maka semakin tinggi pula kebermaknaan hidup. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berstatus mahasiswa, laki-laki dan perempuan, berusia 18 sampai 23 tahun serta masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di suatu instansi perguruan tinggi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kebermaknaan hidup, rancangan penulis berdasarkan konsep Frankl (Bastaman, 1996) serta Reker & Wong (O’Connor & Chamberlain, 1996), dan skala perilaku prososial, rancangan penulis berdasarkan konsep yang dikemukakan Wrightsman & Brooks (1981). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10,0 untuk menguji apakah ada hubungan antara perilaku prososial dengan kebermaknaan hidup. Hasil analisis berdasarkan korelasi product moment pearson, menunjukkan koefisien korelasi r sebesar 0,548 dengan p = 0,000 (p<0,01) pada uji korelasi satu ekor. Hal ini berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara perilaku prososial dengan kebermaknaan hidup, semakin tinggi perilaku prososial semakin tinggi pula kebermaknaan hidup. Hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Perilaku Prososial, Kebermaknaan Hidup
1
Pengantar Remaja mempunyai peranan yang sangat penting dalam sebuah negara, remaja merupakan generasi penerus nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang akan membawa keadaan suatu negara menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Agar masa depan suatu negara dapat dibawa ke arah yang lebih baik dan maju, dibutuhkan remaja-remaja yang berjiwa dan berperilaku sehat. Bastaman (1996) menyatakan bahwa setiap individu yang berjiwa sehat adalah individu yang memiliki alasan, tujuan dan pedoman hidup yang jelas, yang dapat mengoptimalkan potensi dirinya untuk kebermanfaatan. Kematangan berpikir rasional pada masa remaja merupakan titik tolak munculnya pendambaan atas identitas diri yang realistik seiring dengan makin bertambahnya pengalaman pribadi dan sosialnya (Hurlock,1980). Sejalan
dengan
pendapat
di
atas,
Erikson
(Monks
dkk,
2002)
mengemukakan bahwa pada masa remaja, individu berusaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya. Usaha tersebut Erikson namakan sebagai proses pencarian identitas ego, yaitu usaha menghayati peran sebagai dirinya pribadi, sehingga kemudian ia dapat mengetahui perannya dalam masyarakat. Proses pencarian identitas ego ini merupakan suatu pengalaman yang harus dimiliki remaja dalam perkembangan yang sehat. Teori di atas mencoba menjelaskan bahwa remaja yang berjiwa sehat adalah remaja yang menyadari perlunya tujuan dalam hidup sehingga dapat mengarahkan segala aktivitasnya ke arah yang konstruktif, dan hal di atas juga menjelaskan salah satu tahapan untuk meraih kebermaknaan hidup yaitu
1
freedom of will, di mana remaja mulai memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Namun dalam realitasnya, kondisi sebagian remaja saat ini cenderung konsumtif dan hedonis. Rajab (2005) mengatakan bahwa pola hidup konsumtif itu tercermin dari kebiasaan hidup remaja yang cenderung hura-hura, dan lebih suka mencari kesenangan untuk menghindari penderitaan yang dialaminya. Bila gaya hidup ini menjadi kebiasaan yang menetap hingga dewasa, remaja penerus bangsa ini hanya akan bangsa yang konsumtif dan bukan produktif. Hal ini tidak mencerminkan individu yang sedang berproses mencari makna hidupnya, karena mereka lebih memilih menghindar dari masalah yang sedang dihadapi, dan tidak pernah berusaha mencari hal penting dan berharga dari kehidupan yang dijalani. Gaya hidup konsumerisme dan hedonisme tersebut turut memegang peranan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Beberapa perilaku remaja yang menimbulkan keprihatinan masyarakat luas diantaranya adalah perilaku seks bebas, penggunaan narkoba, tawuran, bahkan bunuh diri. Frankl (2003) menjelaskan bahwa fenomena alkoholisme, kenakalan remaja, keinginan untuk berkuasa, keinginan yang berlebihan terhadap uang, keinginan untuk bersenang-senang, bahkan perilaku seks yang tidak sehat merupakan bentuk kompensasi individu atas kevakuman eksistensi, begitupula dengan kasus bunuh diri. Kevakuman eksistensi adalah perasaan menderita atau kehilangan disebabkan tidak adanya lagi pedoman yang dapat mengarahkan hidupnya. Individu yang mengalami kevakuman eksistensi ini tidak mengetahui apa yang ingin ia kerjakan dalam hidupnya. Bila kevakuman eksistensi ini berkelanjutan dapat membuat individu kehilangan minat dan inisiatif, serta
1
merasa hidup ini tidak ada artinya (Bastaman, 1996). Realitas tersebut bila dicermati lebih lanjut menunjukkan adanya masalah pada eksistensi remaja sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab dan tugas dalam kehidupan ini. Semakin banyak perilaku remaja yang menunjukkan kevakuman eksistensi, akan semakin sulit bagi mereka untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan untuk menghadapi masa-masa selanjutnya dengan baik (Anggriany, 2006). Melihat fenomena yang ada, tidak semua remaja mengalami kevakuman eksistensi. Mereka mampu menghayati hidup yang dijalani sehingga memandang kehidupan sebagai sebuah proses yang bermakna. Komunitas ini diwakili oleh 10 % mahasiswa yang tidak memiliki kecenderungan hura-hura di mana mereka umumnya memiliki peran sebagai pemimpin dan atau aktivis. Kedua kelompok ini terdiri dari sekumpulan individu yang dibentuk untuk mempunyai tujuan hidup yang jelas baik itu tujuan jangka panjang maupun pendek dan mampu merasakan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Santoso, 2005). Bastaman (1996) mengatakan bahwa individu yang menghayati hidupnya sebagai hidup yang bermakna menunjukkan kehidupan yang penuh gairah dan optimis, hidupnya terarah dan bertujuan, mampu beradaptasi namun tetap dapat menjaga identitas diri, serta mampu mengambil hikmah dibalik berbagai peristiwa. Kebermaknaan hidup merupakan jawaban atas kevakuman eksistensi yang menimpa banyak remaja. Kehandalan konsep kebermaknaan hidup sebagai konsep kesehatan jiwa telah dibuktikan oleh beberapa penelitian psikologis. Kebermaknaan hidup merupakan faktor yang berpengaruh kuat terhadap
1
kesehatan jiwa, daya tahan terhadap stres dan tingkat harga diri individu (Soleh, 2001) Begitu pentingnya kebermaknaan hidup, maka sudah sewajarnya setiap individu berusaha untuk dapat meraihnya. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebermaknaan hidup, diantaranya adalah interaksi atau membina hubungan dengan orang lain dan bertindak positif. Bertindak positif merupakan penerapan hal-hal positif dalam perilaku dan tindakan nyata sehari-hari, pengertian di atas dapat diwujudkan dalam satu bentuk perilaku, yaitu perilaku prososial. Perilaku prososial berarti suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada individu yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan mengandung suatu resiko bagi individu yang menolong (Baron & Bryne, 2005). Dari segi psikologis, menolong orang lain yang membutuhkan dapat meningkatkan harga diri individu. Selain itu menolong juga dapat menimbulkan efek senang, bahkan menolong individu lain menjadi salah satu metode yang digunakan psikiater terhadap pasiennya yang mengalami depresi (Covey, 2001). Beberapa penelitian menerangkan dampak positif perilaku prososial bagi individu,
di
mana
individu
yang
melakukan
sebuah
kebaikan
memiliki
kecenderungan untuk berperilaku baik pula (Myers, 2005). Hal ini secara implisit menjelaskan konsep kebermaknaan hidup bahwa individu yang telah dapat meraih kebermaknaan hidup, segala aktivitasnya menjadi lebih terarah dan bertujuan (Bastaman, 1996)
1
Selain penelitian diatas, Frankl (2004) juga mempublikasikan hasil studinya tentang perilaku prososial yang diterapkan pada sejumlah pasien muda yang menganggur. Meskipun tidak menghasilkan uang, depresi mereka hilang, meskipun situasi perekonomian mereka masih tidak berubah dan mereka masih mengalami kelaparan, namun mereka merasa telah menemukan makna hidup. Waktu yang mereka miliki diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya namun juga bagi orang lain. Kegiatan sosial yang dilakukan telah menimbulkan kesadaran bahwa mereka pun dapat menjadi individu yang bermanfaat dan berguna bagi orang lain, perasaan bermanfaat dan berguna inilah yang kemudian melahirkan penghayatan diri bahwa kehidupannya memang berarti dan berharga. Uraian di atas memberikan gambaran secara teoritis mengenai pentingnya kebermaknaan hidup dalam kehidupan setiap orang dan ditemukannya kaitan perilaku prososial sebagai cara meraih kebermaknaan hidup. Permasalahan utama yang hendak dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah secara empiris ada hubungan antara perilaku prososial dengan kebermaknaan hidup mahasiswa ?.
Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan hidup menurut Frankl (2003) adalah suatu keadaan di mana individu menghayati hidupnya sebagai kehidupan yang penuh arti dengan memahami bahwa dalam setiap peristiwa dalam kehidupannya terdapat hal penting yang berharga dan berarti, sehingga individu menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup.
1
Lain halnya dengan Bastaman (1996), ia mengartikan kebermaknaan hidup sebagai keberhasilan individu menjadikan hidupnya lebih berarti melalui aktivitas penuh kesadaran untuk mencari dan menemukan arti serta tujuan hidup yang diikuti usaha merealisasikan potensi-potensi pribadi individu yang positif sehingga dapat menjadikan hidupnya lebih terarah. Ancok (Frankl, 2003) kemudian menyimpulkan kedua penjelasan di atas, bahwa kehidupan yang bermakna akan dimiliki individu bila ia mengetahui arti dari hidup yang dijalaninya. Adapun tahapan kehidupan yang bermakna bagi individu dimulai dengan dimilikinya sebuah visi dalam hidup, adanya harapan dalam menjalani kehidupan dan adanya alasan untuk tetap bertahan hidup. Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, penulis secara singkat menyimpulkan bahwa kebermaknaan hidup adalah suatu keadaan di mana individu menghayati kehidupannya sebagai kehidupan yang penuh arti, dan berharga baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain sehingga menimbulkan komitmen terhadap hidup. Adapun komponen-komponen kebermaknaan hidup yang digunakan dalam penelitian ini adalah freedom of will (kebebasan berkehendak/bersikap), will to meaning (keinginan untuk memaknai bahwa hidupnya berarti, berharga dan berguna), dan meaning of life (arti hidup/sesuatu yang dianggap penting, benar, didambakan serta memberikan nilai khusus bagi individu)
1
Perilaku Prososial Wrightsman dan Brooks (1981) menjelaskan bahwa perilaku prososial adalah perilaku yang berdampak positif secara sosial, memberi kontribusi kesejahteraan baik fisik maupun psikologis kepada orang lain. Begitupula dengan definisi perilaku prososial yang dikemukakan oleh Brigham (1991). Menurutnya perilaku prososial adalah perilaku yang diharapkan dapat menyumbang kesejahteraan individu lain. Lain halnya dengan Baron dan Bryne (2005), mereka mengartikan perilaku prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu
keuntungan langsung pada individu yang
melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan mengandung suatu resiko bagi individu yang menolong. Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan secara fisik maupun psikologis kepada individu lain, tanpa memberikan keuntungan langsung bahkan terkadang mengandung resiko bagi penolong. Bentuk-bentuk perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini adalah helping, cooperation, sharing dan altruistik.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :
1
1. Variabel Tergantung
: Kebermaknaan hidup
2. Variabel Bebas
: Perilaku prososial Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berstatus mahasiswa. Adapun ciri-ciri subyek dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 18-23 tahun, dan masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di suatu perguruan tinggi. Dalam pelaksanaannya, subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dari fakultas psikologi dan ilmu sosial budaya, fakultas kedokteran, fakultas teknik sipil dan perencanaan, fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam serta fakultas teknik industri. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 143 orang. Metode Pengumpulan Data Metode
pengumpulan
data
yang
diterapkan
dalam
penelitian
ini
menggunakan metode skala untuk mengungkap kebermaknaan hidup dan perilaku prososial. Skala kebermaknaan hidup yang di gunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang dirancang sendiri oleh penulis berdasarkan komponenkomponen kebermaknaan hidup dari teori Frankl (Bastaman, 1996), Reker & Wong (O’ Connor & Chamberlain, 1996), yang terdiri dari Freedom of Will, Will to Meaning, dan Meaning of Life, skala ini tersusun atas 57 aitem. Skala perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang dirancang sendiri oleh penulis berdasarkan bentuk-bentuk perilaku prososial yang mengacu pada konsep dari Wrightsman & Brooks (1981), yang terdiri dari Helping, Cooperation, Sharing dan Altruistik, skala ini tersusun atas 56 aitem.
1
Metode Analisis Data Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik product moment. Sebelum di lakukan uji hipotesis terlebih dahulu di lakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas dan uji linearitas. Proses analisis data menggunakan program SPSS for Windows 10.0
Hasil Penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 143 orang, dengan komposisi subjek perempuan berjumlah 84 orang dan subjek laki-laki sebanyak 59 orang. Adapun rinciannya dapat dilihat di tabel 1
1
Tabel 1 Deskripsi Subjek Penelitian No. Subjek Berdasarkan 1. Usia
2.
Jenis Kelamin
3.
Fakultas
4.
Agama
5.
Status Domisili di Yogyakarta
6.
Aktivitas selain Kuliah
7.
Prestasi yang pernah diraih
Kategori 18 19 20 21 22 23 Total Laki-laki Perempuan Total PISB MIPA TSP Kedokteran TI Total Islam Total Kos Kontrakan Bersama Saudara Bersama Orangtua Lain-lain Total Ada Tidak Ada Total Ada Tidak Ada Total
Jumlah 21 36 32 34 9 11 143 59 84 143 30 30 26 28 29 143 143 143 89 19 6 23 6
Prosentase 14,69 % 25,17 % 22,38 % 23,78 % 6,29 % 7,69 % 100 % 41,26 % 58,74 % 100 % 20,98 % 20,98 % 18,18 % 19,58 % 20,28 % 100 % 100 % 100 % 62,24 % 13,29 % 4,19 % 16,08 % 4,19 %
143 53 90 143 14 129 143
100 % 37,06 % 62,94 % 100 % 9,79 % 90,21 % 100 %
1
Tabel 2 Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Variabel Max Mean SD Min Kebermaknaan 46 230 138 30,6 Hidup Perilaku 26 39 195 117 Prososial
Min 127
Empirik Max Mean SD 224 181,93 19,58
107
187
149,09 17,26
Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat disusun suatu kategorisasi subjek penelitian. Adapun kategori dibagi ke dalam lima kriteria yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Masing-masing variabel penelitian memiliki kategori yang berbeda, sebagaimana yang ditunjukkan Tabel 3 dan Tabel 4 di bawah ini. Tabel 3 Kriteria Kategori Skala Kebermaknaan Hidup Kategori Skor x < 82,92 Sangat Rendah 82,92 = x < 119,64 Rendah 119,64 = x < 156,36 Sedang 156,36 = x = 193,08 Tinggi x > 193,08 Sangat Tinggi Jumlah
Frekuensi 0 0 15 86 42 143
Prosentase 0% 0% 10,49 % 60,14 % 29,37 % 100 %
Berdasarkan tabel kriteria kategori skala kebermaknaan hidup di atas tampak bahwa sebagian besar subjek penelitian (60,14 %) berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai kecenderungan tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi. Sedangkan beberapa subjek lainnya berada dalam kategori sedang dan sangat tinggi.
1
Tabel 4 Kriteria Kategori Skala Perilaku Prososial Kategori Skor Sangat Rendah x < 70,2 Rendah 70,2 = x < 101,4 Sedang 101,4 = x < 132,6 Tinggi 132,6 = x = 163,8 Sangat Tinggi x > 163,8 Jumlah
Frekuensi 0 0 29 84 30 143
Prosentase 0% 0% 20,28 % 58,74 % 20,98 % 100 %
Berdasarkan tabel kriteria kategori skala perilaku prososial di atas tampak bahwa sebagian besar subjek penelitian (58,74 %) berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai kecenderungan tingkat perilaku prososial yang tinggi. Sedangkan beberapa subjek lainnya berada dalam kategori sedang dan sangat tinggi. Uji Hipotesis Data penelitian telah memenuhi asumsi normalitas dan linearitas, karenanya hipotesis penelitian akan diuji menggunakan teknik korelasi product moment pearson. Hasil analisa menunjukkan koefisien korelasi rxy sebesar 0,548 dengan p = 0,000 (<0,01) pada uji korelasi satu ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara perilaku prososial dan kebermaknaan hidup. Artinya, semakin tinggi perilaku prososial, maka semakin tinggi pula kebermaknaan hidup individu. Dengan demikian, hipotesis yang mengungkapkan adanya hubungan positif antara perilaku prososial dan kebermaknaan hidup diterima. Analisis Tambahan Selain uji hipotesis korelasi Product Moment Pearson, penulis juga melakukan uji regresi pada setiap aspek perilaku prososial untuk mengetahui seberapa
besar
pengaruh
yang
diberikan
perilaku
prososial
terhadap
1
kebermaknaan hidup serta aspek mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kebermaknaan hidup. Hasil uji regresi tersebut menunjukkan bahwa perilaku prososial secara bersama-sama mempengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 37,7 %, sedangkan 62,3 % lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa hanya aspek cooperation dan altruistik dari perilaku prososial yang secara signifikan mempunyai pengaruh terhadap kebermaknaan hidup. Cooperation mempengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 40,6 % sedangkan Altruistik sebesar 29,9 %. Hal ini berarti bahwa kedua aspek tersebut dapat menjadi prediktor bagi kebermaknaan hidup, tingkat kebermaknaan hidup seseorang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perilaku kerjasama atau altruistiknya.
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perilaku prososial, dan sebaliknya semakin rendah perilaku prososial maka kebermaknaan hidup juga semakin rendah. Kebermaknaan hidup pada penelitian ini dikaitkan dengan perilaku prososial karena secara psikologis, menolong orang lain yang membutuhkan atau perilaku prososial dapat meningkatkan harga diri individu. Selain itu menolong juga dapat menimbulkan efek senang, bahkan menolong individu lain menjadi salah satu metode yang di gunakan psikiater terhadap pasiennya yang mengalami depresi (Covey, 2001). Individu yang melakukan perilaku prososial, akan mendapati dirinya ternyata mampu memberikan sesuatu yang berguna untuk individu lain,
1
hal ini akan melahirkan perasaan di dalam diri individu bahwa dirinya berharga. Perasaan diri berharga inilah yang selanjutnya dapat mempengaruhi individu di dalam menjalani kehidupannya. Perilaku prososial juga dapat mengarahkan tindakan-tindakan individu ke arah yang lebih konstruktif, hal ini di buktikan dengan beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Piliavin dan Susan, keduanya menemukan bahwa sejumlah remaja yang menjadi sukarelawan pada sebuah proyek pelayanan masyarakat, memiliki resiko yang lebih kecil untuk terkena dampak dari kenakalan remaja, kehamilan pada usia muda, dan dikeluarkan dari sekolah. Perilaku prososial dapat mengarahkan aktivitas individu ke arah yang konstruktif dikarenakan perilaku prososial dapat mengurangi suasana hati yang buruk dan meningkatkan suasana hati yang baik, selanjutnya suasana hati yang baik ini akan berdampak pada pemikiran individu menjadi lebih positif. Pemikiran positif ini akan mendorong individu untuk mudah melakukan perilaku-perilaku positif (Myers, 2005). Perilaku prososial ini merupakan perwujudan dari bertindak positif, Bastaman (1996) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kebermaknaan hidup adalah bertindak positif. Bertindak positif di dasari oleh pemikiran bahwa dengan cara membiasakan diri melakukan tindakantindakan positif, akan memberi dampak positif pula pada perkembangan pribadi dan kehidupan sosial individu. Selain membuktikan bahwa kebermaknaan hidup terkait dengan perilaku prososial, di dalam penelitian ini juga di lihat seberapa besar pengaruh yang diberikan perilaku prososial terhadap kebermaknaan hidup serta aspek mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kebermaknaan hidup. Hasil uji
1
regresi
menunjukkan
bahwa
perilaku
prososial
secara
bersama-sama
mempengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 37,7 %, sedangkan 62,3 % lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Namun sebelum melihat faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kebermaknaan hidup individu, penelitian ini juga melihat aspek dari perilaku prososial yang berpengaruh paling besar pada kebermaknaan hidup dan hasil uji regresi yang didapatkan menunjukkan bahwa hanya aspek cooperation dan altruistik yang secara signifikan mampu mempengaruhi kebermaknaan hidup individu. Aspek cooperation mempengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 40,6 %, sedangkan aspek altruistik mempengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 29,9 %. Dalam pengertian cooperation, makna yang terkandung lebih dari sekedar kerja sama untuk meraih tujuan bersama, di dalamnya
terkandung
arti
di
perlukannya
upaya-upaya
individu
untuk
berpartisipasi dan berkontribusi serta adanya upaya menahan diri dan bersikap toleran terhadap perbedaan demi tercapainya tujuan bersama. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam pengertian cooperation, terkandung makna melupakan diri sendiri atau tidak terlalu fokus pada diri sendiri, hal ini ditunjukkan dengan perilaku tidak mementingkan diri sendiri. Begitupula dalam pengertian altruistik, di dalamnya terkandung ketidakegoisan perilaku, di mana individu lebih mementingkan kepentingan atau kesejahteraan individu lain daripada kesejahteraan dirinya sendiri. Analisis tambahan untuk melihat perbedaan kebermaknaan hidup dan perilaku prososial juga dilakukan, dan hasil yang didapat menunjukkan tidak ditemukannya perbedaan kebermaknaan hidup dan perilaku prososial berdasarkan fakultas.
1
Kesimpulan 1. Subjek penelitian secara keseluruhan memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi. 2. Subjek penelitian secara keseluruhan memiliki perilaku prososial yang tinggi 3. Dari empat aspek perilaku prososial yaitu helping, cooperation, sharing, serta altruistik, ternyata hanya aspek cooperation dan altruistik yang bisa diperhitungkan sebagai prediktor untuk terbentuknya kebermaknaan hidup pada subjek penelitian ini. Kebermaknaaan hidup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perilaku cooperation atau altruistik. 4. Tidak ada perbedaan kebermaknaan hidup dan perilaku prososial ditinjau dari fakultas.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat penulis berikan terkait dengan proses dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Saran-saran tersebut, antara lain: Bagi Subjek Penelitian Subjek penelitian hendaknya dapat meningkatkan perilaku cooperation dan altruistiknya, karena dengan semakin seringnya perilaku prososial dilakukan, kesempatan individu untuk menemukan kebermaknaan hidupnya makin besar. Bagi Instansi Pendidikan Melihat adanya peran perilaku prososial dalam meraih kebermaknaan hidup, hendaknya instansi pendidikan terkait, melihat hal ini sebagai potensi yang harus diberdayakan. Lebih banyak melibatkan atau mendukung kegiatan
1
mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang membutuhkan kerjasama dengan banyak orang dan atau melibatkan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat non profit atau tidak mengambil keuntungan materi dari kegiatan yang dilaksanakan, hal ini dapat meningkatkan kebermaknaan hidup mahasiswa. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema serupa, dapat menggunakan pendekatan penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, penilaian terhadap perilaku prososial sebaiknya di lakukan dalam bentuk observasi, sehingga hasil yang didapatkan nantinya lebih objektif dan akurat. Subjek penelitian lebih bervariasi, sampel yang diambil tak hanya pada satu instansi perguruan tinggi saja tetapi juga dari beberapa instansi perguruan tinggi. Hasil yang didapat dari penelitian ini, bahwa kebermaknaan hidup dapat ditingkatkan dengan meningkatkan perilaku cooperation dan altruistik dapat menjadi tema penelitian selanjutnya
1
DAFTAR PUSTAKA
Anggriany, N. 2006. Motif Sosial dan Kebermaknaan Hidup Remaja Pagaralam. Jurnal Psikologika. No. 21 Tahun XI. 51-63 Adler, A. 2004. What Life Should Mean To You : Jadikan Hidup Lebih Bermakna. Yogyakarta. Penerbit Alenia Baron, R.A. & Bryne, D. 2005. Psikologi Sosial. Jilid Dua. Jakarta. Peberbit Erlangga Bastaman, H.D. 1996. Meraih Hidup Bermakna : Kisah Pribadi Dengan Pengalaman Tragis. Jakarta. Penerbit Paramadina Brigham, J.C. 1991. Social Psychology. Second Edition. Florida. Harper Collins Publisher Covey, S. 2001. The Seven Habit of Highly Effective Teens :Tujuh Kebiasaan Remaja yang Sangat Efektif. Jakarta. Binarupa Aksara Echols, J.M. & Hasan, S. 1989. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama Frankl, V.E. 2003. Logoterapi : Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi. Yogyakarta. Kreasi Wacana . 2004. Man’s Search For Meaning, Mencari Makna Hidup. Bandung. Penerbit Nuansa Google. 2005. Kebanyakkan Penderita AIDS Mahasiswa. 13 Juni 2005. http://groups.google.it/group/PKBI-IPPA Hermawan, B. 2006. Fenomena Bunuh Diri Di Kalangan Anak Muda. 25 September 2006. http://news.indosiar.com/news_read.htm?id=55173 Hurlock, E. 1990. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga Muhsin, D., Akhyat, A., Suyanto, Purwanto, M.R., Ali, N.M., Fahrurrozi & Abidin, M.Z. 2003. Sejarah Dan Dinamika Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Badan Wakaf UII Monks, F.J., Knoers, A.M.P III. & Haditono, S.R. 2002. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
1
Myers, D.G. 2005. Social Psychology. Eight Edition. New York. McGraw-Hill O’Connor, K. & Chamberlain, K. 1996. Dimensions of Life Meaning : A Qualitative Investigation At Mid-Life. British Journal of Psychology. Vol 87 Number 3. p : 461-477 Oktofandy, S.Y. 2004. Pengalaman Spiritual Dan Kebermaknaan Hidup Anggota Tariqoh Naqsyabandiyah Surau Saiful Amin. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Pattakos, A. 2004. Lepas Dari Penjara Pikiran : Menerapkan Prinsip-Prinsip Victor Frankl Di Tempat kerja. Bandung. Penerbit Kaifa Purnamasari, A., Ekowarni, E. & Fadhila, A. 2004. Perbedaan Intensi Prososial Siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta. Humanitas : Indonesian Psychological Journal. Vol 1 No 1. 32-42 Rajab, B. 2005. Sebuah Renungan Kemerdekaan : Sudah Pedulikah Kita?.14 Agustus 2005. http : // www.republika.co.id/koran_detail.asp? id =209649 & kat_id=41 Salim, P. & Salim, Y. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Edisi Pertama. Jakarta. Modern English Press Sampson, E.E. 1971. Social Psychology and Contemporary Society. Second Edition. New York. John Willey and Sons. Santoso, D.E.B. 2005. Bimbingan Mahasiswa Berbasis Nilai. Semarang, 12 September 2005. http: // suaramerdeka.com/harian/0509/12/opi04.htm Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Sears, D.O., Freedman, J.L. & Peplau, L.A. 1991. Psikologi Sosial. Jilid Dua. Jakarta. Penerbit Erlangga Soleh, M. 2001. Kebermaknaan Hidup Mahasiswa Reguler dan Mahasiswa Unggulan Universitas Islam Indonesia. Jurnal Psikologika. No. 11 Tahun VI. 53-63 Wrightsman, L.S. & Brooks, K.D. 1981. Social Psychology In The 80’s. Third Edition. Monterey. Cole Publishing Co.
1
Identitas Penulis
Nama
: Amarilys Andaritidya
Alamat
: Pondok Cilegon Indah Blok E 23 No.4, Cilegon-Banten
No. Telp
: 08122963953