NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN

checklist observasi. ... perkembangan kognitif anak. Hasil uji menunjukkan bahwa usia anak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif. Hal ini...

13 downloads 539 Views 1MB Size
NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

CHANDRIYANI I24051735

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

CHANDRIYANI I24051735

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keluarga dan Konsumen pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN Chandriyani. Nilai anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Di bawah bimbingan DWI HASTUTI dan ALFIASARI). Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui nilai anak, praktek pengasuhan dan perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun keluarga rawan pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi karakteristik anak dan karakteristik keluarga, 2) mengidentifikasi nilai anak yang berlaku pada keluarga, 3) mengidentifikasi stimulasi psikososial yang diterapkan keluarga kepada anak, 4) menganalisis hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial, 5) menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak, dan 6) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul: “Household Food Security, Family Resource Allocation, and Its’ Impact to Child Development of Family Living in Rural Food Insecure Area in BanjarnegaraCentral Java Province, Indonesia” (Martianto, Hastuti, Riyadi, Alfiasari 2008). Dalam penelitian payung tersebut, pemilihan kabupaten dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah rawan pangan di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan peta kerawanan pangan Indonesia. Selanjutnya, dipilih dua kecamatan secara purposive yaitu Kecamatan Pejawaran dan Punggelan yang merupakan representasi dari kecamatan yang memiliki banyak penduduk miskin di Kabupaten Banjarnegara. Berdasarkan lokasi, Kecamatan Pejawaran mewakili wilayah pedesaan (rural), sedangkan Kecamatan Punggelan mewakili wilayah perkotaan/dekat dengan pusat kota. Dari masing-masing kecamatan dipilih secara purposive tiga buah desa, selanjutnya melalui pengambilan contoh secara acak terpilih 300 contoh dalam penelitian ini. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu kuesioner, serta melalui pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan checklist observasi. Pengukuran stimulasi psikososial diukur dengan menggunakan instrumen HOME inventory berupa checklist observasi, sedangkan pengukuran perkembangan kognitif diukur dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Sementara itu, data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS 13.0 for windows melalui proses editing, coding, scoring, entrying, cleaning dan analisis data. Keluarga di daerah rawan pangan yang diteliti menunjukan bahwa ratarata usia ayah yaitu 34.7 tahun dan rata-rata usia ibu yaitu 30 tahun. Berdasarkan pendidikan orangtua, sebagian besar ayah (60.3%) dan ibu (62.0%) hanya tamat SD/Sederajat. Sementara jika dilihat dari pekerjaan orangtua, sebagian besar ayah (52.9%) bekerja sebagai petani dan 32.7 persen ibu bekerja sebagai petani. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di lokasi penelitian yaitu sebesar RP 87 186, kondisi ini masih lebih rendah dari standar garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 yaitu sebesar Rp 146 531. Berdasarkan riwayat pendidikan pra sekolah anak menunjukkan bahwa 14.3 persen anak mengikuti pendidikan. Pendidikan pra sekolah anak yang ada di lokasi penelitian yaitu Kelompok PAUD, TK,dan TPQ. Secara umum, pendidikan yang diikuti yaitu kelompok PAUD (7.3%).

Nilai anak dalam penelitian ini merupakan harapan dan persepsi orangtua dalam tiga hal, yaitu nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis. Rata-rata pencapaian skor nilai ekonomi sebesar 95.2 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua kepada anak tinggi, anak diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga. Jika dilihat dari nilai sosial, rata-rata pencapaian skor sebesar 86.9 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua termasuk tinggi kepada anak, anak diharapkan dapat menjadi tokoh dan dapat meningkatkan derajat keluarga. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor nilai psikologi sebesar 67.2 persen menunjukkan bahwa orangtua mempunyai harapan yang cukup tinggi kepada anak unuk daoat memberikan kebahagiaan. Secara keseluruhan, rata-rata nilai anak adalah 81.2 persen yang menunjukan bahwa` persepsi dan harapan orangtua kepada anak tinggi. Stimulasi psikososial terbagi dalam dua kelompok usia, yaitu usia 2-3 tahun dan 3-5 tahun. Rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 49.8 persen. Jika dilihat dari sebarannya, stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun (85.5%) termasuk ke dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun yaitu sebesar 57.4 persen. Berdasarkan dari sebarannya, 57.1 persen anak mendapatkan stimulasi psikososial dalam kategori rendah. Perkembangan kognitif anak terbagi menjadi tiga kelompok usia yaitu 2-3 tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 59.0 persen. Jika dilihat dari sebarannya, 54.5 persen anak termasuk ke dalam kategori rendah. Untuk anak usia 3-4 tahun, rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif yaitu sebesar 56.4 persen. Perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun, jika dilihat dari sebarannya sebanyak 69.3 persen termasuk ke dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor untuk anak usia 4-5 tahun yaitu sebesar 57.2 persen. Jika dilihat dari sebarannya, perkembangan kogntif anak usia 4-5 tahun yaitu sebesar 60.7 persen tergolong ke dalam kategori rendah. Secara keseluruhan, sebanyak 61.1 persen anak usia 2- 5 tahun termasuk mempunyai perkembangan kognitif rata-rata total sebesar 50.6 persen dalam kategori rendah. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara nilai anak dengan stimulasi psikososial anak di lokasi penelitian. Artinya bahwa semakin tinggi nilai anak semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Terdapat hubungan yang nyata dan positif pula antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan, semakin tinggi perkembangan kognitif anak. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara lama pendidikan ibu (tahun), lama pendidikan pra sekolah anak (bulan), pengeluaran perkapita perbulan dan stimulasi psikososial. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan pendidikan ibu, partisipasi pendidikan pra sekolah anak, dan peningkatan status ekonomi keluarga akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hasil uji menunjukkan bahwa usia anak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan adanya penurunan perkembangan kognitif seiring dengan bertambahnya usia. Perlu adanya sosialisasi yang cukup kepada keluarga yang dilakukan oleh Kelompok PAUD, Posyandu dan Dinas Pendidikan mengenai pentingnya keikutsertaan anak dalam pendidikan pra sekolah. Disamping itu, perlu adanya pendidikan parenting (pengasuhan) untuk ibu mengenai bagaimana memberikan stimulasi kepada anak. Perlu adanya penelitian lanjutan berupa

observasi yang mendalam untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif pengasuhan yang berlangsung di pedesaan dan untuk melihat budaya dan norma apa yang berlaku. Disamping itu, perlu adanya penyesuaian yang dilakukan pada alat bantu perkembangan kognitif sesuai dengan wilayah setempat yang akan diteliti.

Judul

: Nilai Anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah

Nama

:

Chandriyani

Nomor Pokok

:

I24051735

Menyetujui, Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc NIP. 19641113 199003 2 002

Alfiasari, SP, M.Si NIP.19811218 200604 2 015

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,

Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc NIP. 19630714 198703 1 002

Tanggal lulus :

UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang begitu besar kepada semua pihak yang turut membantu penulis selama kuliah hingga selesainya skripsi ini, yaitu kepada : 1. Orangtua (Mamah dan Papah) atas semua doa, dorongan, nasihat, semangat, cinta, kasih sayang yang begitu berlimpah selalu diberikan kepada penulis. Suamiku (Yana Septiana), kakak dan adikku tercinta (Teh Yan dan Neng Astri) atas semua dorongan, ide, dan semangat tanpa batas, dan seluruh keluarga besar di Kuningan, di Cirebon, dan di Bali yang selalu memberikan motivasi untuk memberikan dan menjadi yang terbaik. 2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc, dan Alfiasari, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran selama penulisan skripsi ini, serta nasihat-nasihat yang dapat membuka wawasan serta menjadi motivator untuk menghadapi masa depan. 3. Neti Hernawati, SP, M.Si sebagai dosen penguji dalam sidang untuk semua masukan dan untuk perbaikan ke depannya. 4. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis mendapatkan wawasan dan ilmu yang belum pernah didapatkan sebelumnya, dorongan dan semangat tiada henti. 5. Seluruh staf pengajar IKK yang telah memberikan ilmu menakjubkan sebagai bekal penulis menghadapi dunia luar. 6. Sahabatku (Epil, Eku, Uthi, Mpit, Ina) yang selalu menemaniku dengan keceriaan dan ocehan dalam mengisi kehidupan penulis. 7. Teman-temanku IKK’ 42 atas dukungan dan dorongan menjadi lebih baik 8. Teman-teman Zulfa (Teh Vivi, Icqhi, Febi, Gina, Okta, Agnur) atas suka duka dalam penulisan skripsi ini. 9. Teh Medina atas bantuannya dalam mengajari statistika yang rumit. 10. Kepada semua pihak yang belum disebutkan namanya yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 23 Juni 1987. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dan merupakan anak dari pasangan Bapak I Dewa Ketut Suardiana dan Ibu Wasrini. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kuningan, dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis tercatat sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), setahun setelah masuk di Institut Pertanian Bogor. Selama di IPB penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi kampus. Penulis merupakan Sekretaris III Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) tahun 2006/2007 dan Sekretaris Umum HIMAIKO tahun 2007/2008.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ... viii PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang.......................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................ 3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 6 Perkembangan Kognitif............................................................................. 6 Stimulasi Psikososial ................................................................................ 8 Nilai Anak................................................................................................ 10 Karakteristik Keluarga............................................................................. 11 Karakteristik Anak ................................................................................... 13 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................... 16 METODE PENELITIAN ....................................................................................... 18 Disain, Tempat, dan Waktu .................................................................... 18 Cara Pemilihan Contoh .......................................................................... 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................ 19 Pengolahan dan Analisis Data................................................................ 20 Definisi Operasional ............................................................................... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 23 Karakteristik Lokasi Penelitian................................................................. 23 Karakteristik Keluarga.............................................................................. 27 Karakteristik Anak ................................................................................... 33 Nilai Anak ................................................................................................ 36 Stimulasi Psikososial ............................................................................... 39 Perkembangan Kognitif ........................................................................... 43 Hubungan Nilai Anak dengan Stimulasi Psikososial .............................. 49 Hubungan Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif .......... 59 Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kognitif.................... 50 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif .................... 56 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 59 Simpulan.................................................................................................. 59 Saran ....................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62 LAMPIRAN ......................................................................................................... 65

v

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Tahapan Perkembangan Kognitif Piaget........................................................ 7

2

Kepadatan Penduduk Kecamatan Pejawaran.............................................. 23

3

Banyaknya Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ............................... 24

4

Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Kecamatan Pejawaran ..... 25

5

Kepadatan Penduduk Kecamatan Punggelan.............................................. 26

6

Banyaknya Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ............................... 26

7

Penyediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Kecamatan Punggelan ..... 27

8

Sebaran Contoh berdasarkan Besar Keluarga............................................. 27

9

Sebaran Contoh berdasarkan Usia Ayah ..................................................... 28

10 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Ibu ........................................................ 29 11 Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan Ayah .......................................... 29 12 Sebaran Contoh berdasarkan Pendidikan Ibu.............................................. 30 13 Sebaran Contoh berdasarkan Pekerjaan Ayah ............................................ 31 14 Sebaran Contoh berdasarkan Pekerjaan Ibu ............................................... 31 15 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengeluaran Keluarga..................... 32 16 Alokasi Pengeluaran berdasarkan Total Pengeluaran Keluarga.................. 33 17 Sebaran Contoh berdasarkan Usia Anak ..................................................... 33 18 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Psikologi ........................................................ 37 19 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Sosial............................................................. 38 20 Sebaran Rata-rata Skor Nilai Ekonomi......................................................... 38 21 Rata-rata dan Pencapaian Skor Nilai Anak .................................................. 39 22 Sebaran Rata-rata Skor Stimulasi Psikologi Anak Usia 2-3 tahun ............... 40 23 Sebaran Rata-rata Skor Stimulasi Psikologi Anak Usia 3-5 tahun ............... 42 24 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-3 tahun .............................................................................................. 44 25 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak Usia 3-4 tahun .............................................................................................. 46 26 Sebaran Rata-rata Persentase Skor Perkembangan Kognitif Anak Usia 4-5 tahun .............................................................................................. 47 27 Rata-rata Persentase Total Skor Stimulasi Psikososial berdasarkan Nilai Anak .................................................................................................... 49

vi

28 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif Balita berdasarkan Stimulasi Psikososial ............................................................... 50 29 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Besar Keluarga............................................................................................. 50 30 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Lama Pendidikan Ibu.................................................................................... 51 31 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Usia Ibu ........................................................................................................ 52 32 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Usia Anak ..................................................................................................... 52 33 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................................... 53 34 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Partisipasi Pendidikan Prasekolah Anak ...................................................... 53 35 Hasil Uji Korelasi Peubah (sub skala) HOME dengan Perkembangan Kognitif Anak 2-5 Tahun ............................................................................... 54 36 Rata-rata Persentase Total Skor Perkembangan Kognitif berdasarkan Nilai Anak ..................................................................................................... 55 37 Uji Rregresi Linear Variabel yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif......................................................................................................... 56

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1

Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................... 17

2

Cara Pemilihan Contoh ...................................................................... 19

3

Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 34

4

Sebaran Balita berdasarkan Riwayat Pendidikan Prasekolah ........... 34

5

Sebaran Balita berdasarkan Tingkat Pendidikan yang Diikuti ............ 35

6

Sebaran Balita berdasarkan Lama Pendidikan Pra Sekolah............... 36

7

Sebaran Balita berdasarkan Nilai Anak............................................... 39

8

Sebaran Balita berdasarkan Stimulasi Psikososial Usia 2-3 Tahun.... 41

9

Sebaran Balita berdasarkan Stimulasi Psikososial Usia 3-5 Tahun.... 43

10 Sebaran Anak Usia 2-3 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan Kognitif................................................................................................. 45 11 Sebaran Anak Usia 3-4 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan Kognitif................................................................................................. 46 12 Sebaran Anak Usia 4-5 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan Kognitif................................................................................................. 48 13 Sebaran Anak Usia 2-5 Tahun berdasarkan Kategori Perkembangan Kognitif................................................................................................. 48

viii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Wilayah .................................................................................................. 66 2. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................... 67

PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini banyaknya kejadian bencana alam baik banjir, tanah longsor, gempa bumi bahkan kekeringan sudah menjadi siklus tahunan yang bisa terjadi tiba-tiba. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya korban jiwa dan kerusakan alam terutama kerusakan lahan pertanian. Lahan pertanian yang sedianya menjadi sumber pangan bagi masyarakat, saat ini banyak yang hancur dan terancam gagal panen (fuso). Akibatnya masyarakat terancam kekurangan pangan. Kondisi seperti ini akan berdampak serius bagi masyarakat khususnya salah satunya adalah berdampak pada meningkatnya kasus gizi kurang dan buruk pada balita. Peristiwa busung lapar ditandai dengan perut membuncit, tulang iga menonjol, yang disebabkan karena kelebihan cairan tubuh karena kekurangan zat makanan. Penderita busung lapar kebanyakan adalah anak-anak (Yusuf 2005). Masa-masa yang rentan dari kehidupan seseorang berada pada lima tahun

pertama

dalam

kehidupannya

yang

merupakan

pondasi

bagi

perkembangan selanjutnya. Menurut Anwar (2002), apabila pada masa tersebut pertumbuhan dan perkembangan seorang anak berjalan secara optimal diharapkan pada masa dewasa akan tumbuh menjadi manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas harus didukung oleh perkembangan kognitif yang baik. Menurut Webster (1993), kemampuan kognitif berhubungan dengan aktivitas intelektual seperti berfikir, menjelaskan, membayangkan, mempelajari kata dan menggunakan bahasa (Hastuti 2006). Optimalisasi perkembangan kognitif dipengaruhi oleh kematangan fisiologis, terutama pada masa balita (Dariyo 2007). Seorang anak akan dapat melakukan koordinasi gerakan tangan, kaki maupun kepala secara sadar setelah saraf-saraf maupun otot bagian organ telah berkembang secara memadai. Artinya bahwa perkembangan kognitif harus diiringi dengan kematangan fisiologis. Kemampuan kognitif merupakan salah satu dimensi dari perkembangan yang memiliki peran yang besar terhadap kecerdasan. Menurut Dariyo (2007) perkembangan kognitif tidak lepas dari fakor genetik dan lingkungan. Lingkungan keluarga merupakan salah satu lingkungan bagi anak untuk memperoleh stimulasi psikososial. Sununingsih (2006) membuktikan bahwa stimulasi psikososial mempengaruhi perkembangan kognitif.

2

Untuk merangsang perkembangan kognitif anak diperlukan interaksi dengan lingkungannya antara lain dengan bergerak, melihat, memegang, mendengar, mencium, merasakan sesuatu dan melakukan interaksi sosial dengan lingkungannya. Hal ini terkait dengan tempat pertama anak belajar beradaptasi dengan lingkungan yaitu keluarga. Agar anak dapat tumbuh dengan optimal, diperlukan lingkungan yang kondusif. Orangtua memiliki peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan guna merangsang potensi yang dimiliki oleh anak (Dariyo 2007). Oleh karenanya, praktek pengasuhan yang optimal dari orang tua sangat diperlukan.

Pengasuhan

adalah

proses

membesarkan,

memberikan

perlindungan, memberikan perhatian, dan nilai untuk perkembangan anak dari sejak lahir hingga memasuki usia dewasa (Brooks 2001). Tugas pengasuhan ini umumnya diserahkan kepada ibu sebagai pengasuh yang utama dan ayah. Pengasuhan yang dilakukan oleh ibu didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki ibu, namun pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh ibu seringkali kurang memadai. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah tingkat pendidikan ibu. Pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu. Hal ini sejalan dengan pendapat Khomsan (2002) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan apabila ibu memiliki pengetahuan yang tinggi maka akan lebih aktif dalam mencari informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan anak. Cara pengasuhan yang dilakukan orangtua dalam keluarga erat kaitannya dengan persepsi orangtua terhadap nilai anak. Nilai anak ini merupakan harapan orang tua terhadap anaknya di masa yang akan datang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh anak yang meliputi nilai psikologi, nilai ekonomi dan nilai sosial (Hernawati 2002). Berdasarkan hasil penelitian Kartino (2005), tidak ada perbedaan persepsi pada orangtua antara anak laki-laki dan perempuan dalam mempersepsikan nilai anak, baik nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial. Berdasarkan uraian di atas, stimulasi psikososial yang diberikan oleh pengasuh dalam hal ini orangtua mempengaruhi perkembangan kognitif pada anak. Persepsi orangtua terhadap nilai anak diduga secara langsung ataupun melalui perantara akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Semakin tinggi harapan orangtua, stimulasi psikososial yang diberikan semakin baik. Hal

3

ini diduga akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Oleh karenanya perlu dilakukan penelitian dengan judul “Nilai Anak, Stimulasi Psikososial, dan Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-5 Tahun pada Keluarga Rawan Pangan” yang dilakukan di daerah rawan pangan Kabupaten Banjarnegara. Perumusan Masalah Perkembangan di awal usia kanak-kanak dikatakan masa yang sulit dibandingkan dengan perkembangan berikutnya. Pada periode ini, masa dewasa anak dapat diramalkan. Pertumbuhan dan perkembangan masa balita yang baik dapat memberikan gambaran masa depan anak yang lebih baik pula. Salah satu pertumbuhan dan perkembangan anak yang penting adalah kognitif. Hal ini dikarenakan sejak lahir, anak secara alamiah belajar dan berkembang sesuai dengan usianya. Pada usia ini juga, diperlukan pemenuhan gizi yang tinggi dan baik. Pemenuhan akan gizi berkaitan dengan keadaan saat ini. Tercatat bahwa 100 kabupaten di Indonesia 1 masuk ke dalam kategori rawan pangan. Kerawanan pangan ini akan memunculkan kerawanan dalam konsumsi pangan, kesehatan dan gizi khususnya balita sebagai salah satu kelompok rawan pangan. Disamping itu, taraf kecerdasan anak ditentukan oleh berbagai faktor seperti pemberian nutrisi untuk otak, keturunan, lingkungan, dan stimulasi psikososial (Sunartyo 2006). Pemberian nutrisi yang cukup untuk otak akan meningkatkan kualitas kerja otak. Hal ini dikarenakan otak memiliki mekanisme perkembangan yang tinggi dan kompleks. Jika otak tidak berfungsi dengan baik akan menurunkan fungsi dan kerja otak. Kerawanan

pangan

akan

meningkatkan

masalah

gizi

kurang.

Permasalahan gizi kurang pada anak-anak menimbulkan gangguan pada perkembangan kecerdasannya. Hal ini menunjukkan bahwa kerawanan pangan cenderung akan menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan kecerdasan pada anak. Menurut Lawlis (2008) menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan selama 30 tahun menunjukkan bahwa gizi kurang akan menyebabkan gangguan pada anak dalam hal kemampuan untuk fokus dan kemampuan untuk mempertahankan atensi. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan kecerdasan

1

Diakses dari www.geografiana.com tanggal 15 November 2008. Data ini berdasarkan peta kerawanan pangan dari 30 propinsi pada tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Indonesia.

4

dipengaruhi oleh pemberian nutrisi untuk otak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian di bidang kedokteran bahwa sebagian besar anak-anak yang memiliki masalah tingkah laku, mengalami kesulitan membaca, tidak bisa berkonsentrasi atau mudah teralihkan perhatiannya, dan memiliki kesulitan pengamatan tergolong ke dalam anak-anak yang mengalami kerusakan otak ringan (Sunartyo 2006). Perkembangan kecerdasan anak disamping dipengaruhi oleh nutrisi, dipengaruhi juga oleh pemberian stimulasi psikososial dari orangtua. Hal ini sejalan dengan penelitian Mindasa (2007) dan Sununingsih (2006) yang melaporkan bahwa perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh stimulasi psikososial. Sunartyo (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian stimulasi pada anak akan meningkatkan daya kreatifitas. Daya kreatifitas ini merupakan salah satu bentuk khusus dari kecerdasan. Seorang anak yang kreatif pasti memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Stimulasi psikososial yang diberikan oleh orangtua terhadap anak erat kaitannya dengan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak. Persepsi dan harapan orangtua ini tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin dengan pertimbangan bahwa anak adalah sama. Dengan tidak membedakan jenis kelamin, orangtua diharapkan akan memberikan stimulasi psikososial kepada anak secara sama dan seimbang. Persepsi dan harapan orangtua yang semakin tinggi kepada anak diduga akan meningkatkan stimulasi psikososial orangtua terhadap anak, sehinga stimulasi psikososial yang diberikan akan maksimal. Dengan

pemberian

stimulasi

psikososial

diduga

akan

meningkatkan

perkembangan kognitif anak. Oleh karena itu, nilai anak diduga secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Perumusan

tersebut

menunjukkan

banyaknya

faktor-faktor

yang

mempengaruhi optimalisasi perkembangan kognitif seorang anak khususnya anak usia balita termasuk di dalamnya anak usia 2-5 tahun. Penelitian ini melibatkan anak usia 2-5 tahun sebagai representasi anak balita. Oleh karena itu, pertanyaan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan nilai anak dengan pemberian stimulasi psikosoial pada anak usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan? 2. Bagaimana hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan?

5

Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

nilai anak,

stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun di daerah rawan pangan. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi karakteristik anak dan karakteristik keluarga rawan pangan di lokasi penelitian. 2. Mengidentifikasi nilai anak yang berlaku pada keluarga. 3. Mengidentifikasi stimulasi psikososial yang diterapkan keluarga kepada anak. 4. Menganalisis hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial pada keluarga rawan pangan. 5. Menganalisis hubungan stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif anak pada keluarga rawan pangan. 6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak pada keluarga rawan pangan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada keluarga dan pemerhati anak tentang nilai anak, praktek pengasuhan atau stimulasi psikososial pada anak usia 2-5 tahun terhadap perkembangan kognitif anak di daerah rawan pangan. Bagi institusi terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional diharapkan mampu menjadi masukan dalam penyusunan program/kebijakan yang memihak kepada anak khususnya terkait dengan praktek pengasuhan dan optimalisasi perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai media pengembangan ilmu yaitu sebagai informasi tentang nilai anak, perkembangan kognitif, serta praktek pengasuhannya khususnya di daerah rawan pangan.

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Kognitif Kognitif adalah kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan (Fatimah 2006). Apabila diperlukan, pengetahuan yang dimiliki dapat dipergunakan. Banyak atau sedikitnya pengetahuan merupakan ukuran tingkat kemampuan kognitif seeorang. Menurut Fatimah (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara kecerdasan dengan kemampuan kognitif seseorang. Artinya bahwa semakin tinggi kecerdasan seseorang, semakin tinggi pula tingkat perkembangan kognitifnya. Kemampuan kognitif berkembang sebagai hasil dari kerjasama antar genetik dengan lingkungan. Kemampuan ini akan meningkat karena adanya rangsangan yang diberikan kemudian masuk ke dalam otak yang sedang berkembang. Hal ini berarti akan membantu perkembangan kecerdasan. Pembentukan kecerdasan dipengaruhi oleh proses kecerdasan dan interaksi dengan lingkungan sejak dini. Kecerdasan terbentuk dari interaksi antara faktor internal dengan lingkungan. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya lingkungan dalam keluarga dan luar keluarga (Dariyo 2007). Menurut Khomsan (2002), terdapat tiga hal yang mempengaruhi kecerdasan seseorang, yaitu genetik, lingkungan, dan gizi. Teori perkembangan kognitif Piaget mengatakan bahwa anak secara aktif membangun pemahaman dan pengetahuan mereka tentang dunia melalui empat tahapan perkembangan kognitif (Santrock 2002). Masing-masing dari tahapan perkembangan

mempunyai

keunikan

dan

kemampuan

tersendiri,

serta

membangun pencapaian dari setiap tahapan (Ormrod 2003). Perkembangan kognitif menurut Piaget dapat digambarkan dalam Tabel 1. Elemen perkembangan kognitif menurut Piaget terdapat dua prinsip dasar yaitu akomodasi dan asimilasi. Akomodasi merupakan tahapan yang lebih tinggi dari adaptasi. Akomodasi berarti merubah organisasi mental atas informasi baru yang dimasukan. Artinya bahwa prose akomodasi mengubah pemahaman dan pengetahuan yang lama dengan menambah informasi baru yang didapatkannya.

Asimilasi

adalah

proses

dimana

anak

menerima

dan

mengintrepretasikan informasi baru disamping pengetahuan dan pemahaman yang telah ada (Turner & Helms 1991).

 

7

Tabel 1. Tahapan perkembangan kognitif Piaget

Umur

Tingkat

0-2 tahun

Periode Sensorimotor

2-7 tahun

Periode Pra-Operasional Konkret

7-11 tahun

11-15 tahun

Periode Operasional Konkret Periode Operasional Formal

Deskripsi Umum Menggunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal obyekobyek di lingkungannya. Memberikan respon terhadap rangsangan melalui refleks Menggunakan pikiran dalam melihat suatu benda, untuk memahami lingkungannya dengan menggunakan simbolsimbol, meniru, mampu memahami hubungan sebab akibat, bersifat egosentris Mencapai kemampuan untuk berfikir sistematis terhadap halhal atau objek-objek yang konkrit Mencapai kemampuan untuk berfikir sistematis terhadap halhal yang abstrak dan hipotesis

Sumber : Turner dan Helms (1991)

Pada usia 2-5 tahun, anak berada pada tahap pra-operasional konkrit. Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak dalam menggunakan symbol-simbol yang mewakili suatu konsep (Fatimah 2006). Kemampuan simbolik ini memungkinkan seorang anak melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan hal-hal yang telah dilihatnya. Tahapan pra-operasional konkrit ini terbagi ke dalam tiga tahapan. Tahap tersebut diantaranya adalah : 1) egosentris, 2) artifisialisme, 3) animisme (Miller 1983). Egosentris merupakan ketidakmampuan anak dalam mengambil peran orang lain (tidak mampu memposisikan menjadi orang lain), dimana kepuasannya dilakukan dengan bertanya kepada anak lain mengenai sudut pandang yang lain tentang pegunungan. Artifisialisme adalah kemampuan anak untuk menyamakan dua benda yang berbeda substansi, berat, jumlah, isi, dan ruang. Animisme adalah kecenderungan anak menganggap benda sebagai sesuatu yang hidup (Papalia & Olds 1986). Perkembangan

kognitif

pada

anak

dipengaruhi

juga

lingkungan.

Pernyataan ini sejalan dengan inti teori Vygotsky yang menyatakan interaksi social memainkan peran dalam perkembangan kognitif. Tiga pandangan teori perkembangan kognitif social budaya adalah : 1) perkembangan kognitif anak dapat diketahui dan dimengerti ketika perkembangannya dapat dianalisis dan di intrepretasikan, 2) kemampuan kognitif digambarkan melalui kata-kata, bahasa,

 

 

8

dan pembicaraan formal, 3) kemampuan kognitif yang dimiliki mereka merupakan hubungan antara sosial dan budaya dari masing-masing. Vygotsky lebih menekankan pada pembelajaran learning context dimana anak bermain peran aktif dalam setiap proses pembelajaran (Santrock 2002). Stimulasi Psikososial Berdasarkan teori psikososial yang dikemukakan oleh Erik Erikson, psikososial merupakan proses sosialisasi yang terjadi dikarenakan budaya. Pada dasarnya teori perkembangan psikososial adalah kemampuan seseorang untuk melewati setiap rangkaian tahapan atau tahapan yang potensial dalam sepanjang kehidupannya. Perkembangan psikososial Erikson dibagi ke dalam delapan tahapan. Perkembangan kepribadian dimulai dengan kekuatan ego sejak lahir sampai meninggal, dimana kekuatan ego akan bertambah sebagai kualitas dari waktu (Turner & Helms 1991). Anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam dua tahapan perkembangan psikososial, yaitu otonomi vs keragu-raguan (1-3 tahun)/autonomy vs doubt dan inisiatif vs kesalahan (3-5 tahun)/initiative vs guilt. Pada waktu anak berada pada tahap otonomi vs keragu-raguan (1-3 tahun)/autonomy vs doubt, kemampuan perkembangan gerak dan mentalnya membutuhkan syarat utama berupa kesempatan seluas-luasnya untuk bebas mengeksplorasi pengalamannya. Jika pada pertumbuhan ini mendorong anak untuk mencari sesuatu, anak akan tumbuh menjadi seseorang yang percaya diri dan lebih otonomi. Akan tetapi, jika pertumbuhan hilang semangat kebebasannya, anak dapat bertanya-tanya mengenai kemampuannya dan menyembunyikan keragu-raguannya mengenai kemampuannya. Pada tahapan inisiatif vs kesalahan (3-5 tahun)/initiative vs guilt, kapasitas perkembangan kesopanan akan meningkat sehingga mendorong anak untuk mencari dan menemukan insitiatif diri sendiri. Penguatan yang diberikan oleh orangtua dapat mendorong inisitiaf dan meningkatkan tujuan. Orangtua yang membatasi anaknya seperti menunjukan kesalahan yang dilakukan ketika anak untuk mengetahui dunia dalam benak anak. Oleh karenanya, pemberian stimulasi pada anak menjadi hal yang penting dalam mengembangkan psikososial anak. Caplan dan Caplan (1984) menyatakan bahwa dalam menjalankan peran pengasuhan yang berkaitan dengan pemberian stimulasi kepada anak bukan

 

 

9

sesuatu yang didapatkan secara otomatis dan berdasarkan naluri namun merupakan rangkaian dari pengetahuan, pengalaman, keahlian yang diperoleh dan dipelajari. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal menurut Satoto (1999); Megawangi dan Mansour, diperlukan interaksi ibu dan anak secara timbal balik dan stimulasi yang optimal (Hastuti, 2006). Stimulasi merupakan rangsangan yang datangnya dari luar. Stimulasi psikososial merupakan salah satu cara untuk memberikan pengalaman dan pendidikan bagi anak. Menurut Dharmawan (1999) dalam Sununingsih (2006) menyatakan bahwa stimulasi psikososial diberikan diantaranya melalui aktivitas bermain, bernyanyi, dan menggambar. Depdiknas (2002) menyebutkan bahwa stimulasi psikososial adalah pendidikan dalam rangka mengembangkan kemampuan kognitif, fisik atau motorik, serta sosial emosi anak. Jalal (2002) menyatakan bahwa stimulasi psikososial tidak akan berarti apabila tidak dibarengi dengan pemberian gizi dan kesehatan yang memadai. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan otak dalam hal ini berkaitan dengan perkembangan kognitif anak ditentukan oleh cara pengasuhan, pemberian makan, dan stimulasi terhadap anak. Pengukuran stimulasi psikososial anak salah satunya dapat dilakukan dengan alat bantu HOME Inventory

(Caldwell and Bradley), dimana kualitas

lingkungan anak dilihat dari apakah orangtua memberikan reaksi emosi yang tepat, apakah orangtua memberikan dorongan positif kepada anak, apakah orangtua memberikan suasana yang nyaman kepada anak, menunjukkan kasih sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak, turut berpartisipasi dalam kegiatan positif bersama anak, terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak, dan juga apakah orangtua memberikan lingkungan fisik yang nyaman di rumah. Hasil penelitian Hartoyo dan Hastuti (2004) menyebutkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok keluarga dalam hal ini adalah kelompok juragan dan kelompok buruh nelayan dalam hal stimulasi psikososial. Upaya untuk meningkatkan stimulasi psikososial, keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu aspek yang paling penting bagi perbaikan stimulasi psikososial anak. Stimulasi psikososial yang diberikan orangtua kepada anak berhubungan dengan perkembangan kognitifnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sununingsih (2006) pada anak usia 2-4 tahun di Kota Bogor melaporkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian stimulasi psikososial terhadap

 

 

10

perkembangan kognitif anak. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi stimulasi yang diberikan maka perkembangan kognitif cenderung semakin tinggi. Fenomena yang sama terjadi pada hasil penelitian Mindasa (2006) pada anak usia 2.5-5 tahun di Kota Bogor. Nilai Anak Berry (1999) menyatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang dianut oleh masyarakat secara kolektif ataupun individu (Kartino 2006). Anak mempunyai nilai yang sangat penting dalam kehidupan seseorang atau suatu keluarga melebihi nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain adalah dengan adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat orangtua mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagian keluarga. Nilai jika dilihat dari segi sosial merupakan kualitas suatu objek yang menyebabkan objek tersebut diinginkan dan dijunjung tinggi serta dianggap penting atau berharga. Sementara itu jika dilihat dari segi ekonomi, nilai dijadikan sebagai nilai tukar (harga) dan nilai guna (utilitas). Pembentukan nilai pada anak paling efektif dan intensif terjadi dalam keluarga. Artinya bahwa nilai merupakan faktor keturunan yang dibawa sejak lahir dan dibentuk oleh lingkungan (Deacon & Firebaugh 1981). Nilai memiliki karakterisik yang berbeda-beda berdasarkan ciri-ciri tertentu. Dilihat dari segi kestabilan nilai, nilai dibedakan menjadi :1) nilai absolut, 2) nilai normatif, 3) nilai relatif. Nilai absolut merupakan nilai yang tertanam kuat dalam diri seseorang yang memiliki kecenderungan tidak dapat berubah karena faktor lingkungan. Nilai normatif merupakan acuan-acuan tertentu yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Nilai relatif merupakan nilai yang dianut oleh seseorang dan berbeda bagi individu maupun kelompok tergantung dari keadaan dan lingkungan tempat tinggal (Deacon & Firebaugh 1981). Menurut Joshi dan Mac Clean (1997) dalam Putri (2006), nilai anak merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi yang dimiliki oleh anak. Hal ini terkait dengan persepsi nilai anak oleh orangtua merupakan respon dalam memahami akan adanya anak yang berwujud pendapat-pendapat sebagai pilihan untuk berorientasi pada suatu hal (Siregar 2003).

 

 

11

Becker (1955) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa anak dipandang sebagai sumberdaya yang sangat berharga dan tahan lama. Anak secara alami memiliki nilai psikis dan materi. Oleh karena itu, orangtua beranggapan bahwa anak merupakan nilai investasi di masa depan. Dalam hal ini, orangtua beranggapan bahwa anak dapat memberikan kebahagiaan dan merupakan jaminan di hari tua serta membantu perekonomian keluarga. Penilaian orangtua diwujudkan dengan pengasuhan yang baik, perawatan, sekolah dan pemenuhan makan anak. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana orangtua memperlakukan anak. Cara orangtua memperlakukan anak akan mempengaruhi penilaian anak terhadap orangtua. Pada intinya bahwa hubungan orangtua dengan anak akan bergantung pada penilaian orangtua (Hurlock 1977). Menurut Hartoyo (1998) investasi pada anak merupakan usaha atau alokasi keluarga untuk meningkatkan kualitas anak sehingga pada saat dewasa menjadi produktif. Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi seorang individu. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan eksternal pertama yang dikenal begitu bayi dilahirkan di dunia. William Bannet dalam Mindasa (2006) mengungkapkan bahwa keluarga sebagai tempat paling efektif dimana seseorang anak menerima kebutuhan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan bagi hidupnya. Keluarga inti terdiri dari orangtua dan anak. Namun dalam masyarakat Indonesia masih ada kemungkinan bertambahnya jumlah keluarga sehingga menjadi keluarga luas jika ditambah dengan saudara, nenek, kakek, tante, paman. Menurut Monks, Knoers, & Haditono (2002), anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kasih sayang dan pendidikan yang sama (Mindasa 2007). Secara umum, orangtua yang berasal dari keluarga kecil dapat mencurahkan waktu dan perhatian yang cukup banyak pada anak. Semakin banyak jumlah anak dalam suatu keluarga, maka perhatian pada anak akan terbagi-bagi. Harisudin

(1997)

menyatakan

bahwa

jumlah

keluarga

akan

mempengaruhi kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga. Jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang cukup akan

 

 

12

menyebabkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Untuk keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, dengan memiliki anak yang banyak mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian dan pemenuhan kebutuhan dasar baik primer, sekunder dan tersier. Pendidikan Orangtua Kemampuan seseorang untuk memahami perannya dan kemampuan seseorang untuk mengelola sumberdaya dalam suatu keluarga tergantung dari pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan orangtua berhubungan dengan tingkat kemajuan yang dimiliki anak-anaknya atau potensi sumberdaya yang dimiliki anak-anaknya (Pulungan dalam Kurniati 2004). Tingkat pendidikan yang dicapai seseorang akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang dapat menjadi faktor penentu dalam berkomunikasi dalam keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa dalam Kurniati (2004) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan secara langsung maupun tidak mempengaruhi baik buruknya hubungan antar anggota keluarga. Tingkat pendidikan dapat dijadikan cerminan keadaan sosial ekonomi di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi investasi yang diperlukan (Suhardjo dalam Rahmaulina 2007). Dalam pengasuhan anak, pendidikan orangtua terutama pendidikan ibu penting untuk diperhatikan karena akan turut menentukan kualitas pengasuhan anak. Pendidikan formal yang tinggi pada ibu membuat pola pengasuhan akan bertambah baik (Amelia 2001). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan

seseorang

untuk

menyerap

informasi

dan

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengeluaran perkapita Menurut BPS (2006), besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat

menggambarkan

kesejahteraan

suatu

masyarakat.

Namun

data

pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga didekati melalui data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana rumah tangga/keluarga mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Keluarga

 

 

13

dengan tingkat ekonomi rendah (poor income level family) umumnya kurang memberikan perhatian perilaku anak. Hal ini terjadi karena kurangnya akses yang diterima terhadap wawasan dan pengetahuan umum. Berdasarkan hasil penelitian Fachrina (2005) menyebutkan bahwa karakteristik sosial ekonomi pada rumah tangga miskin antara lain: 1) secara umum tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan istri masih rendah yaitu tidak sekolah atau hanya tamat SD, 2) sebagian besar usia kepala keluarga dan istri masih dalam usia produktif antara 30-49 tahun, 3) kepala keluarga umumnya bekerja di bidang pertanian, 4) anggota rumah tangga berjumlah lima sampai tujuh orang. Keadaan kesejahteraannya.

ekonomi Sejalan

keluarga dengan

akan

hasil

menggambarkan

penelitian

Rachmawati

tingkat (2006)

menyebutkan bahwa keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Kondisi sosial yang serba kekurangan akan menyebabkan kondisi yang kurang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian Watson dan Lidgen (1979) menyatakan bahwa orangtua dari kelas ekonomi menengah lebih menekankan pada komunikasi antara anak dan orangtua, memberi informasi yang jelas dan masuk akal dan bersifat terbuka kepada anak-anaknya (Hernawati 2002). Usia Orangtua Usia adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan (Hurlock 1980). Usia orangtua umumnya dimulai ketika seseorang berada pada masa dewasa (20-60 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1981 lebih banyak laki-laki dan perempuan menikah pada usia muda, namun saat ini empat dari lima penduduk Amerika Serikat yang berusia 18 tahun telah menikah dan tinggal bersama pasangan (Duvall 1962). Karakteristik Anak Jenis Kelamin Jenis kelamin akan mempengaruhi orangtua dalam memperlakukan anaknya, misalnya anak laki-laki diberi kebebasan dibandingkan dengan anak perempuan. Disamping itu, perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi jenis permainan yang diberikan pada anak. Perbedaan jenis kelamin ini akan

 

 

14

mempengaruhi

bagaimana

seseorang

dalam

berpenampilan,

bermain,

mengungkapkan emosi, dan berkepribadian. Pada masyarakat Jawa kuno, anak laki-laki biasanya memperoleh pendidikan lebih tinggi dibandingkan saudara-saudaranya yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan pendapat yang menyatakan bahwa laki-lakilah yang harus mencari nafkah, sedangkan perempuan setelah menikah akan dibawa oleh suami. Pada masa sekarang ini, pendidikan bagi anak perempuan merupakan suatu yang biasa dan umum meskipun masih ada sedikit keterbelakangan terhadap anak laki-laki (Monks, Knoers, & Haditono 2003). Hurlock (1990) menyatakan

ada tiga alasan jenis kelamin individu

penting bagi perkembangan selama hidupnya. Pertama, setiap bulan anak mengalami peningkatan pemahaman perilaku orang tua, teman sebaya, dan masyarakat yang mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku yang dipandang sesuai dengan jenis kelamin. Kedua, pengalaman belajar ditentukan oleh jenis kelamin individu. Ketiga, adalah sikap orang tua dan anggota keluarga lainnya sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Keinginan untuk memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu akan mempengaruhi sikap penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak, yang selanjutnya berpengaruh juga pada perilaku dan hubungan mereka dengan anak. Usia Menurut Hurlock (1980), usia anak mempengaruhi kualitas waktu ibu dalam memberikan stimulasi psikososial. Anak pada umur dua tahun, perhatian dan kasih sayang ibu lebih banyak tercurah kepada anak. Hal ini dikarenakan anak belum mampu mandiri dan masih membutuhkan bantuan ibu sebagai pengasuh utama. Di atas usia dua tahun, anak semakin mandiri dan mempunyai jaringan sosial lebih luas

sehingga ketergantungan terhadap ibu sebagi

pengasuh utama mulai sedikit berkurang. Piaget dalam Ormrod (2003) mengatakan bahwa anak usia prasekolah belum mampu memusatkan perhatian pada dua dimensi yang berbeda secara serempak. Anak mulai mengerti mengenai objek yang ada di lingkungannya, sehingga mulai menggunakan simbol dan kata. Fungsi simbol pada anak usia prasekolah adalah kemampuan anak untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada dan tidak terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya. Fungsi simbolik ini dapat bersifat abstrak atau nyata. Anak juga mulai mengerti dasar-dasar dalam

 

 

15

mengelompokkan sesuatu. Anak pada masa prasekolah juga sudah mulai dapat melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku. Anak akan memperlihatkan tingkah laku yang sama seperti tingkah laku yang diperlihatkan oleh orang lain pada waktu yang sudah lewat. Anak tidak langsung meniru model tinggkah laku, melainkan mengamati, menyimpan dan pada saat yang lain memperlihatkan sesuatu kembali (Turner & Helms 1991). Cara berpikir anak usia prasekolah sangat memusat (egosentris) dan cara pikirnya tidak dapat dibalik. Egosentrisme adalah pemusatan pada diri sendiri dan merupakan suatu proses dasar yang banyak dijumpai pada tingkah laku anak dan pengamatan anak banyak ditentukan oleh pandangan sendiri. Anak belum mampu menempatkan diri dalam keadaan orang lain (Turner & Helms 1991).

 

KERANGKA PEMIKIRAN Perkembangan kognitif merupakan suatu proses psikologis yang terjadi dalam bentuk pengenalan, pengertian, dan pemahaman dengan menggunakan pengamatan, pendengaran, dan pemikiran (Baraja 2005). Perkembangan kognitif menurut Dariyo (2007) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor genetik/keturunan, faktor lingkungan, dan interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan. Perkembangan kognitif pada anak usia 2-5 tahun mencapai pada tahap pra operasional konkrit. Artinya bahwa pada tahap ini, anak menggunakan pikirannya dalam melihat suatu benda, memahami lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, meniru, serta mampu memahami suatu hubungan sebab akibat yang bersifat egosentris. Disamping itu, perkembangan kognitif anak dipengaruhi oleh stimulasi psikososial. Adapun persepsi orangtua terhadap nilai anak diduga akan mempengaruhi tidak langsung terhadap perkembangan kognitif anak. Karakteristik keluarga diduga akan mempengaruhi stimulasi psikososial pada anak. Karakteristik keluarga terdiri dari besar keluarga, pendidikan orangtua, usia orangtua, dan pengeluaran perkapita keluarga. Hasil penelitian Harisudin (1997) menyebutkan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga. Hasil penelitian Mindasa (2007) membuktikan bahwa tingkat pendidikan ibu berhubungan nyata dan positif dengan stimulasi psikososial yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi psikososial dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orangtua khususnya ibu secara langsung. Karakteristik anak yang terdiri dari usia anak dan jenis kelamin anak diduga akan mempengaruhi stimulasi psikososial yang diberikan orangtua. Nilai anak merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi yang dimiliki. Nilai anak terdiri dari nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis. Persepsi orangtua mengenai anaknya di masa depan dapat menentukan pemberian stimulasi orangtua pada anak. Gaya pengasuhan orangtua dalam pemberian stimulasi psikososial akan disesuaikan dengan nilai dan harapan orangtua terhadap anak di masa yang akan datang, baik tetap mempertahankan stereotip gender ataupun bebas gender (androgini). Berdasarkan hasil penelitian Hernawati (2002), lebih dari separuh contoh (71.8%) menyatakan androgini dalam menilai anak. Artinya bahwa sebagian besar contoh memiliki nilai yang sama

17

terhadap anak-anaknya, tanpa membedakan jenis kelaminnya. Stimulasi psikososial memiliki hubungan dengan perkembangan kognitif anak.pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Mindasa (2006), Sununingsih (2006), dan Rahmaulina (2007). Pemberian stimulasi psikososial pada anak berupa rangsangan dalam bentuk penyediaan mainan, stimulasi belajar, keterlibatan ibu terhadap anak yang diukur dengan menggunakan HOME inventory untuk anak usia 2-3 tahun dan anak usia 3-5 tahun. Hasil penelitian Sununingsih (2006) menyebutkan bahwa perkembangan kognitif dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan maka semakin tinggi pula perkembangan kognitif anaknya. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat perkembangan kognitif, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik keluarga (usia ibu, lama pendidikan ibu, besar keluarga, pengeluaran perkapita), karakteristik anak (jenis kelamin, usia anak), partisipasi pendidikan pra sekolah anak, dan stimulasi psikososial. Variabel bebas ini akan mempengaruhi variabel terikat berupa perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun. Model kerangka pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.

Karakteristik anak 1. jenis kelamin 2. usia Karakteristik Keluarga 1. besar keluarga 2. pendidikan orangtua 3. pengeluaran perkapita 4. usia orangtua

Nilai Anak : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Status Gizi

IQ

Perkembangan Kognitif

Stimulasi Psikososial

Akses ke Media TV Majalah Koran

Lingkungan TPQ PAUD, TK Partisipasi Pendidikan a. Non-formal b. Informal

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian.

METODE Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian

ini

menggunakan

disain

cross

sectional

study

untuk

mengetahui pengasuhan stimulasi psikososial dan perkembangan kognitif pada anak usia balita di daerah rawan pangan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Banjarnegara Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian payung yang berjudul: “Household Food Security, Family Resource Allocation, and Its’ Impact to Child Development of Family Living in Rural Food Insecure Area in Banjarnegara-Central Java Province, Indonesia”. Pemilihan kabupaten dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah rawan pangan berdasarkan peta kerawanan pangan Indonesia (Martianto, Hastuti, Riyadi, & Alfiasari 2008). Waktu penelitian termasuk persiapan, pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta penulisan laporan direncanakan dilaksanakan dalam jangka delapan bulan terhitung mulai Desember 2008 hingga Juli 2009. Khusus untuk pengumpulan data primer berupa wawancara, pengamatan, dan pengukuran perkembangan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Februari hingga Maret 2009. Cara Pemilihan Contoh Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang berada pada kategori rawan pangan di Kebupaten Banjarnegara. Unit analisis terkecil dilakukan pada tiap-tiap kecamatan untuk variabel-variabel karakteristik sosio demografi dan karakteristik ekonomi. Sementara itu, unit analisis untuk variabel perkembangan kognitif, nilai anak dan stimulasi psikososial dilakukan pada keluarga. Penelitian ini mengambil dua kecamatan terpilih secara purposive dengan beberapa pertimbangan. Diantaranya adalah pertimbangan wilayah tersebut termasuk ke dalam kategori wilayah yang rawan pangan, dan pertimbangan banyaknya jumlah penduduk miskin. Dari dua kecamatan tersebut dipilih enam desa

masing-masing

tiga

desa

untuk

tiap

kecamatan

terpilih

dengan

pertimbangan bahwa lokasi tersebut termasuk desa yang rawan pangan, hasil rekomendasi dari puskesmas setempat mengenai keadaan balita yang di dalamnya terdapat keluarga yang mempunyai minimal satu anak balita.

19

Keseluruhan desa yang diambil adalah enam desa yang terpilih dan diambil masing-masing desa secara acak 50 keluarga sebagai contoh dengan pertimbangan mempunyai minimal satu anak balita. Total keseluruhan contoh berjumlah 300 keluarga. Untuk lebih jelas, cara pemilihan contoh dapat dilihat pada Gambar 2. Kabupaten Banjarnegara

purposive

Kecamatan Pejawaran

Kecamatan Punggelan

purposive Desa Pejawaran

Desa Giritirta

Desa Sidengok

Desa Punggelan

Desa Karangsari

Simple random sampling

150

Desa Kecepit

150

Gambar 2 Cara pemilihan contoh.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : 1.

Karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pengeluaran perkapita keluarga.

2.

Karakteristik anak meliputi jenis kelamin, usia, dan riwayat pendidikan anak.

3.

Nilai anak meliputi nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis.

4.

Stimulasi psikososial contoh meliputi lingkungan stimulasi anak yang berpedoman

pada metode HOME (Home Observation for Measurement

of Environmental) untuk anak. 5.

Perkembangan kognitif anak diukur dengan menggunakan instrumen yang

20

telah dikembangkan dari instrumen penelitian sebelumnya yang sejenis. Data sekunder diperoleh dari puskesmas setempat berupa data jumlah anak usia balita. Data sekunder berupa data keadaan umum lokasi penelitian dan data demografi penduduk diperoleh dari pemerintah dan instansi setempat. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan terlebih dahulu dilakukan editing, selanjutnya dilakukan pemindahan dari daftar pertanyaan ke lembar tabulasi yang sudah disiapkan. Pengolahan data meliputi editing, coding, scoring, entrying, cleaning, serta analyzing dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel dan SPSS 13.0 for Windows. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensia. Nilai anak diukur dengan menggunakan panduan pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan untuk nilai ekonomi, nilai psikologi, dan nilai sosial. Panduan pertanyaan yang digunakan merupakan panduan pertanyaan yang telah dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Panduan pertanyaan ini terdiri dari lima belas pertanyaan. Panduan pertanyaan yang digunakan telah diukur nilai reliabilitasnya sebelum melakukan penelitian. Nilai reliabilitas dari nilai anak adalah sebesar 0.63. Nilai ini menunjukkan bahwa panduan pertanyaan yang digunakan dapat digunakan untuk penelitian yang memiliki karakteristik hampir sama. Pengkategorian skor nilai anak dilakukan dengan asumsi bahwa semakin bagus skor nilai anak, semakin tinggi persepsi orangtua terhadap nilai anak. Pengkategorian persentase nilai anak menggunakan kategori rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (>80%). Kualitas stimulasi psikososial dinilai dari kuesioner dengan menggunakan alat ukur HOME inventory, yang terdiri dari dua variasi yaitu 45 item pertanyaan dengan enam subskala (usia 0-3 tahun) dan 55 item pertanyaan dengan delapan subskala (usia 3-6 tahun). Untuk mengukur perkembangan kognitif anak menggunakan instrumen yang telah dikembangkan berdasarkan penelitan sebelumnya. Instrumen ini merupakan pengembangan dari instrumen-instrumen yang didasarkan pada pengukuran Milestone. Instrumen ini juga telah dilakukan uji reliabilitas berdasarkan kategori usia anak. Nilai reliabilitas untuk kategori usia anak 2-3 tahun yaitu sebesar 0.79, untuk kategori usia 3-4 tahun yaitu 0.77, dan untuk

21

kategori usia anak 4-5 tahun nilai reliabilitasnya adalah 0.87. Pengkategorian dalam perkembangan kognitif ini menggunakan rata-rata pencapaian skor. Pengkategorian rata-rata pencapaian skor ini menggunakan tiga variasi yaitu mampu, kurang mampu dan tidak mampu. Pengkategorian persentase tingkat perkembangan kognitif menggunakan kategori rendah (<60%), sedang (60-80%), dan tinggi (>80%). Analisis korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antar variabel yang diteliti,

selanjutnya

untuk

melihat

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan kognitif dilakukan uji regresi. Untuk menganalisis variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak akan dilakukan uji regresi linier : Yi=α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7+β8X8 + ε Keterangan : Yi α βn X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 ε

= perkembangan kognitif anak = konstanta = koefisien regresi = usia ibu (tahun) = besar keluarga (orang) = pendidikan ibu (tahun) = pengeluaran (Rp/kapita/bulan) = jenis kelamin anak (1= laki-laki, 2= perempuan) = usia anak (bulan) = partisipasi pendidikan pra sekolah anak (bulan) = stimulasi psikososial = galat

Definisi Operasional Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah atau adopsi tinggal dalam satu rumah dengan menjalankan fungsi dan peran tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sama. Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga terdiri dari ayah dan ibu, anak (yang paling sedikit satu orang anak balita) serta anggota keluarga yang lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Tingkat pendidikan orangtua adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai ayah dan ibu. Pekerjaan orangtua adalah pekerjaan utama maupun sampingan orangtua. Pengeluaran perkapita adalah jumlah total pengeluaran keluarga per bulan, termasuk didalamnya pengeluaran pangan, non pangan, dan pendidikan. Karakteristik anak adalah keadaan anak berdasarkan usia dan jenis kelamin.

22

Stimulasi psikososial adalah rangsangan psikososial yang datang dari lingkungan di luar individu anak, meliputi stimulasi belajar, stimulasi bahasa,

lingkungan

fisik,

kehangatan

dan

penerimaan,

stimulasi

akademik, modeling, pengalaman dan hukuman fisik. Pengukuran stimulasi psikososial menggunakan instrumen HOME inventory untuk anak usia 2-3 tahun terdiri dari enam item sub skala, dan untuk usia 3-5 tahun terdiri dari delapan sub skala. Perkembangan kognitif adalah kemampuan anak dalam menggunakan pikirannya untuk mempraktekkan kemampuan mengenai konsep ruang, abstraksi, bahasa, dan kemampuan ilmu pasti melalui observasi atau tes dengan alat bantu kuesioner. Nilai anak adalah harapan orangtua terhadap anak dimasa depan, baik sebagai investasi masa depan (ekonomi), dapat meningkatkan status sosial (sosial), dan atau sebagai penambah kebahagiaan (psikologis).

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian

Kecamatan Pejawaran Kecamatan Pejawaran merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Banjarnegara dengan ketinggian wilayahnya 1 320 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Pejawaran adalah 52.25 Km2. Secara geografis batas wilayah Kecamatan Pejawaran berbatasan dengan Kecamatan Batur sebelah utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pagentan, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Wanayasa (peta pada Lampiran 1). Jumlah penduduk di Kecamatan Pejawaran yaitu sebanyak 41 829 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk Kecamatan Pejawaran adalah sebesar

800

2

jiwa/km . Rata-rata kepadatan ini dipengaruhi oleh kultur tanah dan demografi wilayahnya yang masih banyak terdapat pegunungan dan bukit. Hal ini juga dipengaruhi oleh masih banyaknya lahan yang digunakan bertani dibandingkan dengan penggunaan lahan sebagai pemukiman. Kepadatan penduduk tertinggi di lokasi penelitian berada di Desa Giritirta yaitu sebesar 1 077 jiwa/km2 (Tabel 2). Tabel 2 Kepadatan penduduk Kecamatan Pejawaran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Desa

Luas (km2)

Jumlah penduduk

Kalilunjar 1.61 Biting 1.43 Tlahap 1.31 Darmayasa 5.04 Pejawaran 5.03 Pegundungan 3.67 Beji 2.11 Semangkung 2.26 Condong campur 3.43 Gempol 2.29 Sidengok 3.67 Ratamba 2.77 Penusupan 2.95 Giritirta 2.48 Karangsari 2.17 Sarwodadi 4.29 Grogol 5.74 Total 52.25 Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah)

1 203 1 764 1 536 4 251 4 252 1 592 1 084 1 522 2 667 2 885 2 883 2 320 3 906 2 672 2 723 1 978 2 591 41 829

Kepadatan 747 1 233 1 172 843 845 433 513 673 777 1 259 785 837 1 324 1 077 1 254 461 451 800

24

Penduduk di Kecamatan Pejawaran secara umum memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, dan pedagang. Komposisi terbesar adalah memiliki mata pencaharian sebagai petani. Apabila dilihat dari desa yang diteliti, yaitu Desa Pejawaran, Desa Giritirta dan Desa Sidengok, sebagian besar juga memilki mata pencaharian sebagai petani dan buruh tani menempati urutan kedua (Tabel 3). Tabel 3 Banyaknya penduduk menurut mata pencaharian No

Desa

2 156 322 411 1102 1070 281 258 223 576

3

Jenis Pekerjaan 4 5 6 12 12 2 12 5 2 25 1 2 52 7 10 15 2 2 10 1 1 1 1 2 2 45 4 10

7 8 9 Kalilunjar 22 1 12 19 Biting 6 5 9 39 Tlahap 23 4 4 21 Darmayasa 25 11 2 3 Pejawaran 5 14 4 46 Pegundungan 6 2 4 3 Beji 9 3 5 6 Semangkung 4 5 4 18 Condong 14 8 2 11 campur 10 Gempol 1528 644 12 46 5 19 9 6 15 11 Sidengok 1641 533 14 25 3 6 11 5 18 12 Ratamba 1082 546 6 34 2 21 14 5 19 13 Penusupan 1652 1126 16 156 4 12 19 9 21 14 Giritirta 1553 421 11 26 3 10 4 4 4 15 Karangsari 1361 677 15 21 4 3 4 4 8 16 Sarwodadi 866 608 14 28 5 4 7 20 10 17 Grogol 1275 585 17 40 1 12 9 4 28 Total 21312 9539 219 550 62 116 130 103 289 Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan, 7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah) 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 676 975 779 2112 2026 972 543 860 1411

Dalam segi pendidikan, penyediaan sarana dan prasarana di Kecamatan Pejawaran masih cukup rendah. Hal ini dapat dilihat masih belum tersedianya sekolah di setiap desa dan belum memiliki Sekolah Menengah Umum/sederajat. Hanya terdapat lima buah sekolah TK dan SMP/MTS dalam satu kecamatan. Akan tetapi untuk sekolah SD/MI sudah tersedia di seluruh desa (Tabel 4).

25

Tabel 4 Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Kecamatan Pejawaran Prasarana SD/MI SMP/MTS 1 Kalilunjar 1 1 2 Biting 1 3 Tlahap 1 4 Darmayasa 4 5 Pejawaran 4 1 6 Pegundungan 2 7 Beji 1 1 8 Semangkung 2 9 Condong campur 1 2 10 Gempol 1 1 1 11 Sidengok 3 12 Ratamba 1 2 13 Penusupan 1 3 14 Giritirta 3 15 Karangsari 3 1 16 Sarwodadi 4 1 17 Grogol 2 Total 5 39 5 Sumber: Kecamatan Pejawaran dalam Angka Tahun 2007(diolah) No

Desa

TK

SMA/MA -

Kecamatan Punggelan Kecamatan Punggelan merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Secara geografis kecamatan ini memiliki ketinggian 279 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3 231 m. Kecamatan Punggelan terletak diantara 070LU - 120 LU dan 070LS - 310 LS, dan diantara 020BB - 330 BB dan 030 BT - 810 BT dengan luas wilayah 102.94 km2. Sebelah utara dari Kecamatan Punggelan berbatasan dengan Kecamatan Pandanarum dan Kecamatan Kalibening,

sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan

Wanadadi dan Kecamatan Rakit, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Banjarmangu dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Purbalingga (peta pada Lampiran 1). Jumlah penduduk Kecamatan Punggelan adalah sebanyak 70 877 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Punggelan adalah 688 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar di daerah penelitian adalah kepadatan penduduk di Desa Kecepit. Kepadatan penduduknya adalah 1 075 jiwa/km2 (Tabel 5).

26

Tabel 5 Kepadatan penduduk Kecamatan Punggelan No

Desa

Luas (km2)

Jumlah penduduk

Kepadatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Sambong 5.88 3 965 Tribuana 4.35 3 460 Sawangan 4.36 2 682 Sidarata 3.66 3 357 Badakarya 5.03 4 274 Bondolharjo 5.45 5 525 Punggelan 8.99 6 000 Karangsari 5.62 3 867 Kecepit 4.88 5 246 Danakarta 6.28 4 838 Klapa 5.64 3 017 Jembangan 6.89 4 771 Purwasana 6.27 3 614 Petuguran 9.69 5 339 Tanjungtirta 6.36 3 979 Mlaya 6.37 2 296 Tlaga 7.22 4 647 70 877 Total 102.94 Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

674 795 615 917 849 1 013 667 688 1 075 770 534 692 576 550 625 360 643 688

Penduduk kecamatan Punggelan yang berusia 10 tahun ke atas memiliki mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, buruh bangunan dan pedagang. Hampir separuh (23.9%) penduduk yang bekerja sebagai petani dan sebagian kecil (10.4%) bekerja sebagai buruh tani. Dilihat di desa tempat penelitian, penduduk yang bekerja sebagai petani paling besar terdapat di Desa Punggelan (Tabel 6). Tabel 6 Banyaknya penduduk menurut mata pencaharian Jenis Pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Sambong 580 501 107 52 15 32 18 1 841 2 Tribuana 874 266 289 216 2 55 57 1 014 3 Sawangan 403 251 89 28 8 32 39 18 1 211 4 Sidarata 1 224 82 77 149 9 18 23 13 957 5 Badakarya 456 1 578 156 162 236 87 54 493 6 Bondolharjo 824 705 144 285 20 59 30 2 194 7 Punggelan 2 109 192 81 486 430 121 74 23 976 8 Karangsari 1 204 450 149 65 5 18 11 810 9 Kecepit 262 387 200 23 31 10 95 29 3 060 10 Danakerta 730 564 251 82 14 31 30 26 1 852 11 Klapa 437 56 59 38 10 12 4 1 641 12 Jembangan 578 317 271 183 9 17 6 2 381 13 Purwasana 942 74 71 67 1 9 9 1 522 14 Petuguran 1 800 248 46 26 14 18 16 1 765 15 Tanjungtirta 1 336 668 282 220 8 14 14 393 16 Mlaya 1 145 12 35 85 38 4 5 2 423 17 Tlaga 2 003 998 35 20 7 9 3 602 Total 16 907 7 349 2 342 2 187 538 535 596 333 23 135 Catatan : 1=petani, 2= buruh tani, 3= buruh bangunan, 4= pedagang, 5= jasa sosial, 6= angkutan, 7= pns, 8= pensiunan, 9= lain-lain Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

No

Desa

27

Jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Punggelan dapat dilihat dari seberapa banyak jumlah sarana pendidikan yang dimiliki. Di Kecamatan ini terdapat cukup banyak TK dan SD/MI. Akan tetapi hanya terdapat 8 SD dan 1 SMK dalam satu kecamatan (Tabel 7). Tabel 7 Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di Kecamatan Punggelan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Desa

TK/sederajat

Sambong Tribuana Sawangan Sidarata Badakarya Bondolharjo Punggelan Karangsari Kecepit Danakerta Klapa Jembangan Purwasana Petuguran Tanjungtirta Mlaya Tlaga Total

SD/MI 3 4 3 4 6 7 6 4 5 5 2 1 2 5 3 3

63

70

Prasarana SMP/MTS 3 4 4 3 4 7 5 4 3 7 2 5 5 6 3 2 3 8

SMA/MA/SMK 1 1

1 1 1 1 1 1 2 -

Sumber: Kecamatan Punggelan dalam Angka Tahun 2007(diolah)

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Jumlah anggota keluarga akan menentukan besar (ukuran) dalam keluarga. Perkembangan anak dan interaksi pada anak erat kaitannya dengan banyaknya anggota keluarga (Hurlock 1990). Dalam penelitian ini jumlah anggota keluarga berkisar 3-12 orang. Persentase terbesar keluarga contoh (59.3%) termasuk ke dalam kategori keluarga kecil dengan rata-rata jumlah anggota keluarga ≤4 orang (Tabel 8). Sementara

itu, kategori keluarga besar hanya

empat persen, dimana Kecamatan Pejawaran memiliki persentase 4.7 persen dan Kecamatan Punggelan 3.3 persen. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Kategori besar keluarga Kecil (≤ 4) Sedang (5- 7) Besar (≥ 8) Total Rata-rata ± SD

Pejawaran

Punggelan

n

%

n

%

87 56 7

58.0 37.3 4.7

91 54 5

150

100.0

150

4.7 ± 1.4

Total n

%

60.7 36.0 3.3

178 110 12

59.3 36.7 4.0

100.0

300

100.0

4.5 ± 1.4

4.6 ± 1.4

28

Secara keseluruhan dengan besar keluarga rata-rata lima orang maka keluarga contoh pada umumnya memiliki dua anak per keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Soetjaningsih dalam Sununingsih (2006) bahwa keluarga miskin relatif memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak. Keluarga dengan jumlah anggotanya lebih banyak biasanya jarak antar usia anak sangat dekat sehingga perhatian ibu terhadap anak akan terpecah. Orangtua yang berasal dari keluarga kecil, umumnya akan mampu memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup kepada anaknya. Disamping itu, fasilitas yang diterima sama sehingga akan menunjang tumbuh kembang anak. Usia Orangtua Usia umumnya mempengaruhi kesiapan seseorang dalam menjalani kehidupan.

Usia

orangtua

mempengaruhi

kesiapan

dalam

menjalankan

perannya, termasuk didalamnya kesiapan mengasuh anak. Menurut Sununingsih (2006)

semakin

matang

usia

orangtua

diharapkan

orangtua

mampu

melaksanakan perannya, terutama dalam pemenuhan kebutuhan anak dalam menunjang tumbuh kembang anak secara optimal. Sebagian besar ayah di dua kecamatan tergolong usia dewasa muda yaitu kurang dari 40 tahun. Usia ayah berkisar antara 21-40 tahun dengan ratarata keluarga contoh berumur 24-37 tahun. Rata-rata usia ayah contoh pada Kecamatan Pejawaran hampir sama dengan usia ayah di Kecamatan Punggelan. Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan usia ayah Kelompok usia (tahun) < 20

Pejawaran

Punggelan

n

n

%

%

Total n

%

0

0.0

0

0

0

0.0

21 – 40

120

81.6

120

81.1

240

81.4

41 – 60

27

18.4

28

18.9

55

18.6

147

100.0

148

100.0

295

100.0

Total Rata-rata ±SD

34.7 ± 7.3

34.8 ± 7.4

34.7 ± 7.3

Sama halnya dengan usia ayah, sebagian besar ibu tergolong berusia muda. Rata-rata usia ibu keluarga contoh berkisar 24-36 tahun. Rata-rata usia ibu di Kecamatan Punggelan hampir sama dengan usia ibu di Kecamatan Pejawaran. Proporsi terbesar usia ibu antara 21-40 tahun.

29

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu Kelompok usia (tahun) < 20 21 – 40 41 – 60 Total Rata-rata ±SD

Pejawaran

Punggelan

n

n

%

Total

%

n

%

7

4.6

6

4.0

13

4.3

127

84.7

131

73.0

258

86.0

16

10.7

13

87.0

29

9.7

150

100.0

150

100.0

300

100.0

29.9 ± 6.6

30.0 ± 7.1

30.0 ± 6.8

Secara keseluruhan, usia orangtua contoh merupakan usia produktif. Usia produkif memungkinkan seseorang untuk memiliki potensi dalam mencari tambahan penghasilan guna meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik (Karyadi dalam Hanifa 2005). Hal ini berarti, orangtua contoh mempunyai potensi dalam meningkatkan kualitas hidup termasuk dalam pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang anak. Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua bervariasi mulai dari tidak sekolah hingga tamat perguruan tinggi. Berdasarkan pendidikan ayah, lebih dari separuh responden (60.3%) berpendidikan SD dengan rata-rata lama pendidikan ayah 6.8 tahun. Sebagian besar ayah di Kecamatan Pejawaran maupun Kecamatan Punggelan berpendidikan SD. Rata-rata lama pendidikan ayah di Kecamatan Punggelan lebih lama (7.1 tahun) dibandingkan dengan pendidikan ayah di Kecamatan Pejawaran (5.7 tahun). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah Jenis Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat

Pejawaran n

Punggelan %

n

Total %

n

%

9

6.1

5

3.4

14

4.7

23

15.6

19

12.8

42

14.2

102

69.4

76

51.4

178

60.3

SMP/sederajat

8

5.4

26

17.6

34

11.5

SMA/Sederajat

3

2.0

16

10.8

19

6.4

Perguruan tinggi

2

1.4

6

4.1

8

2.7

147

100.0

148

100.0

295

100.0

Total Rata-rata lama pendidikan(tahun)±SD

5.7±2.4

7.1±3.2

6.4±2.9

Sama halnya dengan ayah, sebagian besar ibu di Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Punggelan berpendidikan SD (Tabel 16). Rata-rata lama

30

pendidikan ibu di Kecamatan Punggelan lebih lama (7.6 tahun) dibandingkan dengan di Kecamatan Pejawaran (5.9 tahun). Secara keseluruhan berdasarkan pendidikan ibu, lebih dari separuh contoh berpendidikan SD dengan rata-rata lama pendidikan 6.8 tahun. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu Jenis Pendidikan Tidak sekolah

Pejawaran

Punggelan

n

n

%

%

Total n

%

6

1.0

1

0.7

7

2.3

12

8.0

16

10.7

28

9.3

113

75.3

73

48.7

186

62.0

SMP/sederajat

18

12.0

38

25.3

56

18.7

SMA/Sederajat

1

0.7

16

10.7

17

5.7

Perguruan tinggi

0

0.0

6

4.0

6

2.0

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Tidak tamat SD SD/sederajat

Total Rata-rata lama pendidikan(tahun)±SD

5.9±1.9

7.6±2.8

6.8±2.5

Pekerjaan Orangtua Pekerjaan orangtua terutama ayah dijadikan sebagai tulang punggung keluarga yang erat kaitannya dengan pendidikan orangtua (Mindasa 2007). Pekerjaan ayah di Kecamatan Punggelan lebih beragam dibandingkan dengan di Kecamatan Pejawaran, karena ada yang bekerja sebagai tukang ojek, karyawan sekolah, perangkat desa, security/keamanan, karyawan swasta dan PNS, sedangkan di Kecamatan Pejawaran tidak ada (Tabel 13). Persentase pekerjaan ayah terbesar pada dua kecamatan adalah bekerja sebagai petani (52.9%) yang diikuti oleh buruh tani (17.6%). Jenis pekerjaan ibu di Kecamatan Pejawaran berbeda dengan ibu di Kecamatan Punggelan. Sebagian besar ibu contoh di Kecamatan Pejawaran bekerja sebagai petani (59.3%), sedangkan sebagian besar ibu contoh di Kecamatan Punggelan tidak bekerja (68.7%). Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan dalam memandang beban ekonomi keluarga. Secara keseluruhan, persentase terbesar pekerjaan ibu adalah tidak bekerja yang kemudian diikuti oleh bekerja sebagai petani (Tabel 14).

31

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ayah Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani

Pejawaran

Punggelan

Total

n

%

n

%

n

%

118

80.3

38

25.7

156

52.9

16

10.9

36

24.3

52

17.6

Buruh bangunan/industry

2

1.4

13

8.8

15

5.1

Pedagang

5

3.4

19

12.8

24

8.1

Sopir

2

1.4

7

4.7

9

3.1

Guru

3

2.0

5

3.4

8

2.7

Tukang ojek

0

0.0

7

4.7

7

2.4

Wirausaha

1

7.0

10

6.8

11

3.7

Penjaga took

0

0.0

3

2.0

3

1.0

Karyawan sekolah

0

0.0

2

1.4

2

0.7

Perangkat desa

0

0.0

2

1.4

2

0.7

Security

0

0.0

1

0.7

1

0.3

Karyawan swasta

0

0.0

3

2.0

3

1.0

PNS Total

0

0.0

2

1.4

2

0.7

147

100.0

148

100.0

295

100.0

Disamping melakukan perannya dalam pengasuhan, ibu dirasa perlu membantu perekonomian keluarga khususnya di Kecamatan Pejawaran. Hal ini diduga karena tingkat perekonomian keluarga yang relatif lebih rendah. Hal ini juga didukung oleh perbedaan wilayah yang cukup kontras antara Kecamatan Pejawaran dan Punggelan. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ibu Jenis Pekerjaan

Pejawaran

Punggelan

Total

n

%

n

%

n

%

Tidak bekerja

34

22.7

103

68.7

137

45.7

Petani

89

59.3

9

6.0

98

32.7

Buruh tani

21

14.0

5

3.3

26

8.7

3

2.0

12

8.0

15

5.0

Buruh bangunan/industri Pedagang

2

1.3

7

4.7

9

3.0

Guru

1

0.7

5

3.3

6

2.0

Wirausaha

0

0.0

4

2.7

4

1.3

Penjaga took

0

0.0

1

0.7

1

0.3

Karyawan sekolah

0

0.0

1

0.7

1

0.3

PNS

0

0.0

1

0.7

1

0.3

PRT

0

0.0

2

1.3

2

0.7

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Total

32

Pengeluaran per Kapita Keluarga Kondisi sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari rata-rata pengeluaran per bulan. Menurut BPS (2006) besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga menggambarkan kesejahteraan masyarakat. Namun, data pendapatan yang akurat sulit didapat, sehingga didekati oleh data pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran pangan dan pengeluaran non-pangan. Secara umum, total pengeluaran keluarga kurang dari Rp 500 000.00/bulan, namun ada beberapa keluarga yang memiliki pengeluaran di atas Rp 500 000.00/bulan (Tabel 15). Jika dilihat dari garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 yaitu sebesar Rp 146 531.00, kedua kecamatan termasuk kedalam kategori daerah miskin. Rata-rata pengeluaran keluarga di Kecamatan Pejawaran lebih kecil dibandingkan dengan di Kecamatan Punggelan. Secara keseluruhan ratarata pengeluaran keluarga contoh sebesar Rp 87 186.00/kap/orang/bln. Kondisi ini mengindikasikan bahwa status sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Punggelan relatif lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan dari lebih tingginya tingkat pendidikan di kecamatan tersebut. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengeluaran keluarga Pengeluaran (Rp/kap/bln)

Pejawaran

Punggelan

Total

n

%

n

%

n

%

<50 000

86

57.3

31

20.7

117

39.0

50 000-100 000

36

24.0

68

45.3

104

34.7

>100 000

28

18.7

51

34.0

79

26.3

Total

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Rata-rata (Rp)±SD

72 273±72 129

102 099±84553

87 186±79 865

Pengeluaran total keluarga dibagi menjadi tiga, yaitu pengeluaran pangan, non-pangan dan pendidikan. Hampir separuh keluarga contoh mengeluarkan untuk pangan sebesar Rp 43 053.00/kap/bln. Alokasi pengeluaran untuk pangan lebih banyak terdapat di Kecamatan Punggelan dibandingkan dengan di Kecamatan Pejawaran (Tabel 16). Pengeluaran pangan ini dialokasikan untuk membeli beras, jagung, sayuran, kopi, teh, bumbu-bumbu masak, minuman, minyak goreng dan makanan ringan.

33

Tabel 16 Alokasi pengeluaran berdasarkan total pengeluaran keluarga Alokasi pengeluaran

Pejawaran

Punggelan

Total

Rp/kap/bln

%

Rp/kap/bln

%

Rp/kap/bln

%

Pangan

32 235

44.6

53 870

52.8

43 053

49.4

Non-pangan

36 705

50.8

41 097

40.3

38 901

44.6

Pendidikan

3 332

4.6

7 132

6.9

5 232

6.0

72 273

100.0

102 099

100.0

87 186

100.0

Total

Alokasi pengeluaran non-pangan keluarga contoh digunakan untuk minyak (untuk memasak dan penerangan), KB, rokok, tembakau, perlengkapan mandi, arisan, dan tabungan. Secara umum pengeluaran non-pangan keluarga contoh ini sebesar Rp 38 901.00/kap/bln. Pengeluaran non-pangan pun di dalamnya terdapat pengeluaran untuk pendidikan dan hanya 6 persen yang dikeluarkan untuk pendidikan dari total pengeluaran keluarga contoh. Tabel 20 menunjukkan bahwa Kecamatan Pejawaran lebih banyak mengalokasikan uangnya untuk non-pangan dibandingkan untuk pangan. Keadaan berbeda ditunjukkan di Kecamatan Punggelan yang lebih banyak mengeluarkan uangnya untuk pangan dibandingkan untuk non-pangan. Hasil ini berbeda dengan pendapat BPS (2004) dalam Mindasa (2007) yang mengatakan bahwa

keluarga

yang

memiliki

sosial

ekonominya

lebih

tinggi

akan

mengalokasikan uangnya untuk pengeluaran non-pangan. Karakteristik Anak Usia Anak Usia anak pada penelitian ini antara 2-5 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase usia anak terkecil

di Kecamatan Pejawaran

terdapat pada kategori 4 - < 5 tahun (24%), sedangkan di Kecamatan Punggelan persentase terbesar berada pada kategori 2 - < 3 tahun (36%). Rata-rata usia anak berkisar antara 3.4 tahun (Tabel 17). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan usia anak Kelompok usia (tahun)

Pejawaran

Punggelan

Total

n

%

n

%

n

%

2-<3

57

38.0

54

36.0

111

37.0

3-<4

57

38.0

48

32.0

105

35.0

4-<5

36

24.0

48

32.0

84

28.0

Total

150

100.0

150

100.0

300

100.0

Rata-rata ± SD (bulan)

40.13 ± 9.79

42.10 ± 10.59

41.11 ± 10.23

34

Jenis Kelamin Persentase terbesar contoh merupakan anak perempuan, yaitu sebanyak 55.0 % dan sisanya adalah anak laki-laki. Gambar 3 menunjukkan lebih dari separuh contoh baik di Kecamatan Pejawaran (52.7%) dan Kecamatan Punggelan (57.3%) berjenis kelamin perempuan.

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin.

Partisipasi Pendidikan Pra Sekolah Anak Pendidikan anak sejak dini erat kaitannya dengan perkembangan kecerdasan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Patmodewo (2001) bahwa perkembangan anak akan optimal jika diberikan intervensi berupa pendidikan. Berdasarkan riwayat pendidikan prasekolah anak, hanya sedikit contoh mengikuti pendidikan prasekolah (14.3 %) (Gambar 4). Fenomena ini menggambarkan masih jauh tingkat partisipasi kasar PAUD di kedua kecamatan dari tingkat partisipasi kasar PAUD nasional tahun 2008 (50.5%) (Muhammad 2008).

Gambar 4 Sebaran balita berdasarkan riwayat pendidikan prasekolah.

35

Dilihat berdasarkan lokasi penelitian, jumlah anak yang berpartisipasi di Kecamatan Pejawaran lebih banyak (18.7%) daripada anak di Kecamatan Punggelan (10.0%). Hal ini diduga berhubungan dengan pekerjaan ibu di Kecamatan Pejawaran sebagai petani atau buruh tani, sehingga lebih banyak ibu menyertakan anaknya di PAUD non-formal. Hal ini diduga karena dorongan pekerjaan ibu sebagai petani atau buruh tani memaksa ibu untuk menyertakan anaknya ke kelompok PAUD daripada meninggalkannya dirumah. Pada umumnya, keberangkatan anak ke kelompok PAUD dan kepulangan anak ke rumah dilakukan bersama teman seusianya. Hal ini terjadi karena lokasi kelompok PAUD relatif lebih dekat dengan rumah. Secara umum, jenis pendidikan yang diikuti oleh anak usia 2-5 tahun lebih banyak dalam bentuk pendidikan PAUD non-formal seperti kelompok PAUD (7.3 %) dan TPQ (4.3%) daripada PAUD formal (2.7%) seperti TK (Gambar 5).

Gambar 5 Sebaran balita berdasarkan tingkat pendidikan yang diikuti.

Jumlah anak yang mengikuti kelompok PAUD adalah 43 orang. Rata-rata lama contoh mengikuti pendidikan adalah satu bulan (Gambar 6). Akan tetapi, rata-rata lama pendidikan contoh mengikuti pendidikan di Kecamatan Pejawaran relatif lebih lama (0.3±0.7) daripada di Kecamatan Punggelan (0.2±0.7).

36

Gambar 6 Sebaran balita berdasarkan lama pendidikan pra sekolah

Nilai Anak Joshi and Clean (1997) dalam Hernawati (2002) menyebutkan bahwa nilai anak merupakan persepsi dan harapan orangtua terhadap anak berdasarkan potensi yang dimiliki. Anak mempunyai nilai yang sangat penting dalam kehidupan seseorang atau suatu keluarga bahkan bila dibandingkan dengan nilai harta kekayaan. Nilai anak bagi orangtua dalam kehidupan seharihari dapat diketahui dari kondisi adanya kenyataan bahwa anak menjadi tempat mencurahkan kasih sayang dan sumber kebahagiaan (nilai psikologis), anak tempat mensosialisasikan nilai-nilai (nilai sosial), dan anak dijadikan tempat menggantungkan harapan (nilai ekonomi) baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Nilai Psikologi Pada nilai psikologi, lebih dari separuh ibu contoh (67.2%) mempunyai harapan yang tinggi terhadap anaknya. Orangtua berharap dengan adanya anak dapat mendatangkan kebahagiaan, anak perempuan lebih perhatian, anak lakilaki lebih aktif sehingga membutuhkan asupan makanan yang besar, anak lakilaki lebih berharga karena dianggap sebagai tulang punggung keluarga, anak perempuan mudah sakit dan lebih pintar. Secara umum persepsi orangtua terhadap nilai psikologi anak ialah anak dapat mendatangkan kebahagiaan. Tabel 18 menunjukkan bahwa contoh di Kecamatan Pejawaran memiliki rata-rata nilai psikologi anak relatif lebih rendah (63.4%) dibandingkan dengan di Kecamatan Punggelan (71.0%). Lebih dari setengah ibu (66.3%) contoh tidak

37

setuju dengan pernyataan bahwa anak perempuan lebih perhatian kepada orangtua dibandingkan anak laki-laki. Tabel 18 Sebaran rata-rata pencapaian skor nilai psikologi Pejawaran

Punggelan

%

%

%

Tidak

Setuju

Setuju Pernyataan

setuju

Total

%

%

Tidak

Setuju

setuju

% Tidak Setuju

Anak datangkan bahagia

99.3

0.7

98.0

2.0

98.7

1.3

Anak perempuan perhatian *)

33.7

67.3

34.7

65.3

33.7

66.3

Anak laki-laki lebih aktif *)

54.0

46.0

73.3

26.7

63.7

36.3

Anak laki-laki lebih berharga *)

83.3

16.7

92.0

8.0

87.7

12.3

anak perempuan mudah sakit *)

60.7

39.3

64.7

35.3

62.7

37.3

Anak perempuan lebih pintar *)

50.7

49.3

63.3

36.7

57.0

43.0

Rata-rata ± SD

63.4±23.6

71.0±21.8

67.2±23.0

Nilai Sosial Nilai sosial diukur dengan pernyataan bahwa anak dapat meningkatkan derajat keluarga, baik laki-laki maupun perempuan diharapkan mendapatkan prestasi yang baik di sekolah, dan anak diharapkan setelah besar dapat menjadi tokoh sosial di masyarakat. Orangtua berharap anaknya berperilaku sesuai dengan nilai dan aturan yang ada sehingga dapat menjadi orang terpandang dan statusnya dalam masyarakat bisa lebih baik. Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hampir seluruh orangtua contoh (97.0) setuju bahwa anak dapat meningkatkan derajat keluarga, tetapi hampir sebagian orangtua contoh (39.3%) tidak setuju dengan pendapat bahwa derajat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Hasil ini menggambarkan bahwa orangtua sudah mempunyai persepsi yang sama baik anak laki-laki maupun anak perempuan dalam memandang anak-anaknya. Rata-rata persentase nilai sosial di Kecamatan Pejawaran lebih kecil dibandingkan dengan persentase nilai sosial di Kecamatan Punggelan (Tabel 19). Hal ini diduga dikarenakan orangtua contoh di Kecamatan Punggelan lebih banyak yang berpendidikan tinggi. Secara keseluruhan persentase nilai sosial anak di daerah penelitian sebesar 86.9 persen.

38

Tabel 19 Sebaran rata-rata pencapaian skor nilai sosial Pejawaran

Pernyataan

% Setuju

Punggelan

% Tidak Setuju

% Setuju

Total

% Tidak Setuju

% Setuju

% Tidak Setuju

54.0

46.0

67.3

32.7

60.7

39.3

97.3

2.7

96.7

3.3

97.0

3.0

94.0 75.3 93.3

6.0 24.7 6.7

97.3 94.7 99.3

2.7 5.3 0.7

95.7 85.0 96.3

4.3 15.0 3.7

Derajat laki-laki lebih tinggi *) Anak dapat meningkatkan derajat keluarga Anak dapatkan prestasi Anak laki-laki lebih untung *) Anak menjadi tokoh sosial Rata-rata ± SD

82.8±16.9

91.1±13.2

86.9±15.7

Nilai Ekonomi Persepsi orangtua terhadap anak di bidang ekonomi menunjukkan bahwa orangtua menaruh harapan baik terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan untuk dapat membantu ekonomi orangtua, saudara, dan dapat menyekolahkan saudara-saudaranya, sehingga orangtua setuju bahwa semua anak dibolehkan untuk bekerja. Hal ini diduga terjadi karena rendahnya pendapatan yang didapatkan oleh keluarga. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh orangtua contoh setuju jika dimasa depan nanti anak dapat membantu keluarga besar baik ekonomi maupun membantu menyekolahkan. Hal serupa dapat dilihat di dua kecamatan, tidak terjadi perbedaan yang cukup besar antara Kecamatan Pejawaran (92.3%) dan Kecamatan Punggelan (98.0) jika dilihat dari rata-rata persentase skor nilai ekonomi anak. Tabel 20 Sebaran rata-rata pencapaian skor nilai ekonomi Pejawaran Pernyataan

Anak memberikan bantuan Anak bantu sekolah saudara Semua anak boleh bekerja Anak bantu ekonomi saudara Rata-rata ± SD

% Setuju 97.3 97.3 77.3 97.3 92.3±15.6

% Tidak Setuju 2.7 2.7 22.7 2.7

Punggelan % Setuju 98.0 97.3 97.3 99.3 98.0±8.5

Total

% Tidak Setuju 2.0 2.7 2.7 0.7

% Setuju 97.7 97.3 87.3 98.3 95.2±12.8

% Tidak Setuju 2.3 2..3 12.7 1.7

Berdasarkan Tabel 21, rata-rata nilai anak adalah sebesar 81.2 persesn. Hasil ini menunjukkan bahwa persepsi dan harapan orangtua kepada anak termasuk kategori tinggi. Akan tetapi, rata-rata nilai anak di Kecamatan Punggelan relatif lebih tinggi (84.9%) dibandingkan dengan di Kecamatan Pejawaran (77.6%).

39

Tabel 21 Rata-rata pencapaian skor nilai anak Nilai Anak Nilai Psikologis Nilai Ekonomi Nilai Sosial Nilai Anak Total

Pejawaran Rata-rata±SD 63.4±23.6 92.3±15.6 82.8±16.9 77.6±14.7

Punggelan Rata-rata±SD 71.0±21.8 98.0±8.5 91.1±13.2 84.9±11.1

Total Rata-rata±SD 67.2±23.0 95.2±12.8 86.9±15.7 81.2±13.5

Secara keseluruhan, total rata-rata nilai anak termasuk ke dalam kategori tinggi (49.0), kemudian diikuti kategori sedang (46.3%). Namun jika dilihat kondisi di kedua kecamatan, Kecamatan Pejawaran termasuk ke dalam kategori sedang, sedangkan di Kecamatan Punggelan termasuk kedalam kategori tinggi (Gambar 6). Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan orangtua terutam ibu di Kecamatan Punggelan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua di Kecamatan Pejawaran, sehingga orangtua lebih dapat menerima informasi dengan mudah. Disamping itu, akses informasi di Kecamatan Punggelan cenderung lebih mudah dikarenakan dekat dengan kota kecamatan, sehingga penerimaan akses informasi jauh lebih mudah dan cepat.

Gambar 7 Sebaran balita berdasarkan nilai anak.

Stimulasi Psikososial Stimulasi psikososial merupakan serangkaian dari interaksi dalam mengarahkan

anak

untuk

memiliki

kemampuan.

Stimulasi

merupakan

rangsangan yang datangnya dari luar. Dharmawan (1999) dalam Sununingsih (2006) menyatakan bahwa stimulasi psikososial diberikan diantaranya melalui aktivitas bermain, bernyanyi, dan menggambar.

40

Anak Usia 2-3 Tahun Secara keseluruhan rata-rata persentase skor tanggap rasa dan kata, penerimaan perilaku anak, pengorganisasian lingkungan anak, dan keterlibatan ibu terhadap anak yang diberikan orangtua relatif lebih tinggi di Kecamatan Punggelan. Hal ini dikarenakan banyak orangtua khususnya ibu yang sudah mulai mengerti pentingnya pengasuhan. Disamping itu, tingkat pendidikan ibu yang cukup tinggi dan banyaknya ibu tidak bekerja, sehingga cenderung akan mencurahkan banyak waktunya untuk pengasuhan. Hal ini sejalan dengan pendapat Baqi (2005) bahwa ibu yang berpendidikan akan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk melakukan berbagai hal. Namun karena keterlibatan ibu secara aktif dalam melakukan berbagai hal, ibu akan turun tangan saat anak melakukan kesalahan dengan cara mendidik, sehingga anak tidak bergantung pada orangtua (Mindasa 2007). Tabel 22 Sebaran rata-rata pencapaian skor stimulasi psikososial usia 2-3 tahun Sub skala

Pejawaran

Punggelan

Total

Tanggap rasa dan kata

59.8 ± 22.5

59.3 ± 27.2

59.5 ± 24.8

Penerimaan terhadap perilaku anak

60.1 ± 17.3

61.3 ± 16.7

60.7 ± 16.9

Pengorganisasian lingkungan anak

57.9 ± 19.7

60.2 ± 15.7

59.0 ± 17.8

Penyediaan mainan untuk anak

13.81±13.5

19.6 ± 23.3

16.6 ± 19.1

Keterlibatan ibu terhadap anak

57.6 ± 19.9

65.7 ± 22.1

61.6 ± 21.3

Kesempatan variasi asuhan anak

40.4 ± 20.9

32.6 ± 22.4

36.6 ± 21.9

% Rata-rata keseluruhan subskala

49.5 ± 15.7

50.0 ± 12.8

49.8 ± 14.3

Berdasarkan rata-rata persentase skor, persentase skor terbesar dari enam sub skala HOME adalah keterlibatan ibu terhadap anak yaitu 61.6 persen. Sementara itu, rata-rata persentase skor terendah adalah penyediaan mainan untuk anak yaitu 16.6 persen (Tabel 22). Hal ini berarti sebagian besar ibu sudah mampu melaksanakan sub skala keterlibatan ibu dengan baik yaitu dengan memberikan pengawasan secara langsung atau sambil bekerja, berbicara kepada anak selama mengerjakan pekerjaan. Rendahnya sub skala penyediaan mainan

menandakan

masih

kurang

dalam

merangsang

perkembangan

kematangan jiwa anak. Kecamatan Punggelan dan Kecamatan Pejawaran tidak memiliki kualitas stimulasi psikososial kategori tinggi. Kecamatan Pejawaran memiliki kualitas simulasi psikososial kategori rendah namun lebih tinggi daripada kualitas stimulasi psikososial di Kecamatan Punggelan (Gambar 8). Secara keseluruhan

41

kualitas stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun berada pada kategori rendah yaitu sebesar 85.5 persen, kemudian diikuti oleh kategori sedang yaitu sebesar 14.5 persen. Fenomena ini menunjukkan bahwa orangtua belum secara optimal memberikan reaksi emosi dengan tepat, dorongan yang positif kepada anak, suasana yang nyaman kepada anak sarana tumbuh kembang dan belajar bagi anak, berpartisipasi dalam kegiatan positif anak, keterlibatan aktif dalam kegiatan bersama anak, dan juga lingkungan fisik yang nyaman di rumah.

Gambar 8 Sebaran balita berdasarkan stimulasi psikososial usia 2-3 tahun.

Anak Usia 3-5 Tahun Pada kelompok usia 3-5 tahun, kualitas stimulasi psikososial diukur dengan HOME yang terdiri dari 55 buah pertanyaan yang terbagi ke dalam delapan sub skala meliputi: stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, kehangatan dan penerimaan perilaku anak, stimulasi akademik, modelling, variasi stimulasi kepada anak, dan hukuman. Dari delapan sub skala yang ada diperoleh sebaran contoh berdasarkan pencapaian skor sub skala HOME untuk usia 3-5 tahun Kecamatan Punggelan cenderung lebih baik (Tabel 23). Persentase terbesar dalam pencapaian skor dari delapan sub skala HOME untuk usia 3-5 tahun adalah skor sub skala stimulasi bahasa sebesar 87.3 persen. Hal ini berarti bahwa sebagian besar ibu sudah mampu melaksanakan sub skala ini dengan baik yaitu dengan mengajari anak mengenal nama-nama binatang, belajar huruf alfabet, mengucapkan salam, terima kasih, memberi kesempatan anak dan tanggapan ibu terhadap anak. Disamping itu, pencapaian skor terkecil yaitu terdapat pada sub skala stimulasi belajar sebesar 23.0 persen (Tabel 23). Hal ini menunjukkan bahwa ibu masih kurang dalam memberikan

42

stimulasi belajar kepada anaknya. Misalnya dalam memberikan alat bantu yang dapat mendorong keinginan anak untuk belajar seperti menyediakan mainan untuk belajar warna, bentuk, ukuran, tidak disediakannya mainan yang menantang, anak tidak memiliki mainan bebas berekspresi (seperti spidol, crayon, cat air); dan juga anak tidak memiliki mainan untuk belajar lewat media audio/visual yang lebih beragam. Selain itu juga, mengindikasikan rendahnya faktor kebiasaan membaca dalam keluarga baik dalam bentuk koran, buku, maupun majalah. Tabel 23 Sebaran rata-rata pencapaian skor stimulasi psikososial usia 3-5 tahun Sub skala Stimulasi belajar Stimulasi bahasa Lingkungan fisik Kehangatan dan penerimaan Stimulasi akademik Modelling Variasi stimulasi kepada anak Hukuman % Rata-rata keseluruhan subskala

Pejawaran 16.7 ± 18.3 81.1 ± 18.3 49.5 ± 18.8 67.1 ± 27.8 61.3 ± 34.7 55.7 ± 20.8 45.8 ± 13.8 87.4 ± 19.7 52.9 ± 11.1

Punggelan 29.2 ± 25.7 93.3 ± 10.1 65.5 ± 22.6 68.0 ± 32.3 76.3 ± 23.1 59.4 ± 20.4 51.5 ± 19.1 86.2 ± 19.2 61.7 ± 13.5

Total 23.0 ± 23.2 87.3 ± 15.9 57.6 ± 22.2 67.6 ± 30.1 68.9 ± 30.3 57.6 ± 20.6 48.7 ± 16.9 86.8 ± 19.4 57.4 ± 13.1

Berdasarkan total skor HOME, sebanyak 57.1 persen contoh termasuk kategori rendah dan 38.6 persen termasuk kategori sedang (Gambar 9). Kualitas stimulasi psikososial rendah pada Kecamatan Pejawaran (73.1%) lebih besar daripada Kecamatan Punggelan (41.7%). Hal ini berhubungan dengan faktor pendidikan orangtua. Pendidikan orangtua khususnya ibu di Kecamatan Punggelan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan ibu di Kecamatan Pejawaran (Tabel 12). Orangtua dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memberikan stimulasi yang baik pada anaknya dibandingkan dengan orangtua yang tingkat pendidikannya rendah (Hartoyo & Hastuti 2004).

Disamping itu, pendapatan

yanng tinggi yang diproyeksikan melalui pengeluaran perkapita keluarga dapat mengurangi tekanan ekonomi keluarga, sehingga ibu tidak perlu bekerja dan menyediakan banyak waktu untuk memberikan stimulasi psikososial anak dengan baik. Terdapat perbedaan hasil antara kualitas stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun dengan hasil kualitas stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun. Kualitas stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun lebih baik daripada kualitas stimulasi psikososial anak 2-3 tahun.

43

Gambar 9 Sebaran balita berdasarkan stimulasi psikososial usia 3-5 tahun.

Perkembangan Kognitif Anak Usia 2-3 Tahun Anak pada usia 2-3 tahun, merupakan tahap peralihan dari tahap sensorimotor ke tahap pra-operasional konkrit. Menurut teori Piaget, anak pada usia ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam hal kemampuan dan kesiapan, sebagian anak berkembang cepat dan sebagian lainnya berkembang secara perlahan. Disamping itu, pada masa ini anak meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungannya dan bersifat egosentris. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Yusuf (2002) menyatakan bahwa anak pada masa ini mulai menemukkan bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh orang lain. Keadaan ini membuat ketegangan dalam diri anak, sehingga tak jarang respon dari anak dengan mulai sikap membandel atau keras kepala. Tingkat perkembangan kognitif anak pada usia 2-3 tahun dapat dilihat dari rata-rata persentase kemampuan anak yang terdiri dari sepuluh pernyataan dan perintah, sehingga dapat diketahui tingkat perkembangan kognitif seperti pada Tabel 24. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak mampu mengerti dan melaksanakan satu perintah dengan baik yaitu 58.9 persen di Kecamatan Pejawaran dan 83.3 persen di Kecamatan Punggelan. Rata-rata persentase kemampuan kognitif contoh terendah di Kecamatan Pejawaran adalah menirukan tiga suara binatang (12.5%) kemudian diikuti dengan mengelompokkan benda yang sama (16.1%) dan di Kecamatan Punggelan adalah mengelompokkan warna (24.1%)

yang diikuti dengan mengelompokkan benda yang sama

(26.0%). Sementara untuk tingkat perkembangan kognitif lainnya, hampir sebagian besar anak mampu melaksanakannya.

44

Dilihat dari Tabel 24 anak di Kecamatan Pejawaran masih banyak yang tidak mampu mengelompokkan benda yang sama, mengelompokkan warna, dan menirukan

tiga

suara

binatang,

sehingga

rata-rata

persentase

ketidakmampuannya paling tinggi dibandingkan dengan tingkat perkembangan kognitif lainnya. Anak di Kecamatan Punggelan yang memiliki ketidakmampuan tertinggi adalah pada kemampuan mengelompokkan warna, mengelompokkan benda yang sama, dan menyebutkan nama benda. Tingginya rata-rata persentase ketidakmampuan anak dalam perkembangan kognitif disebabkan karena rendahnya kualitas stimulasi psikososial anak pada usia 2-3 tahun (Gambar 9). Tabel 24 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif anak usia 2-3 tahun pernyataan menirukan suara binatang menyatakan kalimat pendek melaksanakan perintah melipat kertas sembarangan menyebutkan nama benda mengelompokkan benda menyebutkan nama sendiri membedakan besar-kecil menirukan garis lurus pengelompokan warna Rata-rata ±SD

Pejawaran % % kurang mampu mampu 12.5 41.1 55.3 16.1 58.9 23.2 44.7 23.2 21.4 37.5 16.1 19.6 42.9 19.6 42.9 46.4 39.3 23.2 17.9 25.0 48.1±24.2

% tidak mampu 46.4 28.6 17.9 32.1 41.1 64.3 37.5 10.7 37.5 57.1

Punggelan % % kurang mampu mampu 35.2 42.6 63.0 14.8 83.3 9.3 44.4 37.0 33.3 35.2 26.0 33.3 59.3 12.9 44.4 35.2 38.9 40.7 24.1 14.8 59.0±22.5

% tidak mampu 22.2 22.2 7.4 18.6 31.5 40.7 27.8 20.4 20.4 61.1

Lebih dari separuh anak (62.5%) di Kecamatan Pejawaran memiliki tingkat perkembangan kognitif pada kategori rendah, sedangkan di Kecamatan Punggelan hampir separuh anak (46.3%) memiliki tingkat perkembangan kognitif pada kategori sedang (Gambar 10). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat perkembangan kognitif anak 2-3 tahun di Kecamatan Punggelan lebih tinggi daripada anak di Kecamatan Pejawaran. Hal ini berkaitan dengan pemberian stimulasi ibu terhadap anaknya. Keterlibatan ibu akan mendukung optimalisasi peran ibu dalam mendidik anak, sehingga anak akan merasa nyaman dan aman dengan

lingkungan

perkembangan anak.

sekitar

yang

berdampak

pada

pertumbuhan

dan

45

Gambar 10 Sebaran anak usia 2-3 tahun berdasarkan kategori perkembangan kognitif.

Anak Usia 3-4 Tahun Tingkat perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun menurut Piaget berada pada periode pra-operasional konkrit (2-6 tahun), yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasional mental secara logis. Pada usia 4 tahun anak mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik, boleh, buruk. Berdasarkan pemahaman itu, maka masa ini timbul kesadaran sosial anak, meliputi sikap simpati, murah hati (Yusuf 2002). Pengukuran perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun menggunakan sepuluh pertanyaan. Sebagian besar contoh di Kecamatan Pejawaran tidak mampu melaksanakan sepuluh perintah perkembangan kognitif, dan diperoleh ketidakmampuan tertinggi pada perintah menyusun puzzle sederhana (Tabel 25). Hal yang sama terjadi di Kecamatan Punggelan, ketidakmampuan anak pada menyusun puzzle sederhana sebesar 51.1 persen. Hal ini dikarenakan anak baik di

Kecamatan

Pejawaran

maupun

di

Kecamatan

Punggelan

belum

dikenalkannya puzzle. Disamping itu tingkat ekonomi keluarga masih rendah, sehingga orangtua cenderung untuk tidak mengalokasikan uangnya untuk membeli mainan khususnya puzzle. Ketidakmampuan anak dalam menyusun puzzle di Kecamatan Pejawaran kemudian diikuti oleh ketidakmampuan anak dalam menghubungkan titik-titik (62.3%) dan mengelompokkan bentuk (62.3%). Ketidakmampuan anak di Kecamatan Punggelan diikuti oleh ketidakmampuan anak dalam mengelompokkan bentuk (40.4%).

46

Berdasarkan Tabel 25 kemampuan anak di Kecamatan Pejawaran tertinggi pada menyusun balok berdasarkan ukuran dan menunjukkan benda berdasarkan ukuran. Sementara itu, sebagian besar contoh di Kecamatan Punggelan mampu melaksanakan 2-4 perintah dengan baik (Tabel 28). Persentase tertinggi di Kecamatan Punggelan terlihat pada kemampuan anak menirukan gambar (73.6%), yang kemudian diikuti oleh mengelompokkan benda (57.4%) dan menunjukkan benda berdasarkan ukuran (57.4). Tabel 25 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun Pernyataan menirukan gambar mengelompokkan benda mengelompokkan bentuk menunjukkan benda menghubungkan titik-titik menyusun puzzle sederhana menyebutkan angka menyusun balok kelompokkan benda mengenal dan menunjukkan

% mampu 24.5 34.0 7.5 41.5 9.4 5.6 13.2 43.4 22.6 18.8

Rata-rata ±SD

Pejawaran % kurang mampu 32.1 39.6 30.2 32.1 28.3 18.9 30.2 52.8 28.3 34.0 37.7±19.7

% tidak mampu 43.4 26.4 62.3 26.4 62.3 75.5 56.6 3.8 49.1 47.2

Punggelan % kurang % mampu mampu 73.6 17.0 57.4 29.8 6.4 53.2 57.4 34.0 29.8 48.9 10.6 38.3 27.7 38.3 51.1 40.4 42.6 31.9 17.0 48.9 56.4±19.4

% tidak mampu 6.4 12.8 40.4 8.6 21.3 51.1 34.0 8.5 25.5 34.1

Gambar 11 menunjukkan bahwa secara keseluruhan (69.3%) contoh usia 3-4 tahun, memiliki tingkat perkembangan kognitif pada kategori rendah. Tingkat perkembangan kognitif di Kecamatan Pejawaran dalam kategori rendah (83.3%) lebih banyak dibandingkan dengan perkembangan kognitif anak di Kecamatan Punggelan (53.2%). Hal ini diduga disebabkan oleh kualitas stimulasi psikososial di

Kecamatan

Pejawaran

lebih

rendah

dibandingkan

kualitas

stimulasi

psikososial di Kecamatan Punggelan.

Gambar 11 Sebaran anak usia 3-4 tahun berdasarkan kategori perkembangan kognitif.

47

Anak Usia 4-5 Tahun Sama halnya dengan tingkat perkembangan kognitif anak usia 2-3 tahun dan 3-4 tahun, terdapat 10 pertanyaan/perintah untuk mengukur kognitif anak usia 4-5 tahun. Lebih dari separuh contoh di dua kecamatan mampu mengetahui dan menyebut namanya sendiri. Akan tetapi, pada pertanyaan/perintah menyusun puzzle dan menggambar ayam anak tidak mampu melaksanakannya dengan baik di Kecamatan Pejawaran maupun di Kecamatan Punggelan. Pejawaran persentase ketidakmampuan anak tertinggi di Kecamatan ditujukan pada pertanyaan/perintah menyusun puzzle yang kemudian diikuti oleh ketidakmampuan menggambar ayam. Sebagian besar anak di Kecamatan Pejawaran mampu melaksanakan mengelompokkan warna, dan menyebut namanya sendiri. Tabel 26 Sebaran rata-rata persentase pencapaian skor tingkat perkembangan kognitif anak usia 4-5 tahun Pernyataan menyebutkan 7-9 warna mengelompokkan warna mengelompokkan benda menyusun puzzle membuat gambar ayam menggambar orang mewarnai gambar menghubungkan titik-titik mengetahui & menyebut nama menyebut bentuk geometri Rata-rata ±SD

Pejawaran % % kurang mampu mampu 28.2 43.6 51.3 30.8 46.2 43.6 7.7 25.6 15.4 23.1 20.5 23.1 28.2 25.6 35.9 35.9 61.6 17.9 7.6 46.2 44.9±27.6

% tidak mampu 28.2 17.9 10.2 66.7 61.5 56.4 46.2 28.2 20.5 46.2

Punggelan % % kurang mampu mampu 44.9 28.6 65.3 24.5 73.5 20.4 10.2 22.5 22.5 10.2 38.8 26.5 42.8 42.9 59.2 24.5 69.4 18.4 20.4 32.7 57.2±23.8

% tidak mampu 26.5 10.2 6.1 67.3 67.3 34.7 14.3 16.3 12.2 46.9

Secara keseluruhan, lebih dari separuh (60.7%) anak usia 4-5 tahun, memiliki tingkat perkembangan kognitif dengan kategori rendah (Gambar 12). Anak di Kecamatan Pejawaran yang memiliki tingkat perkembangan kognitifnya rendah (67.5%) lebih banyak dibandingkan anak di Kecamatan Punggelan (55.1%). Pada masa anak usia ini, anak mulai mengetahui aturan-aturan baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan bermain. Pada tahap ini juga, anak dapat bermain bersama-sama dengan anak lain atau teman sebaya (Yusuf 2002).

48

Gambar 12 Sebaran anak usia 4-5 tahun berdasarkan kategori perkembangan kognitif.

Berdasarkan Gambar 13, persentase terbesar tingkat perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun di Kecamatan Pejawaran 70.9 persen pada kategori rendah dan 51.3 persen di Kecamatan Punggelan pada kategori sedang. Secara keseluruhan tingkat perkembangan anak usia 2-5 tahun termasuk ke dalam kategori rendah (61.1%).

Gambar 13 Sebaran balita berdasarkan kategori perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun.

Tingkat perkembangan kognitif tidak lepas dari faktor genetis dalam menentukkan kecerdasan anak. Di samping itu, faktor sosial juga mempunyai peran dalam mengembangkan dan menumbuhkan kecerdasan anak. Menurut Baqi (2005), lingkungan dan suasana keluarga yang nyaman itu penting menjadikan anak tumbuh dengan baik (Mindasa 2007).

49

Hubungan Nilai Anak dengan Stimulasi Psikososial Secara keseluruhan, hubungan nilai anak dengan stimulasi psikososial di lokasi penelitian menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi nilai anak semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang nyata, dalam hal stimulasi psikososial anak dengan nilai anak (p<0.05). Sementara itu berdasarkan sebarannya, persentase tertinggi stimulasi psikososial tinggi dan nilai anak termasuk ke dalam kategori tinggi (52.6%). Hal ini terjadi karena semakin tinggi nilai anak, semakin tinggi harapan dan persepsi orang tua. Kemudian, ini akan mendorong orang tua untuk memberikan stimulasi psikososial dengan baik dan maksimal. Hasil ini berbeda dengan penelitiannya Kartino (2005) yang melaporkan bahwa tidak terdapat hubungan nilai anak baik nilai psikologi, nilai sosial dan nilai ekonomi dengan stimulasi psikososial yang diberikan orangtua. Perbedaan ini diduga karena perbedaan intstrumen yang digunakan oleh peneliti. Tabel 27 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor stimulasi psikososial berdasarkan nilai anak Nilai anak Rendah Sedang Tinggi r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 7 6.7 3 3.7 4 3.5 42.4±7.1 64.6±1.3 0 54 51.4 35 43.2 50 43.9 46.5±8.7 66.4±5.7 85.5 44 41.9 43 53.1 60 52.6 47.6±7.9 67.5±6.1 86.8±4.8 0.229**(0.000)

Hubungan Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Kognitif Hubungan perkembangan kognitif dengan stimulasi psikososial anak menunjukkan adanya kecenderungan semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan semakin tinggi pula perkembangan kognitif anak. Hasil ini diperkuat dengan uji statistik, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata, dalam hal stimulasi psikososial anak dengan perkembangan kognitif (p<0.05). Sementara berdasarkan sebarannya, persentase perkembangan kognitif tertinggi terletak pada stimulasi psikososial dengan kategori sedang (45.2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Mindasa (2007) yang melaporkan pada penelitiannya di Kota Bogor bahwa stimulasi psikososial berpengaruh terhadap tingkat perkembangan kognitif anak usia 2.5-5 tahun. Ini juga sejalan dengan hasil penelitian Hastuti (2006) di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Depok yang melaporkan bahwa stimulasi psikososial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecerdasan majemuk anak.

50

Tabel 28 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan stimulasi psikososial Stimulasi Psikososial Rendah Sedang Tinggi r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 70 38.0 31 36.5 4 12.9 34.7±15.5 67.9±6.7 91.9±6.5 46 25.0 21 24.7 14 45.2 40.5±13.4 69.7±7.6 91.1±5.0 68 37.0 33 38.8 13 41.9 0 76.7±5.8 89.0±4.2 0.391**(0.000)

Faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Kognitif Besar Keluarga Jumlah anak dalam keluarga berpengaruh dalam memberikan curahan perhatian kepada anak. Monks dkk (2002) berpendapat sama bahwa besar keluarga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Bayi dari keluarga besar yang jarak semua usia anaknya sangat kecil mengalami sedikit hubungan langsung dengan ibu, karena ibu terlampau sibuk. Hal ini akan berdampak pada kurangnya interaksi dengan anak, sehingga stimulasi yang diberikan tidak maksimal. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan antara besar keluarga dengan perkembangan kognitif anak. Uji korelasi menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata dan signifikan antara besar keluarga dengan perkembangan kognitif anak. Berdasarkan sebaran contoh, persentase terbesar perkembangan kognitif termasuk ke dalam kategori sedang dengan besar keluarga ≥4 orang. Menurut Harisudin (1997) menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga. Secara tidak langsung, kualitas pemenuhan kebutuhan anggota keluarga yang diberikan akan mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Tabel 29 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan besar keluarga Besar keluarga (orang) ≤4 5-7 ≥8 r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 110 59.8 52 61.2 16 51.6 36.7± 15.0 69.9±7.2 91.9±5.1 69 37.5 28 32.9 13 41.9 34.2±15.7 67.1±7.0 90.4±5.6 5 2.7 5 5.9 2 6.5 45.0±10.6 68.0±7.6 87.5±3.5 0.042(0.470)

Lama Pendidikan Ibu Menurut Alsa dan Bachroni (1994) dalam Sununingsih (2006), tingkat pendidikan orangtua mempunyai korelasi yang positif dengan cara mendidik

51

anak termasuk dalam memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang anak. Pendidikan tidak berhubungan langsung dengan perkembangan anak, tetapi dengan stimulasi psikososial. Tingginya pendidikan bukan merupakan jaminan mutlak dalam orangtua memberikan stimulasi psikososial dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan kenaikan tingkat perkembangan kognitif, semakin lama pendidikan ibu semakin meningkat tingkat perkembangan kognitif anak. Uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata dan signifikan antara lama pendidikan ibu dengan tingkat perkembangan

kognitif

anak.

Sementara

itu

berdasarkan

sebarannya,

persentase perkembangan kognitif terbesar termasuk ke dalam kategori rendah dengan lama pendidikan ibu berkisar antara 6-9 tahun. Hal ini dikarenakan sebagian besar ibu (62.7%) berpendidikan SD (Tabel 12). Oleh karena rendahnya pendidikan ibu akan mempengaruhi rangsangan-rangsangan kognitif anak sehingga perkembangan kognitifnya termasuk ke dalam kategori rendah. Tabel 30 Sebaran contoh dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan lama pendidikan ibu Lama Pendidikan Ibu Rendah (0-6) Sedang (6-9) Tinggi (>9) r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 25 13.6 7 8.2 3 9.7 34.8±15.3 68.8±7.0 91.1±4.9 124 67.4 49 57.7 12 38.7 40.7±14.2 68.9±7.5 91.1±5.9 35 19.0 29 34.1 16 51.6 0 70.0±10.0 90.0±5.0 0.290***(0.000)

Usia Ibu Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat kecenderungan bahwa semakin besar usia ibu, rata-rata perkembangan kognitif anak semakin naik. Uji korelasi menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara usia ibu

dengan

perkembangan

kognitif

balita.

Sementara

itu

berdasarkan

sebarannya, persentase perkembangan kognitif tertinggi termasuk ke dalam kategori sedang dengan usia ibu antara 21-40 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mindasa (2006) yang menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan yang nyata antara usia ibu dengan perkembangan kognitif contoh.

52

Tabel 31 Sebaran dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan usia ibu Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 8 4.4 2 2.4 2 6.5 40.0±10.4 72.5±10.6 92.5±3.5 153 84.1 78 91.8 26 83.9 35.9±15.4 69.0±7.0 90.4±5.3 21 11.5 5 5.8 3 9.6 35.2±15.9 65.0±8.7 95.0±5.0 -0.018(0.759)

Usia Ibu (tahun) < 20 21 – 40 41 – 60 r (sig)

Usia Anak Hasil

menunjukkan

bahwa

tidak

terdapat

kecenderungan

yang

menunjukkan semakin tinggi usia anak, perkembangan kognitif akan mengalami kenaikan. Uji korelasi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara usia anak dengan perkembangan kognitif. Sementara itu jika dilihat dari sebarannya, persentase perkembangan kognitif anak tertinggi tergolong ke dalam kategori rendah dengan rentang usia 2 - <3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang lebih muda memiliki perkembangan kognitifnya rendah. Fenomena ini diduga karena rendahnya tingkat pengetahuan ibu, rendahnya stimulasi

yang

diberikan

keluarga

khususnya

ibu

dalam

merangsang

perkembangan kognitif anak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Mindasa (2007) bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara usia contoh ASI eksklusif dan ASI non eksklusif dengan perkembangan kognitif. Bloom (1964) dalam Siskandar (2003), perkembangan kognitif yaitu perkembangan intellegensi, kepribadiaan dan tingkah laku sosial berkembang pesat ketika anak berusia dini. Tabel 32 Sebaran dan rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan usia anak Usia Anak (tahun) 2-<3 3-<4 4-<5 r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 90 85.7 18 22.2 2 1.8 35.6±14.9 68.2±6.4 91.4±6.0 8 7.6 38 46.9 60 52.6 34.2±16.1 70.3±7.8 91.3±3.5 7 6.7 25 30.9 52 45.6 41.4±13.5 67.5±7.8 90.0±5.6 0.094(0.104)

Jenis Kelamin Tabel 33 menunjukkan bahwa perempuan memiliki rata-rata persentase total skor tingkat perkembangan kognitif lebih tinggi dibandingkan dengan lakilaki. Namun hasil uji menunjukkan tidak terdapat kecenderungan jenis kelamin berhubungan dengan kenaikan perkembangan kognitif anak. Uji hubungan menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara jenis kelamin dengan tingkat perkembangan kognitif, hal ini sejalan dengan penelitian Mindasa (2007).

53

Sementara itu jika dilihat dari sebarannya, persentase tertinggi perkembangan kognitif anak berada dalam kategori tinggi dengan jenis kelamin contoh perempuan. Hal ini diduga karena sebagian besar (57.0%) persepsi orangtua terhadap anak perempuan lebih pintar daripada anak laki-laki (Tabel 18) sehingga anak perempuan lebih diberikan rangsangan dalam perkembangan kognitifnya. Disamping itu, adanya kedekatan antara anak perempuan dengan ibu sehingga interaksi anak dengan ibu lebih banyak. Tabel 33 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Chi square

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 81 44.0 41 48.2 13 42.0 35.3±15.0 68.3±6.9 90.0±5.0 103 56.0 44 51.8 18 58.0 36.5±15.4 69.4±7.5 91.7±5.4 .760

Partisipasi Pendidikan Pra Sekolah Anak Berdasarkan Tabel 34 menunjukkan bahwa tingkat perkembangan kognitif termasuk ke dalam kategori tinggi pada anak yang mengikuti pendidikan prasekolah. Hasil menunjukkan bahwa riwayat pendidikan prasekolah anak mempunyai kecendurungan pada kenaikan pekembangan kognitif anak. Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara riwayat pendidikan dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Sementara itu jika dilihat dari sebarannya, persentase tertinggi perkembangan kognitif anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah termasuk ke dalam kategori tinggi (45.2%). Hasil ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh sekolah dalam perkembangan kognitif anak. Anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah umumnya sudah dikenalkan dengan alat permainan edukatif (APE) yang dapat merangsang perkembangan kognitifnya. Tabel 34 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif balita berdasarkan riwayat pendidikan prasekolah Pendidikan Anak Mengikuti pendidikan Tidak mengikuti pendidikan Chi square

Sebaran contoh Rendah Sedang Tinggi n % n % n

Rata-rata persentase skor %

Rendah

Sedang

Tinggi

18

9.8

11

12.9

14

45.2

39.7±17.8

69.1±9.4

91.4±5.3

166

90.2

74

87.1

17

54.8

35.6±14.9

68.9±6.9

90.6±5.3

.152

54

Stimulasi Psikososial Anak Usia 2-5 Tahun Terdapat hubungan yang nyata antara perkembangan kognitif dengan stimulasi psikososial anak (Tabel 35). Hal ini ditunjang oleh hasil korelasi sub skala HOME yang menunjukkan hubungan yang nyata dan signifikan yaitu tanggap rasa dan kata, penyediaan mainan untuk anak, keterlibatan ibu terhadap anak, stimulasi belajar, stimulasi bahasa, lingkungan fisik, stimulasi akademik, modeling, variasi stimulasi kepada anak, dan hukuman.

Uji korelasi

menunjukkan adanya hubungan yang nyata positif antara kualitas stimulasi psikososial pada anak 2-5 tahun terhadap perkembangan kognitif. Tabel 35 Hasil uji korelasi peubah sub skala stimulasi psikososial dengan tingkat perkembangan kognitif 2-5 tahun Variabel sub skala

p-value .045 .001 .025 .000 .000 .000 .000 .019 .000 .046

Tanggap rasa dan kata Penyediaan mainan untuk anak Keterlibatan ibu terhadap anak Stimulasi belajar Stimulasi bahasa Lingkungan fisik Stimulasi akademik Modeling Variasi stimulasi kepada anak Hukuman

Nilai r .192 * .301** .213 * .441** .370** .344** .368** .170 * .407** .146 *

*. Signifikan pada 0.05 **. Signifikan pada 0.01

Tanggap rasa dan kata berhubungan dengan perkembangan kognitif anak, sesuai dengan teori Erikson bahwa anak usia 2-5 tahun merupakan masa mencari pengalaman dan meningkatkan tujuan. Jika anak tidak diberikan kebebasan pada usia ini akan mengakibatkan anak merasa tidak percaya diri dan ragu-ragu dalam bertindak. Pujian dan kasih sayang yang ditunjukan oleh orangtua khususnya ibu akan menambah kepercayaan diri anak dan anak merasa tenang berada di dekat ibu. Penyediaan mainan untuk anak berhubungan dengan perkembangan kognitif anak sesuai dengan pendapat Erikson yang mengatakan bahwa anak usia 2-5 tahun merupakan masa-masa bermain. Pada masa ini perlu diciptakan lingkungan yang optimal untuk perkembangan anak yang berkaitan dengan kreativitas-kreativitas

dalam

memberikan

rangsangan

dan

respon

yang

menyenangkan bagi anak dalam bentuk permainan. Keterlibatan ibu terhadap anak menunjukkan hubungan yang positif dengan perkembangan kognitif anak usia 2-5 tahun. Hal ini berarti semakin ibu

55

terlibat dalam aktivitas anak maka perkembangan kognitif anak akan semakin baik. Demikian juga pada stimulasi bahasa, stimulasi belajar, stimulasi akademik semakin baik stimulasi bahasa, stimulasi belajar dan stimulasi akademik yang diberikan pada anak maka perkembangan kognitif anak juga semakin baik. Hasil uji menunjukkan bahwa lingkungan fisik mempunyai hubungan dengan perkembangan kognitif anak. Hal ini berarti bahwa kondisi fisik rumah yang terang, bersih, aman, dan tidak sempit akan meningkatkan kenyamanan anak berada dalam rumah sehingga anak akan belajar dengan tenang. Variasi stimulasi kepada anak mempunyai hubungan yang positif dengan perkembangan kognitif anak. Fenomena ini menunjukan bahwa dengan adanya variasi dalam pemberian stimulasi yang merangsang perkembangan kognitif anak akan meningkatkan rasa keingintahuan anak. Pemberian hukuman pada anak berhubungan dengan perkembangan kognitif anak. Hal ini dikarenakan hukuman yang diberikan orangtua membuat anak menjadi takut dan merasa terpaksa untuk belajar. Karena ketakutan tersebut akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. Nilai Anak Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan kenaikan nilai anak terhadap kenaikan perkembangan kognitif . Hal ini ditunjang oleh hasil korelasi antara nilai anak dan tingkat perkembangan kognitif yang menunjukkan adanya hubungan yang nyata positif antara nilai anak dengan perkembangan kognitif. Sementara jika dilihat berdasarkan sebarannya, persentase tertinggi perkembangan kognitif anak berada pada kategori tinggi dengan nilai anak termasuk kategori tinggi. Hasil ini dikarenakan orangtua yang memiliki persepsi dan harapan yang tinggi akan mempengaruhi dalam pemberian stimulasi. Hubungan nilai anak dengan perkembangan kognitif ini tidak secara langsung berhubungan tetapi ada stimulasi psikososial yang akan berhubungan secara langsung terhadap perkembangan kognitif anak. Tabel 36 Rata-rata persentase total skor perkembangan kognitif berdasarkan nilai anak Nilai anak Rendah Sedang Tinggi r (sig)

Sebaran contoh Rata-rata persentase skor Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 10 5.4 4 4.7 0 0.0 31.1±18.7 70.0±4.1 0 89 48.4 36 42.4 14 45.2 33.2±15.2 68.2±7.6 92.5±4.7 85 46.2 45 52.9 17 54.8 39.2±14.4 69.3±7.1 89.7±5.4 0.149**(0.010)

56

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Dalam perkembangan seorang anak, maka proses kognitif yang terjadi dalam diri anak akan berubah sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak secara bertahap. Perkembangan kognitif secara bertahap mulai dari prenatal meskipun kecepatan perkembangan tiap orang berbeda-beda. Menurut Corsini (1987), perbedaan dalam tingkat perkembangan kognitif seseorang ditentukan oleh unsur biologis (seperti unsur genetik dan proses kematangan), pengalaman dengan lingkungan melalui pendidikan, pelatihan, dan belajar insidental secara umum (Patmodewo 2001). Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif contoh digunakan uji regresi linear. Variabel terikat adalah tingkat perkembangan kognitif, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik keluarga (usia ibu, lama pendidikan ibu, besar keluarga, pengeluaran perkapita), karakteristik anak (jenis kelamin, usia anak), lama pendidikan prasekolah anak, dan stimulasi psikososial. Berdasarkan hasil uji regresi linear secara keseluruhan (Tabel 37), terlihat bahwa faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat perkembangan kognitif contoh adalah lama pendidikan ibu, lama pendidikan pra sekolah anak, stimulasi psikososial dan pengeluaran perkapita perbulan (p<0.001). Disamping itu, hasil menunjukkan bahwa usia anak berpengaruh nyata dan negatif terhadap perkembangan kognitif. Tabel 37 Uji regresi linear variabel yang mempengaruhi tingkat perkembangan kognitif

Model 1

(Constant) usia ibu besar keluarga pendidikan ibu pengeluaran (Rp/kap/bul) jenis kelamin usia anak partisipasi pendidikan prasekolah stimulasi psikososial

Unstandardized Coefficients Std. Error B 17.206 9.983 .162 .190

2

Sig. .086 .394

.047

t 1.724 .853

.921 .567

.022 .131

.394 2.194

.694 .029

.000 2.479 .133

.140 -.017 -.131

2.384 -.332 -2.265

.018 .740 .024

5.382

1.880

.161

2.863

.005

.512

.118

.286

4.343

.000

.363 1.244 4.13E-005 -.823 -.301

a. Dependent Variable: perkembangan kognitif Adjusted R =0.196

Standardized Coefficients Beta

57

Hasil uji regresi juga menunjukkan bahwa sebesar 19.6 persen faktor yang berpengaruh terhadap tingkat perkembangan kognitif contoh dapat dijelaskan dari hasil regresi, sedangkan sisanya (80.4%) diterangkan oleh peubah lain (misalnya peer group, status gizi, IQ, akses terhadap media) yang tidak diteliti pada penelitian ini. Y = 17.206+1.244X1+5.382X2+0.512X3-0.301X4+4.13E-005X5 Keterangan : Y = perkembangan kognitif 2-5 tahun X1 = pendidikan ibu X2 = partisipasi pendidikan prasekolah anak X3 = stimulasi psikososial X4 = usia anak X5= pengeluaran

Lama pendidikan pra sekolah anak berpengaruh positif dan signifikan terhadap perkembangan kognitif anak. Kenaikan satu bulan lamanya pendidikan pra sekolah anak akan meningkatkan 5.4 persen perkembangan kognitif anak. Hal ini diduga karena di lingkungan sekolah anak dikenalkan dengan alat permainan edukatif dan pembelajaran yang dapat merangsang perkembangan kognitifnya. Lama pendidikan ibu juga berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Kenaikan satu tahun lama pendidikan ibu akan meningkatkan 1.2 persen perkembangan kognitif anak. Hasil ini diduga karena pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap pengetahuan ibu. Pengetahuan ibu berhubungan erat dengan bagaimana ibu memberikan stimulasi psikososial kepada anak dalam merangsang perkembangan kognitif anak. Pemberian stimulasi psikososial orangtua khususnya ibu sebagai pengasuh

utama

berpengaruh

positif

terhadap

perkembangan

kognitif.

Lingkungan keluarga yang harmonis merupakan tempat yang paling dibutuhkan anak dalam memperoleh stimulasi psikososial yang baik. Kenaikan satu satuan stimulasi psikososial akan meningkatkan 0.5 persen perkembangan kognitif anak. Dengan memberikan lingkungan yang nyaman bagi anak, perkembangan dan

pertumbuhan

anak

akan

berjalan

optimal

termasuk

di

dalamnya

perkembangan kognitif anak. Hal tersebut yang menyebabkan stimulasi psikososial dapat mempengaruhi perkembangan kognitif anak. Kondisi sosial ekonomi keluarga yang dilihat melalui pendekatan pengeluaran perkapita perbulan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Kenaikan pengeluaran akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hal ini diduga bahwa uang yang dikeluarkan bukan untuk pengeluaran pangan,

58

tetapi untuk pengeluaran non-pangan yang didalamnya terdapat pengeluaran untuk pendidikan. Sementara itu, usia anak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif anak. Kenaikan usia anak satu bulan akan menurunkan 0.3 persen perkembangan kognitif. Hal ini berarti perkembangan kognitif akan menurun dengan bertambahnya usia. Fenomena ini diduga karena usia 2-5 tahun merupakan masa-masa penting dalam memberikan pendidikan usia dini untuk perkembangan kognitifnya. Pendidikan pra sekolah yang diikuti umumnya untuk anak usia 4 tahun, sehingga anak kurang mengenal dengan pembelajaran di sekolah. Hal tersebut yang menyebabkan usia anak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif anak.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keluarga di daerah rawan pangan yang diteliti menunjukan bahwa ratarata usia ayah yaitu 34.7 tahun dan rata-rata usia ibu yaitu 30 tahun. Berdasarkan pendidikan orangtua, sebagian besar ayah (60.3%) dan ibu (62.0%) hanya tamat SD/Sederajat. Sementara jika dilihat dari pekerjaan orangtua, sebagian besar ayah (52.9%) bekerja sebagai petani dan 32.7 persen ibu bekerja sebagai petani. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di lokasi penelitian yaitu sebesar RP 87 186, kondisi ini masih lebih rendah dari standar garis kemiskinan Kabupaten Banjarnegara tahun 2008 yaitu sebesar Rp 146 531. Berdasarkan riwayat pendidikan pra sekolah anak menunjukkan bahwa 14.3 persen anak mengikuti pendidikan. Pendidikan pra sekolah anak yang ada di lokasi penelitian yaitu Kelompok PAUD, TK,dan TPQ. Secara umum, pendidikan yang diikuti yaitu kelompok PAUD (7.3%). Nilai anak dalam penelitian ini merupakan harapan dan persepsi orangtua dalam tiga hal, yaitu nilai ekonomi, nilai sosial, dan nilai psikologis. Rata-rata pencapaian skor nilai ekonomi sebesar 95.2 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua kepada anak tinggi, anak diharapkan dapat membantu perekonomian keluarga. Jika dilihat dari nilai sosial, rata-rata pencapaian skor sebesar 86.9 persen menunjukkan bahwa harapan orangtua termasuk tinggi kepada anak, anak diharapkan dapat menjadi tokoh dan dapat meningkatkan derajat keluarga. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor nilai psikologi sebesar 67.2 persen menunjukkan bahwa orangtua mempunyai harapan yang cukup tinggi kepada anak unuk daoat memberikan kebahagiaan. Secara keseluruhan, rata-rata nilai anak adalah 81.2 persen yang menunjukan bahwa` persepsi dan harapan orangtua kepada anak tinggi. Stimulasi psikososial terbagi dalam dua kelompok usia, yaitu usia 2-3 tahun dan 3-5 tahun. Rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 49.8 persen. Jika dilihat dari sebarannya, stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun (85.5%) termasuk ke dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata persentase keseluruhan sub skala stimulasi psikososial anak usia 3-5 tahun yaitu sebesar 57.4 persen. Berdasarkan dari sebarannya, 57.1 persen anak mendapatkan stimulasi psikososial dalam kategori rendah.

60

Perkembangan kognitif anak terbagi menjadi tiga kelompok usia yaitu 2-3 tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun. Rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif anak usia 2-3 tahun yaitu sebesar 59.0 persen. Jika dilihat dari sebarannya, 54.5 persen anak termasuk ke dalam kategori rendah. Untuk anak usia 3-4 tahun, rata-rata pencapaian skor perkembangan kognitif yaitu sebesar 56.4 persen. Perkembangan kognitif anak usia 3-4 tahun, jika dilihat dari sebarannya sebanyak 69.3 persen termasuk ke dalam kategori rendah. Sementara itu, rata-rata pencapaian skor untuk anak usia 4-5 tahun yaitu sebesar 57.2 persen. Jika dilihat dari sebarannya, perkembangan kogntif anak usia 4-5 tahun yaitu sebesar 60.7 persen tergolong ke dalam kategori rendah. Secara keseluruhan, sebanyak 61.1 persen anak usia 2- 5 tahun termasuk mempunyai perkembangan kognitif rata-rata total sebesar 50.6 persen dalam kategori rendah. Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara nilai anak dengan stimulasi psikososial anak di lokasi penelitian. Artinya bahwa semakin tinggi nilai anak semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan. Terdapat hubungan yang nyata dan positif pula antara stimulasi psikososial dengan perkembangan kognitif. Artinya bahwa semakin tinggi stimulasi psikososial yang diberikan, semakin tinggi perkembangan kognitif anak. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara lama pendidikan ibu (tahun), lama pendidikan pra sekolah anak (bulan), pengeluaran perkapita perbulan dan stimulasi psikososial. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan pendidikan ibu, partisipasi pendidikan pra sekolah anak, dan peningkatan status ekonomi keluarga akan meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hasil uji menunjukkan bahwa usia anak berpengaruh negatif terhadap perkembangan kognitif. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan adanya penurunan perkembangan kognitif seiring dengan bertambahnya usia. Saran Adanya pengaruh yang signifikan antara lama pendidikan pra sekolah anak dengan perkembangan kognitif, menyarankan kepada keluarga yang memiliki anak usia 2-5 tahun untuk mengikuti pendidikan pra sekolah. Disamping itu, untuk Dinas Pendidikan setempat disarankan untuk melakukan sosialisasi kepada keluarga mengenai pentingnya keikutsertaan anak dalam pendidikan pra

61

sekolah. Hal serupa juga ditujukan kepada Posyandu yang berintegrasi dengan Kelompok PAUD untuk menyebarluaskan dan menginformasikan kepada keluarga mengenai pentingnya anak mengikuti pendidikan pra sekolah dengan menyebarkan leaflet, mengunjungi ke rumah-rumah keluarga dan menjadikan agenda rutin setiap bulan dalam Posyandu. Mengingat stimulasi psikososial berpengaruh terhadap perkembangan kognitif anak maka disarankan kepada keluarga untuk memberikan stimulasi yang maksimal kepada anak. Jika dalam pemberian stimulasi terbentur oleh dana disarankan untuk meningkatkan aktivitas ibu dan anak, ibu lebih terlibat dalam pengasuhan (bermain bersama anak, pergi bersama anak), serta memberikan kehangatan dan penerimaan kepada anak serta memberikan teladan kepada anak. Hal ini mengindikasikan pentingnya pendidikan parenting untuk ibu mengenai bagaimana memberikan stimulasi kepada anak yang dapat dilakukan oleh tim penggerak PKK dan Kelompok PAUD. Perlu adanya penelitian lanjutan berupa observasi yang mendalam untuk mendapatkan gambaran secara kualitatif pengasuhan yang berlangsung di pedesaan dan untuk melihat budaya dan norma apa yang berlaku. Disamping itu, perlu adanya penyesuaian yang dilakukan pada alat bantu perkembangan kognitif sesuai dengan wilayah setempat yang akan diteliti.

DAFTAR PUSTAKA Anwar F. 2002. Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun Dalam Meningkatkan Status Gizi dan Perkembangan Sosial [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Brooks JB. 2001. Parenting. United State of America. Mayfiled Publishing Company. Caldwell B & Bradley R. 1984. Home Observation for Measurement of The Environment (HOME) Inventory. Winsor Drive, Eau Claire. Lorraine Coulson HOME INVENTORY LLC. Dariyo A. 2007. Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama. Bandung. PT Refika Aditama. Deacon RE & Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles and Applications. 2nd Edition. United State of America. Allyn and Bacon, Inc. [Depdiknas] Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini (menu pembelajaran generik). Fatimah E. 2006. psikologi perkembangan (perkembangan peserta didik. Bandung:cv. Pustaka setia Goldsmith EB. 1996. Resource Management for Individuals and Families. Florida State University. West Publishing Company. Harisudin M. 1997. Pola Pengasuhan dan Harapan Ibu kepada Anak Berdasarkan Perspektif Gender pada Keluarga Ibu Bekerja dan tidak Bekerja [Tesis]. Bogor. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hartoyo. 1998. Investing Children Study of Rural Families in Indonesia [Disertasi]. Virginia Tech Blacksburg, VA. Hartoyo & Hastuti D. 2004. Perilaku Investasi pada Anak Keluarga Nelayan dan Implikasinya terhadap Pengentasan Kemiskinan [Jurnal]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Hastuti D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukkan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter [Disertasi]. Bogor. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Hernawati N. 2002. Nilai Anak dan Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

63

Hurlock EB. 1977. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga. __________. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan edisi kelima. Jakarta. Penerbit Erlangga. Jalal F. 2002. Stimulasi Otak Untuk Mengoptimalkan Kecerdasan Anak. Buletin PADU Vol 1No 2. Kartino T. 2005. Nilai Anak dan Kualitas Pengasuhan Anak Usia Prasekolah pada Keluarga Nelayan di Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kurniatillah N. 2003. Persepsi dan Nilai Gender, Keharmonisan Keluarga dan Kualitas Pengasuhan pada Anak Usia 3-5 Tahun di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2002. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Gramedia. Lawlis F. 2008. The IQ Answer. Meningkatkan dan Memaksimalkan IQ Anak. Jakarta : Gramedia Miller

PH.

1983.

Theories

of

Developmental

Psychology.

New

York.

W.H.Freeman and Company. Mindasa. 2007. Pengaruh Pemberian ASI dan Stimulasi Psikososial terhadap Tingkat Perkembangan Kognitif Anak Usia 2.5-5 Tahun [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ormrod JE. 2003. Educational Psychology Developing Learners. 4th Edition. Ohio. Merrill Prentice Hall. Patmonodewo S et al. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi : dari Bayi samapi Lanjut Usia. Jakarta: UI Press. Putri SS. 2006. Hubungan Antara Nilai Anak, Pola Asuh dan Aktivitas Anak Sibuk [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahmaulina N. 2007. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Tumbuh Kembang Anak

serta Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan

Kognitif Anak Usia 2.5-5 Tahun [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak di Taman Pendidikan Karakter

Semai

Benih

Bangsa

Sutera

Alam,

Desa

Sukamantri,

Kecamatan Tamansari Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Santrock JW. 2002. Life span development 8th edition. USA: Mc Graw Hill.

64

Sunartyo N. 2006. Membentuk Kecerdasan Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Penerbit Think. Sununingsih D. 2006. Penerapan Stimulasi Psikososial di Kelompok Bermain dan Pengaruhnya Terhadap Kemampuan Kognitif Anak Usia 2-4 tahun. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Turner JS & Helms BD. 1991. Lifespan Development. 4th Edition. United State of America. Saunders College Publishing. Yusuf LNS. 2002. Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

66

66

Lampiran 1. Peta wilayah 1. Kecamatan Pejawaran

2. Kecamatan Punggelan

67

Lampiran 2. Jenis dan cara pengumpulan data No 1

Data/peubah Karakteristik keluarga

Isi 1.

Identitas keluarga

Jenis pertanyaan a. b. c. d.

2.

2

Karakteristik anak

Pengeluaran keluarga

Nilai anak

Alokasi pengeluaran keluarga yang terbagi atas kebutuhan pangan, non pangan, dan pendidikan

1.

Usia anak

Terbagi menjadi tiga kelompok usia yaitu usia 2-3 tahun, 3-4 tahun, dan 4-5 tahun

2.

Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan

3.

3.

Usia orangtua(tahun) Lama pendidikan(tahun) dan tingkat pendidikan Jumlah anggota keluarga(orang) Pekerjaan orangtua

Riwayat pendidikan prasekolah anak Pertanyaan mengenai nilai anak yang terdiri dari nilai psikologi, nilai sosial dan nilai ekonomi (α= 0.63). Panduan pertanyaan ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian sebelumnya.

Cara pengambilan data Menggunakan kuesioner (wawancara langsung dengan keluarga)

a. Mengikuti atau tidak mengikuti b. Lama mengikuti pendidikan c. Jenis pendidikan yang diikuti 1. Anak dapat memberikan bantuan ekonomi bagi orangtua 2. Anak setelah bekerja dapat membantu menyekolahkan saudara atau adiknya 3. Anak perempua nantinya sama dengan laki-lai boleh bekerja di luar rumah 4. Setelah besar, anak diharapkan dapat membantu kesulitan ekonomi kakak atau adiknya 5. Ibu memandang bahwa anak laki-laki mempunyai derajat lebih tinggi daripada anak perempuan 6. Anak laki-laki maupun anak perempuan yang terdidik dengan baik akan meningkatkan derajat keluarga 7. Menurut ibu, anak perempuan dapat dididik sama baiknya dengan anak laki-lakiagar mendapatkan prestasi yang baik di sekolah 8. Memiliki anak laki-laki jauh lebih menguntungkan daripada anak perempuan 9. Menurut ibu, setelah besar anak diharapkan dapat menjadi tokoh sosial di lingkungannya

Menggunakan kuesioner (wawancara langsung dengan keluarga)

Wawancara dengan ibu

68

No

4

Data/peubah

Stimulasi psikososial (HOME inventory)

Isi

Anak usia 2-3 tahun

Anak usia 3-5 tahun

Jenis pertanyaan 10. Menurut ibu, anak dapat mendatangkan kebahagiaan bagi keluarga 11. Menurut ibu, anak perempuan lebih perhatian kepada orangtua saat tua nanti 12. Anak laki-laki lebih aktif dalam bergerak sehingga membutuhkan makanan lebih baik daripada anak perempuan 13. Anak laki-laki lebih berharga dibandingkan anak perempuan 14. Ibu setuju bila dikatakan bahwa anak perempuan lebih mudah sakit sehingga perlu dilindungi lebih dibandingkan anak laki-laki 15. Anak perempuan lebih pintar dan lebih mudah sehingga tidak perlu banyak diajari dibandingkan anak laki-laki 1. Tanggap rasa dan kata (11 item) 2. Penerimaan terhadap perilaku anak (8 item) 3. Pengorganisasian lingkungan anak (6 item) 4. Penyediaan mainan untuk anak (9 item) 5. Keterlibatan ibu terhadap anak (6 item) 6. Kesempatan variasi asuhan anak (5 item) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

5

Perkembangan kognitif

8. Panduan pertanyaan A. dikembangkan dari penelitian sebelumnya. Panduan pertanyaan ini dibagi berdasarkan kelompok usia anak. Nilai alpha cronbach untuk masing-masing kategori usia adalah 0.79, 0.77, dan 0.87.

Stimulasi belajar (11 item) Stimulasi bahasa (7 item) Lingkungan fisik (7 item) Kehangatan dan penerimaan (7 item) Stimulasi akademik (5 item) Modelling (5 item) Variasi stimulasi kepada anak (9 item) Hukuman (4 item) Anak usia 2-3 tahun 1. Menirukan tiga suara binatang 2. Menyatakan kalimat pendek dua kata 3. Mengerti dan melaksanakan satu perintah 4. Menlipat kertas sembarangan 5. Menyebutkan nama benda 6. Mengelompokkan benda yang sama

Cara pengambilan data

Wawancara dengan ibu, dan observasi langsung

Observasi langsung bersama anak

69

No

Data/peubah

Isi

Jenis pertanyaan 7.

Menyebutkan nama sendiri 8. Membedakan besarkecil 9. Menirukan garis lurus 10. Mengelompokkan warna B. Anak usia 3-4 tahun 1. Menirukan gambar 2. Mengelompokkan benda 3. Mengelompokkan nama bentuk 4. Menunjukkan benda menurut ukuran 5. Menghubungkan titiktitik 6. Menyusun puzzle 7. Menyebutkan angka 8. Menyusun balok berdasarkan ukuran 9. Mengelompokkan benda menurut warna 10. Mengenal dan menunjukkan warna C. Anak usia 4-5 tahun 1. Menyebutkan 7-9 warna 2. Mengelompokkan warna 3. Mengelompokkan benda yang sama 4. Menyusun puzzle 5. Membuat gambar hewan 6. Menggambar orang 7. Mewarnai gambar dengan tuntas 8. Menghubungkan titik-titik 9. Mengetahui dan menyebut nama 10. Menyebut bentuk-bentuk geometri

Cara pengambilan data