PENDAHULUAN DALAM DUNIA KESEHATAN PENYAKIT DIABETES MELITUS

Download Dalam dunia kesehatan penyakit diabetes melitus termasuk penyakit yang tidak menular, namun merupakan salah satu penyakit degeneratif yang ...

0 downloads 141 Views 205KB Size
922

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENGGUNAAN INSULIN PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RS ISLAM FAISAL MAKASSAR * Darmi Arda * Dosen tetap Akademi Keperawatan Sandi Karsa Makassar ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Pada DM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terhadap insulin, pemahaman tentang pemberian insulin sangat penting untuk diketahui sehingga pemberiannya tepat. Tujuan penelitian ini adalah di ketahuinya hambaran pengetahuan perawat tentang penggunaan insulin pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskritif. Penelitian telah dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar, dari tanggal 01 Juni – 03 Juli. Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan Skala Gutman, dimana jumlah sampel sebanyak 53 responden dengan tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Pengolaan Data menggunakan computer (Microsoft Excel 2007). Hasil penelitian dari 53 responden diperoleh pengetahuan baik sebanyak 49 (92%) responden, dan kurang sebanyak 4 (8%) responden. Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan perawat tentang penggunaan insulin pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar sudah baik yaitu 49 (92%) responden. Kata Kunci : Pengetahuan, Penggunaan Insulin

Pendahuluan Dalam dunia kesehatan penyakit diabetes melitus termasuk penyakit yang tidak menular, namun merupakan salah satu penyakit degeneratif yang bersifat kronis. Diabetes Melitus merupakan gangguan kesehatan dan kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik. Diabetes Militus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Suyono, 2006). Penyakit diabetes adalah penyakit yang timbul dari adanya kondisi kadar gula darah yang tinggi (Hiperglikemia). Kadar gula darah yang tinggi bisa disebabkan oleh kelainan yang berkaitan dengan hormon insulin yang berfungsi sebagai penyeimbang kadar gula darah. Gangguan hormon insulin sendiri di sebabkan oleh ketidakmampuan organ pankreas dalam memproduksi insulin secara optimal, yaitu jumlahnya kurang. Selain karena ketidakmampuan pankreas dalam memproduksi insulin, gangguan juga terjadi karena sel-sel tubuh tidak dapat

923

mempergunakan insulin dengan baik (Helmawati, 2014). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2011 menunjukan jumlah penderita diabetes militus di Dunia sekitar 200 juta jiwa dan diprediksikan akan meningkat dua kali, 366 juta jiwa tahun 2030 (WHO, 2011). Berdasarkan problem data Internasional Diabetes Federation (IDF) tingkat prevelensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia dan mengalami peningkatan 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55 % (592 juta) diantara usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013). Di Asia Tenggara terdapat 12,3 juta jiwa pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi hingga 19,4 juta jiwa pada tahun 2020 (WHO, 2011). Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2008 di perkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Indonesia merupakan urutan kelima di Dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbanyak setelah Banglades, Bhutan, Cina dan India (Bustan, 2009). Pada tahun 2013, proporsi penduduk Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM adalah 6,9 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta 2,6%, DKI jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4%, dan Kalimantan timur 2,3%. Prevelensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4%, dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013). Selain ditingkat Dunia dan Indonesia, peningkatan kejadian DM juga tercermin di tingkat provinsi khususnya di provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan surveilans rutin penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit di Sulawesi Selatan tahun 2008, DM termasuk urutan keempat penyakit tidak menular (PTM) terbanyak yaitu sebesar 6,65% dan urutan kelima terbesar PTM penyebab kematian yaitu sebesar 6,28%. Bahkan pada tahun 2010, DM menjadi penyebab kematian tertinggi PTM di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 41, 56 % (Dinkes Provensi Sulawesi Selatan, 2012).

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

Peningkatan kasus DM juga terjadi di tingkat kabupaten/kota, khususnya di kota Makassar. Diabetes Melitus menempati peringkat ke lima dari sepuluh penyebab utama kematian di Makassar tahun 2007 dengan jumlah sebanyak 65 kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar, angka kejadian penyakit diabetes melitus pada tahun 2011 yaitu 5700 kasus. Pada tahun 2012 angka kejadian kasus DM meningkat menjadi 14.067 kasus, tahun 2013 menjadi 14.604 kasus dan semakin meningkat di tahun 2014 menjadi 21.452 kasus (Dinkes Kota Makassar, 2015). Berdasarkan data yang di dapatkan dari catatan medik RS Islam Faisal Makassar pada bulan juni 2015 di peroleh data tahun 2011 terdapat jumlah pasien penderita DM sebanyak 225 orang, pada tahun 2012 terdapat jumlah pasien penderita DM sebanyak 141 orang, tahun 2013 sebanyak 114 orang dan pada tahun 2014 sebanyak 178 orang (Rekam Medis RS Islam Faisal, 2015). Pada DM terdapat kelainan dalam peningkatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat di sebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor pada membran sel yang selnya responsive terhadap insulin atau akibat ketidak normalan reseptor insulin intrisic. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Scheteingart, 2005). Tidak adanya insulin dalam tubuh manusia akan membuat glukosa yang ada di dalam pembuluh darah tidak dapat diserap oleh selsel tubuh. Sel-sel tubuh menjadi kelaparan dan kekurangan energy sehingga merangsang peningkatan produksi glucagon yang akan meningkatan pemberontakan jaringan lemak sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan pada tubuh manusia. Jika lamakelamaan hal ini terjadi maka akan membuat seseorang akan tampak sangat kurus karena kehilangan berat badan yang drastic (Helmawati, 2014). Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin dibandingakan obat antidiabetik oral dalam pengobatan diabetes

924

militus adalah insulin terdapat didalam tubuh secara alamiah. Selain itu, pengobatan dengan insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogen. Sementara itu, kendala utama dalam penggunaannya dapat lebih sederhana dan menghilangkan ketakutan terhadap suntikan yang konvesional (Fox, 2010). Berdasarkan informasi dari beberapa perawat di ruang perawatan didapatkan bahwa ketika perawat melakukan pemberian insulin pada pasien Diabetes Militus, perawat masih kurang memahami fungsi dan kegunaan insulin yang diberikan kepada pasien yang mengalami penyakit Diabetes Melitus .

c.

d.

e.

Tinjauan Pustaka f. 1.

Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2010). Menurut bloom dalam Notoatmojo (2007), kedalaman pengetahuan yang diperoleh seorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yakni: a. Tahu (know) Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah (Notoatmodjo, 2010). b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh,

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

2.

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di pelajari (Notoatmodjo, 2010). Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya (Notoatmodjo, 2010). Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen, dan masuk kedalam struktur organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2010). Sintesis (sythensis) Kemampuan dalam meletakan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru (Notoatmodjo, 2010). Evaluasi ( evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2010).

Perawat Menurut Undang-Undang RI. No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap pasien.(Internasional Council of Nursing, 2001). Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah di sahkan, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 2009).

925

a.

Pendidikan Keperawatan Salah satu ciri profesionalisme keperawatan adalah adanya pohon ilmu dan pendidikan tinggi keperawatan. Pendidikan keperawatan di selenggarakan berdasarkan kepada kebutuhan akan pelayanan keperawatan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Keperawatan 38 tahun 2014 pasal 32 ayat 3 dan 4 yang antara lain menyebutkan bahwa Pelimpahan wewenang secara delegatif hanya dapat diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki kompetensi yang diperlukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya keperawatan adalah melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan, keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D III keperawatan) untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh pendidikan akademi S1 keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila ingin menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D III keperawatan atau Akademi keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin menjadi perawat harus segera ke D III keperawatan atau langsung ke S1 keperawatan. Selanjutnya, lulusan D III keperawatan dapat melanjutkan ke S1 keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan Ners, baru ke Magister Keperawatan atau spesialis dan dokter / Konsultan (Gartinah,dkk. 2009). 1. Peran Perawat Peran adalah tingkah laku yang di harapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat menurut Konsorsium ilmu kesehatan 1989 terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, kodinator, kolaborator,

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

a.

b.

c.

d.

konsultan dan peneliti. Berikut dibawah ini dapat diuraikan peran perawat menurut Konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 dalam Hidayat (2007) adalah sebagai berikut : Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat di tentukan diagnosis keperawatan agar bisa di rencanakan dan di laksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat di evaluasi tingkat perkembangannya (Hidayat, 2007). Peran sebagai advokat pasien Peran ini dapat dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam mengiterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian (Hidayat, 2007). Peran sebagai edukator Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan prilaku dari pasien setelah di lakukan pendidikan kesehatan (Hidayat, 2007). Peran sebagai koordinator Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah dan sesuai dengan kebutuhan pasien (Hidayat, 2007).

926

e.

f.

g.

3.

Peran Kolaborator Peran perawat disini dilakuakan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentivikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya (Hidayat, 2007). Peran konsultan Peran disini sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberiakan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan (Hidayat, 2007). Peran pembaharu Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keparawatan (Hidayat, 2007).

Pengertian Diabetes Militus (DM) DM adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Suyono, 2006). Pada era globalisasi saat ini telah terjadi transisi epidemologi yaitu berubahnya pola penyebaran penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini dikarenakan pola hidup masyarakat yang tidak sehat mulai dari pola konsumsi yang serba instan, semakin canggihnya teknologi yang menyebabkan seseorang kurang bergerak atau melakukan aktivitas fisik, life style, dan lain-lain. Salah satunya penyakit tidak menular yang banyak di temukan di masyarakat yaitu diabetes militus (DM) atau biasa juga disebut penyakit gula atau kencing manis ( Waspadji dkk, 2009).

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

Diabetes Melitus ditandai dengan keadaan hiperglikemia kronik yang di tandai oleh ketiadaan obsolut insulin atau intensitivitas sel terhadap insulin disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi akut untuk terjadinya koma hipoglikemia, ketoasidosis dan hiperosmolar nonketotik, sedangkan kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, dimana gejala ditandai dengan polyuria, polydipsi, palypaghia, glikosuria, berat badan menurun, kesemutan, cepat lelah dan lemah dan rabun (Sukarmin & Riyadi, 2008). Komplikasi pada mata dapat terjadi kebutaan atau komplikasi pada kaki, dapat terjadi ganggren yang harus di amputasi, sehingga pada pasien diabetes melitus mengalami kecemasan dan stres akibat komplikasi dari diabetes melitus (Utama, 2007). a. Faktor – Faktor Penyebab Diabetes Melitus. Ada banyak faktor yang memicu terjadinya diabetes. Semakin cepat kondisi diabetes diketahui dan ditangani akan mencegah komplikasi yang terjadi (Utama, 2009). Faktorfaktor yang dapat dianggap sebagai penyebab diabetes antara lain kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. Faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain adanya infeksi, pola diet, umur, obesitas, kegemukan, kehamilan, gangguan sistem imunitas, kelainan insulin. Diabetes melitus merupakan penyakit keturunan, bila orang tua menderita diabetes melitus, anak-anaknya akan menderita diabetes melitus juga dan adanya faktor risiko atau faktor pencetus, seperti infeksi virus pada diabetes melitus tipe 1, kegemukan, pola makan yang salah, minum obatobatan yang dapat menaikan kadar glukosa darah, proses menua dan stres. Penyebab resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 adalah

927

obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan atau herediter. Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal dan jumlah sel alpa meningkat (Utama, 2007). 4.

Pengertian Insulin Insulin adalah suatu hormon yang di produksi oleh selbeta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulusi pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan hati. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas, sedangkan insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan merupakan suatu produk farmasi. (Soegondo, 2006) a. Macam – Macam Kerja Insulin 1) Insulin kerja singkat Yang termasuk disini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini di berikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam. 2) Insulin kerja menengah Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH). Jenis ini awal kerjanya 1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam. 3) Insulin kerja panjang Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

b.

dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24-36 jam. Preparat : Protamine Zinc Insuline (PZI), Ultratard. 4) Insulin campuran Merupakan kombinasi insulin kerja cepat dengan kerja sedang. Insulin jenis ini yang beredar di Indonesia adalah Mixtard 30/70 dan Humulin 30/70. (Soegondo, 2006) Peran Insulin DM dapat dibedakan menjadi DM tipe 1, adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autonium atau ediopatik. Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes melitus atau IDDM karena pasien mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2 akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe ini tidak selalu di butuhkan insulin, cukup dengan diet dan antidiabetik oral. Karenanya tipe ini juga disebut non insulin dependen diabetes melitus NIDDM, jenis lainnya misalnya gestational diabetes melitus, DM pada kehamilan (Gunawan dkk, 2007). Kadar glukosa darah sangat di pengaruhi oleh fungsi Hepar, pangkreas, adenohiposis dan adrenal. Kecuali fungsi tiroid, kerja fisik, faktor imunologik dan genetik dapat mempengaruhi paada kadar glukosa darah.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah di laksanakan di Rumah Sakit Islam Faisal pada tanggal 1-3 Juli 2015, hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak 41 (77%) responden. Sedangkan hasil penelitian berdasarkan usia, responden terbanyak berusia 26-30 tahun sebanyak 36 (68%). Dari hasil analisa dapat dilihat bahwa dari 53 responden didapatkan tingkat pengetahuan perawat mengenai penggunaan insulin pada pasin diabetes mellitus dengan kategori baik

928

sebanyak 49 (92%) responden dan kategori kurang baik sebanyak 4 (8%) responden. Menurut asumsi peneliti, responden sudah sering mendengar dan memberikan insulin pada pasien diabetes mellitus dan tahu cara pemberian insulin baik dari tenaga kesehatan maupun dari media massa sehingga memiliki pengetahuan yang baik tentang pemberian insulin pada pasien diabetes mellitus. Menurut Notoadmojo (2010) pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek mulai indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat di pengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi lama kerja tertinggi yaitu 16-20 tahun sebanyak 1 (2%) responden, 11-15 tahun sebanyak 5 (9%) responden, 6 -10 tahun sebanyak 24 (46%) responden, 1-5 tahun sebanyak 23(43%) responden. Menurut asumsi peneliti, responden telah mendapat banyak pengalaman tentang pemberian insulin pada pasien diabetes mellitus. Menurut Notoadmojo (2007), pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang di peroleh dalam memecahkan masalah yang di hadapi masa lalu. Pengalaman bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Distribusi frekuensi pendidikan dimana tingkat pendidikan terbanyak S1 keperawatan sebanyak 23 (43%) responden, pendidikan profesi Ners 12 (23%) responden, D3 sebanyak 15 (28%) responden, pendidikan S2 sebanyak 2 (4%) responden, dan S3 sebanyak 1(2%) responden, ini juga bisa didukung karena responden telah mendapatkan pengetahuan tentang penggunaan insulin pada diabetes mellitus selama dalam pendidikannnya dan sebagian responden telah mengaplikasikan langsung pemberian insulin pada pasien diabetes mellitus.

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

Hal ini didukung oleh teori Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Ini juga didukung oleh Notoadmojo (2010), pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalamm dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut Teori WHO (World Health Organization) yang di kutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat di jabarkan oleh pengetahuan yang di peroleh dari pengalaman sendiri (Dewi & Wawan, 2010).

929

Kesimpulan Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan perawat tentang penggunaan insulin pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar sudah baik yaitu 49 (92%) responden.

DAFTAR PUSTAKA

Bustan. (2009). Epidemologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta Fox, C. (2010). Bersahabat Dengan Diabetes Tipe 1. Jakarta: Penebar Plus Rd Gunawan, Dkk .(2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Helmawati, Triana. (2014). Hidup Sehat Tanpa Diabetes Melitus. Yogyakarta: Notebook. Hidayat, A.A. (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi II. Salemba Medika. Jakarta Minda. (2012). Perilaku Pengguna Insulin Terhadap Diabetes Melitus. Universitas Sumatra Utara, USU. Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmojo, S. (2007). Konsep Prilaku dan Prilaku Kesehatan. Dalam: Promosi Kesehatan Dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka Cipta Riyadi, Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin Dan Endokrin Pada Pangkreas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Schteingart, D. S., (2005). Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Dalam: Price, S.A.,ed. Patofisiologi, Konsep Klinis, Dan Proses Penyakit. Edisi ke 5. Jakarta: EGC.

JKSHSK/Volume 1/Nomor 1/Juli 2016. 922-929

Soegondo, S.(2006). Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam: Sudoyono, A.W.,ed.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia. Suyono, K. (2006). Diabetes Melitus Di Indonesia. Dalam: Sudoyono, A.W,ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta : Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia,1852-1856. Tandra, Hans. (2007). Segala Sesuatu Yang Anda Ketahui Tentang Diabetes: Paduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan cara Cepat dan Mudah. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Utama Hendra. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadau. Jakarta: FK UI Waspadji, S, dkk. (2009). Pedoman Diet Diabetes Melitus. Jakarta: Falkutas Kedokteran. Wawan, A dan Dewi. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, Dan Prilaku Manusia. Yogyakarta :Nuha Medika.