Skripsi Geofisika
PENENTUAN BATAS LAPISAN DAN ZONA ENDAPAN PLACER INTAN DI KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
OLEH : HERIYANTO H221 11 272
PROGRAM STUDI GEOFISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
PENENTUAN BATAS LAPISAN DAN ZONA ENDAPAN PLACER INTAN DI KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Geofisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin
OLEH : HERIYANTO H221 11 272
PROGRAM STUDI GEOFISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGATAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENENTUAN BATAS LAPISAN DAN ZONA ENDAPAN PLACER INTAN DI KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
OLEH : HERIYANTO H221 11 272
Makassar,
November 2017
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama
Pembimbing Pertama
Makhrani,S.Si, M.Si NIP. 19720227 199802 2 002
Syamsuddin, S.Si, MT NIP. 19740115200212 1 001
ii
PERNYATAAN KEASLIAN Dengan ini saya menyatakaan bahwa skripsi ini merupakan karya orisinil saya dan sepanjang pengetahuan saya tidak memuat bahan yang pernah dipublikasi atau ditulis oleh orang lain dalam rangka tugas akhir untuk sesuatu gelar akademik di Univeritas Hasanuddin atau di lembaga pendidikan lainya dimanapun, kecuali bagian yang telah dikutip sesuai kaidah yang berlaku. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri dan dalam batas tertentu dibantu oleh pihak pembimbing.
Penulis
Heriyanto
iii
SARI BACAAN Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi batas lapisan dan zona endapan placer intan di daerah Kecamatan Ngabang dan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger dengan jumlah titik sounding sebanyak 24. Hasil yang diperoleh berupa penampang tahanan jenis 1D dan model 3D. Berdasarkan penampang tahanan jenis 1D diperoleh 5 variasi lapisan. Batuan pembawa mineral intan yang berasosiasi dengan batuan konglomerat, batuan pasir, batuan lempung dan kerikil diduga berada pada lapisan 3,4 dan 5 dengan nilai tahanan jenis 5-700 Ωm. Pada model tahanan jenis 3D, potensi endapan placer intan yang terakumulasi terdapat pada titik sounding T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 dan T17. Kata kunci: tahanan jenis, Schlumberger, placer, intan, potensi
iv
ABSTRACT This study aimed to identify the layer boundary and placer sediment zone of diamond in the district of Ngabang and Air Besar, Landak regency, West Kalimantan. The method used in this study was the geoelectrical resistivity method of Schlumberger configuration type with 24 sounding points. The result obtained was a resistance cross section of 1D type and 3D model. Based on the resistance cross section of the 1D type was obtained 5 layer variations. Rocks of diamond minerals associated with conglomerate rocks, sand rocks, clay rocks and gravel allegedly located in layers 3,4 and 5 with Value of Resistivity were 5-700 Ωm. In the 3D resistivity model, the potential of placer sediment of diamond which accumulates occurred at T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 and T17 sounding points. Keywords: resistivity, Schlumberger, placer, potential
v
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul Penentuan Batas Lapisan dan Zona Endapan Placer Intan di Kabupaten Landak Kalimantan Barat menggunakan metode Geolistrik Tahanan Jenis. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabat beliau dan pengikutnya yang senantiasa mengikuti sunnah beliau hingga akhir zaman. Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Patahangi dan Ibunda Rosdiana yang senantiasa mendoakan, mendukung dan memberikan dorongan, semangat, cinta dan kasih sayang kepada penulis hingga menjadi seperti sekarang ini. Dalam penulisan skripsi tugas akhir ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain kepada : 1. Ibu Makhrani, S.Si, M.Si. selaku pembimbing utama dan Bapak Syamsuddin, S.Si, MT. selaku pembimbing pertama di kampus yang telah memberikan perhatian, bimbingan, nasihat dan masukan-masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi tugas akhir .
vi
2. Bapak Dr. Lantu, M.Eng. Sc, DESS, Bapak Dr. Muh. Altin Massinai, MT. Surv, dan Bapak Dr. Erfan, M.Si, selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Arifin, MT. sebagai Ketua Jurusan Fisika, Bapak Dr. Muhammad Altin Massinai, MT.Surv sebagai Ketua Prodi Geofisika dan Bapak Dr. Muhammad Alimuddin Hamzah, M.Eng, selaku pembimbing akademik, serta seluruh staf dosen pengajar dan pegawai jurusan Fisika FMIPA Unhas yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani studi hingga menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah menuangkan segala ilmu dan ide serta pengetahuan baru dibidang Fisika dan Geofisika kepada penulis. 5. Pak Aji, Pak Latif, Pak Ali, Pak Suardi, Pak Bahtiar dan Pak Sangkala yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini utamanya bagian administrasi. 6. Teman-teman seperjuangan “Fisika 2011” (dengan semangat kita teguh bersama kita bisa) Miding (Ketua Umum HIMAFI FMIPA UNHAS Periode 2013/2014), Kadafi., (Ketua Angkatan). Mandor, (ketua golongan 2a), Peddo, (ketua golongan 2b),
Aswar, Fira, uli, Hende, Facul, Aswin,
Cimma, Ela, Ugha, nurul, Curin, Erni, Oci, Maya, Tuwe, Jumi, Cemara, Nuyu, Icha, Kiki, Cande, Ima, Suci Malla, Ai, Aini, Fite, Ita, Tono, Iban, Yussa, Ruslan, Erwan, Taufiq, Naing, Lina, Mira, Fida, Valen, Fita, Egas, Rosdia, Fitra, Nengsih, Kiky, Ungga, Umai, Tenri, Uci, Fitto, Herlita, vii
Uzrok, Singgit, Icul, ohang, Carol, Eka, Ema, Hilda, Carles, Yayat, Rido, Jaja, Marwan, Susno, Ambo, Dani, Welem, icul, Togel, Ridha, Akbar, Dukmet, Jevy, Caca, Dhan, Asrul Terima kasih banyak atas support dan kebersamaannya selama ini. 7. Teman teman MIPA 2011 atas kebersamaannya selama ini tetap dalam ikatan persaudaraan. 8. Warga HIMAFI FMIPA UNHAS khususnya Kanda-kanda Fisika 2010 (Panitia Bina Kader), 2009 (Pengurus Himpunan), 2008 (Pengurus BEM), 2007 (Pengurus Maperwa) dan 2006, terima kasih atas support dan arahannya serta Adik-adik Fisika 2012, 2013, 2014 dan 2015 yang telah memberikan semangat yang luar biasa untuk menyelesaikan skripsi ini. JAYALAH HIMAFI FISIKA NAN JAYA 9. Seluruh Warga KM FMIPA UNHAS, terima kasih atas pengalaman dan kebersamaannya. “USE YOUR MIND BE THE BEST” 10. Keluarga besarku terutama kakak terhebat Muhammad Yusuf dan Syamsuriadi serta adik terbaik Nur Annayani dan Yusriani yang telah memberi dukungan moral maupun moril selama penulis melaksanakan kuliah. 11. Semua pihak yang membantu penulis selama menempuh studi yang tidak sempat disebutkan satu persatu.
viii
Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat bagi pembaca maupun penulis. Penulis telah mengerahkan segala kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun sebagai manusia yang memiliki kekurangan, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari Anda sangat penulis harapkan.
Makassar, 15 November 2017
Penulis
ix
DAFTAR ISI SAMPUL ................................................................................................................. i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iii SARI BACAAN .................................................................................................... iv ABSTRACT ........................................................................................................... v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 I. 1. Latar Belakang ............................................................................................. 1 I. 2. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 2 I. 3. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4 II. 1. Geologi Daerah Penelitian .......................................................................... 4 II. 2. Endapan Placer ........................................................................................... 6 II. 3. Mineral Intan .............................................................................................. 7 II. 3. 1.Pembentukan Mineral Intan. ...................................................................... 8 II. 3. 2.Transportasi Mineral Intan ke Permukaan Bumi .................................. 10 II. 3. 3. Mineral Intan di Kalimatan ..................................................................... 12 II. 4. Geolistrik Tahanan Jenis........................................................................... 14 II. 5. Sifat Kelistrikan Batuan ............................................................................ 16 II. 5. 1. Potensial Listrik Batuan........................................................................... 16 II. 5. 2. Konduktifitas Listrik Batuan................................................................... 17 II. 6. Persamaan Dasar Geolistrik ...................................................................... 18 II. 7. Aliran Listrik di Dalam Bumi ................................................................... 19 II. 7. 1. Elektroda Arus Tunggal di Dalam Bumi............................................... 21 II. 7. 2. Elektroda Arus Tunggal di Permukaan Bumi....................................... 22
x
II. 7. 3. Dua Pasang Elektroda di Permukaan Bumi .......................................... 23 II. 8. Konsep Tahanan Jenis Semu dan Konfigurasi Elektroda ......................... 24 II. 8. 1. Konfigurasi Schlumberger ...................................................................... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 29 III. 1. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 29 III. 2. Metode Penelitian .................................................................................... 30 III. 2. 1. Metode Pengambilan Data ..................................................................... 30 III. 2. 2. Metode Pengolahan Data ....................................................................... 30 III. 2. 3. Interpretasi Data ...................................................................................... 30 III. 3. Bagan Alir Penelitian .............................................................................. 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 32 IV. 1. Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................... 32 IV. 2. Pembahasan ............................................................................................. 34 IV. 2. 1. Analisis Tahanan Jenis ........................................................................... 34 IV. 2. 2. Penampang Tahanan Jenis Cross-Section Titik Pengukuran ............ 79 IV. 2. 3. Interpretasi Data 3D ............................................................................... 81 IV. 2. 3. 1. Hasil Intepretasi dari Prospek Endapan Placer Intan ............. 82 BAB V PENUTUP ............................................................................................... 84 V. I. Kesimpulan ............................................................................................... 84 V. II. Saran ........................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 85 LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1
Peta Geologi Daerah Penelitian di Kabupaten Landak ................. 5
Gambar 2. 2
Formasi Pembentukan mineral intan............................................. 9
Gambar 2. 3
Model keterdapatan kimbelite pipes ........................................... 11
Gambar 2. 4
Silinder Konduktor ...................................................................... 19
Gambar 2. 5
Medium homogen isotropis yang dialiri arus listrik ................... 20
Gambar 2. 6
Potensial disekitar titik arus pada permukaan bumi.................... 22
Gambar 2. 7
Dua pasang elektroda arus dan potensial pada permukaan medium homogen isotropik....................................................................... 23
Gambar 2. 8
Konsep tahanan jenis semu ......................................................... 24
Gambar 2. 9
Susunan Elektroda konfiguasi Schlumberger ............................. 27
Gambar 3. 1
Peta Lokasi Penelitian. ................................................................ 29
Gambar 3. 2
Bagan Alir Penelitian. ................................................................. 32
Gambar 4. 1
Hasil Inversi Pengukuran Titik 1 ................................................ 34
Gambar 4. 2
Hasil Inversi Pengukuran Titik 2. ............................................... 36
Gambar 4. 3
Hasil Inversi Pengukuran Titik 3. ............................................... 38
Gambar 4. 4
Hasil Inversi Pengukuran Titik 4 ................................................ 40
Gambar 4. 5
Hasil Inversi Pengukuran Titik 5 ................................................ 41
Gambar 4. 6
Hasil Inversi Pengukuran Titik 6. ............................................... 43
Gambar 4. 7
Hasil Inversi Pengukuran Titik 7. ............................................... 45
Gambar 4. 8
Hasil Inversi Pengukuran Titik 8 ................................................ 46
Gambar 4. 9
Hasil Inversi Pengukuran Titik 9 ................................................ 48
Gambar 4. 10 Hasil Inversi Pengukuran Titik 10. ............................................. 50 Gambar 4. 11 Hasil Inversi Pengukuran Titik 11 .............................................. 52 Gambar 4. 12 Hasil Inversi Pengukuran Titik 12. ............................................ 54 Gambar 4. 13 Hasil Inversi Pengukuran Titik 13 .............................................. 56 Gambar 4. 14 Hasil Inversi Pengukuran Titik 14. ............................................ 58 Gambar 4. 15 Hasil Inversi Pengukuran Titik 15 .............................................. 60 Gambar 4. 16 Hasil Inversi Pengukuran Titik 16 .............................................. 62
xii
Gambar 4. 17 Hasil Inversi Pengukuran Titik 17 .............................................. 64 Gambar 4. 18 Hasil Inversi Pengukuran Titik 18. ............................................. 66 Gambar 4. 19 Hasil Inversi Pengukuran Titik 19 ............................................... 68 Gambar 4. 20 Hasil Inversi Pengukuran Titik 20 .............................................. 70 Gambar 4. 21 Hasil Inversi Pengukuran Titik 21 .............................................. 72 Gambar 4. 22 Hasil Inversi Pengukuran Titik 22. ............................................. 74 Gambar 4. 23 Hasil Inversi Pengukuran Titik 23 .............................................. 76 Gambar 4. 24 Hasil Inversi Pengukuran Titik 24 .............................................. 78 Gambar 4. 25 Penampang Tahanan Jenis Cross-Section Lintasan 1 ................. 79 Gambar 4. 26 Penampang Tahanan Jenis Cross-Section Lintasan 2 ................. 80 Gambar 4. 27 Penampang Tahanan Jenis Cross-Section Lintasan 3 ................. 81 Gambar 4. 28 Model Tahanan Jenis Hasil Inversi 3D. ...................................... 82 Gambar 4. 29 Model Tahanan Jenis Isosurface Hasil Inversi 3D...................... 83
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1
Tabel Nilai Tahanan Jenis Mineral .................................................. 26
Tabel 2. 2
Tabel Nilai Tahan Jenis Spesifik Batuan ......................................... 26
Tabel 4. 1
Data Sekuder Geolistrik Tahanan Jenis ........................................... 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 ......................................................................................................... I LAMPIRAN 2 ...................................................................................................... III LAMPIRAN 3 ........................................................................................................V
xv
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kandungan sumber daya alam yang terdapat di bumi salah satunya adalah mineral. Mineral dapat didefinisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom di dalamnya tersusun mengikuti suatu pola yang sistematis (Djauhari, 2009). Di dalam bumi terdapat berbagai macam mineral yang bernilai ekonomis untuk mengangkat pendapatan ekonomi masyarakat sekitar dan juga pendapatan daerah. Hal ini perlu diperhatikan mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alam. Berdasarkan penyelidikan Badan Survei Geologi yang dilakukan di Kabupaten Landak, ditemukan beberapa daerah yang mengindikasikan adanya prospek endapan mineral, salah satunya adalah mineral intan. Mineral intan merupakan mineral yang terbentuk pada kedalaman sekitar 150 km dibawah permukaan bumi (Nursaham, 2005). Untuk mengetahui kandungan bawah permukaan dibutuhkan pengetahuanpengetahuan eksplorasi bawah permukaan dan ilmu geologi. Dalam geofisika eksplorasi, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memprediksi kandungan material bawah permukaan dengan meninjau sifat-sifat fisis bumi antara lain, geolistrik tahanan jenis, self potensial (SP), induksi polarisasi (IP), seismik, geomagnet, magnetotelurik (MT), elektromagnetik (EM) dan sebagainya. 1
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan metode-metode geolistrik pada umumnya mengalami perkembangan sangat pesat dalam memaksimalkan eksplorasi, untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada di dalam maupun di permukaan bumi. Dalam penelitian ini digunakan metode geolistrik tahanan jenis atau dikenal sebagai metoda resistivitas merupakan metoda yang berisifat dinamik (aktif), karena menggunakan gangguan aktif berupa injeksi arus yang di pancarkan ke bawah permukaan bumi yang dapat digunakan dalam pencarian mineral-mineral tambang dan air tanah. Penerapan metoda geolistrik ini adalah dengan mengukur sifat kelistrikan batuan, sehingga dapat membantu dalam memberikan data yang diinginkan dan gambaran tentang jenis mineral yang terkandung di dalamnya. Untuk mengetahui penyebaran maupun perlapisan mineral khususnya mineral intan, maka akan digunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberger yang cukup bagus untuk mendeteksi perlapisan mineral intan karena mempunyai penetrasi yang cukup dalam dibandingkan dengan konfigurasi geolistrik yang lainnya. I.2 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Ngabang dan Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dengan menggunakan metoda geolistrik tahanan jenis konfigurasi schlumberger. Pengolahan data terfokus pada identifikasi perlapisan dan zona endapan placer intan berdasarkan penampang geolistrik tahanan jenis 1D dan model 3D.
2
I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menentukan batas lapisan placer intan berdasarkan penampang 1D hasil inversi geolistrik dari hasil pengukuran geolistrik. 2. Mengidentifikasi zona endapan placer intan berdasarkan model 3D dari hasil inversi geolistrik 1D.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Geologi Daerah Penelitian Kabupaten Landak adalah salah satu daerah tingkat II di Provinsi Kalimantan Barat yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pontianak pada tahun 1999. Kabupaten Landak secara geografis terletak pada bagian tengah Provinsi Kalimantan Barat yang secara administratif terletak pada batas koordinat 1090 15’36,06” - 109029’59,79” Bujur Timur dan 00 31’09,76” - 0038’01,52” Lintang Selatan. Kabupaten Landak termasuk dalam zona C, yaitu daerah kontinen daratan Sunda. Kondisi zona C di Kalimantan Barat kurang stabil karena tidak mengalami Diastrofisma Tersier. Struktur lipatan berarah barat-timur. Struktur kelulusan dan patahan berkembang di bagian timur, pada batuan beku berumur kapur, umumnya ke arah barat laut-tenggara (Bappeda, 2013). Statigrafi Kabupaten Landak dari peta geologi lembar Singkawang, Kalimantan tersusun atas Satuan batuan gunungapi Raya (Klr) Satuan Granodiorit Mensibau (Klm),
Formasi
Hamisan
(Toh),
Endapan
Alluvial,
dan
Rawa
(Qa)
(Suwarna,1993). Secara regional Lokasi penelitian tersusun atas
formasi Pendawan, endapan
alluvial dan batu pasir Landak (Priyono, 2006). 1. Formasi Pedawan (Kp) terdiri dari perselingan antara batu pasir, batu lanau, batulumpur, serpih, tuf, batugamping dan batulempung. Umumnya bersifat gampingan 4
2. Endapan Aluvial (Qa), berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir,lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan, setempat mengandung partikel emas plaser dan butiran intan sekunder,terutama di daerah aliran dan aluvium sungai Landak serta cabang-cabangnya. 3. Batu pasir landak (Tola) yang terdiri atas batu pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batulumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir.
Gambar 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian di Kabupaten Landak (Modifikasi dari peta geologi Lembar Sanggau 1416)
5
II.2 Endapan Placer
Placer adalah jenis spesifik aluvium yang dibentuk oleh proses sedimentasi selama periode waktu panjang dan mengandung konsentrasi pasir, kerikil, mineral-mineral logam dan batu hias. Lingkungan placer dibedakan dari lingkungan sedimen karena sangat dipengaruhi oleh sumber batuan asal dan kondisi geomorfologi tempat pengendapan, antara lain ( Macdonald,1983):
a. Batuan sebagai sumber geologi, yang menentukan diendapkannya jenisjenis mineral di dalam placer. b. Iklim dan kondisi kimiawi, merupakan gabungan penentu terjadinya tingkat dan bentuk mineral-mineral setelah dibebaskan dari batuan sumber. c. Kondisi geometris dan batas permukaan yang mencerminkan kendalakendala fisik pada saat transportasi dan pengendapan. d. Unsur-unsur perubahan lingkungan yang mengubah pola penyebaran mineral. Berdasarkan keterkaitan placer dengan teknis eksplorasi dan penambangan, Macdonald (1983) membagi lingkungan pengendapan placer atas: benua, transisi dan laut; dimana yang pertama terdiri atas: sub lingkungan eluvial, koluvial, fluviatil, gurun, dan glasial. a. Endapan placer eluvial kadang-kadang disebut residual, di daerah beriklim tropis dapat membentuk laterit yaitu zona pelapukan in situ batuan yang terbentuk melalui proses kimiawi, mekanis, dan biologis.
6
b. Pengendapan placer koluvial berkaitan dengan pergerakan massa rombakan batuan pada lereng menjauh dari sumber batuan, dikendalikan oleh gravitasi dan pergerakan air permukaan (akibat hujan). c. Endapan placer fluviatil mempunyai keterkaitan dengan sistem aliran sungai masa kini, partikel-partikel mineral mengalami perubahan lingkungan berjangka panjang setelah terpisah dari batuan sumbernya. d. Endapan placer gurun terakumulasi di sekitar pelapukan batuan sumber, terutama oleh gaya gravitasi dan aktifitas angin. Partikel berukuran halus ditransportasi sebagai lapisan tanah loess di daratan dan sebagai oozes / lumpur di lantai samudra. e. Endapan placer glasial merupakan hasil rombakan batuan sumber oleh pergerakan es di sepanjang lereng pegunungan bersalju, ditransportasi hingga jarak tertentu yang akhirnya terakumulasi sebagai campuran sedimen heterogen tidak terpilah berukuran tepung hingga bongkah. Pergerakan es bergantung kepada tingkat presipitasi salju dan kemiringan lereng. Sedimen rombakan tersebut dapat mengandung mineral-mineral berharga, tetapi jarang membentuk konsentrasi bernilai ekonomis (Macdonald,1983). II.3 Mineral Intan Mineral dapat definisikan sebagai bahan padat anorganik yang terdapat secara alamiah, yang terdiri dari unsur-unsur kimiawi dalam perbandingan tertentu, dimana atom-atom di dalam mineral tersusun mengikuti suatu pola yang sistimatis. Mineral
dapat berwujud sebagai batuan, tanah, atau pasir yang
7
diendapkan pada dasar sungai. Sebagaian besar mineral mempunyai nilai ekonomis karena didapatkan dalam jumlah yang besar, sehingga memungkinkan untuk ditambang seperti emas dan perak. Beberapa mineral merupakan bentuk padat dengan ikatan unsur yang sederhana seperti mineral intan yang hanya terdiri dari satu jenis unsur saja yaitu “Karbon” (Djauhari, 2009). Mineral karbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai : 1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih. 2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) karbon murni, struktur molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond. 3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat sempurna yang tersusun dari 60 atom karbon. II.3.1 Pembentukan Mineral intan Mineral Intan termasuk dalam kelompok bahan galian yang terbentuk secara alami di kedalaman tertentu dari permukaan bumi. Pembentukan mineral intan alami membutuhkan kondisi yang sangat spesifik, membutuhkan paparan material-material karbon pada tekanan tinggi, berkisar antara 45 dan 60 kilobars (4.5 dan 6 GPA), pada suhu antara 900 dan 1300oC (1650 dan 2370 F). Kondisi ini dapat terjadi di dua tempat di bumi, pada mantel bumi di bawah lempeng benua yang relatif stabil dan pada lokasi adanya hantaman meteor (Carlson, 2005). Kondisi untuk terjadinya pembentukan intan di mantel bumi terjadi pada kedalaman yang cukup sesuai dengan suhu dan tekanan yang dibutuhkan.
8
Kedalaman ini diperkirakan antara 140 dan 190 km (87 dan 118 mil) meskipun biasanya intan telah mengkristal pada kedalaman sekitar 300 km (190 mil) (Erlich, 2002).
Gambar 2.2 Formasi pembentukan mineral intan (Shirey, 2013)
Tingkat perubahan temperatur dengan kedalaman tertentu sangat bervariasi diberbagai belahan bumi. Secara khusus, di bawah lempeng samudera temperatur meningkat lebih cepat dengan bertambahnya kedalaman. Kombinasi tepat antara temperatur dan tekanan hanya ditemukan dibagian tebal, tua dan bagian-bagian stabil lempeng benua dimana daerah litosfer dikenal sebagai craton (bagian stabil
9
lempeng benua yang tidak lagi mengalami deformasi tektonik dalam waktu yang lama) (Bleeker, 2003). Melalui studi rasio isotop carbon telah menunjukkan bahwa karbon yang ditemukan pada intan berasal dari sumber anorganik dan organik. Beberapa intan, dikenal dengan harzburgitic, dibentuk dari karbon anorganik dan ditemukan di dalam mantel bumi. Sebaliknya, intan eclogitic mengandung karbon organik dari organik detritus yang telah terdorong kedalam permukaan bumi melalui subduksi sebelum berubah menjadi intan. Kedua sumber karbon yang berbeda secara terukur mempunyai perbedaan rasio 13C:12C. Intan yang telah berasal dari permukaan bumi umumnya telah cukup tua, umurnya mulai dari bawah 1 milyar sampai 3.3 miyar tahun. Menurut Bleeker
(2003), keberadaan intra-cratonic
basin bisa menjadi habitat hidrokarbon organik dan anorganik. Intan juga dapat terbentuk dibawah kondisi tekanan yang tinggi secara alami. Intan yang sangat kecil dalam ukuran mikrometer dan nano meter masing-masing dikenal sebagai mikrodiamond (intan mikro) dan nanodiamond (intan nano) telah ditemukan dalam kawah meteorit. Kejadian tubrukan ini membentuk zona shock dengan tekanan dan temperatur tinggi yang cocok untuk pembentukan intan (Carlson, 2005). Salah satu contohnya adalah kawah Popigai di Rusia yang mungkin mempunyai deposit intan terbesar di dunia, diperkirakan jumlahnya trilyunan karat dan terbentuk karena tubrukan asteroid (Deutsch, 2000). II.3.2 Transportasi Mineral Intan ke Permukaan Bumi Mineral intan naik di permukaan bumi akibat dari erupsi gunung berapi melalui pipa kimberlit namun magma gunung berapi tersebut harus berasal dari 10
kedalaman dimana intan dapat terbentuk sekitar 150 km (93 mil) atau lebih (tiga kali atau lebih dari kedalaman sumber magma untuk sebagian besar gunung berapi). Kimberlit merupakan batuan beku yang mengandung intan dan terbentuk pada kedalaman sekitar 150 dan 450 km (93 dan 280 mil), secara potensial terbentuk dari komposisi mantel bumi yang bersifat eksotik, dan dierupsikan secara berulang-ulang dan terus-menerus, seringkali disertai dengan kehadiran komponen karbon dioksida dan material volatil (Erlich, 2002).
Gambar 2.3 Model keterdapatan kimberlite pipes (Erlich, 2002)
Saat magma kimberlitik ini didorong melalui corong panjang seperti pipa oleh proses vulkanisme, velositasnya akan meningkat secara signifikan dan intan yang terbentuk akan tertransportasi ke arah atas seakan-akan dibawa oleh elevator. Itu
11
sebabnya kimberlite pipes adalah lokasi ekstraksi intan yang paling utama di dunia. Setelah intan diangkut ke permukaan oleh magma melalui kimberlite pipes, intan mungkin akan tererosi dan tersebar di area yang lebih luas. Sebuah kimberlite pipes yang mengandung intan disebut sumber primer intan. Sumber sekunder intan mencakup semua area dimana jumlah signifikan intan telah tererosi dari matriks kimberlite atau lamproirite dan terakumulasi karena aktifitas air dan angin. Hal ini termasuk deposit aluvial dan semua deposit sepanjang garis pantai yang pernah ada dan garis pantai yang sudah tua, dimana intan yang terlepas cenderung terakumulasi karena ukuran dan densitas intan tersebut. Intan juga jarang ditemukan dalam bentuk deposit yang terendapkan oleh glasier (terutama di Wisconsi dan Indiana). Berbeda dengan deposit aluvial, deposit glasial itu kecil dan karena itu deposit ini bukan sumber intan yang yang layak dikomersialkan (Erlich, 2002). II.3.3 Mineral Intan di Kalimantan Intan ditemukan di Kalimantan pada tahun 800 masehi (Griffin,1995). Koolhoven (1935) menyebutkan bahwa a pipe of ultrabasic rock yang disebutnya “Pamali intrusive breccia” adalah sumber intan di Kalimantan Selatan. Penelitian Steve Bergman (1987) pada Craton Schwaner di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur karena produksi intan skala besar di seluruh dunia hanya terjadi di sekitar Inti-Inti Benua (Craton) menemukan pipa-pipa intrusi lamproit dan kimberlit. Menurut Smith (2009) intan di Kalimantan berasal dari subcontinental lithospheric mantle, yaitu suatu kedalaman di sekitar 175 km, yang merupakan 12
lapisan paling bawah litosfer di bawah kerak benua yang terbentuk sebagai craton kemudian intan dibawa ke permukaan oleh pipa-pipa intrusif
lamproit dan
kimberlit, itulah sumber primer intan. Bila pipa-pipa ini tererosi, maka intan kemudian akan mengendap sebagai bagian deposit sedimentasi dan dikenal sebagai intan sekunder atau intan alluvial. Ada dua kemungkinan proses pembentukan intan di Kalimantan (Said Aziz, 2010) yaitu : 1. Adanya aktivitas tektonik yang terjadi. Seperti adanya subduksi pada Zaman Kapur di Kalimantan Selatan, yang membentuk pegunungan Meratus dan terdiri dari batuan bancuh dan ditemukannya intan disekitar daerah subduksi tersebut. Pada saat yang relatif sama di Kalimantan Barat juga terjadi subduksi di daerah Putussibau, yang dicirikan oleh batuan bancuh Boyange (Boyange Melange). Sedangkan intan yang ditemukan di Kalimantan Barat (S. Landak dan S. Sekayam) berdekatan dengan daerah Melange. Oleh karena itu, kemungkinan besar intan yang terdapat di Kalimantan erat kaitannya dengan subduksi yang terjadi pada zaman Kapur. Hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat dari subduksi, terbentuklah rekahan-rekahan dan struktur-struktur yang memungkinkan tersingkapnya batuan dasar ultrabasa dan sebagian bisa berupa kimberlit atau lamproit kepermukaan. Kemudian karena pengaruh iklim tropis yang berlangsung cukup lama maka batuan tersebut menjadi lapuk, dan berubah menjadi soil yang cukup tebal sedangkan batuan kimberlit yang belum lapuk sudah berada puluhan bahkan ratusan meter didalam permukaan tanah (Said Aziz, 2010). Seperti batuan Kimberlit yang pernah ditemukan 13
di Wajrakarur, Selatan India pada tahun 1985 pelapukannya mencapai 300 m (Guptasarma, D., et.al, 1987). 2. Adanya proses erosi yang cukup kuat dan lama sehingga batuan kimberlit yang mengandung intan yang telah tersingkap kepermukaan sejak Zaman Kapur, telah habis tererosi dan intannya terendapkan dalam batuan sedimen. Oleh karena itu, intan primer di daerah Kalimantan sulit ditemukan. Namun sampai saat ini belum ada data eksplorasi yang menunjukkan keberadaan intan primer di Kalimantan. Mineral intan di Kalimantan biasanya ditemukan di endapan alluvial (berasosiasi dengan emas dan zirkon). Pada dasarnya intan tipe alluvial juga berasal dari pipa kimberlit purba yang kemudian mengalami proses geologi lanjutan berupa pengangkutan oleh air atau glacier yang berlangsung pada jutaan-milyar tahun yang lalu, sehingga intan-intan yang berasal dari pipa kimberlit tersebut terbawa bermil-mil jauhnya dari tempat asalnya dan kemudian terendapkan di dasar sungai. II.4 Geolistrik Tahanan Jenis Penyelidikan geolistrik dilakukan atas dasar sifat fisika batuan terhadap arus listrik, dimana setiap jenis batuan yang berbeda akan mempunyai nilai tahanan jenis yang berbeda pula. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya umur batuan, kandungan eletrolit, kepadatan batuan, jumlah mineral yang dikandungnya, porositas, permeabilitas dan sebagainya. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara menginjeksikan arus listrik DC (Direct Current) 14
dengan tegangan tinggi ke bawah permukaan bumi. Injeksi arus ini mempunyai dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang AB maka akan semakin dalam lapisan batuan ditembus oleh arus listrik. Sedangkan dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi digunakan untuk mengukur beda potensialnya (Sudaryo, 2008). Pada dasarnya metoda geolistrik menggunakan konsep perambatan arus listrik di dalam medium homogen isotropis, dimana arus listrik bergerak ke segala arah dengan nilai sama besar. Bedasarkan asumsi tersebut, maka bila terdapat anomali yang membedakan jumlah rapat arus yang mengalir diasumsikan akibat oleh adanya perbedaan anomali tahanan jenis. Anomali ini nantinya digunakan untuk merekonstruksi keadaan geologi bawah permukaan. Perbedaan konfigurasi elektroda, variasi tahanan jenis spesifik yang akan diselidiki, prosedur memperoleh data sangat menentukan dalam pemakaian metoda ini (Virgo,2002). Umumnya metoda tahanan jenis ini hanya baik untuk eksplorasi dangkal, yaitu sekitar 100 meter. Jika kedalaman lapisan lebih dari itu, maka informasi yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan karena melemahnya arus listrik untuk jarak bentang yang sangat besar. Oleh karena itu, metoda ini jarang digunakan untuk eksplorasi dalam. Berdasarkan letak elektroda potensial dan arus (konfigurasi), di kenal beberapa jenis konfigurasi metoda geolistrik tahanan jenis, di antaranya konfigurasi wenner, schlumberger, dipol-dipol, wenner-schlumberger dan lain-lainya. Berdasarkan tujuan penyelidikan, cara pengukuran tahanan jenis terdiri dari dua yaitu, metoda resistivity mapping dan sounding. Metoda resistivity mapping
15
merupakan metoda tahanan jenis yang bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis lapisan bawah permukaan secara horizontal. Oleh karena itu, pada metoda ini digunakan konfigurasi elektroda yang sama untuk setiap titik pengamatan di permukaan bumi. Sementara metoda resistivity sounding juga dikenal resistivity drilling, resistivity probingi, dan lain lain. Hal ini disebabkan karena metoda ini bertujuan untuk mempelajari variasi tahanan jenis batuan di bawah permukaan bumi secara vertikal (Hendrajaya, 1990). II.5 Sifat Kelistrikan Batuan II.5.1 Potensial Listrik Batuan Potensial listrik alam atau disebabkan karena terjadinya kegiatan elektrokimia atau kegiatan mekanik. Faktor pengontrol dari semua kejadian ini adalah air tanah. Potensial alam dapat di kelompokkan menjadi empat yaitu: a. Potensial elektrokinetik Potensial ini disebabkan bila suatu larutan bergerak melalui suatu pipa kapiler atau medium yang berpori. b. Potensial diffuse Potensial ini disebabkan bila terjadi perbedaan mobilitas dari ion dalam larutan yang mempunyai konsentrasi yang berbeda. c. Potensial nerust Potensial ini timbul bila suatu elektroda dimasukkan ke dalam larutan homogen. d. Potensial mineralisasi
16
Potensial ini timbul bila dua elektroda dimasukkan ke dalam larutan homogen. Harga potensial ini paling besar nilainya bila dibanding dengan potensial lainnya. Biasanya potensial timbul pada zona yang mengandung banyak sulfida, graphite dan magnetik. Sedangkan jenis penyebab potensial alam lainnya seperti korosi, bioelektrik, gradient temperature dan tekanan (Hendrajaya, 1990). II.5.2 Konduktivitas Listrik Batuan Aliran arus listrik di dalam batuan atau mineral dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu : a. Konduksi elektronik Konduksi ini adalah tipe normal dari aliran arus listrik dalam batuan atau mineral. Hal ini terjadi jika batuan atau mineral tersebut mempunyai banyak elektron bebas. Akibatnya arus listrik mudah mengalir pada batuan ini. Sebagai contoh, batuan yang banyak mengandung logam. b. Konduksi elektrolitik Konduksi banyak ini banyak terjadi pada batuan atau mineral yang bersifat porus dan pada pori-pori tersebut terisi oleh larutan elektrolit. Konduksi dengan cara ini lebih lambat dari pada konduksi elektronik. c. Konduksi dielektrik Konduksi ini terjadi pada batuan yang bersifat dielektrik artinya batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit bahkan tidak aada sama sekali. Karena adanya pengaruh medan listrik dari luar, maka elektron-
17
elektrondalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah dengan intinya sehinggah terjadi polarisasi (Hendrajaya,1990). Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral digolongkan menjadi tiga macam (Telford et al., 1990:450), yaitu: 1. Konduktor baik
: 10-8 Ωm < ρ < 1 Ωm
2. Konduktor pertengahan
: 1 Ωm < ρ < 107 Ωm
3. Isolator
: ρ > 107 Ωm
II.6 Persamaan Dasar Geolistrik Dalam metode geolistrik untuk mendeteksi batuan penyusun dari suatu daerah berdasarkan sifat kelistrikan batuan penyusunnya, definisi definisi yang sering digunakan adalah: 1. Resistansi R = V/I dalam 2. Resistivitas = E/J dalam m 3. Konduktivitas = I/ dalam (m)-1 dengan: V : beda potensial antara dua titik arus (volt) I : besar arus listrik yang mengalir (ampere) E : medan listrik (volt/meter) J : rapat arus listrik (ampere/m2) Jika ditinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi R, maka dapat dirumuskan dan digambarkan seperti berikut:
18
= Gambar 2.4 Silinder konduktor (Telford et al., 1990:448)
Jika hambatan R diberikan sebuah tegangan V di kedua ujung silinder dan menghasilkan arus I yang mengalir melalui silinder tersebut, oleh hukum Ohm dinyatakan : =
atau
=
(2.1)
Dimana R dinyatakan dalam Ohm dan untuk V dan I dinyatakan dalam volt dan ampere. Sehingga didapatkan nilai tahanan jenis (ρ) =
(2.2)
Timbal balik dari tahanan jenis adalah konduktiviti (σ), yang dinyatakan dalam mhos/m atau mhos/cm. Dimana, =
=
= ⃑⁄ ⃑
(2.3)
Di mana ⃑ adalah rapat arus (ampere/m²) dan ⃑ adalah medan listrik (volt/m). II.7 Aliran Listrik Di Dalam Bumi Jika ditinjau suatu medium homogen isotropik yang dialiri arus listrik searah I (diberi medan listrik E ) seperti pada gambar berikut ini,
19
Gambar 2.5 Medium homogen isotropis yang dialiri arus listrik (Hendrajaya,1990)
Dimana dA adalah elemen luasan, J adalah rapat arus (ampere/m²), maka besar arus listrik dI melalui permukaan tersebut adalah: = ⃑.
⃑
(2.4)
Hubungan rapat arus ( ⃑ ) dan medan listrik ( ⃑ ) yang ditimbulkan dapat dihubungkan dengan hukum Ohm: ⃑=
⃑
(2.5)
Dimana σ adalah konduktivitas medium. Untuk medan listrik ⃑ medan konservatif, maka dapat dinyatakan dalam bentuk gradien potensial V : ⃑ = −∇⃑
(2.6)
Sehingga rapat arus ⃑ dapat dinyatakan oleh : ⃑ = − ∇⃑
(2.7)
Apabila tidak terdapat sumber muatan yang terakumulasi pada daerah regional, maka :
20
∇⃗ . ∇⃗ + ∇⃑
=0
(2.8)
Untuk medium homogen isotropik, maka σ adalah konstanta skalar dalam ruang vektor, sehingga persamaan (2.8) menjadi, (Hendrajaya, 1990). ∇
=0
(2.9)
II.7.1 Elektroda Arus Tunggal di Dalam Bumi Dengan mengasumsikan bumi homogen isotropis dan simetri bola, maka potensial V merupakan fungsi jarak r saja (V = V(r)), sehingga persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola menjadi (Telford,1976): ∇
=
+
sin
+
∅
Mengingat arus yang mengalir simetris terhadap arah
=0
(2.10)
dan ∅ pada arus tunggal,
maka persamaan di atas menjadi, ∇
=
=0
(2.11)
Jika persamaan 2.11 di integralkan dua kali berturut-turut menghasilkan:
=0 →
∫
( )
=∫
=−
=
→
=
→
=
+
(2.12)
(2.13)
Dimana C1 dan C2 adalah konstanta. Dengan menerapkan syarat batas bahwa potensial pada jarak tak-hingga berharga nol (V = 0, r = ∞), maka C2 = 0. Apabila sumber arus berada di dalam bumi, maka ekuipotensialnya berbentuk bola, sehingga arus yang mengalir di permukaan bola dengan radius r adalah:
21
=
dengan
( )
=−
(2.14)
Sehingga, =4
−
(2.15)
= −4
(2.16)
=−
(2.17)
=−
(2.18)
Maka, ( )
=
atau
=4
(2.19)
II.7.2 Elektroda Arus Tunggal di Permukaan Bumi Apabila kasus sumber arus di permukaan bumi ekuipotensialnya berbentuk setengah bola dengan luas 2πr2 seperti pada gambar (2.6), sehingga: ( )
=
atau
=2
(2.20)
Gambar 2.6 Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi (Telford et al.,1990)
22
II.7.3 Dua Pasang Elektroda Arus di Permukaan Bumi Apabila terdapat dua elektroda memiliki jarak tertentu (gambar 2.7), potensial pada titik di permukaan yang letaknya antara dua elektroda arus, potensial pada setiap titik di permukaan akan di pengaruhi oleh kedua elektroda arus.
Gambar 2.7 Dua pasang elektroda arus dan potensial pada permukaan medium homogen isotropis (Reynold, 1997:425)
Untuk menentukan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh sumber arus listrik A dan B, maka dua elektroda potensial misalnya M dan N ditempatkan di dekat sumber. Potensial di titik M yang ditimbulkan arus A dan B adalah =
−
(2.21)
Dan di N potensial yang ditimbulkan adalah =
−
(2.22)
Sehingga beda potensial antara titik M dan N adalah (Telford, 1990): ∆ = ∆ =
−
(2.23) −
−
−
(2.24)
dengan,
23
r1: Jarak dari sumber arus A ke titik M r2: Jarak dari sumber arus B ke titik M r3: Jarak dari sumber arus A ke titik N r4: Jarak dari sumber arus B ke titik N II.8 Konsep Tahanan Jenis Semu dan Konfigurasi Elektroda Apabila diasumsikan bumi bersifat homogen isotropik, resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya dan tidak bergantung pada spasi elektroda. Dalam pengukuran geolistrik, objek yang diukur adalah medium batuan yang tidak homogen, sehingga tahanan jenis yang terukur adalah tahanan jenis semu (apparent resistivity). Harga tahanan jenis semu tergantung pada tahanan jenis lapisan-lapisan pembentuk formasi dan sebaran medium sebagai akibat keadaan geologi bawah permukaan serta spasi dan susunan elektroda (Ibrahim,1990). Anggapan medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari dua lapis dan mempunyai resistivitas berbeda (ρ1 dan ρ2) dalam pengukuran medium ini dianggap medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga tahanan jenis yaitu tahanan jenis semu (
) (Hendrajaya, 1990).
Gambar 2.8 Konsep tahanan jenis semu (Bahri, 2005)
24
Pada pengukuran metoda geolistrik tahanan jenis yang diukur adalah selisih potensial antara dua elektroda potensial dari kedua elektroda arus, sehingga: ∆ =
−
−
−
(2.25)
atau ∆
=
(2.26)
Karena nilai tahanan jenis yang diperoleh adalah nilai tahanan jenis semu, maka persamaan 2.26 dapat ditulis sebagai berikut: ∆
=
(2.27)
dengan, =
2 1 1
1
1
1
2
3
4
− − −
(2.28)
adalah resistivitas semu dan K merupakan faktor geometri yang tergantung oleh konfigurasi elektroda dipermukaan (Hendrajaya,1990). Tahanan jenis batuan sangat dipengaruhi oleh banyaknya fluida yang terkandung di dalam pori batuan beku dan metamorf secara khas memiliki harga resisitivitas yang tinggi, bergantung pada persentase rekahan yang terisi oleh air tanah. Sedangkan batuan sedimen yang umumnya lebih porous, memiliki harga resistivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan beku dan metamorf. Table 2.1 memperlihatkan kisaran harga tahanan jenis beberapa batuan.
25
Tabel 2.1 Nilai tahanan jenis mineral (Sumber: Telford, 1974)
Tabel 2.2 Nilai tahanan jenis spesifik batuan (Suyono,1978)
26
II.8.1 Konfigurasi Schlumberger Konfigurasi schlumberger merupakan konfigurasi yang tersusun atas dua elektroda arus dan dua elektroda potensial. Elektroda arus diletakkan di bagian luar dan elektroda potensial diletakkan di bagian dalam, dan dengan jarak spasi antar elektroda arus sebesar L-l , sedangkan untuk elektroda potensial sebesar 2l. Prinsip konfigurasi schlumberger adalah mengubah jarak elektroda arusnya. Namun semakin jauh elektroda arus dari elektroda potensialnya yang akan diterima oleh elektroda arus akan mengecil. Dengan hal ini maka dapat dilakukan penjagaan sensitifitas pengukuran. Modifikasi tersebut dilakukan dengan memperbesar jarak elektroda potensialnya. Untuk kasus pengaturan elektroda schlumberger simetris, jarak AB harus jauh lebih besar dari pada jarak MN, optimumnya jarak AB > 5 MN (Hendrajaya,1990). Pengukuran ini dilakukan dengan membuat variasi posisi elektroda (AB) dan elektroda potensial (MN), seperti ditunjukkan pada gambar (2.9) berikut:
Gambar 2.9 Susunan elektroda konfigurasi schlumberger (Telford, 1990)
27
Dalam konfigurasi schlumberger r1= r4= L-l dan r2 = r3= L+l, maka faktor geometri konfigurasi schlumberger adalah sebagai berikut: =
(
)
(2.29)
28
BAB III METODE PENELITIAN III.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini terletak di Kecamatan Ngabang dan Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
29
III.2 Metode Penelitian Data mentah hasil pengukuran geolistrik berupa nilai beda potensial (V) dan besaran arus (I). Peralatan yang digunakan adalah seperangkat perangkat lunak IPI2win dan Voxler 3 untuk mengolah data mentah hasil pengukuran. III.2.1 Metode Pengambilan Data Data yang digunakan adalah data sekunder hasil pengukuran geolistrik tahun 2007 yang diperoleh dari Pusat Survei Geologi (PSG) di Bandung, Jawa Barat. III.2.2 Metode Pengolahan Data Data mentah hasil pengukuran selanjutnya diolah pada microsof excel untuk memeperoleh nilai tahanan jenis semu. Nilai tahanan jenis semu ini kemudian akan diinversi dengan bantuan komputer (perangkat lunak IPI2win) untuk menghasilkan data 1D sebagai penggambaran tahanan jenis bawah permukaan yang sebenarnya. Data hasil inversi 1D kemudian diolah dengan menggunakan perangkat lunak voxler untuk mendapatkan model 3D. Untuk pengolahan data diperangkat lunak voxler data dari pengolahan perangkat lunak IPI2win diasumsikan sebagai borehole. III.2.3 Interpretasi Data Penampang 1D di interpretasi untuk mengetahui batas lapisan placer intan sedangkan model 3D di interpretasi untuk mengetahui zona endapan placer intan dengan mengkorelasikan parameter nilai tahanan jenis batuan dan mineral, serta data geologi yang ada untuk mengetahui kondisi geologi daerah penelitian.
30
III.3 Bagan Alir Studi Literatur
Data Sekunder
Data koordinar setiap titik pengukuran
Data Geolistrik
Data nilai Potensial (V) dan Arus (I) Nilai tanahan jenis semu semu Inversi 1D
Mengubah data inversi 1D Data penunjang berupa Data geologi dan Tabel tahanan jenis batuan
Inversi 3D
Hasil berupa penampang 1D dan Model 3D
Interpretasi berdasarkan parameter nilai tahanan jenis batuan
Hasil akhir berupa batas lapisan dan Zona endapan placer intan
Gambar 3.2 Bagan Alir Penelitian
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASA IV.1 Hasil Pengukuran Geolistrik Data yang digunakan berupa data sekunder, hasil pengukuran geolistrik berupa nilai potensial (V) dan arus (I) yang akan menghasilkan nilai resistivitas semu batuan. Data tersebut yang kemudian akan di inversi menggunakan software IPI2win untuk memberikan informasi mengenai nilai tahanan jenis di bawah permukaan setiap titik pengukuran secara vertikal. Tabel 4.1 memperlihatkan letak titik pengukuran dalam bentuk koordinat, panjang lintasan dan kedalaman maksimal setiap titik pengukuran serta rentang nilai tahanan jenis data yang sudah di inversi 1D. Tabel 4.1 Data Sekunder Geolistrik Tahanan Jenis Titik Peng ukur an
Longitude
Latitude
Panjang Lintasan
Kedalama n Maksimal
Rentang Resistivitas
1
109o 58’ 31.3212”
0o 14’ 7.088’’
250 meter
41.8 meter
6.68-27140 Ωm
2
109o 58’ 14.52”
0o 14’ 9.788’
250 meter
41.1 meter
3.59-1236 Ωm
3
109o 57’ 57.1212”
0o 14’ 16.62’’
400 meter
67 meter
71.5-6671 Ωm
4
109o 57’ 45”
0o 14’ 9.42’’
300 meter
50.9meter
8.31-11250 Ωm
5
109o 57’ 35.1612”
0o 14’ 24.7812’’
500 meter
83 meter
57.5-6228 Ωm
6
109o 56’ 57.1812”
0o 14’ 24.9’’
500 meter
84 meter
3.84-41036 Ωm
32
7
109o 56’ 48.3612”
0o 14’ 20.4’’
200 meter
33 meter
80-81246 Ωm
8
109o 56’ 8.2212”
0o 14’ 22.38”
120 meter
20.1 meter
2.61-1490 Ωm
9
109o 55’ 38.82”
0o 14’ 51.0612”
400 meter
67.3 meter
2.67-1628 Ωm
10
109o 55’ 27.0588”
0o 14’ 53.4588”
300 meter
50.9 meter
3.06-15629 Ωm
11
109o 55’ 6.6”
0o 14’ 14.1”
250 meter
42.3 meter
22-16078 Ωm
12
109o 55’ 10.0812”
0o 14’ 17.4012”
500 meter
84.1 meter
23.1-4819 Ωm
13
109o 54’ 50.94”
0o 14’ 35.7612”
500 meter
84 meter
0.555-871 Ωm
14
109o 54’ 40.7412”
0o 15’ 22.2012”
300 meter
50.9 meter
1.8-10325 Ωm
15
109o 54’ 33.3612”
0o 15’ 20.4012”
300 meter
50.2 meter
2.4-26454 Ωm
16
109o 54’ 23.634”
0o 15’ 0.0000”
200 meter
33 meter
41-26367 Ωm
17
109o 53’ 53.2212”
0o 14’ 58.02”
400 meter
67 meter
13.5-1538 Ωm
18
109o 58’ 56.28”
0o 20’ 22.56”
300 meter
48.9 meter
2.24-358 Ωm
19
109o 58’ 18.0012”
0o 20’ 39.9588”
200 meter
33.3 meter
3.35-1176 Ωm
20
109o 59’ 29.4”
0o 21’ 26.3988”
200 meter
33.5 meter
0.229-6395Ωm
21
110o 1’ 34.7988”
0o 35’ 40.0812”
300 meter
50.6 meter
5.81-5490 Ωm
22
110o 1’ 38.3412”
0o 35’ 46.9788”
300 meter
50.6 meter
11.8-3139 Ωm
23
110o 1’ 28.2”
0o 36’ 36”
250 meter
39.4 meter
13.5-1414 Ωm
24
110o 1’ 19.38”
0o 35’ 53.16”
120 meter
20.1 meter
10.1-623 Ωm
33
IV.2 Pembahasan IV.2.1 Analisis Tahanan Jenis Data yang telah diolah menggunakan software IPI2win merupakan data hasil inversi yang didapatkan berdasarkan pencocokan kurva teoritik dan kurva pengukuran di lapangan. Data yang dihasilkan berupa tahanan jenis batuan, kedalaman, serta ketebalan setiap lapisan. Data hasil inversi yang diperoleh selanjutnya dikaitkan dengan kondisi geologi. Titik pengukuran 1 terletak pada koordinat 0o 14’ 7.088" LU dan 109o 58’ 31.3212" BT dengan elevasi 24 meter. Panjang lintasan pengukuran 250 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.1 Hasil Inversi Titik Pengukuran 1
34
Geologi lokasi titik pengukuran 1 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batu pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batu lumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 1 yang ditampilkan pada Gambar 4.1 dengan nilai RMS (error) 13.6% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis yang dapat diinterpretasi berdasarkan tabel nilai tahanan jenis batuan serta data geologi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.351 meter serta tahanan jenis 27140 Ωm yang di duga sebagai batuan granit.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan ketebalan 1.1 meter serta tahanan jenis 263 Ωm yang diduga sebagai batuan konglomerat.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 5.86 Ωm, berada pada kedalaman 3.11 meter dengan ketebalan 2.01 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis 63.2 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 20.4 meter ini berada pada kedalaman 23.5 meter.
Lapisan kelima merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 6.68 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air pada kedalaman 41.8 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 18.3 meter.
Lapisan keenam dengan tahanan jenis 1224 Ωm diduga sebagai batuan gamping. Lapisan ini berada pada kedalaman >41.8 meter. 35
Titik pengukuran 2 terletak pada koordinat 0o 14’ 9.788" LU dan 109o 58’ 14.52" BT dengan elevasi 30 meter. Panjang lintasan pengukuran 250 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.2 Hasil Inversi Titik Pengukuran 2
Geologi lokasi titik pengukuran 2 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batupasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batuan lempung karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 2 yang ditampilkan pada Gambar 4.2 dengan nilai RMS (error) 13.8% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan tabel tahanan jenis batuan dan data geologi titik pengukuran 2, maka titik pengukuran 2 dapat diinterpretasi sebagai berikut:
36
lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.19 meter serta tahanan jenis 1236 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan granit.
Lapisan kedua yaitu lapisan dengan tahanan jenis 146 Ωm, berada pada kedalaman 3.22 meter dengan ketebalan 2.03 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan konglomerat
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 14.7 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lumpur yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 16.9 meter ini berada pada kedalaman 20.1 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 3.59 Ωm diasumsikan batuan lempung yang tersaturasi air pada kedalaman 41.7 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 21.6 meter.
Lapisan kelima dengan kedalaman >41.7 meter dari permukaan bumi memiliki nilai tahanan jenis 534 Ωm diduga sebagai lapisan batuan pasir .
Titik pengukuran 3 terletak pada koordinat 0o 14’ 16.62" LU dan 109o 57’ 57.1212" BT dengan elevasi 41 meter. Panjang lintasan pengukuran 400 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
37
Gambar 4.3 Hasil Inversi Titik Pengukuran 3
Geologi lokasi titik pengukuran 3 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batupasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batuan lempung karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 3 yang ditampilkan pada Gambar 4.3 dengan nilai RMS (error) 14.9% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan data geologi dan data geolistrik hasil inversi titik pengukuran 3 serta tabel tahanan jenis batuan, maka interpretasi perlapisannya titik pengukuran 3 sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.941 meter serta tahanan jenis 6671 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga batuan granit.
38
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 736 Ωm, berada pada kedalaman 2.43 meter dengan ketebalan 1.49 meter. Lapisan ini diduga sebagai endapan alluvium dan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 5921 Ωm yang diasumsikan sebagai batuan granit. Lapisan dengan ketebalan 2.76 meter ini berada pada kedalaman 5.19 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 71.5 Ωm diasumsikan sebagai batuan pasir pada kedalaman 66.79 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 61.6 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 103 Ωm diduga sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan ini berada pada kedalaman >66.79 meter.
Titik pengukuran 4 terletak pada koordinat 0o 14’ 9.42" LU dan 109o 57’ 45" BT dengan elevasi 47 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan barat-utara. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
39
Gambar 4.4 Hasil Inversi Titik Pengukuran 4
Geologi lokasi titik pengukuran 4 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batu pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batu lumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Gambar 4.4 adalah hasil inversi titik pengukuran 4 dengan nilai RMS (error) 13.5% yang terdiri atas 4 variasi tahanan jenis. Merujuk pada tabel tahanan jenis, data geologi dan data hasil inversi titik pengukuran 4, maka dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 3.18 meter serta tahanan jenis 1175 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga granit.
40
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 9125 Ωm, berada pada kedalaman 6.07 meter dengan ketebalan 2.89 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan granit.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 8.31 Ωm, lapisan dengan ketebalan 44.1
meter ini berada pada kedalaman 50.2 meter
diduga sebagai batuan lempung tersaturasi air.
Lapisan keempat dengan tahanan jenis 555 Ωm diduga sebagai batuan batuan pasir. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.2 meter.
Titik pengukuran 5 terletak pada koordinat 0o 14’ 24.7812" LU dan 109o 57’ 35.1612" BT dengan elevasi 49 meter. Panjang lintasan pengukuran 500 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.5 Hasil Titik Pengukuran 5
41
Geologi lokasi titik pengukuran 5 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batuan pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batuan lumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 5 yang ditampilkan pada Gambar 4.5 dengan nilai RMS (error) 14.8% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan data hasil inversi titik 5 dan data pendukung berupa data geologi serta tabel tahanan jenis sebagai acuan untuk menginterpretasi data hasil inversi sebagai berikut:
Lapisan pertama dengan ketebalan 1.67 meter, nilai tahanan jenis yaitu 2175 Ωm yang diduga sebagai batuan granit.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis 417 Ωm berada pada kedalaman 2.83 meter dengan ketebalan 1.16 meter. lapisan ini diperkirakan sebagai batuan konglomerat.
Lapisan ketiga adalah lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis 6228 Ωm dengan ketebalan 4.19 berada pada kedalaman lapisan 7.02 meter dari permukaan bumi. Lapisan ini diperkirakan batuan Granit.
Lapisan keempat adalah lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis 57.4 Ωm dengan ketebalan 76.1 berada pada kedalaman lapisan 83.12 meter dari permukaan bumi meter yang diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan kelima berada di kedalaman >83.12 meter dengan nilai tahanan jenis 1036 Ωm yang diduga sebagai batuan gamping.
42
Titik pengukuran 6 terletak pada koordinat 0o 14’ 24.9" LU dan 109o 56’ 57.1812" BT dengan elevasi 43 meter. Panjang lintasan pengukuran 500 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.6 Hasil Titik Pengukuran 6
Geologi lokasi titik pengukuran 6 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batuan pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batuan lumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 6 yang ditampilkan pada Gambar 4.6 dengan nilai RMS (error) 15.8 % yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan data hasil inversi 1D pada titik pengukuran 6 yang dikorelasikan dengan tabel tahanan jenis dan data geologi, maka dapat diinterpretasi sebagai berikut:
43
Lapisan pertama dengan ketebalan 0.566 meter, nilai tahanan jenis yaitu 625 Ωm yang diduga sebagai lapisan batuan konglomerat.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis 41036 Ωm berada pada kedalaman 2.03 meter dengan ketebalan 1.46 meter. lapisan ini diperkirakan sebagai batuan granit.
Lapisan ketiga adalah lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis 157 Ωm dengan ketebalan 39.7 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan pasir.
Lapisan keempat adalah lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis 3.84 Ωm dengan ketebalan 41.4 meter berada pada kedalaman lapisan 83.12 meter dari permukaan bumi yang diduga sebagai batuan pasir yang tersaturasi air.
Lapisan kelima berada di kedalaman >83.12 meter dengan nilai tahanan jenis 365 Ωm yang diduga sebagai batuan pasir.
Titik pengukuran 7 terletak pada koordinat 0o 14’ 20.4" LU dan 109o 56’ 48.3612" BT dengan elevasi 33 meter. Panjang lintasan pengukuran 200 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
44
Gambar 4.7 Hasil Titik Pengukuran 7
Geologi lokasi titik pengukuran 7 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batuan pasir bebutir sedang sampai halus, konglomerat berselingan dengan batuan lumpur karbonat. Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 7 yang ditampilkan pada Gambar 4.7 dengan nilai RMS (error) 15.7% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis yang dapat diinterpretasi berdasarkan tabel nilai tahanan jenis batuan serta data geologi sebagai berikut:
Lapisan pertama dengan ketebalan 0.942 meter, nilai tahanan jenis yaitu 81246 Ωm yang diduga sebagai batuan granit
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis 21567 Ωm berada pada kedalaman 3.13 meter dengan ketebalan 2.19 meter. lapisan ini diperkirakan sebagai batuan granit. 45
Lapisan ketiga adalah lapisan yang memiliki nilai tahanan jenis 12763 Ωm dengan ketebalan 0.071 meter berada pada kedalaman lapisan 3.2 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan granit
Lapisan keempat adalah lapisan yang memilikinilai tahanan jenis 80 Ωm dengan ketebalan 30.2 meter berada pada kedalaman pada lapisan 33.44 meter yang diduga sebagai batuan pasir.
Lapisan kelima berada di kedalaman >33.44 meter dengan nilai tahanan jenis 1529 Ωm yang diduga sebagai batuan gamping
Titik pengukuran 8 terletak pada koordinat 0o 14’ 22.38" LU dan 109o 56’ 8.2212" BT dengan elevasi 27 meter. Panjang lintasan pengukuran 120 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.8 Hasil Inversi Titik Pengukuran 8
46
Gambar 4.8 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 8 dimana kedalaman yang terukur adalah 20.1 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 15.1% Geologi lokasi titik pengukuran 8 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumulasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Adapun interpretasi litologi bawah permukaan pada titik pengukuran 8 sebagai berikut :
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.82 meter serta tahanan jenis 1490 Ωm, merujuk pada tabel tahanan jenis serta data geologi lapisan pertama diduga pasir tufaan hingga granit.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 594 Ωm, berada pada kedalaman 2.65 meter dengan ketebalan 0.824 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 2.61 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 2.13 meter ini berada pada kedalaman 4.78 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis sebesar 5.59 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi pada kedalaman 20.4 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 15.7 meter.
47
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 78.2 Ωm diduga sebagai batuan lempung. Lapisan ini berada pada kedalaman >20.4 meter.
Titik pengukuran 9 terletak pada koordinat 0o 14’ 51.0612" LU dan 109o 55’ 38.82" BT dengan elevasi 24 meter. Panjang lintasan pengukuran 400 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
Gambar 4.9 Hasil Inversi Titik Pengukuran 9
Geologi lokasi titik pengukuran 9 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan.
48
Hasil inversi data titik pengukuran yang ditampilkan pada Gambar 4.9 dengan nilai RMS (error) 15.1% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan tabel tahanan jenis serta data geologi titik pengukuran 9 dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.3 meter serta tahanan jenis 1828 Ωm yang diasumsikan sebagai batuan granit.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 489 Ωm, berada pada kedalaman 4.68 meter dengan ketebalan 3.37 meter. Lapisan ini diduga sebagai pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 2.67 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan lempung yang tersaturasi. Lapisan dengan ketebalan 4.89 meter ini berada pada kedalaman 9.56 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yaitu 30.6 Ωm diasumsikan sebagai lapisan pasir yang tersaturasi air pada kedalaman 66.9 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 57.3meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 6.99 Ωm diduga sebagai lapisan batuan lanau yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman > 66.9 meter.
Titik pengukuran 10 terletak pada koordinat 0o 14’ 53.4588" LU dan 109o 55’ 27.0588" BT dengan elevasi 28 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan barat-timur. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
49
Gambar 4.10 Hasil Inversi Titik Pengukuran 10
Geologi lokasi titik pengukuran 10 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Hasil inversi data titik pengukuran 10 yang ditampilkan pada Gambar 4.10 dengan nilai RMS (error) 14.8% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan data hasil inversi titik 10 dan data pendukung berupa data geologi serta tabel tahanan jenis sebagai acuan untuk menginterpretasi data hasil inversi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.45 meter serta tahanan jenis 15629 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga granit.
50
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 3452 Ωm, berada pada kedalaman 5.61 meter dengan ketebalan 4.16 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan granit.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 151 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir. Lapisan dengan ketebalan 29.7 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 3.06 Ωm diasumsikan sebagai batuan lanau yang tersaturasi air pada kedalaman 50.1 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 14.7 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 3735 Ωm diduga sebagai batuan gamping. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.1 meter.
Titik pengukuran 11 terletak pada koordinat 0o 14’ 14.1" LU dan 109o 55’ 6.6" BT dengan elevasi 25 meter. Panjang lintasan pengukuran 250 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
51
Gambar 4.11 Hasil Inversi Titik Pengukuran 11
Gambar 4.11 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 11 dimana kedalaman yang terukur adalah 42.3 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 10.1% Geologi lokasi titik pengukuran 11 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Adapun interpretasi litologi bawah permukaan pada titik pengukuran 11 berdasarkan tabel tahanan jenis batuan dan data geologi lokasi pengukuran sebagai berikut :
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.517 meter serta tahanan jenis 16078 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir tufaan hingga granit.
52
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 1170 Ωm, berada pada kedalaman 0.668 meter dengan ketebalan 0.151 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan granik.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 468 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 10 meter ini berada pada kedalaman 10.7 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis sebesar 184 Ωm diasumsikan sebagai batuan pasir pada kedalaman 41.7 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 31.1 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 22
Ωm diduga sebagai batuan
lempung. Lapisan ini berada pada kedalaman > 41.7 meter. Titik pengukuran 12 terletak pada koordinat 0o 14’ 17.4012" LU dan 109o 55’ 10.0812" BT dengan elevasi 23 meter. Panjang lintasan pengukuran 500 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
53
Gambar 4.12 Hasil Inversi Titik Pengukuran 12
Gambar 4.12 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 12 dimana kedalaman yang terukur adalah 84.1 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 7.31% Geologi lokasi titik pengukuran 12 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Adapun interpretasi litologi bawah permukaan pada titik pengukuran 12 berdasarkan tabel tahanan jenis dan data geologi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.02 meter serta tahanan jenis 389 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir hingga kerikil.
54
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 75.3 Ωm, berada pada kedalaman 2.73 meter dengan ketebalan 1.71 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 220 Ωm yang diasumsikan sebagai kerikil. Lapisan dengan ketebalan 20 meter ini berada pada kedalaman 22.7 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 23.1 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air pada kedalaman 84.1 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 61.4 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 4819 Ωm diduga sebagai batuan gamping. Lapisan ini berada pada kedalaman > 84.1 meter.
Titik pengukuran 13 terletak pada koordinat 0o 14’ 35.7612" LU dan 109o 54’ 50.94" BT dengan elevasi 23 meter. Panjang lintasan pengukuran 500 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
55
Gambar 4.13 Hasil Inversi Titik Pengukuran 13
Gambar 4.13 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 13 dimana kedalaman yang terukur adalah 84 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 15% Geologi lokasi titik pengukuran 13 terletak pada Endapan Aluvial. Berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Hasil inversi data titik pengukuran yang ditampilkan pada Gambar 4.13 dengan nilai RMS (error) 15% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan tabel tahanan jenis serta data geologi titik pengukuran 13 dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.17 meter serta tahanan jenis 871 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir 56
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 247 Ωm, berada pada kedalaman 2.86 meter dengan ketebalan 1.69 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 61.8 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 18.4 meter ini berada pada kedalaman 21.3 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yaitu 27.9 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung pada kedalaman 83.06 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 61.8 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 0.555 Ωm diduga sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman >83.06 meter.
Titik pengukuran 14 terletak pada koordinat 0o 15’ 22.2012" Lu dan 109o 54’ 40.7412" BT dengan elevasi 19 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan barat-timur. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
57
Gambar 4.14 Hasil Inversi Titik Pengukuran 14
Gambar 4.14 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 14 dimana kedalaman yang terukur adalah 50.9 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 15.1% Geologi lokasi titik pengukuran 14 terletak pada Endapan Aluvial (Qa), berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Berdasarkan korelasi tabel tahanan jenis, data geologi dan data hasil inversi titik pengukuran 14, maka dapat diinterpretasi sebagai berikut :
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.29 meter serta tahanan jenis 10325 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir tufaan hingga granit.
58
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 114 Ωm, berada pada kedalaman 46 meter dengan ketebalan 5.17 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 27.9 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 6.85 meter ini berada pada kedalaman 13.3 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 91.9 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung pada kedalaman 50.2 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 36.9 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 1.8 Ωm diduga sebagai batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.2 meter.
Titik pengukuran 15 terletak pada koordinat 0o 15’ 20.4012" LU dan 109o 54’ 33.3612" BT dengan elevasi 13 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
59
Gambar 4.15 Hasil Inversi Titik Pengukuran 15
Gambar 4.15 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 15 dimana kedalaman yang terukur adalah 50.2 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 14.5% Geologi lokasi titik pengukuran 15 terletak pada Endapan Aluvial (Qa), berumur Kuarter, terutama terdiri dari akumuasi endapan kerakal, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung serta sisa tetumbuhan. Adapun interpretasi litologi bawah permukaan pada titik pengukuran 15 sebagai berikut :
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.4 meter serta tahanan jenis 26452 Ωm yang merujuk pada tabel tahanan jenis dan data geologi diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga granit.
60
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 15963 Ωm, berada pada kedalaman 1.42 meter dengan ketebalan 0.0155 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan granit.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 65.4 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung. Lapisan dengan ketebalan 11 meter ini berada pada kedalaman 12.5 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yaitu 80 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung pada kedalaman 50.2 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 37.5 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 22.4 Ωm diduga sebagai batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.2 meter.
Titik pengukuran 16 terletak pada koordinat 0o 15’ 0.0000" LU dan 109o 54’ 23.634" BT dengan elevasi 20 meter. Panjang lintasan pengukuran 200 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
61
Gambar 4.16 Hasil Inversi Titik Pengukuran 16 Gambar 4.16 merupakan hasil inversi untuk titik pengukuran 16 dimana kedalaman
yang terukur adalah 33.3 meter yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis dengan resisitivitas yang beragam dan memiliki nilai RMS 10.6%. Geologi lokasi titik pengukuran 16 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batuan pasir, batuan lanau, batuan lempung, serpih, tuf, batuan gamping, dan batuan lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Titik pengukuran 16 dapat diinterpretasi berdasarkan tabel tahanan jenis serta data geologi lokasi pengukuran, maka didapat interpretasi lapisannya sebagai berikut:
62
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.375 meter serta tahanan jenis 26367 Ωm yang diasumsikan sebagai batuan granit.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 819 Ωm, berada pada kedalaman 1.94 meter dengan ketebalan 2.32 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan granit.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 59.4 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung . Lapisan dengan ketebalan 20.5 meter ini berada pada kedalaman 22.8 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis sebesar 236 Ωm diasumsikan sebagai batuan pasir, pada kedalaman 33.54 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 10.8 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 41
Ωm diduga sebagai lapisan
batuan pasir yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman >33.54meter. Titik pengukuran 17 terletak pada koordinat 0o 14’ 58.02" LU dan 109o 53’ 53.2212" BT dengan elevasi 16 meter. Panjang lintasan pengukuran 400 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
63
Gambar 4.17 Hasil Inversi Titik Pengukuran 17
Geologi lokasi titik pengukuran 17 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batu pasir, batu lanau, batu lumpur, serpih, tuf, batu gamping, dan batu lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Hasil inversi data titik pengukuran 17 yang ditampilkan pada Gambar 4.17 dengan nilai RMS (error) 14.5% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Berdasarkan tabel tahanan jenis dan data geologi, maka lapisan titik pengukuran dapat diinterpretasi sebagai berikut :
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.47 meter serta tahanan jenis 1538 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan pasir tufaan hingga granit.
64
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 64.9 Ωm, berada pada kedalaman 3.54 meter dengan ketebalan 2.08 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 1265 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan andesit. Lapisan dengan ketebalan 5.5 meter ini berada pada kedalaman 9.04 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 13.5 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air, pada kedalaman 57.8 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 66.8 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 4669 Ωm diduga sebagai batuan gamping. Lapisan ini berada pada kedalaman >66.8 meter.
Titik pengukuran 18 terletak pada koordinat 0o 20’ 22.56" LU dan 109o 58’ 56.28" BT dengan elevasi 25 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
65
Gambar 4.18 Hasil Inversi Titik Pengukuran 18
Geologi lokasi titik pengukuran 18 terletak di Batupasir landak yang terdiri atas batu pasir, Bebutir sedang sampai halus, Konglomerat dan berselingan dengan batu lumpur, setempat karbonat . Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 18 yang ditampilkan pada Gambar 4.18 dengan nilai RMS (error) 14.3% yang terdiri atas 5. Merujuk pada data geologi titik pengukuran dan tabel tahanan jenis, maka dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.75 meter serta tahanan jenis 358 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 2.24 Ωm, berada pada kedalaman 3.66 meter dengan ketebalan 1.91 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batu lumpur yang tersaturasi air.
66
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 102 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batu pasir. Lapisan dengan ketebalan meter ini berada pada kedalaman 7.73 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 8.74 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air dengan ketebalan lapisan 42.8 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 62.5 Ωm diduda sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.57 meter.
Titik pengukuran 19 terletak pada koordinat 0o 20’ 39.9588" LU dan 109o 58’ 18.0012" BT dengan elevasi 40 meter. Panjang lintasan pengukuran 200 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
67
Gambar 4.19 Hasil Inversi Titik Pengukuran 19
Geologi lokasi titik pengukuran 19 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batuan pasir, Bebutir sedang sampai halus, Konglomerat dan berselingan dengan batu lumpur, setempat karbonat . Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 19 yang ditampilkan pada Gambar 4.19 dengan nilai RMS (error) 14.4% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Dari tabel tahanan jenis serta data geologi titik pengukuran, lapisan titik pengukuran 19 dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.936 meter serta tahanan jenis 1176 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir tufaan hingga gamping. 68
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 244 Ωm, berada pada kedalaman 2.18 meter dengan ketebalan 1.25 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 9.67 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 11.6 meter ini berada pada kedalaman 13.8 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 3.35 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung yang tersaturasi air pada kedalaman lapisan 33.5 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 19.8 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 35.3 Ωm diduda sebagai lapisan batuan pasir yang tersaturasi air. Lapisan ini berada pada kedalaman >33.5 meter.
Titik pengukuran 20 terletak pada koordinat 0o 21’ 26.3988" LU dan 109o 59’ 29.4" BT dengan elevasi 30 meter. Panjang lintasan pengukuran 200 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
69
Gambar 4.20 Hasil Inversi Titik Pengukuran 20
Geologi lokasi titik pengukuran 20 terletak di Batu pasir landak yang terdiri atas batuan pasir, Bebutir sedang sampai halus, Konglomerat dan berselingan dengan batu lumpur, setempat karbonat . Kisaran umur dari Oligosen Tengah hingga Akhir. Hasil inversi data titik pengukuran 20 yang ditampilkan pada Gambar 4.20 dengan nilai RMS (error) 14.8% yang terdiri atas 4 variasi tahanan jenis yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Pada lapisan pertama, tahanan jenis yang terukur adalah 231 Ωm dengan ketebalan 0.369 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir
70
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan ketebalan 0.814 meter yang terdapat pada kedalaman 1.43 meter. Tahanan jenis yang terukur pada lapisan ini adalah 6395 Ωm yang diduga sebagai batuan gamping.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 400 Ωm yang diduga sebagai batu batuan pasir hingga konglomerat. Lapisan ini berada pada kedalaman 17.6 m dari permukaan dengan ketebalan 15.7 meter.
Lapisan keempat dengan tahanan jenis 0.299 Ωm diduda sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air dengan ketebalan lapisan 16.3 meter pada kedalaman 33.4 meter.
Lapisan kelima merupakan lapisan yang berada pada kedalaman >33.5 meter dengan tahanan jenis 0.229 Ωm. Lapisan ini diduga adalah lapisan batuan lempung yang tersaturasi air.
Titik pengukuran 21 terletak pada koordinat 110o 1’ 34.7988" LU dan 110o 1’ 34.7988" BT dengan elevasi 64meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
71
Gambar 4.21 Hasil Inversi Titik Pengukuran 21
Geologi lokasi titik pengukuran 21 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batuan pasir, batuan lanau, batuan lumpur, serpih, tuf, batu gamping, dan batu lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Hasil inversi data titik pengukuran 21 yang ditampilkan pada Gambar 4.21 dengan nilai RMS (error) 14.3% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.89 meter serta tahanan jenis 5490 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir tufaan hingga gamping.
72
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 727 Ωm, berada pada kedalaman 6.26 meter dengan ketebalan 8.16 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 5.81 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 6.81 meter ini berada pada kedalaman 15 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 55.5 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung pada kedalaman lapisan 50.2 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 35.2 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 11.8 Ωm diduda sebagai lapisan batuan lumpur. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.2 meter.
Titik pengukuran 22 terletak pada koordinat 0o 35’ 46.9788" LU dan 110o 1’ 38.3412" BT dengan elevasi 69 meter. Panjang lintasan pengukuran 300 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
73
Gambar 4.22 Hasil Inversi Titik Pengukuran 22
Geologi lokasi titik pengukuran 22 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batuan pasir, batuan lanau, batuan lempung, serpih, tuf, batu gamping, dan batu lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Hasil inversi data titik pengukuran 22 yang ditampilkan pada Gambar 4.22 dengan nilai RMS (error) 14% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis yang dapat diinterpretasikan berdasarkan tabel tahanan jenis dan data geologi titik pengukuran 22 sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 0.909 meter serta tahanan jenis 1302 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan gamping.
74
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 3193 Ωm, berada pada kedalaman 1.79 meter dengan ketebalan 0.881 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan gamping.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 302 Ωm yang diasumsikan sebagai batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 8.91 meter ini berada pada kedalaman 10.07 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 11.8 Ωm diasumsikan sebagai batuan lmpung yang tersaturasi air pada kedalaman lapisan 50.2 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 39.5 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 2932 Ωm diduda sebagai batuan granit. Lapisan ini berada pada kedalaman >50.2 meter.
Titik pengukuran 23 terletak pada koordinat 0o 36’ 36" LU dan 110o 1’ 28.2" BT dengan elevasi 57 meter. Panjang lintasan pengukuran 250 meter dengan arah bentangan timur-barat. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
75
Gambar 4.23 Hasil Inversi Titik Pengukuran 23
Geologi lokasi titik pengukuran 23 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batuan pasir, batuan lanau, batuan lempung, serpih, tuf, batu gamping, dan batu lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Hasil inversi data titik pengukuran 23 yang ditampilkan pada Gambar 4.23 dengan nilai RMS (error) 14.9% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Interpretasi lapisan titik pengukuran 23 merujuk pada tabel tahanan jenis dan data geologi daerah pengukura, hasil interpretasinya adalah sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.49 meter serta tahanan jenis 883 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir.
76
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 52.3 Ωm, berada pada kedalaman 2.42 meter dengan ketebalan 0.931 meter. Lapisan ini diduga sebagai batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 221 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir. Lapisan dengan ketebalan 2.64 meter ini berada pada kedalaman 5.06 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan tahanan jenis yang rendah yaitu 13.5 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung tersaturasi air yang tersaturasi air pada kedalaman lapisan 41.4 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 36.3 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 1414 Ωm diduga sebagai batuan granit. Lapisan ini berada pada kedalaman >41.4 meter.
Titik pengukuran 24 terletak pada koordinat 0o 35’ 53.16" LU dan 110o 1’ 19.38" BT dengan elevasi 60 meter. Panjang lintasan pengukuran 120 meter dengan arah bentangan utara-selatan. Menggunakan jarak elektroda terkecil 3 meter untuk elektroda arus dan 1 meter untuk elektroda potensial.
77
Gambar 4.24 Hasil Inversi Titik Pengukuran 24
Geologi lokasi titik pengukuran 24 terletak pada Formasi Pedawan yang terdiri dari perselingan antara batu pasir, batu lanau, batu lumpur, serpih, tuf, batu gamping, dan batu lempung, umumnya bersifat gampingan, sebagian karbonat serta tufaan. Berumur kapur. Hasil inversi data titik pengukuran 24 yang ditampilkan pada Gambar 4.24 dengan nilai RMS (error) 10.2% yang terdiri atas 5 variasi tahanan jenis. Merujuk pada tabel tahanan jenis dan data geologi titik pengkuran dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Lapisan pertama merupakan lapisan dengan ketebalan 1.85 meter serta tahanan jenis 623 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan pasir.
78
Lapisan kedua merupakan lapisan dengan tahanan jenis 159 Ωm, berada pada kedalaman 4.29 meter dengan ketebalan 2.44 meter. Lapisan ini diduga sebagai lapisan batuan pasir.
Lapisan ketiga merupakan lapisan dengan tahanan jenis 10.1 Ωm yang diasumsikan sebagai lapisan batuan lempung yang tersaturasi air. Lapisan dengan ketebalan 4.28 meter ini berada pada kedalaman 8.57 meter.
Lapisan keempat merupakan lapisan dengan nilai tahanan jenis sebesar 31.3 Ωm diasumsikan sebagai batuan lempung pada kedalaman lapisan 20 meter dari permukaan bumi dengan ketebalan lapisan 11.4 meter.
Lapisan kelima dengan tahanan jenis 27.1 Ωm diduda sebagai lapisan batuan lempung . Lapisan ini berada pada kedalaman >20 meter.
IV. 2.2 Penampang tahanan jenis cross-section titik pengukuran Pada Gambar 4.25 merupakan tampilan cross-section dari beberapa titik pengukuran yaitu titik pengukuran T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10 , T11, T12, T13, T14, T15, T16 dan T17.
Gambar 4.25 Penampang tahanan jenis cross-section lintasan 1
79
Lapisan yang berwarna merah merupakan lapisan batuan granit, warna kuning tua merupakan batuan gamping, warna kuning muda merupakan lapisan batuan pasir, warna hijau tua merupakan lapisan batuan pasir yang tersaturasi air, warna abuabu merupakan batuan konglomerat, warna hijau kekuning-kuningan merupakan lapisan pasir dan kerikil, warna biru muda merupakan lapisan batuan lempung, sedangkan lapisan yang berwarna biru tua merupakan lapisan batu lempung yang tersaturasi air dan lapisan yang berwarna hijau muda merupakan lapisan lanau. Pada Gambar 4.26 merupakan tampilan tahanan jenis cross-section pada titik pengukuran T18,T19 dan T20.
Gambar 4.26 Penampang tahanan jenis cross-section lintasan 2
Lapisan yang berwarna kuning tua merupakan lapisan batuan gamping, lapisan yang berwarna kuning muda merupakan lapisan batu pasir, lapisan yang berwarna hijau tua merupakan lapisan batu pasir yang tersaturasi air, warna biru tua merupakan lapisan lumpur pasiran yang tersaturasi air dan lapisan yang berwarna hijau muda merupakan lapisan batu lanau. Pada Gambar 4.27 merupakan tampilan tahanan jenis cross-section pada titik pengukuran T21,T22,T23 dan T24. 80
Gambar 4.27 Penampang tahanan jenis cross-section lintasan 3
Lapisan yang berwarna merah merupakan lapisan baru granit, lapisan yang berwarna kuning tua merupakan lapisan batu gamping, lapisan yang berwarna kuning muda merupakan lapisan batu pasir, lapisan yang berwarna biru muda merupakan lapisan batu lempung pasiran dan lapisan batu lempung pasiran yang tersaturasi air berwarna biru tua. IV.2.3. Interpretasi Data 3D Permodelan tahanan jenis hasil inversi 3D dengan menggunakan software voxler 3 dapat dilihat pada Gambar 4.28. Model penampang 3D dibuat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai persebaran nilai tahanan jenis batuan yang ada di bawah permukaan. Model tahanan jenis 3D pada daerah penelitian ini merupakan tampilan dari hasil kumpulan data inversi 1D.
81
Gambar 4.28 Model tahanan jenis hasil inversi 3D
Pada permodelan 3D (Gamber 4.28), terdapat 17 titik pengukuran 1D dimana hasil interpolasi yang didapatkan diperoleh beberapa rentang nilai resistivitas bawah permukaan daerah penelitian. Pada daerah yang berwarna biru tua diperkirakan sebagai area endapan aluvial, batu pasir, lanau, konglomerat, lempung, pasir dan kerikil dengan nilai rentang resistivitas 3,386 – 1000,00 Ωm yang terdapat pada titik T1, T2, T9,T11, T12, T13, T14, T15, T16. Daerah berwarna biru muda diduga sebagai area batuan sedimen yang terakumulasi dengan endapan aluvial dengan rentang nilai resistivitas berkisar 1000,00 – 2000,00 Ωm yang terdapat pada titik T3, T4, T5, T8, T10, T11. Sedangkan pada area yang berwarna kuning-hijau diperkirakan area batuan granit, andesit serta batu gamping dengan nilai rentang resistivitas 2000,00 –27.220,99 Ωm yang terdapat pada titik T6 dan T7. IV.2.3.1 Hasil Interpretasi dan Prospek Endapan Placer Intan Gambar 4.29 adalah tampilan 3D isosurface dari software voxler 3. Isosurface menandakan batas dari jenis struktur yang sama pada titik pengukuran dengan cara menentukan nilai tahanan jenis batuan yang akan dicari. Untuk daerah yang
82
memiliki batas ruang dengan warna kuning, menunjukkan potensi endapan placer intan di daerah penelitian. Area potensi placer intan tersebut berada pada titik pengukuran T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 dan T17. Dilihat dari konsentrasi endapannya, terdapat dua konsentrasi terpisah di daerah kajian penelitian yaitu konsentrasi di titik T2, T3, T5, T6 dan konsentrasi di titik T8, T9, T11, T12, T13, T15, T17. Kedua konsentrasi endapan placer intan itu dipisahkan oleh zona yang tidak berpotensi memiliki konsentrasi placer intan.
Gambar 4.29 Model tahanan jenis isosurface hasil inversi 3D
83
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan penampang tahanan jenis 1D placer intan berada pada lapisan 3 sampai 5 dengan batuan konglomerat ,batuan pasir, batuan lempung, pasir dan kerikil yang berasosiasi dengan batuan pembawa intan dengan nilai tahanan jenis 5 – 700 ohm/m.
2.
Berdasarkan model tahanan jenis 3D dari hasil inversi geolistrik 1D potensi endapan placer intan yang terakumulasi terdapat pada titik pengukuran T2, T3, T5, T6, T8, T9, T11, T12, T13, T14, T15 dan T17.
V.2 Saran 1.
Sebaiknya dalam pengukuran atau pengambilan data, selanjutnya model lintasan pengukuran berbentuk grid, agar memudahkan dalam pengolahan data 3D.
84
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, S. 2010. Potensi Endapan Intan Plaser Dilepas Pantai Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. http://inaquarter.com/index.php?option=com_content&view=article&id 65:potensi-endapan-intan-plaser-dilepas-pantai-kalimantan-selatan-dan barat&catid=38:artikel, diakses pada tanggal 20 maret 2017 pukul 13.16 Wita. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,. 2013. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Landak. Kalimantan Barat. Bahri. 2005. Hand Out Mata Kuliah Geofisika Lingkungan Dengan Topik Metoda Geolistrik Resistivitas, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS, Surabaya. Bergman, S.C., Turner, W.S., Krol, L.G., 1987. A reassessment of the diamondiferous Pamali Breccia, southeast Kalimantan, Indonesia: Intrusive kimberlite breccia sedimentary conglomerate? Geological Society of America, Special Paper 215, 183-195. Bleeker, 2003. the late Archean record . puzzle in ca. 35 pieces, Lithos v. 71, p.99-134. Carlson, R.W. (2005). The Mantle and Core. Elsevier. p. 248. ISBN 0-08-0448488. Deutsch, A, Masaitis, V.L.; Langenhorst, F.; Grieve, R.A.F.(2000). "Popigai, Siberia—well preserved giant impact structure, national treasury, and world's geological heritage" (PDF). Episodes. 23 (1): 3–12. Retrieved June16, 2008. Djauhari, N. 2009. Pengantar Geologi, Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan, Bogor. Erlich, E.I., Hausel, W. D.,Thomas,O.N. 2002. Diamond Deposits: Origin, Exploration, and History of Discovery. Rumford, ME, U.S.A. Griffin, W.L., 1995. Diamond exploration: into 21 st century. Jour. of geochem. expl., vol. 53. Nos 1-3. Gupta, A., Rahman., and Wong,p.p., 1987, The old alluvium of Singapore and the extinct drainage system to the South China Sea. Earth Surface Processes and Landforms, 12.
85
Hendrajaya, L.dan Arif, I. 1990. Geolistrik Tahanan Jenis. Monograf metoda Eksplorasi. Laburatorium Fisika Bumi. ITB. Bandung. Ibrahim, E. 1990. Interpretasi kuantitatif Data Polarisasi Terimbas Pada Daerah Tambang 7 lama lumut, Belinyu, Bangka. Program Magister Geofisika Terapan Institut Teknologi Bandung. Bandung. Koolhoven w.C.B., 1935. The primary occurrence of South Borneo Diamond. Loke, M.H. 2000. Electrical imaging survey for Environmental and Engineering Studies,Penang. Macdonald, E.H., 1983. Alluvial Mining – The geology, technology and economics of placers, London-New York, Chapman and Hall. Nursaham, I. 2005. Invetarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Daerah Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat. Pusat Survei Geologi. Bandung. Priyono, S., Bahar, N., Kaelani, M.S., Supomo., Susilo. H., 2006. Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Non Logam di Daerah Kabupaten landak dan Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat. Pusat Survei Geologi. Bandung. Shirey, B.S., Pierre, C., Daniel, J.F., Shantanu, K., Fabrizio, N., Paolo, N., Pearson, D.G., Nikolai, V.S., Michael, J.W., 2013. Diamonds and the Geology of Mantle Carbon. Mineralogical Society of America. Vol 75 pp. 355-421,2013. Smith, C.B., Bulanova, G.P., Milledge, H.J., Hall, A.E., Griffin, B.J., Pearson, D.G., 2008. Nature and genesis of Kalimantan diamonds. Lithos (2009), doi: 101016/j lithos. 2009.05.04. Surdaryo, B. & R.S. Afifah. 2008. Pengolahan Data Geolistrik Dengan Metode Schlumberger. Teknik, 29(2): 120-128. ISSN: 0852-1697. Tersedia di http://eprints.undip.ac.id/ [diakses 15-01-2015]. Suyono, S., 1978, Hidrologi untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Suwarna, N. dan Langford, R.P., 1993, Peta Geologi Lembar Singkawang, Kalimantan, Skala 1: 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Telford, M. W., L. P. Geldard, R. E. Sheriff,. 1990. Applied Geophysics (2nden.) New YOrk: Cambridge University Press.
86
Telford, M.W., L.P. Geldard, R.E. Sheriff, dan D.A. Keys,. 1974. Applied Geophysics. Cambridge University Press. London. Virgo, F. 2002. Pemodelan Fisis Metoda Tahanan Jenis Untuk Benda berongga Di Bawah Lapisan Mendatar. Tesis. ITB. Bandung.
87
LAMPIRAN 1
I
Peta Geologi Daerah Penelitian di Kabupaten Landak abupaten Landak
Peta Lokasi Penelitian
II
LAMPIRAN 2
III
Contoh Data Titik Pengukuran TITIK PENGUKURAN 1
TITIK PENGUKURAN 2
IV
LAMPIRAN 3
V
Hasil Inversi 1D Titik Pengukuran
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
Model tahanan jenis hasil inversi 3D
Model tahanan jenis hasil inversi 3D
Model tahanan jenis isosurface hasil inversi 3D
XVIII