J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2, Hal.: 93 - 99 ISSN 1978-1873
PENENTUAN KADAR Ca DAN Mg PADA HASIL DEMINERALISASI OPTIMUM KULIT UDANG WINDU (Penaeus monodon) SECARA GRAVIMETRI DAN SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM John Hendri, Wardana, Irwan Ginting Suka dan Aspita Laila Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35144
[email protected] Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007
ABSTRACT This research was carried out to investigate the influence of acid, both type and concentration, soaking temperature on the extraction of Ca and Mg from shrimp (penaeus monodon) shell. The amount of Ca and Mg was determined using gravimetric and atomic absorbtion spectroscopic methods. For extraction of Ca and Mg, the sample was soaked in solution of different acids at different concentrations and different extraction temperatures. The best result was obtained with the application of HCl with the concentration of 2 N, and extraction temperature of 270C, and contains 23.47 gram/L Ca and 1.52 gram/L Mg. This method produced 53.4% raw chitin contained in the filtrate, which is 62.5% of the extracting solution used. The two elements were crystallized with addition of mixture of (NH4)2C2O4 and Na2HPO4 to produce solid CaC2O4 dengan kemurnian 85,7% dan MgNH4PO4 with the same purity of 85.7%. Other elements detected in CaC2O4 are Mg (3.91%), Zn (1.12%), K (0,32%) and Cu (4.9x10-4%), while other elements detected in MgNH4PO4 are K (12.2%), Zn (1.67%), Cu (0.32%), and Ca (0.044%). Key words: Chitin, chitosan, penaeus monodon shell, demineralization, organic mineral.
1. PENDAHULUAN Harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang luas dan baik merupakan pendorong utama peningkatan usaha pembudidayaan udang windu (Penaeus monodon fab.). Hal ini terlihat dari permintaan udang dari berbagai negara seperti Jepang, Eropa, dan Amerika yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Provinsi Lampung misalnya, memiliki beberapa perusahaan pengekspor udang, seperti PT Bratasena dan PT Dipasena Citra Dermaja serta perusahaan pengekspor kepiting, yaitu PT Panji Saburai Putra dan PT Philip Seafood. Udang yang diekspor rata-rata 50 ton per hari sedangkan hasil limbah kulit yang dihasilkan sebesar 30%1). Bentuk ekspor komoditi udang windu dari Indonesia antara lain segar, beku, dan rebus. Oleh karenanya, sebelum diekspor terlebih dahulu dilakukan proses pembersihan kepala dan kulit sehingga menghasilkan jutaan ton limbah hasil pengolahan udang yang belum banyak dimanfaatkan. Padahal dengan pengolahan lebih lanjut, limbah padat ini dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kitin dan turunannya, selanjutnya digunakan sebagai bahan baku makanan tambahan, kosmetik, farmasi, senyawa pengkhelat logam dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, fungisida dan fungistatik penyembuh luka2). Menurut Knorr3), pada limbah udang terdapat kitin sebesar 20 30%. Proses pembuatan kitin meliputi tiga tahapan yaitu deproteinasi, demineralisasi dan depigmentasi4). Pada tahap demineralisasi dilakukan dengan merendam kulit dengan larutan asam untuk memisahkan garam anorganik yang ada pada kulit. Hasil demineralisasi kulit udang yang berupa limbah cair dapat mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan baik. Menurut penelitian terdahulu5), berat mineral yang terkandung dalam kulit udang sebesar 37,38%. Sedangkan kandungan logam terbesar adalah Ca dan Mg dalam bentuk senyawa CaCO3 dan Ca3(PO4)6). Berdasarkan hal tersebut, diharapkan adanya pemanfaatan limbah cair hasil demineralisasi kulit udang windu menjadi sumber potensial ketersediaan Ca dan Mg organik untuk aplikasi lebih lanjut. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan kondisi optimum demineralisasi kulit udang dengan memvariasikan jenis asam, konsentrasi asam, dan suhu perendaman. Pemisahan Ca dilakukan dengan penambahan (NH4)C2O4 sedangkan pemisahan Mg dilakukan dengan penambahan Na2HPO4. Kemurnian dari kedua endapan tersebut dapat diketahui dengan pengukuran kadar logam-logam lain yang ikut terendap dengan endapan dengan SSA. Kadar Ca dan Mg pada filtrat demineralisasi optimum didapat melalui perhitungan secara gravimetri, sedangkan kitin dianalisis dengan Spektrofotometer IR.
2007 FMIPA Universitas Lampung
93
John Hendri dkk Penentuan Kadar Ca dan Mg pada Hasil Demineralisasi Optimum
2. METODE PENELITIAN 2.1. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang dipakai adalah kepala dan kulit udang windu, NaOH, aquades, H2C2O4, indikator pp, HCl pekat, HNO3 pekat, H2SO4 pekat, CaCl2, MgCl2, ZnCl2, PbCl2, CuCl2, Na2HPO4, NH4OH, NH4Cl, (NH4)2C2O4, kertas lakmus, dan kertas saring. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah labu erlenmeyer, labu ukur, gelas piala, tabung reaksi pipet tetes, corong gelas, cawan porselen, statip, biuret, blender, saringan, magnetic stirrer, penangas, oven, centrifuge, neraca analitik, termometer, stopwatch, Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) model Hitachi Z 8000, dan Spektofotometer Infra Merah. 2.2. Prosedur Kerja 2.2.1. Pengambilan dan pencucian sampel Sampel berupa kepala dan kulit udang windu yang dalam keadaan segar diambil dari PT Philips Seafood Indonesia di Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Sampel dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan daging yang melekat lalu dikeringkan pada suhu kamar dan ditumbuk hingga berbentuk serpihan sebesar 0,5-1 cm2. 2.2.2. Deproteinasi Sebanyak 1 kg kulit kering dimasukkan ke dalam wadah lalu ditambahkan 10 L larutan NaOH 1N pada suhu 60oC selama 2 jam. Residu disaring dan dicuci dengan air hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu kamar. Sedangkan filtrat diuji dengan CuSO4 (uji Biuret) 2.2.3. Demineralisasi a. Penentuan asam optimum Ke dalam tiga buah gelas piala dimasukkan sampel masing-masing 20 gram lalu ditambahkan 160 mL asam dengan variasi HCl, HNO3, dan H2SO4 dengan konsentrasi 2 N selama 12 jam pada suhu kamar. Campuran disaring, residu dicuci hingga pH netral dan dikeringkan. Kitin dengan filtrat yang menghasilkan % recovery tertinggi dianalisis dengan spektrofotometer IR. b. Penentuan konsentrasi optimum Ke dalam empat buah gelas piala, dimasukkan sampel masing-masing 20 gram lalu ditambahkan 160 mL asam optimum dengan variasi konsentrasi 1 N, 1,5 N, 2 N, 2,5 N, dan 3 N pada suhu kamar selama 12 jam. Kitin dari filtrat yang menghasilkan % recovery tertinggi, dianalisis dengan spektrofotometer IR. c. Penentuan suhu optimum Ke dalam empat buah gelas piala dimasukkan masing-masing 20 gram sampel lalu ditambahkan 160 mL asam optimum pada konsentrasi optimum. Hasil kitin dari filtrat yang menghasilkan % recovery tertinggi dianalisis dengan spektofotometer IR. 2.2.4. Pemisahan Ca dan Mg Filtrat hasil demineralisasi ditampung lalu diambil 2 mL dan dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan NH4OH 5 M hingga pH netral, ditambahkan (NH4))2C2O4 1 M, sambil diaduk lalu disentrifugasi, dan didekantir, dipanaskan hingga suhu 226oC membentuk anhidrat yang stabil7). Lalu dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Filtrat yang ditampung, ditambahkan Na2HPO4 1 M dengan disertai pemanasan setelah endapan terbentuk lalu disentrifugasi dan didekantir kemudian dipanaskan hingga 130oC membentuk anhidrat stabil, selanjutnya dipanaskan, dimasukkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya kedua endapan logam tersebut dilakukan penentuan % recovery. 2.2.5. Perhitungan % recovery Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pemisahan logam dalam bentuk endapan, dilakukan perhitungan % recovery dengan menghitung perbandingan jumlah endapan CaC2O4 dan MgNH4PO4 yang terbentuk terhadap berat kitin yang hilang setelah proses demineralisasi. Selanjutnya nilai % recovery tertinggi dijadikan sebagai demineralisasi optimum.
94
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2
2.2.6. Analisis logam Larutan standar dari setiap logam pada variasi konsentrasi dan kadar logam Mg, Ca, Zn, K, Pb, dan Cu pada larutan sampel CaC2O4 dan larutan sampel MgNH4PO4 diukur serapannya dengan SSA HITACHI Z-8000 pada kondisi optimum alat. 2.2.7. Perhitungan Kemurnian CaC2O4 dan MgNH4PO4 Kemurnian CaC2O4 dihitung dari selisih % berat CaC2O4 dengan jumlah % berat logam-logam yang ikut terendap dalam CaC2O4. Hal yang sama juga dilakukan untuk menentukan kemurnian MgNH4PO4. 2.2.8. Perhitungan Kadar Ca dan Mg Pada Filtrat Demineralisasi Optimum Kadar Ca dan Mg dihitung dengan mengalikan faktor gravimetri terhadap berat endapan murni yang telah diketahui dari tingkat kemurniannya per volume filtrat yang dihasilkan dari demineralisasi kulit.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan ekstraksi kitin dari kulit udang windu (Penaeus monodon) dengan pemisahan protein dan mineral melalui tahap deproteinasi dan demineralisasi. 3.1. Deproteinasi Deproteinasi secara kimiawi adalah proses pemisahan protein dengan perendaman sampel dalam larutan alkali (NaOH) panas. Selama perendaman kulit, timbul busa disebabkan terbentuknya Na-asam lemak yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi antara lemak yang terkandung dalam kulit udang dengan larutan NaOH panas. Warna merah pada larutan menunjukkan bahwa sebagian pigmen yang terikat secara fisika dengan kitin telah terpisah. Pada uji Biuret, dihasilkan warna ungu yang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks Cu. Hal ini menandakan bahwa protein telah terlepas dari kulit menjadi garam Na-proteinat yang larut. Hasil deproteinasi tersebut, didapat rendemen kitin kasar sebesar 693,25 gram (69,3%) dari sampel awal 1 kg kulit udang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa protein beserta lemak dan pigmen yang dapat dipisahkan sebesar 30,7%. 3.2. Demineralisasi Demineralisasi adalah proses pemisahan senyawa anorganik pada kulit udang. Unsur logam makro yang ada dalam kulit udang adalah Ca dan Mg dalam bentuk mineral CaCO3 dan Ca3(PO4)27). Pemisahan mineral dari kitin dilakukan dengan perendaman sampel dalam larutan asam karena umumnya mineral dapat larut dalam larutan asam. Pada saat penambahan asam, timbul gelembung gas CO2. Hal ini disebabkan ion CO32- yang terbentuk, bersifat tidak stabil sehingga akan bereaksi kembali dengan asam yang akhirnya membentuk air dan gas CO2, sedangkan Ca3(PO4)2 akan membentuk Ca(H2PO4)2 yang larut8), sesuai dengan Persamaan (1) dan (2). CaCO3(s) + 2H+
Ca2+(aq) + H2O(l) + CO2(g)
(1)
Ca3(PO4)2(s) + 4H+
2 Ca2+(aq) + Ca(H2PO)2(l)
(2)
3.2.1. Penentuan jenis asam optimum Pada penentuan asam optimum ini, dilakukan dengan memvariasikan asam seperti HCl, HNO3, H2SO4 pada konsentrasi dan waktu yang tetap. Ketiga asam ini dipakai karena murah juga umum digunakan untuk melarutkan mineral pada suatu sampel. Hubungan antara jenis asam (2 N) dengan persen (%) recovery dalam demineralisasi diperlihatkan oleh Gambar 1.
2007 FMIPA Universitas Lampung
95
John Hendri dkk Penentuan Kadar Ca dan Mg pada Hasil Demineralisasi Optimum
Gambar 1. Hubungan jenis asam dengan persen (%) recovery dalam dari beberapa asam Dari Gambar 1 terlihat bahwa demineralisasi dengan HCl 2 N menghasilkan % recovery tertinggi sehingga disimpulkan bahwa HCl merupakan jenis asam terbaik untuk proses demineralisasi kulit udang windu. Hal ini juga didukung oleh hasil penafsiran spektrum IR kitin yang dihasilkan dari demineralisasi dengan HCl 2 N (Gambar 2) mempunyai spektrum yang paling mirip dengan spektrum kitin standar (Gambar 3).
%T
cm-1
Gambar 2. Spektrum IR kitin hasil demineralisasi dengan HCl 2 N
%T
cm-1
Gambar 3. Spektrum IR kitin standar
96
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2
Secara umum, penafsiran spektrum kitin dari hasil analisis FTIR adalah sebagai berikut: Pita serapan 3649,1-3423,4 cm1 menunjuk pada vibrasi ulur OH. Pita serapan 3369,4-3317,3 cm-1 menunjuk vibrasi ulur NH amida sekunder. Pita serapan 3125,2-2891,1 cm-1 menunjuk vibrasi ulur CH alifatik. Pita serapan 1456-1429,1 cm-1 menunjuk vibrasi ulur CN. Pita serapan 1205,4 cm-1 menunjuk vibrasi ulur CO glikosida dan vibrasi tekuk CH, pita serapan 896 cm-1 menunjuk vibrasi tekuk NH amida, pita serapan 671-501,7 cm-1. 3.2.2. Penentuan konsentrasi optimum HCl Penentuan konsentrasi asam optimum (HCl) dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi dari 1 N hingga 3 N dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hubungan konsentrasi HCl dengan persen recovery dalam demineralisasi kitin
Dari Gambar 4 terlihat bahwa naiknya konsentrasi HCl dari 1 N hingga 2 N akan menaikkan % recovery. Namun pada konsentrasi lebih tinggi hingga 3 N tidak terjadi kenaikan berat endapan yang berarti, akan tetapi berat rendemen kitin semakin berkurang sehingga % recovery juga ikut berkurang. Pengurangan berat ini terjadi karena sisa asam yang tidak bereaksi dengan mineral dapat mendegradasi kitin yang berupa reaksi deasetilasi atau depolimerisasi molekul kitin. 3.2.3. Penentuan suhu optimum Pada penentuan suhu demineralisasi optimum dilakukan dengan variasi suhu dari suhu ruang (27oC) hingga 60oC. Perlakuan dengan variasi suhu ini didasarkan atas sifat kitin yang relatif stabil hingga suhu 65oC4). Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara suhu perendaman dengan % recovery.
Gambar 5. Hubungan suhu demineralisasi dengan persen recovery dalam demineralisasi kitin Dari hasil pemisahan Ca dan Mg, didapat kenaikan berat endapan yang tidak berarti seiring bertambahnya suhu namun terjadi penurunan berat rendemen kitin sehingga dihasilkan penurunan nilai % recovery seiring bertambahnya suhu. Penurunan ini disebabkan terjadinya kenaikan berat endapan yang tidak berarti namun terjadi pengurangan berat kitin akibat degradasi pada suhu yang lebih tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu tidak
2007 FMIPA Universitas Lampung
97
John Hendri dkk Penentuan Kadar Ca dan Mg pada Hasil Demineralisasi Optimum
berpengaruh terhadap jumlah endapan yang dihasilkan namun dapat mendegradasi kitin yang dapat ditandai dengan kecilnya berat rendemen kitin yang dihasilkan. 3.2.4. Penentuan Kemurnian CaC2O4 dan MgNH4PO4 Pemisahan Ca dan Mg pada larutan filtrat dilakukan melalui reaksi pengendapan dengan reagen pengendap anorganik yakni (NH4)2C2O4 dan Na2HPO4 yang menghasilkan CaC2O4 dan MgNH4PO4. Penentuan kemurnian endapan CaC2O4 dan MgNH4PO4 dilakukan dengan menganalisis kadar logam-logam yang ikut dengan menggunakan SSA. Kemurnian endapan hasil demineralisasi optimum dipengaruhi oleh adanya pengotor seperti ion-ion logam lain yang ikut serta mengendap. Untuk itu, dilakukan pengukuran logam-logam lain seperti Mg, Zn, Cu, Pb, dan K pada endapan CaC2O4 sedangkan pada endapan MgNH4PO4 dilakukan pengukuran Ca yang tersisa, Zn, Cu, Pb dan K. Hasil pengukuran tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kadar logam-logam yang ikut dalam CaC2O4 dan MgNH4PO4 %Mg CaC2O4 :
%Ca
3,91
MgNH4PO4 :
0,044
%Zn
%K
%Pb
%Cu
% kemurnian:
1,12
0,32
4.9x10-4
94,6
1,67
12,20
0,32
85,7
Dari data Tabel 1 di atas, didapat CaC2O4 yang cukup murmi sebesar 94,6%. Adanya logam-logam lain diduga karena peristiwa oklusi yakni terabsorbsinya ion logam sebagai pengotor pada saat pertumbuhan kristal8), atau terbentuknya senyawa yang sama. Zn dapat membentuk ZnC2O4 dengan kelarutan sebesar 7,9x10-4 Nilai ini mendekati nilai kelarutan CaC2O4 yang sebesar 5,6x10-4 maka pada saat yang sama dapat dimungkinkan terbentuk CaC2O4 dan ZnC2O49). Pada MgNH4PO4, didapat kadar kemurnian sebesar 85,7%. Hasil yang rendah ini disebabkan oleh bentuk endapan MgNH4PO4 yang mirip gelatin. Bentuk ini mempunyai luas permukaan yang besar sehingga lebih banyak pengotor yang teradsobsi. Selain itu juga disebabkan kadar K yang besar yaitu 12,2%. Besarnya kadar ini diduga disebabkan peristiwa isomorfisme yaitu terbentuknya dua atau lebih kristal dari senyawa yang berbeda namun mempunyai bentuk kristal yang sama. Ion K+ dapat menggantikan posisi ion NH4+ pada MgNH4PO4 karena mempunyai jari-jari ion yang hampir sama sehingga akan terbentuk MgKPO410).
4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum untuk demineralisasi kulit udang windu adalah menggunakan HCl 2 N pada suhu ruang (27oC) selama 12 jam, yang menghasilkan filtrat dengan kandungan Ca sebesar 23,47 gram/L dan Mg sebesar 1,52 gram/L. Tingkat kemurnian CaC2O4 yang didapat sebesar 94,6% dengan kandungan Mg sebesar 3,91%, 1,12% Zn, dan 4x10-4% Cu. Sedangkan tingkat kemurnian MgNH4PO4 sebesar 85,7% dengan kandungan Ca sebesar 0,044%, 1,67% Zn, 12,2% K dan 0,32% Cu.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Budi, W. 2002. Atlas Sumber Daya Pesisir Lampung. 57 hlm.
2.
Agullo, E., Rodriguez, M. S., Ramos, V and Albertengo, L. 2003. Present and Future Role of Chitin and Chitosan in Food , Macromol. Biosci. 3: 521-530.
3.
Knor, D. 1984. Use of Chitinous Polymer in Food. Food Technology. 38 (1): 85.
4.
Majeti, N. V and Kumar, R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive Funct. Polym. 46: 1 27.
5.
Mardiana. 2002. Studi Pendahuluan Pembuatan Kitosan Secara Fermentasi Menggunakan Mucor Miehei Pada Media Kitin dan Kulit Udang Windu (Penaeus monodon). Skripsi Sarjana FMIPA Universitas Lampung. 62 hlm.
6.
Muzzareli, R. A. A. 1978. Chitin. Pergamon Press. Ancona. Pp.1-90.
98
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2
7.
Kurita, K. 1998. Chemistry and Application of Chitin and Chitosan. Polym. Degrad. Stabil. 59: 117-120.
8.
Day, R. A., Underwood. 1986. Analisis Kimia Kualitatif. Erlangga. Jakarta. 91-92 hlm.
9.
Vogel, A.I. 1990 Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Kalman Madia Pustaka. Jakarta.
10. Fritz, J. S and George, H. S. Jr. 1969. Quantitative Analytical Chemistry. Boston. Pp. 39-59.
2007 FMIPA Universitas Lampung
99