PENENTUAN PATI RESISTEN DAN KADAR GIZI MI GANDUM UTUH (Triticum aestivum L.) varietas DEWATA Febrine Pentadini*, Silvia Andini, Sri Hartini Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga *
[email protected]
ABSTRAK Produk pangan yang terbuat dari tepung gandum utuh (Triticum aestivum L.) kini mulai kian digemari oleh masyarakat Indonesia karena alasan kesehatan, salah satunya adalah tingginya kadar pati resisten yang merupakan komponen serat pangan. Di Indonesia sendiri telah berhasil dibudidayakan gandum varietas Dewata sejak 2002. Hal ini membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal tersebut. Mi adalah salah satu produk olahan tepung gandum yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kandungan pati resisten dan kadar gizi mi. Mi dibuat dari tepung terigu yang tersubstitusi gandum utuh sebesar 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Pati resisten ditentukan melalui metode enzimatik dengan menggunakan enzim α-amilase, amiloglukosidase, dan protease. Kadar gizi meliputi kadar air (metode gravimetri), abu (metode gravimetri), lemak (metode soxhlet), protein terlarut (metode biuret) dan karbohidrat (metode anthrone). Pati resisten dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% dilakukan untuk menentukan beda antar perlakuan. Kadar gizi dianalisis secara deskriptif dengan 3 ulangan. Kandungan pati resisten mi dengan subtitusi gandum utuh 0-50% adalah 1,99-5,01% (bk). Peningkatan kadar terjadi mulai dari penambahan gandum utuh 30%. Sehingga kadar pati resisten tertinggi didapat pada penambahan tepung gandum utuh 50%. Mi dengan subtitusi gandum utuh sebesar 20% memiliki kadar air 27,69%, kadar abu 2,69%, kadar lemak 2,78% (bk), kadar protein terlarut 14,50% (bk), dan karbohidrat 62,12% (bk). Kata-kata kunci : tepung gandum utuh, gandum varietas Dewata, mi gandum utuh, pati resisten, kadar gizi
PENDAHULUAN Tepung gandum utuh mulai dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena dinilai lebih kaya gizinya daripada tepung terigu. Tepung gandum utuh berbeda dari tepung terigu karena tepung gandum utuh diperoleh dari hasil penepungan semua bagian gandum, yaitu bran, germ, dan endosperm [1, 2]. Gandum yang selama ini dinilai tidak dapat tumbuh di Indonesia, sudah berhasil ditanam dan dibudidayakan. Penelitian oleh Simanjuntak pada tahun 2002 menunjukkan bahwa gandum varietas Dewata adalah salah satunya varietas baru yang dapat ditanam di Getasan, Kabupaten Semarang [3]. Semakin berkembangnya budidaya tanaman gandum maka membuka potensi pengembangan produk pangan berbasis tepung gandum utuh lokal tersebut. Pati resisten didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, bersifat resisten terhadap hidrolisis
enzim amilase [4]. Pati resisten dikategorikan sebagai bagian dari serat pangan. Pati resisten memiliki efek fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan seperti pencegahan kanker kolon, memiliki efek hipoglikemik, berperan sebagai prebiotik, memiliki efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak [5]. Dengan demikian , pati resisten dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pangan fungsional [6]. Kandungan pati resisten dalam makanan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : sangat rendah(<1%), rendah (1-2,5%), sedang (2,5-5%), tinggi (5-15%) dan sangat tinggi (>15%) [7]. Mi adalah pangan olahan basah yang digemari oleh masyarakat Indonesia, terbukti dengan adanya peningkatan konsumsi produk makanan berbahan dasar terigu sebesar 0,2% setiap tahunnya sejak tahun 1990 hingga kini [8]. Mi basah harus memiliki kadar gizi yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Oleh
karena itu kadar gizi ditentukan untuk dibandingkan dengan SNI 01-2987-1992 tentang Mi Basah [9]. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pati resisten pada mi gandum utuh dan menentukan kadar gizi pada mi, meliputi kadar air, kadar abu, lemak, protein terlarut dan karbohidrat. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan utama yang digunakan tepung gandum utuh varietas Dewata dengan ukuran mesh 0,4 mm didapat dari Fakultas Pertanian UKSW. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah NaOH, HCl, etanol, NaH2PO4.2H2O, Na2HPO4.12H2O, CuSO4.5H2O, KI, NaKTartart, petroleum eter, H2SO4 98%, anthrone, glukosa murni (E-Merck grade pro analysis, Jerman), enzim α-amilase, enzim protease dari buah crude (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia), enzim amiloglukosidase (SIGMA A-9913, Jerman), dan akuades. Piranti yang digunakan antara lain moisture analyser (OHAUS MB25, USA), inkubator (WTB binder, Jerman), spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea), penangas air (Memmert, Jerman), tanur (Ney Vulcan A550, USA), timbangan analitik digital (OHAUS PA114, USA), dan peralatan gelas (Pyrex, USA dan Herma, Cina). Metode Pembuatan Mi Basah Gandum Utuh [10] Pembuatan mi basah pada penelitian ini menggunakan tepung gandum utuh yang disubstitusikan pada tepung terigu sebesar 10%, 20%, 30%, 40% dan 50%. Sebagai kontrol adalah mi basah tanpa substitusi tepung gandum utuh. Tabel 1. Formulasi Mi Basah Bahan Tepung terigu (g) Tepung gandum utuh (g) Telur (butir) Garam (g) Soda kue (g)
Penambahan tepung gandum utuh (%) 0 10 20 30 40 50 500
450
400
350
300
Kadar Pati Resisten (AOAC 1995 yang dikombinasikan dengan AOAC 1985 dalam Gustiar, 2009) [11-13] 0,5 g sampel dilarutkan dengan 25 mL buffer fosfat 0,08 M (pH 6,0) dalam gelas piala 250 mL, lalu ditutup aluminium foil. Larutan ditambah 0,2 mL enzim α-amilase dan diinkubasi dalam penangas air suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH larutan diatur hingga 4,5 dengan 5 mL larutan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μL enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat pH 6.0) dan diinkubasi dengan penangas air bergoyang dengan suhu 60oC selama 30 menit. Setelah didinginkan sampai suhu ruang, pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan menambahkan 5 mL larutan NaOH 0,325 M, ditambahkan 50 μL enzim protease (40 mg protease/50 mL buffer fosfat pH 6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah inkubasi selesai, larutan disentrifuse 3000 rpm selama 10 menit dan diambil bagian peletnya. Kemudian pelet dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades. Supernatan dibuang lalu ditambah 1 mL akuades. Kemudian dimasukkan ke dalam penangas air suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Setelah itu, ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian ditambah 1 mL buffer asetat pH 4,75 0.4 M, lalu ditambah 1,5 mL HCl 2 M (atau sampai pH 4,75), kemudian elektroda dicuci dengan 1,5 mL buffer asetat 0,1 M pH 4,75. Setelah itu, ditambahkan 60 μL amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75). Kemudian dimasukkan ke dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit lalu disentrifuse 3500 rpm selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan menjadi 10 mL (larutan stok).
250
0
50
100
150
200
250
1
1
1
1
1
1
3
3
3
3
3
3
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Kadar gula diukur dengan metode anthrone. Larutan stok diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Larutan Anthrone 0,1% dibuat dengan melarutkan 0,1 g bubuk Anthrone dalam 100 mL asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Larutan stok sampel yang telah diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone. Sebagai standar adalah larutan glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masingmasing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar gula pereduksi sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni. Kadar Air Metode Gravimetri [11] Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105oC selama 6 jam. Cawan dengan isinya kemudian didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali hingga diperoleh berat konstan. Kadar Abu Metode Gravimetri [11] Cawan porselen dipanaskan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g sampel dimasukkan dalam cawan porselen dan ditimbang, lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 550oC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan beratnya konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Lemak Metode Soxhlet [11] Labu lemak dikeringkan dengan oven. Sampel ditimbang sebanyak 5-15 g dibungkus dengan kertas saring dan ditutup kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut petroleum eter dimasukkan ke dalam labu lemak lalu direfluks selama minimal 5 jam. Sisa pelarut dalam labu lemak dihilangkan dengan dipanaskan dalam oven, lalu ditimbang. Kadar Protein terlarut metode Biuret [11]
Reagen biuret diibuat dengan melarutkan 0,15 g CuSO4.5H2O dan 0,6 NaKTartart dalam labu ukur 50 mL. Kemudian larutan ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan dengan akuades dalam labu ukur 100 mL. Kurva standar dibuat dengan cara, disiapkan larutan protein biuret bovine serum albumine (BSA) dengan konsentrasi 10 mg/mL. Larutan protein tersebut disiapkan dengan cara meningkatkan konsentrasinya yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 mg/mL dalam 1 mL. Larutan diaduk hingga bercampur dan dihomogenisasi selama 30 menit pada suhu ruang. Resapan masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. 5 g sampel dilarutkan dalam 15 mL akuades dan dipusingkan selama 15 menit. 5 mL supernatan diambil dan ditambah 1 mL NaOH 1 M dan dipanaskan dengan penangas air suhu 90oC. Larutan didinginkan suhu ruang dan diambil 1 mL dalam tabung reaksi lalu ditambah 4 mL reagen biuret dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Karbohidrat total metode Anthrone [13] Hidrolisis karbohidrat dengan asam Sebanyak 3 g dicuci dengan menggunakan 30 mL etanol 80% secara maserasi untuk menghilangkan gula-gula sederhana pada suhu kamar selama 15 menit. Kemudian disaring dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 50oC selama 6 jam. Sebanyak 0,5 g sampel yang telah dihaluskan ditimbang dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL. Ditambahkan akuades sebanyak 25 mL dan 5 mL HCl 25%. Erlenmeyer ditutup, lalu dipanaskan di atas penangas air suhu 100oC selama 2,5 jam untuk menghidrolisis terigu. Setelah didinginkan, larutan hasil hidrolisis dinetralkan dengan larutan NaOH 25% dan diencerkan sampai volume 100 mL setelah itu dihomogenisasi serta disaring untuk kemudian disebut larutan stok. Penentuan total karbohidrat dengan metode Anthrone Disiapkan larutan pereaksi Anthrone 0,1% dengan melarutkan 0,1 g bubuk Anthrone
dalam 100 mL asam sulfat pekat. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Dari larutan stok dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL. Dari larutan tersebut, sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone. Kurva standar dibuat dengan mengganti sampel dengan larutan glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan akuades. Tabung ditutup dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir, lalu dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar karbohidrat sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni. Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi penambahan tepung gandum utuh. Pengujian rataan perlakuan menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5 % [14]. HASIL DAN DISKUSI Pati Resisten Pati resisten yang ditentukan jumlahnya dari sampel mi gandum utuh dengan penambahan tepung gandum utuh sebesar 0% sebagai kontrol, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Gandum sendiri adalah salah satu pati resisten tipe 2, dimana terdapat secara alami pada pati yang tidak tergelatinisasi karena tidak dimasak. Pati resisten tipe 2 mempunyai ujung glukosa struktur pati. Karena terperangkap kuat, pati tahan terhadap hidrolisis enzim amylase, namun ketika pemasakan dapat hilang akibat lepasnya barier seluler dan kerusakan granula pati [15].
Pati serealia serealia dan biji-bijian mempunyai sifat pengembangan granula dan
pelarutan pati yang terbatas disebabkan hubungan antar molekul yang kuat [16]. Tabel 2. Pati resisten pada mi subtitusi gandum utuh Sampel 𝑋 ± sd Mi 0% gu* Mi 10% gu Mi 20% gu Mi 30% gu Mi 40% gu Mi 50% gu W
1,99 ± 0,1466 a 2,08 ± 0,2279 a 2,27 ± 0,1234 a 3,18 ± 0,0827 b 4,73 ± 0,1519 c 5,01 ± 0,3548 d 0,3174
*gu = gandum utuh
Dari hasil didapatkan bahwa semakin meningkat penambahan tepung gandum utuh pada mi, semakin meningkat juga pati resistennya. Terdapat perbedaan yang nyata dari penambahan 30% hingga 50%. Kisaran angka pati resisten pada mi gandum utuh (Tabel 2) menurut Goni et al (1996) berada pada tingkatan sedang yaitu 2,5-5% [7]. Menurut Sajilata et al. [5], hal-hal yang mempengaruhi kadar pati resisten yang dihasilkan adalah rasio amilosa dengan amilopektin pada pati, amilosa yang lebih tinggi dapat meningkatkan kadar RS. Penelitian Pentadini dkk [10] menunjukkan bahwa amilosa pada mi gandum utuh cenderung meningkat dengan meningkatnya penambahan konsentrasi tepung gandum utuh. Rasio pati dengan air dalam pembuatan RS juga mempengaruhi kadar pati resisten. Selain itu, proses pengeringan suhu tinggi dan pendinginan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan, sedangkan proses perebusan berpotensi menurunkan kadar pati resisten. Dalam hal ini didapatkan bahwa proses perebusan dapat menurunkan kadar pati resisten. Kadar Gizi Mi Basah Kadar gizi pada mi gandum utuh perlu juga diuji dan dibandingkan dengan SNI 012987- 1992 tentang mi basah. Kadar gizi mi yang diuji adalah mi tanpa penambahan tepung gandum utuh sebagai kontrol dan mi
gandum utuh yang disukai oleh panelis. Berdasarkan penelitian Pentadini dkk [10] diketahui bahwa mi gandum utuh yang disukai adalah mi dengan penambahan tepung gandum utuh sebesar 20%. Tabel 2. Perbandingan kadar gizi mi gandum Mi gandum utuh Parameter Sni 0% 20 % 20Air (%) 27,26 27,69 35 Abu (%) <3 1,33 2,69 Lemak (%) 3,05 2,78 Protein (%) > 10 12,45 14,49 Karbohidrat 56,59 62,12 (%)
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan tepung gandum utuh terjadi peningkatan kadar air, abu, protein, dan karbohidrat. Namun terjadi penurunan pada kadar lemak dalam mi. Secara keseluruhan mi dengan penambahan tepung gandum utuh sebesar 20% memenuhi SNI 01-2987-1992. KESIMPULAN 1. Kadar subtitusi gandum utuh 30% dapat meningkatkan kadar pati resisten dari 1,99% menjadi 3,18%. Kadar ini meningkat lagi menjadi 4,73% dan 5,01% pada kadar subtitusi gandum utuh 40% dan 50% berturut-turut. 2. Mi gandum utuh 20% memilikikadar gizi yang memenuhi SNI 01-2987- 1992. Kadar gizi mi gandum utuh 20% lebih tinggi dibandingkan kadar gizi mi tanpa penambahan tepung gandum utuh, selain kadar lemak yang mengalami penurunan. UCAPAN TERIMA KASIH Atas terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Djoko Murdono, M. P selaku sponsor dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Nursantiyah, Gambaran Umum Industri Tepung Terigu di Indonesia dan Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai Terkait. Universitas Indonesia, 2009 [2] Muoma, I., Whole Grain Vs Whole Wheat Vs Whole Meal Vs GranaryRefined Bread? Which is best? What to choose?, 2013. [Online]
Available : http://www.iketrainer.co.uk/articles/bread s.pdf. (September, 15, 2013) [3]Simanjutak, B.H., Prospek Pengembangan Gandum (Triticum aestivum L) di Indonesia. Universitas Kristen Satya Wacana, 2002 [4] Shin S, Byun J, Park KW, and Moon TW, “Effect of partical acid and heat moisture treatment of formation of resistant tuber starch,” Journal Ceral Chemistry, vol.81, no.2, pp. 194-198, 2004 [5] Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK., “Resistant starch” –a review., Journal Comprehensive review in food science and food safety, 2006 [6] Soto R.A., Acevedo E., Feria J., Villalobos R., Perez L.A., “Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching,” Journal starch, vol. 56, pp. 495-499, 2004 [7] Goni, I., L.G Diz, E. Manas, and F.S Calixto, “Analysis of Resistant Starch : a Method for Foods and Food products,” Journal Food Chem, vol. 56, no.4, pp. 445-449, 1996. [8] Erwidodo, H.P, Saliem, E. Ariningsih, Pengkajian Diversifikasi Konsumsi Pangan Utama di Indonesia, Laporan Hasil Penelitian, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian : Bogor, 2004 [9] Badan Standarisasi Nasional, SNI 012987-1992 tentang Mi Basah. Jakarta, 1992 [10] Pentadini, F., Silvia A., Sri Hartini, Anik T. H. Determination of Glycemic Score on Processed Food from Whole Wheat Flour (Triticum aestivum L.) Dewata’s Variety in terms of Amylose Content and Starch Digestibility. International conference on research, implementation and education of mathematics and sciences. pp. C55-C62, 2014 [11] AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington D.C., 1995. [12] AOAC, Official Methods of Analysis of the Associaion Analytical Chemist. Inc, Washington D.C., 1985. [13]Gustiar, Haris., Skripsi : Sifat FisikoKimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati Garut
(Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB, 2009. [14] Steel, R.G.D and Torrie, J.H, Principles and Procedure of Statistics : A Biometrical Approach 2nd ed. McGrawHill, New York, 1980. [15] Schulz, A.G.M., J. M. M Van Amelsvoort, and A.C Beynen, “Dietary Native Resistant Starch but Not Retrograded Resistant Starch Raises Magnesium and Calcium Absorption in Rats,” Journal Nutrition, vol.123, pp.1724-1731 [16] Leach, H. W, Gelatinization of Starch, In : Goldsworth, R (Eds). Abundant of Plant Varieties, New York : World Wide Inc, 1965