PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN

Download dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undang ...... 2008 dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai...

0 downloads 751 Views 442KB Size
PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. INDOPRIMA GEMILANG

Oleh: NAMA : SANTI WHASKITA NPM : 29133044 FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI SEMESTER : VIII

PENERAPAN AKUNTASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN ) PT. INDOPRIMA GEMILANG

Skripsi Diajukan untuk memenuhi tugas – tugas dan syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Di susun Oleh : SANTI WHASKITA NPM : 29133044 FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : AKUNTANSI

UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2013

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi

: PENERAPAN AKUNTASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. INDOPRIMA GEMILANG

Diajukan oleh

: SANTI WHASKITA

Nomor Pokok

: 29133044

Fakultas

:EKONOMI

Jurusan

:AKUNTASI

Perguruan Tinggi

: UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA

Surabaya,

Juni 2013

Dosen Pembimbing,

( Andi Iswoyo, SE , MM )

HALAMAN PENGESAHAN

Telah diterima dan disetujui oleh tim penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian Skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar sarjana EKONOMI pada FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua

:

Dr. Hj. Soenarmi, SE., MM., (Dekan Fakultas Ekonomi)

( ............................)

2. Sekretaris :

Aminatuzzuhro, SE, M.Si., (Ketua Program Studi Akuntansi)

( ............................)

3. Anggota

1.

Aminatuzzuhro, SE, M.Si., (Dosen Penguji I)

( ............................)

2. Drs. M. Sodikin, AK, M.A., (Dosen Penguji II)

( ............................)

:

2. Sekretaris :

Penerapan Akuntasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Indoprima Gemilang Santi Whaskita 29133044 ABSTRAK Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta kesektoran publik berdasarkan undang – undang yang dapat di paksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie) yang langsung dapat di tunjukkan, yang di gunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang di gunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. PT. Indoprima Gemilang yang merupakan bagian dari sektor swasta memiliki kewajiban dalam peralihan kekayaan berupa pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyediakaan gambaran secara umum mengenai penerapan penghitungan, pencatatan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan nilai perusahaan sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku pada saat ini, selain itu penelitian ini juga mencoba mengungkapkan apakah keseluruhan prosedur penerapan pajak pertambahan nilai di perusahaan telah berjalan sesuai dengan Undang – undang Nomor 42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penelitian ini menggunakan metode deskritif yaitu mengumpulkan data – data yang di perlukan yang berasal dari perusahaan dan kemudian menguraikanya secara keseluruan. Populasi dalam penelitian ini adalah data Laporan Keuangan PT. Indoprima Gemilang. Sampel dalam penelitian ini adalah data – data PPN Tahun 2010 baik dalam pencatatan maupun penghitungan pada PT. Indoprima Gemilang. Variabel dalam penelitian ini adalah PPN dan Laporan Keuangan PT. Indoprima Gemilang. Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah menggunakan methode Deskritif Analisis, yaitu dimana peneliti mengungkapkan, menjeleskan, dan memberikan gambaran permasalahan mengenai penghitungan, pencatatan, penyetoran dan pelaporan atas penjualan komponen kendaraan bermotor pada PT. Indoprima Gemilang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PT. Indoprima Gemilang untuk pelaporan SPT Masa PPN dan pembayaranya selalu tepat waktu tidak pernah ada keterlambatan dan cara penyajian datanya sangat jelas dan lengkap. Kata Kunci : Akutansi Pajak Pertambahan Nilai, Peraturan Perpajakan.

KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan mengambil judul “ Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada PT. Indoprima Gemilang “. Skripsi penulis susun sebagai tugas akhir akademis untuk mememnuhi tugas – tugas dan syarat – syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, berkat adanya saran, dorongan serta bimbingan dari semua pihak, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima Kasih banyak kepada : 1. Bapak H. Budi Endarto, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Wijaya Putra surabaya. 2. Ibu Dr. Hj Soernami, SE, MM selaku dekan Fakultas ekonomi Universitas Wijaya Putra Surabaya. 3. Ibu Aminatuzzuhro, SE, M. Si selaku KPS Akuntansi Universitas Wijaya Putra 4. Bapak Andi Iswoyo,SE, MM selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan dan arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Kepada Dosen – dosen yang memberikan pemasukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsiku. 6. Kepada Suamiku tercinta Dwi Ariyanto yang turut menyemangati dan mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini. 7. Kepada kedua orangtuaku yang mau mendidik dan mendukungku dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada keluarga besarku dan orang – orang terdekatku yang juga mau mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Saya berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Akhirnya penulis mohon maaf bila di dalam menggunakan tata bahasa ada yang tidak sempurna karena di sini penulis masih bersifat dalam taraf belajar.

Surabaya, Penulis

Santi Whaskita Npm 29133044

DAFTAR ISI HALAMAN PERSETUJUAN………………………………....

i

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………

ii

ABSTRAK.........................…………………………………………..

iii

KATA PENGANTAR ………………………………………….

iv

DAFTAR ISI ………………………………………………………

vi

DAFTAR GAMBAR ………………………………….................

ix

DAFTAR TABEL ………………………………………………...

x

BAB I

PENDAHULUAN ……………………………………

1

1.1 Latar Belakang Masalah ………………………............

1

1.2 Perumusan Masalah ……………………………..........

4

1.3Tujuan Penelitian …………………………………….

4

1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………

4

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………

5

2.1 Pengertian Akutansi …………………………………..

5

2.1.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum ………

5

2.1.1.1Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ……….

5

2.1.1.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) …….

7

BAB II

2.1.1.3 Kelebihan dan kekurangan Pajak Prtamabahan Nilai (PPN) …………………………………….......

9

2.1.2 Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ....

10

2.1.2.1Subjek Pajak …………………………………......

10

2.1.2.2 Objek Pajak ………………………………………

12

2.1.3 Penghitungan dan Prosedur / Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) …………………………………………

15

2.1.3.1 Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) …

15

2.1.3.2 Prosedur / Mekanisme PPN . ................................

19

2.1.4 Faktur Pajak ……………………………………......

21

2.1.4.1 Faktur Pajak Standar ……………………………. .

22

2.1.4.2 Faktur Pajak Gabungan ……………………….......

26

2.1.4.3 Faktur Pajak Sederhana …………………………..

27

2.1.5 Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan ………………………

BAB III

29

2.1.6 Akuntasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ……………

35

2.1.7 Koreksi Fiskal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ….......

42

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ……………………………

46

2.3 Kerangka Konseptual …………………………………….

47

METODE PENELITIAN …………………………………...

48

3.1 Jenis Penelitian …………………………………………..

48

3.2 Diskripsi Populasi Dan Penentuan Sampel ……………...

48

3.2.1 Populasi …………………………………………........

48

3.2.2 Sampel …………………………………………..........

48

3.3 Variabel Dan Definisi Operasional Variabel ……………

49

3.3.1 Variabel Penelitian ……………………………..........

49

3.3.2 Definisi Operasional Variabel …………………….....

49

BAB IV

3.3.3 Jenis Data ………………………………………….....

49

3.4 Teknik pengumpulan Data ………………………………

50

3.5 Metode Analisa Data ...…………………………………

50

ANALISIS HASIL PENELITIAN …………………………

51

4.1 Data Penelitian ……………………………………………..

51

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ……………………………

51

4.1.2 Bidang Usaha Dan Hasil produksi ……………………… 53 4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan ………………………… 56 4.1.4 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ………………………….. 59

BAB V

4.1.5 Tarip Pajak Pertambahan Nilai (PPN) …………………

59

4.1.6 Penghitungan Dan Pencatatan PPN ……………………

60

4.1.7 Evaluasi Atas Pemungutan PPN Masukan ……………

62

4.1.8 Evaluasi Atas Pemungutan PPN Keluaran ……………

64

4.2 Analisa Data …………………………...............................

65

4.2.1 Prosedur Pencatatan PPN Selama Tahun 2010 ………

65

4.3 Interprestasi …………………………...............................

75

4.3.1 Prosedur Pelaporan PPN Selama Tahun 2010 ………

75

KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………. 77 5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 77 5.2 Saran ……………………………………………………….

79

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

80

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konseptual PPN ………………………….........

47

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Indoprima Gemilang …………....

57

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pengakuan Pendapatan ………………………….....................

31

Tabel 2.2 Penghitungan Menggunakan PPN Maupun Non PPN ……….

44

Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu…………………………..........

46

Tabel 4.1 Pelaporan PPN Selama Tahun 2010 ………………………….

75

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin

terasa sebagai andalan penerimaan negara. Untuk lebih meningkatkan penerimaan di bidang perpajakan, telah beberapa kali telah dilakukan penyempurnaan, penambahan, bahkan perubahan di bidang perpajakan. Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar masyarakat baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang/jasa kena pajak di daerah pabean yang dilakukan oleh pabrikan, penyalur utama atau agen utama,importer,pemegang hak paten/merek dagang dari barang/jasa kena pajak tersebut. Menurut Soemarso (2003:269) dalam buku akuntansi suatu Pengantar mengatakan bahwa ”Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Setiap pembelian barang yang ada hubungannya secara langsung dengan barang yang dihsilkan/dijual, maka atas pajak yang dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak masukan yang besarnya 10% dari hasil beli barang, sedangkan bila barang tersebut akan menambahkan 10% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang

merupakan pajak pengeluaran untuk masa pajak yang bersangkutan. PT. Indoprima Gemilang merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang Industri komponen kendaraaan Bermotor. Bila perusahaan melakukan pembelian terhadap Barang Kena Pajak (BKP) maka di kenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masukan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) barang tersebut. Sebaliknya bila perusahaan ini melakukan penjualan barang tersebut, maka perusahaan berhak melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran terhadap Barang Kena Pajak (BKP) tersebut. Pajak Masukan yang telah disetor dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang telah di pungut. Kelebihan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini dapat direstitusi atau dikompensasikan ke masa tahun Pajak berikutnya. Masalah yang timbul dalam pencatatan Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran adalah berbedanya

saat penyerahan barang kena pajak dan saat

pembuatan faktur pajak. Faktur pajak dapat di buat pada akhir bulan setelah bulan penyerahan barang kena pajak / jasa kena pajak. Akibatnya, pada saat penyerahan barang / jasa kena pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sudah terutang dan menurut pajak belum diakui karena Faktur belum di terbitkan, tetapi pihak perusahaan sudah menganggapnya sebagai penghasilan atas penjualan lokal dari barang kena pajak tersebut dan mencatatnya sebagai pendapatnya (Prinsip Akrual). Dari segi Akuntasi, saat penyerahan barang merupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva. Penetapan penghasilan atau pendapatan sangat penting bagi perusahaan dan juga aparat Perpajakan (Fiskus) karena kekeliruan dalam menentukan penghasilan atau pendapatan tersebut akan

mengakibatkan informasi yang salah. Penetapan yang terlalu kecil (Understated) atau terlalu tinggi (overstated) akan mengakibatkan kesalahan dalam membuat keputusan. Penyampain jumlah penghasilan kena Pajak yang salah, misalnya lebih renda (Undestated) dari pada yang sebenarnya merupakan suatu kesalahan yang dapat di kenakan sanksi perpajakan. Prosedur Akutansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih kompleks bila dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) sebelumnya. Namun, Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak mengatur secara jelas bagaimana mekanisme pembukuan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, sehingga masingmasing perusahaan membukukannya sesuai dengan persepsinya. Tidak ada aturan yang jelas mengenai Pajak Masukan dan Pajak Keluaran tersebut akan menyebabkan terjadinya kesalahan pencatatan oleh perusahaan di dalam laporan Keuangan khususnya neraca Apabila terjadi kesalahan di dalam Pajak Keluaran yang di sajikan terlalu besar (overstated) menyebabkan informasi yang di hasilkan di dalam neraca menjadi tidak akurat serta mengakibatkan tingkat Likuiditas perusahaan semakin kecil, maka untuk menghindari kesalahan- kesalahan yang akan terjadi sangat di perlukan pencatatan yang baik mengenai Akutansi Pajak sesuai UU Perpajakan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulisan termotifasi untuk membahas masalah ini dengan judul

“ Penerapan Akuntansi Pajak

Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Indoprima Gemilang ”

1.2

Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka untuk mempermuda penulis

melakukan penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT. Indoprima Gemilang Sesuai dengan UU Perpajakan“ ?

1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah PT. Indoprima Gemilang telah menerapkan Akuntansi Pajak Petambahan Nilai (PPN) sesuai dengan UU Perpajakan.

1.4

Manfaat Penelitian Pada penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat antara

lain : 1. Bagi penulis, penelitian ini di harapkan dapat memberikan wawasan tentang masalah yang teliti, yaitu bagaimana penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran maupun bahan pertimbangan dalam menerapkan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai(PPN) pada perusahaan. 3. Bagi Pihak lain, penelitian ini diharapkan dpat menambah informasi dan wawasan serta dapat sebagai referensi bagi peneliti lain bila mengadakan penelitian di masa yang akan datang.

BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Akuntansi

adalah

suatu

proses

mengidentifikasi,

mengukur

dan

melaporkan informasi ekonomi untuk memungkinkan dilakukannya penilaian dan pengambilan keputusan secara jelas dan tegas bagi pihak – pihak yang menggunakan informasi tersebut. Dari pengertian diatas terkandung tujuan utama akuntansi adalah menghasilkan atau menyajikan informasi ekonomi (economic information) dari suatu

kesatuan

ekonomi

(economi

entity)

kepada

pihak-pihak

yang

berkepentingan. Informasi akutansi itu dasarnya menyajikan informasi ekonomi kepada banyak pihak yang memerlukan, sehingga akutansi juga sering di sebut dengan bahasa dunia usaha karena akutansi merupakan alat komunikasi dan informasi bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Adapun pihak yang memerlukan akuntansi dapat di bedakan yaitu pihak intern dan pihak ekstern.

2.1.1Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Secara Umum 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Untuk memahami pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), perlu di ketahui definisi dari PPN yang di kemukan oleh beberapa ahli, antara lain : -

Menurut Soemarno S.R ( 2013:269) dalam buku Akuntansi suatu pengantar mengatakan bahwa “ Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang di

kenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas BKP/JKP yang di kenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)”. -

Menurut Yusdianto (2002:117) dalam buku Akuntansi Perpajakan terapan mengatakan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak menggantikan Pajak Penjualan (PPn) karena memiliki karekter positif yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan”.

-

Menurut Wirawan Ilyas dan Rudy Suhartono (2007:8) dalam buku Pajak Pertambahan Nilai dn Penjualan Barang Mewah mengatakan Bahwa “ Dalam UU PPN tidak terdapat definisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan definisi mengenai pajak tersebut”.

-

Dari pengertian di atas, walaupun pada hakekatnya definisi tersebut berbeda, tapi pada dasarnya maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya sama. Secara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdiri dari 2 komponen

yaitu Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. -

Menurut Soermarso S.R (2003:270): “Pajak Masukan adalah PPN yang di bayarkan pada waktu pembelian atau impor barang kena pajak serta penerimaan jasa kena pajak yang dapat di kreditkan untuk masa kena pajak serta penerimaan jasa kena pajak yang dapat di kreditkan untuk masa kena pajak yang sama. Dalam hal tertentu, Pajak Masukan tidak dapat di kreditkan. Sedangkan Pajak Keluaran adalah pajak yang di kenakan atas penjualan barang kena pajak yang di tambahkan sebesar 10 % dari harga jual”.

-

Menurut UU PPn No. 42 Tahun 2009 Pasal 1 : “Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah di bayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak”.

Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai adalah UU no. 8 Tahun 1983. Kemudian UU ini di ubah dengan UU no.11 Tahun 1994, kemudian UU di ubah lagi dengan UU no. 18 Tahun 2000 dan yang terakhir di ubah menjadi UU no 42 Tahun 2009 tentang pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). 2.1.1.2 Karakteristik Pajak Pertambahan NIlai (PPN) a. Pajak Tidak Langsung Pemikul beban pajak/pembeli dan penanggung jawab pembayaran/penjual berada pada pihak yang berbeda. Apabila terjadi penyimpangan pemungutan pajak, maka fiskus akan meminta pertanggung jawaban penjual. b. Pajak Objektif Timbul kewajiban membayar PPN di tentukan oleh adanya objek pajak. c. Multi Stage Tax PPN di kenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi.

d. Indirect Subtraction Methode / Credit Methode / InvoiceMethode PPN yang di pungut tidak langsung di setorkan ke kas Negar. PPN yang di setor ke Kas Negara merupakan hasil perhitungan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang di perhitungkan untuk memperoleh jumlah PPn yang harus di bayar ke Kas Negara merupakan Kredit Pajak. Untuk mendektesi kebenaran jumlah Pajak Masukan dan Pajak Keluaran di butuhkan suatu dokumen sebagai alat bukti yang di namakan Faktur Pajak. e. Pajak Atas Konsumsi Umum Dalam Negeri PPN hanya di kenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam negeri. f. Netral PPN di kenakan Atas konsumsi barang maupun jasa dan pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (PPN dipungut ditempat barang/jasa di konsumsi) g. Tidak Menimbulkan Pajak Berganda PPN hanya di kenakan atas nilai tambah dan PPN yang dibayar dapat di perhitungakan dengan PPN yang di pungut. h. Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia, pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaaan barang modal dapat di kreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena dan Jasa Kena Pajak.

2.1.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dari beberapa karakteristik PPN tersebut diatas, dapat di kemukakan bahwa PPN memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, ternyata PPN juga tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan. -

Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) : 1. Mencegah terjadinya pengenaan Pajak Berganda 2. Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri 3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Modal dapat di peroleh kembali pada bulan perolehan, sesuai denagan tipe konsumsi dan metodhe pengurangan tidak langsung. 4. Ditinjau dari sumber pendapatan negara, Pajak Pertambaahan Nilai mendapat predikat sebagai “money maker” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa di bebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.

-

Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) : 1. Biaya administrasi relative tinggi bila di bandingkan dengan pajak tidak langsung lainya, baik di pihak administrasi pajak maupun dipihak wajib pajak. 2. Menimbulkan

dampak

regresif,

yaitu

semakin

tinggi

tingkat

kemampuan konsumen semakin ringan beban pajak yang di pikul, dan sebaliknya semakin renda tingkat kemampuan konsumen semakin berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai

konsekuensi karakteristik PPN sebagai pajak objektif. 3. PPN sangat rawan dari upaya penyeludupan pajak. Kerawanan ini di timbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh perusahaan dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi fiskus. Konsekuensinya dari kelemahan PPN tersebut menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingakat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakan. 2.1.2 Subjek dan Objek Pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.1.2.1 Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pengusaha adalah orang pribadi atau badanyang dalam kegiatan usaha/ pekerjaannya : a) Menghasilkan barang : merakit, memasak, mencampur, mengemas, membotolkan, menambangkan, menyediakan makanan dan minuman yang di lakukan oleh usaha catering b) Mengimpor barang c) Mengekspor barang d) Melakukan usaha perdagangan e) Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Pabean f) Melakukan Usaha Jasa

g) Memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang di kenakan PPN, tidak termasuk usaha kecil yang batasanya di tetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha kecil yang memilih di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 2. Yang melakukan penyerahan BKP/JKP 3. Yang mengekspor BKP 4. Yang menyerahkan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk di perjual belikan -

Pengusaha Kecil adalah : 1. Pengusaha yang menyerahkan BKPJKP dalam 1 tahun buku memperoleh peredaran penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,2. Meskipun peredaran bruto dalam 1 tahun buku tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- Pengusaha Kecil dapat memilih menjadi PKP 3. Pengusaha Kecil yang telah melampaui Rp. 600.000.000,- dalam satu masa pajak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan setelah bulan terlampauinya batasan tersebut 4. Jika pelaporan tidak tepat waktu, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan 5. Jika Pengusaha PKP di lakukan secara jabatan, maka saat pengukuhan adalah awal bulan berikutnya setelah akhir bulan seharusnya kewajiban pelaporan usaha dilakukan

-

Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) 1) Siapapun yang mengimpor BKP 2) Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud /JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean 3) Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan / pekerjaaan

2.1.2.2 Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a) Barang Kena Pajak (BKP) BKP adalah barang berwujud yang menurut sifatnya atau hukumnya dapat berubah barang bergerak

atau barang tidak bergerak dan barang tidak

berwujud yang dikenai PPN -

Penyerahan barang dapat di kenakan PPN bila di penuhi unsur :

1) Penyerahan BKP 2) Daerah Pabean 3) Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan 4) Yang melakukan harus PKP -

PPN dikenakan atas :

1) Penyerahan BKP di dalam Daerah yang dilakukan oleh pengusaha 2) Import BKP 3) Penyerahan JKP di dalam daerah Pabean yang di lakukan oleh pengusaha 4) Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean 5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah pabean di dalam daerah pabean

6) Ekspor BKP olek PKP 7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan uasaha/ pekerjaan oleh orang pribadi/badan yang hasilnya di gunakan sendiri atau di gunakan pihak lain 8) Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak di gunakan untuk di perjualbelikan, sepanjang PPN yang di bayar pada saat perolehannya dapat di kreditkan b) Barang Tidak Kena Pajak (Non BKP) : 1) Barang Hasil Pertambangan atau hasil pengeboran yang di ambil langsung dari sumbernya :  Minyak Mentah (Crude oil)  Gas Bumi, Panas bumi  Pasir dan kerikil  Batubara sebelum di olah menjadi briket  Biji besi, biji timah, biji emas, biji nikel, biji tembaga, biji perak, biji bauksit 2) Barang-barangkebuthan pokok yag sangat di butuhkan oleh masyarakat :  Beras, gabah  Jagung  Sagu  Kedelai  Garam 3) Makanan dan minuman yang di sajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya

4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga c) Jasa Kena Pajak (JKP) JKP adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan/ perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia untuk di pakai, termasuk jasa yang di lakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan/ permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan yang dikenakan PPN -

Penyerahan Jasa dapat dikenakan PPN bila penuhi unsur : 1. Penyerahan JKP 2. Daerah Pabean 3. Dilakukan dalam lingkungan kegiatan usaha/ pekerjaan 4. Yang melakukan PKP

d) Jasa Tidak Kena Pajak (Non JKP) 1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik 2. Jasa di bidang pelayan sosial 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko 4. Jasa di bidang perbankan asuransi dan sewa guna usaha dengan hak opsi 5. Jasa di biidang keagamaan 6. Jasa di bidang pendidikan 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan 9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air 10. Jasa di bidang tenaga kerja

11. Jasadi bidaang perhotelan 12. Jasa

yang

di

sediakan

pemerintahan

dalam

rangka

menjalankan

pemerintahan secara umum 2.1.3 Perhitungan dan Prosedur/Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2.1.3.1 Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Dasar Pangenaan Pajak (DPP) DPP adalah jumlah harga jual, pengantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang di tetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipaki

sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. -

Dasar pengenaan pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang yaitu:

1)

Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang di minta atau seharusnya di minta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang di pungut dan potongan harga yang di cantumkan dalam faktur pajak. Harga jual dapat di peroleh dengan menjumlahkan harga pembelian bahan baku, bahan pembantu, alat pelengkap lainnya di tambah biaya-biaya seperti penyusutan barang modal, bunga pinjaman dari bank, gaji dan upah tenaga kerja, manajemen, serta laba usaha yang di harapkan.

2)

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang di minta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang di pungut dan potongan harga yang di cantumkan dalam Faktur pajak. Nilai penggantian merupakan taksiran biaya untuk mengganti biaya yang di

keluarkan untuk mendapatkan profesi, keterampilan dan pengalaman yang memberikan pelayanan dalam arti “Jasa” tersebut. Jika harga jual atau nilai penggantian menggunakan mata uang asing, maka harus di konversikan ke dalam mata uang rupiah dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai Kurs yang berlaku saat ini. 3)

Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan Bea Masuk di tambah pemungutan lainya yang di kenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang di pungut menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan pajak adalah harga patokan Impor atau cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk di tambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut

ketentuan

peraturan

perundang-undangan

pabean.

Rumus

menghitung nilai Impor sebagai dasar pengenaan pajak adalah : CIF + BEA MASUK = NILAI IMPOR ( Dalam Nilai Impor tidak pernah termasuk PPN dan PPnBM) 4)

Nilai Eksport adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang di minta atalahu seharusnya diminta oleh eksportir

5)

Nilai lain adalah suatu jumlah yang di tetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Mentri Keuangan. Nilai lain yang di tetapkan sebagai Dasar pengenaan Pajak adalah Sebagai berikut :

 Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Pegantian setelah di kurangi laba kotor

 Untuk pemberian Cuma-Cuma BKP dan atau JKP adlah harga jual atau pengantian setelah di kurangi laba kotor  Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-rata  Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata perjudulan film  Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran adalah harga pasar yang wajar  Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk di perjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat di kreditkan adalah harga pasar wajar  Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual  Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih  Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang harus di tagih  Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang di terima berupa service charge, provisi dan diskon  Untuk penyerahan BKP dan atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga jual atau penggantian setelah di kurangi laba kotor  Untuk Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang

b. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Sistem PPN menganut tarif tunggal yaitu sebesar 10%. Namun demikian mengingat UU PPN menganut Azas destination principle dalam pengenaan pajaknya maka untuk kegiatan ekspor di kenakan tarif 0%. Pengenaan tarif 0% atas Eksport BKP adalah di maksudkan agar dalam harga barang yang di ekspor tidak terkandung PPN. -

Menurut UU No. 42 Tahun 2009, Tarif PPN adalah sebagai berikut :

1) Tarif Pajak Pertambahahan Nilai sebesar 10 % Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak dan Jasa Kena pajak merupakan tarif tunggal yang di kenakan terhadap semua jenis Barang Kena pajak dan Jasa Kena Pajak. Dalam keadaan tertentu sesuai peraturan pemerintah, tarif pajak Pertambahan Nilai dapat dinaikan menjadi setinggitingginya 15% dan serendah-rendahnya 5% 2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% Tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak sebesar 0% di kenakan atas eksport Barang Kena Pajak, di maksudkan untuk mendorong para pengusaha agar mampu menghasilkan barang untuk di ekspor sehingga dapat bersaing di pasar luar negeri. Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan pajak Pertamabahan Nilai, tetapi agar Pajak Masukan yang telah di bayar oleh pengusaha pada saat pembelian barang ekspor tersebut dapat dikreditkan.

2.1.3.2 Prosedur/ Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai (PPN) a. Mekanisme Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1) Saat terutang adalah saat pembayaran 2) Faktur dan SSP di buat pada saat PKP mengajukan tagihan 3) Faktur dan SPP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran 4) Pemungutan

Pajak

wajib

memungut

PPN

terutang

pada

saat

pembayaran(bukan saat penyerahan) 5) Bendahara wajib setor paling lambat 7 hari setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan 6) PPN yang telah di setor di laporkan dalam SPT masa PPN bagi pemungut PPN 20 hari setelah di lakukan pembayaran tagihan. Yang di tunjuk pemungut PPN adalah : 1. Bendaharawan pemerintah 2. Kantor Perbendaharaan dan kas Negara Setiap Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN, kecuali : 1. Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp. 1.000.000,- termasuk PPnBM dan tidak terpecah-pecah 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah 3. Pembayaran yang mendapat fasilitas di bebaskan dan tidak dipungut 4. Pembayaran untuk penyerahan BBM dan Non BBM oleh Pertamina 5. Pembayaran Atas Rekening Telpon 6. Pembayaran untuk jasa angkutan uadara yang diserahkan oleh pengusaha penerbangan

b. Mekanisme Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Penghitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalihkan jumlah harga jual/pengganti/nilai impor/nilai ekspor atau nialai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan tarif pajak sebagaimana di tetapkan. Pajak yang terutang ini merupaka Pajak Keluaran, yang di pungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan hanya untuk menjamin rasa keadilan dalam hal Harga jual. Nilai penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai yang sukar di tetapkan, dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang di butuhkan oleh Masyarakat banyak seperti minum, listrik dan sejenisnya. Contoh : 1. PKP “A” bulan Januari 2008 menjual Tunai kepada PKP “B” 100 pasang sepatu @ Rp. 100.000,- = Rp. 10.000.000,PPN terutang yang di pungut oleh PKP”A” 10% X Rp. 10.000.000,- = Rp. 1.000.000,- . Jadi jumlah yang harus di bayar PKP”B” = Rp. 11.000.000,2. PKP”B” dalam bulan Januari 2008 menjual 80 pasang sepatu @ Rp. 120.000,= Rp. 9.600.000,- , Memakai 5 pasang sepatu untuk sendiri. DPP adalah Harga Jual tanpa menghitung Laba kotor yaitu Rp. 100.000,Per pasang = Rp. 500.000,-

PPN yang terutang :

Atas penjualan 80 pasang sepatu 10 % X Rp. 9.600.000,- = Rp.

960.000,-

Atas pemakaian sendiri 10% X Rp. 500.000,-

= Rp.

50.000,-

Jumlah PPN terutang

= Rp. 1.010.000,-

3. PKP Pedagang eceran “C” menjual BKP seharga

= Rp. 10.000.000,-

Bukan BKP

= Rp. 5.000.000,-

Total

= Rp. 15.000.000,-

PPN yang terutang 10% X Rp. 10.000.000,-

= Rp. 1.000.000,-

2.1.4 Faktur Pajak Faktur Pajak adalah bukti pemungutan pajak yang di buat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena pajak atau bukti pungutan pajak karena impor barang kena pajakyang di gunakan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Faktur Pajak juga merupakan sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena Itu Faktur Pajak harus benar baik secara formal maupun material. Faktur pajak harus diisi secara lengkap , jelas dan benar dan di tanda tangani oleh pejabat yang di tunjuk

oleh Pengusaha Kena pajak untuk mendatanganinya.

Pengusaha Kena Pajak membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Orang pribadi atau Badan yang tidak di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di larang Membuat faktur Pajak , dan apabila Faktur pajak telahdi buat maka orang pribadi atau badan tersebut harus menyetor jumlah pajak Yang tercantum dalam Faktur pajak ke Kas Negara. Dengan demikian pngusaha yang memenuhi syarat sebagai Pengusaha kena pajak namun belum di kukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan menyerahkan Barang Kena pajak / Jasa Kena pajak di larang membuat Faktur pajak.

-

Ada terdapar 3 jenis Faktur Pajak menurut UU PPN yaitu :

2.1.4.1 Faktur Pajak Standart, Termasuk dokumen-dokumen tertentu yang di perlakukan sebagi Faktur Pajak Standar Dalam Faktur Pajak Standar harus di cantumkan keteranagn tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat sbb: a. Nama, Alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak b. Nama, Alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak Pembelian Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak c. Jenis Barang atau Jasa, Jumlah Harga Jual atau Penggantian dan Potongan Harga d. Pajak Pertambahan Nilai yang di pungut e. Pajak Penjualan atas Brang Mewah yang di pungut f. Kode, Nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur pajak g. Nama, Jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Syarat yang harus di penuhi Faktur Pajak Standar yaitu syarat formal maupun material. Yang di maksud dengan syarat Formal adalah bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat keterangan berupa Nama, Alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP, seperti yang sudah di sebutkan di atas. Adapun yang di maksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang di serahkan benar, baik secara nilai maupu

jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang tercantum. Bentuk isi dan tatacara pengisian Faktur Pajak Standart telah diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal pajak no. Per-013/PJ/2010. Faktur Pajak Standar pada umumnya di buat pada saat penyerahan kepada pembeli yang telah di kukuhkan sebagai PKP tersebut berkepentingan untuk dapat mengkreditkan Pajak Masukan tersebut, sedangkan hanya Faktur Pajak Standar dan dokumen tertentu yang dapat di pergunakan sebagai bukti pengkreditan Pajak Masukan. Dan dokumen-dokumen yang dapat di perlakukan sebagai Faktur Pajak Standar adalah : a. Pemberitahuan Impor Barang yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk Impor BKP. b. Pemberitahuan Ekspor barang yang telah di muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan Invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut. c. Surat Perintah Penyerahan barang (SPPB) yang di buat/ di keluarkan oleh BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu d. Faktur Nota Bon penyerahan (FNBP) yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM atau bukan BBM e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi f. Ticket, tagihan Surat Muatan Uadara (Airway Bill) atau Delivery Bill yang di buat /dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri g. SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean

h. Nota Penjualan Jasa yang di buat / di keluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan Menyimpang dari ketentuan sebagaimana di maksud dalam pasal 13 ayat (5). Direktur Jenderal pajak dapat menentukan dokumen-dokumen yang biasa di gunakan dalam dunia uasaha sebgai Faktur Pajak Standar. Ketentuan ini di perlukan karena : a. Faktur Penjualan yang di gunakan oleh Pengusaha telah di kenal masyarakat luas dan memenuhi persyaratan administrasi sebagai Faktur Pajak, Misalnya Kuitansi pembayaran telepon dan tiket pesawat udara. b. Untuk adanya bukti pungutan pajak harus ada Faktur Pajak, sedangkan pihak yang seharusnya membuat Faktur Pajak yaitu pihak yang menyeahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berada di luar Daerah Pabean. Misalnya dalam hal pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, maka Surat setoran pajak dapat di tetapkan sebagai Faktur pajak. Faktur Pajak Standar ini harus di buat paling lambat pada : a. Akhir Bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak (JKP) dalam hal pembayaran di terima setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan keseluruhan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya maka Faktur Pajak Standar harus di buat paling lambat pada saat penerimaan atau pembayaran. b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP .

c. Pada saat pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagai tahap pekerjaan d. Pada saat Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungutan PPN Faktur Pajak Standar di buat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 yaitu : Lembar ke 1 : Untuk pembelian BKP atau penerimaan JKP sebagai bukti pajak Masukan Lembar ke 2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar seabagai bukti Pajak Keluaran. Dalam hal Faktur Pajak Standar di buat lebih dari rangkap 2 , maka peruntukan lembar ke 3 dan seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam Faktur pajak yang bersangkutan , misalnya Lembar ke 3

: Untuk PKP dalam hal penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada Pemungutan PPN.

2.1.4.2 Faktur Pajak Gabungan Merupakan Faktur Pajak Standar yang cara penggunaanya di perkenakan kepada PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama, yang di lakukan dalam satu Masa pajak, dan harus di buat selambatlambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terajadinya penyerahan BKP/JKP. Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut di buat, maka untuk pembayaran tersebut di buat Faktur Pajak tersendiri pada saat di terima pembayaran.

Faktur Pajak yang di buat meliputi semua penyerahan Barang kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwin kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama . Bentuk faktur Pajak ini sama dengan Faktur pajak Standar, hanya terdapat perbedaan dalam pengisiannya, yaitu : a. Faktur Pajak Standar di buat untuk tiap-tiap transaksi b. Faktur pajak Gabungan di buat untuk transaksi selama 1 bulan kepada pembeli BKP atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Gabungan juga dapat di kreditkan dengan Pajak Keluaran atau sebagai bukti pengkreditan karena sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN hanya Faktur Pajak Sederhana yang tidak dapat di kreditkan. Faktur Pajak Gabungan ini harus di buat paling lambat pada : a. Pada akhir bula berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. b. Pada akhir bulan penyerahan Barang kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnyan terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

2.1.4.3 Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sderhana adalah dokumen yang di samakan fungsinya dengan Faktur Pajak yang di terbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKPdan/atau JKP yang tidak di ketahui secara lengkap atau penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada konsumen akhir. Biasanya Faktur Pajak Sederhana di gunakan oleh pembeli BKP/ penerima JKP dan tidak di ketahui identitasnya secara lengkap, misalnya : Pembeli yang tidak di ketahui NPWPnya atau tidak di ketahui nama atau alamat lengkpnya. Faktur Pajak Sederhana juga merupakan bukti pungutan pajak yang di buat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan Penyerahan BKP/JKP yang di lakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat : a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP/JKP b. Jenis dan Kuantum c. Jumlah Harga Jual atau penggantian yang sudah Termasuk pajak atau besarnya pajak di cantumkan secara terpisah. d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa Bon Kontan, Faktur penjualan, Segi Cash register, Karcis, Kuitansi yang di pakai sebagai tanda bukti penyerahan atau pembaran atas penyerahan BKP/JKP yang bersangkutan. Faktur Pajak Sederhana yang didisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.

Faktur Pajak Sederhana di buat sekurang-kurangya rangkap 2 yaitu : Lembar ke 1 : Untuk pembeli BKP/ penerima JKP Lembar ke 2 : Untuk Arsip PKP yang bersangkutan Faktur Pajak Sederhana dianggap telah di buat rangkap 2 atau lebih, dalam hal Faktur Pajak Sederhana tersebut di buat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang dis ediakan untuk di sobek atau di potong seperti yang erjadi pada karcis. Sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 8 UU PPN tahun 2000, Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana tidak dapat di kreditkan. Faktur Pajak Sederhana harus di buat pada saat penyerahan BKP atau saat penyerahan JKP atau pada saat pembayaran apabila pembayaran di terima sebelum penyerahan BKP/JKP. Pengusaha Kena Pajak yag melakukan : a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa kena pajak yang di lakuakn secara langsung kepada konsumen akhir b. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli BKP/JKP yang nama, alamat atau NPWP nya tidak di ketahui, dapat membuat Faktur Pajak Sederhan (Kep DJP No. 128/PJ/200) 2.1.5 Pengakuan dan Pengukuran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Menurut SAK dan UU Perpajakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) timbul akibat adanya transaksi pembelian dan penjualan terhadap BKP/JKP. Apabila Pengusaha Kena Pajak (PKP) melakukan pembelian BKP maka akan di kenakan Pajak Masukan. Selanjutnya bila PKP

tersebut melakukan penjualan atas BKP tersebut maka mereka berhak untuk melakukan pemungutan PPN yang telah mereka setor sebelumnya dan hal I I merupakan Pajak keluaran, seperti halnya pendapatan, PPN juga harus di ketahui kapan di akui dan bagaimana cara pengkurangannya. Menurut Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian laporan dalam SAK ( 2007 : 22 : par.92) di jelaskan bahwa : “ Penghasilan di akui dalam laporan laba rugi kalau kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat di ukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi dengan pengakuan kenaikan aktiva atau penurunan kewajiban (msalnya, kenaikan bersih aktiva yang timbul dari penjualan barang atau jasa atau penurunan kewajiban yang timbul dari pembebasan pinjaman yang masih harus di bayar)” Menurut UU Perpajakan no. 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1. Di jelaskan bahwa : “Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang di terima atau di peroleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat di apakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun” Menurut Donald E. Kieso, dkk dalam Buku Akutansi Intermediate ( 2002:53), pendapatan umumnya diakui jika : a. Telah di realisasi atau dapat direalisasi b. Telah di hasilkan

Misal. PT. A melakukan penjualan barang dengan jumlah penyerahan Rp. 15.000.000,- terdiri dari : -

Penyerahan yang telah di terima pembayaranya Rp. 10.000.000,-

-

Penyerahan yang belum di terima pembayaranya Rp. 5.000.000,-

Prinsil Akruan : Pendapatan ( Penjualan ) adalah Rp. 15.000.000,Prinsip Kas

: Penadapatan ( penjualan ) adalah Rp. 10.000.000,- sisanya yang belum di bayar Rp. 5.000.000,- di tetapkan sebagai penghasilan pada periode berikutnya apabila telah dilakukan pembayaran berikutnya.

Prinsip Akural

Tabel 2.1 Pengakuan Pendapatan

Des 2005 Penyerahan = Rp. 15.000.000 Pembayaran I = Rp. 10.000.000

Jan 2006 Pembayaran II = Rp. 5.000.000

Penghasilan di tetapkan = Rp. 15.000.000 Prinsip Kas Des 2005 Jan 2006 Penyerahan = Rp. 15.000.000 Pembayaran I = Rp. 10.000.000 Pembayaran II = Rp. 5.000.000

Pengasilan ditetapkan = Rp. 10.000.000 di tetapkan = Rp. 5.000.000 Pengakuan pendapatan dari penjualan barang dlam Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan (PSAK) No. 23 (2007 : 23.10 : par 38) menyebutkan bahwa Pendapatan dari penjualan barang harus diakui seluruh kondisi berikut terpenuhi : a. Perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli b. Perusahaan tidak lagi mengelolah atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang di jual c. Jumlah Pendapatan tersebut dapat di ukur dengan andal d. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang di hubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut e. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan dapat di ukur dengan andal Pengukuran pendapatan dalam PSAK no. 23 ( 2007: 23.10 : par.37) di jelaskan bahwa “ Pendapatan harus di ukur dengan nilai wajar imbalan yang di terima atau yang dapat di terima”, Dalam UU Perpajakan no. 42 Tahun 2009 di jelaskan bahwa “Pajak Pertambahan Nilai yang terutang di hitung dengan Dasar Pengenaan Pajak” Dalam UU PPN no. 42 Tahun 2009, terutang pajak terjadi pada saat : a. Penyerahan Barang Kena Pajak b. Impor Barang Kena Pajak c. Penyerahan Jasa Kena Pajak d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luat Daerah Pabean f. Ekspor Barang Kena Pajak

Menurut kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan dalam SAK (2007:23:par.94), dijelasakan bahwa, “beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan data diukur dengan andal”. Hal ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva (misalnya, akrual hak karyawan atau pnyusutan aktiva tetap). Menurut UU perpajakan No.42 Tahun 2009, dijelaskan bahwa “dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau sebelum penyerahan jasa kena pajak, atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran”. Dalam akuntansi, saat penyerahan barang melupakan salah satu saat pengakuan beban atau perolehan aktiva (PSAK No. 23 par 38). Begitu juga dengan pajak, pengakuan beban atau perolehan aktiva diakui pada saat penyerahan barang kena pajak, tetapi karena pembuatan faktur pajak dapat diserahkan bulan berikutnya maka pendapatan tersebut tidak dapat dilaporkan pada bulan saat pembayaran BKP. Terutangnya PPN menurut akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP walaupun faktur pajak belum dibuat dan belum diterima pembayarannya. Menurut, UU perpajakan terutangnya PPN sama dengan akuntansi yaitu pada saat penyerahan BKP atau sudah terjadi penjualan , tetapi apabila diterima uang muka dari penjualan tersebut maka terutangnya PPN secara administratif adalah pada saat pembayaran uang muka dan diterbitkan faktur pajaknya.

Efek dari pengakuan dan pengukuran beban PPN ini memiliki implikasi terhadap pelaporan keuangan yaitu lab rugi terlalu rendah sehingga mengakibatkan pajak terutangnya juga understated. Misal, pada tanggal 25 desember 2008 diterima uang muka sebesar Rp. 1.000.000,- dari penjualan barang sebesar Rp. 10.000.000,- barang tersebut akan diserahkan pada 20 januari 2009. Menurut UU perpajakan, saat diterima uang muka PPN, penjualan sudah diakui dan faktur pajak diteritkan ada saat itu juga. Sedangkan menurut SAK, penjualan belum diakui karena barang belum diserahkan dan faktur belum diterbitkan, tetapi uang muka atas penjualan barang tersebut sudah diakui dan dikenakan PPN keluaran. Jadi, penjualan diakui menurut akuntansi adalah pada saat penyerahan barang pada bulan berikutnya yaitu tanggal 20 januari 2009. Perbedaan pengakuan penjualan menurut SAK dan pajak, akan menyebabkan laba yang dihasilkan perusahaan terlalu rendah (understated). Hal ini terjadi karena menurut akuntansi, penjualan belum diakui bla belum terjadi penyerahan barang. Sedangkan dalam pajak, apabila pembayaran diterima lebih dahulu sebelum barangnya diserahkan maka pada saat pembayaran uang muka tersebut penjualan dan PPN sudah diakui. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan koreksi fiskal atas pendapatan dan beban untuk mendapatkan penghasilan kena pajak.

2.1.6 Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Proses pembukuan pajak pertambahan nilai (PPN) terdiri dari: 1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. 2. Penjualan dan PPN terutang. 3. PPN yang masih harus dibayar atau lebih. 4. Dan lain-lain. Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang, yaitu barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Pembelian kedau jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan, karena PPN yang tidak dapat dikreditkan tersebut dapat dimasukkan ke dalam biaya dalam perhitungan pajak penghasilan nantinya. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu: 1. Pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan 2. Pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi. Berikut ini akan diuraikan prosedur pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan (berkaitan dengan PPN masukan) : 1. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya dapat dikreditkan PT X membeli barang untuk persediaan dalam bulan agustus 2008 seharga Rp. 10.000.000,- dengan kredit dari PT. Y.

Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut: Pembelian

10.000,00

PPN Masukan 1.000,00 Utang

11.000,00

2. Pembelian barang modal yang PPN-nya dapat dikreditkan PT X membeli mesin seharga Rp. 100.000 dengan kredit pada bulan juni 2008 dari PT Y. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut: Mesin

100.000,00

PPN Masukan 10.000,00 Utang

110.000,00

3. Pembelian barang/persediaan yang PPN-nya tidak dapat dikreditkan PT X membeli tunai alat tulis seharga Rp. 5.000,00 ditambah PPN 10% karena alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi. Pajak Masukan tidak boleh di kreditkan. PPN yang tidak dapat di kreditkan dapat di bebankan sebgai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut : Alat tulis Biaya ATK Kas

5.000,00 500,00

( By PPN yang tidak dapat di kreditkan ) 5.500,00

4. Pembelian barang/Modal yang PPN nya tidak dapat di kreditkan PT.X membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp. 20.000.000,00 tunai. Pajak Masukan pembelian kendaraan sedan tidak dapat di kreditkan. Namun pajak tersebut dapat di bebankan

sebagai biaya perolehan kendaraan, jadi tidak dapat di bedakan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan di susut sesuai dengan tarif penyusutanya. Transaksi ini di catat dengan ayat jurnal sbb: Kendaraan Sedan 22.000,00 Kas

22.000,00

5. Pembelian dengan potongan PT.X membeli barang seharga Rp. 12.000.000,00 dengan potongan pembelian Rp. 2.000,00 jika pembayaran di lakukan periode yang di tentukan tarif PPN 10 %. Transaksi di catat sbb: Pembelian

12.000,00

Cadangan potongan pembelian (2.000,00) Utang

22.000,00

Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam jangka waktu yang di tentukan maka pembelian tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini di catat sbb: Utang

11.000,00

PPN Masukan

200,00

Rugi karena potongan tidak diambil 2.000,00 Kas

13.200,00

Karena potongan tidak di ambil oleh pembeli maka PPN Masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus di bebankan. Demikian pula Penjualan harus memperhitungan PPN terutang dengan jumlah yang sama.

6. Pengembalian pembelian Kerena tidak sesuai dengan spesifik barang, pembelian sebanyak Rp. 1.000,00 di tambah PPN 10% di kembalikan kepada penjual. Transaksi ini di catat sbb: Utang

1.100,00

Pembelian

1.000,00

PPN Masukan

100,00

Menurut Tjahjono, Ahmad (2003:234) Pendekatan soal tanya jawab tentang PPN ada 3 metode pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu : 1. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang di bukukan pada satu perkiraan. Pembukuan dengan cara ini, hanya mengunakan satu perkiraan yaitu PPN yang saldonya mungkin Debit atau Kredit tergantung mana yang lebih besar antara Pajak Masukan atau Pajak Keluaran untuk suatu masa tertentu. Misal PT. A membeli barang dengan perhitungan : Pembelian barang X 100 KG dengan Harga

Rp. 10.000.000,00

PPN 10%

Rp. 1.000.000,00

Jumlah yang harus di bayar

Rp. 11.000.000,00

Transaksi ini akan di jurnal oleh PT. A sbb: Persediaan barang 10.000.000,00 PPN Kas

1.000.000,00 11.000.000,00

Bila dalam bulan atau masa pajak yang sama PT. A menjual seluruh barang dengan perhitungan : Harga barang X (Rp. 120.000/kg) Rp. 12.000.000,00 PPN 10%

Rp. 1.200.000,00

Jumlah yang akan di terima

Rp. 13.200.000,00

Maka PT. A menjurnal : Piutang/kas 13.200.000,00 Penjualan

12.000.000,00

PPN

1.200.000,00

Pada bulan/ akhir periode, PPN akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp. 200.000,00 ( 1.200.000 – 1.000.000 ) yang akan di setor ke kas Negara pada bulan berikutnya dengan mendebet perkiraan PPN. Bila selama bulan yang bersangkutan hanya terjual sebagian saja misal 50 kg denganperhitungan sbb: Harga barang X

Rp. 6.000.000,-

PPN 10%

Rp. 600.000.-

Jumlah yang akan di terima Rp. 6.600.000,Maka PT. A menjurnal : Piutang/kas Penjualan PPN

6.600.000,6.000.000,600.000,-

Pada akhir periode PPN akan mempunyai saldo debet sebesar Rp. 400.000 ( 1.000.000 – 600.000 ) yang dapat di mintakan restitusi atau di perhitungakan dengan masa pajak berikutnya. Bila kelebihan pajak ini akan di perhitungakan dengan masa pajak berikutnya, maka perusahaan tidak perlu membuat jurnal sedangkan bila akan di mintakan kembali ( restitusi ) , pada saat di terima akan di jurnal : Kas 400.000,PPN 400.00,2. PPN Masukan PPN Keluaran yang di bukukan secara terpisah tanpa prosedur offset pada setiap masa pajak. Dengan cara ini PPN Masukan dan PPN Keluaran di bukukan pada perkiraan yang berbeda , dimana saldo masing – masing perkiraan akan terus menerus bertambah karena terjadi akumulasi PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tertentu. Berdasarkan contoh pada alternatif pertama PT.A akan membukukan transaksi – transaksi sbb: Pada saat Pembelian Persediaan barang PPN Masukan Kas

10.000.000,1.000.000,11.000.000,-

Pada saat Penjualan Piutang/kas

13.200.000,-

Penjualan

12.000.000,-

PPN Keluaran

1.200.000,-

Apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, menyebabkan perusahaan harus menyetor selisihnya ke kas Negara dan atas penyetoran ini akan di jurnal sbb: PPN Keluaran 200.000,Kas

200.000,-

Dengan prosedur pembukuan seperti ini, setiap terjadi penyetoran ke kas Negara PPN Masukan akan sama besarnya PPN Keluaran. Dalam hal terjadi restitusi, maka pada saat uang di terima dari kas Negara, akan di jurnal : Kas

400.000,-

PPN Masukan 400.000,3. PPN Masukan dan PPN Keluaran yang di bukukan secara terpisah dengan prosedur offset pada setiap akhir masa pajak. Dengan ini prosedur pembukuan sampai denganpenyetoran selisih PPN Masukan dan PPN Keluaran ke Kas Negara atau penerimaan restitusi dari kas Negara sama seperti prosedur pembukuan pada alternatif kedua. Pada akhir masa pajak ( akhir bulan ) dilakukan penjurnalan untuk meng-offset perkiraan PPN Masukan dan PPN Keluaran pada saat selesainya pembuatan SPT PPN bulan bersangkutan.

Berdasakan contoh yang sebelumya, pada akhir masa pajak PT. A akan menjurnal : PPN Keluaran 1.000.000,PPN Masukan

1.000.000,-

Dengan jurnal ini PPN Keluaran akan mempunyai saldo kredit sebesar Rp. 200.000,- yang akan menjadi nihil dengan terjadinya pendebetan pada saat penyetoran ke Kas Negara. Pada contoh berikut dimana terdapat restitusi sebesar Rp. 400.000,- jurnal pada saat SPT selesai di buat adalah : PPN Keluaran 600.000,PPN Masukan

600.000,-

Dengan membukukan jurnal ini PPN Masukan akan mempunyai saldo debet sebesar Rp. 400.000,- yang akan menjadi nihil dengan di terimanya restitusi dari Kas Negara. 2.1.7 Koreksi Fiskal Pajak Petambahan Nilai (PPN) Hampir semua perhitungan laba komersial yang di hasilkan oleh semua perusahaan harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan kena Pajak. Hal ini di sebabkan karena tidak semua ketentuan dalam SAK di gunakan dalam peraturan perpajakn atau banyak ketentuan perpajakan yang tidak sama dengan SAK. Perbedaan yang terjadi adalah besarnya pajak yang terutang yang diakui dalam laporan laba Rugi Komersial dengan Pajak yang terutang menurut fiskus. Perbedaan tersebut dapat berupa beda tetap dan beda waktu.

Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang di akui oleh Wajib Pajak sebagai pengahasilan atau sebagai biaya dalam akuntasi secara komersial yang di atur dalam SAK. Namun berdasarkan ketetntuan peraturan perpajakan atas transaksi tersebut bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian lagi merupakan biaya. Beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntasi komersial di bandingkan dengan secara fiskal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan di lakukan penyusutan. 2.1.7.1 Pajak Keluaran dan Pajak Masukan Pajak Keluaran adalah PPN yang di dapat dari penjualan dan biasanya di jurnal sebagi hutang PPN, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang di dapat dari pembelian dan biasanya di jurnal sebagai PPN di bayar di muka. Apabila dalam pengakuan penghasilan maupun pembelian atau harga pokok termasuk PPN maka selisih antara PPN Keluaran dengan PPN masukan dapat menjadi biaya mengurangi penghasilan bruto. Contoh : PT ABC adalah perusahaan yang bergerak dalam perdagangan electronik. Pada tahun 2006 membeli produk termasuk PP Masukan sebesar Rp. 9.900.000,- atas barang tersebut di jual termasuk PPN Keluaran sebesar Rp. 11.000.000,- besarnya laba dapat di hitung baik dengan PPN maupun dengan tanpa PPN sbb:

Tabel 2.2 Penghitungan Menggunakan PPN Maupun Non PPN No. Uraian

Dengan PPN

Tanpa PPN

1

Penjualan

11.000.000

10.000.000

2

Pembelian (HPP)

(9.900.000)

(9.000.000)

3

Laba kotor

1.100.000

1.000.000

4

PK-PM (1.000.000–900.000)

(100.000)

0

Laba Bersih

1.000.000

1.000.000

Pada contoh di atas maka jurnal yang di perlukan sbb: Pada saat Pembelian  Menurut Akuntansi : Pembelian

9.000.000,-

PPN Masukan 900.000,Kas/utang

9.900.000,-

 Menurut Pajak : Pembelian

9.000.000,-

PPN Masukan 900.000,Kas/ Utang

9.900.000,-

Pada saat Penjualan  Menurut Akutansi : Piutang/kas

11.000.000,-

Penjualan

10.000.000,-

PPN keluaran 1.000.000, Menurut Pajak : Piutang/kas

11.000.000,-

Penjualan

10.000.000,-

PPN Keluaran 1.000.000,Pengkreditan Pajak Masukan sbb: PPN Masukan

Rp.

PPN Keluaran

Rp. 1.000.000

Kurang bayar PPN Rp.

900.000

100.000

Saldo PPN sebesar Rp. 100.000,- di sajikan di neraca sebagai hutang PPN yang harus di setor ke kas Negara.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama 1. Ester

Judul

Kesimpulan

Akuntasi

Pajak Pencatatan

Simangungsing

Pertambahan

Nilai perhitungan

(2005)

(PPN) pada PT. Daya akutansi Muda Agung

dan terhadap PPN

telah

dilakukan dengan baik sesuai dengan standar dan

UU

PPN

yang

berlaku 2. Samion Tarigan Akuntasi (2007)

PPN

dan Laporan

akuntasi

Kaitanya dengan Surat berpedoman pada PSAK Pemberitahuan

Masa dan

Pada PT. Openaki

laporan

pajak

berpedoman

pada

peraturan

pemerintah

yaitu

PPN

UU

dan

PPnBM 3. Mila Sari Kartika Penerapan (2007)

Akutansi Laporan

Pajak Pertambahan Nilai belum (PPN)

pada

keuangan sesuai

PT. SAK

dengan

perusahaan

Perusahaan perdagangan melakukan pembayaran Indonesia

pajak

secara

terpusat

(sentralisasi). Bahwa

PT. Indoprima Gemilang dalam Penerapan Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) memang pencatatan dan penjurnalanya sesuai dengan SAK dan pelaporanyanya di lakukan secara rutin.

2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

UU Perpajakan PPN

Laporan Keuangan

Penerapan PPN Pada PT Indoprima Gemilang Gambar 2.1 Kerangka Konseptual PPN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Pada penelitian ini, jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian eksploratif dengan menggunakan methode deskriptip yaitu mengumpulkan data-data yang di perlukan yang berasal dari perusahaan dan kemudian menguraikanya secara keseluruhan. 3.2 Diskripsi Populasi dan Penentuan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi merupakan keseluruhan dari objek yang di teliti. Populasi ini terdiri dari sejumah individu, baik yang terbatas (finite) maupun tak terbatas ( infenite). Popuasi dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan PT. Indoprima Gemilang . 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin meneliti semua yang ada pada populasi. Sampel penelitian ini adalah data – data PPN Tahun 2010 baik dalam pencatatan maupun penghitungan pada PT. Indoprima Gemilang. 3.3 Variabel dan Denifisi Operasional Variabel 3.3.1 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah data – data PPN dan data – data Laporan Keuangan PT. Indoprima Gemilang.

3.3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Variabel dalam PT. Indoprima Gemilang sbb: 1. PPN adalah Pajak yang dikenakan pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas BKP/JKP yang di kenakan dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 2. Laporan keuangan adalah laporan yang di rancang untuk para pembuat keputusan, baik di dalam maupun di luar perusahaan mengenai posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. 3.3.3 Jenis Data Data yang di perlukan oleh penulisan terdiri dari data primer dan data sekunder. 1. Data Primer, berupa data yang di peroleh langsung dari perusahaan melalui teknik wawancara, dimana data ini memerlukan pengolahan yang lebih lanjut. 2. Data Sekunder, berupa data yang telah terkomendatasi di perushaan seperti sejarah singkat dan struktur organisasi perusahaan, laporan keuangan perusahaan dsb. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulisan mengunakan beberapa teknik, yaitu : a. Teknik Observasi Yaitu methode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas yang berhubungan dengan penerapan pajak pertambahan nilai pada PT. Indoprima Gemilang. b. Teknik Wawancara Yaitu mengadakan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak

perusahaan, khususnya dengan bagian yang berhungan dengan objek penelitian. 3.5 Teknik Analisa Data Analisa data dilakukan dengan methode Deskritif, Yaitu

methode yang

mengumpulkan data - data, menyusun, menginterprestasikan dan menganalisa data sehingga memberikan keterangan lengkap bagi pemecahan masalah yang di hadapi. Dalam melakukan penelitian ini, penelitian menggunakan metode Analisis Deskritif

Analisis, yaitu dimana peneliti mengungkapkan, menjelaskan, dan

memberikan gambaran permasalahan mengenai penghitungan, pencatatan, penyetoran, dan pelaporan atas penjualan komponen kendaraan bermotor pada PT. Indoprima Gemilang.

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Data Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara berkembang hingga mencapai angka pertumbuhan 7 pada pertengahan 1999, memberikan dampak positif bagi prospek bisnis otomotif. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat mendorong permintaan pasar otomotif yang begitu pesat. PT. Indoprima Gemilang sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang industri komponen kendaraan bermotor memanfaatkan peluang bisnis ini untuk memperluas dan mengembangkan produknya untuk memenuhi permintaan komponen kendaraan bermotor baik dalam dan luar negeri. Permintaan pasar yang begitu besar terhadap kendaraan bermotor yang hampir kesemuanya itu merupakan komoditi Import, tentu akan lebih efisien apabila sejak awal mulai di rintis industri yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan otomotif secara mandiri. Seiring dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menumbuhkan industri komponen kendaraan bermotor dengan di keluarkanya Surat Keputusan Menteri Perindustrian RI No. 307 pada pertengahan Tahun 1999 tentang keharusan pemakaian sejumlah komponen buatan dalam negeri untuk industri perakitan kendaraan bermotor, khususnya kendaraan niaga mulai tumbuhlah perusahaan komponen kendaraan bermotor sehubungan dengan di berlakunya

peraturan baru tersebut. Berikut adalah sejarah perkembangan perusahaan yang bergerak dalam industri komponen kendaraan bermotor adalah sbb : 1968 CV. Roda Jaya didirikan untuk memproduksi Spring ( Pegas ) 1978

Pemegang saham Indoprima Gemilang Group mendirikan PT. Indospring di surabaya untuk memproduksi Leaf Spring dan coil spring untuk kendaraan bermotor, gerbang kereta dan mesin – mesin industri di bawah lisensi Mitsubishi Steel Manucfacturing CO. Ltd. Japan.

1982 CV. Indobrake didirikan di surabaya dengan memproduksi brake lining dan brake shoes. - CV Indokalmo didirikan di Surabaya untuk memproduksi Wireharness dan Battery Cables di bawah lisensi Ryosei Electro Circuit System LTD. Japan 1986

PT. Indokalmo memperluas bidang usahanya dengan memproduksi Cylinder-head gasket di bawah lisensi Nippon Reinz Co. Ltd. Japan.

1988

PT. Indra Eramulti logam Industri di dirikan sebagai perusahaan investasi domestik untuk memproduksi pure- land dan antimonial- lead dari pendaur ulangan baterai bekas.

1990 - Bulan Agustus, PT. Indokalmo bergabung dengan CV. Indobrake menjadi PT. Indokalmo. Kelompok Perusahaan ini mendirikan PT. Indoniles Electric Parts, sebuah perusahaan modal asing untuk memproduksi lampu motor (flashers), relay dan beberapa komponen elektrik untuk kendaraan bermotor di bawah lisensi dari Niles Parts Co. Ltd. Japan.

1991 - PT. Indokalmo berubah menjadi PT. Indoprima Gemilang. PT. Valqua Indonesia didirikan sebagai perusahaan Joint Venture di bawah peraturan Modal asing untuk memproduksi clutchfasings di bawah lisensi dari Nippon Valqua Industries Ltd. Japan. PT. Indolitharge Megahtama didirikan untuk memproduksi lithargepowder dan lithgare-granular. 1993 - PT. Sumi Indo Wiring System di dirikan sebagai perusahaan Joint Venture di bawah peraturan modal asing untuk mmeproduksi wiring harness di bawah lisensi Sumitomo Wiring System co. Ltd. 1994 - PT. Indoprima Gemilang Enginering didirikan untuk memproduksi cetakan (mould), mesin Industri dan perlengkapan Industri. PT. M.K Prima didirikan dibawah peraturan investasi asing, untuk memproduksi disc-pad, brake – shoes, dan mould di bawah lisensi dari M.K Kashiyama Co. Ltd. Japan. Pada bulan Agustus 1991 PT. Indokalmo berubah nama menjadi sebuah perusahaan holding group yaitu Indoprima Gemilang. Distribusi domestik produk komponen otomotif dari Indoprima Gemilang beriorientas pada industri perakitan kendaraan bermotor. 4.1.2 Bidang Usaha dan Hasil Produksi PT. Indoprima Gemilang selaku anak perusahaan dari Indoprima Gemilang Group mengkordinasi bisnis dan operasi pemasaran cabang-cabang dan afiliasi untuk meningkatkan distribusi domestik komponen-komponen otomotif ke seluruh Indonesia.

Adapun produk dari PT. Indoprima Gemilang sendiri adalah : 1. Brake Lining 2. Wire harness 3. Brake shoes 4. Battery cable 5. Cylinder head gasket Untuk produk brake lining, bagian ini telah memiliki pelanggan yang dapat di golongkan dalam : 1. Major Costumer , yang secara kontiyu memasok produk brake lining dalam jumlah besar, dalam hal ini PT. Dirga Putra Utama sebagai distributor penjualan untuk after market di seluruh indonesia. 2. Minor Customer, sebagai pelanggan tetap yang secara kontiyu memasok produk brake lining dalam jumlah besar yang terdiri dari : a. OES ( Original Equitment Spart Part ) adalah suatu klasifikasi produk industri komponen otomotif yang di percayakan pada PT. Indoprima Gemilang untuk memproduksi suku cadang asli untuk industri perakitan kendaraan bermotor. b. After Market, sebagai purna jual (pasar bebas) yang di pasok oleh pelanggan yang sifatnya tidak tetap.

Adapun secara garis besar, plant 2 dengan produksi kampas rem (brake lining ) terbagi menjadi 3 jenis produk, yaitu : 1. Kampas jenis wet type 2. Kampas jenis dry type 3. Kampas jenis roll lining Masing – masing jenis kampas ini memiliki penggunaan tersendiri. Jenis wet type lebih di gunakan untuk jenis kendaraan angkutan berat, sedangkan dry type lebih di gunakan untuk jenis niaga sedang. Untuk jenis roll lining di gunakan untuk mobil niaga ringan an kendaraan roda dua. Pada tiap-tiap type di sesuaikan dengan jenis dari model dan formula yang sesuai dengan merk kendaraan bermotor, oleh karena itu lebih dari 75 jenis model yang diproduksi sesuai dengan merk kendaraan yang ada. Berikut ini lisensi yang telah di peroleh oleh PT. Indoprima Gemilang dari beberapa perusahaan – perusahaan besar International sbb : 1. Tahun 1976 di peroleh lisensi dari Technical Coorporated with Nippon Tokhushu Brake Japan. 2. Tahun 1982 di peroleh lisensi dari Mitsubishi Matrerial Kenzei Corp. Japan. 3. Tahun 1986 di peroleh lisensi dari Jurid Werke G.M.B.H. Germany Dari total penjualan brake lining PT. indoprima Gemilang , diantaranya adalah untuk menyediakan industri kendaraan bermotor dalam negeri, sisanya untuk menyedikan industri kendaraan bermotor dlam negeri, sisanya untuk dieksport ke jepang, Taiwan, Hongkong. Selain itu untuk penjualan purna jual produk brake

lining, saat ini PT. Indoprima Gemilang telah mendapat predikat sebagai market leader dengan menguasai kurang lebih 70% untuk penyediaan produk dalam negeri.

4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan Untuk mengatur berjalanya perusahaan di perlukan suuatu struktur organisasi. Bentuk Struktur organisasi tergantung dari besar kecilnya perusahaan. Bagaimana juga bentuk struktur organisasi itu perlu di tetapkan atau di pilih terlebih dahulu, agar tujuan perusahaan lebih efektif dan efisien. Dengan adanya struktur organisasi akan lebih jelas pembagian kerja dan tanggung jawabnya. Hal ini akan memudahkan dalam menentukan dan mengarahkan serta mengontrol pelaksanaan kegiatan – kegiatan suatu perusahaan dan apakah tujuan yang telah di tentukan semua tercapai atau tidak. Dalam Pencapaian tujuan perusahaan harus melakukan aktivitas pekerjaan dan kumpulan aktivitas ini di laksanakan orang – orang yang menjadi anggota organisasi. Agar anggota organisasi mengetahui tugasnya maka harus diadakan pengorganisasian. Pengorganisasian dapat dilaksanakan dimana pekerjaan dapat di bagi – bagi dan merupakan sekumpulan tugas – tugas yaang kemudian orang – orang di tugaskan untuk melaksanakannya.

Presiden Directur

Wakil Directur

Bagian Produksi

Produksi

Bagian Administrasi

Dokument

Arsip

Bagian Keuangan

Accounting

GAMBAR 4.1 STRUKTUR ORGANISASI PT. INDOPRIMA GEMILANG

PT. Indoprima Gemilang mempunyai struktur organisasi organisasi dan uraian tugas masing – masing bagian adalah sebagai berikut : 1. Presiden Direktur Direktur mempunyai tuga dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Menangani dan bertanggung jawab keluar mauun ke dalam perusahaan.

Kasir

b. Mengambil inisiatif dan kebijaksanaan dalam perusahaan. c. Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan operasi perusahaan. d. Mencari ide – ide baru dalam perkembangan perusahaan. 2. Bagian keuangan Bagian keuangan bertanggung jawab atas keegiatan pencatatan transaksi, pengolahan data, dan penyusunan laporan keuangan. Bagian ini merupakan pusat pengoolahan data dengan komputer. Bagian keuangan, bertanggung jawab atas haal – hal yang berhubungan dengan keuangan perusahaan, anatara lain merencanakan dan mengawasi arus dana perusahaan yang di perlukan untuk membiayai aktivitas perusahaan. Secara rinci bagian keuangan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Menata uang masuk dan uang keluar sehingga tidak terjadi kemacetan keuangan bagi perusahaan dalam pelaksanaan setiap transaksi dalam perusahaan. b. Membuat laporan kas Bank. c. Menyusun daftar penerimaan dan pengeluaran kas setiap hari untuk di serahkan paada pemegang buku perusahaan agar dapat di bukukan. d. Membayar gaji dan upah karyawan. e. Memeriksa dan menyortir semua dokumen – dokumen keuangan yang di terima untuk di bukukan. f. Mencatat transaksi – transaksi ke dalam buku harian, jurnal dan buku besar. g. Membuat laporan keuangan. h. Menyusun dan menyimpan dokumen perusahaan.

3. Bagian Administrasi Bagian personalia mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Menyiapkan dan melaksanakan penggajian dan pengupahan. b. Menyiapkan dan melaksanakan kegiatan perusahaan. c. Menangani urusan pelayanan perusahaan terhadap departemen tenaga kerja, astek dan sertifikatekerja. d. Menangani urusan kesehjateraan dan keselamatan kerja. 4.1.4 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang di gunakan PT Indoprima Gemilang dalam melakukan

penghitungan

terhadap

Pajak

Pertambahan

Nilainya

dengan

menggunakan Harga Jual. Harga Jual yang di terapkan adalah berdasarkan semua nilai berupa uang yang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya di minta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang di pungut menurut Undang – undang PPN dan potongan harga yang di cantumkan dalam Faktur Pajak. 4.1.5 Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Tarif pajak Pertambahan Nialai (PPN) yang di kenakan adalah 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk semua jenis Barang Kena Pajak (BKP).

4.1.6 Penghitungan dan Pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam melakukan penghituungan besarnya PPN yang harus di setor serta PPN yang harus di pungut perusahaan adalah berdasarkan rumus sebagai berikut : PPN = DPP x Tarip pajak (10%) a. Penghitungan dan Pencatatan PPN Keluaran PT. Indoprima Gemilang melakukan penjualan sebesar Rp. 131.608.750 kepada PT. Bakri . sesuai dengan faktur 695/IDJS, maka penghitungan sbb : DPP

= Rp. 131.608.750

PPN Keluaran 10% = Rp. 13.160.875 Pencatatan secara tunai sebagai berikut : Kas

Rp. 144.769.625 Penjualan

Rp. 131.608.750

PPN Keluaran Rp. 13.160.875 Pencatatan secara kredit sebagai berikut : Piutang Dagang

Rp. 144.769.625

Penjualan

Rp. 131.608.750

PPN Keluaran

Rp. 13.160.875

Pada saat terjadi perlunasan pembayaan di catat sbb: Kas

Rp. 144.769.625 Piutang Dagang

Rp. 144.769.625

Dan apabila PT. Indoprima Gemilang menerima uang muka Rp. 60.000.000 atas barang pesanan maka di catat sbb : Kas

Rp. 60.000.000 Penerimaan Uang Muka Rp. 60.000.000

Pada bulan selanjutnya di lunasi seluruh sisa kekurangan pembayaran dan barang telah di terima maka di catat sbb : Kas

Rp. 144.769.625 Penjualan

Rp. 131.608.750

PPN Keluaran Rp. 13.160.875 b. Penghitungan dan Pencatatan PPN Masukan PT. Indoprima Gemilang melakukan pembelian kepada PT. Siskindo sebesar Rp. 150.000.000 dengan faktur JV 9922-8, maka perhitungan sbb : DPP

= Rp. 150.000.000

PPN Masukan (10%)=Rp. 15.000.000 Pencatatan secara tunai sbb : Persediaan

Rp. 150.000.000

PPN Masukan

Rp. 15.000.000

Kas

Rp. 145.000.000

Pencatatan secara kredit sbb : Persediaan

Rp. 150.000.000

PPN Masukan

Rp. 15.000.000

Utang

Rp. 145.000.000

Pada saat terjadinya perlunasan pembayaran : Utang

Rp. 145.000.000

Kas

Rp. 145.000.000

Dan apabila PT. Indoprima Gemilang membayar uang muka Rp. 35.000.000 atas barang pesanan maka jurnal sbb : Uang muka Kas

Rp. 35.000.000 Rp. 35.000.000

Pada bulan berikutnya PT. Indoprima Gemilang membayar lunas seluruh sisa kekurangan pembayaran dan barang telah di terima maka jurnal di catat sbb : Persediaan

Rp. 150.000.000

PPN Masukan

Rp. 15.000.000

Uang muka

Rp. 35.000.000

Kas

Rp. 110.000.000

4.1.7 Evaluasi atas pemungutan PPN Keluaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) keluaran yang terdapat pada PT. Indoprima Gemilang merupakan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Penyerahan BKP dan atau JKP ini salah satunya adalah kegiatan penjualan yang di laksanakan oleh perusahaan. Penjualan di lakukan hanya lingkup dalam negeri saja, baik secara tunai maupun kredit, dengan uang muka ataupun tanpa uang muka. Setiap penjualan di dasarkan pada adanya pesanan dari calon pembeli yang di tuangkan dalam order pembelian ( Purchase Order ). Pesanan ini juga dapat diikt dengan surat perjanjian atau kontrak. Dalam melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena

Pajak (PJK), PT. Indoprima Gemilang menerbitkan aktur Pajak Standar sebagai bukti pemungutan pajak yang di buat dan di sertakan pada saat pengiriman BKP dan atau JKP tersebut ke pelanggan. Atas penerbitan Faktur Pajak ini harus di tandatangani oleh Direktur Perusahaan, Apabial ada pelanggan baru yang melakukan pemesanan pada perusahaan, perusahaan menanyakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pelanggan baru tersebut kemudian disimpan dalam file perusahaan untuk di gunakan pada transaksi – transaksi selanjutnya. Untuk Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) oleh PT. Indoprima Gemilang dapat di golongkan menjadi : a. Penjualan Tunai, faktuur Pajaknya di buat pada saat terjadiny transaksi atau pada saat penyerahan BKP dan atau JKP. b. Penjualan Kredityang lebih dari 30 hari, Faktur Pajaknnya di buat saat di terbitkan invoice yang akan di sertakan pada saat pengirriman BKP dan paling lambat di lunasi satu bulan kemudian. Faktur Pajak Standar PT. Indoprima Gemilang di buat sebanyak 3 rangkap yaitu : a. Lembar ke-1

: Untuk penerima atau pembeli BKP dan atau JKP

b. Lembar ke-2

: Untuk PT. Indoprima Gemilang sebagi penjual BKP dan atau JKP

c. lembar ke-3

: Untuk arsip

Pada saat menerima uang muka (advance payment) PT. Indoprima Gemilang tidak mengakui PPN yang terutang karena di anggap belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP). Hal ini di sebabkan

karena Faktur Pajak seharusnya di buat pada setiap terjadinya pembayaran di terima. Jadi jurnal yang terjadi seharusnya dari tanggal transaksi sbb : Kas

Rp. 66.000.000 Uang Muka

Rp. 60.000.000

PPN Keluaran Rp. 6.000.000 Setelah barang di terima konsumen dan telah di lunasi maka jurnalnya : Kas

Rp. 90.769.625

Uang Muka

Rp. 60.000.000

Penjualan

Rp. 131.608.750

PPN Keluaran Rp. 19.160.875 4.1.8 Evaluasi atas pemungutan PPN Masukan Pajak Masukan adalah PPN yang di bayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Selanjutnya akan di uraikan Pajak Masukan yang telah di bayar oleh PT. Indoprima Gemilang yang timbul karena adanya pembelian BKP. Pmbelian tersebut yaitu barang dagang. Pada setiap perolehan BKP yang berupa pembelian barang dagang, PT indoprima gemilang menerima Faktur pajak Sandar dari PKP penjual yang dapat di gunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan yang akan di bayar pada akhir masa pajak. PPN atas perolehan BKP adalah berdasarkan Faktur Pajak dari PKP penjual. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pajak Masukan atas pembelian barang dagang ini di kreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa pajak yang sama dengan di lakukan pembelian. Untuk pembelian barang modal, pada saat barang – barang modal tersebut di beli,

di catat sesuai dengan harga perolehanya yang mencakup harrga beli, biaya kirim, serta biaya lain- lain bila ada. Di dalam harga perolehan, barang modaal tersebut tidak termasuk PPN karena pembelian barang modal tersebut merupakan Pajak Masukan yang akan di kreditkan pada masa pajak yang sama dengan saat di perolehnya. Pada saat pembelian atas barang yang dapat di kreditkan PPNnya, maka jurnal untuk mencatat transaksi sbb : Aktiva Tetap Rp. 150.000.000 PPN Masukan Rp. 15.000.000 Hutang

Rp. 145.000.000

Setiap akhir tahun, perusahaan memperhitungkan penyusutan atas Aktiva Tetap perusahaan. Penyusutan di lakukan dengan menggunakan mehode garis lurus sedangkn lamanya aktiva tersebut di susutkan sesuai dengan taksiran umur ekonomis yang telah di tetapkan oleh buku petunjuk aktiva tetap menurut peraturan perpajakan. 4.2 Analisa Data 4.2.1 Prosedur pencatatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. Indoprima Gemilang selama tahun 2010 Pencatatan jurnal yang di lakuakn PT. Indoprima Gemilang terkait dengan Pajak Peertambahan Nilai (PPN) untuk masa pajak bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010 adalah sebagai berikut :

Masa Januari 2010 Pencatatan untuk Penjualan Bulan Januari : Piutang Dagang

Rp. 389.888.444

PPN – Keluaran (Januari)

Rp. 35.444.404

Penjualan

Rp. 354.444.040

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 389.888.444 Piutang Dagang

Rp. 389.888.444

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Januari sbb : Pembelian

Rp. 369.004.103

PPN Masukan (Januari) Rp. 36.900.410 Hutang Dagang

Rp. 405.904.513

Pencatatan untuk pelaporan SPT Masa PPN posisi lebih bayar bulan Januari : PPN – Lebih bayar (Januari) Rp. 8.356.641 PPN – masukan

Rp. 8.356.641

Masa Februari 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Februari sbb : Piutang Dagang

Rp. 1.128.404.261

PPN – Keluaran (Februari)

Rp. 102.582.202

Penjualan

Rp. 1.025.822.059

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 1.128.404.261 Piutang Dagang

Rp. 1.128.404.261

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Februari sbb : Pembelian

Rp. 248.929.520

PPN Masukan (Februari) Rp. 24.892.952 Hutang Dagang

Rp. 273.822.472

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Februari : PPN – Kurang Bayar (Februari) Rp. 69.332.613 Bank

Rp. 69.332.613

Masa Maret 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Maret sbb : Piutang Dagang

Rp. 1.016.781.689

PPN – Keluaran (Maret)

Rp. 92.434.699

Penjualan

Rp. 924.346.990

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 1.016.781.689 Piutang Dagang

Rp. 1.016.781.689

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Maret sbb : Pembelian

Rp. 899.296.500

PPN Masukan (Maret)

Rp. 89.929.650

Hutang Dagang

Rp. 989.226.150

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Maret : PPN – Kurang Bayar (Maret) Rp. 2.505.049 Bank

Rp. 2.505.049

Masa April 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan April sbb : Piutang Dagang

Rp. 806.868.579

PPN – Keluaran (April)

Rp. 73.351.689

Penjualan

Rp. 733.516.890

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 806.868.579 Piutang Dagang

Rp. 806.868.579

Pada bulan April PT. Indoprima Gemilang tidak melakukan pencatatan pembelian hal tersebut dikarenakan pada bulan ini tidak terdapat transaksi. Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan April : PPN – Kurang Bayar (April) Rp. 73.351.689 Bank

Rp. 73.351.689

Masa Mei 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Mei sbb : Piutang Dagang

Rp. 1.376.172.963

Prepaid PPN – Keluaran (Mei)

Rp.

125.106.633

Penjualan

Rp. 1.251.066.330

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 1.376.172.963 Piutang Dagang

Rp. 1.376.172.963

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Mei sbb : Pembelian

Rp. 537.174.610

PPN Masukan (Mei)

Rp. 53.717.461

Hutang Dagang

Rp. 590.892.071

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Mei : PPN – Kurang Bayar (Mei) Rp. 71.389.172 Bank

Rp. 71.389.172

Masa Juni 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Juni sbb : Piutang Dagang

Rp. 480.060.152

PPN – Keluaran (Juni)

Rp. 43.641.832

Penjualan

Rp. 436.418.320

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 480.060.152 Piutang Dagang

Rp. 480.060.152

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Juni sbb : Pembelian

Rp. 23.850.000

PPN Masukan (Juni)

Rp.

Hutang Dagang

2.385.000 Rp. 26.235.000

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Juni : PPN – Kurang Bayar (Juni) Rp. 41.256.832 Bank

Rp. 41.256.832

Masa Juli 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Juli sbb : Piutang Dagang

Rp. 997.613.5788

PPN – Keluaran (Juli)

Rp. 90.692.143

Penjualan

Rp. 906.921.435

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 997.613.578 Piutang Dagang

Rp. 997.613.578

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Juli sbb : Pembelian

Rp. 312.911.006

PPN Masukan (Juli)

Rp. 31.291.101

Hutang Dagang

Rp. 344.202.107

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Juli : PPN – Kurang Bayar (Juli) Rp. 59.401.042 Bank

Rp. 59.401.042

Masa Agustus 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Agustus sbb : Piutang Dagang

Rp. 1.114.048.958

PPN – Keluaran (Agustus)

Rp.

101.277.178

Penjualan

Rp. 1.012.771.780

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 1.114.048.958 Piutang Dagang

Rp. 1.114.048.958

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Agustus sbb : Pembelian

Rp. 669.386.749

PPN Masukan (Agustus) Rp. 66.938.675 Hutang Dagang

Rp. 736.325.424

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Agustus : PPN – Kurang Bayar (Agustus) Rp. 34.338.503 Bank

Rp. 34.338.503

Masa September 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan September sbb : Piutang Dagang

Rp. 772.265.867

PPN – Keluaran (September)

Rp. 70.478.716

Penjualan

Rp. 704.787.151

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 740.378.903 Piutang Dagang

Rp. 775.265.867

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan September sbb : Pembelian

Rp. 248.143.962

PPN Masukan (September)Rp. 24.814.396 Hutang Dagang

Rp. 272.958.358

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan September : PPN – Kurang Bayar (September) Rp. 45.664.320 Bank

Rp. 45.664.320

Masa Oktober 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Oktober sbb : Piutang Dagang

Rp. 368.425.969

PPN – Keluaran (Oktober)

Rp. 33.493.269

Penjualan

Rp. 334.932.700

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 368.425.969 Piutang Dagang

Rp. 368.425.969

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Oktober sbb : Pembelian

Rp. 67.257.090

PPN Masukan (Oktober) Rp. 6.725.709 Hutang Dagang

Rp. 73.982.799

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan oktober : PPN – Kurang Bayar (Oktober) Rp. 26.767.560 Bank

Rp. 26.767.560

Masa November 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan November sbb : Piutang Dagang

Rp. 1.123.222.101

PPN – Keluaran (November)

Rp.

102.111.100

Penjualan

Rp. 1.021.111.001

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 1.123.222.101 Piutang Dagang

Rp. 1.123.222.101

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan November sbb : Pembelian

Rp. 348.521.880

PPN Masukan (November)Rp. 38.452.188 Hutang Dagang

Rp. 422.974.068

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan November : PPN – Kurang Bayar (November) Rp. 63.658.912 Bank

Rp. 63.658.912

Masa Desember 2010 Pencatatan untuk penjualan bulan Desember sbb : Piutang Dagang

Rp. 212.622.846

PPN – Keluaran (Desember)

Rp. 19.329.350

Penjualan

Rp. 193.293.496

Pada saat perlunasan piutang akan di jurnal sbb : Bank

Rp. 212.622.846 Piutang Dagang

Rp. 212.622.846

Pencatatan untuk mencatat pembelian bulan Desember sbb : Pembelian

Rp. 1.197.295.385

PPN Masukan (Desember)Rp. 119.729.538 Hutang Dagang

Rp. 1.317.024.923

Pencatatan untuk pelaporan PPN terutaang bulan Desember : PPN – Lebih Bayar (Desember) Rp. 100.400.188 PPN - Masukan

Rp. 100.400.188

4.3 Interprestasi 4.3.1 Prosedur Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. Indoprima Gemilang untuk masa pajak bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2010, adalah sbb: Tabel 4.1 Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. Indoprima Gemilang Tanggal Pelaporan SPM PPN

Kompensasi Kelebihan PPN Tahun Lalu / Bulan lalu

PPN Masukan

Masa Pajak Tidak Sama

PPN Keluaran

Kurang Bayar (-)

Lebih Bayar (+)

Januari

20/02/2010

6.900.635

43.801.045

-

35.444.404

-

8.356.641

Februari

19/03/2010

8.356.641

33.249.593

-

102.582.202

69.332.613

-

Maret

21/04/2010

-

89.929.650

-

92.434.699

2.505.049

-

April

21/05/2010

-

-

-

73.351.689

73.351.689

-

Mei

20/06/2010

-

53.717.461

-

125.106.633

71.389.172

-

Juni

18/07/2010

-

2.385.000

-

43.641.832

41.256.832

-

Juli

19/08/2010

-

31.291.101

-

90.692.143

59.401.042

-

Agustus

17/09/2010

-

66.938.675

-

101.277.178

34.338.503

-

September

17/10/2010

-

24.814.396

-

70.478.716

45.664.320

-

Oktober

17/11/2010

-

6.725.709

-

33.493.269

26.767.560

-

Nopember

17/12/2010

-

38.452.188

-

102.111.100

63.658.912

-

Desember

20/01/2010

-

119.729.538

-

19.329.350

-

100.400.188

Masa Pajak

Berdasarkan atas pelaporan PPN pada PT. Indoprima Gemilang dapat di simpulkan sbb : 1. Berdasarkan tabel data di atas bahwa mulai dari pelaporan, penjurnalan dan penghitungan PPN PT. Indoprima Gemilang sesuai dengan SAK yang berlaku dan sesuai dengan UU no. 42 Tahun 2009. 2. Pada Setiap akhir bulan PT. Indoprima Gemilang membuat jurnal Penutup untuk menutup perkiraan PPN, yaitu apabila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran berarti terdapat kekurangan pembayaran atas PPN sedangkan

apabila Pajak masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran maka terdapat kelebihan pembayaran. 3. Dalam hal pelunasan kewajiban pajak, pembayaran PT. Indoprima gemilang selalu tepat waktu, tidak pernah ada keterlambatan. 4. Faktur – faktur pajak yang dimiliki oleh perusahaan telah di simpan dengan rapi, sehingga memudahkan untuk penyetoran dan pelaporan PPN. 5. Faktur – faktur pajak yang di simpan oleh perusahaan juga tidak terdapat yang cacat dan semuanya telah diisi dengan lengkap termasuk tanda tangan, nama lengkap dan jabatan serta cap atau setempel dari perusahaan.

BAB V KESIMPUAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Setelah mempelajari, menganalisis, dan membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai dan penerapanya di dalam PT. Indoprima Gemilang banyak hal yang dapat di simpulkan. Hal tersebut mungkin merupakan kelebihan yang dapat menambah wawasan, maupun hal – hal yang harus lebih di perhatikan untuk penerapan yang lebih baik ataupun hal – hal yang memerlukan perbaikan dalam penerapanya yang berupa suatu kekurangan. Kekurangan maupun kelebihan tersebut dapat berasal dan memiliki baik dari kebijakan yang di terapkan oleh pemerintah maupun perusahaan iu sendiri. Selain itu, juga dapat berasal dari metode perhitungan dan pencatatan atas terjadinya PPN yang di lakukan oleh PT. Indoprima Gemilang yang di kenal dengan Credit Method. Berdasarkan atas pembahasan dan hasil analisis atas penerapan PPN pada PT. Indoprima Gemilang dapat di simpulkan sbb : 1. Pada Setiap akhir bulan PT. Indoprima Gemilang membuat jurnal Penutup untuk menutup perkiraan PPN, yaitu apabila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran berarti terdapat kekurangan pembayaran atas PPN sedangkan apabila Pajak masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran maka terdapat kelebihan pembayaran. Dan juga, pada perusahaan dalam melakukan pencatatan akuntasi PPN atas transaksi pembelian dan penjualan ternyata

perusahaan sudah menyajikan dengan jelas dan lengkap. 2. Dalam hal pelunasan kewajiban pajak, pembayaran PT. Indoprima gemilang selalu tepat waktu, tidak pernah ada keterlambatan. 3. Perhitungan PPN PT. Indoprima gemilang telah sesuai dengan UU no. 42 Tahun 2009 baik pencatatanya maupun pelaporannya.

5.2 Saran 1. Semoga PT. Indoprima Gemilang dapat mempertahankan dalam menjurnal dan mengarsipkannya data PPN dengan baik dan benar sehingga tidak ada terjadi kekeliruan dalam pencatatan maupun penghitungannya PPN nya. 2. PT. Indoprima Gemilang agar dapat melaporkan lebih awal lagi tanggal pelaporan data PPN nya sehingga tidak ada keterlambatannya dan menghindari sanksi yang ada .

DAFTAR PUSTAKA

B.Ilyas, Wiryawan, Rudy Suhartono. 2007. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Ikatan Akutansi Indonesia. 2007. Standar Akutansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta. Soermarso, S.R. 2003. Perpajakan Pendekatan kompehensif. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Tjahjono, Achmad. 2003. Perpajakan Indonesia : Pendekatan Soal Jawab dan Kasus. Jakarta. Undang – Undang Perpajakan Pertambahan Nilai no. 42 Tahun 2009 Waluyo, B.Ilyas, Wirawan. 2003. Perpajakan Indonesia. Buku Satu, edisi revisi, Penerbit Salemba empat, Jakarta. Yusdianto. 2002. Akutansi Perpajakan , Jakarta