PENGARUH FRAKSI AKTIF TUMBUHAN AGLAIA ANGUSTIFOLIA TERHADAP SEL

Download 1 Apr 2003 ... Pengaruh Fraksi Aktif Tumbuhan Aglaia angustifolia terhadap Sel-sel Reproduksi. Jantan Mencit (Mus musculus). The effect of ...

0 downloads 309 Views 391KB Size
BioSMART Volume 5, Nomor 1 Halaman: 52-55

ISSN: 1411-321X April 2003

Pengaruh Fraksi Aktif Tumbuhan Aglaia angustifolia terhadap Sel-sel Reproduksi Jantan Mencit (Mus musculus) The effect of active fraction of Aglaia angustifolia for bioinsecticide on male mice (Mus musculus) reproduction organ ARIF SOEKSMANTO, PARTOMUAN SIMANJUNTAK Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI, Cibinong, Bogor 16911 Diterima: 30 Oktober 2002. Disetujui: 25 Desember 2002

ABSTRACT Study on bioactive ingredient of insecticide derived from Aglaia (Meliaceae) plants showed that A. angustifolia has the highest active fraction. The activity of its bioactive ingredients influenced hormonal system through antifeedant and insect growth regulator. Bioactive ingredients of these insecticides is generally very low toxic for mammals, so it is very prospective to be developed as an alternative bioinsecticide in the future. The study used active fraction of A. angustifolia with dosages of 0-10 mg/kg body weight/day applied through intraperitoneal to explaine its effect on reproduction cells of male mice. The results showed that active fraction of A. angustifolia did not influence interstitial tissue, tubulus seminiferus, spermatogonium cell, spermatocyte and head form of spermatozoa. Key words: Aglaia angustifolia, bioinsecticide, reproductive cells.

PENDAHULUAN Sistem reproduksi memegang peranan sangat penting bagi mahluk hidup, terutama dalam menjaga kelestarian jenisnya. Organ reproduksi penting bagi jantan adalah testis yang terdiri dari dua komponen utama yaitu jaringan interstitial vaskuler yang mengandung sel leydig dan tubulus seminiferus. Sel leydig berkelompok di dalam ruang sinusoid di antara tubulus seminiferus yang langsung berhubungan dengan limpa dan sering berhubungan erat dengan pembuluh darah. Selain itu sel leydig mengandung banyak retikilum endoplasmik halus, mitokondria dan kompleks golgi. Fungsi normal dari sel leydig adalah memproduksi testosteron dan hormon-hormon steroid lainnya. Sedangkan tubulus seminiferus terdiri dari dua populasi sel yaitu sel-sel sertoli yang bersifat nonproliferatif dan sel-sel spermatogenik yang proliferatif. Sel-sel sertoli umumnya melekat pada membran basal dan tingginya dapat mencapai permukaan sel-sel epitel. Sel-sel sertoli ini memiliki tonjolan sitoplasma yang beranastomosis membentuk sawar darah (blood testis barrier) yang berfungsi melindungi selsel spermatogenik dari pengaruh imunologi yang merugikan. Sedangkan sel-sel spermatogenik terdiri dari berbagai tahap perkembangan yang berbeda secara morfologi, yaitu sel-sel spermatogonium, spermatosit, spermatid dan spermatozoa. Sel-sel tersebut saling berhubungan membentuk suatu kesinambungan yang tahap perkembangannya ditentukan oleh hubungan sel-sel yang ada di dalamnya. Testis sangat rentan terhadap pestisida, pelarut industri, logam berat maupun obat-obatan (Bernstein, 1984). Bahan kimia tersebut diketahui mempunyai efek langsung maupun tidak langsung terhadap spermatogenesis, sehingga berpengaruh terhadap produksi spermatozoa normal yang meka-

nisme aksinya bervariasi sesuai stadium spermatogenesis yang dipengaruhinya (Gangolli dan Phillips, 1993). Keracunan pada testis menyebabkan terjadinya penurunan diameter tubulus seminiferus dan hilangnya sel-sel germinal (Gangolli, 1982), atrofi sel-sel sertoli yang meluas pada sel-sel germinal (Krasavage dkk., 1980), perkembangan vakuolasi sel-sel sertoli yang cepat, gangguan pada dasar hubungan antar sel-sel sertoli (Crasy dkk., 1987), penurunan aktivitas succinate dehidronase dari mitochondria sel-sel sertoli, hambatam cairan tubulus seminiferus, serta sekresi protein pengikat androgen (Gray dan Gangolli, 1986). Bahkan dapat bereaksi dengan DNA dari sel-sel germinal yang menyebabkan terputusnya untaian tunggal rantai DNA sebelum maupun saat pembelahan meiosis dari spermatid awal (Lee, 1981). Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari rangkaian penelitian, dalam rangka mencari bahan aktif yang berpotensi sebagai insektisida dari tumbuhan Aglaia (Meliaceae). Dari 19 jenis tumbuhan Aglaia spp. (Meliaceae) hasil survei di Kebun Raya Bogor, daerah di sekitar Sukabumi, Jasinga (Jawa Barat), dan Samarinda (Kalimantan Timur) diuji aktivitasnya dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menggunakan Artemia salina. Hasilnya menunjukkan 5 jenis diantaranya diduga memiliki bahan aktif yang berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai insektisida (Simanjuntak dkk., 1998; 1999). Aktivitas insektisida tumbuhan tersebut disebabkan adanya senyawa rokaglamida seperti yang terdapat pada Aglaia duppereana dan A. harmsiana (Nugroho dkk.., 1996). Pada pengujian menggunakan ulat kubis (Crocidolomia binotalis Zeller) dan ulat hama tomat (Helicoverpa armigera) diketahui bahwa tumbuhan A. angustifolia mengandung bahan bioaktif insektisida yang paling kuat © 2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 51-54

serta belum pernah dilaporkan aktivitas insektisida dari tumbuhan ini sebelumnya (Prijono dkk., 1999; Simanjuntak dkk., 2000). Selain itu ekstrak tumbuhan A. angustifolia juga menunjukkan adanya aktivitas penghambat makan (anti feedant) pada larva instar kedua dan aktivitas penghambat perkembangan (insect growth regulator) yang menyebabkan larva mati terutama menjelang atau pada saat larva ganti kulit pada instar ketiga sampai instar keempat (Prijono dkk., 2000). Meskipun demikian informasi tersebut perlu dilengkapi dengan pengujian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap terhadap organisme yang bukan sasaran, dalam hal ini dilakukan pada organ reproduksi jantan mencit (Mus musculus).

53

antara sel spermatogonium dengan spermatosit pachiten serta diameter tubulus seminiferus,. Data-data mengenai pengaruh fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap kepala spermatozoa disajikan pada Tabel 1. Pengaruh fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap spermatogonium dan spermatosit pachiten disajikan pada Tabel 2. Rasio antara sel spermatogonium dengan spermatosit pachiten disajikan pada Tabel 3. Sedangkan pengamatan terhadap diameter tubulus seminiferus disajikan pada Tabel 4. Tabel 1. Pengaruh pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap kepala spermatozoa mencit jantan strain Balb/c yang diberi perlakuan selama dua minggu. Transformasi arcsin √x persentase spermatozoa Besar Normal Kecil

Jumlah Spematozoa

BAHAN DAN METODE

No.

Pengujian pengaruh fraksi aktif A. angustifolia ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Bogor. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dari strain Balb/c berumur ± 2 bulan. Mencit tersebut ditempatkan dalam bak plastik dengan penutup dari kawat agar tidak keluar dari dalam kandang. Pemberian makan dan minum dilakukan secara ad libitum. Selanjutnya mencit diberi perlakuan fraksi aktif A. angustifolia terdiri dari 0 mg/kg bb/hari (sebagai kontrol), 2,5 mg/kg berat badan/hari, 5 mg/kg bb/hari dan 10 mg/kg bb/hari yang diberikan melalui penyuntikan secara intra peritoneal selama 2 minggu. Selanjutnya mencit dibedah seminggu setelah berakhirnya pemberian dosis untuk pengamatan spermatozoa dan sel-sel spermatogenik di dalam tubulus seminiferus. Spermatozoa diambil dari vas deferens dengan cara diflushing menggunakan microsyringe dan diencerkan sebanyak 20 kali dengan larutan phosphate buffer saline (PBS). Sedangkan untuk sel-sel spermatogenik dilakukan dengan merendam preparat di dalam larutan buffer formalin 10%, dicuci dengan alkohol 70% sampai bersih, direndam dalam seri alkohol 80-96%, direndam dalam toluene sampai jaringan menjadi bersih dan direndam kembali dalam alkohol absolut. Kemudian jaringan direndam dalam campuran parafin-toluene (1:1) pada suhu ± 56oC selama 15 menit, direndam dalam parafin murni ± 45 menit dan dipotong menggunakan mikrotom. Hasil irisan ditempatkan pada gelas obyek, dipanaskan di atas hot plate 50oC dan direndam dalam xylene sampai sisa parafin hilang. Selanjutnya direndam dalam seri alkohol hingga akuades, dicelupkan ke larutan haematoxylene dan dibilas dengan air mengalir.

A.1. A.2. A.3. A.4. A.5. ∑

00,00 18,44 18,44 22.79 30,00 89,67

71,56 56,79 50,77 56,79 45,00 280,91

18,44 26,56 33,21 22,79 30,00 131,00

237 456 296 233 247 1469

B.1. B.2. B.3. B.4. B.5. ∑

33,21 00,00 18,44 26,56 22,79 101,00

56,79 45,00 57,10 50,77 57,10 266,76

00,00 45,00 22,79 26,56 18,44 112,79

386 148 181 526 232 1473

C.1. C.2. C.3. C.4. C.5. ∑

18,44 39,23 26,56 39,23 26,56 150,02

63,44 50,77 45,00 39,23 56,79 255,23

18,44 0,00 33,21 26,56 18,44 96,65

167 324 223 542 274 1530

D.1. D.2. D.3. D.4. D.5. ∑

56,79 45,00 00,00 30,00 33,21 165,00

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan memberikan perlakuan fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia sebesar 0 mg/kg bb/hari (sebagai kontrol), 2,5 mg/kg berat badan/hari, 5 mg/kg bb/hari dan 10 mg/kg bb/hari secara intra peritoneal terhadap mencit jantan selama 2 minggu. Selanjutnya di amati pengaruh fraksi aktif tersebut terhadap kepala spermatozoa, spermatogonium, spermatosit pachiten, rasio

33,21 00,00 409 45,00 00,00 162 63,44 26,56 188 45,00 30,00 514 50,77 18,44 179 237,42 75,00 1452 Keterangan: A. kontrol (0 mg/kg bb/hari); B. 2,5 mg/kg bb/hari; C. 5 mg/kg bb/hari; D. 10 mg/kg bb/hari.

Berdasarkan data pengaruh pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap kepala spermatozoa mencit jantan, terlihat bahwa semakin besar dosis fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia yang diberikan, semakin berkurang jumlah spermatozoa yang berkepala normal. Meskipun demikian berdasarkan hasil uji F yang dilakukan terhadap jumlah spermatozoa yang berkepala normal, tidak dijumpai adanya perbedaan yang berarti (P > 0,05). Sehingga dapat diduga bahwa pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia yang efektif terhadap serangga tidak berpengaruh terhadap kepala spermatozoa. Berdasarkan hasil uji F terhadap spermatogonium, spermatosit pachiten dan rasio sel spermatogonium terhadap spermatosit pachiten mencit jantan strain Balb/c, tidak dijumpai adanya perbedaan yang berarti (P > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia yang efektif terhadap serangga tidak berpengaruh terhadap sel-sel germinal mencit.

SOEKSMANTO dan SIMANJUNTAK – Pengaruh Aglaia angustifolia pada testis Mus musculus

54

Gambar 1. Potongan melintang testis dengan perlakuan 0,0 mg/kg berat badan/hari (kontrol).

Gambar 2. Potongan melintang testis dengan perlakuan 2,5 mg/kg berat badan/hari .

Gambar 3. Potongan melintang testis dengan perlakuan 5,0 mg/kg berat badan/hari.

Gambar 4. Potongan melintang testis dengan perlakuan 10,0 mg/kg berat badan/hari.

Tabel 2. Pengaruh pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap spermatogonium dan spermatosit pachiten jantan strain Balb/c yang diberi perlakuan selama dua minggu.

Tabel 4. Pengaruh fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap diameter tubulus seminiferus mencit jantan strain Balb/c yang diberi perlakuan selama dua minggu.

No. 1. 2. 3. 4. 5. ∑

Spermatosit pachiten A B C D 41,2 41,4 43,4 44,6 38,7 44,8 42,3 45,2 46,6 37,6 37,8 44,7 42,6 42,5 49,8 39,9 52,5 48,6 43,5 43,5 221,6 214,9 216,8 217,9

A 7,7 7,2 6,9 5,8 8,7 36,3

Spermatogonium B C D 7,9 8,2 7,4 5,2 7,6 8,2 7,8 7,2 9,0 6,8 8,6 7,9 9,2 9,2 8,4 36,9 40,8 40,9

Tabel 3. Pengaruh pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia terhadap rasio antara sel spermatogonium dengan spermatosit pachiten mencit jantan strain Balb/c yang diberi perlakuan selama dua minggu. No. 1. 2. 3. 4. 5. ∑

A 0,1869 0,1545 0,1783 0,1362 0,1757 0,8216

Spermatosit pachiten B C 0,1908 0,1889 0,1161 0,1797 0,2074 0,1905 0,1600 0,1727 0,1893 0,2115 0,8636 0,9433

D 0,1659 0,1814 0,2013 0,1980 0,1931 0,9397

No. A 1. 229,150 µ 2. 204,617 µ 3. 230,055 µ 4. 198,803 µ 5. 208,165 µ 1070,790 µ ∑

B 214,116 µ 248,430 µ 176,469 µ 219,294 µ 288,423 µ 1146,732 µ

C D 184,009 µ 181,574 µ 194,976 µ 221,776 µ 206,826 µ 187,389 µ 236,927 µ 168,814 µ 223,148 µ 226,314 µ 1045,886 µ 985,867 µ Keterangan Tabel 2, 3, 4: A. kontrol (0 mg/kg bb/hari); B. 2,5 mg/kg bb/hari; C. 5 mg/kg bb/hari; D. 10 mg/kg bb/hari.

Berdasarkan data-data di atas tampak terjadi penurunan pada diameter tubulus seminiferus, meskipun demikian berdasarkan hasil uji F yang dilakukan hal tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti (P > 0,05). Pengamatan tubulus seminiferus dan jaringan interstitial tampak normal, tidak dijumpai adanya nekrosis maupun fibrosis, meskipun terjadi radang ringan pada kontrol maupun perlakuan. Diduga pemberian fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia yang dilakukan tidak berpengaruh nyata bagi mencit jantan strain Balb/c yang digunakan.

BioSMART Vol. 5, No. 1, April 2003, hal. 51-54

Aktivitas insektisida tumbuhan A. angustifolia cenderung pada sistem hormonal yang mengendalikan proses metamorfosis dan pergantian kulit serangga, sehingga sangat rendah daya racunnya bagi mamalia (Ray, 1991; Oberlander dkk., 1997). Hal yang sama dibuktikan oleh Hackle (1983) menggunakan hormon juvenil sintetik methoprene dengan dosis tunggal sebesar 1000 mg/kg pada tikus. Terbukti bahwa hormon juvenil sintetik bukan hanya sangat rendah daya racunnya bagi mamalia, tetapi juga tidak mempunyai efek teratogenik. Selanjutnya menurut Haruyuki dkk., (1995) insektisida yang memiliki aktivitas penghambat perkembangan (insect growth regulator) tidak ditemukan dalam jaringan darah, ginjal dan hati mencit, karena insektisida tersebut dapat disekresikan dengan cepat melalui faeces, empedu dan urin. KESIMPULAN Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa fraksi aktif tumbuhan A. angustifolia relatif aman terhadap mencit, sehingga cukup layak untuk dikembangkan sebagai bahan pengendali populasi serangga hama. UCAPAN TERIMAKSIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada pnyelenggara RUT VI, Bidang Ilmu Kimia dan Proses yang mendanai penelitian ini, serta dr. Emil Taufik dari Laboratorium Patologi Anatomi FK UI Jakarta atas bantuannya dalam diskusi dan preparasi preparat ginjal. DAFTAR PUSTAKA Bernstein, M.E., 1984. Agents affecting the male reproductive system: effects of structure on activity. Drug Metabolism Review 15: 941-996.

55

Creasy, D.M., L.M. Beech, T.J.B. Gray and W.H. Butler, 1987. The ultrastructural effects of di-n-pentyl phthalate on the testis mature rat. Experimental Molecular Pathology 46: 357-371 Haruyuki, M., H. Yoshino, N. isobe, H. Kaneko, I. Nakatsuka, and H. Yamada, 1995. Metabolism of pyriproxyfen in rats. 1. Absorption, disposition, excretion, and biotransformation studiers with [phenoxyphenyl-14C] pyriproxyfen. Journal of Agruicultural Food Chemistry 43: 235-240 Gangolli, S. D. 1982. Testicular effects of phthalate esters. Environmental Health Perspective 45: 77-84 Gangolli, S. D. and J. C. Phillips, 1993. Assessing chemical injury to the reproductive system. In Anderson, D and D.M. Conning (eds). Experimental Toxicology. The Basic Issues. 2nd edition. Bodmin: Hartnolls Ltd. Gray, T. J. B. and S. D. Gangolli, 1986. Aspects of testicular toxicity of phthalate esters. Environmental Health Perspective 65: 229-235 Krasvage, W.J., J.L. O’Donoghue, G.D. DiVincenzo and C.J. Terhaar, 1980. The relative neurotoxicity of methyl n-butyl ketone, n-hexane, and their metabolites.Toxicology and Applied Pharmacology 52: 433441 Lee, I. P. 1981. Effect of drugs and chemicals on male reproduction. INSERM 103: 311-331 Nugroho, B. W., R. A. Edrada, B. Gussregen, V. Wray, L. Witte and P. Proksen. 1996. Insecticidal rocaglamide derivatives from Aglaia duppereana. Phytochemistry 44: 1455-1461. Prijono, J., P. Simanjuntak dan B. Istiadi. 1999. Aktivitas ekstrak Aglaia spp. (Meliaceae) terhadap larva Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Seminar Peran Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor 16 Februari 1999 Prijono, J., E.C. Lina. dan P. Simanjuntak. 2000. Development derangement in Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae) as affected by the treatment with extract of three species of Aglaia (Meliaceae). Hayati 7 (2): 45-49 Simanjuntak, P., S. Bustami, dan S. Sanjaya. 1998. Pengaruh daya toksik beberapa tumbuhan Aglaia sp. dengan BSLT. Duta Farming. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Farming 16 (3): 12. Simanjuntak, P., J. Rahmat, A. Soeksmanto, T. Parwati, Z. Abidin, dan J. Prijono, 1999. Studi kimia & toksikologi tumbuhan Indonesia (1): Tumbuhan Aglaia spp. sebagai sumber zat bioaktif insektisida. Seminar Nasional II Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada dan Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Yogyakarta, 2-3 September 1999. Simanjuntak, P. J. Prijono dan A. Soeksmanto, 2000. Studi kimia dan toksikologi tumbuhan Aglaia spp. sebagai sumber zat bioaktif insektisida. Laporan Riset Unggulan Terpadu VI, Bidang Ilmu Kimia dan Proses. Jakarta: Dewan Riset Nasional, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi.